Paracetamol.pdf

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994). Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat. Dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang di gunakan sebagai obat di sebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang di pergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali di nyatakan lain berupa bahan yang telah di keringkan (Depkes RI, 1995). 2.2. Serbuk Serbuk, berasal dari bahasa latin pulvis adalah sediaan farmasi merupakan campuran obat dan/atau bahan kimia yang halus, terbagi-bagi dalam bentuk kering. Beberapa serbuk di siapkan untuk pemakaiaan dalam (internal), lainnya untuk pemakaian luar (eksternal). Beberapa serbuk di berikan oleh ahli farmasi dalam jumlah besar dan ada juga yang di bagi dalam bagian-bagian terbungkus, pada dasarnya tergantung dosis atau potensi dari sebuk tersebut. Penggunaan serbuk internal adalah penggunaan serbuk melalui mulut namum untuk di minum dengan cara mencampurkannya dengan air. Memang kurang begitu umum di bandingkan dengan penggunaan kapsul dan tablet, namun Universitas Sumatera Utara

Transcript of Paracetamol.pdf

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Obat Tradisional

    Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

    tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

    dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

    berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994).

    Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan,

    bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta

    khasiat sebagai obat. Dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang di

    gunakan sebagai obat di sebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang di

    pergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan

    kecuali di nyatakan lain berupa bahan yang telah di keringkan (Depkes RI, 1995).

    2.2. Serbuk

    Serbuk, berasal dari bahasa latin pulvis adalah sediaan farmasi merupakan

    campuran obat dan/atau bahan kimia yang halus, terbagi-bagi dalam bentuk

    kering. Beberapa serbuk di siapkan untuk pemakaiaan dalam (internal), lainnya

    untuk pemakaian luar (eksternal). Beberapa serbuk di berikan oleh ahli farmasi

    dalam jumlah besar dan ada juga yang di bagi dalam bagian-bagian terbungkus,

    pada dasarnya tergantung dosis atau potensi dari sebuk tersebut.

    Penggunaan serbuk internal adalah penggunaan serbuk melalui mulut

    namum untuk di minum dengan cara mencampurkannya dengan air. Memang

    kurang begitu umum di bandingkan dengan penggunaan kapsul dan tablet, namun

    Universitas Sumatera Utara

  • di senangi oleh sebagian pasien yang tidak sanggup menelan obat dengan bentuk

    sediaan padat lainnya. Akan tetapi kebanyakan obat dengan bentuk serbuk di

    gunakan sebagai pemakaiaan eksternal (luar) biasanya pada kulit.

    Kebanyakan bahan-bahan obat yang di pakai sekarang terdapat dalam

    bentuk serbuk atau kristal dan di campur dengan unsure-unsur serbuk lainnya

    sebagai pengisi dan penghancur sebelum di buat menjadi sediaan padat. Obat

    serbuk kering juga di tambahkan ke dalam salep, pasta, supositoria, dan bentuk

    sediaan lain, pada waktu pengolahannya. Demikian pula granul yang merupakan

    gumpalan-gumpalan baha dari bentuk serbuk di olah menjadi partikel yang dapat

    mengalir dengan bebas pada dasarnya di gunakan dalam pembuatan tablet dan

    dalam sediaan yang kering yang di siapkan dalam bentuk cair sebelum di pakai,

    dengan penambahan bahan pembantu yang tepat sebagai bahan pengisi.

    2.2.1 Pengolahan Serbuk

    2.2.1.1 Ukuran Partikel

    Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran

    10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus mencapai

    ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini

    mempunyai standar maka USP menggunakan suatu batasan dengan istilah Very

    Coarse, Coarse, Moderately Coarse, Fine, dan Very Fine (sangat kasar, kasar,

    cukup kasar, halus, dan sangat halus, yang di hubungkan denga bagian serbuk

    yang mampu melalui lubang-lubang ayakan yang telah di standarisasi yang

    berbeda-beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika di adakan

    pengadukan dan biasanya alat pengaduk yang di gunakan pengaduk ayakan secara

    Universitas Sumatera Utara

  • mekanis. Nomor Standar Ayakan dan masing-masing lubang ayakan di nyatakan

    dalam milimeter dan mikrometer. Contohnya: Ayakan nomor 2, lubang

    ayakannya berukuran 9,5 mm (Ansel, 1989).

    2.2.2 Serbuk Obat Tradisional

    Menurut SK Menkes, 1994 pengertian dari serbuk obat tradisonal adalah

    sediaan obat tradisonal berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok;

    bahan baku nya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya.

    Sediaan serbuk ini penggunaan nya dengan cara diseduh dalam air

    mendidih. Air seduhan diminum sesuai kebutuhan. Karena serbuk berbahankan

    dari bahan obat tumbuh-tumbuhan yang di keringkan secara alamiah ataupun

    merupakan campuran dua atau lebih unsur kimia murni yang di buat menjadi

    serbuk dalam perbandingan tertentu, maka serbuk harus memiliki persyaratan agar

    layak edar. Adapun persyaratan serbuk yang akan diedarkan meliputi :

    Kadar air : tidak lebih dari 10 %

    Angka lempeng total : tidak lebih dari 106.

    Angka kapang dan khamir : tidak lebih dari 104.

    Mikroba patogen : negatif

    Aflatoksin : tidak lebih dari 30 bpj.

    Bahan tambahan : Pengawet, serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang

    ditambahkan bahan pengawet. Serbuk dengan bahan baku sediaan galenik dengan

    penyari air atau campuran etanol air bila diperlukan dapat ditambahkan bahan

    pengawet.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemanis : Gula tebu (gula pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit dan pemanis

    alam lainnya yang belum menjadi zat kimia murni.

    Pengisi : Sesuai dengan pengisi yang diperlukan pada sediaan galenik.

    Wadah dan Penyimpanan : Da|am wadah tertutup baik; disimpan pada suhu

    kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari (Depkes RI, 1994)

    Serbuk obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan atau hewan ditetapkan

    dengan nomor sebagai berikut :

    Very Coarse powder (serbuk sangat kasar atau nomor 8) semua partikel serbuk

    dapat melewati lubang ayakan nomor 8 dan tidak lebih dari 20 % melewati lubang

    ayakan nomor 60.

    Coarse powder (serbuk kasar atau nomor 20) semua partikel serbuk dapat

    melewati lubang ayakan nomor 20 dan tidak lebih dari 40 % yang melewati

    lubang ayakan nomor 60.

    Moderately Coarse powder (serbuk cukup kasar atau nomor 40) semua partikel

    serbuk dapat melewati lubang ayakan nomor 40 dan tidak lebih dari 40 % yang

    melewati lubang ayakan nomor 80.

    Fine powder (serbuk halus atau nomor 60) semua partikel serbuk dapat

    melewati lubang ayakan nomor 60 dan tidak lebih dari 40 % yang melewati

    lubang ayakan nomor 100.

    Very Fine powder (serbuk sangat halus atau nomor 80) semua partikel serbuk

    dapat melewati lubang ayakan nomor 80 dan tidak ada limitasi bagi yang lebih

    halus (Ansel, 1989).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3 Penyakit Reumatik

    2.3.1 Fisiologi Reumatik

    Reumatik di definisikan sebagai setiap kondisi yang di sertai rasa nyeri

    dan kaku pada sistem tulang otot (muskuloskeletal) dan penyakit yang terjadi pada

    jaringan ikat (connective tissue). Atau lebih sederhananya penyakit ini dapat di

    artikan sebagai suatu penyakit yang menyerang sendi, otot, dan jaringan tubuh. Ini

    merupakan istilah dalam ilmu kedokteran, serta dalam ilmu kedokteran penyakit

    ini di masukkan dalam kelompok penyakit sendi atau reumatologi karena

    peristiwa mengalirnya mukus ke sendi terjadi pada persendian . Namun jika di kaji

    dari penyebab terjadinya reumatik, penyakit ini berupa suatu penyakit yang di

    sebabkan oleh kerusakan rawan sendi. Rawan sendi berfungsi sebagai bantalan

    untuk meredam benturan maupun beban berat akibat gerakan sendi dan

    meneruskan beban tadi ke tulang bawah sendi. Rawan sendi terbentuk dari sel

    rawan sendi yang di sebut kondrosit dan matriks rawan yang sebagian besar

    terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen. Rawan sendi yang normal selalu

    mengalami proses kerusakan dan perbaikan secara terus-menerus. Tapi, terkadang

    kedua proses yang terjadi ini tidak berjalan lancar seperti biasanya, karena di

    akibatkan oleh rawan sendi yang rusak atau terjadi peradangan. Akibat kerusakan

    yang terjadi timbul rasa nyeri dan sakit yang bukan kepalang rasanya. Keadaan ini

    terjadi akibat adanya cairan jahat yang di sebut mukus. Cairan ini mengalir dari

    otak ke sendi dan struktur lain dalam tubuh. Kondisi ini dalam bahasa Yunani di

    sebut rheumatismos. Pada umumnya, masyarakat umum menyebutnya

    Rheumatism, reumatik, atau rematik (Utami, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.2 Gejala Umum Reumatik

    Gejala umum dari reumatik adalah nyeri sendi, kaku pada sendi, bengkak

    pada sendi, gangguan fungsi sendi, sendi tidak stabil, sendi berbunyi, pengecilan

    otot (Atrofi), timbul tofi, perubahan fisik di bagian jari dan kuku, kelainan di

    bagian selaput lendir, gangguan penglihatan, gejala lain, seperti: berat badan

    menurun, rasa lelah dan lesu, susah tidur, aktivitas seksual suami istri terganggu,

    dan selain itu muncul depresi.

    a. Nyeri Sendi

    Nyeri sendi merupakan keluhan utama setiap penderita rematik. Jika

    rematik sampai menyerang bagian syaraf, nyeri sendi dapat menjalar jauh hingga

    keseliruh tubuh. Nyeri sendi ada dua macam, yaitu nyeri mekanis dan nyeri

    inflamasi (nyeri radang). Nyeri mekanis biasanya muncul setelah manusia

    melakukan aktivitasnya yang umum dan nyeri ini akan hilang setelah beristirahat.

    Sedangkan nyeri inflamasdi biasanya akan timbul di pagi hari ketika seseorang

    bangun tidur. Nyeri inflamasi ini akan di sertai rasa kaku pada sendi dan rasa

    nyeri yang hebat bagi penderita ketika awal gerak dari masa istirahatnya (tidur).

    Biasanya rasa nyeri baru akan hilang setelah beberapa saat melakukan aktivitas

    dengan bertahap.

    b. Kaku pada Sendi

    Kaku sendi adalah kaku yang di akibatkan karena terjadinya desakan suatu

    cairan di sekitar jaringan tubuh yang sedang mengalami peradangan, seperti

    kapsul sendi, sinovia, atau bursa. Gejala ini di tandai dengan sukarnya persendsian

    Universitas Sumatera Utara

  • untuk di gerakkan. Kaku sendi terjadi pada pagi hari dan akan berkurang setelah

    beristirahat dari aktivitasnya.

    c. Bengkak pada Sendi

    Bengkak sendi terjadi karena adanya cairan yang menumpuk di sekitar

    kapsul sendi, sehingga sendi terasa kaku. Cairan yang menumpuk membuat

    peradangan pada sendi tengah dalam jaringan lunak dan tulang. Biasanya di tandai

    dengan memerahnya warna kulit dan terasa panas jika di raba.

    d. Gangguan Fungsi Sendi

    Gangguan fungsi sendi di sebabkan oleh terjadinya tekukan pada posisi

    persendian. Tekukan ini sebenarnya adalah kesengajaan oleh si penderita karena

    ingin menghilangkan rasa nyeri yang di derita.

    e. Sendi Tidak Stabil

    Ketidak stabila suatu sendi di akibatkan seseorang mengalami trauma atau

    radang di bagian ligamen dan kasul sendinya. Dan juga bisa di akibatkan oleh

    kerusakan rawan sendi atau robeknya ligamen. Sendi tidak stabil umum terjadi

    pada penderita osteoartritis di bagian lutut.

    f. Sendi Berbunyi

    Sendi akan berbunyi atau terjadi krepitasi ketika sendi sedang di gerakkan.

    Bunyi yang di timbulkan di bagi menjadi dua, yaitu: bunyi yang kasar dan bunyi

    yang halus. Bunyi yang kasar, berarti menandakan adanya kerusakan di bagian

    rawan sendi atau tulang, bunyi bisa di dengar dan di raba sepanjang tulang. Bunyi

    yang halus menandakan adanya kerusakan atau peradangan di bagian sarung

    Universitas Sumatera Utara

  • tendon, bursa, atau sinovia. Bunyi yang halus ini dapat di dengar dengan bantuan

    stetoskop.

    g. Pengecilan Otot (Atrofi)

    Pengecilan otot sekitar sendi yang rusak terjadi jika rematik telah

    berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama (lebih dari 10 tahun). Akibat

    adanya atrofi, fungsi sendi akan terganggu.

    h. Timbul Tofi

    Tofi atau nodul atau benjolan kecil biasanya terjadi dalam jaringan di

    bawah kulit. Biasanya gejala ini nterjadi pada penderita rematik gout atau

    reumatoid artritis. Tofi biasanya muncul di permukaan ekstensor, yaitu di

    punggung tangan, siku, tumit belakang, dan sacrum.

    i. Perubahan Fisik di Bagian Jari dan Kuku

    Kelaina hanya terjadi pada beberapa jenis reumatik yang bersifat sistemik.

    Biasanya, kuku menjadi berlubang atau jari tangan membesar. Keadaan ini terjadi

    karena adanya tofi yang semakin membesar, menimbulkan koreng, dan akhirnya

    mengeluarkan suatu cairan kental seperti kapur.

    j. Kelainan di Bagian Selaput Lendir

    Kelainan ini terjadi karena adanya ulkus di bagian rongga mulut, kelamin,

    dan selaput lendir hidung. Akibat yang di timbulkan oleh adanya kelainan ini

    adalah berupa gannguan saat menelan makanan, gannguan aktivitas seksual, dan

    bernafas.

    Universitas Sumatera Utara

  • k. Gangguan Penglihatan

    Gejala hanya terjadi pada penderita atritis reumatoid. Gejalanya berupa

    peradangan di permukaan bola mata yang berwarna putih atau episkleritis (Utami,

    2003).

    2.3.3 Pengobatan Reumatik

    Pengobatan reumatik biasanya lebih dipercaya dengan ramuan tradisional

    di bandingkan berobat dengan bantuan dokter. Contohnya adalah ramuan dari

    beberapa simplisia seperti; belimbing wuluh yang di tumbuk halus, di campur

    dengan daun cempaka, cengkeh (biji), lada hitam serta tambahan perasan air jeruk

    dan sedikit minyak kayu putih. Setelah semua bahan di campur gosokkan pada

    bagian yang terasa nyeri sambil di urut-urut dengan perlahan, selama 2-3 kali

    sehari.

    Ada juga alternatif lain yang juga sangat efektif, yaitu ramuan dari

    tumbuhan pegagan (Centella asiatica). Dengan cara merebus semua bagian

    tanaman, kemudian air rebusannya di minum 2-3 kali sehari. Pegagan ini bersifat

    antiinflamasi sehingga dapat menyembuhkan peradangan (Lasmadiwati, 2003).

    2.4 Parasetamol

    Parasetamol (Acetamenopen) adalah turunan dari senyawa sintetis dari p-

    aminofenol yang merupakan metabolit aktif dari fenasetin, namun tidak memiliki

    sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin. Khasiatnya

    analgetis dan antipiretis, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya di

    anggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi

    (pengobatan mandiri).Tetapi jika senyawa ini bila dikombinasikan dengan obat

    Universitas Sumatera Utara

  • anti inflamasi non steroid (NSAID) atau obat pereda nyeri opioid, dapat

    digunakan untuk mengobati nyeri yang lebih parah. (Tan dan Kirana, 2002;

    Hardman, 2001)

    Namun senyawa obat parasetamol ini tidak seperti obat pereda nyeri

    lainnya (aspirin dan ibuprofen), tidak digolongkan ke dalam obat anti inflamasi

    non steroid (NSAID) karena memiliki khasiat anti inflamasi yang relatif kecil

    karena itu dianggap aman. Tapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan

    hati. Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol.

    Penelitian pada tahun 2008 membuktikan bahwa pemberian parasetamol pada usia

    bayi dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada usia kanak-kanak. Tapi pada

    dasarnya parasetamol memang senyawa obat yang aman di gunakan untuk

    antipiretis maupun antiinflamasi (anti nyeri/radang). Bahkan ibu yang sedang

    hamil pun bisa dengan aman mengkonsumsi parasetamol dengan aturan pakai

    yang telah di tentukan (Hardman, 2001; Foye, 1995)

    Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus

    hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa ini dapat

    disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan

    natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol

    direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat (Hardman, 2001).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.1 Struktur Parasetamol

    Nama Kimia : N-acetyl-p-aminophenol atau p-asetamedofenol atau 4-

    hidroksiasetanilida

    Rumus Empiris : C8H9NO2

    Berat Molekul : 151,16

    Pemerian : Kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan

    rasa pahit, jarak lebur atau titik lebur pada 169o-172o

    Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25oc,

    1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol,

    dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml

    gliserin, dalam 9 ml propilenglikol, dan larut dalam

    arutan alkali hidroksida. Tidak larut dalam benzen dan

    eter. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6. pKa= 9,51

    (Connors, 1992; Ditjen POM, 1995).

    2.4.2 Mekanisme Kerja Parasetamol

    Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan

    perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab

    inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi.

    Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi

    Universitas Sumatera Utara

  • enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk

    senyawa penyebab inflamasi. Sebagaimana diketahui bahwa enzim

    siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi

    prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi

    berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol

    ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya

    aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat

    konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga

    tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan

    parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah

    bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana

    kondisinya tidak oksidatif (Hardman, 2001; Munaf, 1994; Departemen

    Farmakologi dan Terapeutik, 2007)

    2.4.3 Metabolisme

    Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya meliputi

    senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat

    ginjal. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggungjawab terhadap efek

    toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo-kuinon

    imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit

    toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan

    segera dikeluarkan melalui ginjal. Namun apabila pasien mengkonsumsi

    parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh

    sehingga menyebabkan kerusakan hati (Hardman, 2001)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.4 Efek Samping

    Efek samping adalah hal yang bukan tidak jarang terjadi pada

    penggunaan/konsumsi senyawa obat, begitu pula dengan parasetamol.

    Parasetamol menimbulkan efek sampin seperti; reaksi hipersensitivitas dan

    kelainan pada darah (anemia hemolitik). Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari

    dapat terjadi kerusakan hati, reaksi alergi: jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria,

    atau bila lebih berat dapat timbul demam dan lesi mukosa (Tan dan Kirana, 2002).

    2.5 Identifikasi Parasetamol dalam sediaan Obat Tradisonal bentuk Kapsul secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Visible

    2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi merupakan teknik yang paling sering di gunakan dalam

    bidang kimia analisis karena teknik ini dapat di lakukan untuk keperluan analisis,

    baik kualitatif maupun kuantitatif, atau preparatif bagi bidang farmasi, ataupun

    industri. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan

    dua fase, yaitu: fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase).

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    Kromatografi lapis tipis di kembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada

    tahun 1938. Kromatografi ini merupakan bentuk kromatografi planar. Berbeda

    dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau di kemas di

    dalamnya, pada kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan yang

    seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang di dukung oleh lempeng

    kaca, pelat aluminium, atau pelat pelastik. Meskipun demikian kromatografi

    planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.

    Universitas Sumatera Utara

  • Penggunaan fase gerak atau sebagai pelarut dimana pelarut ini akan

    bergerak sepanjang fase diam di karenakan oleh dua pengaruh, yaitu 1). Pengaruh

    kapiler ini terjadi pada metode pengembangan secara menaik (ascending), 2).

    Pengaruh gravitasi ini terjadi pada pengelusian secara menurun (descending).

    Fase diam pada Kromatografi Lapis Tipis adalah merupakan suatu

    penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 m. Semakin

    kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase

    diam maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efesiensinya dan resolusinya.

    Biasanya yang paling sering di gunakan adalah silika dan serbuk selulosa.

    Penyerap biasanya di gunakan untuk melapisi pada permukaan kaca, gelas, atau

    aluminium dengan ketebalan 250 m, atau biasa di sebut plat/lempeng KLT.

    Fase gerak pada KLT biasanya dapat di pilih dari pustaka, tetapi lebih

    sering di pilih dengan cara mencoba-coba karena waktu yang di perlukan hanya

    sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah sistem 2 pelarut organik karena

    daya elusi camuran dari dua pelarut ini dapat mudah di atur sedemikian rupa

    sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah kriteria yang

    harus di penuhi oleh fase gerak ialah: Fase gerak harus memiliki kemurnian yang

    sanagat tinggi, karena KLT sangat sensitif, Daya elusi fase gerak harus di atur

    agar harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk pemisahan yang maksimal, untuk

    pemisahan senyawa yang polar yang biasanya fase diamnya berupa silika gel,

    maka polaritas dari fase gerak sangat menentukan kecepatan elusi/pengembangan

    yang berarti juga akan menentukan nilai Rf (Rohman, 2009)

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Penotolan Sampel

    Kromatografi yang di lakukan dengan hasil yang optimal juga di

    pengaruhi oleh faktor penotolan. Penotolan yang baik adalah menotolkan sampel

    dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin sehingga akan di dapati hasil

    yang optimal. Sebagaimana dalam prosedur jika sampel yang di gunakan terlalu

    banyak maka akan menurunkan resolusi. Umumnya volume penotolan adalah 15

    l. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak menyebar dan

    puncak ganda. Penotolan secara otomatis lebih sering di pilih, terutama jika

    volume sampel lebih dari 15 l.

    b. Pengembangan/Elusi

    Pengembangan adalah tahap di mana di lakukan setelah melakukan

    penotolan sampel dan baku, jika menggunakan baku. Pengembangan/elusi

    biasanya di lakukan dalam sebuah bejana kromatografi yang sebelumnya telah di

    jenuhi oleh uap pelarut/fase gerak. Biasanya plat sebelum di totol di beri jarak

    untuk titik penotolan ialah berjarak 1-2 cm. Jadi ketika plat di masukkan ke dalam

    bejana, tinggi fase gerak berada di bawah titik penotolan. Bejana kromatografi

    harus di tutup rapat.

    c. Deteksi Bercak

    Bercak pemisahan pada KLT umunya merupakan bercak yang tidak

    berwarna. Sehingga untuk penentuannya dapat di lakukan dengan cara kimia,

    fisika, maupun biologi. Cara kimia adalah cara yang lebih sering di gunakan yaitu

    dengan cara mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi tertentu melalui

    Universitas Sumatera Utara

  • penyemprotan sehingga bercak tampak dengan jelas. Cara fisika adalah

    mendeteksi bercak dengan menggunakan flurosensi sinar ultraviolet.

    d. Identifikasi dan Harga-harga Rf

    Identifikasi dari senyawa-senyawa yang telah di pisahkan pada lapisan

    tipis lebih baik di kerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna.

    Namun Lazimnya untuk identifikasi menggunakan harga Rf, Walaupun harga Rf

    dari KLT kurang tepat di bandingkan dengan harga RF yang di peroleh dari

    kromatografi kertas.

    Definisi harga RF adalah jarak yang di gerakkan oleh senyawa dari titik

    asal di bagi dengan jarak yang di gerakkan oleh pelarut dari titik asal. Harga Rf

    untuk senyawa murni dapat di bandingkan dengan harga senyawa standard.

    Senyawa standard biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa

    yang di pisahkan pada kromatogram.

    Harga Rf sangat di tentukan oleh kelancaran pergerakan noda dalam KLT,

    adapun faktor yang mempengaruhi pergerakan noda ialah: 1). Struktur kimia dari

    senyawa yang di pisahkan, 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, 3).

    Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap, 4). Pelarut dan derajat kemurniannya,

    5). Derajat kejenuhan dari uap pelarut dalam bejana elusi, 6). Teknik percobaan,

    7). Jumlah sampel yang di gunakan, 8). Suhu, 9). Kesetimbangan (Sastromidjojo,

    1985)

    2.5.2 Spektrofotometri UV-Visible

    Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

    intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang di absorbsi oleh sampel.

    Universitas Sumatera Utara

  • Spektrofotometer UV-Vis biasanya di gunakan untuk molekul dan ion anorganik

    atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang

    200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800

    nm.Sebagai sumber cahaya biasanya di gunakan lampu hydrogen atau deuterium

    untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya

    tampak.

    Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak.

    Panjang gelombang dari sumber cahaya akan di bagi oleh pemisah panjang

    gelombang, seperti monokromator. Pada spektrofotometer ada juga istilah

    frekwensi yang memang akrab dengan panjang gelombang, frekwensi adalah

    kecepatan cahaya di bagi dengan panjang gelombang (Dachriyanus, 2004)

    Universitas Sumatera Utara