Paracetamol

16
MAKALAH KIMIA FARMASI OBAT BEBAS Disusun oleh : Arsyi Nurani Ismayawati (08303241007) Emma Ulifa (08303241008) JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Transcript of Paracetamol

Page 1: Paracetamol

MAKALAH KIMIA FARMASI

OBAT BEBAS

Disusun oleh :

Arsyi Nurani Ismayawati (08303241007)

Emma Ulifa (08303241008)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

Page 2: Paracetamol

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat

yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan, maka berkembangnya penyakit di

masyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong

masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga

efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi

alternatif yang diambil oleh masyarakat.

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Dalam

penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar

tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error). Apoteker sebagai salah satu

profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi informasi (drug

informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat

yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas relatif aman digunakan

untuk pengobatan sendiri (swamedikasi).

Page 3: Paracetamol

BAB II

PEMBAHASAN

A. Obat bebas

Obat bebas adalah salah satu golongan obat yang dijual bebas di pasaran dan

dapat dibeli secara umum tanpa perlu menggunakan resep dokter. Obat bebas ini

cukup aman dikonsumsi bila mengikuti aturan pakai dan dosis yang tertera di

kemasan.

Obat bebas dapat dikenali dengan melihat simbol yang da di kekmasannya. Pada

umumnya, obat bebas memiliki tanda khusus yang tertera pada kemasan berupa

lingkaran hijau dengan garis berwarn hitam. Beberapa obat yang termasuk dalam

golongan obat bebas diantaranya adalah suplemen vitamin dan mineral, obat gosok,

beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida.

Gambar 1. Logo obat bebas

B. Paracetamol

Pracetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit.

Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam antrium hidroksida (NaOH) 1 N,

mudah larut dalam etanol. Paracetamol mempunyai berat molekul 151, 16.

Paracetamol merupakan nama generik dari asetaminofen dengan nama kimia

lainnya berdasarkan IUPAC yaitu N-asetil-p-aminofen (APAP) dan nama dagangnya

panadol atau parasetol serta nama paten panadol. Paracetamol merupakan metabolit

aktif fenasetin. Sejarah paracetamol berawal dari asetanilid yang merupakan anggota

pertama golongan obat turunan p-aminofenol. Asetanilid diperkenalkan di bidang

kedokteran pada tahun 1886 dengan nama antifebrin oleh Cahn dan Hepp, yang

secara kebetulan menemukan kerja antipiretinya. Namun asetanilid ternyata sangan

toksik. Dalam usaha menemukan senyawa yang kurang toksik, p-aminofenol diicoba

dengan keyakinan bahwa tubuh akan mengoksidasi asetanilid menjadi senyawa ini.

Page 4: Paracetamol

Namun, toksisitasnya tidak berkurang, dan sejumlah turunan kimiawi p-aminofenol

kemudian diuji. Salah satu dari turunan tersebut yang lebih memusakan adalah

fenasetin atau asetofenetidin.

Fenasetin diperkenalkan ke dalam terapi pada tahun 1887 dan banyak digunakan

dalam campuran analgesi sampai diketahui fenasetin menyebabkan nefropati akibat

penyalahgunaan analgesic, akibatnya fenasetin tidak lagi tersedia khususnya di

Amerika Serikat. Akhirnya ditemukan pada tahun 1949 metabolit aktif dari asetanilid

dan fenasetin yaitu parasetamol yang relative lebih aman.

1. Struktur Paracetamol

Parasetamol terdiri dari cincin benzena tersubstitusi oleh dua gugus fungsi yaitu

gugus hidroksil dan gugus amida dengan posisi para (1,4). Gugus amida yang

dimaksud yaitu acetamide (ethanamide). Pada struktur paracetamol terdapat pasangan

elektron bebas pada gugus OH dan nitrogen pada amida. Hal itu menyebabkan

senyawa ini sangat reaktif. Rumus senyawa paracetamol yaitu C8H9NO2 dengan

struktur sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur molekul parasetamol

Paracetamol memilki densitas 1.263 g/cm³, titik Lebur:169 °C (336 °F), massa

Molar 151.17 g/mol, Ksp 1.4 g/100 ml atau 14 mg/mL (20 °C). Paracetamol dapat

larut dalam air, alkohol, aseton, gliserol, propylene glycol, gliserol, kloroform, metil

alkohol, dan hidroksida alkali tetapi tidak larut dalam benzena dan eter. Senyawa ini

juga stabil pada pH > 6, namun tidak stabil pada pH asam atau pada kondisi alkaline.

Page 5: Paracetamol

Dimana ikatan jenuh pada senyawa ini mudah putus, menjadi asam asetik dan p-

aminophenol.

2. Fungsi Paracetamol

Pada bidang kesehatan paracetamol berfungsi untuk menurunkan demam dan

mengurangi nyeri.

a. Demam

Parasetamol telah disepakati dapat mengurangi demam untuk segala usia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa parasetamol hanya

dapat digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak mereka jika suhu melebihi

38,5 ° C (101,3 ° F). Kemanjuran parasetamol untuk menurunkan demam pada anak

ternyata dipertanyakan karena meta-analisis menunjukkan bahwa parasetamol kurang

efektif daripada ibuprofen . Tetapi parasetamol memiliki peran penting dalam

pengobatan pediatrik sebagai analgesik dan antipiretik yang efektif.

b. Nyeri

Parasetamol digunakan untuk menghilangkan nyeri pada tubuh. Karena

fungsinya sebagai analgesik sebanding dengan aspirin, tetapi memiliki efek anti-

inflamasi lebih lemah. Sehingga paracetamol lebih aman daripada aspirin untuk

pasien yang sekresi asam lambungnya berlebihan atau pasien yang menderia

pendarahan dalam jangka waktu lama. Paracetamol merupakan obat bebas yang

tersedia tanpa resep dokter, dalam beberapa tahun terakhir ini semakin menjadi obat

rumah tangga yang sudah biasa.

Parasetamol dapat meredakan nyeri pada arthritis dan pembengkakan sendi. Hal

ini sama efektifnya dengan non-steroid anti-inflamasi obat ibuprofen dalam

mengurangi rasa sakit osteoarthritis lutut. Parasetamol relatif memiliki sedikit

aktivitas anti-inflamasi, seperti analgesik umum lainnya seperti NSAID aspirin dan

ibuprofen.

Mengenai perbandingan efikasi , studi menunjukkan hasil yang bertentangan

bila dibandingkan dengan NSAID. Sebuah uji coba terkontrol secara acak dari nyeri

kronis dari osteoarthritis pada orang dewasa menemukan manfaat serupa dari

parasetamol dan ibuprofen. Efektivitas parasetamol bila digunakan dalam bentuk

kombinasi dengan opioid lemah (seperti kodein) telah dipertanyakan oleh studi data

terakhir; jumlah data yang tersedia telah mencapai kesimpulan kuat. Kombinasi obat

parasetamol dan morfin opioid kuat seperti telah ditunjukkan untuk mengurangi

jumlah opioid yang digunakan dan meningkatkan efek analgesik. Sebuah uji coba

Page 6: Paracetamol

terkontrol secara acak nyeri muskuloskeletal akut pada anak-anak menemukan bahwa

dosis over-the-counter standar ibuprofen memberikan penghilang rasa sakit lebih

besar daripada dosis standar parasetamol.

c. Dosis pemakaian paracetamol

Dosis peroral (kapsul, serbuk, suspensi, atau tablet) dan rektal : untuk nyeri atau

demam pada orang dewasa : 325 atau 525mg setiap 3 atau 4 jam, 650mg untuk setiap

4-6 jam, atau 1000mg setiap 6 jam bila diperlukan. Untuk pengobatan jangka pendek

(sampai 10 hari), dosis total tidak diperkenankan lebih dari 4000mg tiap harinya.

Untuk pengobatan jangka panjang dosis total tidak diperkenankan lebih dari 2600mg

per hari.

Untuk anak-anak, dosis penggunaannya didasarkan pada usia anak tersebut.

Untuk bayi sampai usia 3 bulan dosisnya adalah 40mg tiap 4 jam bila diperlukan, bayi

dengan usia 4-12 bulan adalah 80mg tiap 4 jam bila diperlukan, anak usia 1-2 tahun

adalah 120mg tiap 4 jam, anak usia 2-4 tahun 160mg tiap 4 jam, anak usia 4-6 tahun

240mg tiap 4 jam, anak usia 6-9 tahun dosisnya 320mg setiap 4 jam, anak usai 9-11

tahun dosisnya 320-400mg untuk setiap 4 jamnya, anak usia 11-12 tahun dosisnya

480mg tiap 4 jam bila diperlukan.

d. Efek samping

Penggunaan paracetamol secara berlebihan atau sering, bisa menimbulkan efek

samping bagi anak dikemudian hari. Seperti yang ditulis di jurnal Lancet, dua

penelitian telah menemukan bahwa penggunaan paracetamol dalam intensitas yang

cukup sering, dapat meningkatkan risiko anak terkena asma dan eksim ketika mereka

berusia 6 atau 7 tahun. Pada penelitian yang pertama, para peneliti menemukan, dari

205.000 anak, yang menggunakan paracetamol di tahun pertama kehidupan mereka

ternyata meningkatkan risiko terkena asma pada usia 6 atau 7 tahun sebesar 46 persen,

dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsinya.

Menurut peneliti, penggunaan paracetamol satu kali sebulan atau lebih dengan

dosis tingi, mampu meningkatkan risiko asma sebanyak tiga kali. Penggunaan

paracetamol yang dinilai cukup (medium) didefinisikan sebagai penggunaan sebanyak

satu kali setahun atau lebih, tetapi kurang dari satu kali sebulan.

Satu teori yang dikemukakan oleh para peneliti mengenai hubungan antara

paracetamol dengan asma adalah antioksidan. Paracetamol mampu mengurangi kadar

antioksidan dalam tubuh. Padahal, antioksidan sangat dibutuhkan tubuh untuk

melawan radikal bebas yang masuk ke tubuh kita dan mencegah kerusakan.

Page 7: Paracetamol

 “Paracetamol dapat mengurangi kadar antioksidan dan itu dapat menimbulkan

stres pada paru-paru dan menyebabkan asma,” kata Richard Beasley di Medical

Research Institute of New Zealand, seperti dikutip dari Reuters. 

 Sama halnya pada asma. Penggunaan parasetamol dapat melipat gandakan

risiko eksim, bersin yang terus-menerus, bunyi napas sengau, dan sakit tenggorokan,

ketika anak berusia 6 atau 7 tahun.

 Oleh sebab itu, para peneliti sangat mendukung pedoman yang diberikan oleh

WHO, yang merekomendasikan paracetamol tidak boleh digunakan secara rutin.

Sebaiknya paracetamol hanya digunakan untuk anak-anak yang mengalami demam

tinggi (38,5 derajat Celcius atau lebih).

Pada usia dewasa jangan menggunakan obat ini secara rutin. Apalagi bagi

penderita penyakit asma dan penyakit paru obstruktif menahun atau chronic

obstructive pulmonary disease (COPD). Karena, bila obat ini digunakan setiap hari,

dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Hasil ini berdasarkan data survei

yang dikumpulkan oleh 'Third National Health and Nutrition Examination Survey'

dari tahun 1988-1994 pada sekitar 13.500 orang dewasa di Amerika Serikat. Mereka

semua memberikan informasi akan obat yang dipakai yaitu Aspirin, Parasetamol dan

Ibuprofen.

Dari data survey ini terlihat bahwa mereka yang menggunakan obat

Parasetamol, mengalami resiko untuk menderita asma dan COPD yang lebih tinggi

dan pada penggunaan parasetamol rutin setiap hari atau penggunaan lebih besar,

dihubungkan dengan terjadi penurunan dari fungsi paru. Sedang pada obat Aspirin

dan Ibuprofen, tidak terlihat adanya gangguan dari paru.

Penelitian yang dilakukan pada hewan, dosis tinggi dari Parasetamol akan

menurunkan kadar dari salah satu antioksidan yang penting, yaitu Glutathion, yang

ada pada jaringan paru. Jadi, kemungkinan gangguan paru yang terjadi akibat

pemakaian rutin parasetamol disebabkan karena terjadi penurunan Glutathion, yang

menyebabkan peningkatan resiko dari kerusakan jaringan paru dan peningkatan dari

penyakit pernafasan. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yang

menyatakan bahwa penggunaan Parasetamol dapat meningkatkan resiko yang berat

bagi penderita asma.

Bahaya parasetamol atau yang disebut juga asetaminofen, ternyata tidak hanya

menyerang paru-paru saja, termasuk juga ginjal bila digunakan dalam waktu yang

lama. Kebiasaan menggunakan parasetamol, terutama bagi kaum wanita untuk

Page 8: Paracetamol

menghilangkan nyeri seperti pada saat haid, dinilai sangat membahayakan. Penelitian

ini dilakukan terhadap 1.700 wanita yang diteliti selama lebih dari 11 tahun, yang

mengalami penurunan fungsi filtrasi ginjal sebesar 30 persen. Dari penelitian terlihat

bahwa wanita yang mengkonsumsi Parasetamol sebanyak 1.500 - 9.000 butir selama

hidupnya, berisiko untuk mengalami gangguan ginjal sebesar 64 persen.

Sedangkan untuk mereka yang mengkonsumsi lebih dari 9.000 tablet, risiko ini

meningkat hingga dua kali lipat. Tapi penelitian ini tidak menunjukkan adanya

hubungan antara gangguan fungsi ginjal dengan Aspirin atau obat pereda

nyeri/inflamasi lainnya seperti golongan anti inflamasi non-steroid. Penelitian ini

bukan untuk menghentikan penggunaan Parasetamol. Tapi untuk berhati-hati dalam

menggunakannya untuk jangka panjang. Selain itu bagi para peneliti, diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan pengobatan lain dalam mengatasi rasa

nyeri, yang tidak berbahaya bila digunakan untuk waktu yang lama.

C. Mekanisme Kerja Paracetamol

1. Mekanisme reaksi

Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan

perdebatan. Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandin

(senyawa penyebab inflamasi) dengan mengganggu enzim cyclooksigenase (COX).

Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan

sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi. Kemampuan

menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat

paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa

menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik2 lainnya.

Di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak

langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang,

parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-

arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid.

Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam

tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi

prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang

parasetamol digunakan secara berlebihan.

Page 9: Paracetamol

Sebagaimana diketahui bahwa enzim COX ini berperan pada metabolisme asam

arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat

berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol

menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi

prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan

ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat

konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi,

sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak

memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem

syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.

2. Aspek Biofarmasi

a. Aspek farmakokinetika

Paracetamol diabsorpsi dengan cepat dan hamper sempurna dalam saluran

pencernaan. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit,

waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Indeks terapi parasetamol berada di antara

5-20 µg/ml. Parasetamol sedikit terikat dalam protein, yaitu sekitar sepertiganya saja

dan sebagian dimetabolisme oleh enzim di mikrosom di hati. Sebagian parasetamol

(80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam

sulfat, yaitu secara farmakologi tidak aktif (Katzung, 1997).

Kurang dari 5% parasetamol diekskresikan dalam bentuk tidak berubah.

Parasetamol mengalami metabolisme menghasilkan suatu metabolit minor, tetapi

sangat aktif dan penting pada dosis besar yaitu NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinone

imine) karena bersifat toksik terhadap hati dan ginjal. Pada jumlah toksik atau adanya

penyakit hati, waktu paruhnya meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih (Katzung,

1997).

b. Aspek farmakodinamik

Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Meskipun efek

analgesic dan antipiretiknya setara dengan aspirin, parasetamol berbeda karena efek

antiinflamasinya hamper tidak ada. Parasetamol ini dapat digunakan untuk pasien

yang dikontraindikasikan menggunakan aspirin, misalnya pasien ulser lambung, untuk

penggunaan analgesic atau antipiretiknya (Katzung, 1997).

Page 10: Paracetamol

Efek analgesik dari parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri

ringan sampai sedang, bagaimana mekanismenya belum diketahui secara pasti.

Sebagai antipiretik, parasetamol bekerja mengembalikan suhu tubuh dari keadaan

demam menjadi normal dengan menghambat produksi prostlagandin di susunan saraf

pusat.

D. Metabolisme obat

Parasetamol dimetabolisme di dalam hati di mana metabolit utamanya

mengandung sulfat inaktif dan konjugat glukoronat yang akan diekskresikan oleh

ginjal sekitar 90% dari dosisnya. Sekitar 5% dari dosis tetap diekskresikan dan 5%

lainnya dioksidasikan membentuk benzoquinonimine yang selanjutnya mengalami

kombinasi dengan glutathione pada sistein dan senyawa merkapturat yang aman

untuk dikeluarkan. Hanya sebagian kecil yang dimetabolisme dengan bantuan system

enzim sitokrom P450 di hati.

Gambar 3. Metabolisme parasetamol

Page 11: Paracetamol

DAFTAR PUSTAKA

Angela Wika C.K “Efek Samping Parasetamol” (online)

http://www.ayahbunda.co.id/Berita.Ayahbunda/Info+Keluarga/

efek.samping.paracetamol/002/002/56/33/-/4/c (diakses pada 28 Oktober

2011)

Anonim ”Metabolism, Biochemistry of Overdoses and its Treatment” (online)

http://www.pharmweb.net/pwmirror/pwy/paracetamol/pharmwebpic.html

(diakses pada 6 Oktober 2011)

Anonim “Paracetamol” (online)

http://en.wikipedia.org/wiki/Paracetamol (diakses pada 28 Oktober 2011)

Bertramg, Katzung. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed 6. Jakarta : EGC

Handout kuliah Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Sandhy.ED “Panadol…the Silent the Killer” (online)

http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=5922

(diakses pada 28 Oktober 2011)