Paper+Ijarah

34
23 IJARAH Pengertian, Dasar Hukum dan Pembagian Ijarah Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan sebagai Al 'Iwadhu yang mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti ”bersamaan” dan al-ujrah yang memiliki arti ”upah” Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut: 1. Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu transaksi yang memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu maksud tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan. 2. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda- benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan. 3. Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang diketahui.

Transcript of Paper+Ijarah

Page 1: Paper+Ijarah

23

IJARAH

Pengertian, Dasar Hukum dan Pembagian Ijarah

Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan sebagai Al 'Iwadhu yang

mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti ”bersamaan” dan al-ujrah yang memiliki

arti ”upah”

Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat Imam

Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:

1. Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu transaksi yang

memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu maksud

tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan.

2. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang

diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah

al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-

Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang,

sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa

pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut

kadang-kadang juga digunakan.

3. Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat yang

dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan

dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang diketahui.

4. Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan menurut

Syara` dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang diambilkan sedikit demi sedikit dalam

waktu tertentu dengan adanya `iwadah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa dalam hal

`aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama, unsur pihak-pihak yang

membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua, unsur perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan

yang ketiga, unsur materi yang diperjanjikan, berupa kerja dan ujrah atau upah.

Page 2: Paper+Ijarah

23

Definisi Al-Ijarah

Al Ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat suatu barang dengan jalan

penggantian. Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti (a) Manfaat yang

berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dikendarai, (b) Manfaat yang

berasal karya seperti hasil karya seorang insinyur bangunan, tukang tenun, tukang pewarna,

penjahit, dll (c) Manfaat yang berasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor,

pembantu rumah tangga, dll. Sementara itu, menyewakan pohon untuk dimanfaatkan buahnya,

menyewakan makanan untuk dimakan, dll bukan termasuk kategori ijarah karena barang-barang

tersebut tidak dapat dimanfaatkan kecuali barang-barang tersebut akan habis dikonsumsi. 

Adapun landasan hukum ijarah dari Al-Qur’an dapat ditemukan antara lain pada Surah

Az-Zuhruf ayat 32, Surah Al-Baqarah ayat 233, dan Surah Al-Qashash ayat 26 dan 27.

Sedangkan landasan hukum yang berasal dari Hadits Nabi SAW antara lain Hadits Al-Bukhari

yang meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah menyewa seseorang dari Bani Ad-Diil bernama

Abdullah bin Al Uraiqith sebagai petunjuk jalan yang professional.

Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan

jalan penggantian. Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu

pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad

ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang

menyewakan kepada penyewa.

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu :

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan

upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak

pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk

memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.

Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang

menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebutmu’jir/muajir

dan biaya sewa disebut ujrah.

Page 3: Paper+Ijarah

23

Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sementara

ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan

syari’ah.

Dasar Ijarah

Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong mempunyai landasan yang

kuat dalam al-Qur’an dan Hadits. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin

Khathab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah

Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan

sebagai langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan

jizyah.

Kebolehan transaksi ijarah didasarkan Al Qur’an dan hadits

QS. Al-Baqarah : 233

Artinya :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian

kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut

Page 4: Paper+Ijarah

23

kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya

dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila

keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu

disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa

Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Tafsir

Ayat ini berisi bimbingan Allah kepada ayah dan ibu dalam menunaikan

tanggungjawabnya sebagai orang tua. Pada awal ayat Allah memberikan bimbingan kepada para

Ibu bayi agar menyusui anaknya secara sempurna yaitu selama dua tahun setelah itu tidak ada

lagi penyusuan, namun penyusuan yang kurang dari dua tahun tidak dilarang karena waktu dua

tahun ditujukan bagi mereka yang ingin melakukan proses secara sempurna. Menyusui bukan

merupakan kewajiban bagi ibu bayi, hanya merupakan anjuran, namun menunaikannya akan

lebih memberikan mashlahah bagi bayi.

Kemudian ayat dilanjutkan dengan mewajibkan bagi para ayah untuk memberikan biaya

hidup dan sandang yang ma’ruf ibu bayi selaras dengan adat istiadat yang berlaku di negara

masing-masing tanpa berlebihan atau berkekurangan serta selaras dengan kesanggupan dan

kelancaran ayah si bayi. Jadi memberikan nafkah kepada isteri merupakan kewajiban bagi para

suami, namun disesuaikan dengan kemampuan.

Hadirnya anak merupakan rahmat dan amanah dari Allah SWT kepada hamba-Nya, oleh

karena itu Ayah tidak boleh dengan sengaja membuat penderitaan kepada Ibu melalui anaknya,

misalnya Ayah merampas anak dari ibu dengan tujuan membuat Ibu menderita, atau sebaliknya

Ibu sengaja menyusahkan ayah dengan menolak untuk merawat anak dengan tujuan untuk

menyusahkan ayah dalam mendidik anak.

Apabila karena sebab kesulitan satu dan lain hal, ibu dan ayah bersepakat untuk anaknya

menyusu dari perempuan lain , maka hal tersebut dibolehkan dengan syarat pemberian

pembayaran yang patut atas manfaat yang diberikan perempuan lain atau Ibu susu kepada bayi

mereka. Kasus penyusuan ini menjadi dasar atas dibolehkannya mendapatkan pembayaran atas

pekerjaan, manfaat atau jasa yang dilakukan kepada orang lain.

Page 5: Paper+Ijarah

23

Kemudian ayat ditutup dengan perintah agar hambanya bertakwa kepada Allah dan

mengingatkan kebesaran Allah bahwa Allah Maha melihat apa-apa yang dilakukan hambaNya.

Demikianlah penafsiran yang diberikan segolongan tabi’I dan yang lainnya.

QS. Az-Zukhruf : 32

Artinya :

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara

mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan

sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka

dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa

yang mereka kumpulkan.

Tafsir

Ayat ke 32 surat Az Zukhruf ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim a.s, bahwa ia

berlepas diri dari apa yang dilakukan ayahnya dan kaumnya yang mempraktikan kemusyrikan

dengan menyembah berhala meskipun Nabi Ibrahim a.s telah memberikan kabar peringatan

kepada mereka. Namun demikian Allah tidak tetap memberikan nikmat kehidupan hingga

kepada keturunan mereka, hingga datang rasul terakhir yang membawa Al Qur’an yaitu

Rasulullah Muhammad saw. Dan ketika kebenaran itu datang mereka tetap mengingkarinya dan

berkata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak lain adalah sihir, dan dengan

menantang mereka berkata mengapa pula Al-Quran diturunkan pada Muhammad saw yang

mereka anggap biasa saja, alih-alih pembesar penting yang memiliki banyak materi dari negeri

Mekah atau Thaif. Atas perkataan mereka Allah menyanggah siapakah hakekat mereka hingga

dengan lancangnya mereka mengatakan amanah dan tanggung jawab ini dan itu lebih pantas

diserahkan kepada si fulan ini atau si fulan itu.

Page 6: Paper+Ijarah

23

Kemudian Allah menerangkan bahwa Allah telah membedakan hambaNya berkenaan

dengan harta kekayaan, rezeki, akal, pemahaman, dan sebaginya yang merupakan kekuatan lahir

dan batin,agar satu sama lain saling menggunakan potensinya dalam beramal, karena yang ini

membutuhkan yang itu dan yang itu membutuhkan yang ini. Kemudian Allah menutup ayat

dengan menegaskan bahwa apa-apa yang dirahmatkan Allah kepada para Hamba-Nya adalah

lebih baik bagi mereka dari pada apa-apa yang tergenggam dalam tangan mereka berupa

pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan hidup duniawi.

Ayat ini pun dijadikan dasar bahwa pemanfaatan jasa atau skill orang lain adalah suatu

keniscayaan kerena Allah menciptakan makhlukNya dengan potensi yang beraneka ragam agar

mereka saling bermuamalah.

QS. Al-Qashash ayat 26 - 27 :

Artinya :

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai

orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik

yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat

dipercaya. (28-26)

Berkatalah dia (Syu’aib) : ”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu

dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja

Page 7: Paper+Ijarah

23

denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu

adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.

Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik. (28-

27)

Tafsir

Setelah Musa keluar dari Mesir Musa menuju negeri Madyan, di situ Musa bertemu dua

wanita kakak beradik yang kesulitan memberi minum dombanya dari sumur, karena dihalangi

orang-orang. Orang-orang itu setelah memberi minum pada domba mereka kemudian menutup

sumur dengan batu-batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang laki-laki. Musa kemudian

menolong mereka dengan mengangkat batu-batu itu agar wanita itu bisa memberi minum domba

mereka. Musa sangat kelaparan dan keletihan dalam perjalanannya itu. Wanita kakak beradik itu

kemudian memberitahu mengenai Musa kepada ayah mereka yang telah tua renta, dan ayah

mereka menyuruh keduanya untuk memanggil Musa untuk menemuinya. Orang tua itu meminta

Musa untuk bekerja kepadanya menggembalakan ternak domab selama 8 tahun dan sebagai

upahnya adalah menikahi salah satu dari kedua anaknya. Setelah delapan tahun Musa diberi

kebebasan untuk tidak bekerja lagi padanya, namun apabila Musa mneggenapkannya menjadi 10

tahun maka itu merupakan kenaikan dari Musa.

Menurut mahzab Hambali ayat ini menjadi dalil bagi sahnya pembayaran upah dengan

makanan atau pakaian.

QS. Ath-Thaalaq: 6

Page 8: Paper+Ijarah

23

Artinya :

“ Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)

mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah di talaq) itu sedang hamil, maka

berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka

menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan

musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu

menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS.

65:6)

Tafsir

Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa menjadi kewajiban bagi suami memberi

tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuan suaminya kepada istri yang tengah

menjalani idah. Jangan sekali-kali berbuat yang menyempitkan dan menyusahkan hati istri itu

dengan menempatkannya pada tempat yang tidak layak atau membiarkan orang lain tinggal

bersama dia, sehingga ia merasa harus meninggalkan tempat itu dan menuntut tempat lain yang

disenangi.

Jika istri-istri yang ditalak ba'in sedang hamil, maka wajib mereka itu diberi nafkah secukupnya

sampai mereka melahirkan, karena apabila mereka itu melahirkan maka habislah masa idahnya.

Sekalipun mereka itu sudah habis masa idahnya, tetapi mereka menyusukan anak-anak dari

suami yang menalaknya, maka mereka wajib diberi upah sebesar yang umum berlaku, oleh ayah

anak-anak itu. Sebaliknya ayah dan ibu dari anak-anak itu merundingkan bersama tentang

kemaslahatannya (anak-anak) itu, mengenai kesehatan pendidikan dan sebagainya.

Apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat kata sepakat, maka pihak ayah boleh saja

memilih perempuan lain yang dapat menerima dan memahami kemampuannya itu, untuk

menyusukan anak-anaknya. Sekalipun demikian, kalau anak itu tidak mau menyusu kepada

perempuan lain, tetapi maunya kepada ibunya juga, maka wajiblah anak itu menyusu pada

ibunya, dengan nafkah yang sama besarnya seperti nafkah yang diberikan kepada orang lain.

Page 9: Paper+Ijarah

23

QS. Al-Kahfi: 77

Artinya :

”Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu

negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu

tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding

rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau

kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. 18:77)

Tafsir

Surat Al kahfi menceritakan tentang Musa dan sahabatnya Khidir, keduanya berkelana

setelah sebelumnya mencapai kesepakatan untuk bersahabat. Khidir mensyaratkan agar Musa

jang memulai menanyakan sesuatu yang ganjil baginya, sebelum Khidir menerangkan dan

menjelaskannya., setelah dua kali perjalanan mereka sampai pada negeri Elia atau Li’ama atau

Bakhla, namun penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka. Di negeri itu pula mereka

mendapati ada sebuah rumah yang hampir roboh. Lalu Khidir menegakkannya kembali. Musa

kemudian mengatakan kepada Khidir untuk meminta upah kepada penduduk negeri atas

perbuataanya telah menegakkan rumah tersebut, apalagi setelah penduduk negeri itu sama sekali

tidak menjamu mereka.

Ayat ini dapat dijadikan rujukkan bahwa manusia dapat meminta upah atas pekerjaan

yang telah dilakukan.

Page 10: Paper+Ijarah

23

Hadist Rasulullah SAW

Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammadsaw. Bersabda :

Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.

Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :

Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.

Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.

Bersabada:

Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka

Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami

menyewakannya dengan emas atau perak.

Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :

Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian

yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin

terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau

menghalalkan yang haram.

Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa / Ijarah.

Kaidah fiqh

Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalilyang

mengharamkannya.

Kaidah fiqh

Artinya : Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harusdidahulukan atas

mendatangkan kemaslahatan.

Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :

Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang

tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.

Page 11: Paper+Ijarah

23

Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak

mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga

disewakan.

Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah

dikonsumsi menjadi hilang atau habis.

Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai

berikut :

a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu

dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.

b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab

pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.

c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat

kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap

berlaku.

d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada

saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual harganya akan ditentukan pada saat

kontrak berakhir.

Rukun dan Syarat Ijarah:

1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah-

mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan, sedangkan

musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang

menyewa sesuatu. Disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap

melakukan tasharuf (mengendalikan harta), dan saling meridhai. Allah SWT berfirman:

Page 12: Paper+Ijarah

23

QS. An Nisaa : 29

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka

sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu. QS. an-Nisa' (4) : 29

Bagi orang yang berakad ijarah juga disyaratkan mengetahui manfaat barang yang

diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.

2. Sighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-

mengupah.

3. Ujrah, disyaratkan deiketahui jumlahnya oleh kedua pihak, baik dalam sewa menyewa

ataupun dalam hal upah-mengupah.

4. B arang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan

pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat sebagai berikut.

- Barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan

kegunaanya.

- Benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan

kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaanya (khusus daam sewa-menyewa).

- Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’

bukan hal yang dilarang.

- Benda yang disewakan disyaratkan kekal ’ain (zat) nya hingga waktu yang ditentukan

menurut perjanjian akad.

Page 13: Paper+Ijarah

23

Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.

2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.

5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah

(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga

dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai

pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat

pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.

8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama

dengan obyek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam

ukuran waktu, tempat dan jarak.

Kewajiban pemberi manfaat barang atau jasa:

1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan

2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.

3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

Kewajiban penerima manfaat barang atau jasa:

1. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan

barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).

2. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

3. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang

dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam

menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Page 14: Paper+Ijarah

23

Syarat Ujrah (fee, bayaran sewa)

• Harus termasuk dari harta yang halal

• Harus diketahui jenis, macam dan satuannya

• Tidak boleh dari jenis yang sama dengan manfaat yang akan disewa untuk menghindari

kemiripan riba fadhl

• Kebanyakan ulama membolehkan fee ijarah bukan dengan uang tetapi dalam bantuk jasa

(manfaat lain). Misalnya membayar sewa mobil 1 minggu dengan mengajar anaknya

matematika selama 1 bulan 8 Kali pertemuan.

Pada prinsipnya dalam kontrak ijarah harus dikatakan dengan jelas siapa yang menanggung

biaya pemelihraan asset obyek sewa. Sebagian ulama menyatakan jika kontrak sewa

menyebutkan biaya perbaikan ditanggung penyewa, maka kontrak sewa itu tidak sah, karena

penyewa menangung biaya yang tidak jelas.

Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena

ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati adanya hal-hal yang mewajibkan fasakh.

Ijarah akan menjadi fasakh (batal) bila terdapat hal-hal sebagai berikut:

- Terdapat cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.

- Barang yang disewakan hancur atau rusak.

- Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan.

- Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat

kepada penyewa.

- Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan telah

selesai pekerjaan.

- Salah satu pihak meninggal dunia (Hanafi); jika barang yang disewakan itu berupa hewan

maka kematiannya mengakhiri akad ijaroh (Jumhur).

- Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.

Page 15: Paper+Ijarah

23

Pengembalian Sewaan

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan, jika

barang tersebut dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan jika

bentuk barang sewaan adalah benda tetap, ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan

kosong, jika barang sewaan itu berupa tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya

dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.

Mazhab Hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus

melepaskan barang sewaan dan tidak ada keharusan mengembalikan untuk

menyerahterimakan seperti barang titipan.

LAIN-LAIN MENGENAI IJARAH

1. ”Hal-hal yang boleh ditarik upahnya

Segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya dan sesuatu itu yang tetap utuh, maka

boleh disewakan untuk mendapatkan upahnya, selama tidak didapati larangan dari syari’at.

Dipersyaratkan sesuatu yang disewakan itu harus jelas dan upahnya pun jelas, demikian pula

jangka waktunya dan jenis pekerjaannya.

Allah swt berfirman ketika menceritakan perihal rekan Nabi Musa as:

“Berkatalah dia (Syu’aib), Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah

seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan

jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan darimu.” (QS al-

Qashash: 27).

Dari Hanzhalah bin Qais, ia bertutur: Saya pernah bertanya kepada Rafi’ bin Khadij

tentang menyewakan tanah dengan emas dan perak. Maka jawabnya, “Tidak mengapa,

sesungguhnya pada masa Nabi saw orang-orang hanya menyewakan tanah dengan (sewa)

hasil yang tumbuh di pematang-pematang (galengan), tepi-tepi parit, dan beberapa tanaman

lain. Lalu yang itu musnah dan yang ini selamat, dan yang itu selamat sedang yang ini

musnah. Dan tidak ada bagi orang-orang (ketika itu) sewaan melainkan ini, lalu yang

demikian itu dilarang. Adapun (sewa) dengan sesuatu yang pasti dan dapat dijamin, maka

tidak dilarang.” (Shahih).

Page 16: Paper+Ijarah

23

2. Dosa orang yang tidak membayar upah pekerja

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw Beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga

golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama)

seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua)

seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga)

seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas

dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.” (Hasan dan Fathul Bari IV:).

3. Perbuatan yang tidak boleh diambil upahnya sebagai mata pencaharian

Allah SWT menegaskan :

“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang

mereka sendiri menginginkan kesucian karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi.

Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Mulia

Pengampun Lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu).” (QS an-

Nuur: 33).

Dari Jabir Abdullah bin Ubai bin Salul mempunyai dua budak perempuan, yang satu

bernama Musaikah dan satunya lagi bernama Umaimah. Kemudian dia memaksa mereka

agar melacur, lalu mereka mengadukan kasus itu kepada Nabi saw. Kemudian Allah

menurunkan firman-Nya:

“Dan janganlah kamu memaksa budak-budak wanitamu untuk melacur maka adalah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Shahih: Mukhtashar Muslim dan Muslim).

Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing, hasil

melacur, dan upah tukang tenung. (Muslim, ‘Aunul Ma’bud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan

Nasa’i )

Dari Ibnu Umar ra ia berkata, “Nabi saw melarang upah persetubuhan pejantan.” (Shahih:

Mukhtashar Muslim, Fathul Bari, ‘Aunul Ma’bud, Tirmidzi dan Nasa’i ).

4. Upah membaca Al-QUR’AN

Dari Abdurrahman bin Syibl al-Anshari ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw

bersabda,

Page 17: Paper+Ijarah

23

“Hendaklah kalian membaca al-Qur’an, namun janganlah kamu makan dengan (upah

membaca)nya, jangan (pula) memperbanyak (harta) dengannya, jangan kamu berpaling

darinya dan jangan (pula) kalian berkelebihan dalam (menyikapi)nya.” (Shahih: Shahihul

Jami’us Shaghir dan al-Fathur Rabbani ).

Dari Jabir bin Abdillah ra, ia berkata : Rasulullah saw pernah pergi menemui kami yang

sedang membaca al-Qur’an, sedang di antara kami ada yang berkebangsaan Arab dan ada

pula non Arab. Kemudian Beliau bersabda, “Bacalah (al-Qur’an); karena setiap (huruf)

(pahalanya) satu kebaikan; dan akan ada sejumlah kaum yang berusaha meluruskan

bacaan al-Qur’an sebagaimana dibereskannya gelas (yang pecah); mereka tergesa-gesa

untuk mendapat balasannya dan tidak mau menangguhkannya.” (Shahih: ash-Shahihah dan

‘Aunul Ma’bud).

Ma’na kalimat “Dan akan ada sejumlah kaum yang berusaha meluruskan bacaan al-

Qur’an ini pada mereka yang gigih memperbaiki lafadz dan kata yang terdapat dalam al-

Qur’an dan memaksa dan memperhatikan makharijul huruf dan sifat-sifatnya “Sebagaimana

dibereskannya gelas (yang pecah)” yaitu mereka berusaha dengan serius memperbaiki bacaan

karena riya’, sum’ah, prestise, dan populer. “Mereka menangguhkannya, yaitu mendambakan

pahala di akhirat, namun justeru mereka mengutamakan balasan duniawi balasan yang

dijanjikan di akhirat. Mereka ittikal (pasrah tanpa iktiyar), tidak mau bertawakkal kepada-

Nya.

Dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa ia pernah mendengar Nabi saw bersabda, “Pelajarilah

al-Qur’an, dan dengannya mohonlah kepada Allah surga sebelum satu kaum yang

mempelajarinya untuk mencari keuntungan duniawi; karena sesungguhnya al-Qur’an

dipelajari oleh tiga kelompok manusia: (pertama) seorang yang senang berbangga diri

dengannya, (kedua) seorang yang mencari makan dengannya, dan (ketiga) seorang yang

membacanya karena Allah ta’ala.” (Shahih: ash-Shahihah dan Ibnu Nashr meriwayatkannya

dalam Qiyamul lail). ” (www.alislamu.com, Pusat Kajian Islam)

Page 18: Paper+Ijarah

23

BEBERAPA CONTOH APLIKASI IJARAH KONTEMPORER

Ijarah

Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa atas

tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa.

Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah.

Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik

yang menyewakan.

Contoh : Pemilik kendaraan bermotor menyewakan kendaraannya dengan memperoleh imbalan

uang sewa. Seorang mandor memperoleh upah dari manfaat tenaga kerja yang diberikan kepada

pemilik proyek.

Ijarah al-Muwazy (Paralel)

Menyewakan barang kepada pihak ketiga, hukumnya dibolehkan, apabila pemilik barang

mengizinkannya. Apabila pemilik asset tidak mengizinkannya, maka penyewaan kepada pihak

ketiga tidak dibolehkan., Bank syariah dan BMT dapat menjadikan konsep ini sebagai produk.

Page 19: Paper+Ijarah

23

Ijarah Munyahiyah bit Tamlik

IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT tidak

sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama pula dengan

leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa sewa. Dalam IMBT,

janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak

mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang

dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan pada leasing, kepemilikan lessee tersebut hanya

terjadi bila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai

penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua

pilihan. Pertama, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada bank

telah memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah

nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori

fikih dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk memindahkan kepemilikan barang tersebut,

namun secara praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan kepemilikannya kepada

nasabah. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip dengan sewa beli dibandingkan

dengan leasing. Kedua, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah

kepada tidak memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa

ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya disebut nilai residu).

Dalam hal ini, bila nasabah membayar nilai residu tersebut maka bank akan memindahkan

kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum membayar nilai residunya, bank

belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip

dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.

Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal

oleh lessee, dan barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau dari

pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan

barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya

barang tersebut berasal dari milik pemberi sewa sendiri. Pada IMBT keduanya dapat terjadi,

menyediakaan barang sewa dengan cara menyewa, kemudian menyewakannya kembali. Juga

dimungkinkan menyediakan barang sewa dengan membeli kemudian menyewakannya.

Page 20: Paper+Ijarah

23

Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan

prinsip IMBT dapat saja membiayai penyewaan barang kemudian barang tersebut disewakan

kembali, dan dapat pula membiayai pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan.

Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan

prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri. Terakhir, leasing boleh dilakukan oleh perusahaan

pembiayaan sedangkan sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga pembiayaan. Pembiayaan

IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa beli, leasing, IMBT tidak termasuk

kegiatan bank syariah.

Fatwa MUI tentang IMBT

• Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad

Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau

pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

• Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (الوعد),

yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada

akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Sukuk Ijarah

Sukuk Ijarah merupakan surat berharga yang merepresentasikan kepemilikan penyertaan

atas asset yang disewakan. Sukuk ini memberikan hak kepada para pemegangnya untuk

mendapatkan uang sewa serta hak untuk mengalihkan kepemilikan berdasarkan penyertaan yang

mereka miliki tanpa mempengaruhi hak si penyewa, dengan kata lain sukuk ini dapat diperjual

belikan. Para pemiliki sukuk menanngungg seluruh biaya perawatan dan kerusakan dari asset

yang dimilki berdasarkan proporsi kepemilikan mereka. (AAOIFI), Secara umum sukuk

didefinisikan sebagai sertifikat pertisipasi Islami yang dapat diperdagangkan berdasarkan

kepemilikan dan pertukaran dari asset yang disepakati bersama

Khusus untuk sukuk ijarah, kontrak yang mendasarinya adalah ijarah yaitu sewa

menyewa (leasing) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebagaimana ketentuan transaksi

bisnis syariah yang membedakannya dengan ketentuan transaksi bisnis konvensional, kegiatan

sukuk ijarah tidak boleh bertentangan dengan syariah seperti : (a) Usaha perjudian dan

permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (b) Usaha lembaga keuangan

konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (c) Usaha yang

Page 21: Paper+Ijarah

23

memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (d) Usaha

yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang

merusak moral dan bersifat mudarat (Fatwa No. 20 DSN-MUI/IV/2001). Selain itu, keuntungan

yang akan dibagikan oleh penerbit sukuk ijarah harus bersumber dari hasil usaha/pengelolaan

sukuk ijarah itu sendiri.

Untuk dapat melakukan kontrak sukuk berbasis ijarah, para investor, penerbit sukuk dan

pihak terkait lainnya wajib memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Pertama, kedua belah pihak

yang akan melakukan akad harus berkemampuan dan berakal. Kedua, akil baligh sebagaimana

yang disyaratkan oleh Imam Asy Syafi'i dan Hambali. Sehingga berakad dengan anak kecil

dinyatakan tidak sah. Kemudian, agar transaksi berbasis ijarah tersebut menjadi sah (valid),

diperlukan pula sejumlah ketentuan tambahan. Pertama, adanya kerelaan kedua belah pihak yang

melakukan akad sebagaimana Firman Allah SWT pada Surah An-Nisa ayat 29. Kedua,

mengetahui secara sempurna manfaat dari barang yang menjadi objek akad antara lain untuk

mencegah terjadinya perselisihan.   Ketiga, barang atau asset yang menjadi objek akad dapat

dimanfaatkan sesuai dengan kriteria, realita dan syara. Imam Hanafi menambahkan bahwa

menyewakan barang yang tidak dapat dibagi (tidak dalam keadaan lengkap) tidak dapat

diperbolehkan, sebab manfaat kegunaannya tidak dapat ditentukan. Keempat, aset tersebut sudah

jelas, nyata dan dimiliki penerbit sukuk sehingga dapat disewakan untuk diambil manfaatnya.

Menyewakan binatang buruan (masih dalam perburuan), tanah tandus atau menyewakan

binatang lumpuh yang tidak dapat diserahkan tidak dibenarkan secara syariah karena tidak

mendatangkan kegunaan yang menjadi obyek dari akad ini. Terakhir, sewa-menyewa yang

dilakukan bukan untuk sesuatu yang diharamkan. Menyewakan asset yang akan digunakan untuk

memproduksi minuman keras, tempat berjudi, dll tidak dibenarkan dalam syariah dan kontrak

ijarah yang dilakukan menjadi ijarah fasid.

Hal terakhir yang spesifik dan layak diketahui dari sukuk ijarah adalah kontrak ini dapat

diperjualbelikan di pasar modal dengan harga yang ditentukan oleh kekuatan pasar. Kegiatan

ekonomi, investasi serta risiko yang berhubungan dengan kesanggupan penyewa untuk

membayar harga sewa serta biaya penjaminan dan pemeliharaan asset menentukan harga sukuk

ijarah di pasar keuangan. Namun demikian, sukuk ijarah menawarkan suatu bentuk surat

berharga yang fleksible dan marketable dibandingkan jenis sukuk lainnya. (Muhammad

Fadlillah}

Page 22: Paper+Ijarah

23

Berikut ini disajikan mengenai skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia. Pada

saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu

menetapkan aset yang akan diijarah-kan. Kemudian, perusahaan menjual manfaat aset kepada

investor. Atas transfer ini, perusahaan memperoleh pembayaran lumpsum dari investor dan

sebaliknya investor memperoleh sertifikat sukuk ijarah. Pada tahap ini, perusahaan dan investor

menandatangani akad Ijarah, yang memposisikan perusahaan menjadi lessee dan investor

menjadi lessor.

Selanjutnya, investor dan perusahaan menandatangani akad Wakalah, yang berisi bahwa investor

memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying ijarah. Kuasa tersebut,

digunakan oleh perusahaan untuk mencari end customer yang bermaksud untuk menyewa aset

underlying ijarah. Hal ini dilakukan karena perusahaan memiliki pengetahuan yang lebih baik

dibandingkan investor terhadap industrinya. Setelah menemukan end customer, perusahaan

mentransfer manfaat aset underlying ijarah. Dalam tahap ini seakan-akan peranan perusahaan

adalah sebagai lessor mewakili investor dan end customer adalah sebagai lessee. End customer

berkewajiban membayar penggunaan asset underlying ijarah. Pembayaran ini merupakan sumber

kupon ijarah yang akan dibayarkan perusahaan selaku lessee kepada investor selaku lessor.

Skema sukuk ijarah semacam ini dijumpai di Indonesia khususnya transaksi sukuk ijarah PT

Berlian Laju Tanker (BLT) Tbk. PT BLT Tbk menerbitkan sukuk ijarah untuk mentransfer

manfaat kapal tanker kepada investor. Kemudian PT BLT Tbk membantu investor untuk

mencari end customer yang berminat untuk menyewa kapal tanker PT BLT Tbk tersebut. Dari

transaksi dengan end customer tersebut, PT BLT Tbk memperoleh secara berkala, fee sewa yang

diteruskan kepada investor sebagai kupon ijarah. Pada skema ini tidak digunakan SPV karena

konsep SPV tidak dikenal dalam rezim hukum di Indonesia.

Page 23: Paper+Ijarah

23

Gambar 1: Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset

Pengurusan Haji

Bank melakukan pengurusan haji untuk kepentingan nasabah dengan memperoleh ujrah

(imbalan jasa). Dalam pengurusan haji, Bank dapat memberikan dana talangan pembayaran

Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan akad qardh. Jasa pengurusan haji tidak boleh

dikaitkan dengan pemberian talangan haji. Besarnya ujrah tidak didasarkan pada jumlah

talangan haji.

Pembiayaan Multijasa

Pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu

jasa. Dalam rangka pembiayaan multijasa tersebut, bank memperoleh ujrah (imbalan jasa).

Besarnya ujrah disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan prosentase.