Paper Wirausaha Mawan
-
Upload
har-mawan-m -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
Transcript of Paper Wirausaha Mawan
BAB I
PENDAHULUAN
Bagi seorang muslim, makna bekerja berarti niat yang kuat untuk mewujudkan hasil kerja
yang optimal atau outstanding performance, bukan hanya memberikan nilai rata-rata. Ada
semacam “nyala api dalam dirinya (burning in his heart)” yang terus mengetuk-ngetuk
dirinya seraya menyuarakan sebuah bisikan, “sungguh tidak pantas bagi seorang wakil Allah
hanya bekerja asal-asalan, apalagi terpuruk dalam kemalasan dan kebodohan.”
Betapa besarnya penghargaan Islam terhadap makna bekerja ini, sehingga setiap pekerjaan
yang diberikan makna atau niat yang luhur akan memuliakan pelakunya di hadapan Allah
Swt. Dengan cara pandang seperti ini, setiap manusia tidaklah akan bekerja sekadar untuk
bekerja, asal mendapat gaji, dapat surat pengangkatan, atau sekadar menjaga gengsi supaya
tidak disebut sebagai penganggur. Hal ini karena kesadaran bekerja secara produktif serta
dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab uluhiyah merupakan salah satu cirri yang khas
dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Dalam salah satu riwayat, Rasulullah Saw menegaskan, “tangan di atas lebih mulia dari pada
tangan di bawah,” seakan-akan menghantui dirinya, menggedor dan menggapai-gapai untuk
selalu tampil sebagai subjek yang terbaik. Dia akan merasa nista apabila dalam hidupnya tak
mampu memberikan makna pada lingkungannya, bahkan dia tak merasa berharga apabila
harus hidup sebagai benalu yang hidupnya statis apalagi harus menjadi peminta-minta. Akan
tetapi alangkah tersayatnya jiwa kita setiap menyaksikan begitu banyak orang yang
menempatkan dirinya menjadi “tangan yang di bawah”.
A. Latar Belakang
Didasarkan atas semakin meburuknya etos kerja masyarakat indonesia, dalam kehidupan
sehari-hari di zaman global saat ini. Parahnya keadaan ini seolah-olah telah membudaya
dalam pola pikir masyarakat indonesia. Keadaan seperti ini muncul karena adanya Hal-hal di
bawah ini :
1. suka mengeluh, banyak menuntut, egois
2. bekerja seenaknya, kepedulian kurang
3. kerja seba tanggung, sering menunda, manipulatif
4. malas, disiplin buruk, stamina kerja rendah
5. pengabdian minim, sense of belonging tipis, gairah kerja kurang
6. terjebak rutinitas, menolak perubahan, kurang kreatif
7. bekerja asal-asalan, cepat merasa puas
8. jiwa melayani rendah, merasa hebat, arogan
B. Batasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan masalah dari makalah ini, maka penulis membati
permasalahan sebagai berikut:
Apa itu etos kerja?
Nilai-nilai apa saja yang ada di dalamnya?
Hambatan yang sering d jumpai?
Bagaimana mengembangankan etos kerja bagi para pegawai?
Apa hubungan antara etos kerja dan motivasi pegawai dilingkungan kerja?
C. Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui perkembangan etos kerja di masyarakat.
2. membandingkan dan mengambil hikmah dari berbagai etos kerja yang di anut berbagai
masyarakat dunia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ETOS KERJA
A. Pengertian Etos Kerja
Secara etimologis, etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang artinya sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi
juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Sedangkan etos kerja diartikan semangat kerja yang
mejadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Etos dibentuk oleh berbagai
kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal
pula kata etika, etiket, yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang
berkenaan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan
menghindari segala kerusakan (fasad) sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya. Sikap seperti
ini dikenal dengan ihsan, sebagaimana Allah menciptakan manusia dalam bentuknya yang
paling sempurna (fi ahsani taqwim). Senada dengan ihsan, dalam Al-Qur’an ditemukan pula
kata itqan yang berarti proses pekerjaan yang sangat bersungguh-sungguh, akurat dan
sempurana.
Firman Allah:
Artinya: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal
ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. An-Naml : 88)
Dari ayat tersebut mengandung pengertian bahwa seseorang muslim yang memiliki
kepribadian qur’ani pastilah akan menunjukkan etos kerja yang bersikap dan berbuat serta
menghasilkan segala sesuatu secara sangat bersungguh-sungguh dan tidak pernah
mengerjakan sesuatu setengah hati. Dengan etos kerja yang bersumber dari keyakinan qur’ani
ada semacam keterpanggilan yang sangat kuat dari lubuk hatinya. Apakah pantas seorang
khalifah menunjukkan hasil kerja yang tidak berkualitas? Bila Allah telah berbuat ihsan,
mengapa kita tidak mengikutinya untuk berbuat ihsan juga? Sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al-Qashash: 77).
Etos yang juga mempunyai makna nilai moral adalah suatu pandangan batin yang bersifat
mendarah-daging. Dan merasakan bahwa hanya dengan menghasilkan pekerjaan yang
terbaik, bahkan sempurna, nilai-nilai Islam yang diyakininya dapat diwujudkan. Karenanya,
etos bukan sekadar kepribadian atau sikap, melainkan lebih mendalam lagi, dia adalah
martabat, harga diri dan jati diri seseorang.
Sedangkan Menurut Max Weber, pakar manajemen, ETOS KERJA diartikan: perilaku kerja
yang etis yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika.
Dengan kata lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan baik yang
berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti: disiplin, jujur,
tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar
lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dsb.
B. Nilai-Nilai Etos Kerja
* Dalam Islam
Nilai-nilai etos dan etika kerja seorang muslim itulah yang kemudian perlu kita bicarakan.
1. Selalu Melakukan Perhitungan dan Perencanaan.
Segala sesuatu harus diperhitungkan dan direncanakan secara matang, apa yang sudah
dikerjakan dan apa yang akan dikerjakan dengan segala daya dukungnya merupakan hal-hal
yang harus dilakukan. Perhitungan yang matang membuat seseorang dapat terhindar dari
tindakan yang salah.
2. Menghargai Waktu.
Waktu merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada kita. Seorang muslim yang
memiliki etos kerja yang baik tentu menghargai waktu dengan selalu memanfaatkannya
untuk hal-hal yang benar. Dengan waktu yang tersedia, target kerja ditetapkan dan
direncanakan serta mencapai target dan mengevaluasinya
3. Selalu Ingin Yang Terbaik.
Etos kerja seorang muslim membuat dia tidak ingin berhenti dalam mencapai keberhasilan.
Apa yang sudah dicapai merupakan sesuatu yang harus disyukuri, tapi dia tidak puas sampai
disitu
4. Bersikap Mandiri.
Mandiri merupakan sesuatu yang penting dalam etos kerja seorang muslim. Sikap mandiri
membuat seseorang memiliki keyakinan dan harga diri yang lebih, sehingga dia tidak terlalu
memiliki ketergantungan pada orang lain dan dapat menentukan serta mengambil keputusan
yang terbaik.
5. Istiqamah (Konsisten)
Pribadi muslim yang professional dan berakhlak memiliki sikap konsisten (dari bahasa Latin
consistere; harmony of conduct or practice with proffesion; ability to be asserted together
without contradiction), yaitu kemampuan untuk bersikap secara taat asas, pantang menyerah,
dan mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan
risiko yang membahayakan dirinya.
6. Bekerja dengan Ikhlas.
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja Islami itu adalah
nilai keikhlasan. Ikhlas mempunyai arti: bersih, murni (tidak terkontaminasi), sebagai
antonim dari syirik (tercampur). Kata ikhlas dapat disejajarkan dengan sincere (bahasa Latin
sincerus: pure) yang berarti suasana atau ungkapan tentang apa yang benar yang keluar dari
hati nuraninya yang paling dalam.
7. Selalu Jujur
Imam al-Qusairi mengatakan bahwa kata shadiq (orang jujur) berasal dari kata shidq
(kejujuran). Kata shiddiq adalah bentuk penekanan (mubalaghah) dari shadiq dan berarti
orang yang didominasi kejujuran.
Dengan demikian, di dalam jiwa seorang yang jujur itu terdapat komponen nilai ruhani yang
memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji
(morally upright)
8. Bertanggung Jawab
Tanggung jawab sama dengan menanggung dan memberi jawaban, sebagimana di dalam
bahasa Inggris, responsibility = able to response. Dengan demikian, pengertian takwa yang
kita tafsirkan sebagai tindakan bertanggung jawab, ternyata lebih mendalam dari
responsibility, dapat didefinikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima
sesuatu
* Dalam Pandangan China
Berikut ini adalah 7 Prinsip (Kumpulan etos kerja hebat dan pantas ditiru) yang dipegang
teguh orang Tionghoa dalam mengejar kesuksesan hidup:
1. Tak Takut Bermimpi
Meniti karir dari posisi paling bawah sekalipun, orang Tionghoa tidak gengsi. “Sebab, walau
masih berada di bawah, mereka tidak takut bermimpi meraih jabatan paling tinggi, Misalnya,
ketika menjadi seorang loper Koran, ia akan bermimpi memiliki sebuah penerbitan Koran,
2. Bekerja dan Bekerja
Bekerja dan menghasilkan suatu karya adalah salah satu cara untuk membuktikan kepada
dunia tentang keberadaan diri Anda. Orang Tionghoa memegang hal ini sebagai pedoman
hidup. “Ibaratnya, apabila tidak bekerja atau pun tidak melakukan sesuatu yang berguna bagi
diri sendiri, keluarga dan orang lain, apa gunanya hidup
3. Berpikir Untuk 3 Keturunan
Menurut falsafah Konghucu, bangsa Tionghoa selalu berpikir untuk 3 keturunan sekaligus,
yaitu untuk dirinya, anak dan cucunya. Contohnya bila ia memiliki uang Rp50.000, maka ia
tidak akan menggunakan seluruhnya untuk kepentingan pribadi, melainkan hanya sekitar
Rp15.000 saja. Sisanya akan disimpan untuk keperluan anak dan cucu.
4. Tak Pernah Menyerah
Setiap orang pasti menemukan rintangan dalam hidup. Namun, setiap rang juga memiliki cara
berbeda dalam menyikapinya. Orang Tionghoa percaya, setiap rintangan dalam kehidupan ini
akan membawa dirinya pada kondisi yang lebih baik.
5. Menguasai Bisnis Dari Hulu ke Hilir
Dalam buku “Resep Kaya Ala Tionghoa” karya Lie Charlie, agar lebih hemat, seorang
pengusaha Tionghoa akan berusaha memangkas biaya produksi dengan cara menangani
sendiri keseluruhan proses produksinya. Misalnya, seorang pengusaha mie instan akan
membuat sendiri semua bahan baku mie.
6. Memberi Service Terbaik
Memelihara reputasi adalah poin penting yang harus dipegang setiap orang. Sebab Anda
sendiri akan enggan memiliki hubungan dengan seseorang yang tidak dapat dipercaya bukan?
Dalam karir, menjaga reputasi dan nama baik bisa dilakukan dengan cara: selalu menepati
janji, menaati tenggat pekerjaan serta selalu menampilkan kesan baik di mata setiap orang
yang berhubungan dengan Anda.
7. Memelihara Relasi
Orang Tionghoa amat mementingkan kekerabatan dan relasi. Mereka percaya bahwa tidak
ada orang yang memapu hidup sendiri tanp bantuan orang lain. Dengan memiliki relasi,
peluang bisnis terbuka lebar. Bagi pengusaha Tionghoa, pelanggan juga termasuk relasi yang
harus dijaga dengan baik.
* Dalam Pandangan Bangsa Jerman
Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan etos kerja
Protestan, yang mengedepankan enam prinsip, yakni:
1. bertindak rasional,
2. berdisiplin tinggi,
3. bekerja keras,
4. berorientasi pada kekayaan material,
5. menabung dan berinvestasi, serta
6. hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan
* Dalam Pandangan Bangsa jepang
Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa yang mereka
pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting.
Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi
Jepang di kancah dunia. etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:
1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan
kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan
gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang
terhormat:
2. Yu - berani dan bersikap kesatria:
3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama:
4. Re - bersikap santun, bertindak benar:
5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan
sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih:
6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta
7. Chugo - mengabdi dan loyal.
* Delapan Etos Kerja Menurut Jansen H Sinamo
1. Kerja adalah Rahmat bekerja tulus penuh syukur.
2. Kerja adalah Amanah bekerja benar penuh tanggung jawab
3. Kerja adalah Panggilan bekerja tuntas penuh integritas.
4. Kerja adalah Aktualisasi bekerja keras penuh semangat.
5. Kerja adalah Ibadah bekerja serius penuh kecintaan.
6. Kerja adalah Seni bekerja cerdas penuh kreativitas.
7. Kerja adalah Kehormatan bekerja tekun penuh keunggulan.
8. Kerja adalah Pelayanan bekerja paripurna penuh kerendahan hati.
* Lalu Bagaimana dengan Indonesia ????????
Pertanyaannya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia ini. Apakah etos
kerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial, ekonomik dan
kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan?
Dalam buku "Manusia Indonesia" karya Mochtar Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat
abad yang lalu, diungkapkan adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia. Beberapa di antara ciri-ciri itu adalah: munafik; tidak bertanggung jawab;
feodal; percaya pada takhyul; dan lemah wataknya. Beliau tidak sendirian. Sejumlah
pemikir/budayawan lain menyatakan hal-hal serupa. Misalnya, ada yang menyebut bahwa
bangsa Indonesia memiliki ‘budaya loyo,’ ‘budaya instan’, dan banyak lagi.
Untuk itu, agar perkembangan etos kerja bangsa Indonesia dapat berkembang, maka tidak ada
salahnya bisa meniru ataupun mengikuti prinsip-prinsip yang terapkan oleh etos kerja
Bushido dan etos kerja protestan ataupun etos-etos kerja lainya.
C. Hambatan Pengembangan dan Pelestarian Etos Kerja
Mempertahankan dan melestarikan etos kerja banyak mengalami hambatan dan tantangan.
Hambatan dan tantangan yang dihadapi antara lain adalah:
1. suka mengeluh, banyak menuntut, egois
2. bekerja seenaknya, kepedulian kurang
3. kerja seba tanggung, sering menunda, manipulatif
4. malas, disiplin buruk, stamina kerja rendah
5. pengabdian minim, sense of belonging tipis, gairah kerja kurang
6. terjebak rutinitas, menolak perubahan, kurang kreatif
7. bekerja asal-asalan, cepat merasa puas
8. jiwa melayani rendah, merasa hebat, arogan
D. Cara Menumbuhkan Etos Kerja :
1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya
dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hubungan Etos Kerja dengan Motivasi Pegawai
Kondisi motivasi dan etos kerja di kalangan pegawai dan staf perlu diidentifikasi sejak awal
untuk dapat diketahui perlunya dilakukan kegiatan perbaikan secepatnya. Apabila kegiatan
itu diperlukan makin lama kegiatan itu tertunda akan semakin banyak menimbulkan
permasalahan yang lebih serius, sehingga kinerja lembaga menjadi kurang optimal, atau
bahkan akan semakin menurun.
Pada umumnya kehidupan di lembaga lebih banyak dihabiskan untuk melakukan aktifitas
perencanaan, operasional, pengawasan, dan evaluasi. Sangat jarang ada aktifitas pencerahan
batin pegawai untuk memahami budaya lembaga, etika kerja, visi, misi, dan nilai-nilai
perjuangan lembaga. Padahal sebagian besar kegagalan lembaga diakibatkan oleh rendahnya
etos kerja pegawai.
Etos kerja yang rendah membuat semua strategi dan rencana kerja lembaga yang hebat itu,
tidak mampu dijalankan oleh pegawai dengan maksimal. Akibatnya, lembaga akan
kekurangan energi sukses dari para pegawainya. Oleh karena itu, sudah saatnya lembaga
peduli kepada pengembangan etos kerja secara berkelanjutan dalam semua aspek aktifitas
lembaga.
Salah satu cara terefektif untuk pengembangan etos kerja, adalah melalui penginternalisasian
budaya lembaga ke mind set setiap pegawai. Budaya lembaga yang wajib diwujudkan dalam
berbagai macam kebijakan, aturan, sistem, dan prosedur kerja. Termasuk di dalamnya, seperti
panduan etika bisnis, panduan code of conduct, dan panduan sop yang jelas. Di mana, nilai-
nilai perjuangan yang ada dalam budaya lembaga tersebut harus dieksplorasi untuk
dicerahkan kepada setiap pegawai.
Proses penginternalisasian nilai – nilai etos kerja ini harus dilakukan dengan sikap tegas dan
konsisten, untuk menghasilkan pegawai-pegawai yang beretos kerja unggul dan berkualitas.
Sikap tegas dan konsisten ini harus berkelanjutan, tak boleh terhenti di satu titik, dan bersifat
terus-menerus melalui evaluasi dan perbaikan.
Tidak ada salahnya bila lembaga mau memberikan pencerahan melalui konsep doktrin
kepada setiap pegawai. Sebab, dipercaya konsep doktrin bisa lebih memaksa pikiran bawah
sadar untuk menerima nilai-nilai yang diharuskan oleh lembaga, untuk dimiliki oleh para
pegawainya. Perlu diingat, tidak semua orang bisa menerima pencerahan, kadang diperlukan
doktrin yang tegas untuk membangun etos kerja yang unggul.
Pengembangan etos kerja dapat dimulai dari aksi pencerahan atau pun aksi doktrinisasi
terhadap mind set pegawai; untuk menjalankan rencana dan strategi bisnis lembaga sesuai
sasaran; untuk menjalankan birokrasi administrasi yang efektif dan efisien; untuk melakukan
prosesing yang telitih dan telaten; untuk melakukan efisiensi di semua aspek biaya; untuk
memanfaatan teknologi secara efisien dan efektif; mampu melayani pelanggan dengan sikap
baik dan profesional; mampu memaksimalkan kualitas aset-aset produktif untuk menjadi
mesin uang; dan mampu bekerja untuk mempercepat perputaran bisnis dengan kualitas etos
kerja terbaik.
Etos kerja yang berkualitas tinggi haruslah menjadi jati diri, etika, budaya, dan moralitas
lembaga dalam relasinya dengan stakeholder. Tanpa adanya etos kerja berkualitas, lembaga
hanya akan menjadi beban buat stakeholdernya, dan tidak pernah menjadi aset yang
menguntungkan stakeholder.