PAPER Peran Desa Pekraman
-
Upload
kadecx-gobel -
Category
Documents
-
view
183 -
download
0
description
Transcript of PAPER Peran Desa Pekraman
PAPER
AGAMA
Dosen : Drs. I Wayan Lipur, M.si
Oleh :
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
i
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida
Sanghyang Widhi Wasa, yang atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaiakan
penyusunan paper yang berjudul “ Eksistensi Desa Pakraman Dalam
Pelestarian Adat ”.
Dalam penulisan paper singkat ini saya masih banyak merasa
terdapat kekurangan-kekurangan terutama pada teknik penulisan dan pencarian
bahan materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan
paper singkat ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi yang membutuhkan, khususnya bagi saya sebagai penulis
sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
Amlapura, 29 Desember 2012
Penyusun
I Made Putu Suwena
ii
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................. 2
C. TUJUAN ........................................................................................ 2
D. METODE ....................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Apa Itu Desa Pakraman ............................................................... 3
B. Tugas Dan Wewenang Desa Pakraman ..................................... 4
C. Eksistensi Desa Pakraman Di Bali ............................................. 5
BAB III ........................................................................................................... 9
PENUTUP ...................................................................................................... 9
A. KESIMPULAN ............................................................................... 9
B. SARAN .......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10
1
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hindu adalah Sanatana Dharma merupakan agama abadi yang selalu
tumbuh subur di hati penganutnya. Karakter yang luwes dan toleran namun
bersikap tegas terhadap hal-hal yang menjadi dasar dan inti ajaran Wedanta,
membuatnya selalu hidup berdampingan dengan adat budaya setempat, sifatnya
mencerahkan dan memberi jiwa.
Di Bali desa Pakraman merupakan wadahnya, sedangkan jiwanya adalah
Hindu. Dalam menghadapi deraan globalisasi dan gerakan konversi agama,
keduanya harus bersinergi menjadi satu kesatuan yang kuat. Perkembangan tidak
akan dapat diraih dengan proses pembusukan salah satunya. Memahami
eksistensi desa Pakraman, tentu tidak etis menilai tanpa kita pernah berada pada
sistem tersebut. Desa Pakraman bukanlah seperti yang dianekdotkan sebagai
„suku badui‟ yang tertutup dan terisolir. Desa pakramanpun mengalami proses
reformasi didalam dirinya, dalam setiap awig-awig sebenarnya memberi ruang
untuk merubah adat yang mungkin tidak sesuai lagi. Setiap awig-awig pasti
didalamnya ada tata cara untuk melakukan perubahan aturan „nguwah-uwuhin
awig‟. salah satu yang penulis tahu adalah perubahan awig bisa dilaksanakan
pada saat „parum krama negak‟ dimana seluruh masyarakat bisa menyampaikan
aspirasinya. Namun perlu diingat, desa Pakraman dari dahulu menerapkan asas
Demokrasi, sehingga perubahan bisa dilaksanakan apabila mayoritas masyarakat
menyetujuinya. Jangan karena menganggap ide kita benar kemudian
memaksakan kehendak, bila tidak bisa dipenuhi kemudian menghujat desa
Pakraman hanya sebagai tempat „suryak siu‟. Pemilihan Kelian Adat dan
pengurus desa Pakramanpun bukan jatuh dari langit, tetapi juga melewati proses
pemilihan dari suara terbanyak. Jadi tidak pantas menuduhkan feodalisme
didalamnya.
2
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Itu Desa Pakraman
B. Tugas Dan Wewenang Desa Pakraman
C. Eksistensi Desa Pakraman Di Bali
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah berusaha untuk mengkaji dan
mengetahui apa itu Desa Pakraman sebenarnya termasuk tujuan adanya Desa
Pakraman dan bagaimana peranannya dalam pelestarian adat Kebudayaan di
daerahnya masing-masing. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
saya harapkan demi sempurnanya paper singkat ini.
D. METODE
Metode yang saya gunakan dalam penulisan paper singkat ini adalah
melalui searching internet / penelusuran-penelusuran lewat internet dan Buku-
buku Pustaka.
3
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
BAB II
PEMBAHASAN
A. APA ITU DESA PAKRAMAN
Pemahaman Desa Pakraman sebagai pengemban fungsi Keagamaan
disamping pengemban fungsi Adat dan Kebudayaan adalah sangat penting,
selalu mengingatkan kita semua agar ajaran Agama Hindu di Bali senantiasa
dijadikan nilai yang utama dalam kehidupan dan pelaksanaan sistim Adat.Tidak
disadari Desa Pakraman pengemban tugas & fungsi ke Agama an yang melekat
dengan Tradisi / Adat , sesuai dengan dalil “ Receptio in Complexu “ dari Van Den
Berg. Tidak seperti komoditas Adat lainnya di Indonesia, karena tatanan Adat nya
berpisah dengan Agama yang dipeluknya.
Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 2003 tanggal 6 maret
2003, diundangkan di Denpasar tanggal 14 maret 2003, lembaran daerah
Provinsi Bali tahun 2003 nomor 11 tentang perubahan atas Peraturan Daerah
Provinsi Bali nomor 3 tahun 2001 tanggal 21 maret 2001, diundangkan di
Denpasar tanggal 8 mei 2001, lembaran daerah Propinsi Bali tahun 2001 nomor
29, seri d nomor 29 tentang Desa Pakraman.beberapa point yang dianggap
paling dominan diangkat dari keseluruhan isi peraturan daerah ini sesuai BAB I –
ketentuan pasal 1 dikatakan antara lain :
1. Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali
yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup
masyarakat umat hindu secara turun termurun dalam ikatan kahyangan
tigaa / kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus runah tangganya sendiri,
2. Banjar adalah kelompok masyarakat yang merupakan bagian desa
pakraman / adat,
3. Krama desa / krama banjar adalah merekayang menempati karang desa
pakraman / karang banjar pakraman dan atau bertempat tinggal diwilayah
desa / banjar pakraman dan atau bertempat tinggal diwilayah desa
pakraman / karang banjar atau ditempat lain yang menjadi warga desa /
banjar pakraman
4
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
4. Krama pengempon / pengemong adalah krama desa pakraman/banjar
pakraman yang mempunyai ikatan lahir batin terhadap kahyangan yang
berada diwilahnya serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan,
perawatan, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan upakara tersebut
5. Krama penyungsung adalah krama desa pakraman / banjar pakraman
yang mempunyai okatan batin terhadap suatu kahyangan dan atau ikut
berpartisipasi dalam pemeliharaan, perawatan dan pelaksanaan kegiatan-
kegiatan upakara berupa dana punia,
6. Palemahan desa pakraman adalah wilayah yang dimiliki oleh desa
pakraman yang terdiri dari satu atau lebih palemahan banjar yang tidak
dapat dipsah-pisahkan,
7. Tanah ayahan desa pakraman adalah tanah milik desa pakraman yang
berada baik didalam maupun diluar desa pakraman,
8. Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh krama desa pakraman dan atau
banjar pakraman yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan tri
hita karana sesuai dengan desa mawacara dan dharma agama didesa
pakraman di propinsi bali,
9. Prajuru desa pakraman / banjar pakraman adalah pengurus desa
pakraman / banjar pakraman di propinsi bali,
10. Paruman desa pakraman . Banjar pakraman adalah paruman
permusyawaratan / permufakatan krama desa pakraman / banjar
pakraman yang mempunyai kekuasaan tertinggi didalam desa pakraman /
banjar pakraman,
11. Pecalang adalah satgas ( satuan tugas ) keamanan tradisional masyarakat
bali yang mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban
wilayah, baik ditingkat banjar pakraman dan atau diwilayah desa
pakraman.
B. TUGAS DAN WEWENANG DESA PAKRAMAN
Desa Pakraman yang ada di Bali mempunyai tugas-tugas, yaitu sebagai
berikut :
1. Membuat awig-awig;
5
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
2. Mengatur krama desa;
3. Mengatur pengelolaan krama desa;
4. Bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan disegala bidang
terutama dibidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan;
5. Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya bali dalam rangka
memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional
pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya berdasarkan “
paras-paros, sagilik saguluk, salunglung sabayantaka “ ( musyawarah
mufakat ); dan
6. Mengayomi krama desa.
Disamping mempunyai tugas-tugas seperti yang diatas, sebuah Desa
pakraman juga mempunyai wewenang-wewenang sebagai berikut :
1. Menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya
dengan tetap membina kerukunan dan toleransi antar krama desa sesuai
dengan awig-awig dan adat kebiasaan setempat;
2. Turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan
pembangunan yang ada diwilayahnya terutama yang berkaitan dengan tri
hita karana; dan
3. Melakukan perbuatan hukum didalam dan diluar desa pakraman.
C. EKSISTENSI DESA PEKRAMAN DI BALI
6
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
Keberadaan dari desa pakraman di Bali seperti halnya dengan masyarakat
hukum adat di tempat-tempat lainnya, adalah merupakan satu kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri lagi. Desa Pakraman lahir sejalan dengan kepentingan
orang-orang untuk secara bersama-sama mengikatkan dirinya kedalam satu
ikatan kelompok yang bersifat teritorial guna memudahkan tercapainya berbagai
kebutuhan hidup mereka baik yang bersifat lahirlah maupun batiniah.
Selain desa Pakraman itu terbentuk atas dasar kepentingan warganya,
tampaknya keberadaan desa adat itupun tidak dapat dilepaskan dari 'struktur
organisasi yang lebih tinggi yang ada dari dulu hingga sekarang. Hal ini terlihat
juga untuk masyarakat hukum adat lainnya seperti yang diungkapkan oleh
Hazairin yaitu bahwa : "masyarakat-masyarakat hukum adat itu dari dulu sampai
sekarang menjadi landasan bagi mendiri-kan kerajaan-kerajaan asli, kekuasaan
kolonial dan juga bagi negara Republik Indonesia. Kekuasaan kerajaan-kerajaan
boleh lenyap, kokuasaan kolonial boleh tumbang demikian juga Negara Republik
Indonesia dapat terhapus, tetapi masyarakat-masyarakat hukum adat itu akan
terus menerus melanjutkan hidupnya. Jelaslah bahwa masyarakat-masyarakat
hukum adat itu lebih berurat berakar di atas pangkuan ibu pertiwi ". (Hazairin,
1970 : 45).
Dapatlah dikatakan bahwa keberadaan dari masyarakat hukum adat,
termasuk desa Pakraman di Bali, adalah bersifat kodrati sejalan dengan kodrat
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin hidup bersama dalam satu
kelompok yang terorganisasikan secara baik, dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangannya. Dilihat dari kenyataan seperti itu maka eksistensi desa
pakraman sudah tidak diragukan lagi. Namun dilihat secara yuridis (dari segi
hukum yang berlaku) masih sering dijumpai peristiwa-peristiwa yang
tampaknya meragukan keberadaan desa pakraman tersebut atau setidak-
tidaknya memandang desa adat itu sebagai kelompok orang-orang tanpa
kewenangan apa-apa. Keadaan seperti ini sudah tentu kurang proporsional dalam
menempatkan desa adat baik dalam kerangkahukum adat maupun hukum
nasional.
Dari segi hukum adat eksistensi dari desa Pakraman, seperti juga dengan
persekutuan hukum adat lainnya, merupakan satu hukum adat itu justru ada dan
dilaksanakan dalam lingkup desa adat (persekutuan hukum). Van Vollenhoven
7
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
sejak tahun 1910 telah mengungkapkan bahwa untuk mengetahui hukum (adat)
maka terutama sekali perlu diselidiki waktu ,daerah manapun juga, sifat dan
susunan badan-badan persekutuan hukum, di mana orang-orang yang dikuasai
oleh hukum itu hidup sehari-hari. Apabila hukum adat hingga sekarang masih
terus hidup meskipun berpuluh-puluh tahun mendapat rintangan dan ancaman
berbagai rupa dan apabila hukum adat itu maju menuju kepada kehidupan sendiri,
maka segala sesuatu itu disebabkan karena kekuatan mempertahankan serta
kekuatan hidup dari badan-badan persekutuan hukum Indonesia sendiri (R.
Soepomo, 1967: 43). Jadi jelaslah bahwa persekutuan hukum adat dan juga desa
adat di Bali justru merupakan wadah berlangsungnya hukum adat, sehingga
apabila hukum adat tersebut tidak dapat diabaikan. Dengan perkataan lain,
hukum adat tidak mungkin ada tanpa persekutuan hukum adat. Demikian juga
dengan hukum adat di Bali tidak mungkin hidup tanpa Desa Adat.
Persoalan yang sering timbul adalah mengenai eksistensi desa Pakraman
dilihat dari kerangka hukum nasional. Sering ada kesan bahwa desa adat itu
sudah tidak berfungsi lagi dengan terbentuknya negara Indonesia. Pandangan
seperti ini sudah tidak melihat lagi desa adat sebagai lembaga otonom dan lebih
menekankan kepada arti kehidupan desa dari segi administrasi saja, yang dalam
kenyataan sudah dilaksanakan oleh desa dinas. Pandangan seperti ini adalah
keliru, oleh karena apabila ditelusuri secara cermat, seperti sudah disinggung pula
dalam uraian di depan, maka dalam negara Indonesia telah ada ketentuan hukum
yang memberikan pengakuan kepada desa adat dan juga persekutuan hukum
adat lainnya. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UUD 1945 pasal 18 dan
penjelasannya, dan juga dari ketentuan UU No. 5 tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, baik dalam pasal 1 sub a maupun dalam penjelasan
umumnya. Jika dilihat dari tujuan utama dikeluarkannya UU No.5 tahun 1979, dan
juga dilihat dari ketentuan pasal 1 sub a dan penjelasan umumnya maka dapat
dikatakan bahwa istilah Desa yang digunakan dalam undang-undang tersebut
adalah merupakan penamaan bagi masyarakat-masyarakat hukum adat yang
hingga dewasa ini masih hidup ( Sorjono Soekanto dan Soleman B Taneko, 1981
: 131 ).
Bagi daerah-daerah lain barangkali kehadiran undang-undang tentang
pemerintahan desa ini tidak menimbulkan masalah selain berkenaan dengan
8
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
istilah desa yang digunakan secara umum walaupun semula hanya sebagai istilah
lokal untuk Jawa dan Bali. Akan tetapi bagi daerah Bali, ketentuan undang-
undang itu membawa permasalahan oleh karena dari sejak masa Hindia Belanda
telah dijumpai pembedaan antara Desa dalam pengertian administrasi dan desa
dalam pengertian adat (lihat Hunger, 1932). Dengan kondisi seperti itu maka
tampaknya kehadiran undang-undang pemerintahan desa ini mengarah kepada
eksistensi desa dalam pengertian administrasi, sehingga eksistensi desa adat
tampaknya kurang mendapat perhatian, Namun walau demikian, dengan
memperhatikan penjelasan umum dari undang-undang itu dan juga dengan
keluarnya Perda Daerah Tingkat 1 Bali No.6 tahun 1986, maka eksistensi desa
adat tidaklah diragukan lagi. Sudah tentu pula masih diperlukan upaya-upaya
yang berkelanjutan untuk lebih memantapkan eksistensi dari desa adat ini baik
berkaitan dengan tata organisasi, tata hukumnya dan aspek-aspek lain yang
mendukung. Selain itu mekanisme hubungan antara kelembagaan adat dan dinas
/ pemerintahan perlu di tata dengan baik sehingga akan kelihatan pola pembagian
tugas yang proporsional dan terjalin pula kerjasama yang harmonis dan positif di
antara keduanya
9
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keberadaan desa adat yang biasa disebut dengan desa "pakraman" di Bali
sangat mendukung pelestarian adat dan tradisi masyarakat setempat.
Pelestarian adat sangat didukung oleh lestarinya desa pakraman, subak
(organisasi pengairan tradisional di bidang pertanian), dan sekaa (perkumpulan
kesenian di desa adat) sebagai ujung tombak," Kebijakan dan pengembangan
seni budaya tersebut menekankan kelestarian adat sesuai jati diri dan
mendorong pemberdayaan adat serta meningkatkan peranan dan fungsi
lembaga tradisional. Selain itu meningkatkan nilai-nilai budaya, adat-istiadat, dan
mendorong perkembangan naskah-naskah budaya Bali juga dapat memperkuat
kebudayaan nasional.
Dari uraian singkat di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasannya
Desa adat sangat berperanan dalam pengembangan dan pelestarian adat
budaya di daerah masing-masing bilamana fungsi, peranan dan wewenang Desa
adat dapat berjalan dengan baik. Pada Desa -Desa pakraman yang berkembang
seni budaya adat kehidupan masyarakatnya sejahtera, fungsi, peranan dan
wewenang Desa adat berjalan mantap. Sehingga Desa Pakraman mampu
menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi ini bila potensi dan
pemberdayaan Desa pakraman dapat sepanjang pelestarian kebudayaan Bali
dan lingkungannya tetap dijaga keajegannya.
B. SARAN
Dalam kehidupan manusia di dunia ini tidak akan lepas dari kehidupan
masyarakat, maka kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakan harus
menyadari bahwa kita hidup tidak mungkin sendirian. Hendaknya Desa Pakraman
menjadi sebuah wadah untuk melestarikan adat atau budaya yang ada di masing-
masing daerahnya sendiri. Saran dan kritik masih saya harapkan karena dalam
pembuatan paper ini masih jauh dari sempurna.
10
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2012, Peranan Desa Adat Di Bali,
http://arcaban.blogspot.com/2011/12/peranan-desa-adat-di-bali.html
(diakses tanggal 28 Desember 2012)
2. Anonim, 2012, Eksistensi Desa Adat Di Bali,
http://arcaban.blogspot.com/2011/12/eksistensi-desa-adat-bali.html
(diakses tanggal 28 Desember 2012)
3. Bagus, I Gusti Ngurah1999 : Awas "Drakula Budaya", Harian Bali Post 23
Juni 1999