Paper Agama
-
Upload
david-madak-wijaya -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
description
Transcript of Paper Agama
PENDAHULUAN
Agama adalah salah satu cara manusia untuk membentuk hati nuraninya. Tujun agama
sendiri adalah untuk membentuk manusia agar saling mengasihi satu sama lain. Namun
terkadang manusia salah mengartikan, manusia menganggap agamanya jauh lebih benar dan
melahirkan sifat fanatisme yang sangat keras. Fanastime menjadikan manusia menganggap
agama selain agamanya adalah salah.
Sebenarnya konflik sudah ada dari zaman dulu saat terciptanya manusia. semua konflik
itu berasal dari manusia itu sendiri, sehingga hubungan manusia terputus dengan Tuhan karena
manusia itu sendiri. Konflik yang terjadi di akhir-akhir ini selalu menyangkut agam mereka,
dengan tindakan-tindakan yang sebenarnya jauh dari ajran Tuhan yang menjadi pondasi dari
semua agama.
Banyak konflik–konflik yang terjadi karena agama. Seperti peristiwa–peristiwa yang
terjadi akhir–akhir ini adalah mengatasnamakan agama, jadi saat ini agama malah menjadi
penyulut terjadinya konflik seperti peristiwa–peristiwa bom bunuh diri, tindakan–tindakan
anarkis yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang tidak bertanggung jawab, kekerasan antar
agama, dan masih banyak lagi. Mereka melakukan itu seolah-olah mereka melakukanya untuk
agama mereka. Hal ini sangat bertolak belakang dengan dasar-dasar agama yang menjadi terang
dunia.
ISI
Agama, melalui kitab sucinya, diyakini sebagai sumber perdamaian. Namun, manakala ia
dijadikan justifikasi atas peristiwa-peristiwa kekerasan di muka bumi oleh masing-masing
penganutnya, sudah sewajarnya dipertanyakan kembali esensi pesan agama tersebut. Salah
satu faktor yang menyebabkannya, karena manusia mengidentikkan diri dengan agamanya,
bahkan mau memaksakan agamanya supaya ia dipandang benar di mata Tuhan-nya dan
manusia lain1.
Agama mempunyai toleransi denagn agama lain, ada beberapa dimensi toleransi:
1. Dimensi praktis-sosial, keterbukaan untuk menerima secara empatetis keberadaan dan
aktivitas keberadaan umat beragama lain di segala lapangan kehidupan yang diarahkan
oleh ajaran-ajaran etis-moral masing-masing agama.
2. Dimensi ritual-religius, keterbukaan untuk menerima secara empatetis cara-cara dan
bentuk-bentuk ekspresi ritual simbolik kehidupan beragama dan umat beragama lain.
3. Dimensi diktrinal/ajaran, keterbukaan memahami secara empatetis pernyataan-
pernyataan dan klaim-klaim doktrinal/akidah yang dipercaya umat beragama lain, yang
bersumber dari kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan masing-masing yang terus
mengalami aktualisasi dan perkembangan.
4. Dimensi spiritualitas dan religiositas, setiap pihak dalam relasi antar umat beragama
perlu mengalami perjumpaan yang akrab dan intim dengan realitas lain yang transenden,
realitas spiritual, yang menjadi pusat batiniah yang dari dalamnya muncul motivasi untuk
hidup dalam kebajikan dan cinta kepada sesama manusia – motivasi yang membuat
toleransi antar umat beragama menajadi juga suatu tugas panggilan sepiritual2.
1. H. Schumann, Olaf, Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian,Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
2. H. Schumann, Olaf, Agama Dalam Dialog, Jalkarta:PT BPK Gunung .Mulia
Agama juga sering dikaitkan dengan fenomena kekerasan terorisme. ada sekelompok
orang yang jelas-jelas mengatasnamakan tindakan kekerasannya dengan mengatasnamakan
agama. Orang juga menyaksikan bahwa agama sering digunakan sebagai landasan ideologis dan
pembenaran simbolis bagi kekerasan. Apalagi bila diyakini, bukan agamanya yang bermasalah,
tetapi manusia pelaku teror itu yang bermasalah karena menyalah gunakan pemahaman
agamanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga menyulut kekerasan.
Tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama cenderung dilakukan oleh individu
yang memiliki pemahaman agama yang dangkal. Beberapa figur yang melakukan kegiatan teror,
diketahui sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan sekular, seperti Osama bin
Laden, Aiman Al-Zawahry, Azhari, Noordin M. Top. Dorongan internal yang merasa nilai-nilai di
masyarakat sudah tidak sesuai dengan nuraninya dan dorongan eksternal yang melihat
ketidakadilan dari para pemegang kekuasaan di dunia, memicunya memiliki semangat
keberagamaan yang berlebihan. Ciri-ciri tokoh seperti itu biasanya terdapat pada figur panutan
yang berpandangan keras dan berhaluan radikal. terjadilah proses pendangkalan paham
keagamaan karena biasanya tokoh seperti itu tidak memberikan alternatif pemahaman, tetapi
hanya memberikan sudut pandang berdasarkan pada versi pemahaman yang diyakininya. Pada
titik inilah, klaim kebenaran tunggal biasanya terjadi. Klaim kebenaran tunggal itu lalu
membuatnya mengidentifikasi tentang siapa “kami” (inner group) dan siapa “mereka” (outer
group). Setelah identifikasi terselesaikan, barulah pelaku teror itu menentukan target dan
terjadilah tindakan terror 3.
Akhir-akhir ini terasa betapa ikatan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
mengalami cobaan dan goncangan. Di samping terjadinya perusakan rumah-rumah ibadah
kristiani dan buddish dalam jumlah yang cukup besar nampat muncul kembali konsepsi-konseps
jaman dulu.
3. Sitompul, E. M. (2005). AGAMA - AGAMA KEKERASAN DAN PERDAMAIAN. Bidang Marturia.
Contoh kasus kongret lainnya yang ada di masyarakat, konflik hubungan antarumat
beragama kembali terjadi di Jawa Barat (Cimahi, Padalarang, dan Dayeuhkolot). Sebelum itu
juga di Ciledug (Banten) dalam kasus Gereja Sang Timur yang cukup memprihatinkan umat
kristiani. Kerukunan umat beragama yang selama ini dibina, terinterupsi oleh sekelompok umat
Islam yang melakukan ibadah di gereja masing-masing. Alasannya, gereja yang selama ini
digunakan sebagai tempat ibadah tidak memiliki izin resmi. Fakta multikulturalisme dan
pluralisme di negeri yang menganut asas Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang maha
Esa ini, masih terjadi tindak kekerasaan berupa penyerangan terhadap umat beragama lain atau
menutup “killing faith” atau “theological killing” dijadikan legitimasi untuk membenarkan
tindakan anakisme yang sebenarnya anti-ketuhanan dan anti-kemanusiaan4.
Pandangan the right to be different perlu direkonsiliasikan dengan mutual
understanding and collaboration. “Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, pengajaran yang
baik, dan berdialoglah dengan cara yang baik.” (QS.16:125). Ensiklik Konsili Vatikan II juga
menyatakan: “Dengan kasih, dengan dialog dan kolaborasi dengan para pengikut agama lain,
dengan kesaksian iman Kristen, mari kita mengakui, menjaga, serta mengembangkan kebaikan
spiritual dan moral yang ditemukan pada umat beragama lain.”5.
Dalam mewujudkan kedamaian hidup beragama dapat dimulai dari diri sendiri dengan
mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk. Buddhisme mengajarkan pengembangan cinta
kasih dapat dilakukan melalui meditasi metta (meditasi cinta kasih). Dalam ajaran agama Buddha
terdapat satu kalimat manjur untuk menciptakan perdamaian yaitu dengan cara mengucapkan dan
mepraktikkan dalam kehidupan sehari-hari melalui usaha mengharapkan semua makhluk hidup
berbahagia (sabbe satta bhavantu sukhitta). Selain itu, cara pengembangan cinta kasih dalam
Buddhisme dapat dilakukang dengan memberikan keterbukaan dalam menyelesaikan permasalahan
termasuk kekerasan beragama untuk membangun dasar hidup manusia dengan memiliki kemoralan,
kesabaran, kerendahan hati, dan toleransi dalam kehidupan beragama.6.
4. H. Schumann, Olaf, MENGHADAPI TANTANGAN MEMPERJUANGKAN KERUKUNAN, Jakarta: PT
BPK GUNUNG MULIA.
5. Opcit6. Suranto, MA, SEBUAH INSPIRASI MENUJU PERDAMAIAN HIDUP BERAGAMAPerspektif Buddhisme
KESIMPULAN
Konflik yang ada seperti kekerasan dan terorisme yang telah terjadi saat ini
bersumber dari diri manusia itu sendiri. Pengatasnamaan agama hanyalah sebagai alasan.
Seharusnya manusia berpegang teguh pada ajaran agama yang mengajarkan kasih dan
perdamaian seperti yang seharusnya.
TANGGAPAN
Setiap agama mengajarkan kasih kepada penganutnya, supaya didalam kehidupan
beragama tercipta damai dan sejahtera, yakni tidak ada konflik dan lain sebagainya. Di
sinilah pentingnya kasih karena kasih merupakan hukum yang terurama dan utama,
dengan kasih agama bisa menjalankan fungsinya sebagai alat perdamaian dan bisa
menghindarkan ataupun mengatasi konflik. Oleh karena itu, manusia perlu kesadaran
lebih untuk meneraokan kasih itu di dalam kehidupannya.
DAFTAR PISTAKA
1. H. Schumann, Olaf, Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian,Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia
2. H. Schumann, Olaf, Agama Dalam Dialog, Jakarta:PT BPK Gunung .Mulia
3. H. Schumann, Olaf, MENGHADAPI TANTANGAN MEMPERJUANGKAN
KERUKUNAN, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
4. Suranto, MA, SEBUAH INSPIRASI MENUJU PERDAMAIAN HIDUP BERAGAMAPerspektif Buddhisme
5. Sitompul, E. M.. AGAMA - AGAMA KEKERASAN DAN PERDAMAIAN. Bidang
Marturia.