Paper

24
1. Identitas Jurnal Judul Jurnal Pemahaman Strukturasi atas Praktik Audit Investigatif Pada Kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya (Studi Kasus Tindak Pidana Korupsi) Pengarang Gemalia Dwi Agustina dan Drs. M. Achsin, SH., MM., Ak. Dipublikasikan di Simposium Nasional Akuntansi ke 11 di Pontianak. 2. Latar Belakang Korupsi bukan merupakan hal baru di Indonesia. Korupsi dianggap sebagai penyakit masyarakat yang menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pembangunan, merugikan perekonomian, dan mengabaikan moral. Untuk menanggulangi korupsi, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun adanya peraturan perundang-undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang semakin meningkat. Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan melaksanakan audit investigatif. BPK-RI sebagai lembaga yang dipercaya dan memiliki kewenangan dalam melaksanakan audit investigatif serta terpercaya dalam memberantas korupsi. Audit investigatif diawali dengan pembentukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan dunia bisnis. Peraturan-peraturan tersebut dibuat seiring dengan meningkatnya penyelewengan pada kontrak-kontrak pemerintah dan semakin merebaknya kejahatan kerah putih (white collar crime) 1

description

as

Transcript of Paper

Page 1: Paper

1. Identitas Jurnal

Judul Jurnal

Pemahaman Strukturasi atas Praktik Audit Investigatif Pada

Kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya (Studi Kasus Tindak

Pidana Korupsi)

Pengarang Gemalia Dwi Agustina dan Drs. M. Achsin, SH., MM., Ak.

Dipublikasikan di Simposium Nasional Akuntansi ke 11 di Pontianak.

2. Latar Belakang

Korupsi bukan merupakan hal baru di Indonesia. Korupsi dianggap sebagai penyakit

masyarakat yang menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pembangunan, merugikan

perekonomian, dan mengabaikan moral. Untuk menanggulangi korupsi, Pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun

adanya peraturan perundang-undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang

semakin meningkat.

Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan

melaksanakan audit investigatif. BPK-RI sebagai lembaga yang dipercaya dan memiliki

kewenangan dalam melaksanakan audit investigatif serta terpercaya dalam memberantas

korupsi. Audit investigatif diawali dengan pembentukan peraturan-peraturan yang berkaitan

dengan dunia bisnis. Peraturan-peraturan tersebut dibuat seiring dengan meningkatnya

penyelewengan pada kontrak-kontrak pemerintah dan semakin merebaknya kejahatan kerah

putih (white collar crime) terhadap kepentingan publik. Praktik Audit investigatif BPK-RI

sendiri dilaksanakan tidak hanya di kantor pusat, melainkan juga di kantor-kantor perwakilan.

Masing-masing kantor perwakilan memiliki kewenangan untuk melakukan audit Investigatif,

dan nantinya laporannya akan diserahkan kepada BPK-RI pusat dan DPR/DPRD. Audit

Investigatif menjadi sangat penting terutama apabila nanti hasil audit menunjukkan bukti

adanya pelanggaran hukum materiil dan formil, maka hasil laporan audit investigatif akan

diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses secara hukum.

Pelaksanaan audit investigatif pada Perwakilan BPK-RI di Surabaya melibatkan

semua pihak, mulai pimpinan, para pejabat struktural, tim konsulen hukum, dan auditor

investigatif. Adanya hubungan auditor dengan pejabat struktural sejalan dengan pemikiran

Giddens (2003) mengenai strukturasi, dimana adanya keterkaitan auditor sebagai agen, dan

BPK-RI sendiri sebagai struktur.

1

Page 2: Paper

Salah satu proporsi utama teori strukturasi adalah bahwa aturan dan sumberdaya yang

digunakan dalam produksi dan reproduksi merupakan tindakan sosial sekaligus alat

reproduksi sistem, yang disebutnya sebagai dualitas struktur. Teori strukturasi menyebutkan

bahwa pelaku (agency) dan struktur saling berkaitan, tidak ada ”struktur tanpa pelaku,

sebagaimana tidak ada tindakan tanpa struktur”. Pelaku secara refleksif bisa merubah atau

menentukan struktur yang telah ada, yang artinya bisa menjadi tuan atas nasibnya sendiri.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai :

(1) Bagaimanakah praktik audit investigatif pada Perwakilan BPK RI di Surabaya?

(2) Bagaimanakah peran auditor dan organisasi dalam konteks interaksi?

(3) Bagaimanakah peran individu dan organisasi dalam lingkungan sosial?

4. Kajian Literatur

Kecurangan

Pengertian kecurangan ialah serangkaian irregularities dan illegal acts yang

dilakukan untuk menipu atau memberikan gambaran kekeliruan terhadap pihak lain yang

dilakukan pihak intern dan ekstern suatu organisasi dengan tujuan menguntungkan dirinya

sendiri dan oang lain dengan merugikan orang lain (Anonim, 2000) dalam (Widayanti dan

Subekti, 2001, 100). Ada tiga motif seseorang melakukan kecurangan, yaitu (1) perceived

pressure, (2) perceived opportunities, dan (3) rationalizations. GONE dalam Majalah

Pemeriksa No.5 tahun 1993 merupakan singkatan dari: (G – Greed – keserakahan,

ketamakan, kerakusan). (O – Opportunity – kesempatan). (N – Need – kebutuhan). (E –

Exposure – pengungkapan)

Korupsi

Korupsi merupakan permasalahan yang komplek. Korupsi sudah ada sejak zaman

dahulu sampai sekarang. Dengan adanya otonomi daerah, korupsi semakin tumbuh subur bak

jamur di musim hujan. Misalnya saja, pada tahun 2004 terungkapnya kasus korupsi terjadi

hampir di seluruh pemerintahan daerah dengan nilai yang sangat material, membuktikan

bahwa praktik korupsi telah semakin banyak terjadi. Upaya membasmi korupsi bukanlah

pekerjaan yang mudah, ibarat “memutus siklus lingkaran setan” yang tidak akan ada

habisnya. Selanjutnya, kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio berarti penyuapan, dan

coruptore berarti merusak. Gejala dimana pejabat, badan-badan negara telah

menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan, serta ketidakberesan

dan lainnya. Adapun arti harfiah korupsi diartikan sebagai kejahatan, kebusukan, dapat

disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. Unsur-unsur tindak pidana korupsi 2

Page 3: Paper

menurut UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah : (a)

melakukan perbuatan melawan hukum, (b) merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, (c) menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena

jabatan dan kedudukannya dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi.

Memberantas korupsi di Indonesia bukan suatu hal yang mudah terutama korupsi

telah menyebar, menjangkit, mengakar dan dipraktekkan secara sistemik. Apalagi upaya

penegakan hukum belum optimal mengikis korupsi, malah korupsi juga terjadi di lembaga

peradilan. Untuk itu Dalam memberantas korupsi yang terpenting adalah bagi pembenahan

moral masing-masing individu dalam bentuk kesadaran. Penting bagi setiap individu agar

memiliki kesadaran, dimana kesadaran sendiri terbagi atas tiga hal yaitu motivasi tak sadar,

kesadaran diskursif, dan kesadaran praktis (Priyono, 2002, 29). Pemberantasan korupsi hanya

bisa dihentikan secara komprehensif dengan melakukan revolusi kesadaran, jika seseorang

benar-benar sadar, maka akan merasa enggan dan malu untuk melakukan korupsi. Atas dasar

kesadaran inilah nantinya bisa menjadi suatu kebiasaan yang baik, sehingga nantinya bangsa

ini benar-benar bebas dari praktik korupsi.

Audit Investigatif

Istilah audit investigatif di lingkungan lembaga pemerintahan seperti BPK sudah

umum dan sering dipakai oleh BPK, BPKP dan KPK, sedangkan menurut Indonesian

Corruption Watch (2004, 1) pelaku investigatif digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Investigatif internal dilakukan oleh BPK, BPKP, KPK, Inteljen, SPI.

2) Investigatif eksternal (publik) dilakukan oleh Ormas, LSM, Parpol, dan wartawan.

Menurut BPK-RI sendiri pengertian audit investigatif ialah pemeriksaan yang bertujuan

untuk mengungkapkan ada tidaknya indikasi kerugian negara atau daerah dan atau unsur

pidana. ICW (2004, 3) membagi tahapan pelaksanaan audit investigatif menjadi 8 tahap

yaitu: petunjuk awal, pengembangan informasi awal, wawancara ahli dan pendalaman

literatur, pencarian informasi dan dokumen, pengorganisasian data dan menganalisis,

pelaporan, pengumuman hasil ke pihak internal, serta pengumuman hasil kepada publik.

5. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan pendekatan interpretif.

Penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud memahami fenomena mengenai apa

yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan

sebagainya, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa

dalam konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan metode alamiah. Paradigma 3

Page 4: Paper

intepretif berakar pada sosiology of regulation dengan sudut pandang subyektif. Perhatian

utamanya ada pada bagaimana memahami dunia sosial sebagaimana adanya, memahami

tabiat fundamental dari dunia sosial berdasarkan pengalaman subjektif. Paradigma ini

berupaya untuk menjelaskan kesadaran seseorang dan subyektivitas, dalam bingkai rujukan

seseorang yang terlibat langsung, bukan sebagai pengamat.

Analisis penelitian ini menggunakan teori strukturasi berarti mengkaji tempat

produksi dan direproduksinya sistem-sistem interaksi tindakan atau praktik sosial. Mengacu

pada teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman individual

maupun keberadaan bentuk totalitas kemasyarakatan, namun merupakan praktik-praktik

sosial yang ditata menurut ruang dan waktu. Dengan demikian upaya rekontruksi audit

investigatif dalam konteks organisasi BPK-RI ini, peneliti tidak hanya memperhatikan

auditor (sebagai aktor) atau organisasi BPK-RI sebagai totalitas kemasyarakatan (struktur),

tetapi juga lebih penting dari itu adalah interaksi yang terjadi diantara keduanya dalam

konteks ruang dan waktu. Adanya praktik audit investigatif sendiri terwujud bukan dari peran

agen saja atau strukturnya saja, melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Auditor yang

bertindak sebagai agen mempunyai nilai-nilai yang tidak sama dengan struktur, dari situ

muncul kebijakan-kebijakan dalam hal ini sangat menpengaruhi struktur, sehingga

menimbulkan strukturasi.

6. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Memahami Praktik Audit Investigatif

BPK-RI di Surabaya sendiri mulai dibentuk tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat

Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.12/SK/I-VII.3/7/2004

Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPK-RI. Peresmian dilakukan oleh Anwar Nasution

selaku kepala BPK-RI Pusat. BPK-RI terdiri atas 13 karyawan sebagai pejabat struktural dan

114 pejabat fungsional, termasuk auditor. Dari penelitian yang dilakukan pada kantor

perwakilan BPK-RI di Surabaya menunjukkan bahwa pelaksanaan audit investigatif

bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi yang terjadi di suatu

organisasi. Dalam melaksanakan audit investigatif, auditor menggunakan Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang di dalamnya mencakup Standar Profesional

Akuntan Publik, serta panduan manajemen pemeriksaan investigatif yang dikeluarkan BPK-

RI dalam melaksanaan tugas tersebut. Yang terpenting bagi auditor adalah memahami

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Studi Kasus Korupsi Kabupaten Badung di Bali

4

Page 5: Paper

Audit Investigatif atas kasus korupsi di kabupaten Badung merupakan salah satu

contoh dari banyak kasus korupsi yang ada di Indonesia. Korupsi di kabupaten Badung Bali

terungkap dari dari hasil laporan pemeriksaan keuangan semester pertama pada tahun 2005,

kasus ini bermula dari adanya tekanan dewan kepada Bupati Badung, pada saat itu dewan

meminta bantuan keuangan kepada Bupati Badung, jika permintaan dewan tidak dipenuhi,

maka Dewan akan mengancam memberhentikan Bupati sebelum masa jabatannya berakhir

dengan mengajukan surat pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri. Karena

kekhawatiran Bupati terhadap ancaman Dewan dan keinginannya untuk mempertahankan

jabatannya, akhirnya Bupati mau mengabulkan permintaan dewan tersebut, dana yang

diberikan kepada dewan diperoleh dari APBD. Dalam kasus tersebut terdapat empat

penyimpangan yaitu: (1) bantuan keuangan kepada DPRD, (2) biaya asuransi, (3) uang purna

bakti DPRD, dan (4) bantuan keuangan kunjungan kerja DPRD.

Atas dasar kasus korupsi di kabupaten Badung maka kepala perwakilan Perwakilan

BPK-RI membentuk tim audit investigatif berdasarkan Surat tugas Nomor

48/ST/XIV.5/09/2005 tanggal 8 September 2005 untuk melakukan audit Investigatif, tim

audit yang terdiri dari empat orang, Pak Kardi sebagai ketua tim, dan Anita, Edi, Sandi

sebagai anggota tim. Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap

perencanaan. Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya informasi awal dari

hasil laporan audit keuangan kabupaten Badung tahun 2004. dari informasi awal tersebut,

akhirnya BPK-RI membentuk tim audit Investigatif, dan tugas pertama tim tersebut menelaah

informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang

terjadi, modus operandi, sebab-sebab penyimpangan, unsur-unsur kerjasama, pihak-pihak

yang terlibat, besarnya kerugian daerah akibat kasus korupsi tersebut. (2) Tahap pelaksanaan.

Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang kompeten, memiliki

integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang

memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Bukti diperoleh dengan cara-cara inspeksi,

observasi, wawancara, konfirmasi, analisa, pemeriksaan bukti tertulis, perbandingan,

rekonsiliasi, penelusuran, perhitungan kembali, penelahaan, review analitis, dan pemaparan.

(3) Tahap Pelaporan. Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur akurat, jelas,

berimbang, relevan, dan tepat waktu. Hasil laporan yang teah disetujui Kepala Perwakilan

akan diserahkan kepada lembaga perwakilan DPR/DPRD dan DPD. Hasil audit Investigatif

ternyata membuktikan adanya tindak pidana korupsi di kabupaten Badung, maka laporan

audit Investigatif akan diserahkan kepada kejaksaan untuk ditindaklanjuti dan diproses secara

5

Page 6: Paper

hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan audit investigatif tersebut ketua tim audit diminta

memberikan keterangan berdasarkan keahliannya di pengadilan.

Kesadaran Individu Dalam Praktik Audit Investigatif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya,

menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam menjalankan peranannnya ketua tim beserta

anggotanya (agen) mengaplikasikan kesadarannya dalam praktik audit investigatif, dan agen

memiliki daya ubah yang kuat dalam mengubah struktur. Giddens memberikan sebuah

jawaban, bahwa pelaku tahu, tapi belum tentu sadar. Terlebih ketika conscious dipahami

sebagai penjelasan secara rinci, sistematis dan gamblang. Giddens membagi tiga dimensi

internal pelaku. Pertama, motivasi tak sadar (unconscious motives) yang menyangkut

keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan tapi bukan tindakan itu

sendiri. Kedua, kesadaran diskursif (discursive consciousnes) yang mengacu pada kapasitas

manusia dalam merefleksikan dan memberi penjelasan eksplisit dan rinci atas tindakan yang

kita lakukan. Ketiga, kesadaran praktis (practical consciousness) menunjuk pada gugus

pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Kemudian Ludigdo (2005)

mengembangkan tingkat kesadaran individu dengan menambahkan kesadaran spiritual.

Kesadaran spiritual merupakan kemampuan seseorang dalam memberikan penghayatan

dalam setiap tindakan atau perilaku, sehingga menjadikan hidup lebih bermakna demi menuju

manusia seutuhnya.

Kesadaran Diskursif

Triyowono mengatakan bahwa: ”Kesadaran diskursif bisa dihasilkan dari interaksi

antara dua individu, di mana salah satu individu bisa memberikan penjelasan kepada

individu lain mengenai tindakannya”. Kesadaran diskursif yang dimiliki Pak Kardi

menjadikan dirinya selalu hati-hati dalam setiap langkah termasuk menolak segala bentuk

upaya kesepakatan dari pihak-pihak yang terlibat kasus korupsi. Pada saat itu Pak Kardi

diajak ke showroom mobil oleh salah satu pihak yang terlibat kasus korupsi, tawaran itu

cukup menggiurkan, yaitu mobil new kijang, seharga Rp 200 juta, namun tawaran tersebut

langsung ditolak. Sesuai dengan pernyataan Pak Kardi bahwa ”tak perlu beginian, terima

kasih atas penawarannya tapi saya tidak bisa menerimanya karena saya sudah dimakmurkan

oleh negara, kalaupun anda tidak bersalah mengapa harus takut”. Penolakan Pak Kardi

tersebut merupakan refleksi dari kepribadiannya, ”Sopo kang nandhur, bakal ngunduh

wohing pakarti” dia menyakini bahwa siapapun yang berbuat baik maka akan mendapatkan

kebaikan, sebaliknya siapa yang berbuat keburukan, maka Tuhan akan memberikan imbalan

6

Page 7: Paper

yang buruk pula, sebab sekali seorang berbuat tidak baik dan tidak adil pada orang lain

sesungguhnya dia berbuat tidak adil dan menanam keburukan pada dirinya sendiri.

Motivasi Tidak Sadar

Motivasi tidak sadar di wujudkan dengan keberanian yang di miliki Pak Kardi,

Anita, Sandi dan Edi. Dia selalu memegang prinsip “becik ketitik ala ketara”, bagi dirinya

tidak akan pernah merasa takut dengan siapapun, entah itu bupati, anggota DPRD, maupun

ketua DPRD atau lainnya. “Umumnya auditor sering merasa tertekan jika berhadapan

dengan pejabat tinggi tetapi saya tidak, bagi saya siapapun orangnya jika salah pasti saya

libas, sebab itu bagian dari perjuangan kami. Saya ingat betul ketika saya meminta

keterangan dengan anggota dewan, ada yang berbelit-belit langsung saya bentak-bentak,

saya maki-maki dia di depan para stafnya, pada akhirnya dia mau mengakui telah menerima

uang purna bakti sebesar seratus juta”. Timbulnya keberanian tersebut karena adanya

dorongan dari dalam hati, dimana dia ingin menciptakan praktik audit investigatif yang jujur

dan transparan.

Kesadaran Praktis

Kesadaran praktis diwujudkan ketaatannya terhadap peraturan yang ada. Menurut

Pak Kardi melaksanakan audit investigatif memang ribet, membutuhkan waktu yang lama

dan proses yang panjang, analisa lebih detail, prosedur yang berbelit-belit. Namun auditor

dilarang untuk memperlambat atau tidak melaporkan hasil audit investigatif kepada pihak

yang berwenang, hal ini akan melanggar pasal 36 Undang-Undang No. 15 tahun 2006 tentang

BPK, yang berbunyi Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil audit

yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (tiga

miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Kesadaran Etis

Kesadaran etis diwujudkan dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki Pak Kardi

dengan anggota timnya. Dimana pada saat itu mereka mendapat ancaman akan dibunuh oleh

pihak-pihak yang terlibat kasus korupsi. Pak Kardi meyakinkan kepada anggota timnya

bahwa bahwa hidup mati seseorang ditentukan oleh Tuhan, maka Pak Kardi hanya memberi

petuah bijak: ”Ancaman dan tekanan merupakan sego jangan bagi profesi kita, kita jangan

pernah takut pada ancaman tersebut, kalaupun seseorang mau membunuh, tidak akan

disampaikan terlebih dahulu, ya kalau ada niat pasti akan dilaksanakan, tapi kalau belum

belum sudah mengancam, maka saya pastikan niatnya tidak akan dilakukan”. Pemahaman 7

Page 8: Paper

akan konsepsi ini tidak mungkin bila hanya akan mengandalkan akal dan kalbu saja. Hal ini

disebabkan manusia memiliki keterbatasan, diantaranya manusia tidak dapat menembus

dimensi ruang dan waktu, seseorang tidak akan pernah tahu dimana dan kapan akan mati, dan

tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok, oleh sebab itu manusia hanya bisa pasrah

dan berserah diri pada Tuhan.

Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Audit Investigatif

Penelitian yang dilakukan di kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya menunjukkan bahwa

adanya penggambaran yang jelas adanya aspek legitimasi, dominasi, dan aspek signifikasi,

yang sesuai dengan pandangan Giddens mengenai tiga gugus besar struktur (signifikasi,

legitimasi, dan dominasi) dalam (Priyono, 2003, 2004). Organisasi BPK-RI merupakan

organisasi yang formal yang memiliki seperangkat aturan mengenai pelaksanaan tugas dan

wewenang. Aturan tersebut didokumentasikan dalam Undang-Undang No.15 tahun 2006

tentang BPK-RI. Tugas BPK-RI memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

Negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerinrtah daerah, sedangkan

wewenangnya menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan

pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan

laporan pemeriksaan keuangan Negara. Dengan demikian aturan tersebut dibuat bukan hanya

memenuhi aspek legalitas, atau lebih tepatnya dalam padangan Giddens disebut sebagai unsur

legitimasi dari struktur sosial, namun aturan tersebut dibuat untuk menjaga kualitas organisasi

sehingga tercipta praktik audit yang efektif, efisien serta terwujudnya pemerintahan yang

bersih dari unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kewenangan atas praktik auditor sepenuhnya berada ditangan ketua tim. Ketua tim

memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan dan hasil audit investigatif, menetapkan

segala keputusan, selain itu juga menetukan program pemeriksaan dan pembagian tugas

anggota timnya. Hal ini menunjukkan aspek dominasi dari ketua tim telah berjalan, namun

yang perlu disadari disini ialah tidak sepenuhnya aspek dominasi berperan, ada keterbatasan-

keterbatasan (constrain) yang membatasi aspek dominasi itu sendiri. Ketua tim dan anggota

setiap tahun dievaluasi oleh ketua perwakilan dengan meminta bantuan Kantor Akuntan

Publik untuk memeriksa auditor, dari hasil laporan audit Kantor Akuntan Publik, kepala

perwakilan bisa mengevaluasi kinerja ketua tim, serta menilai konsistensinya dalam

mempertahankan independensi, obyektivitas, integritas.

Maksudnya agen bukanlah aktor yang pasif dan menjalankan apapun yang ada

dalam struktur, melainkan punya kekuatan untuk merubah struktur dengan kebijakannya,

sebaliknya struktur juga mempunyai beberapa peraturan yang mengatur tindakan agen. Yang 8

Page 9: Paper

menjadi permasalahan dalam praktik audit investigatif sendiri ialah pengaruh dari lingkungan

luar, seperti halnya upaya penyuapan kepada auditor. Praktik suap merupakan gambaran

signifikasi dari organisasi BPK-RI, menyebutkan bahwa bahwa struktur yang ada telah

menganggap “suap” sebagai suatu hal yang biasa. Seperti apa yang dituturkan Pak Kardi, ada

salah satu rekannya yang mau menerima suap, ”sebut saja namanya Faiz”. Suap dari pihak-

pihak yang terlibat kasus korupsi dengan penawaran sejumlah uang berharap agar dalam hasil

laporan audit Investigatif membuktikan tidak ada adanya penyimpangan yang berindikasi

pada korupsi, dengan demikian kasus tersebut tidak akan diproses secara hukum. Alasan Faiz

menerima suap tersebut sangat mendasar, yaitu masalah penghasilan yang minim sedangkan

pekerjaan yang diembannya cukup berat. Menurut pendapatnya ”kenyataannya bahwa

auditor juga dihadapkan pada permasalahan yang komplaks, dimana kebutuhan hidup

semakin banyak, maka dari itu saya mau menerima suap tersebut”, mengetahui hal itu Pak

Kardi tidak tinggal diam, kemudian menyarankan agar Faiz tidak mau menerima, serta

mengingatkan pada dia kalau-kalau dia ketahuan kepala perwakilan bisa-bisa dikenakan

sanksi. Akan tetapi Faiz mengatakan “ah, itu sudah biasa, Kepala perwakilan mengatakan

semua itu tak usah dibuat rumit”. Dan diluar dugaan Pak Kardi kepala perwakilan malah

mengamini tindakan Faiz. Mengetahui hal itu Pak Kardi tidak tinggal diam, dia berusaha

meyakinkan kepada rekannya dan kepala perwakilan bahwa tujuan pelaksanaan audit

Investigatif adalah memberantas praktik korupsi, tapi justru membuka peluang korupsi,

mengapa auditor harus kehilangan martabatnya hanya demi uang. Secara tegas Pak Kardi

katakan “kalau anda mau terima silahkan saja, tapi jangan berikan pada saya”. Setelah

mendapat teguran yang keras dari Pak Kardi akhirnya timbul kesadaran dari kepala

perwakilan, sehingga mau merubah pola struktur yang ada. Sejak saat itu tersebut Kepala

perwakilan lebih berkomitmen menegakkan kode etik yang telah dibuat oleh Kepala BPK-RI

pusat dan menunjuk majelis kehormatan untuk mengawasi pelaksanaan kode etik tersebut.

Pengaruh Lingkungan sosial juga berdampak pada ketidakadilan di organisasi BPK-

RI sendiri, dimana kebenaran ditentukan oleh adanya kekuasaan. Pak Kardi juga

menceritakan kalau pada akhir tahun 2007 ini, ada evaluasi dari majelis kehormatan

mengenai kinerja auditor, setelah ditelusuri ternyata yang melakukan penyimpangan tidak

hanya auditor melainkan sampai pejabat eselon satu, tapi terdapat ketidakadilan disini dimana

auditor dikenakan sanksi, sedangkan pejabat eselon 1 diampuni. Semua itu merupakan

gambaran lingkungan sosial yang terlanjur “salah kaprah”, dimana terdapat ketidakadilan,

yang salah dianggap benar, siapa yang kuat dia yang akan menang.

9

Page 10: Paper

Menghadapi situasi seperti ini, Pak Kardi menunjung tinggi semangat

mempertahankan nilai-nilai lokal yang dimilikinya dalam bentuk kolektivitas, kejujuran, dan

keberanian dalam menegakkan kebenaran. Kearifannya dan profesionalitas Pak Kardi

mendapat banyak dukungan dari anggota timnya dan rekan-rekan seprofesinya sehingga

menjadi contoh teladan bagi para juniornya. Dari situ muncul keyakinan dalam diri Pak Kardi

bahwa ”sopo kang salah mesti bakal seleh” suatu saat nanti siapa saja yang bersalah akan

sadar akan kesalahannya. Praktik korupsi di Indonesia akan berkurang, dengan perubahan

pola pikir setiap individu dengan kebaikan dan kejujuran yang nantinya akan menjadi

kesadaran praktis, dimana setiap individu akan terbiasa untuk menolak segala bentuk korupsi.

7. Simpulan dan Saran

Praktik korupsi bisa dikatakan menjadi rutinitas atau kebiasaan sebagian besar

mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Jika

korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka sebenarnya masyarakat telah dihegemoni

oleh sebuah struktur atau pola yang sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh

lingkungan sosial terhadap organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap

mengadapi dunia sosial yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang

lumrah, terdapat ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa, dia

yang akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas, independensi,

serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi yang diperkenalkan oleh

Giddens maka memberikan angin segar bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,

strukturasi secara jelas memberikan gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan

direfleksikan bentuk kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan

kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,

sehingga tercipta pola strukturasi.

Bentuk kesadaran auditor yang diupayakan dalam bentuk kesadaran praktis, dimana

agar nantinya pemberantasan korupsi oleh auditor bukan sebagi bentuk formalitas melainkan

menjadi sesuatu kebiasaan. Kesadaran diskursif dicontohkan dengan tindakan auditor dalam

menolak segala bentuk suap. Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap merupakan

bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar undang-undang, serta ada

sanksi hukumnya. Motivasi tidak sadar dicontohkan pada keberanian auditor dalam

menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor

mengetahui bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit rasanya untuk diselesaikan,

namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigatif dapat terselesaikan.

Kesadaran etis dicontohkan dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki Pak Kardi dengan 10

Page 11: Paper

anggota timnya dalam menghadapi tantangan dan ancaman selama pelaksanaan audit

investigatif.

Pemberantasan korupsi bisa terwujud jika masing-masing auditor secara

komprehensif melakukan revolusi kesadaran. Kesadaran praktis yang diwujudkan dengan

ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat internal. Kesadaran

yang dimiliki auditor seharusnya mendapat supporting dari eksternal berupa penegakan

hukum. Semuanya akan bisa terlaksana jika masing-masing masyarakat Indonesia, tidak

hanya auditor BPK-RI memiliki kemampuan untuk intropeksi dan mawas diri, yang

diperlukan saat ini adalah merubah pola pikir yang telanjur menganggap korupsi merupakan

suatu hal yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela. Dengan membangun kesadaran

global anti korupsi dan harus ditegakkan secara terus menerus serta diperjuangkan, sehingga

masyarakat Indonesia dengan penuh kesadaran akan merasa malu jika melakukan korupsi,

dan menemukan struktur yang baru menuju bangsa yang lebih bermartabat.

8. Pendapat Pribadi

Menurut saya jurnal ini sudah baik dan memiliki konten yang informatif. Namun

terdapat beberapa hal yang masih kurang menurut saya yaitu penelitian ini hanya dilakukan

dengan melakukan metode wawancara hanya kepada satu orang saja. Selain itu metode lain

seperti observasi secara langsung mengenai struktur organisasi BPK Perwakilan Surabaya

masih belum atau kurang dilakukan.

Dengan hanya melakukan metode wawancara melalui satu orang responden, hasil

penelitian ditakutkan akan menjadi bias. Selain itu penelitian ini juga hanya dilakukan pada

lingkup organisasi BPK perwakilan Surabaya saja, dan juga hanya menganalisis dari satu

kasus saja, sehingga lingkupnya masih sempit.

Selain itu pada jurnal ini, peneliti mengeluh tidak mendapatkan respon yang baik dan

tidak mendapatkan informasi yang transparan dari para responden. Menurut saya yang

dilakukan oleh para auditor BPK itu sudah benar mengingat hasil audit investigasi tidak

boleh dibocorkan kepada pihak yang tidak berhak mengetahuinya, di mana hasil ini biasanya

telah diklarifikasi dan dibacakan ulang kepada si auditee, agar auditee mengerti sejauh mana

investigasi dan eksaminasi dilakukan dan hasil yang didapatkan.

Audit investigasi adalah sebuah pekerjaan profesional dan memiliki resiko yang sangat

tinggi. Oleh karena itu, seorang fraud auditor harus mempunyai pengetahuan yang cukup, dan

selayaknya seorang fraud auditor adalah seorang auditor yang telah diakui kecakapannya dan

kompeten dalam melakukan tugas-tugasnya.

11

Page 12: Paper

Seorang fraud auditor tidak boleh melakukan deal dengan sang auditee menyangkut

hasil audit investigasi ataupun dengan orang lain yang berkepentingan dengan hasil audit.

Apabila hal tersebut dilakukannya, dia dapat dikenai sangsi sesuai aturan yang ada untuk itu.

12

Page 13: Paper

DAFTAR PUSTAKA (JURNAL)

Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South Western, a division Thomson Learning, United States of America

Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi Auditing: Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September, hlm II-IX

Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni, Bandung

Daniel, (1995), IQ, EQ, dan SQ, artikel, (http://www.kecerdasanindividu.htm, diakses tanggal 2 Februari 2008)

Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli “The Consequences of Modernity”, Stanford University Press – UK, 1995

Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan Pengembangan Moral Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi, Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya

Hartanti, Evi, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta

Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo, No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3

Hardjapamekas, E.R, (2001), Skandal Akuntan: Kecelakaan Atau Keserakahan, Majalah Tempo, N0.20/XXXI/15-21 Juli hlm 1-3

IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit Salemba Empat, Jakarta; 20000.1-20000.6

Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi, Volume XX, Nomor 2, Juli, hlm 104-114

Indonesia Corruption Watch, Investigasi Korupsi, artikel, (http://www.icw.go.id diakses pada tanggal 6 Mei 2007)

Junaedi, Fajar, (2005), Teori tentang Interaksi Simbolik, dan Strukturasi, artikel, (http://www.teorikomunikasi.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2007)

Karni, Soejono, (2000), Auditing Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta

Ludigdo, Unti, (2005), Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah Kantor Akuntan Publik, Disertasi, Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya

Mardiko, dan Albert Kurniawan, (2006), Elements of the Sociology or Corporate Life, Artikel, Ringkasan Karya Gibson Burrel and Gareth Morgan; Social Paradigms and Organizational Analysis, Hainemann, London, Chapter 1-3

13

Page 14: Paper

Moleong, Lexy, (2006), Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya, Bandung

Mulyana, Dedy, (2003), Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Penerbit Rosdakarya, Bandung

Murtanto dan Gudono, (1999), Identifikasi Karakteristik Keahlian Audit: Profesi Akuntan

Publik di Indonesia, JRAI. Volume2, No.1, hlm 38-52

Peraturan BPK-RI Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kode Etik BPK RI, (http://bpk_ri.go.id diakses pada tanggal 12 September 2007)

Priyono, B.H, (2002), Anthony Giddens; Suatu Pengantar, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta

Rasuli, M. 2000. Mengungkap Tindak Kecurangan (Korupsi) dengan Bantuan Forensik Akuntan. Media Akuntansi, No. 15 Tahun VII, hlm vi-xii

Ritzer, G dan D.J Goodman, (2003), Teori Sosiologi Modern, Penerbit Prenada Media, Jakarta. Diterjemahkan dari Modern Sociological Theory, Sixth Edition

Salim, M, Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Artikel, (http://www.transparansi.or.id, diakses 21 Desember 2006)

Salman, Chairiansyah, (2005), Audit Investigatif: Metode Efektif dalam Pengungkapan Kecurangan, Economics Business Accounting Review, Edisi I, November, hlm 5-17

Soemardjan, Selo, (1998), Membasmi Tindak Pidana Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Soesilo, (2005), Kejawen: Philosofi dan Perilaku, Yayasan Yasula, Malang

Subana dan Sudrajat, (2001), Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Penerbit CV. Pustaka Setia, Bandung

Sudrajat, Akhmat, (2008), IQ, EQ, dan SQ dari Kecerdasan Tunggal Ke Kecerdasan Majemuk, artikel, (http://www.akhmat_sudrajat.htm, diakses tanggal 2 Februari 2008)

Supelli, Karlina, (2004), Carpe Diem; Modernitas, Artikel, (http://www.cdc-ftui.htm, diakses pada tanggal 18 Agustus 2007)

Suryono, Agus, (2002), Pentingnya Manajemen Birokrasi Profesional untuk Mengatasi Kemunduran Birokrasi dalam Pelayanan Publik, Artikel, (diakses pada tanggal 12 Agustus 2007)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Widayanti Dan Subekti, (2001), Analisis Keahlian Auditor BPK-RI Menuju Pelaksanaan Fraud Auditing, Tema, Volume II, No.2, hlm 97-115

14

Page 15: Paper

Widjayanti, dkk, (2004), Membangun Teori dari Studi Kasus, Artikel, (http://www.bebas.vlsm.org, diakses pada tanggal 3 September 2007)

Widoyoko, (2005), Premi Bagi Pelapor Perbuatan Korupsi, Artikel, (http://www.sinar harapan.co.id, diakses pada tanggal 3 September 2007)

Yin, Robert K, (2006), Studi Kasus; Desain dan Metode, Penerbit PT RajaGrafindo

Persada,Jakarta

15