Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

27
PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN NO. 010/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

description

Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Transcript of Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Page 1: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

PANDUAN

PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

DI WILAYAH PERKOTAAN

NO. 010/T/BNKT/1990

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

Page 2: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

PRAKATA

Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan

pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat

maupun di daerah.

Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi, maupun

Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan

pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang

lebih baik, efisien dan seragam.

Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku "Panduan Penentuan

Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan" ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan

intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota.

Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua

pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari.

Jakarta, Januari 1990.

DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA

DJOKO ASMORO

Page 3: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

DAFTAR ISI

Halaman

1. Pedahuluan ........................................................................................................................ 1 2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 1 3. Ruang Lingkup ................................................................................................... 1 4. Pengertian ....................................................................................................... 1 4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer ……………………………………………… 1

4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder 5 4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan dengan Sistem Jaringan Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ......................................................................................... 6 5. Kriteria yang Dipertimbangkan dalam Menetapkan Klasifikasi Fungsi Jalan

5.1. Jalan Arteri Primer …………………………………………………………. 9

5.2. Jalan Kolektor Primer ……………………………………………………….. 12

5.3. Jalan Lokal Primer …………………………………………………………. 15

5.4. Jalan Arteri Sekunder ................................................................................................................ 15

5.5. Jalan Kolektor Sekunder ……………………………………………………… 16 5.6. Jalan Lokal Sekunder …………………………………………………………. 16

6. Penutup ........................................................................................................................................... 20

Page 4: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

I. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini, jaringan jalan di kota-kota besar di Indonesia telah dittandai dengan kemacetan - kemacetan lalu lintas. Selain akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat, kemacetan tersebut disebabkan oleh terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal pada jalan yang seharusnya berperan sebagai jalan arteri dan sebaliknya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu kiranya dilakukan pemantapan fungsi jaringan

jalan kota. Panduan klasifikasi fungsi jalan ini diharapkan dapat membantu proses penetapan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Acuan utama panduan ini adalah Undang-Undang nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985 tentang Jalan. ruas-ruas jalan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya dapat dipakai sebagai pegangan dan petunjuk seperti untuk koordinasi dengan manajemen sistem transportasi dan tata guna lahan. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk dapat diterapkannya penggunaan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya, sehingga sistem transportasi yang efisien disamping keselamatan lalu lintas dapat ditingkatkan/diwujudkan.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Buku panduan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan dalam perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan. Buku panduan ini diharapkan dapat memperjelas penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan dan perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarah.

3. RUANG LINGKUP

Buku panduan ini hanya membahas jaringan jalan di wilayah perkotaan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder. Pokok bahasan meliputi sistem jaringan jalan dan kriteria untuk fungsi ruas jalan. Dengan menggunakan kriteria dalam penetapan fungsi jalan pada buku panduan ini, klasifikasi fungsi jalan kota saat sekarang dan yang dituju dapat diformulasikan.

4. PENGERTIAN

Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki. 4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer

a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi.

b. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.

c. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer antara lain: industri skala regional, terminal barang/pergudangan,

1

Page 5: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/ grosir.

d. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan

kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

e. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

f. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.

g. Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan melayani

seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi keluar wilayahnya.

h. Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan melayani

sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.

i. Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani

sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.

j. Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan

melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.

k. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup

pengamatan fungsi tertentu.

1. Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer (Fl) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.

m. Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam

sistem jaringan jalan primer diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 1 disajikan dalam bentuk diagram.

2

Page 6: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Tabel 1 : Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer

KOTA

JENJANG

I

JENJANG

II

JENJANG

III

PERSIL

JENJANG I

Arteri

Arteri

-

Lokal

JENJANG II

Arteri

Kolektor

Kolektor

Lokal

JENJANG III

-

Kolektor

Lokal

Lokal

PERSIL

Lokal

Lokal

Lokal

Lokal

3

Page 7: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

4

Page 8: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

a. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

b. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder

kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

c. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

d. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.

Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus.

g. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan.

Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hirarki.

h. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota

sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.

i. Fungsi sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan

kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri. j. Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segenap unsur yang

terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif dan atau fungsional.

k. Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang

bersangkutan. Ketentuan tentang fungsi kawasan, penduduk pendukung dan jenis sarananya dapat dilihat pada Lampiran.

1. Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan

jalan sekunder diberikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 2 disojikan dalam bentuk diagram.

5

Page 9: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Tabel 2 : Hubungan antara kawasan kota dengan peranan ruas Jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder KAWASAN PRIMER

(F1)

SEKUNDER1

(21)

SEKUNDER2

(F22)

SEKUNDER 3

(23)

PERUMAHAN

Primer (F1)

-

arteri

-

-

-

Sekunder I L (F21)

arteri

arteri

arteri

-

lokal

Sekunder II (F22)

-

arteri

kolektor

kolektor

lokal

Sekunder III (F23)

-

-

kolektor

-

lokal

Perumahan

- lokal lokal lokal -

4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan Dengan Sistem Jaringan Jalan MenurutWewenang

Pembinaan

Menurut wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kotamadya dan Jalan Khusus. a. Jalan Nasional

Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi, dan jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri.

b. Jalan Propinsi

Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah: i. Jalan kolektor primer yang menghubungkan lbukota Propinsi dengan Ibukota

Kabupaten/Kotamadya. ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar lbukota Kabupaten/

Kotamadya. iii. Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi. iv. Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.

Penetapan status suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I yang bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat Menteri.

6

Page 10: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

7

Page 11: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

c. Jalan Kabupaten

Yang termasuk kelompok jalan kabupaten adalah: i. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi. ii. Jalan lokal primer iii. Jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional,

jalan propinsi dan jalan kotamadya. Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

d. Jalan Kotamadya

Yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jaringan jalan sekunder di dalam kotamadya. Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai jalan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usul Pemerintah Daerah Kotamadya yang bersangkutan. Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder sebagai jalan Kotamadya dilakukan dengan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

e. Jalan Khusus

Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing. Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansi/badan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

f. Perubahan Status Jalan

Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut: i. Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah/

kawasan yang lebih luas dari wilayah/kawasan semula. ii Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengem

bangan sistem transportasi.

Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal yang berlawanan dengan yang tersebut. di atas. Peralihan status suatu jalan dapat diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pembina jalan dituju. Pembina jalan yang menerima usulan atau saran memberikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan status semula. Penetapan status ruas jalan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang menetapkan status baru dari ruas jalan yang bersangkutan, setelah mendengar pendapat pejabat yang menetapkan status semula.

8

Page 12: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

5 KRITERIA YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM MENETAPKAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan yang perlu dipenuhi/ didekati. Sketsa hipotetis hirarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3. 5.1. Jalan Arteri Primer

a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60

km/jam. d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter (Gambar 4).

9

Page 13: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

10

Page 14: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

11

Page 15: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal (Gambar 5).

f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan

melalui jalan ini. g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. J arak antar jalan

masuk/akes langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang

sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas

rata-rata. j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan

yang lain. k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan. 1. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. m. Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan

kendaraan lambat lainnya. n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.

5.2. Jalan Kolektor Primer

a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.

b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri

primer. c. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40

(empat puluh) km per jam. d. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 6). e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar

jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.

12

Page 16: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

13

Page 17: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

14

Page 18: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

f. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang

sesuai dengan volume lalu lintasnya. h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume

lalu lintas rata-rata. i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan

pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan. k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri

primer. l. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan

kendaraan lambat lainnya.

5.3. Jalan Lokal Primer

a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota. b. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer

lainnya. c. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20

(dua puluh) km per jam. d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter (Gambar 7). f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem

primer .

5.4. Jalan Arteri Sekunder

a. Jalan arteri sekunder menghubungkan : i. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. ii. antar kawasan sekunder kesatu. iii. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. iv. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.

b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.

c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter (Gambar 8). d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas

lambat. e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.

15

Page 19: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.

g. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai

dengan volume lalu lintasnya. h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume

lalu lintas rata-rata. i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak

dizinkan pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu

pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. k. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem

sekunder yang lain. 1. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan

kendaraan lambat lainnya. m. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan

kelas jalan yang lebih rendah.

5.5. Jalan Kolektor Sekunder a. Jalan kolektor sekunder menghubungkan:

i. enter kawasan sekunder kedua. ii. kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

b. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20

(dua puluh) km per jam. c. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 9). d. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah

pemukiman. e. Lokasi parkir pads badan jalan-dibatasi. f. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup. g. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer

dan arteri sekunder.

5.8. Jalan Lokal Sekunder a. Jalan lokal sekunder menghubungkan:

i. enter kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya. ii. kawasan sekunder dengan perumahan.

b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km per jam.

c. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter (Gambar 10).

16

Page 20: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

17

Page 21: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

18

Page 22: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

19

Page 23: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

d. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di dae-rah pemukiman.

e. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan

dengan fungsi jalan yang 'lain. 6. PENUTUP

Buku panduan ini telah memberikan arahan secara teknis dalam mempersiapkan penetapan klasifikasi fungsi jalan. Selanjutnya hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 6.1. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan primer dan

jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah mendengar pendapat Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai.

6.2. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan sekunder

kscuali jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Bupati/Walikota Madya Kepala Daerah

Tingkat II yang bersangkutan dengan memperhatikan petunjuk Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan kawasan kota yang telah dicapai.

6.3. Kiranya dapat disimpulkan bahwa data utama yang perlu disimpulkan dan

beberapa faktor khusus yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan klasifikasi fungsi jalan meliputi:

a Peta jaringan jalan.

b. Peta tata guna lahan, baik untuk keadaan sekarang maupun rencana

pengembangannya di masa mendatang yang disertai dengan informasi lebih lengkap mengenai potensi aktivitas - aktivitas perdagangan, pergudangan, perkantoran, industri, pendidikan serta jasa jasa lain baik yang bersifat regional maupun lokal. (Untuk mengurangi konflik antara sistem transportasi dan tata guna lahan, keseimbangan/kesesuaian antara fungsi jaringan jalan dengan tata guna lahan perlu dipenuhi).

c. Volume kendaraan sesuai dengan jenisnya.

(Meskipun volume lalu lintas bergantung kepada beberapa faktor, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi volume lalu lintas pada suatu ruas jalan makin tinggi pula klasifikasi jalan tersebut. Sebagai contoh bahwa volume lalu lintas bukan satu-satunya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: suatu ruas jalan yang melayani volume lalu lintas yang rendah dan berdasarkan volume ini bisa digolongkan pada jalan lokal seharussnya adalah jalan arteri sekunder jikalau jalan tersebut melayani kendaraan-kendaraan beret dan hanya satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan jalan arteri. Sebaliknya, jalan jalan yang memberikan akses ke daerah parkir suatu pusat pertokoan dan melayani lalu lintas yang tinggi tidak bisa digolongkan sebagai jalan arteri sekunder).

d. Lebar jalan, rambu-rambu lalu lintas serta fasilitas parkir kendaraan. e. Rute kendaraan umum bis dan bemo serta truk.

20

Page 24: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

f. Proporsi lalu lintas menerus pada jalan jalan utama. g. Rencana induk kota. h. Data pendukung lain yang tersedia.

6.4. Didalam menentukan klasifikasi fungsi jalan, pedoman utama yang harus diikuti adalah pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia tentang jalan serta pasal 4 sampai pasal 1.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun 1985 tentang jalan. Isi pedoman utama ini telah dijabarkan pada Bab pengertian.

21

Page 25: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

22

Page 26: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Lampiran STRUKTUR KAWASAN SEKUNDER

Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk Pendukung

Jenis Sarana

KM KB KS KK

F21 - - - 1.000.000 1. Balai Kota 2. Gedung Kesenian 3. Bioskop 4. Mesjid 5. Gedung serbaguna 6. Perpustakaan 7. Parkir 8. Kantor Polisi 9. Kantor Pos 10.Kantor Telepon 11.Kantor PAM 12.Kantor PLN 13.Peribadatan lainnya 14.Pusat Perbelanjaan 15 Akademi/Perti

F22 F21 - - 480.000- 1. Taman/Tempat main/olah F23

F22

F21 -

1.000.000 120.000- 480.000

raga 2. Pusat Perbelanjaan 3. Rumah Sakit 4. Gedung serbaguna 5. Bioskop 6. Gedung kesenian 7. Parkir 8. Kantor Wilayah 9. Kantor Polisi 10.Pos Pemadam Kebakaran11.Kantor Telepon 12.Pelayanan Umum dan Rekreasi 1. Taman/tempat bermain

Olahraga 2. SLA 3. Pusat Perbelanjaan 4 Puskesmas + B pertemuan 5. Gedung Seba Guna 6. Masjid 7. Parkir 8. Kantor Kecamatan 9. Kantor 10.Kantor Pos

23

Page 27: Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot

Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk

Pendukung Jenis Sarana

KM KB KS KK 11. Pos Pemadam Kebakaran

12. Kantor Telepon 13. Pelayanan Umum dan Rekreasi

F-24 F-23 F22 F21 30.000- 1. Taman/tempat main/ 120.000.- olahraga

2. SLP (2 session) 3. BKIA + Session) 3. BKIA + R. Bersalin 4. Pusat Perbelanjaan 5. Puskesmas + B.Pertemuan6. Apotik 7. Gedung serbaguna 8. Masjid 9. Bioskop 10.Parkir 11. Kantor Lingkungan 12. Kantor Polisi 13. Kantor Pos 14. Pos Pemadam Kebakaran

F25 F24 F23 F22 2.500- 1. Taman/tempat main/olah 30.000 raga

2. T.K. 3. S.D. (2 session) 4. Pertokoan 5. Langgar 6. Balai Pertemuan 7. Parkir 8. Pelayanan Umum dan

Rekreasi Keterangan: KM = Kota Metropolitan KB = Kota Besar KS = Kota Sedang KK = Kota Kecil F21 = Kawasan Sekunder I F22 = Kawasan Sekunder II K23 = Kawasan Sekunder III K24 = Kawasan Sekunder IV F25 = Kawasan Sekunder V

24