Panduak TEknis Pelaksanaan Anggaran Dan Akuntansi Pemerintah-Edisi Khusus Akrual

99
PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL 1 SELAYANG PANDANG PELAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL Oleh: Fitra Riadian dan Komang Ayu Kumaradewi Pendahuluan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang yang sama, menyatakan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, namun hingga tahun 2008 amanat tersebut belum dapat dilaksanakan. Oleh sebab itu, Pemerintah dan DPR membuat kesepakatan bahwa implementasi akuntansi berbasis akrual akan dimulai pada tahun 2015. Salah satu tindak lanjut atas kesepakatan tersebut, pada acara Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah yang diselenggarakan pada tanggal 12 September 2013 telah dideklarasikan kebulatan tekat baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah akan mensukseskan implementasi akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015. Adapun deklarasi dimaksud ditandatangani oleh Menteri Keuangan mewakili penyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP),Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mewakili penyusun Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Bupati Kabupaten Bondowoso dan Walikota Bandar Lampung mewakili penyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan disaksikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. Laporan keuangan yang dihasilkan dengan basis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, yaitu dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif, tidak hanya capaian realisasi anggaran, namun juga kinerja pengelolaan keuangan negara. Dasar Hukum Penerapan Pelaporan Keuangan dengan Basis Akrual Perubahan basis akuntansi berakibat pada perlunya perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Selain mengubah basis Sistem Akuntansi Pemerintah dari kas menuju akrual

description

Panduak TEknis Pelaksanaan Anggaran Dan Akuntansi Pemerintah-Edisi Khusus Akrual

Transcript of Panduak TEknis Pelaksanaan Anggaran Dan Akuntansi Pemerintah-Edisi Khusus Akrual

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    1

    SELAYANG PANDANG PELAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL

    Oleh: Fitra Riadian dan Komang Ayu Kumaradewi

    Pendahuluan

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun

    2003 tentang Keuangan Negara dalam

    Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk

    dan isi laporan pertanggungjawaban

    pelaksanaan APBN/APBD disusun dan

    disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi

    Pemerintahan. Sesuai dengan amanat

    Undang-Undang Keuangan Negara

    tersebut, Pemerintah telah menetapkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

    2005 tentang Standar Akuntansi

    Pemerintahan. Standar Akuntansi

    Pemerintahan tersebut menggunakan

    basis kas untuk pengakuan transaksi

    pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan

    basis akrual untuk pengakuan aset,

    kewajiban, dan ekuitas dana.

    Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang

    yang sama, menyatakan bahwa

    pengakuan dan pengukuran pendapatan

    dan belanja berbasis akrual dilaksanakan

    selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun,

    namun hingga tahun 2008 amanat

    tersebut belum dapat dilaksanakan. Oleh

    sebab itu, Pemerintah dan DPR membuat

    kesepakatan bahwa implementasi

    akuntansi berbasis akrual akan dimulai

    pada tahun 2015. Salah satu tindak lanjut

    atas kesepakatan tersebut, pada acara

    Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan

    Pelaporan Keuangan Pemerintah yang

    diselenggarakan pada tanggal 12

    September 2013 telah dideklarasikan

    kebulatan tekat baik dari Pemerintah

    Pusat maupun Pemerintah Daerah akan

    mensukseskan implementasi akuntansi

    berbasis akrual pada tahun 2015. Adapun

    deklarasi dimaksud ditandatangani oleh

    Menteri Keuangan mewakili penyusun

    Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

    (LKPP),Menteri Pekerjaan Umum, Menteri

    Agama dan Menteri Dalam Negeri

    mewakili penyusun Laporan Keuangan

    Kementerian/Lembaga (LKKL), dan

    Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan,

    Bupati Kabupaten Bondowoso dan

    Walikota Bandar Lampung mewakili

    penyusun Laporan Keuangan Pemerintah

    Daerah (LKPD) dengan disaksikan oleh

    Wakil Presiden Republik Indonesia.

    Laporan keuangan yang dihasilkan

    dengan basis Akrual dimaksudkan untuk

    memberi manfaat lebih baik bagi para

    pemangku kepentingan, baik para

    pengguna maupun pemeriksa laporan

    keuangan pemerintah, yaitu dapat

    memberikan informasi yang lebih

    komprehensif, tidak hanya capaian

    realisasi anggaran, namun juga kinerja

    pengelolaan keuangan negara.

    Dasar Hukum Penerapan Pelaporan

    Keuangan dengan Basis Akrual

    Perubahan basis akuntansi berakibat

    pada perlunya perubahan terhadap

    peraturan perundang-undangan yang

    menjadi dasar hukumnya. Selain

    mengubah basis Sistem Akuntansi

    Pemerintah dari kas menuju akrual

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    2

    menjadi akrual, perubahan terhadap

    peraturan perundang-undangan tersebut

    sekaligus sebagai penyesuaian terhadap

    dinamika pengelolaan keuangan negara

    yang terus berkembang. Dengan

    demikian, diharapkan proses

    implementasi akuntansi berbasis akrual

    pada tahun 2015 dapat berjalan dengan

    baik.Adapun peraturan perundang-

    undangan yang menjadi dasar hukum

    penerapan pelaporan keuangan berbasis

    akrual, antara lain:

    a. Peraturan Pemerintah Nomor 71

    Tahun 2010 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintah

    Dalam menyusun Laporan Keuangan

    dengan menggunakan Akuntansi,

    diperlukan adanya Standar Akuntansi.

    Pada tahun 2005, telah dikeluarkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 24

    Tahun 2005 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintah (SAP), namun

    masih menggunakan basis Kas

    Menuju Akrual. Kemudian diterbitkan

    PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintah yang terdiri

    dari dua lampiran, yaitu Lampiran I

    yang berisi SAP Berbasis Akrual dan

    Lampiran II yang berisi SAP Berbasis

    Kas Menuju Akrual. Hal ini karena dari

    tahun 2010 hingga tahun 2014

    pemerintah masih dapat

    menggunakan SAP berbasis Kas

    Menuju Akrual, dan pada tahun 2015

    harus menggunakan SAP Basis Akrual.

    b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    213/PMK.05/2013 tentang Sistem

    Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

    Pemerintah Pusat.

    Selain memerlukan Standar Akuntansi,

    dalam menyusun Laporan Keuangan

    juga diperlukan sistem (cara) dalam

    menyusun Laporan Keuangan. Untuk

    itu, diterbitkan PMK

    No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem

    Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

    Pemerintah Pusat berbasis akrual yang

    mengatur sistem dalam menyusun

    Laporan Keuangan Bendahara Umum

    Negara (LK-BUN), Sistem Akuntansi

    dan Pelaporan Keuangan Instansi

    (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah

    Pusat (LKPP) dan Laporan Barang Milik

    Negara (L-BMN), termasuk tata cara

    rekonsiliasi, reviu atas Laporan

    Keuangan, dan Pernyataan Tanggung

    Jawab. Peraturan ini menggantikan

    PMK No.171/PMK.05/2007 yang

    mengatur system dalam menyusun

    Laporan Keuangan dengan basis Kas

    Menuju Akrual.

    c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    214 Tahun 2013 tentang Bagan Akun

    Standar

    Peraturan ini berisi tentang segmen-

    segmen Bagan Akun Standar yang

    menjadi pedoman dalam penyusunan

    RKA-KL/RDP-BUN, penyusunan DIPA,

    pelaksanaan anggaran, pelaporan

    keuangan Pemerintah Pusat, dan

    proses validasi transaksi keuangan

    Pemerintah Pusat.

    d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    215 Tahun 2013 tentang Jurnal

    Akuntansi Pemerintah pada

    Pemerintah Pusat

    PMK ini berisi tentang jurnal standar

    dan jurnal detail yang digunakan

    dalam pencatatan setiap transaksi

    dalam rangka pelaksanaan dan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    3

    pelaporan keuangan pemerintah

    dengan basis akrual.

    e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    219Tahun 2013 tentang Kebijakan

    Akuntansi Pemerintah Pusat

    Peraturan ini berisi tentang kebijakan

    akuntansi yang dipilih dan dijadikan

    pedoman dalam pelaksanaan sistem

    dan prosedur akuntansi pemerintah

    pusat yang berbasisakrual.

    f. Keputusan Direktur Jenderal

    Perbendaharaan Nomor KEP-

    224/PB/2013 tentang Kodefikasi

    Segmen Akun pada Bagan Akun

    Standar

    Keputusan ini berisi daftar kode akun

    (beserta uraian penjelasannya) yang

    digunakan dalam implementasi basis

    akrual. Pada Kepdirjen ini terdapat

    akun-akun pendapatan dan belanja

    yang digunakan dalam menyusun

    Laporan Realisasi Anggaran dan akun-

    akun pendapatan dan beban yang

    digunakan pada Laporan Operasional.

    Selain peraturan perundang-undangan

    yang telah disebutkan di atas, terdapat

    beberapa dasar hukum penerapan

    akuntansi berbasis akrual yang akan

    diterbitkan, antara lain:

    a. Pernyataan Standar Akuntansi

    Pemerintahan mengenai Pelaporan

    Badan Layanan Umum;

    b. Pernyataan Standar Akuntansi

    Pemerintahan mengenai Pendapatan

    pada Laporan Operasional;

    c. Peraturan Menteri Keuangan

    tentangSistem Akuntansi Hibah,

    termasuk hibah langsung.

    Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan

    Mengapa kita harus menyusun laporan

    keuangan? Karena setiap entitas

    pelaporan mempunyai kewajiban untuk

    melaporkan upaya-upaya yang telah

    dilakukan serta hasil yang dicapai dalam

    pelaksanaan kegiatan secara sistematis

    dan terstruktur dalam bentuk laporan

    keuangan pada suatu periode pelaporan,

    untuk kepentingan:

    1. Akuntabilitas

    Mempertanggungjawabkan

    pengelolaan sumber daya serta

    pelaksanaan kebijakan yang

    dipercayakan kepada entitas

    pelaporan dalam mencapai tujuan

    yang telah ditetapkan secara periodik.

    2. Manajemen

    Membantu para pengguna untuk

    mengevaluasi pelaksanaan kegiatan

    suatu entitas pelaporan dalam

    periode pelaporan sehingga

    memudahkan fungsi perencanaan,

    pengelolaan dan pengendalian atas

    seluruh aset, kewajiban dan ekuitas

    pemerintah untuk kepentingan

    masyarakat.

    3. Transparansi

    Memberikan informasi keuangan

    yang terbuka dan jujur kepada

    masyarakat berdasarkan

    pertimbangan bahwa masyarakat

    memiliki hak untuk mengetahui

    secara terbuka dan menyeluruh atas

    pertanggungjawaban pemerintah

    dalam pengelolaan sumber daya yang

    dipercayakan kepadanya dan

    ketaatannya pada peraturan

    perundang-undangan.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    4

    4. Keseimbangan antargenerasi

    (intergenerational equity)

    Membantu para pengguna dalam

    mengetahui kecukupan penerimaan

    pemerintah periode pelaporan untuk

    membiayai seluruh pengeluaran yang

    dialokasikan dan apakah generasi

    yang akan datang diasumsikan akan

    ikut menanggung beban pengeluaran

    tersebut.

    5. Evaluasi Kinerja

    Mengevaluasi kinerja entitas

    pelaporan, terutama dalam

    penggunaan sumber daya ekonomi

    yang dikelola pemerintah untuk

    mencapai kinerja yang direncanakan.

    Selain bermanfaat dalam menilai

    akuntabilitas, laporan keuangan juga

    harus dapat membantu para penggunanya

    dalam membuat keputusan, baik

    keputusan ekonomi, sosial maupun

    politik. Untuk mencapai kedua tujuan

    tersebut (akuntabilitas dan pengambilan

    keputusan), maka penggunaan basis

    akrual akan lebih membantu apabila

    dibandingkan dengan menggunakan basis

    kas menuju akrual karena antara lain:

    1. Basis akrual dapat memberikan

    gambaran yang utuh atas posisi

    keuangan pemerintah;

    2. Basis akrual dapat menyajikan

    informasi yang sebenarnya mengenai

    hak dan kewajiban pemerintah;

    3. Basis akrual bermanfaat dalam

    mengevaluasi kinerja pemerintah

    terkait biaya jasa layanan, efisiensi

    dan pencapaian tujuan.

    Definisi Basis Akrual

    Apakah yang dimaksud dengan Basis

    Akrual? Kerangka Konseptual Pernyataan

    Standar Akuntansi Pemerintah Lampiran I

    (KK-PSAP Lamp.I) Paragraf 43 dan 45

    menyatakan basis akrual adalah suatu

    basis yang menyatakan bahwa:

    Pendapatan diakui pada saat hak

    untuk memperoleh pendapatan telah

    terpenuhi walaupun kas belum

    diterima di Rekening Kas Umum

    Negara/Daerah atau oleh entitas

    pelaporan.

    Contoh:

    Satker ABC memiliki Gedung yang

    disewa oleh Pihak Ke-III pada tanggal

    28 Desember 2015 dengan harga

    sewa Rp10.000.000,-. Pembayaran

    diterima oleh Satker ABC dari Pihak

    Ke-III pada tanggal 3 Januari 2016.

    Atas transaksi diatas, pada tanggal 28

    Desember 2015 telah terpenuhi hak

    untuk memperoleh pendapatan

    karena telah diselesaikannya transaksi

    sewa-menyewa, walaupun

    kas/pembayarannya belum diterima.

    Sehingga Satker ABC:

    o Pada tanggal 28 Desember 2015

    (atau pada laporan keuangan

    tahun 2015) harus mencatat

    adanya pendapatan sewa sebesar

    Rp 10.000.000,-.

    o Pada saat menerima

    kas/pembayaran pada tanggal 3

    Januari 2016, tidak mencatat

    adanya pendapatan sewa.

    Beban diakui pada saat kewajiban

    yang mengakibatkan penurunan nilai

    kekayaan bersih telah terpenuhi

    walaupun kas belum dikeluarkan dari

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    5

    Rekening Kas Umum Negara/Daerah

    atau entitas pelaporan.

    Contoh:

    Satker ABC menyewa Gedung Pihak

    Ke-III pada tanggal 28 Desember 2015

    dengan harga sewa Rp 20.000.000,-.

    Satker ABC membayar sewa gedung

    tersebut pada tanggal 25 Januari

    2016. Atas transaksi diatas, pada

    tanggal 28 Desember 2015 telah

    terpenuhi kewajiban yang

    mengakibatkan penurunan nilai

    kekayaan bersih karena telah

    diselesaikannya transaksi sewa-

    menyewa, walaupun

    kas/pembayarannya belum dilakukan.

    Sehingga Satker ABC:

    o Pada tanggal 28 Desember 2015

    (atau pada laporan keuangan

    tahun 2015) harus mencatat

    adanya beban sewa sebesar Rp

    20.000.000,- .

    o Pada saat pembayaran pada

    tanggal 25 Januari 2016, tidak

    mencatat adanya beban sewa.

    Transaksi Pendapatan dan Beban

    diatas dilaporkan dalam suatu laporan

    yang dinamakan Laporan Operasional

    (LO), sehingga disebut sebagai

    Pendapatan-LO dan Beban-LO.

    Untuk Neraca, aset, kewajiban dan

    ekuitas diakui dan dicatat pada saat

    terjadinya transaksi, atau pada saat

    kejadian atau kondisi lingkungan

    berpengaruh pada keuangan

    pemerintah, tanpa memperhatikan

    saat kas atau setara kas diterima atau

    dibayar.

    Hal ini berbeda bila dibandingkan

    dengan basis yang kita gunakan sampai

    dengan penyusunan Laporan Keuangan

    tahun 2014, yaitu menggunakan basis kas

    menuju akrual, yaitu suatu basis yang

    menyatakan bahwa: (KK-PSAP Lamp II

    Par.40 & 41)

    Pendapatan diakui pada saat kas

    diterima di Rekening Kas Umum

    Negara/Daerah atau oleh entitas

    pelaporan.

    Contoh:

    Satker ABC memiliki Gedung yang

    disewa oleh Pihak Ke-III pada tanggal

    28 Desember 2015 dengan harga

    sewa Rp 10.000.000,-. Pembayaran

    diterima oleh Satker ABC dari Pihak K-

    III pada tanggal 3 Januari 2016. Atas

    transaksi diatas, pendapatan sewa

    diakui pada saat kas diterima, yaitu

    pada tanggal 3 Januari 2016. Sehingga

    Satker ABC:

    o Pada tanggal 28 Desember 2015

    (atau pada laporan keuangan

    tahun 2015) tidak mencatat

    adanya pendapatan sewa.

    o Pada saat menerima pembayaran

    pada tanggal 3 Januari 2016,

    mencatat adanya pendapatan

    sewa sebesar Rp 10.000.000,-.

    Belanja diakui pada saat kas

    dikeluarkan dari Rekening Kas Umum

    Negara/Daerah atau entitas

    pelaporan.

    Contoh:

    Satker ABC menyewa Gedung Pihak

    Ke-III pada tanggal 28 Desember 2015

    dengan harga sewa Rp 20.000.000,-.

    Satker ABC membayar sewa gedung

    tersebut pada tanggal 25 Januari

    2016. Atas transaksi diatas, belanja

    sewa diakui pada saat

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    6

    kas/pembayarannya dilakukan, yaitu

    pada tanggal 25 Januari 2016.

    Sehingga Satker ABC:

    o Pada tanggal 28 Desember 2015

    (atau pada laporan keuangan

    tahun 2015) tidak mencatat

    adanya beban sewa.

    o Pada saat melakukan

    pembayaran pada tanggal 25

    Januari 2016, mencatat adanya

    beban sewa sebesar Rp

    20.000.000,-.

    Pada saat berlakunya basis akrual,

    pencatatan transaksi pendapatan dan

    belanja dengan basis diatas masih

    dilaksanakan dan dilaporkan dalam

    suatu laporan yang dinamakan

    Laporan Realisasi Anggaran (LRA),

    sehingga disebut sebagai

    Pendapatan-LRA dan Belanja-LRA.

    Untuk Neraca, pengakuannya adalah

    sama seperti pada basis akrual.

    Komponen Laporan Keuangan

    Bila dibandingkan dengan akuntansi

    berbasis kas menuju akrual, terdapat 2

    Laporan Keuangan baru pada laporan

    keuanganberbasis akrual, yaitu Laporan

    Operasional dan Laporan Perubahan

    Ekuitas. Dengan demikian komponen

    laporan keuangan pokok yang disusun

    oleh KLada 5, yaitu:

    a. Laporan Realisasi Anggaran

    b. Laporan Operasional

    c. Laporan Perubahan Ekuitas

    d. Neraca

    e. Catatan atas Lapran Keuangan

    Selain laporan keuangan pokok

    seperti disebut di atas, entitas pelaporan

    wajib menyajikan laporan lain dan/atau

    elemen informasi akuntansi yang

    diwajibkan oleh ketentuan peraturan

    perundang-undangan.

    Secara garis besar, masing-masing

    komponenlaporan keuangan pokok

    dijelaskan sebagai berikut:

    a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

    Tujuan pelaporan realisasi anggaran

    adalah memberikan informasi

    realisasi dan anggaran entitas

    pelaporan. Perbandingan antara

    anggaran dan realisasinya

    menunjukkan tingkat ketercapaian

    target-target yang telah disepakati

    antara legislatif dan eksekutif sesuai

    dengan peraturan perundang-

    undangan. Dengan kata lain, LRA

    mengungkapkan kegiatan keuangan

    pemerintah pusat/daerah yang

    menunjukkan ketaatan terhadap

    APBN/APBD.

    Adapun informasi yang tersaji dalam

    LRA adalah realisasi pendapatan-LRA

    dan belanja dari suatu entitas

    pelaporan yang masing-masing

    diperbandingkan dengan

    anggarannya. Informasi tersebut

    berguna bagi para pengguna laporan

    dalam mengevaluasi keputusan

    mengenai alokasi sumber-sumber

    daya ekonomi, akuntabilitas dan

    ketaatan entitas pelaporan terhadap

    anggaran, karena menyediakan

    informasi sebagai berikut:

    1. Informasi mengenai sumber,

    alokasi dan penggunaan sumber

    daya ekonomi; dan

    2. Informasi mengenai realisasi

    anggaran secara menyeluruh yang

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    7

    berguna dalam mengevaluasi

    kinerja pemerintah dalam hal

    efisiensi dan efektivitas

    penggunaan anggaran.

    LRA juga dapat menyediakan informasi

    kepada para pengguna laporan tentang

    indikasi perolehan dan penggunaan

    sumber daya ekonomi apakah:

    1. telah dilaksanakan secara efisien,

    efektif dan hemat;

    2. telah dilaksanakan sesuai dengan

    anggarannya (APBN/APBD); dan

    3. telah dilaksanakan sesuai

    peraturan perundang-undangan.

    Lebih lanjut, LRA akan dijelaskan

    dalam Catatan atas Laporan

    Keuangan (CaLK) dan memuat hal-hal

    yang memengaruhi pelaksanaan

    anggaran seperti kebijakan fiskal dan

    moneter, sebab-sebab terjadinya

    perbedaan yang material antara

    anggaran dan realisasinya, serta

    daftar-daftar yang merinci lebih lanjut

    angka-angka yang dianggap perlu

    untuk dijelaskan.

    Contoh format LRA:

    1 PENDAPATAN

    2 PENDAPATAN PERPAJAKAN

    3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx

    4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx

    5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx

    6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx

    7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx

    8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx

    9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx

    10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx

    11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)(3 s/d 10) xxx xxx xx xxx

    12

    13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK

    14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx

    15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx

    16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx

    17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)(14 s/d 16) xxx xxx xx xxx

    18

    19 PENDAPATAN HIBAH

    20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx

    21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)(20 s/d 20) xxx xxx xx xxx

    22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)(11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx

    23

    24 BELANJA

    25 BELANJA OPERASI

    26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx

    27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx

    28 Bunga xxx xxx xx xxx

    29 Subsidi xxx xxx xx xxx

    30 Hibah xxx xxx xx xxx

    31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx

    32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx

    33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32)(26 s/d 32) xxx xxx xx xxx

    34

    35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx

    36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx

    37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx

    38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx

    39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx

    40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx

    41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx

    42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx

    43 JUMLAH BELANJA (33 + 42)(33 + 42) xxx xxx xx xxx

    44

    45 TRANSFER

    46 DANA PERIMBANGAN

    47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx

    48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx

    49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx

    50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx

    51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50)(47 s/d 50) xxx xxx xx xxx

    52

    53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada)

    54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx

    55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx

    56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55)(54 s/d 55) xxx xxx xx xxx

    57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56)(51 + 56) xxx xxx xx xxx

    58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57)(43 + 57) xxx xxx xx xxx

    59

    60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)(22 - 58) xxx xxx xx xxx

    PEMERINTAH PUSAT

    LAPORAN REALISASI ANGGARAN

    UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

    (Dalam Rupiah)

    NO. URAIAN

    Anggaran

    20X1

    Realisasi

    20X1(%)

    Realisasi

    20X0

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    8

    Apabila dibandingkan dengan LRA pada

    saat memberlakukan basis kas menuju

    akrual, perbedaannya adalah dalam LRA

    pada saat memberlakukan basis akrual

    tidak ada lagi pencatatan atas pendapatan

    non kas dan belanja non kas. LRA hanya

    mencatat transaksi kas, transaksi non kas

    dicatat dalam Laporan Operasional.

    Contoh transaksi non kas adalah

    pendapatan hibah dalam bentuk barang

    yang tidak akan dicatat sebagai

    pendapatan pada LRA namun dicatat

    sebagai pendapatan hibah pada LO.

    b. Laporan Operasional (LO)

    Tujuan pelaporan operasi adalah

    memberikan informasi tentang

    kegiatan operasional keuangan yang

    tercerminkan dalam pendapatan-LO,

    beban, dan surplus/defisit

    operasional dari suatu entitas

    pelaporan. Di samping melaporkan

    kegiatan operasional, LO juga

    melaporkan transaksi keuangan dari

    kegiatan non-operasional dan pos

    luar biasa yang merupakan transaksi

    di luar tugas dan fungsi utama entitas.

    61 PEMBIAYAAN

    62 PENERIMAAN

    63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

    64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx

    65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx

    66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx

    67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx

    68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx

    69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx

    70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx

    71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)(64 s/d 70) xxx xxx xx xxx

    72

    73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI

    74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx

    75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx

    76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75)(74 s/d 75) xxx xxx xx xxx

    77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)(71 + 76) xxx xxx xx xxx

    78

    79 PENGELUARAN

    80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

    81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx

    82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx

    83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx

    84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx

    85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx

    86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx

    87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86)(81 s/d 86) xxx xxx xx xxx

    88

    89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx

    90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx

    91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx

    92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)(90 s/d 91) xxx xxx xx xxx

    93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)(87 + 92) xxx xxx xx xxx

    94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)(77 - 93) xxx xxx xx xxx

    95

    96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94) (62 + 94) xxxx xxxx xx xxxx

    (Dalam Rupiah)

    NO. URAIAN

    Anggaran

    20X1

    Realisasi

    20X1(%)

    Realisasi

    20X0

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    9

    LO menyajikan ikhtisar sumber daya

    ekonomi yang menambah ekuitas dan

    penggunaannya yang dikelola oleh

    pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan

    penyelenggaraan pemerintahan dalam

    satu periode pelaporan. Pengguna laporan

    membutuhkan Laporan Operasional

    dalam mengevaluasi pendapatan-LO dan

    beban untuk menjalankan suatu unit atau

    seluruh entitas pemerintahan, sehingga

    LO menyediakan informasi:

    1. mengenai besarnya beban yang

    harus ditanggung oleh pemerintah

    untuk menjalankan pelayanan;

    2. mengenai operasi keuangan

    secara menyeluruh yang berguna

    dalam mengevaluasi kinerja

    pemerintah dalam hal efisiensi,

    efektivitas, dan kehematan

    perolehan dan penggunaan

    sumber daya ekonomi;

    3. yang berguna dalam memprediksi

    pendapatan-LO yang akan

    diterima untuk mendanai kegiatan

    pemerintah pusat dan daerah

    dalam periode mendatang dengan

    cara menyajikan laporan secara

    komparatif; dan

    4. mengenai penurunan ekuitas (bila

    defisit operasional), dan

    pengingkatan ekuitas (bila surplus

    operasional).

    LO disusun untuk melengkapi

    pelaporan dari siklus akuntansi

    berbasis akrual (full accrual

    accounting cycle) sehingga

    penyusunan LO, Laporan Perubahan

    Ekuitas, dan Neraca mempunyai

    keterkaitan yang dapat

    dipertanggungjawabkan.

    Contoh format LO:

    No 20x1 20x

    0

    Kenaik

    an/

    (%)

    1 PENDAPATAN

    2 PENDAPATAN PERPAJAKAN

    3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx

    4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xxx xxx

    5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx

    6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx

    7 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx

    8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx

    9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx

    10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx

    11 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx

    12

    13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK

    14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx

    15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx

    16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx

    17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx

    18

    19 PENDAPATAN HIBAH

    20 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx

    21 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx

    22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xxx xxx

    KEGIATAN OPERASIONAL

    PEMERINTAH PUSAT

    LAPORAN OPERASIONAL

    UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

    (Dalam rupiah)

    URAIAN

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    10

    23

    24 BEBAN

    25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx

    26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx

    27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx

    28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx

    29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx

    30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx

    31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx

    32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx

    33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx

    34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx

    35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx

    36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx

    37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx

    38

    39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37) xxx xxx xxx xxx

    40

    41 KEGIATAN NON OPERASIONAL

    42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx

    43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx

    44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx

    45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx

    46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx

    47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46) xxx xxx xxx xxx

    48 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx

    49

    50 POS LUAR BIASA

    51 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx

    52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx

    53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx

    54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx

    c. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

    LPE merupakan komponen laporan

    keuangan yang menyajikan sekurang-

    kurangnya pos-pos ekuitas awal,

    surplus/defisit-LO pada periode

    bersangkutan, koreksi-koreksi yang

    langsung menambah/mengurangi

    ekuitas, dan ekuitas akhir. Koreksi-

    koresksi yang langsung

    menambah/mengurangi ekuitas,

    antara lain berasal dari dampak

    kumulatif yang disebabkan oleh

    perubahan kebijakan akuntansi dan

    koreksi kesalahan mendasar,

    misalnya:

    1. Koreksi kesalahan mendasar dari

    persediaan yang terjadi pada

    periode-periode sebelumnya;

    2. Perubahan nilai aset tetap karena

    revaluasi aset tetap.

    Untuk pemerintah pusat, dalam LPE

    ditambahkan pos transaksi antar

    entitas, yaitu akun Diterima dari

    Entitas Lain dan Ditagihkan ke Entitas

    Lain. Akun Diterima dari Entitas Lain

    berfungsi sebagai akun lawan

    transaksi penyetoran PNBP ke Kas

    Negara atau penerimaan aset dari

    entitas lain, sedangkan akun

    Ditagihkan ke Entitas Lain berfungsi

    sebagai akun lawan transaksi belanja

    (terbitnya SP2D) atau transfer aset ke

    entitas lain.

    Contoh format LPE:

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    11

    d. Neraca

    Neraca menggambarkan posisi

    keuangan suatu entitas pelaporan

    mengenai aset, kewajiban, dan

    ekuitas pada tanggal tertentu. Unsur

    yang dicakup oleh neraca tersebut

    dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Aset adalah sumber daya ekonomi

    yang dikuasai dan/atau dimiliki

    oleh pemerintah sebagai akibat

    dari peristiwa masa lalu dan dari

    mana manfaat ekonomi dan/atau

    sosial di masa depan diharapkan

    dapat diperoleh, baik oleh

    pemerintah maupun masyarakat,

    serta dapat diukur dalam satuan

    uang, termasuk sumber daya

    nonkeuangan yang diperlukan

    untuk penyediaan jasa bagi

    masyarakat umum dan sumber-

    sumber daya yang dipelihara

    karena alasan sejarah dan budaya.

    Aset dapat diklasifikasikan ke

    dalam aset lancar dan aset

    nonlancar. Suatu aset

    diklasifikasikan sebagai aset lancar

    jika diharapkan segera dapat

    direalisasikan atau dimiliki untuk

    dipakai atau dijual dalam waktu 12

    bulan sejak tanggal pelaporan.

    Aset yang tidak dapat dimasukkan

    dalam kriteria tersebut

    diklasifikasikan sebagai aset

    nonlancar.

    Aset lancar meliputi kas dan setara

    kas, investasi jangka pendek,

    piutang, dan persediaan.

    Sedangkan aset nonlancar meliputi

    investasi jangka panjang, aset

    tetap, dana cadangan, dan aset

    lainnya.

    2. Kewajiban adalah utang yang

    timbul dari peristiwa masa lalu

    yang penyelesaiannya

    mengakibatkan aliran keluar

    sumber daya ekonomi pemerintah.

    Dengan kata lain, pemerintah

    mempunyai kewajiban masa kini

    yang dalam penyelesaiannya

    mengakibatkan pengorbanan

    sumber daya ekonomi di masa

    yang akan datang.

    Kewajiban dikelompokkan ke

    dalam kewajiban jangka pendek

    dan kewajiban jangka panjang.

    Kewajiban jangka pendek

    merupakan kelompok kewajiban

    yang diselesaikan dalam waktu

    kurang dari dua belas setelah

    tanggal pelaporan. Sedangkan

    kewajiban jangka panjang adalah

    kelompok kewajiban yang

    penyelesaiannya dilakukan setelah

    12 (dua belas) bulan sejak tanggal

    pelaporan.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    12

    3. Ekuitas adalah kekayaan bersih

    pemerintah yang merupakan

    selisih antara aset dan kewajiban

    pemerintah pada tanggal laporan.

    Saldo ekuitas di Neraca berasal

    dari saldo akhir ekuitas pada

    Laporan Perubahan Ekuitas.

    Contoh format Neraca:

    No. 20X1 20X0

    1 ASET

    2

    3 ASET LANCAR

    4 Kas di Bank Indonesia xxx xxx

    5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx

    6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx

    7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx

    8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx

    9 Piutang Pajak xxx xxx

    10 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx

    11 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx)

    12 Beban Dibayar Dimuka xxx xxx

    13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx

    14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx

    15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx

    16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx

    17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx

    18 Piutang Lainnya xxx xxx

    19 Persediaan xxx xxx

    20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx

    21

    22 INVESTASI JANGKA PANJANG

    23 Investasi Nonpermanen

    24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx

    25 Dana Bergulir xxx xxx

    26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx

    27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx

    28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx

    29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx

    30 Investasi Permanen

    31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx

    32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx

    33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx

    34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx

    35

    36 ASET TETAP

    37 Tanah xxx xxx

    38 Peralatan dan Mesin xxx xxx

    39 Gedung dan Bangunan xxx xxx

    40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx

    41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx

    42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx

    43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx)

    44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx

    PEMERINTAH PUSAT

    NERACA

    PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

    (Dalam Rupiah)

    Uraian

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    13

    46 ASET LAINNYA

    47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx

    48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx

    49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx

    50 Aset Tak Berwujud xxx xxx

    51 Aset Lain-Lain xxx xxx

    52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx

    53

    54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx

    55

    56 KEWAJIBAN

    57

    58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

    59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx

    60 Utang Bunga xxx xxx

    61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx

    62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx

    63 Utang Belanja xxx xxx

    64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx

    65 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (59 s/d 64) xxx xxx

    66

    67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

    68 Utang Luar Negeri xxx xxx

    69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx

    70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx

    71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx

    72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx

    73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx

    74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx

    75

    76 EKUITAS

    77 EKUITAS xxx xxx

    78

    JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx

    79

    Apabila dibandingkan dengan Neraca

    pada saat memberlakukan basis kas

    menuju akrual, perbedaannya adalah

    dalam Neraca pada saat

    memberlakukan basis akrual hanya

    terdapat satu pos Ekuitas, tidak ada

    lagi pos Diinvestasikan dalam Aset

    Lancar, Diinvestasikan dalam Aset

    Tetap, Cadangan Piutang dsb.

    e. Catatan atas Laporan Keuangan

    (CaLK)

    Laporan keuangan mungkin

    mengandung informasi yang dapat

    mempunyai potensi kesalahpahaman

    di antara pembacanya.

    Kesalahpahaman tersebut dapat

    disebabkan oleh persepsi pembaca

    laporan keuangan. Pembaca yang

    terbiasa dengan orientasi anggaran,

    mempunyai potensi kesalahpahaman

    dalam memahami konsep akuntansi

    akrual. Pembaca yang terbiasa

    dengan laporan keuangan komersial,

    cenderung melihat laporan keuangan

    pemerintah seperti laporan keuangan

    perusahaan. Oleh karena itu, untuk

    menghindari kesalahpahaman

    tersebut, atas sajian laporan

    keuangan, harus dibuat CaLK yang

    berisi informasi untuk memudahkan

    pengguna dalam memahami laporan

    keuangan. Selain itu, tujuan penyajian

    CaLK adalah untuk meningkatkan

    transparansi laporan.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    14

    CaLK meliputi penjelasan atau rincian

    dari angka yang tertera dalam LRA,

    LO, LPE, dan Neraca. CaLK juga

    mencakup informasi tentang

    kebijakan akuntansi yang

    dipergunakan oleh entitas pelaporan

    dan informasi lain yang diharuskan

    dan dianjurkan untuk diungkapkan

    serta ungkapan-ungkapan yang

    diperlukan dalam menghasilkan

    penyajian laporan keuangan secara

    wajar. CaLK

    mengungkapkan/menyajikan/menyed

    iakan hal-hal sebagai berikut:

    1. Mengungkapkan informasi umum

    tentang entitas pelaporan dan

    entitas akuntansi;

    2. Menyajikan informasi tentang

    kebijakan fiskal/keuangan dan

    ekonomi makro;

    3. Menyajikan ikhtisar pencapaian

    target keuangan selama tahun

    pelaporan berikut kendala dan

    hambatan yang dihadapi dalam

    pencapaian target;

    4. Menyajikan informasi tentang

    dasar penyusunan laporan

    keuangan dan kebijakan-

    kebijakan akuntansi yang dipilih

    untuk diterapkan atas transaksi-

    transaksi dan kejadian-kejadian

    penting lainnya;

    5. Menyajikan rincian dan

    penjelasan masing-masing pos

    yang disajikan pada lembar muka

    laporan keuangan;

    6. Mengungkapkan informasi yang

    diharuskan oleh Pernyataan

    Standar Akuntansi Pemerintahan

    yang belum disajikan dalam

    lembar muka laporan keuangan;

    dan

    7. Menyediakan informasi lainnya

    yang diperlukan untuk penyajian

    yang wajar, yang tidak disajikan

    dalam lembar muka laporan

    keuangan.

    Siklus Akuntansi Akrual

    Sebagaimana diuraikan diatas,

    terdapat lima laporan yang disusun. Dari

    kelima laporan tersebut terdapat

    keterkaitan (siklus) diantara laporan-

    laporan tersebut. Siklus tersebut terjadi

    diantara LO, LPE dan Neraca sebagai

    berikut:

    Transaksi Operasional (Pendapatan-

    LO dan Beban-LO), Transaksi Non

    Operasional (Keuntungan/Kerugian

    Penjualan Aset Tetap) dan Transaksi

    Luar Biasa dicatat pada Laporan

    Operasional. Penjumlahan dari

    transaksi-transaksi diatas menjadi

    nilai akhir Laporan Operasional

    dengan nama Surplus/Defisit LO.

    Nilai Surplus/Defisit LO akan

    menjadi salah satu nilai pada Laporan

    Perubahan Ekuitas (LPE). Pada LPE,

    Surplus/Defisit LO akan dijumlahkan

    dengan transaksi lain pada LPE yaitu

    Ekuitas Awal, Koreksi dan Transaksi

    Antarentitas yang akan menjadi nilai

    akhir LPE dengan nama Ekuitas

    Akhir.

    Nilai Ekuitas Akhir dari LPE akan

    menjadi Nilai Ekuitas pada Neraca.

    Pada Neraca Akrual, hanya terdapat

    satu akun pada pos Ekuitas, yaitu

    Ekuitas.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    15

    Khusus transaksi DIPA maupun Revisi

    DIPA, hanya akan dicatat pada LRA

    sebagai pagu. Transaksi DIPA tidak dicatat

    baik pada LO, LPE maupun Neraca.

    Aplikasi Dalam Menyusun Laporan

    Keuangan Basis Akrual

    Sebagaimana penyusunan laporan

    keuangan sampai dengan tahun 2014

    yang berbasis kas menuju akrual,

    penyusunan laporan keuangan

    dilaksanakan dengan menggunakan

    aplikasi komputer yang dikeluarkan oleh

    Kementerian Keuangan.Pada tahun 2015,

    sistem yang digunakan dalam menyusun

    laporan keuangan berbasis akrual tetap

    menggunakan Sistem Akuntansi Instansi

    (SAI) yang terdiri dari Sistem Informasi

    Manajemen dan Akuntansi Barang Milik

    Negara (SIMAK-BMN) dan Sistem

    Akuntansi Keuangan (SAK). Aplikasi yang

    digunakan pada masing-masing sub-

    sistem tersebut adalah:

    SIMAK-BMN: terdiri dari Aplikasi

    Persediaan dan Aplikasi SIMAK-BMN;

    SAK: terdiri dari Aplikasi Sistem

    Akuntansi Instansi Berbasis Akrual

    (SAIBA), SAIBA-W, SAIBA-E1 dan

    SAIBA-KL.

    Sekilas Aplikasi SAIBA

    Pada dasarnya aplikasi SAIBA adalah

    pengembangan dari aplikasi SAKPA.

    Pengembangan yang dilakukan adalah:

    Sesuai dengan komponen laporan

    keuangan yang harus disusun

    berdasarkan basis akrual, maka

    Aplikasi SAIBA dapat menghasilkan LO

    dan LPE, selain menghasilkan LRA dan

    Neraca.

    Dalam rangka menghasilkan laporan-

    laporan tersebut, maka dalam aplikasi

    SAIBA terdapat tambahan menu

    transaksi, yaitu menu Jurnal

    Penyesuaian. Menu ini digunakan

    untuk meng-input transaksi-transaksi

    yang melibatkan akun-akun akrual,

    seperti:

    o Pendapatan Diterima diMuka;

    o Pendapatan yang Masih Harus

    Diterima;

    o Beban Dibayar diMuka;

    o Beban yang Masih Harus Dibayar;

    o Beban Persediaan;

    o Beban Penyisihan Piutang; dan

    o Beban Penyusutan;

    Sedangkan tata cara penggunaan

    aplikasi SAIBA pada dasarnya sama

    dengan aplikasi SAKPA, yaitu:

    1. Input dokumen sumber (DIPA, Revisi

    DIPA, SPM, SP2D, SSBP dan SSPB)

    2. Input jurnal Neraca

    3. Input Jurnal Penyesuaian

    4. Posting

    5. Cetak Laporan-Laporan

    Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat

    Instansi (SAKTI)

    Saat ini, Kementerian Keuangan

    tengah mengembangkan Sistem Aplikasi

    Keuangan Tingkat Instansi atau yang

    disingkat SAKTI. Aplikasi ini adalah suatu

    aplikasi yang mencatat, mengolah dan

    menghasilkan laporan-laporan atas

    seluruh transaksi keuangan yang ada pada

    kementerian negara/lembaga dalam 1

    (satu) aplikasi yaitu:

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    16

    Transaksi penganggaran, mulai dari

    RKA-KL sampai menjadi DIPA dan

    Revisinya;

    Transaksi kas pada Bendahara mulai

    dari Uang Persediaan, Kas Lainnya di

    Bendahara, penerimaan dan

    penyetoran PNBP/Pajak hingga

    dihasilkan Laporan

    pertanggungjawabannya;

    Transaksi Komitmen seperti

    pencatatan Surat Perintah Kerja (SPK)

    dan Kontrak serta pengawasannya;

    Transaksi pembayaran yang meliputi

    SPP, SPM hingga pencatatan SP2D-

    nya;

    Transaksi Aset yaitu pencatatan

    Persediaan dan Aset tetap/Aset

    lainnya hingga dihasilkan laporan

    BMN-nya;

    Transaksi Akuntansi dan Pelaporan

    Keuangan yang melakukan jurnal-

    jurnal penyesuaian, posting dan

    menghasilkan laporan keuangan yang

    telah berbasis akrual.

    Dengan disatukannya semua transaksi

    tersebut dalam 1 (satu) aplikasi, maka

    diharapkan terjadi:

    Efisiensi yaitu tidak terjadinya

    pengulangan input data yang sama

    pada beberapa aplikasi. Misalnya,

    paguDIPA yang selama ini di-input 3

    (tiga) kali yaitu dalam aplikasi RKA-KL,

    SPM dan SAKPA. Dengan disatukannya

    dalam satu aplikasi, maka data pagu

    cukup di-input padamodul RKA-

    KL/DIPA saja, pada SPM dan akuntansi

    otomatis data tersebut akan terisi.

    Akurasi pencatatan dan pelaporan

    yang lebih baik. Dengan disatukannya

    aplikasi, maka tidak ada lagi

    perbedaan data antar aplikasi yang

    selama ini kerap terjadi. Misalnya,

    data pagu DIPA yang selama ini

    dimungkinkan terdapat perbedaan

    diantara aplikasi RKAKL/DIPA, SPM

    dan SAKPA. Dengan SAKTI, perbedaan

    tersebut tidak terjadi lagi.

    Pada saat aplikasi SAKTI diterapkan,

    maka dalam penyusunan laporan

    keuangan tidak lagi menggunakan aplikasi

    SAIBA, tetapi menggunakan aplikasi SAKTI.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    17

    Konversi Laporan Keuangan Berbasis Kas Menuju Akrual Menjadi

    Laporan Keuangan Berbasis Akrual: Sebuah Alternatif di Masa

    Transisi

    Oleh: Kadek Eriksiawan

    1. Pendahuluan

    Salah satu bagian dari reformasi

    keuangan negara adalah reformasi di

    bidang akuntansi pemerintahan yaitu

    perubahan dari basis akuntansi kas

    menjadi basis akuntansi akrual. Dengan

    perubahan ini, diharapkan akan dapat

    meningkatkan transparansi dan

    akuntabilitas pengelolaan keuangan

    negara serta mengikuti international best

    practices yang disesuaikan dengan kondisi

    di Indonesia.

    Hal ini sejalan dengan peraturan

    perundang-undangan di bidang

    pengelolaan keuangan negara. UU No. 17

    Tahun 2003 dalam Pasal 36 ayat (1)

    disebutkan bahwa ketentuan mengenai

    pengakuan dan pengukuran pendapatan

    dan belanja berbasis akrual dilaksanakan

    selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.

    Selanjutnya, PP No. 71 Tahun 2010

    tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

    menyatakan bahwa SAP berbasis kas

    menuju akrual/cash toward accrual (CTA)

    berlaku selama masa transisi bagi entitas

    yang belum siap untuk menerapkan

    akuntansi basis akrual sampai dengan

    jangka waktu yang paling lama 4 (empat)

    tahun setelah tahun anggaran 2010. Hal

    ini berarti bahwa implementasi akuntansi

    akrual sudah harus diimplementasikan

    pada tahun 2015.

    Namun perubahan sebuah sistem

    akuntansi tidaklah semudah membalikkan

    telapak tangan. Setiap perubahan

    memerlukan tahapan-tahapan yang

    panjang dan melelahkan. Perubahan

    memerlukan penyediaan prasana fisik,

    peraturan yang mendukung, sumber daya

    manusia yang kompeten, sistem informasi

    dan yang terpenting kemauan serta

    dukungan pimpinan dalam mengawal

    proses perubahan ini.

    Selain itu, proses perubahan

    terkadang tidak berjalan sesuai dengan

    yang telah direncanakan baik karena

    kendala intern maupun ekstern entitas.

    Salah satu kemungkinan penyebabnya

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    18

    adalah belum selesainya sistem informasi

    atau aplikasi yang menjadi komponen

    terpenting dalam perubahan sistem

    akuntansi kas menuju akrual ke sistem

    akuntansi akrual.

    Berbagai alternatif hendaknya

    disiapkan untuk mengantisipasi apabila

    pengembangan sebuah sistem akuntansi

    tidak berjalan sesuai rencana. Misalnya,

    sistem belum selesai sesuai dengan waktu

    yang direncanakan, belum siapnya

    infrastrusktur untuk implementasi sistem

    atau kendala-kendala lainnya. Dengan

    demikian, meskipun sistem yang

    dikembangkan belum berjalan sesuai

    dengan yang direncanakan namun tetap

    dapat dihasilkan laporan keuangan sesuai

    dengan amanat peraturan perundang-

    undangan. Dan perlu dipahami bahwa

    solusi alternatif adalah bukan merupakan

    sistem utama yang dikembangkan dan

    tentunya kekurangan-kekurangan minor

    tidak bisa dihindari.

    Dalam tulisan ini, akan diuraikan

    salah satu alterntif dalam implementasi

    akuntansi akrual. Alternatif tersebut

    adalah melalui konversi laporan keuangan

    yang dihasilkan oleh sistem akuntansi CTA

    menjadi laporan keuangan dengan basis

    akrual. Pada awal tulisan akan dijelaskan

    tentang basis akuntansi beserta kelebihan

    dan kekurangannya serta jenis laporan

    yang dihasilkan, kemudian akan dibahas

    faktor-faktor yang mendukung

    keberhasilan pelaksanaan konversi sistem

    akuntansi ini, serta yang terakhir yaitu

    langkah-langkah dalam konversi laporan

    keuangan akuntansi CTA ke laporan

    keuangan akuntansi akrual.

    2. Basis Akuntansi

    Basis Akutansi adalah prinsip-prinsip

    akuntansi yang menentukan kapan

    pengaruh atas transaksi atau kejadian

    harus diakui untuk tujuan pelaporan

    keuangan. Jenis dan kualitas informasi

    yang dihasilkan dalam suatu sistem

    akuntansi akan ditentukan oleh basis

    akuntansi yang dianut oleh suatu entitas.

    Secara umum terdapat dua basis

    akuntansi yaitu basis kas dan basis akrual.

    Namun dalam prakteknya berkembang

    basis pencatatan yang merupakan

    modifikasi antara basis kas dan akrual

    antara lain basis kas modifikasian, akrual

    modifikasian, termasuk basis kas menuju

    akrual (cash toward accrual). Basis yang

    dianut oleh suatu entitas biasanya

    ditentukan antara lain oleh informasi yang

    dibutuhkan, sumber daya yang dimiliki,

    dan regulasi yang berlaku.

    Sampai dengan saat ini hampir

    seluruh entitas pelaporan baik pada

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    19

    Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

    Daerah masih mengimplementasikan

    akuntansi berbasis kas menuju akrual.

    Akuntansi berbasis kas menuju akrual

    adalah basis akuntansi yang mengakui

    pendapatan dan beban dalam basis kas

    serta mencatat aset, kewajiban, dan

    ekuitas berdasarkan basis akrual. Dengan

    basis akuntansi ini dihasilkan Laporan

    Realiasasi Anggaran (LRA) yang

    memberikan informasi mengenai sumber-

    sumber pendapatan dan belanja yang

    dikeluarkan untuk membiayai program-

    programnya yang dibandingkan dengan

    anggaran yang telah ditetapkan oleh

    DPR/DPRD. Di samping itu juga dihasilkan

    neraca yang memberikan gambaran

    kondisi keuangan entitas pada tanggal

    pelaporan.

    Basis akuntansi kas menuju akrual

    mempunyai beberapa kelebihan dan

    kekurangan dibandingkan dengan basis

    akuntansi akrual. Kelebihannya antara

    lain, pertama, penyusunan laporan

    keuangan relatif mudah. Pendapatan

    hanya akan dicatat apabila terdapat

    transaksi kas masuk dan belanja dicatat

    pada saat ada transaksi kas keluar dari kas

    umum negara/daerah. Sedangkan neraca

    disusun dengan membukukan data aset,

    kewajiban dan ekuitas hanya pada tanggal

    neraca. Kedua, informasi yang disajikan

    cukup memadai baik untuk akuntabilitas

    pelaksanaan APBN/D yaitu LRA dan neraca

    yang menggambarkan posisi keuangan

    entitas.

    Namun demikian, basis kas menuju

    akrual juga tidak lepas dari kelemahan-

    kelemahan. Pertama, informasi yang

    berguna dalam pengambilan keputusan

    tidak lengkap karena belum dapat

    menyajikan informasi terkait kinerja dan

    perubahan ekuitas suatu entitas. Kedua,

    kekurangakuratan penyajian informasi

    dalam neraca, hal ini disebabkan karena

    neraca yang dihasilkan tidak melalui siklus

    akuntansi yang utuh.

    Implementasi akuntansi berbasis

    akrual lebih sulit dibandingkan dengan

    akuntansi kas menuju akrual. Akuntansi

    akrual lebih banyak melibatkan prinsip-

    prinsip dan kebijakan-kebijakan akuntansi.

    Selanjutnya, akuntansi akrual dalam

    proses penyusunan laporan keuangannya

    dilakukan dengan siklus akuntansi yang

    utuh guna menjamin keintegrasian dan

    keakuratan informasi yang dihasilkan.

    Selain itu, membutuhkan sistem informasi

    yang lebih kompleks karena proses

    akuntansi akrual mencatat semua

    peristiwa/kejadian yang mempengaruhi

    kinerja dan posisi keuangan entitas.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    20

    3. Konversi Laporan Keuangan Berbasis

    Kas Menuju Akrual ke Laporan

    Keuangan Berbasis Akrual sebagai

    Alterntif

    Terdapat beberapa faktor yang

    menjadi tantangan bagi pemerintah

    pusat/daerah dalam implementasi

    akuntansi berbasis akrual. Pertama,

    kompleksitas dan jumlah transaksi yang

    harus dicatat dalam akuntansi semakin

    meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan

    makin meningkatnya tuntutan pelayanan

    kepada masyarakat dan transparansi.

    Prinsip dan kebijakan akuntansi yang

    dilibatkan dalam proses penyusunan

    laporan akan semakin bervariasi. Kedua,

    kompetensi SDM yang terlibat dalam

    akuntansi tidak merata. Misalnya, untuk

    pemerintah pusat terdapat kurang lebih

    25.000 entitas yang tersebar di seluruh

    Indonesia dengan kompetensi SDM yang

    beragam dalam akuntansi dan teknologi

    informasi. Ketiga, sistem informasi

    akuntansi yang masih dalam tahap

    pengembangan. Sistem informasi

    akuntansi yang didedikasikan untuk

    akuntansi akrual secara umum baik pada

    pemerintah pusat maupun pemerintah

    daerah masih dalam tahap

    pengembangan. Seperti diketahui untuk

    implementasi sebuah sistem informasi

    baru diperlukan tahapan-tahapan. Proses

    tersebut antara lain, penyiapan

    infrastrutur, pelatihan SDM, uji coba

    sistem, kemudian evaluasi untuk

    perbaikan-perbaikan atas kelemahan yang

    ada. Dan tantangan terbesarnya adalah

    lamanya waktu dan biaya yang dihabiskan

    sampai dengan sistem yang baru dapat

    berjalan sesuai dengan tujuan.

    Berkenaan dengan uraian di atas,

    salah satu alternatif solusi dalam rangka

    penerapan akuntansi berbasis akrual yang

    bisa dilakukan pemerintah adalah dengan

    melakukan konversi laporan keuangan

    yang dihasilkan sistem akuntansi kas

    menuju akrual menjadi laporan keuangan

    berbasis akrual. Cara ini bukan merupakan

    cara terbaik, akan tetapi dapat merupakan

    solusi di masa transisi hingga SDM,

    infrastruktur dan sistem informasi yang

    memadai telah tersedia.

    Pada dasarnya, akuntansi kas menuju

    akrual berbeda dengan akuntansi akrual,

    namun terdapat beberapa persamaan

    yang dapat ditarik. Pertama, kedua basis

    akuntansi menghasilkan laporan yang

    membandingkan pendapatan-LRA/LO

    dengan belanja/beban. Pendapatan-LRA

    dan Pendapatan-LO memang berbeda

    namun secara umum dapat dikonversi

    antara satu dengan lainnya dengan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    21

    penyesuaian dan koreksi. Demikian halnya

    belanja dan beban dengan cara yang sama

    dapat dikonversi antara satu dengan yang

    lainnya. Kedua, kedua basis akuntansi

    mampu menghasilkan neraca yang

    menggambarkan posisi keuangan entitas.

    Penyusunan neraca awal untuk akuntansi

    akrual dapat dilakukan dengan beberapa

    penyesuaian. Hal ini akan memudahkan

    dalam implementasi tahap awal akuntansi

    akrual.

    Terdapat beberapa faktor yang

    mendukung kesuksesan implementasi

    akuntansi akrual dengan konversi laporan

    keuangan berbasis CTA. Pertama, SDM

    pada entitas akuntansi saat ini sudah

    memahami dengan baik proses bisnis dan

    prinsip-prinsip akuntansi CTA yang dalam

    beberapa hal memiliki kesamaan dengan

    akuntansi basis akrual. Termasuk

    didalamnya aplikasi yang digunakan dalam

    penyusunan laporan keuangan. Dengan

    modifikasi aplikasi yang ada saat ini,

    memungkinkan pelatihan terhadap

    operator menjadi lebih singkat. Di

    samping itu, kebutuhan biaya untuk

    penambahan kapasitas hardware dan

    infrastruktur lainnya dapat dilakukan

    secara bertahap. Selanjutnya pelatihan

    SDM penyusun laporan juga mejadi lebih

    mudah karena akuntansi akrual

    merupakan penyempurnaan dari proses

    bisnis akuntansi CTA yang sudah mereka

    pahami.

    4. Langkah-Langkah Konversi Laporan

    Keuangan Berbasis Kas Menuju

    Akrual menjadi Laporan Keuangan

    Berbasis Akrual

    a. Konversi Neraca

    Langkah pertama adalah

    menyesuaikan neraca tahun terakhir

    diimplementasikannya akuntansi kas

    menuju akrual menjadi neraca

    berbasis akrual. Misalnya, 2014

    sebagai tahun terakhir

    diimplementasikan akuntansi kas

    menuju akrual, maka neraca tanggal

    31 Desember 2014 dikonversi terlebih

    dahulu sehingga pada awal

    diimplementasi akrual yaitu tahun

    2015 kita sudah memiliki neraca

    akrual per 01 Januari 2015.

    Neraca yang dihasilkan oleh akuntansi

    berbasis CTA tentunya berbeda

    dengan neraca berdasarkan prinsip-

    prinsip akuntansi akrual. Neraca kas

    menuju akrual secara umum

    dihasilkan dengan melakukan

    inventarisasi data-data berkaitan

    dengan aset, kewajiban dan ekuitas

    yang dimiliki entitas. Di sisi lain,

    neraca akrual disusun melalui

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    22

    pencatatan transaksi dan memiliki

    hubungan dengan Laporan

    Operasional (LO) dan Laporan

    Perubahan Ekuitas (LPE).

    Perbedaan yang jelas antara neraca

    kas menuju akrual dan neraca akrual

    adalah adalah pada pos ekuitas.

    Ekuitas pada neraca kas menuju

    akrual merupakan akun penyeimbang

    dari pos-pos aset dan kewajiban yang

    ditemukan pada tanggal pelaporan.

    Misalnya jika entitas pada tanggal

    pelaporan memiliki aset piutang maka

    pada ekuitas akan diseimbangkan

    dengan akun cadangan piutang, aset

    tetap maka akan dimunculkan akun

    penyeimbang diinvestasikan dalam

    aset tetap dan seterusnya. Sedangkan

    ekuitas pada neraca akrual berasal

    dari saldo ekuitas akhir pada LPE.

    Dalam LPE akan tergambar

    perubahan dari saldo akun ekuitas

    awal, penambahan dan pengurangan

    dari LO dan koreksi-koreksi atas

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    23

    ekuitas. Oleh karena itu konversi

    neraca kas menuju akrual menjadi

    neraca akrual mutlak dibutuhkan

    sebagai pondasi awal perubahan dari

    akuntansi kas menuju akrual ke

    akuntansi akrual.

    Konversi neraca akrual awal dilakukan

    dengan menyesuaikan akun-akun

    ekuitas. Ekuitas yang terbagi-bagi

    dalam akuntansi CTA seperti

    cadangan piutang, cadangan

    persediaan, diinvestasikan dalam aset

    tetap dan lain-lain disatukan ke dalam

    satu akun ekuitas. Setelah neraca

    awal akrual tersusun maka

    perubahannya dalam pos aset dan

    kewajiban dilakukan dengan

    pencatatan melalui transaksi

    penyesuaian dan koreksi, sedangkan

    akun ekuitas dihasilkan dari LPE.

    b. Konversi LRA

    Selanjutnya adalah pada tanggal

    pelaporan dilakukan konversi (LRA)

    menjadi (LO). Konversi dilakukan

    secara global sehingga nantinya akan

    dihasilkan LO yang belum disesuaikan.

    Diawali dengan melakukan konversi

    pendapatan LRA menjadi

    Pendapatan-LO. Konversi dilakukan

    terhadap keseluruhan akun

    pendapatan-LRA tanpa

    memperhatikan apakah memenuhi

    definisi dan prinsip pengakuan

    pendapatan-LO.

    Selanjutnya adalah akun-akun belanja

    dikonversi menjadi akun-akun beban

    kecuali akun-akun belanja modal.

    Sama halnya dengan pendapatan LRA,

    konversi belanja dilakukan tanpa

    memperhatikan pengertian dan

    prinsip pengakuan beban, misalnya

    belanja pegawai dikonversi menjadi

    beban pegawai, belanja bunga

    menjadi beban bunga, dan

    seterusnya.

    Konversi belanja barang dan jasa

    menjadi beban barang dan jasa

    dilakukan dengan sedikit berbeda.

    Kita harus dapat membedakan

    belanja-belanja barang yang

    menghasilkan persediaan dan yang

    tidak. Terdapat banyak komponen

    dalam akun belanja barang seperti

    perjalanan dinas, honor-honor

    kegiatan, belanja jasa yang tidak

    menghasilkan persediaan. Penyajian

    belanja barang dan jasa dalam LO

    akan dibagi menjadi beberapa janis

    beban antara lain beban persediaan,

    beban jasa, beban perjalan dinas dan

    lain-lain.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    24

    Konversi pendapatan-LRA dan belanja

    ini akan dapat menghasilkan LO

    sebelum disesuaikan karena masih

    kasar. Koreksi-koreksi dan

    penyesuaian-penyesuaian atas akun-

    akun Pendapatan-LO dan beban hasil

    konversi mutlak diperlukan. Hal ini

    disebabkan karena pertama, tidak

    semua akun pendapatan-LRA adalah

    merupakan pendapatan-LO. Kedua,

    tidak semua akun belanja, misalnya

    belanja modal adalah merupakan

    beban. Ketiga, terdapat banyak

    transaksi-transaksi pendapatan LO

    dan beban yang pengakuannya tidak

    dipicu oleh transaksi penerimaan dan

    pengeluaran kas. Keempat, penyajian

    format LO mensyaratkan penyajian

    berbeda yaitu terdapat surplus dan

    defisit dari kegiatan dan operasional

    dan terdapat pos-pos luar biasa yaitu

    pendapatan luar biasa dan beban luar

    biasa.

    c. Koreksi dan Penyesuaian

    Seperti telah diuraikan di atas bahwa

    konversi LRA dan neraca kas menuju

    akrual ke LO dan neraca akrual tidak

    dapat dilakukan secara langsung.

    Penyesuaian-penyesuaian dan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    25

    koreksi-koreksi harus dilakukan

    karena secara prinsip akuntansi kas

    menuju akrual berbeda dengan

    akuntansi akrual. Dalam tulisan ini

    koreksi dan penyesuaian yang harus

    dilakukan akan dikelompokkan

    menjadi tiga jenis yaitu transaksi

    pendapatan-LRA yang bukan

    pendapatan-LO, transaksi belanja

    yang bukan beban dan transaksi

    akrual non pendapatan-LRA dan non

    belanja. Dalam penyajian artikel ini,

    ilustrasi yang digunakan adalah

    transaksi pada entitas

    kementerian/lembaga pada

    pemerintah pusat.

    1. Transaksi Pendapatan-LRA yang

    Bukan Merupakan Pendapatan-LO

    Terdapat transaksi-transaksi

    pendapatan LRA yang didasarkan atas

    akuntansi kas yang tidak memenuhi

    kriteria pengakuan sebagai

    pendapatan-LO antara lain:

    a) Transaksi Pelunasan Piutang/

    TPTGR dan Klaim Lainnya

    Tidak semua Pendapatan-LRA

    merupakan Pendapatan-LO. Salah

    satunya adalah penerimaan kas

    yang bersumber dari pelunasan

    piutang. Transaksi ini akan dicatat

    oleh LRA sebagai Pendapatan-LRA

    karena terdapat aliran masuk ke

    Kas Umum Negara. Namun, dalam

    LO transaksi pelunasan piutang ini

    bukanlah merupakan Pendapatan-

    LO karena pengakuan pendapatan-

    LO sudah dilakukan pada saat

    pengakuan piutang.

    Untuk menghindari pencatatan

    ganda atas Pendapatan-LO maka

    transaksi pelunasan piutang

    tersebut harus dikoreksi yaitu

    dengan mendebit Pendapatan-LO

    dan mengkredit Piutang. Ilustrasi

    jurnalnya adalah sebagai berikut:

    Jurnal pada saat konversi

    pendapatan-LRA ke Pendapatan-

    LO:

    D Diterima dari Entitas

    lain

    XXXX

    K Pendapatan LO XXXX

    Sedangkan jurnal koreksi yang

    diperlukan adalah:

    D Pendapatan LO XXXX

    K Piutang XXXX

    b) Transaksi Pendapatan-LRA atas

    Peristiwa/Kejadian pada Tahun

    Anggaran (TA) yang Lalu

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    26

    Pendapatan-pendapatan yang berasal

    dari TA yang lalu dan belum dicatat

    sebagai piutang dalam laporan

    keuangan serta baru diketahui pada

    perode berjalan maka atas

    pendapatan tersebut perlu dilakukan

    koreksi. Misalnya, terdapat

    pendapatan denda TA yang lalu dan

    baru diketahui periode berjalan yaitu

    pada saat dilakukan pembayaran dan

    belum dilakukan pengakuan sebagai

    piutang pada periode sebelumnya.

    Transaksi atas pembayaran tersebut

    yang dicatat sebagai Pendapatan-LRA

    tidak memenuhi kriteria sebagai

    Pendapatan-LO namun harus dicatat

    sebagai penambah ekuitas. Ilustrasi

    jurnalnya adalah sebagai berikut:

    Pada saat konversi LRA ke LO akan

    dijurnal sebagai berikut:

    D Diterima dari

    Entitas lain

    XXXX

    K Pendapatan-LO XXXX

    Selanjutnya untuk mengkoreksi

    pendapatan LO tersebut dapat dibuat

    jurnal sebagai berikut:

    D Pendapatan-LO XXXX

    K Ekuitas XXXX

    Sebaliknya jika terdapat

    pengembalian atas pendapatan yang

    pada TA sebelumnya sudah dicatat

    sebagai pendapatan-LO dan

    pengembalian dilakukan pada periode

    berjalan maka atas pengembalian

    pendapatan tersebut akan dicatat

    sebagai berikut:

    Jurnal pada saat dilakukan

    pengembalian Pendapatan-LO:

    D Pendapatan-LO XXXX

    K Ditagihkan ke Entitas lain XXXX

    Selanjutnya, jurnal untuk melakukan

    koreksi adalah:

    D Ekuitas XXXX

    K Pendapatan-LO XXXX

    Hal ini sesuai dengan Standar

    Akuntansi Pemerintahan Par 22 PSAP

    10 menyatakan bahwa Koreksi

    kesalahan atas penerimaan

    pendapatan-LO yang tidak berulang

    yang terjadi pada periode-periode

    sebelumnya dan menambah maupun

    mengurangi posisi kas, apabila

    laporan keuangan periode tersebut

    sudah diterbitkan, dilakukan dengan

    pembetulan pada akun kas dan akun

    ekuitas.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    27

    c) Transaksi Pendapatan yang

    Berasal dari Kegiatan Non

    Operasional dan Kejadian Luar

    Biasa

    Berbeda dengan LRA, LO dalam

    penyajiannya membedakan

    kegiatan operasional, non

    operasional dan pos-pos luar biasa.

    Dalam konversi LRA ke dalam LO

    semua pendapatan-LRA akan

    dikonversi menjadi pendapatan-LO

    tanpa memperhatikan apakah

    pendapatan tersebut berasal dari

    aktivitas operasional atau aktivitas

    lainnya. Oleh karena itu, terhadap

    pendapatan-LRA yang bukan

    berasal dari aktivitas utama harus

    direklasifikasi ke akun yang sesuai

    pada LO.

    Salah satu contoh dari transaksi

    tersebut adalah pendapatan yang

    berasal dari pelepasan/penjualan

    Barang Milik Negara (BMN). Pada

    proses konversi Pendapatan-LRA

    dari penjualan BMN akan

    dikonversi menjadi Pendapatan-LO

    yang merupakan pendapatan yang

    berasal dari kegiatan operasional

    entitas. Hal ini tidak sesuai

    perinsip-prinsip akuntansi yang

    berterima umum yaitu bahwa

    penerimaan kas dari pelepasan

    BMN adalah merupakan kegiatan

    non operasional.

    Dalam pencatatan transaksi

    pelepasan BMN harus dilakukan

    perhitungan apakah dalam

    transaksi tersebut menghasilkan

    surplus (keuntungan) atau defisit

    (kerugian). Surplus dan defisit

    dihitung dengan membandingkan

    nilai buku aset tetap yang dilepas

    dengan kas yang diterima. Jika kas

    yang diterima lebih dari nilai buku

    aset tetap maka akan dicatat

    Surplus Penjualan Aset Tetap dan

    jika sebaliknya maka akan dicatat

    defisit. Ilustrasi jurnal atas

    transaksi tersebut adalah sebagai

    berikut:

    Jurnal saat konversi pendapatan-

    LRA:

    D Diterima dari

    Entitas Lain

    XXXX

    K Pendapatan-LO XXXX

    Jurnal koreksi yang diperlukan

    apabila kas yang diterima lebih

    dari nilai buku aset tetap tersebut

    atau terjadi surplus:

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    28

    D Pendapatan-LO XXXX

    D Akumulasi

    Penyusutan Aset

    Tetap

    XXXX

    K Surplus Penjualan

    Aset Tetap

    XXXX

    K Aset Tetap

    XXXX

    Sedangkan apabila terjadi defisit

    yaitu kas yang diterima kurang dari

    nilai buku aset tersebut maka akan

    dijurnal:

    D Pendapatan-LO XXXX

    D Akumulasi

    Penyusutan Aset

    Tetap

    XXXX

    D Defisit Penjualan

    Aset Tetap

    XXXX

    K Aset Tetap

    XXXX

    2. Transaksi Belanja yang Bukan

    Merupakan Beban

    a) Transaksi belanja atas kejadian

    atau peristiwa Tahun

    sebelumnya.

    Sesuai Standar Akuntansi

    Pemerintahan, yaitu Par 18 PSAP

    10 Koreksi kesalahan atas beban

    yang tidak berulang, sehingga

    mengakibatkan pengurangan

    beban, yang terjadi pada periode-

    periode sebelumnya dan

    mempengaruhi posisi kas dan tidak

    mempengaruhi secara material

    posisi aset selain kas, apabila

    laporan keuangan periode tersebut

    sudah diterbitkan, dilakukan

    dengan pembetulan pada akun

    pendapatan lain-lain-LO. Dalam

    hal mengakibatkan penambahan

    beban dilakukan dengan

    pembetulan pada akun ekuitas.

    Hal ini berarti atas belanja untuk

    membayar peristiwa/kejadian yang

    terjadi pada tahun yang lalu tidak

    dapat dikategorikan sebagai beban

    namun sebagai transaksi yang

    langsung mengoreksi entitas.

    Misalnya terdapat transaksi untuk

    membayar kekurangan gaji tahun

    yang lalu dan belum dilaporkan

    serta baru dibayar pada tahun

    berjalan dengan menggunakan akun

    belanja gaji.

    Termasuk dalam transaksi ini adalah

    belanja-belanja yang belum

    dipertanggungjawabkan sampai

    dengan akhir tahun anggaran dan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    29

    dipertanggungjawabkan pada TA

    berikutnya. Belanja-belanja tersebut

    pada saat transaksinya tidak dapat

    dicatat sebagai beban pada LO

    namun akan langsung

    mempengaruhi ekuitas.

    Dalam konversi belanja menjadi

    beban semua belanja dikonversi

    menjadi beban kecuali belanja

    modal. Oleh karena itu, jika terdapat

    transaksi seperti diatas maka pada

    LO beban dilaporkan terlalu tinggi

    dan perlu dilakukan koreksi. Koreksi

    dilakukan dengan mendebit ekuitas

    dan mengkredit beban.

    Ilustrasi jurnal atas transaksi

    tersebut dapat adalah sebagai

    berikut:

    Jurnal pada saat konversi:

    D Beban Gaji XXXX

    K Ditagihkan Ke Entitas lain XXXX

    Jurnal untuk mengoreksinya adalah:

    D Ekuitas XXXX

    K Beban Gaji XXXX

    b) Transaksi belanja barang yang

    menghasilkan Aset Tetap

    Terkadang terdapat kesalahan

    pencatatan yang diakibatkan oleh

    belanja yang perolehannya

    menggunakan akun belanja barang

    tapi menghasilkan aset tetap. Atas

    kesalahan ini akan mengakibatkan

    lebih saji pada beban operasional

    dan kurang saji pada aset (BMN).

    Ilustrasi jurnal atas

    kejadian/peristiwa tersebut adalah

    sebagai berikut:

    Jurnal pada saat konversi belanja

    menjadi beban:

    D Beban

    Barang/Operasional yg

    sesuai

    XXXX

    K Ditagihkan kepada Entitas

    Lain

    XXXX

    Jurnal untuk mengoreksinya

    adalah dengan dengan

    mengkredit Beban barang dan

    Mendebit aset tetap yang

    dihasilkan:

    D Aset Tetap (BMN yang

    sesuai)

    XXXX

    K Beban Barang/Operasional

    yg sesuai

    XXXX

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    30

    Sebaliknya, jika terdapat belanja

    modal tapi tidak menghasilkan aset

    tetap maka harus dilakukan koreksi.

    Koreksi atas belanja modal pada

    umumnya disebabkan oleh

    kesalahan pembebanan jenis

    belanja. Penggunaan akun belanja

    modal untuk perolehan yang tidak

    menghasilkan aset tetap atau BMN.

    Transaksi ini mengakibatkan kurang

    saji pada pos beban operasional dan

    kemungkinan lebih saji pada pos

    aset tetap. Koreksi dilakukan

    sebagai berikut:

    Jika sudah dilakukan

    pencatatan atas aset tetap

    namun sebenarnya tidak

    memenuhi kriteria

    pengakuan aset tetap,

    koreksi dilakukan dengan

    jurnal sebagai berikut:

    D Beban Barang/Operasional

    yg sesuai

    XXXX

    K Aset Tetap (sesuai dengan

    jenisnya)

    XXXX

    Jika tidak dilakukan

    pencatatan atas aset tetap

    maka dilakukan pencatatan

    atas beban yang belum

    mempengaruhi Laporan

    Operasional.

    Par 12 PSAP 10, Koreksi kesalahan

    yang tidak berulang yang terjadi

    pada periode berjalan, baik yang

    mempengaruhi posisi kas maupun

    yang tidak, dilakukan dengan

    pembetulan pada akun yang

    bersangkutan dalam periode

    berjalan, baik pada akun

    pendapatan-LRA atau akun belanja,

    maupun akun pendapatan-LO atau

    akun beban.

    c) Transaksi belanja yang berasal

    dari kegiatan non operasional dan

    kejadian luar biasa

    Apabila terdapat transaksi belanja

    non modal namun secara substansi

    transaksi tersebut bukan

    merupakan kegiatan utama (core

    business), maka transaksi tersebut

    harus direklasifikasi. Transaksi-

    transaksi belanja yang tidak biasa

    atau tidak sering terjadi yang

    bukan kegiatan utama entitas

    D Beban Barang/Operasional

    yg sesuai

    XXXX

    K Ditagihkan ke Entitas Lain XXXX

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    31

    direklasifikasi/dikoreksi ke dalam

    pos Kegiatan Non Operasional

    dalam LO. Sedangkan untuk

    belanja yang digunakan untuk

    aktivitas yang tidak biasa atau

    tidak sering terjadi dan kejadian

    tersebut adalah di luar kendali

    entitas maka harus direklasifikasi

    ke dalam beban pada pos Luar

    Biasa pada LO.

    3. Transaksi akrual non pendapatan LRA

    dan non belanja

    a) Transaksi timbul dan

    penghapusan piutang serta

    penyisihan piutang tak tertagih

    Piutang biasanya timbul karena

    entitas memberikan barang atau

    jasa kepada pihak lain dan pihak

    lain tersebut belum melakukan

    pelunasan atas barang atau jasa

    yang diberikan. Dalam hal ini

    entitas harus mengakui

    Pendapatan-LO karena proses

    untuk perolehan pendapatan

    sudah dilakukan (exchange

    transactions). Di sisi lain pihak

    ketiga belum melakukan

    pembayaran sehingga entitas akan

    mencatat hak/klaim tersebut

    sebagai piutang. Misalnya, entitas

    sudah memberikan jasa/fasilitas

    tertentu kepada pihak ketiga

    sesuai dengan yang disepakati

    namun belum dilakukan

    pembayaran. Transaksi ini tidak

    akan dicatat dalam LRA karena

    tidak terdapat uang masuk ke kas

    negara.

    Atas peristiwa ini entitas harus

    melakukan pencatatan

    Pendapatan-LO dengan mendebit

    akun piutang. Pencatatan piutang

    tersebut dapat dilakukan sebagai

    berikut:

    D Piutang Bukan Pajak XXXX

    K Pendapatan Bukan Pajak

    - LO

    XXXX

    Selain itu, pendapatan dapat

    timbul tanpa melalui transaksi

    pertukaran (non-exchange

    transactions) pada umumnya yaitu

    dari kewenangan yang dimiliki

    entitas misalnya kewenangan

    kantor pajak dalam menetapkan

    pajak yang harus dibayar oleh

    pihak lain. Dalam hal ini kebijakan

    akuntansi entitas akan sangat

    menentukan kapan pendapatan

    tersebut harus dicatat sebagai

    pendapatan-LO. Atas transaksi

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    32

    tersebut dapat dibuat jurnal

    sebagai berikut:

    D Piutang Pajak XXXX

    K Pendapatan Pajak - LO XXXX

    Selanjutnya, terdapat

    kemungkinan bahwa piutang

    muncul atas pengembalian belanja

    sebagai akibat kelebihan

    pembayaran yang terjadi pada TA

    yang lalu misalnya terdapat

    kelebihan pembayaran gaji pada

    tahun anggaran yang lalu sehingga

    akan mengakibatkan

    pengembalian belanja gaji,

    pengembalian belanja perjalan

    dinas tahun yang lalu dan baru

    diketahui pada tahun berjalan

    serta belum dilakukan pelunasan,

    maka akan dapat dijurnal sebagai

    berikut:

    D Piutang XXXX

    K Pendapatan Lain-Lain

    -LO

    XXXX

    Namun hal ini hanya berlaku atas

    pengembalian belanja untuk yang

    bersifat tidak berulang dan tidak

    sistematis.

    Sesuai dengan prinsip akuntansi

    yang berterima umum, piutang

    harus disajikan dalam neraca pada

    nilai yang dapat direalisasikan (net

    realizable value). Untuk dapat

    menyajikannya entitas akan

    melakukan penyisihan piutang tak

    tertagih atas piutang yang

    dimilikinya. Penyisihan piutang tak

    tertagih ini tidak dicatat dalam

    belanja. Transaksi ini adalah

    merupakan transaksi intern yang

    dilakukan oleh entitas. Metode

    dan jumlah penyisihan piutang tak

    tertagih akan tergantung dari

    kebijakan akuntansi yang dianut

    oleh entitas. Jurnal penyisihan

    piutang tak tertagih tersebut dapat

    dibuat sebagai berikut:

    D Beban Penyisihan Piutang

    Tak tertagih

    XXXX

    K Akumulasi Penyisihan

    Piutang Tak tertagih XXXX

    Biasanya penyisihan piutang tak

    tertagih dilakukan oleh entitas

    pada tanggal pelaporan interim

    maupun tahunan.

    Selanjutnya, transaksi piutang yang

    tidak dicatat dalam akuntansi kas

    menuju akrual adalah berkenaan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    33

    dengan penghapusan piutang.

    Piutang yang menurut ketentuan

    perundang-undangan sudah

    dihapuskan harus dikeluarkan dari

    catatan akuntansi. Transaksi ini

    adalah juga merupakan transaksi

    intern entitas dimana bukti dan

    pencatatan transaksi dilakukan

    sendiri oleh manajemen entitas.

    Adapun jurnalnya dapat dibuat

    sebagai berikut:

    D Akumulasi Penyisihan

    Piutang Tak tertagih

    XXXX

    K Piutang XXXX

    b) Transaksi perolehan dan

    penyusutan aset tetap

    Seperti telah diuraikan sebelumnya

    bahwa atas belanja modal tidak

    dilakukan konversi ke LO. Hal ini

    disebabkan karena belanja modal

    akan menghasilkan aset yang akan

    memberikan manfaat kepada

    entitats lebih dari satu tahun.

    Pengalokasian beban aset tetap

    akan dilakukan melalui beban

    penyusutan.

    Belanja modal dalam LRA akan

    dikonversi ke neraca sebagai aset

    tetap atau aset lainnya. Dalam hal

    ini harus diyakinkan bahwa atas

    belanja modal tersebut memang

    manghasilkan aset, kalau tidak

    maka akn terjadi salah saji baik

    pada LO maupun pada neraca.

    Adapun atas transaksi belanja

    modal dapat dibuat jurnal sebagai

    berikut:

    D Aset Tetap XXXX

    K Ditagihkan ke Entitas

    Lain XXXX

    Seiring dengan berjalannya

    waktu, terhadap aset tetap harus

    dialokasikan beban penyusutan

    yang biasanya dilakukan setiap

    semesteran atau tahunan. Sama

    halnya dengan penyisihan

    piutang tak tertagih, transaksi

    penyusutan aset tetap adalah

    merupakan transaksi intern

    manajemen entittas. Metode dan

    nilai yang disusutkan atas aset

    tetapnya akan sangat tergantung

    dari kebijakan akuntansi yang

    dianut. Adapun jurnal

    penyusutan aset tetap dapat

    dibuat sebagai berikut:

    D Beban Penyusutan Aset

    Tetap

    XXXX

    K Akumulasi Penyusutan

    Aset Tetap XXXX

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    34

    c) Transaksi perolehan, amortisasi

    dan penghapusan aset tak

    berwujud

    Hampir sama dengan aset tetap,

    aset tidak berwujud juga dihasilkan

    dari belanja modal. Namun

    demikian, manajemen harus

    secara cermat memastikan bahwa

    dari belanja modal tersebut

    memang dihasilkan aset tak

    berwujud. Kriteria-kriteria yang

    ketat telah ditetapkan dalam

    Standar Akuntansi Pemerintahan

    untuk memastikan bahwa sebuah

    item merupakan aset tak

    berwujud. Jurnal berikut dapat

    dibuat untuk mencatat perolehan

    aset tak berwujud:

    D Aset Tak Berwujud XXXX

    K Ditagihkan ke Entitas

    lain XXXX

    Sedangkan pengalokasian beban

    aset tak berwujud adalah melalui

    amortisasi aset tak berwujud.

    Sama halnya dengan transaksi

    penyusutan aset tetap, amortisasi

    aset tak berwujud adalah

    merupakan transaksi intern

    manajemen entitas. Metode dan

    nilai yang diamortisasikan akan

    sangat tergantung dari kebijakan

    akuntansi yang dianut oleh entitas.

    Adapun jurnal beban amortisasi

    aset tak berwujud dapat dibuat

    sebagai berikut:

    D Beban Amortisasi Aset

    Tak Berwujud

    XXXX

    K Akumulasi Amortisasi

    Aset Tak Berwujud XXXX

    d) Transaksi penyesuaian persediaan

    Dalam konversi belanja barang dan

    jasa ke beban yang sesuai, semua

    item belanja dikonversi menjadi

    beban. Pada kenyataannya pada

    tanggal pelaporan biasanya masih

    terdapat persediaan yang belum

    habis dipakai atau dikonsumsi.

    Untuk penyajian dalam laporan

    keuangan beban persediaan

    tersebut harus disesuaikan

    sehingga akan memberikan

    informasi yang akurat. Dalam

    konversi belanja biasanya akan

    dijurnal sebagai berikut:

    D Beban Persediaan XXXX

    K Ditagihkan Ke Entitas lain XXXX

    Penjurnalan seperti ini adalah

    dengan pendekatan beban/LO dan

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    35

    perlu disesuaikan pada tanggal

    pelaporan baik interim maupun

    tahunan. Penyesuaian dilakukan

    untuk mengakui bahwa beban

    persediaan yang dicatat

    berdasarkan belanja tidak

    semuanya habis dikonsumsi

    namun masih terdapat barang

    berupa persediaan. Jurnal

    penyesuaian yang dibutuhkan

    adalah:

    D Persediaan XXXX

    K Beban Persediaan XXXX

    e) Transaksi pembayaran diterima di

    muka (Deferal)

    Dalam akuntansi berbasis akrual,

    pendapatan-LO harus disajikan

    dalam LO dalam periode di mana

    pendapatan-LO tersebut diperoleh

    dan bukan pada saat diterima

    pembayarannya. Misalnya

    pendapatan jasa pendidikan segera

    dicatat pada saat entitas telah

    memberikan jasanya, tanpa

    memperhatikan pembayarannya.

    Demikian halnya beban, beban

    akan dilaporkan pada LO pada saat

    jasa telah diterima oleh entitas,

    tanpa memperhatikan

    pembayarannya.

    Pada tanggal pelaporan transaksi-

    transaksi pembayaran dimuka

    (deferal) yaitu Beban Dibayar di

    Muka dan Pendapatan Diterima di

    Muka harus

    diperbarui/disesuaikan. Biasanya

    transaksi sejenis ini tidak dilakukan

    pembaruan setiap hari tetapi di

    akhir tahun/tanggal pelaporan.

    Transaksi pembayaran dimuka

    adalah pembayaran dimuka atas

    jasa-jasa yang harapkan akan

    diterima di masa datang. Misalnya

    pembayaran di muka atas sewa

    kantor untuk periode sampai

    dengan Maret tahun depan.

    Jasa/manfaat yang belum diterima

    oleh entitas yaitu hak untuk

    menempati sampai dengan Maret

    tahun depan harus diakui sebagai

    aset berupa Beban Dibayar di

    Muka pada neraca. Ilustrasi jurnal

    pada saat dibayar sewa adalah:

    D Beban Sewa XXXX

    K Ditagih Ke Entitas Lain XXXX

    Maka pada tanggal pelaporan

    diperlukan penyesuaian untuk

    mengkoreksi Beban Sewa dan

    memunculkan aset berupa Beban

    Dibayar di Muka.

  • PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN ANGGARAN & AKUNTANSI PEMERINTAH EDISI 16 KHUSUS AKRUAL

    36

    D Sewa Dibayar di Muka XXXX

    K Beban Sewa XXXX

    Selanjutnya, hal yang sama

    dilakukan apabila entitas

    menerima pembayaran sebelum

    menyelesaikan/menyerahkan jasa

    yang seharusnya diberikan.

    Misalnya, entitas mendapat

    pembayaran atas gedung yang

    disewakan kepada pihak lain untuk

    periode sampai dengan Mei tahun

    depan. Maka Pendapatan-LO yang

    dapat diakui adalah pendapatan-

    LO sampai dengan bulan Desember

    tahun berjalan dan sisanya harus

    diakui sebagai utang yaitu utang

    utuk memberikan fasilitas gedung

    kepada penyewa. Jurnal pada saat

    diterima pemabayaran adalah:

    D Diterima dari Entitas Lain XXXX

    K Pendapatan Sewa- LO XXXX

    Selanjutnya pada tanggal

    pelaporan jurnal ters