PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI …... · diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam...
-
Upload
nguyendieu -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI …... · diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM
KORELASI HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN
KABUPATEN BLORA)
Penulisan hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna
Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
AFERA YOGA KURNIA
NIM : E1106080
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM
KORELASI HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN
KABUPATEN BLORA)
Oleh
AFERA YOGA KURNIA
E1106080
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Dosen Pembimbing
Mohammad Adnan, SH., M.Hum
NIP.195407121984031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM
KORELASI HUKUM ISLAM
(STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN
KABUPATEN BLORA)
Oleh
Afera Yoga Kurnia
NIM. E1106080
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Jumat
Tanggal : 22 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1. ( Agus Riyanto, S.Ag, M.Hum) : ............................................................
Ketua
2. ( Zeni Litfiah, S.Ag, M.Ag ) : ............................................................
Sekretaris
3. ( Mohammad Adnan, SH., M.Hum ) : ............................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum
NIP : 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
”Dan rendahkanlah dirimu dengan penuh kasih sayang terhadap kedua
orang tuamu. Dan doakanlah (untuk mereka) : ” Wahai Tuhanku,
kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara aku
dengan sayangnya pada waktu aku masih kecil”
(QS. Al Isra’ : 24)
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu
kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”
(QS. Ar Ra’du : 11)
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah
yang tiada disangka-sangka”
(QS. Ath-Tholaaq)
“Berbaktilah pada kedua orang tuamu selagi masih bisa, karena kecewa
yang akan kalian dapatkan jika kalian telah ditinggalkan beliau”
(Penulis)
“Jangan pernah memandang orang dari fisiknya saja namun dekatilah
mereka jika kamu ingin tahu siapa sebenarnya mereka”
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya yang jauh dari kata sempurna ini,
Penulis persembahkan untuk :
* Dzat yang Maha Besar, Allah SWT,
tempat kumempercayakan segalanya, pemberi nikmat, berkah dan
rahmat yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan lancar…
* Rasulullah saw,
yang telah menunjukkan jalan lurus bagi umat manusia…
* Ibuku Sri Utami (Alm) dan Bapak Sadji Sumarno, yang
tercinta, yang selalu menyayangiku dengan tulus, menjagaku,
memotivasiku, dan memberikan yang terbaik untukku hingga aku
menjadi dewasa. Semoga kasih sayang, rahmat dan hidayah Allah
SWT senantiasa tercurah atas mereka berdua serta untuk Ibuku
tercinta ditempatkan ditempat yang mulia disisi-NYa Amin Amin Ya
Robbal Alamin…
* “Masku Andri dan Istrinya mbak Vara, mbakku Silvi dan suaminya
mas Sarif, Rury Kistiantari, adikku tercinta dik Inta dan
keponakanku Ara” yang selalu menjadi memotivasi diriku agar tidak
mudah terjatuh dan putus asa serta terimaka selalu menjadi
penghibur dalam hari-hariku…
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
* Semua sahabatku, kalian merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai
harganya, yang selalu ikhlas berbagi suka dan duka, terimakasih…
PERNYATAAN
Nama : Afera Yoga Kurnia
NIM : E1106080
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM
KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT
KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA) adalah betul- betul karya
sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
Yang membuat pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Afera Yoga Kurnia
NIM. E1106080
ABSTRAK
Afera Yoga Kurnia, E1106080. 2011.PANDANGAN MUHAMMADIYAH
TERHADAP NIKAH SIRRI Dalam KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI
KASUS di MASYARAKAT KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN
BLORA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nikah sirri ditinjau
dari Hukum Islam serta mengetahui pandangan Muhammadiyah terhadap nikah
sirri yang telah terjadi di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris bersifat deskriptif..
Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan
data yang digunakan berupa wawancara dan studi dokumen. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan cara teknis analisis kualitatif. Teknik
analisis kualitatif adalah pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan
mendasarkan pada data-data yang dinyatakan oleh responden secara lisan atau
tertulis dan juga perilaku secara nyata kemudian diteliti dan dipelajari sebagai
suatu yang utuh.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh hasil bahwa nikah
sirri yang terjadi dalam masyarakat kunden menurut hukum islam telah terpenuhi
syarat yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman, terpenuhi
rukunnya yang mana rukun pernikahan tidak terdapat dalam Al-Quran dan
Sunnah namun rukun ini merupakan pendapat para ulama yaitu, adanya mempelai
laki-laki, mempelai perempuan wali (HR. Baihaqi), saksi (HR. Tirmidzi)., dan
ijab qabul pernikahan seperti ini sah menurut agama. Artinya nikah sirri yang ada
dalam masyarakat kecamatan kunden ini tidak dilakaukan secara sirri yang berarti
sembunyi, sedangakan menurut pandangan Muhammadiyah nikah sirri yang saat
ini terjadi dalam masyarakat Kecamatan Kunden adalah nikah yang telah
memenuhi rukun dan syarat nikah namun tidak dicatatkan oleh petugas pencatatan
nikah setempat. Nikah seperti ini yang umum dilakukan di indonesia disebut
sebagai nikah sirri, menurut pandangan para tokoh muhammadiyah pernikahn
seperti ini tidak sah karena nikah sirri ini hanya bertumpu pada syariat semata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
tanpa mempedulikan ketentuan yang lain yaitu aturan yang dibuat oleh
pemerintah yang mana pemerintah disini sebagai ”ulil amri” (An-Nisa [4]: 59),
yang mana menurut aturan nikah sah sesuai dengan Undang-Undang No. l Tahun
1974. Dalam hal ini pencatatan nikah diperlukan sebagaimana terdapat dalam ayat
yang berisiakan pencatatan utang piutang (QS. Al-Baqarah : 282), dalam tujuan
pernikahan juga dibutuhkan sebagaimana dalam (QS. Ar-Rum [30]:21). Namun
dalam pernikahan sirri lebih banyak mudharatnya dan tidak terpenuhi dari tujuan
pernikahan tersebut, sehingga para tokoh muhammadiyah menolak nikah sirri dan
enganggap nikah tersebut tidak sah bersarkan ketentuan tersebut.
Kata kunci : pandangan muhammadiyah, nikah sirri, hukum islam
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul: “PANDANGAN
MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM KORELASI
HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT KECAMATAN
KUNDEN KABUPATEN BLORA)” ini tepat sesuai waktu yang telah
direncanakan.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-
syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta..
Tentunya selama penyusunan penulisan hukum ini, maupun selama penulis
menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit
bantuan yang penulis terima baik moril maupun materiil dari berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan,
semangat, doa, saran dan kritik kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan hukum ini, dengan segala rendah hati, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
1. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Mohammad Adnan, SH.M,.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Masyarakat sekaligus selaku pembimbing Penulisan Hukum penulis.
Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan
sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
3. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku pembimbing akademik penulis dan
ketua program Non Reguler terimakasih atas saran dan bimbingan bagi
penulis selama menempuh pendidikan strata satu ini, serta segala
dukungan dalam penulisan hukum ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis
selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
5. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh
studi di Fakultas Hukum UNS Surakarta.
6. Kepada segenap pengurus Muhammadiyah Kabupaten Blora, Bapak H.
Sarto, S.pdI, Bapak H Puger Alqodri, Bapak Drs. Rustam, Bapak M
Sholeh Spd dan Bapak Sukemi S.Ag terimakasih atas kesediaan waktunya
yang diberikan dalam penelitian hukum ini.
7. Kepada Bapak M. Thohir, M.Ag selaku Penghulu dan Bapak Wasto selaku
petugas pembantu pencatat nikah Kelurahan Kunden yang bersedia
memberikan waktunya dalam penelitian hukum ini.
8. Bapakku Sadji Sumarno, yang selama ini selalu memberikan doa, kasih
sayangnya hingga saat ini.
9. Almarhum Ibuku tercinta Sri Utami yang selama masih hidup selalu
mendoakanku, memberikan cinta, kasih sayangnya sampai akhir hayatnya
dan ridho yang menjadi kekuatan, ketabahan serta bekal penulis dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
setiap menjalankan kehidupan ini agar belajar ikhlas dan tabah menerima
segalanya cobaan ini..
10. Kakak-kakakku tercinta Mas Andri, Mbak Vara, Mbak Ipi dan Mas Sarif
yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik moril maupun
materiil kepada penulis.
11. Adikku tercinta, Dik Inta yang selalu menemani, baik suka maupun duka
selama ini karena telah memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi
ini.
12. Rury Kistiantari “Kis” yang selalu memberikan doa, motivasi dan
semangat pada penulis hingga menyelesaiakan penulisan hukum ini.
13. Temanku gondrek dan mbak mawar yang selalu menghibur bila susah,
terimakasih karena telah mengajari untuk bekerja dan bertahan hidup
selama di Solo.
14. Teman-teman kos anso , masindo (Arip, Yayan, Weli, Wawan, Mey, Dita,
Prima, Grecy dan Husen, Dimas, Ajeng ), anak Scoter Sebelas Maret yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, Team Sakit Kunduran, angkatan
2006 Non Reguler, teman-teman kuliah terimakasih atas setiap waktu yang
kita habiskan bersama, dan semua pihak yang membantu dalam penulisan
hukum.
15. Vespa tua yang sudah delapan tahun setia mengantar dengan tenaga tuanya
dan menemani penulis tiap saat serta kemanapun pergi.
16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikanya seluruh proses
penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Terimakasih atas dukunganya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi maupun penulisan dan pembahasanya, hal ini
karena manusia tidak bisa lepas dari kesalahan dan kekhilafan serta keterbatasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
materi, waktu, pengetahuan, serta kadar keilmuan dari penulis. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini.
Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,
terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... .... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... .... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... .... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...... ..................................... .... v
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................... .... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. .... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. .... xii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xv
LAMPIRAN....................................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... ..... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. ..... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... ..... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................... ..... 4
E. Metode Penelitian..................................................................... ..... 5
F. Sistematika Penelitian .............................................................. ..... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritik……………………………...……………........ 10
1. Tinjauan umum tentang Muhammadiyah. ..........…................. 10
a. Pengertian Muhammadiyah……………………………… 10
b. Dasar pokok ajaran Muhammadiyah…………………...... 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
c. Sifat Muhammadiyah ……………………………………. 12
d. Dasar amal usaha Muhammadiyah………………….…… 13
2. Tinjauan umum tentang nikah sirri …..................................... 13
a. Pengertian nikah.......…………………………………….. 14
1) Dasar nikah yang terdapat dalam
ayat Al-Quran …………………………………...…. 14
b. Tujuan dan hikmah nikah……………………………….. 16
c. Rukun nikah dan syarat nikah ……………………….…. 19
d. Hukum nikah ………………………………………….. 20
e. Pengertian nikah sirri secara umum………………….… 22
3. Tinjauan Umum Tentang Hukum Islam................................. 24
a. Pengertian Hukum Islam.................................................. 24
b. Ciri-ciri Hukum Islam …………………………………. 25
c. Sumber Hukum Islam...................................................... 25
B. Kerangka Pemikiran…………………………………….……… 26
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 28
1. Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam ………………………. 28
a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam menurut
para tokoh Muhammadiyah dan Kantor Urusan Agama... 28
2. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Nikah Sirri…………….. 30
a. Pendapat Bapak H Sarto S. PdI
selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah
Muhamammadiyah Kabupaten Blora…………………… 30
b. Pendapat H. Puger Alqodri selaku
Ketua Umum Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Kecamatan Blora ……………………... 31
c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag………………………….. 31
d. Pendapat bapak Drs. Rustam………………………...….. 32
e. Pendapat dari bapak M. Sholeh Spd………………….…. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
f. Pendapat bapak M Thohir, M.Ag selaku
Pengurus Kantor Urusan Agama Pandangan
Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri............................... 33
B. PEMBAHASAN............................................................................ 34
1. Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam....................................... 34
a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam menurut
para tokoh Muhammadiyah dan Kantor Urusan Agama .. 34
2. Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ……………. 43
a. Pendapat Bapak H Sarto S. PdI selaku
Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhamammadiyah
Kabupaten Blora………………………………………… 44
b. Pendapat H. Puger Alqodri selaku Ketua
Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah
Kecamatan Blora……………………………………….... 49
c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag…………………………... 51
d. Pendapat bapak Drs. Rustam…………………..………… 53
e. Pendapat dari bapak M. Sholeh Spd……………………... 54
f. Pendapat bapak M Thohir, M.Ag selaku
Pengurus Kantor Urusan Agama Pandangan
Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri................................ 55
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan………………………………………………………. 63
B. Saran…………………………………………………………... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran............................................................. 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
LAMPIRAN
Lampiran I Surat Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret
Lampiran II Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Urusan Agama
Kabupaten Blora
Lampiran III Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Blora
Lampiran IV Surat Keterangan Riset dari Kantor Kecamatan Kunden
Kabupaten Blora
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi saat ini sebagian orang beranggapan perkawinan
merupakan suatu perjanjian yang dapat dengan mudah diganti-gantikan serta
dilepaskan ikatanya apalagi dikalangan arti-artis selebriti tanah air kita. Dapat
digambarkan sebagai sebuah mainan yang dapat dibongkar pasang dengan
mudahnya dan apabila sudah tidak sesuai dapat digantikan dengan mainan yang
baru. Naluri manusia akan kesenangan dunia inilah yang membuat mereka
melakukan hal diatas dengan senang hati. Sesungguhnya terhadap hal diatas telah
dibekali oleh Allah SWT semenjak dia lahir kedunia, yaitu naluri terhadap lawan
jenis bisa dikatakan sebagai syahwat terbesar yang ada dalam setiap manusia.
Kecenderungan ini sebelumnya telah difirmankan dalam Al-Quran ketika Allah
SWT menempatkan kecintaan laki-laki kepada wanita dan juga kecintaan wanita
akan lelaki, mendahului kecintaan manusia kepada yang lainnya, Allah SWT
berfirman yang artinya “ Dijadikan indah pada ( pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia; dan disisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)” (QS Ali-Imran[3] :14).
Adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan tersebut menyebabkan
adanya hubungan yang lebih bersifat khusus antara laki-laki dan perempuan yang
menyebabkan dibentuknya suatu rumah tangga atas dasar suatu pernikahan guna
melanjutkan keturunan sehingga terbentuklah suatu keluarga yang besar (family).
Hubungan khusus antara manusia yang berlainan jenis dikenal oleh masyarakat
sebagai hubungan dalam “perkawinan” (Chandrawila, 2001: 22).
Sesuai dengan pembahasan diatas, dalam hal ini islam meletakkan aturan
terhadap penyaluran libido seksual dengan mensyariatkan perkawinan sebagai
bentuk penghalalan sesuatu yang sebelumnya diharamkan karena perkawinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
merupakan perjanjian suci yang dapat mengikatkan hubungan antara laki-laki dan
perempuan, dengan perkawinan yang sah, maka hubungan suami dan istri yang
asal mulanya dilarang syariat menjadi boleh untuk dilakukan, namun jika
perkawinan ini tidak sah menurut syari‟at maka kelanjutan dari hubungan seksual
itu sama halnya dengan kita melakukan perzinaan. Karena sudah menjadi satu
kebenaran untuk melakukan sebuah akad yang sah untuk terpenuhinya tujuan
perkawinan yang hakiki sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah
SWT, sebagaimana tercantum dalam (QS.Ar-Ruum[30] : 21) yang artinya “ Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah. Dia menciptakan untukmu isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan
sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut: “ Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah” (QS.Adz-Dzariyat[51]: 49). Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
merasa tentram kepadanya, setelah dijadikan di antara kamu rasa kasih sayang
(mawadah wa rahmah). Sedangkan dalam (QS. Ar-Rum[30] : 21), mengandung
arti bahwa sudah barang mestinya ini sebagai garis yang tidak dapat dipungkiri
lagi karena manusia ditakdirkan untuk mencintai lawan jenisnya karena tidak ada
naluri yang lebih indah dari pada pertemuan antara lelaki dan perempuan untuk
memadu kasih dengan berujung pada perkawinan yang sah dan sesuai dengan
aturan syariat islam. Perkawinan selalu menarik perhatian banyak orang dan
bukan sekedar karena didalamya ada pembahasan mengenai seksualitas yang
selalu ingin dibicarakan namun lebih dari itu Islam memandang perkawinan
sebagai suatu perjanjian yang sakral dan sangat fundamental, bahkan Al-Quran
menyebutkan sebagai ikatan yang kokoh menyerupai hubungan Tuhan dengan
Para Nabi-Nya (QS.An-Nisa[4]: 21 dan 154). Bahkan begitu pentingnya persoalan
perkawinan ini sampai-sampai pada sejumlah ayat Al-Quran dan Hadist Nabi saw
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
diwahyukan untuk memberikan penjelasan yang lebih terperinci (Burhanudin S,
2010: 8).
Perkawinan dalam Islam merupakan kontrak sosial yang ditandai dengan
adanya kesepakatan ijab dan qabul, seperti halnya amalan manusia pada umumnya
dimana perlu adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Umumya
perkawinan akan bernilai ibadah apabila dalam pelaksanaanya sunguh-sungguh
diawali dengan niat dan tujuan yang baik pula yaitu dengan niat karena Allah
SWT sebagai bukti keimanan tidaklah mencukupi, apabila tanpa diikuti dengan
kemauan dan tekad yang sungguh-sungguh antara kedua belah pihak untuk
menjalani perkawinan. Dalam hal ini meskipun rukun dan sunah telah terpenuhi
sesuai dengan ketentuan Rasulullah saw namun ada masalah yang yang cukup
sulit untuk dipecahkan dimana masyarakat dengan kebudayaan yang masih
melekat mereka hanya melangsungkan perkawinan didepan penghulu atau
seorang kyai untuk menikahkannya, dalam hal ini perkawinan sudah dianggap sah
oleh pelakunya, agar tidak dianggap melakukan zina karena telah sah sesuai
syariat Islam dengan melakukan perkawinan dibawah tangan walaupun tidak
dicatatkan di badan resmi. Kontroversi mulai banyak bermunculan terhadap nikah
dibawah tangan atau yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan istilah nikah
sirri ini. Nikah dibawah tangan saat ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar
namun juga sudah mulai merambah di desa-desa, seperti yang terjadi di msyarakat
Kecamatan Kunden Kabupaten Blora salah satunya. Berdasarkan ketentuan diatas
maka penulis tertarik untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul sebagai
berikut :
“PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NIKAH SIRRI DALAM
KORELASI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI MASYARAKAT
KECAMATAN KUNDEN KABUPATEN BLORA)”.
B. Perumusan Masalah
Untuk dapat memperjelas tentang permasalahan yang ada agar
pembahasannya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan serta sasaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
diharapkan, maka penting sekali adanya perumusan masalah yang akan dibahas.
Perumusan masalah juga akan memudahkan penulis dalam pengumpulan data,
menyusun data dan menganalisisnya, sehingga penelitian dapat dilakukan secara
mendalam dan sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan. Adapun perumusan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam ?
2. Bagaimanakah Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam suatu
penelitian sebagai suatu solusi atas setiap masalah-masalah yang dihadapi (tujuan
obyektif), serta untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Dalam
penelitian ini tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimanakah Nikah Sirri dtinjau dari Hukum Islam.
b. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai Nikah Sirri dari sudut Pandang
Muhammadiyah.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperluas wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis
terhadap Hukum Islam mengenai perkawinan dalam Islam dan
pembelajaranya.
b. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan untuk
menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian selain mempunyai tujuan yang jelas, juga diharapkan dapat
memberikan manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian tersebut. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pemikiran terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan hukum terutama Hukum Islam.
b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah literatur dan
bahan-bahan informasi keislaman yang dapat digunakan untuk melakukan
kajian dan penelitian pada tahap selanjutnya apabila diperlukan.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang Hukum Islam sebagai
bekal untuk terjun ke dalam lingkungan masyarakat.
b. Memberikan masukan dan pemikiran-pemikiran bagi penulis mengenai
ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini, sekaligus untuk
mengetahui kemampuan penulis dalam penerapkan ilmu yang telah
diperoleh selama pembelajaran diperkuliahan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian empiris
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung
kelapangan, dengan adanya penelitian langsung dilapangan diharapkan dapat
memperoleh data yang nyata. Sesuai dengan judul dan rumusan masalah yang
diangkat penulis ingin mengetahui hukumnya nikah sirri yang marak dilakukan
saat ini dari sudut pandang Muhammadiyah.
2. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksud untuk memberi data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala yang diteliti
(Soerjono Soekamto, 1984: 10). Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini
tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi
juga meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya diambil
kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan pada penelitian tersebut.
3. Pendekatan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Dalam penelitian ini pendekatan yang akan digunakan adalah
pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan penulis dengan
mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara lisan atau
tertulis, dan juga perilaku yang nyata, diteliti, dan dipelajari sebagai suatu yang
utuh (Soerjono Soekamto, 2006: 250).
4. Jenis Bahan Hukum dan Sumber Bahan Hukum
Sumber data dalam penelitian ini merupakan subyek dimana data yang
diperlukan dalam penelitian diperoleh. Sumber data adalah tempat
ditemukanya data. Adapun data dari penelitian ini diperoleh dari dua sumber,
yaitu :
a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari
lapangan. Dalam hal ini data yang dipergunakan adalah data hasil
wawancara terhadap tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kabupaten Blora,
petugas Kantor Urusan Agama, dan orang yang melakukan nikah sirri
khususnya di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora.
b. Sumber Data Sekunder Yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan
keterangan dan bersifat melengkapi sumber data primer. Dalam penelitian
ini sumber data sekunder yaitu : buku literatur, internet, dan laporan
penelitian.
Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum sekunder.
1) Bahan Hukum Primer :
Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan dalam hal
ini yang menyangkut adalah :
a) Al-Quran
b) Majlis Tarjih
2) Bahan Hukum Sekunder
Yaitu buku-buku islam, hasil dari kalangan hukum islam, hasil penelitian,
Koran, dan bahan lain yang terkait dengan pokok bahasan.
3) Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dan sekunder yakni bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia,
indeks kumulatif, dan sebagainya (Soerjono Soekamto, 2001: 13).
5. Teknik Pengumpulan data
Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Lapangan
Penulis terjun langsung kelokasi penelitian dengan tujuan memperoleh
data yang valid dan lengkap dengan cara mengadakan wawancara yaitu
teknik pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan atau
informasi secara langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan objek
penelitian. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara langsung dengan
tokoh Muhammadiyah Kabupaten Blora, Kantor Urusan Agama Kabupaten
Blora, dan orang-orang yang melakukan nikah sirri di Kecamatan Kunden
Kabupaten Blora.
b. Studi Kepustakaan
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
Al-Quran, Majelis Tarjih, buku-buku Islam, arsip-arsip, dan bahan lain yang
berbentuk tertulis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
6. Teknik Analisis
Teknik Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan
data dalam pola, kategori dan uraian sehingga akan diketemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh (Lexy
J.Moleong, 1993: 103). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis
kualitatif dengan mengumpulkan data yang diperoleh, mengidentifikasi,
mengklarifikasi, menghubungkan dengan teori literatur yang mendukung
masalah kemudian menarik kesimpulan dengan analisis kualitatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan
hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis
perlu menyiapkan sitematika penelitian hukum. Adapun sistematika penelitian
hukum ini terdiri dari 4 bab, yang tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian ini. Sistematika yang digunakan penulisan hukum tersebut adalah
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini penulis akan menguraikan tentang
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan mengenai kajian pustaka dan teori
yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti serta
kerangka pemikiran. Dalam kerangka pemikiran teori penulis
mengungkapkan pertama mengenai tinjauan tentang
Muhammadiyah meliputi pengertian Muhammadiyah, dasar
pokok ajaran Muhammadiyah, dasar amal usaha Muhammadiyah
dan sifat Muhammadiyah. Kedua tinjauan tentang nikah sirri,
meliputi dasar nikah yang terdapat dalam ayat Al-Quran,
pengertian nikah, tujuan nikah, hikmah nikah, rukun nikah,
syarat nikah, hukum nikah, dan nikah sirri, meliputi pengertian
nikah sirri secara umum. Ketiga tinjauan tentang Hukum Islam,
meliputi pengertian Hukum Islam, ciri-ciri Hukum Islam, dan
sumber Hukum Islam.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dalam bab ini penulis akan menyajikan pembahasan tentang
pertama data-data hasil wawancara dilapangan yang meliputi
data mengenai hasil wawancara terhadap tokoh-tokoh
Muhammadiyah, data hasil wawancara Kantor Urusan Agama,
data hasil wawancara terhadap orang yang melakukan nikah sirri
di Kecamatan Kunden Kabupaten Blora, pembahasan mengenai
nikah sirri ini ditinjau dari Hukum Islam dan bagaimana
Muhammadiyah menjelaskan mengenai nikah sirri tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berdasarkan
pembahasan dan jawaban masalah atas rumusan masalah yang
ditujukan pada pihak-pihak terkait dengan permasalahan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Muhammadiyah
Adapun sedikit pemahaman tentang Muhhammadiyah,
Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad
Dahlan yang lahir di Kauman Yogyakarta tahun 1285 H/1868 M, ayahnya
bernama KH. Abu Bakar seorang Khatib Masjid Agung Kesultanan
Yogyakarta dan bila ditelusuri lebih jauh beliau keturunan dari Syaikh
Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tanggal 8 april 1419 Masehi.
Menurut perspektif KH. Ahmad Dahlan, beragama adalah beramal yang
artinya beragama itu berkarya dan berbuat sesuatu yaitu melakukan tindakan
sesuai dengan isi pedoman Al-Quran dan Sunnah (KH. Ibnu Salimi dan
Sudarno S, 1997: 55-56).
a. Pengertian Muhammadiyah
Pengertian Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan
gerakan Islam, maksud dari gerakanya adalah dakwah Islam “Amar Ma’ruf
Nahi Munkar” yang ditujukan kepada dua bidang yaitu perseorangan yang
dibagi dua golongan ( kepada yang Islam bersifat pembauran artinya
mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni dan yang kedua
kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk Agama
Islam) dan masyarakat dalam hal ini bersifat perbaikan dan bimbingan serta
peringatan (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 69).
b. Dasar Pokok Ajaran Muhammadiyah
Adapun isi dari pokok-pokok pemikiran keagamaan KH. Ahmad Dahlan
adalah sebagai berikut (KH. Ibnu Salimi dan Sudarno S, 1997: 57-58)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Dalam bidang Aqidah, sejalan dengan pandangan dan pemikiran
ulama salaf;
2) Beragama adalah beramal, artinya bahwa beragama itu berkarya dan
berbuat sesuatu, yaitu melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman
Al-Quran dan Sunnah. Dalam pengertian ini orang yang beragama
adalah orang yang menghadapkan jiwa dan hidupnya hanya kepada
Allah SWT, yang dapat dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan
seperti rela berkorban, baik dengan harta benda miliknya atau dengan
ilmunya dan bekerja dalam berbagai segi kehidupan hanya karena
untuk Allah SWT semata;
3) Dasar pokok Hukum Islam menurut KH. Ahmad Dahlan adalah Al-
Quran dan Sunnah, apabila dari keduanya tidak diketemukan
hukumnya maka ditentukan berdasarkan kepada penalaran dengan
menggunakan kemampuan berpikir secara logis serta Ijma‟ dan Qiyas;
4) Dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan terdapat 5 jalan untuk
memahami Al-Quran yaitu mengerti, yang artinya memahami maksud
(tafsir), selalu bertanya pada diri sendiri, apakah larangan agama yang
telah diketahui telah ditinggalkan, dan apakah perintah agama yang
dipelajari sudah dikerjakan atau belum, tidak mencari ayat lain
sebelum isi ayat sebelumnya dikerjakan;
5) Ada tindakan nyata adalah wujud kongkrit dari hasil penerjemahan Al-
Quran dan organisasi adalah wadah dari tindakan nyata tersebut,
dimana orang Islam harus selalu memperluas dan mempertajam
kemampuan akal pikiran dengan ilmu;
6) Sesuai dengan dasar pemikiran bahwa seseorang itu perlu dan
bergembira, maka orang tersebut harus yakin bahwa mati adalah
bahaya akan tetapi lupa kematian adalah bahaya yang jauh lebih besar
dari kematian itu sendiri. Menurut KH. Amad Dahlan dalam diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
seseorang harus ditanamkan “ghirah” dan gerak hati untuk maju
dengan landasan moral dan iklhas dalam beramal;
7) Kunci persoalan kehidupan adalah peningkatan kualitas hidup dan
kemajuan yang sedang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat
(dalam kaitanya dengan pandangan KH. Ahmad Dahlan
menyampaikan pesan kepada umat untuk menjadi insiyur, guru,
master, dan untuk kembali berjuang dalam Muhammadiyah);
8) Pembinaan generasi muda dilakuakan Kyai dengan jalan interaksi
langsung, untuk melaksanakan teorinya dan mendirikan kepanduan
yang selanjutnya diberi nama “Hisbul-Wathan” (HW);
9) Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi adalah
merujuk kembali kepada Al-Quran, menghilangkan sikap fatalisme
dan sikap “taqlid”. Strategi ini dilaksanakan dengan menghidupkan
jiwa dan semangan ijtihad melalui peningkatan kemampuan berpikir
logis-rasional dan mengkaji realitas sosial.
c. Sifat Muhammadiyah
Sifat Muhammadiyah terbagi dalam sepuluh bagian yaitu (KH. Ibnu Salimi
dan Sudarno S, 1997: 71):
1) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;
2) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah;
3) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam;
4) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;
5) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta menjadi
contoh teladan yang baik;
6) “Amar ma’ruf nahi munkar” dalam segala lapangan serta menjadi
contoh yang baik;
7) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan maksud istilah
pembangunan sesuai dengan ajaran Islam;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
8) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha
menyiarkan dan memelihara Agama Islam, serta membela
kepentingannya;
9) Membantu pemerintah serta kerjasama dengan golongan lain dalam
memelihara, dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur yang diridhoi Allah SWT;
10) Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana.
d. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
Dasar Amal Usaha Muhammadiyah yang tersimpul dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut (KH. Ibnu Salimi dan
Sudarno S, 1997: 70):
1) Hidup manusia harus berdasaar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah
Swt;
2) Hidup manusia bermasyarakat;
3) Mematuhi ajaran-ajaran Agama Islam dengan berkeyakinan bahwa
ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban
bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat;
4) Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam dalam masyarakat
adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah SWT dan insan kepada
kemanusiaan;
5) Ittiba‟ kepada langkah dan perjuangan Nabi Muhammad saw;
6) Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.
Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah yaitu
bagaimana cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan
tunggalnya dengan berpedoman “ Berpegang teguh akan ajaran Allah
SWT dan rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan
lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridhoi
Allah SWT ( KH. Ibnu Salami dan Sudarno, 1997: 70).
2. Tinjauan Tentang perkawinan Dalam Islam
Pernikahan merupakan moment yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang dimana dengan nikah tersebut seseorang akan menjalani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kehidupanya bersama dengan pasanganya atau pendamping hidupnya hingga
akhir hayat nanti dan berusaha untuk menjalin kehidupan yang lebih baik lagi
didunia maupun diakhirat. Allah menciptakan manusia, pria dan wanita,
dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal.
Adanya rasa cinta kasih antara pria dan wanita merupakan fitrah manusia.
Hubungan khusus antar jenis kelamin antara keduanya terjadi secara alami
karena adanya gharizatun nau’ (naluri seksual/berketurunan). Sebagai sistem
hidup yang paripurna, Islam pasti sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya
Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual secara bebas yang dapat
membahayakan diri manusia dan kehidupan masyarakat. Islam telah
membatasi hubungan khusus pria dan wanita hanya dengan pernikahan.
Dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat penuh kesucian, kemuliaan,
sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan dapat mewujudkan
ketenangan hidup dan kelestarian keturunan umat manusia.
Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan
satu dengan yang lainnya, dan menyatukan keduanya dalam taqwa, serta
menumbuhkan darinya rasa tenteram dan kasih sayang. Shalawat serta salam
semoga selalu allah curahkan kepada teladan umat yang telah mengembalikan
harkat manusia kembali pada fitrahnya. Islam sebagai ajaran yang sesuai
dengan fitrah, telah mensyari'atkan adanya pernikahan bagi setiap manusia.
Dengan pernikahan seseorang dapat memenuhi kebutuhan fitrah insaniyahnya
(kemanusiaannya) dengan cara yang benar sebagai suami isteri, lebih jauh lagi
mereka akan memperoleh pahala disebabkan telah melaksanakan amal ibadah
yang sesuai dengan syari'at Allah SWT. Pernikahan dalam pandangan Islam,
bukan hanya sekedar formalisasi hubungan suami isteri, pergantian status,
serta upaya pemenuhan kebutuhan fitrah manusia. Pernikahan bukan hanya
sekedar upacara sakral yang merupakan bagian dari daur kehidupan manusia.
Pernikahan merupakan ibadah yang disyari'atkan oleh Allah SWT melalui
Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi pernikahan adalah bukti ketundukan
seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak membiarkan hamba- Nya
beribadah dengan caranya sendiri. Allah yang Maha Rahman memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tuntunan yang agung untuk melaksanakan ibadah ini, sebagaimana ibadah-
ibadah yang lainnya (shalat, puasa, zakat, haji, dsb.). Maka adalah sebuah
kecerobohan, bila hamba-Nya yang ingin melaksanakan ibadah yang suci ini
(nikah) menodainya dengan bid'ah (yang tidak diajarkan oleh Islam) dan
khurafat (hal-hal yang membawa kepada kemusyrikan terhadap Allah),
sehingga mencabut status aktivitas itu dari ibadah menjadi mafsadat/dosa.
Adalah sebuah kemestian bagi setiap muslim untuk berusaha
menyempurnakan ibadahnya semaksimal mungkin, tak terkecuali dengan
sebuah proses dan kegiatan pernikahan. Kesemuanya itu dilakukan agar
hikmah dan berkah ibadah dari ibadah itu dapat dirahmati oleh Allah Azza wa
Jalla.Adapun pengertian nikah sebagai berikut :
a. Pengertian Nikah
“Menurut bahasa kawin identik dengan nikah yang berasal dari
bahasa arab, yakni menghimpun, berkumpul dan menindih, sedangkan
menurut istilah, berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan permpuan yang bukan mahrom yang menimbulkan hak dan kewajiban
antara keduanaya” (Najmuddin Zuhdi, Elvi Na‟imah, 2005: 102).
Menurut Imam Syafi'I, Pengertian nikah ialah suatu akad yang dengannya
menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan
menurut arti majazi (mathaporic) nikah itu artinya hubungan seksual
(Mohd. Idris Ramulyo, 2004 : 2).
1) Dasar nikah yang terdapat dalam Al-Quran yang Menjelaskan tentang
pernikahan sebagai berikut :
a) “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (nikahilah) seorang saja” (QS. An-Nisaa‟ [4] : 3).
b) “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (QS. An-Nuur [24]: 32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c) “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari
padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang
kepadanya ” (QS. Al-A‟Raaf [7]: 189).
d) “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 49).
e) “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS.
Ar-Ruum [30]: 21).
f) “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl [16]: 72).
g) “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak” (QS. An-Nisaa‟ [4] : 1).
2) Sedangkan menurut “Ahli Ushul”, Nikah terdapat 3 macam pendapat
(Abd. Shomad, 2008: 272) :
a) Menurut Ahli Ushul golongan Hanafi, arti aslinya adalah setubuh
dan menurut arti majazi adalah akad yang dengannya menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita;
b) Menurut Ahli Ushul golongan Syafi‟i, nikah menurut arti aslinya
adalah akad yang denganya menjadi halal hubungan kelamin antar
pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi adalah setubuh;
c) Menurut Abul Qasim Azzajjad, Imam Yahya, Ibnu Hazm, dan
sebagian ahli Ushul sahabat Abu Hanafi mengartikan nikah
bersyarikan artinya antara akad dan setubuh;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d) Menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan “Perkawinan
menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau (miitsaaqan gholiidhan) untuk menaati perintah Allah
SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Sedangkan
pengertian nikah dalam Hukum Islam sendiri adalah melakukan
suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dengan perempuan untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara dua belah pihak dengan dasar suka rela dan
keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan
hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan
ketenteraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah SWT
(Ahmad Azhar Basyir, 1990: 10);
e) Menurut Sajuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci
kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang
kekal, santun-menyantuni, kasih-mengkasihi, tentram, dan bahagia.
3) Nikah menurut Ahli Fiqh yang secara etimologi istilah nikah
didefinisikan sebagi berikut (Burhanuddin S, 2010: 31-32) :
a) Menurut Ulama Hanafiyah, pengertian nikah adalah akad yang
disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan;
b) Menurut Ulama Syafi‟iyah, pengertian nikah adalah akad yang
mengandung maksud untuk memiliki kesenangan (wathi‟) disertai
lafadz nikah, kawin, atau yang semakna;
c) Menurut Ulama Malikiyah, pengertian nikah adalah akad yang
semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama
manusia;
d) Menurut Ulama Hanabilah, nikah adalah akad dengan lafadz nikah
atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang.
b. Tujuan dan Hikmah Pernikahan
Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan
hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki, dan perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar
cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam
masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh
Syari‟ah (Soemiyati, 1986: 12).
Nikah bukanlah hanya untuk hubungan suami istri didunia semata
namun juga suatu perjuangan antara pihak laki-laki dan permpuan untuk
mencapai kebahagiaan bersama didunia maupun diakhirat dimana nikah
ini merupakan bagian dari ibadah yang mulia untuk menyempurnakan
sebagian dari agama seseorang serta dapat terjalin rumah tangga yang
sesuai dengan Islam yakni rumah tangga yang ideal menurut Islam sebagai
berikut (Burhanuddin S, 2010: 47):
1) Pergaulan yang “makruf” (pergaulan yang baik), yaitu saling
menghormati dan saling menjaga rahasia masing-masing, serta
menjaga pergaulan yang harmonis baik antara suami isteri maupun
hubungan dengan anak-anak;
2) Pergaulan yang “sakinah” (pergaulan yang aman dan tentram), yaitu
agar suasana dalam kehidupan rumah tangga itu terdapat keadaan yang
aman dan tentram, gemah ripah loh jinawi, tidak terjadi perselisihan
paham yang prinsipil;
3) Pergaulan yang mengalami rasa “mawaddah” (saling mencintai
terutama di masa muda atau remaja), yaitu rasa cinta mencintai antara
suami isteri yang meliputi pula arti saling memerlukan dalam
hubungan seks;
4) Pergaulan yang disertai “rahmah”, yaitu rasa santun-menyantuni
terutama setelah masa tua.
Adapun hikmah dari pernikahan trsebut adalah sebagai berikut
(Burhanuddin S, 2010: 48-52):
1) Menyempurnakan ibadah sebagaimana Rasulullah Shalallahu „Alaihi
Wassalam bersabda: “Barangsiapa memberi karena Allah, menahan
kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan
menikahkan karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman” (HR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim.
Disepakati oleh Adz Dzahabi). Dari pengertian diatas maka nikah
adalah bagian dari ibadah sehingga konsekwensi apabila seorang laki-
laki atau perempuan tidak mampu menjadi suami atau istri yang baik
berarti kelak akan dmintai pertanggung jawaban di hadapan Allah
SWT, menikah juga merupakan bagian ibadah yang mulia dan akan
menyempurnakan Agama seseorang, sehingga tidak ada gunanya
apabila tidak diiringi dengan niat yang baik tidaklah cukup sebelum
amalan yang Syar‟i sebagaimana telah ditetapkan dalam Al-Quran dan
Sunnah yang artinya “Barang siapa menikah maka ia telah
menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan
sisanya” (HR. AT-Thabrani);
2) Mencapai ketentraman jiwa, sesungguhnya pernikahan terdapat rahasia
robbani yang sangat besar dimana saat terlaksananya akad nikah akan
tercapai kasih sayang yang didapati oleh suami istri, dimana kasih
sayang itu tidak dapat ditemui dari seorang sahabat kecuali melalui
pergaulan rumah tangga yang berlangsung lama;
3) Melestarikan keturunan sebagaimana yang Allah SWT pilihkan untuk
para kekasih-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa
Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-
isteri dan keturunan” (QS. Ar-Ra‟d [13]: 38). Dimana dalam
masyarakat disini tersusun dari beberapa kumpulan keluarga yang
dibentuk dari dua insan manusia melalui suatu pernikahan, pernikahan
dalam Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memilih pasangan
suami istri yang baik (agamanya) sehingga dapat melahirkan keturunan
sebagaimana diharapkan yaitu dapat menyelamatkan kedua orang
tuanya setelah meninggal dunia melalui doa kepada Allah SWT;
4) Mencegah perzinaan, dengan menikah seseorang akan lebih dapat
menjaga pandangan dan kemaluanya dari hal-hal yang diharamkan.
Dan memenuhi kebutuhan biologis yang mana kecintaan manusia pada
lawan jenis untuk melakukan hubungan seksual secara halal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
merupakan fitrah manusia yang tumbuh atas kehendak Allah SWT
sebagaimana oleh Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda)
dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang
kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah
mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan
syahwat yang ada dalam dirinya” (HR. Muslim, Abu Dawud dan
Tirmidzi) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html,
diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB).
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan biologis yang sah dapat
dilakukan dengan adanya ikatan pernikahan antara laki-laki dan
perempuan.
c. Rukun dan Syarat Nikah
Ketentuan pernikahan telah diatur secara jelas dalam Al-Quran dan
Sunnah, walaupun terdapat keberagaman pendapat namun para ulama
sependapat bahwa untuk mencapai keabsahan suatu pernikahan diperlukan
adanya syarat dan rukun sebagaimana ditetapkan Syariat.
Pengertian Rukun adalah sesuatu yang harus ada sehingga
berlakunya merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut, sedangkan
syarat adalah sesuatu yang harus ada meskipun berlakunya bukan menjadi
bagian dari amalan itu sendiri. Adapun bagian dari rukun dan syarat nikah
tersebut sebagai berikut (Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 23-
28) :
1) Rukun Nikah :
a) Pengantin Laki-Laki;
b) Pengantin Perempuan;
c) Wali;
d) Dua Orang Saksi;
e) Ijab dan Qabul.
2) Sedangakan syarat nikah tersebut antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a) Syarat- syarat pengantin laki-laki :
(1) Tidak dipaksa atau terpaksa;
(2) Tidak dalam ihram haji atau umrah;
(3) Islam (apabila kawin dengan perempuan Islam).
b) Syarat-syarat pengantin perempuan :
(1) Bukan perempuan yang dalam masa iddah;
(2) Tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain;
(3) Antara perempuan dan laki-laki tersebut bukan muhrim;
(4) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah;
(5) Bukan perempuan musyrik.
3) Adapun penjelasan sebagai berikut (Burhanuddin S, 2011: 39-46):
a) Laki-laki dan wanita yang tidak terhalang secara Syar‟i untuk
menikah artinya bahwa tidak ada yang menghalangi mereka
menikah yaitu ketika wanita yang akan dinikahi termasuk orang
yang haram dinikahi karena adanya hubungan keturunan atau ada
hubungan penyusuan, selain itu bagi wanita yang sedang menjalani
masa iddah juga terhalang sementara untuk dinikahi;
b) Kehadiran saksi menurut mayoritas ulama, kehadiran saksi dalam
akad nikah adalah sebagai penentu keabsahan akad nikah itu; Jika
seorang wanita meminta dua orang dari kerabatnya menikahkan
dirinya, kemudian masing-masing dari keduanya menikahkannya
dengan orang lain, maka wanita tersebut menjadi laki-laki yang
lebih dahulu dinikahkan dengannya dan jika akad dilaksanakan
pada waktu yang sama maka pernikahan wanita tersebut dengan
kedua laki-laki tersebut batal, dua orang saksi yang dimaksud
dengan dua orang saksi bahwa akad nikah harus dihadiri dua orang
saksi atau lebih dari laki-laki yang adil dari kaum Muslimin,
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian"
(QS. Ath-Thalaaq : 2). Dan karena Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dua orang saksi yang adil" (Diriwayatkan Al-Baihaqi dan Ad-
Daruquthni. Hadits ini cacat dan juga diriwayatkan Imam Syafi'i
secara mursal. Imam Syafi'i berkata, "Sebagian besar ulama
mengamalkannya". Itu pula yang dikatakan At-Tirmidzi). Hukum-
hukum bagi dua orang saksi ialah sebagai berikut:
1) Saksi nikah harus dua orang atau lebih.
2) Kedua saksi tersebut harus adil, dan adil itu terlihat dengan
menjauhi dosa-dosa besar dan meninggalkan sebagian besar
dosa-dosa kecil. Sedang orang fasik dengan melakukan zina,
atau meminum minuman keras, atau memakan harta riba itu
tidak sah dijadikan saksi pernikahan.
3) Jumlah saksi disunnahkan diperbanyak pada zaman kita karena
sedikitnya sifat adil pada zaman sekarang.
c) Wali dari pihak perempuan ini merupakan salah satu rukun nikah
adalah wali dari mempelai perempuan karena jika seorang
perempuan menikahkan dirinya tanpa wali, maka nikahnya bathil
(tidak sah); Wali yaitu ayah kandung wanita, atau penerima wasiat,
atau kerabat terdekat dan seterusnya sesuai dengan urutan dari ahli
waris wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita
tersebut, atau pemimpin setempat, karena Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "tidak ada nikah kecuali dengan wali"
(Diriwayatkan semua penulis Sunan dan di-shahih-kan Al-Hakim
dan Ibnu Hibban). Dan karena Umar bin Khathab Radhiyallahu
Anhu berkata, "Wanita tidak boleh dinikahi kecuali dengan izin
walinya, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin".
Hukum-hukum bagi wali
Wali mempunyai sejumlah hukum yang wajib diperhatikan, yaitu:
1) Ia layak menjadi wali, yaitu laki-laki, baligh, berakal
sempurna, dan orang merdeka (bukan budak).
2) Orang yang hendak menikahi seorang wanita harus meminta
izin kepada walinya jika wanita tersebut gadis dan walinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
adalah ayahnya sendiri, atau menanyakan wanita tersebut
kepada walinya jika wanita tersebut janda dan walinya bukan
ayahnya sendiri, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda: "Janda lebih berhak terhadap dirinya
daripada walinya dan gadis itu harus dimintai izin, dan izinnya
adalah diamnya" (Diriwayatkan Imam Malik dengan sanad
yang shahih).
3) Perwalian wali yang dekat tidak sah dengan keberadaan wali
yang lebih dekat. Jadi tidak sah perwalian saudara seayah
dengan keberadaan saudara kandung, atau perwalian anak
saudara dengan keberadaan saudara.
d) Adanya Ijab Qabul dimana ijab berarti lafadz yang diucapkan oleh
atau pihak lain yang diperkenankan syariat untuk mengganikanya.
Qabul adalah lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang
mewakilinya.
e) Pernikahan orang yang sedang ihram, yaitu pernikahan orang yang
sedang ihram dengan haji atau umrah dan belum memasuki waktu
tahallul. Pernikahan seperti itu tidak sah dan jika orang tersebut
tetap ingin menikah dengan wanita yang dinikahinya pada saat
ihram, ia harus mengulangi akadnya setelah ia selesai melakukan
ibadah haji atau umrah, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Orang yang sedang ihram tidak boleh
menikahkan dan tidak boleh dinikahkan" (HR. Muslim).
f) Pernikahan dalam masa iddah, yaitu seseorang menikahi wanita
yang sedang menjalani iddah karena bercerai dengan suaminya,
atau karena suaminya meninggal dunia. Pernikahan seperti itu batil
dan tidak sah dan hukumnya ialah keduanya dipisahkan karena
akad keduanya tidak sah dan wanita tetap mendapatkan mahar jika
suaminya telah berduaan dengannya dan orang tersebut
diharamkan menikahi wanita tersebut setelah masa iddah-nya habis
sebagai hukuman baginya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berfirman, "Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk
beraqad nikah, sebelum habis iddahnya" (QS. Al-Baqarah :
g) Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita Ahli Kitab,
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan janganlah
kamu nikahi wanita-wanita musyrikat, sebelum mereka beriman"
(QS. Al-Baqarah : 221). Jadi orang Muslim haram menikahi wanita
kafir dari agama Majusi, atau wanita komunis, atau wanita
penyembah berhala. Wanita Muslimah juga diharamkan secara
mutlak menikah dengan laki-laki Ahli Kitab, atau non Ahli Kitab,
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Mereka
(wanitawanita Muslimah) itu tidak halal bagi orang-orang kafir
dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka" (QS. Al-
Mumtahanah : 10) (Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, 2002 : 591-593).
d. Hukum Nikah
Bagi setiap individu mempunyai beban hukum yang melekat pada
perbuatan manusia, begitu juga dengan nikah tedapat beban hukumnya
yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan atau kesiapan seseorang
sebagai berikut (Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 14-17) :
1) Nikah Wajib, berlaku bagi orang yang telah mampu dan berkeinginan
untuk melangsungkan pernikahan karena takut terjerumus pada
perbuatan fitnah zina,
“ Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, mak
hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menjaga pandangan dan
kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa,
karena puasa bisa menjadi perisai baginya”( HR. Bukhari).
2) Nikah Sunnah adalah nikah yang berlaku bagi orang yang sudah
mampu, tetapi masih mengendalikan dirinya dari perbuatan yang
haram (zina).
“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah
, apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di
dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia
menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal
maka ia mendapatkan pahala” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)
(http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada
26 April 2011 pukul 6.10 WIB).
Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan
tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan
keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin
beribadah dengan infaqnya, sebagaimana Rasulullah Shalallahu „Alaihi
Wassalam bersabda yang artinya :
“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah
melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu
letakkan di mulut isterimu” (HR. Bukhari dan Muslim) (http://Hikmah
dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April 2011
pukul 6.10 WIB).
“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu
nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang
miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar
pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu” (HR.
Muslim) (http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html,
diakses pada 26 April 2011 pukul 6.10 WIB).
3) Nikah Mubah berlaku bagi orang yang tidak diwajibkan segera
menikah dan tidak ada penghalang yang mengharamkan untuk
melaksankan pernikahan;
4) Nikah Makruh, berlaku bagi orang yang tidak berkeinginan untuk
menggauli dan menafkahi istri;
5) Nikah Haram, berklaku bagi orang yang menyadari bahwa dirinya
tidak mampu memenuhi kewajiban hidup berumah tangga, baik nafkah
lahir seperti sandang , pangan, papan, maupun batin. Allah SWT
berfirman yang artinya; “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan
mereka dengan karuniaNya”(QS. An-Nur [24]: 33).
e. Pengertian Nikah Sirri
Sirri secara bahasa berasal dari bahasa arab yakni “as-sirri” yang
berarti rahasia, maka nikah sirri ini dikenal dengan sebutan “zawaj as-
sirri” atau pernikahan secara rahasia (Burhanuddin S, 2010: 13).
Keberadaan nikah sirri sebenarnya telah ada sejak jaman sahabat,
dimana istilah itu berasal dari ucapan Umar bin Khattab, bahwa telah
terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi, kecuali hanya seorang
laki-laki dan seorang perempuan. Dalam riwayatnya Masyhur, sahabat
Umar bin Khattab r.a menyatakan ” Ini nikah sirri, saya tidak
membolehkanya, dan sekiranya saya tahu lebih dahulu, maka pasti akan
saya rajam” (Burhanuddin S, 2010: 14).
Adapun yang dimaksud nikah sirri adalah pernikahan yang tidak
dicatatkan pada pihak yang berwenang, ada juga yang bersifat
merahasiakan pernikahan dimana para saksi diwasiatkan untuk
merahasiakan pernikahan tersebut, umumnya kerahasiaan dalam nikah
sirri ini diperuntukkan kepada istri pertama dan keluarga, namun ada juga
Nikah Sirri yang resmi dicatat dalam catatan pihak berwenang namun
tidak diketahui oleh istri, dan keluarganya yang sebelumnya. Adapun
pengertian nikah sirri menurut beberapa ulama sebagai berikut (Musthafa
Luthfi dan Mulyadi Luthfi, 2010: 43) :
1) Pengertian Nikah Sirri dalam menurut Ulama Fiqih, Nikah Sirri ialah
pernikahan yang ditutup-tutupi. Sirri berasal dari kata “as-sirru” yang
bermakna rahasia.
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman yang artinya:
“…Dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia..” (QS. Al-Baqarah[2]: 235).
Pernikahan sirri ini dapat diartikan sebagai pernikahan yang
diwasiatkan kepada saksi untuk disembunyikan atau dirahasiakan
dimana rukun dan syaratnya telah terpenuhi yang tidak dicatatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
secara resmi, namun pernikahan ini disaksikan oleh sekurang-
kurangnya dua orang saksi yang adil dan berdasarkan persetujuan serta
kehadiran wali, tidak diumumkan sehingga, kawin sirri adalah
pernikahan yang dirahasiakan dan ditutupi, serta tidak disebarluaskan;
2) Pernikahan sirri juga dikatakan sebagai pernikahan tanpa wali “tidak
sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan tidak dicatatkan secara
resmi. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (sirri)
dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena
menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin
memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-
ketentuan syariat;
3) Nikah Sirri juga diartikan sebagai pernikahan yang sah secara agama
yaitu rukun dan syaratnya terpenuhi yang secara resmi pada badan
negara dicatatkan namun para saksi diminta untuk merahasiakan
kesaksianya;
4) Nikah Sirri adalah pernikahan yang tidak tercatat secara resmi namun
disetujui oleh wali tanpa ada saksi.
Berdasarkan empat ketentuan diatas istilah nikah sirri yang
berkembang dalam masyarakat selama ini adalah bentuk pernikahan yang
telah memenuhi rukun dan syaratnya yang telah sesuai dengan yang
ditetapkan syariat dan sah secara agama meskipun tanpa dicatat dalam
pencatatan badan yang berwenang di suatu Negara.
3. Tinjauan Tentang Hukum Islam
a. Pengertian Hukum Islam
1) Secara etimologi (lughawi) syari‟at berarti jalan ke tempat pengairan
atau jalan yang pasal yang diturut (SEI.: 524); atau tempat lalu air di
sungai. Menurut ahli syari‟at ialah segala kitab Allah SWT yang
berhubungan dengan tindak tanduk manusia di luar yang mengenai
akhlak yang diatur tersendiri atau bagi hukum-hukum yang bersifat
amaliyah. (Ibid: 414). Syaria‟at adalah hukum amaliyah yang berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
menurut perbedaan Rasul yang membawa dan setiap yang datang
kemudian mengoreksi dan menasakh yang datang lebih dahulu (Ismail
Muhammad Syah, 1992: 12).
2) “Dalam Al-Quran menggunakan kata dan syir‟ah dan syariah dalam
arti “din” yakni jalan yang telah ditetapkan Allah SWT bagi manusia.
Pada masa Rasulullah saw hidup istilah syarai‟ sebagai bentuk jamak
dari kata syariah digunakan dalam arti masalah-masalah pokok
Islam”(Abd Shomad, 2010: 25).
3) Imam Abu Hanafiah (700-765), mendefinisikan syariah sebagai semua
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang bersumber pada
wahyu, yakni semua bagian-bagian ajaran Islam;
4) Abu Hanafiah menjelaskan “din” tidak pernah berubah sedangkan
syariah terus-menerus berubah dalam perjalanan sejarah, ”din” adalah
pokok-pokok iman, sedang syariah ialah kewajiban yang harus
dijalani;
5) Imam Syafi‟I (767-820), mengartikan syariah dengan peraturan-
peraturan lahir bagi umat Islam yang bersumber pada wahyu dan
kesimpulan (deductions) yang dapat ditarik dari wahyu. Peraturan-
peraturan lahir ini mengenai cara bagaimana manusia berhubungan
dengan Allah SWT dan sesama makhluk, khususnya sesama manusia.
Imam Syafi‟i menggunakan istilah syariah dalam penggertian lembaga,
lebih jauh lagi, ia menggunakan istilah Syar‟i dengan pengertian
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan;
6) Syekh Mahmout Syaltout, mendefinisikan bahwa Syari‟ah ialah
peraturan-peraturan yang diciptakan oleh Allah SWT, atau yang
diciptakanya pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya
dalam hubungan dengan Tuhan, saudara sesama muslim, saudara
sesama manusia, serta hubungannya dengan alam seluruhnya, dan
hubunganya dengan kehidupan;
7) Mohammedan Law, mendefinisikan Kata syariah adalah nama
umumnya yang diartikan yang diberikan kepada peraturan-peraturan
atau kaidah-kaidah Agama Islam, dan para ahli dirumuskan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
suatu yang tidak akan adanya, seandainya tidak ada wahyu Ilahi.
Hukum syariah itu diartikan sebagai jenis, sifat dan nilai yang
ditetapkan sebagi dari wahyu Ilahi;
8) Hukum Islam adalah nama bagi segala ketentuan Allah SWT dan
utusan-Nya yang mengandung larangan, pilihan, atau menyatakan
syarat, sebab, dan halangan untuk suatu perbuatan hukum. Sifat hukum
Islam universal yang mengatur hubungan antara manusia dengan
penciptanya, manusia dengan masyarakat dimana hidup, dan manusia
dengan alam lingkungannya, disegala waktu, dan segala tempat,
mencakup segala kehidupan manusia dan segala permasalahan (Abd
Shomad, 2010: 29).
c. Ciri-ciri khusus Hukum Islam (Abd Shomad, 2010: 30-31):
1) Hukum Islam adalah hukum Agama Islam;
2) Hukum Islam mengandung watak universal;
3) Hukum Islam dalam bidangnya ubudiyah halnya telah diatur
sedemikian rupa dalam Al-Quran dan As-Sunnah;
4) Hukum Islam dalam bidang muamalah cocok insan kamil manusia,
perasaan hukum, kesadaran hukum masyarakat dapat dikembangakan
dan senantiasa tumbuh menurut kebutuhan dan pandangan hidup
masyarakat dilandasi Al-Quran dan As-Sunnah.
d. Sumber Hukum Islam (Abd. Shomad, 2010: 33):
1) Sumber hukum Ashliyah, sumber hukum yang pengunanaya tidak
tergantung pada sumber lain, yakni Al-Quran (Al Quran adalah kalam
Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui
malaikat jibril dengan lafal dan maknanya, yang disampaiakan kepada
kita secara mutawair, yang menjadi mukjizat, serta yang aktivitas
membacanya adalah ibadah) dan As-Sunnah (Sunnah menurut Ahli
Hadits perkataan, perbuatan, legalisasi, serta akhlak dan anggota badan
yang disandarkan kepada Rasulullah saw);
2) Sumber hukum Taba‟iyyah, sumber hukum yang pengunaanya
berdasarkan pada ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti
Ijma‟(upaya sungguh-sungguh menggunakan akal pikiran untuk
merumuskan dan menetapkan hukum atas sesuatu perkara yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
ditemukan kepastian hukumnya dalam Al-Quran danAs-Sunnah),
qiyas(Qiyas berarti menurut Ulam Ushul Fiqh sebagai upaya
menyamakan hukum syariat satu kasus dengan kasus lain karena
keduanya mempunyai persamaan „illat atau motif dan latar belakang
berlakunya hukum tersebut), istishlah(Istishlah adalah menetapkan
suatu hukum bagi masalah yang tidak ada nash-nya dan tidak ada ijma‟
berdasarkan kemaslahatan murni, dan tidak dibatalkan oleh syari‟at),
dan lain-lain.
2. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
Keterangan :
Saat ini sangat banyak nikah sirri yang dapat ditemukan dimasyarakat sekitar kita,
dimana masih banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan sirri. Nikah sirri
dalam masyarakat saat ini adalah nikah yang dilakukan secara sah menurut hukum
Islam yang syarat dan rukunya telah terpenuhi namun pernikahan tersebut tidak
dicatatkan pada badan yang berwenang atau pada petugas pencatatan nikah
Muhammadiyah
Nikah
Sirri
boleh tidak
Masyarakat
Hukum Islam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
setempat, hal inilah yang menjadikan masalah mengenai bagaimana hukum Islam
menjelaskan mengenai status dari nikah tersebut yang secara syariat pernikahan
tersebut sudah sah namun secara administratife belum karena pernikahan tersebut
tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah atau penguasa dan bagaimana
nikah sirri ini menurut Hukum Islam sah atau tidak, serta bagaimana pandangan
Muhammadiyah terhadap pernikahan sirri tersebut berdasarkan ketentuannya yang
tetap bersumber pada nilai-nilai Hukum Islam, apakah nikah sirri yang dilakukan
oleh sebagian masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora sah atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang didapatkan selama wawancara dilapangan oleh beberapa
responden yang telah melakukan nikah sirri antara lain Ibu astuti usia 40 tahun,
pernah menikah namun suami meninggal dunia kemudian melakukan pernikahan
dengan memenuhi rukun dan syarat nikah menurut agama dengan seorang laki-
laki yang sudah berkeluarga. Kedua ibu puji astute usia 37 tahun, pernah menikah
namun suami meninggal dunia, dia menikah lagi secara sirri dengan memenuhi
rukun dan syarat nikah dengan seorang laki-laki yang sudah berkeluarga. Ketiga
bapak sudarmono, usia 54 tahun, pernah menikah secara resmi namun istri
meningal dunia. Kemudian dia melakukan nikah secara sirri dengan seorang janda
beranak satu. Hasil penelitian ini digunakan penulis sebagai contoh kasus nikah
sirri yang dialakukan masyarakat, adapun hasil penelitian terhadap
permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam, berdasarkan hasil
penelitian dilapangan yang telah dilakukan penulis adalah:
a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam berdasarkan wawancara dengan para
tokoh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1) Nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut bapak H. Sarto S.
Pdi selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kabupaten Blora, dalam penelitian dilapangan sebagai berikut:
Nikah sirri atau sirri yang berarti rahasia, dalam Hukum Islam
tidak ada ayat yang menjelaskan mengenai pengertian nikah sirri
secara langsung sehingga beliau berangapan bahwa nikah sirri dalam
Hukum Islam murni tidak ada tapi nikah itu dapat terpenuhi dengan
memenuhi rukun nikah tersebut dan itu artinya baru disebut nikah
namun itu menurut Hukum Islam asli dan bukan berdasarkan pendapat
orang-orang saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut Bapak H. Puger
Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah
Kecamatan Blora, sebagai berikut:
Bapak Puger dalam wawancara menyatakan bahwa menurut
Hukum Islam, nikah sah menurut adalah telah terpenuhinya syarat
nikah yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus
seiman, terpenuhi rukunnya yaitu, adanya mempelai laki-laki,
mempelai perempuan wali, saksi, dan ijab qabul. Bapak Puger dalam
hal ini lebih tidak setuju dengan nikah sirri yang dilakukan masyarakat
Kunden Kabupaten Blora tapi tidak menolak karena ada faktor dimana
beliau bisa menerima, tidak menolak karena memang secara Agama
nikah yang dilakukan ketiga warga diatas sah karena telah memenuhi
syarat dan rukun nikah tersebut menurut Agama.
3) Pendapat Bapak Sukemi S. Ag mengenai nikah sirri jika ditinjau dari
Hukum Islam menurut, sebagai berikut:
Bapak Sukemi dalam wawancaranya menyatakan bahwa
menurut Hukum Islam nikah sirri seperti yang dilakukan warga
Kecamatan Kunden Kabupaten Blora tersebut telah memenuhi rukun
dan syarat nikah yang telah sesuai dengan Agama Islam.
4) Pendapat bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri jika ditinjau dari
Hukum Islam menurut, sebagai berikut:
Nikah sirri dalam kasus tersebut meskipun memenuhi syarat
dan rukunya, sehingga hukum perkawinan tersebut sah kalau syaratnya
cukup. Kalau syarat-syarat rukunnya dipenuhi maka perkawinan
menjadi sah, hanya saja pernikahan dalam kasus ditatas sah hanya
berdasarkan syari'at.
5) Pendapat dari bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara mengenai nikah
sirri jika ditinjau dari Hukum Islam menurut, sebagai berikut:
Dalam Agama lslam, nikah sirri disahkan asalkan memenuhi
persyaratan seperti adanya mempelai, wali nikah, mas kawin, dan saksi
pernikahan. Nikah sirri ketiga warga masyarakat tersebut jika dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dari keteranganya telah memenuhi unsure rukun dan syarat nikah
sehingga pernikahan seperti ini punya esensi yang halal namun tetap
mengindahkan ketentuan dalam Al-Quran..
6) Pendapat dari Pengurus Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir,
M.Ag, mengenai nikah sirri jika ditinjau dari Hukum Islam, sebagai
berikut:
Yang diandalkan dalam pedoman atau dasar dari pernikahan
sirri yang dilakukan oleh masyarakat Kunden Kabupaten Blora dalam
kasus ini hanya terpenuhi dalam ruang lingkup syariah atau Hukum
Islamnya dan nikah sirri itu hanya sah dalam fiqhnya saja.
2. Bagaimanakah Pandangan Muhammadiyah terhadap Nikah Sirri ?
a. Bapak H. Sarto S. Pdi selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Blora, dalam penelitian dilapangan sebagai
berikut:
Nikah sirri yang ada di Indonesia atau yang berkembang di
masyarakat sebagai contoh adalah masyarakat Kecamatan Kunden
Kabupaten Blora adalah nikah yang tidak dicatatkan pada petugas
pencatatan nikah atau pada Kantor Urusan Agama ini dikatakan sebagai
nikah sirri. Nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat saat ini hanya untuk
mementingkan hawa nafsunya saja bukan untuk mengejar kebahagiaan
yang hakiki, sebagaimana terdapat dalam tujuan dan hikmah suatu
pernikahan. Dalam hal ini nikah sirri atau nikah dibawah tangan tidak
hanya berdampak pada istri anak namun juga pada suami itu sendiri
seperti: dampak terhadap istri, tidak dianggap sebagai istri yang sah, tidak
berhak mendapatkan nafkah dari suami dan tidak mendapatkan warisan
jika suami meninggal dunia, terhadap anak; anak yang dilahirkan
dianggap sebagai anak tidak sah , ketiadaan nama si ayah pada akte
kelahiran dan anak tidak berhak atas biaya hidup dari ayahnya, dan anak
tidak bisa ikut bersekolah; terhadap suami : suami tidak bertanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
jawab, suami bebas untuk dapat menikah lagi dan suami tidak lagi
memikirkan harta bersama. Dalam kasus pernikahan sirri yang terjadi di
Kecamatan Kunden, yang rata-rata beranggapan bahwa nikah sirri itu sah,
itu hanya omong kosong belaka dan hanya memelintir Hukum yang ada,
karena tidak ada pengakuan yang sah dari Negara atau tidak dicatatkanya
pernikahan tersebut membuat pernikahan mereka tidak sah. Menurut
bapak H. Sarto S. Pdi dasar dari tidak sahnya nikah sirri ada dalam QS.
Al-Mukminun [23]: 5-7, (HR. Ibnu Majah dari 'Aisyah), (HR. al-Bukhari
dari 'Abdurrahman bin 'Auf), (QS. Al-Baqarah: 282), dan (QS. An-Nisa‟ :
21). Nikah dalam lslam hanya satu bentuk yakni yang disyari'atkan
Rasulullah saw dengan memenuhi seluruh rukunnya dan tidak pula
didasari syarat-syarat yang bertentangan dengan tuntutan akad nikah.
Selama rukun terpenuhi rukunya sah tapi di Indonesia khususnya
mengenai diakui sahnya perkawinan adalah dengan rukun perkawinan dan
ditunjukkanya akte pencatatan nikah secara formal yang dicatatkan pada
pegawai pencatatan nikah sehingga efek atau akibat dari nikah sirri tidak
bisa menjadi sah karena fiqh Indonesia.
b. Pendapat Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Kecamatan Blora, sebagai berikut:
Nikah sirri diartikan sebagai nikah dibawah tangan, atau menurut
syariat agama dan tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatatan Pemerintah.
Dalam kasus diatas walaupun syarat dan rukunya telah terpenuhi namun
mereka tetap harus mentaati aturan pemerintah dalam kaitan umat Islam
yaitu bahwa orang Islam dianjurkan taat pada Allah SWT, taat pula pada
Rasul-Nya, dan Ulil Amri (Pemerintah), namun dalam hal ini nikah sirri
bertentangan, maka hal ini lebih untuk menyelamatkan generasi
selanjutnya. Pernikahan dengan cara sirri dari kasus itu dijadikan sebagai
jalan pintas bagi sebagian pria yang tidak bertangung jawab. Nikah sirri
telah menghalalkan sesuatu yang haram, menyingkirkan kewajiban dan
nikah sirri ini jelas adalah pintu masuk menuju kemudharatan, dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kasus ini beliau tidak setuju karena lebih banyak mudharatnya dari pada
manfaatnya karena untuk menjadi orang Islam yang baik adalah dengan
cara taat pada Allah SWT, baik menurut Allah SWT, baik juga menurut
pemerintah.
c. Pendapat Bapak Sukemi S. Ag mengenai kasus diatas, sebagai berikut:
Nikah pada dasarnya mengenai pencatatan akad nikah, bukanlah
merupakan suatu rukun nikah. Pencatatan akad nikah merupakan hal baru
setelah munculnya degradasi moral, lemahnya hubungan keluarga serta
anak-anak, lemahnya tingkat rasa tanggung jawab. Nikah sirri pada zaman
sekarang ini tidak bisa diterapkan dengan hal diatas karena bisa saja
seorang suami saat terjadi ketidak cocokan dengan istrinya kemudian
mengingkari ikatan hubungan mereka dan meninggalkan istri yang
dinikahi secara sirri tersebut seperti dalam kasus ini walaupun dalam kasus
ini tidak diungkapkan kenapa suami meninggalkan istrinya begitu saja,
namun jelas nikah sirri terjadi karena suami dan istri terrsebut imannya
lemah. Bapak sukemi lebih beranggapan bahwa nikah sirri dalam kasus
diatas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
d. Pendapat Bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri diatas, sebagai berikut:
Nikah sirri ini meskipun memenuhi syarat dan rukunya tapi
merupakan jenis pernikahan yang merugikan karena tidak memiliki tujuan
sejati sebagaimana nikah biasa dimana syarat-syarat rukunnya dipenuhi
maka perkawinan menjadi sah, tetapi bisa haram kalau mengakibatkan ada
pihak-pihak yang dirugikan seperti istri dan anak, maka nikah sirri ini
menjadi haram hukumya dan sah menurut Agama tetapi haram.
Pernikahan sirri ini adalah pernikahan biasa yang tanpa adanya bukti-bukti
yang menguatkannya atau minus catatan resmi. Nikah sirri yang dilakukan
warga kecamatan kunden tersebut minim bukti yang mengakibatkan
kemungkinan terjadi kezhaliman dikemudian hari terhadap istri.
e. Pendapat dari Bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara menolak nikah
sirri, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Menurut bapak Sholeh nikah sirri kalau dilihat secara umum masih
banyak mudharat (dampak buruk) karena merugikan istri atau perempuan
dan anaknya. secara hukum positif, umumnya posisi istri atau wanita
menjadi sangat lemah. Dalam kasus ini sebenarnya pencatatan resmi dari
pihak Kantor Urusan Agama atau akte nikah diperlukan untuk menjamin
aspek legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri, kalau tidak ada
akte nikah, bagaimana kalau di kemudian hari akan muncul banyak
madharat. Dalam Islam diatur ayat mengenai pengaturan hutang piutang
yang dapat dihubungakan dengan betapa pentingya surat akte nikah (QS.
Al-Baqarah [2]: 282).
f. Pendapat dari pengurus Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir,
M.Ag, sebagai berikut:
Pasa prinsipnya, pencatatan akad nikah adalah hal yang sunnah
dalam pernikahan, Pada zaman dahulu, pencatatan akad nikah ini tidak
diperlukan. nikah sirri pada zaman sekarang kebanyakan disalah gunakan
oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab karena faktor
kelemahan iman. Nikah sirri dalam kasus diatas sebenarnya tidak dapat
dipertanggung jawabkan dipengadilan dan justru akan menimbulkan
kekacuan dalam masyarakat dan keluarga dan falsafah dari keluarga
tersebut akan hilang. Ditinjau dari sudut padang Agama pencapainya umat
beragama dalam menjalankan Agama ini harus memenuhi tiga aspek,
sebagai berikut: Aqidah, Syariah, dan Muamalah. Dasar dari perlunya
pencatatan nikah yang dijadikan dasar dari Kantor Urusan Agama adalah :
1) “Apabila ada sesuatu hal yag menyimpang atau ada rentetan dimasa
depan maka tulislah”.
2) Kita diperintahkan taat pada Allah SWT, taat pada Rasul dan taat juga
pada pemerintah”, Nikah sirri jika dikembalikan pada “faktubu” maka
pelaku nikah sirri tersebut dapat dikatakan tidak taat pada ketiga hal
tersebut.
Dalam kasus diatas sesungguhnya perlunya dicatatkanya untuk
kemaslahatan Islam yang bernilai Ibadah sesuai dengan (QS. Ar-Rum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
[30]:21). Tiap-tiap perkawinan itu perlu dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Fungsi pencatatan pernikahan itu
sendiri pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat
bukti “bayyinah” menurut pandangan syariat, yang menjadi dasar hukum
berlakunya peraturan tentang pencatatan perkawinan. Meskipun perintah
pencatatan pada ayat tersebut adalah terkait dengan perikatan yang berifat
umum, namun berlaku juga pada masalah pernikahan. Kebijakan
pemerintah untuk membuat peraturan resmi tentang pencatatan pernikahan
(akta nikah) merupakan bagian syarat sah syar'iat. Berdasarkan penjelasan
bapak Thohir, fungsi percatatan pernikahan adalah sebagai antisipasi
terhadap kecurangan yang kemungkinan dilakukan salah satu pihak di
kemudian hari. Dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa
pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasannya. Kepatuhan pada
pemerintah merupakan bagian dari syariat Agama . Namun berbeda
dengan bentuk kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang bersifat
mutlak, kepatuhan kepada pemerintahan “Ulil Amri” adalah bersifat
relative (QS,An-Nisa [4]: 59). Menurut bapak Thohir bagi warga yang
terlanjur melakukan nikah sirri harus melakukan pernikahan ulang dengan
pencatatan secara resmi. Pelaku nikah sirri ini dianggap tidak ada sehingga
orang yang melakukan nikah sirri dianggap tidak pernah melakukan nikah
atau belum pernah melakukan pernikahan oleh Kantor Urusan Agama.
B. Pembahasan
1. Bagaimanakah Nikah Sirri ditinjau dari Hukum Islam, penulis akan
membahas secara menyeluruh dari hasil wawancara diatas sehingga
didapatkan pemahaman yang jelas sebagai berikut:
a. Nikah sirri ditinjau dari Hukum Islam berdasarkan wawancara dengan para
tokoh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1) Bapak H. Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Blora:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Nikah sirri atau sirri yang berarti rahasia, dalam hal ini rahasia
dapat dipahami sebagai nikah sirri yang terkait dengan kehadiran saksi.
Para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai sahnya nikah sirri seperti
ini, sebagian ulama seperti Hanafiyah dan Syafi'iyah berpendapat
bahwa pesan agar saksi merahasiakan bahwa adanya pesan untuk
merahasiakan pernikahan berarti telah mencabut kesaksian dari tujuan
disyariatkannya, publikasi (i'lan) sebagaimana Nabi saw bersabda:
”Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana” [HR. Ibnu Majah
dari 'Aisyah]. Pernikahan tersebut menjadi tidak sah. Kesaksian
merupakan syarat penting dalam suatu pernikahan semenjak
disyariatkan akad pernikahan itu sendiri, suatu pernikahan dikatakan
nikah siri apabila nyata-nyata tidak menyertakan bukti (bayinah) yang
dapat menjelaskan adanya suatu pernikahan. Sedangkan yang
dimaksud bukti pernikahan menurut pemahaman saat itu adalah berupa
kehadiran saksi. Dalam akad nikah, kegiatan yang dilakukan para saksi
adalah boleh melaihat saja atau dengan mencatat. Berbeda dengan
persyaratan wali nikah, siapa yang berhak menjadi saksi tidak ada
ketentuan yang bersifat pasti. Siapapun yang akan menjadi saksi dalam
pernikahan, hedaknya dipersyaratkan orang yang adil. Jika nikah sirri
diidentikkan dengan nikah tanpa kehadiran saksi, maka untuk
menentukan keabsahan nikah sirri sangat ditentukan oleh status hukum
dari keberadaan saksi itu sendiri dalam rukun dan syarat nikah.
Artinya, apabila saksi merupakan bagian dari rukun dan syarat nikah,
maka ketidakhadiran saksi dalam akad nikah tentu akan menyebabkan
nikah sirri menjadi batal demi hukum.
“Di mana ada wanita menikah tanpa izin walinya dan (tanpa
dihadiri) dua orang saksi yang adil maka nikahnya batal, dan jika ia
telah disetubuhi maka dia ( berhak mendapat) mahar dan apabila
mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi wanita yang tak
punya wali”, Dari hadits tersebut dapat kita lihat bahwa kebenaran dua
orang saksi adalah satu keharusan yang tak boleh diabaikan, sehingga
'Alaudin menyatakan bahwa akad pernikahan tanpa adanya saksi
adalah tidak sah (Burhanudin S, 2010: 56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Saksi dalam hal ini adalah dalam rangka pembuktian bahwa
telah terjadi pernikahan yang sah antara seorang laki-laki dan
perempuan sehingga tidak ada jalan bagi kedua belah pihak untuk
mengingkari pernikahan tersebut. Diwajibkan juga saksi minimal dua
orang dalam suatu pernikahan, Nabi Saw secara tegas juga menyatakan
larangannya terhadap nikah sirri. Berlakunya larangan terhadap nikah
sirri disebabkan karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi (rahasia)
untuk menghindari sepengetahuan orang lain. Bahkan begitu
rahasianya, sampai-sampai pernikahan tersebut tidak dihadiri oleh
saksi atau wali yang menurut syariat menjadi bagian rukun dan syarat
nikah. Karena faktor itulah barangkali yang menjadi sebab mengapa
Rasulullah Saw melalui sabdanya melarang pernikahan sirri:
“Sesungguhnya Nabi Saw melarang nikah siri“ (HR. Bukhari).
Apabila mengacu pada makna hadits tersebut, berarti yang namanva
nikah sirri itu adalah perbuatan yang dilarang. Hikmah dari larangan
tersebut karena di dalamnya mengandung unsur kemudharatan bagi
umat Islam.
Dalam Hukum Islam tidak ada ayat yang menjelaskan
mengenai pengertian nikah sirri secara langsung sehingga beliau
berangapan bahwa nikah sirri dalam Hukum Islam murni tidak ada tapi
nikah itu dapat terpenuhi dengan memenuhi rukun nikah tersebut dan
itu artinya baru disebut nikah namun itu menurut Hukum Islam asli
dan bukan berdasarkan pendapat orang-orang saja. Mengenai rukun
nikah sebagai berikut:
(http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-
perspektif-hukum-islam_31.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2011
pukul 18.18 WIB);
1) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang
secara syar‟i untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang
menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki
karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan, Atau si
wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang
lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita
yang akan dinikahinya seorang muslimah;
2) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali;
3) Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang
mewakilinya;
4) Adanya wali bagi calon mempelai wanita, karena Nabi Shallallahu
„alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali” (HR. Al-
Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani
Rahimahullahu dalam Al-Irwa` No. 1839).
Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda:
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka
nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil” (HR. Abu Dawud
No. 2083, dishahihkan Al-Imam Al-Albani Rahimahullahu dalam
Shahih Abi Dawud).
Adapun jumhur ulama, di antara mereka adalah Al-Imam
Malik, Asy-Syafi‟i, Ahmad, dan selainnya berpandangan bahwa
wali nasab seorang wanita dalam pernikahannya adalah dari
kalangan “ashabah”, yaitu kerabat dari kalangan laki-laki yang
hubungan kekerabatannya dengan si wanita terjalin dengan
perantara laki-laki (bukan dari pihak keluarga perempuan atau
keluarga ibu tapi dari pihak keluarga ayah atau laki-laki), seperti
ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki, paman dari pihak
ayah, anak laki-laki paman dari pihak ayah, dan seterusnya. Bila
seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan
menikahkannya, maka hakim atau penguasa memiliki hak
perwalian atasnya dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
wa sallam: “Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita
yang tidak memiliki wali” (HR. Abu Dawud no. 2083, dishahihkan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud)
5) Dua orang saksi, saksi atas akad nikah tersebut dengan dalil hadits
Jabir bin Abdullah radhiyallahu „anhuma secara marfu‟: “Tidak
ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil”
(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-
Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa‟ no. 1839, 1858, 1860 dan
Shahihul Jami‟ no. 7556, 7557).
Berdasarkan pernikahan sirri pada kasus ini, apabila dikaji
menurut ketentuan yang telah dibahas diatas maka pernikahan sirri
tersebut belum bias dikatakan sah menurut agama karena belum
memenuhi semua unsur-unsur yang dibutuhkan.
2) Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Kecamatan Blora
Bapak Puger dalam wawancara menyatakan bahwa menurut
Hukum Islam, nikah sah menurut adalah telah terpenuhinya syarat
nikah yaitu, bukan muhrim, bukan dari saudara dekat dan harus seiman
dan terpenuhi rukunnya yaitu ( Moh. Idris Ramulyo, Sh., MM, 2004:
244-245);
a) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang
secara syar‟i untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang
menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang
akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki
karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si
wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang
lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita
yang akan dinikahinya seorang muslimah.
b) Adanya wali bagi calon mempelai wanita;
c) Dua orang saksi yang beragama Islam;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
d) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang
diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya;
e) Kewajiban membayar mahar.
Bapak Puger dalam hal ini lebih tidak setuju dengan nikah sirri
tapi tidak menolak karena ada faktor dimana tidak menolak nikah sirri
tersebut karena memang secara agama nikah sirri yang telah memenuhi
unsur rukun dan syarat nikah trsebut telah terpenuhi dan nikah tersebut
dikatakan sah.
3) Bapak Sukemi Sag, berpendapat mengenai nikah sirri menurut Hukum
Islam akan dijelaskan sebagai berikut;
Bapak Sukemi dalam wawancaranya menyatakan bahwa menurut
Hukum Islam nikah sirri itu telah memenuhi rukun, sebagai berikut
( Drs. H.M. Najmuddin Zuhdi, M.A dan Elvi Na‟imah, L.C., MAg,
2005: 109-110):
a) Calon suami dan istri tidak berpenghalang yaitu perempuan
muslimah dantidak berpenghalang untuk dinikahi;
b) Wali bagi calon mempelai wanita, bertanggung jawab
mengawinkan wanita;
c) Saksi dua orang laki-laki, saksi harus bertangung jawab, baligh,
dan beragama Islam;
d) Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang
diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya,
e) Mahar ( mas kawin).
Dalam Agama Islam, syarat perkawinan adalah :
a) Persetujuan kedua belah pihak;
b) Mahar (mas kawin);
c) Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Sehingga pernikahan sirri yang terdapat dalam kasus ini dapat
dikatakan belum terpenuhi ketentuan dalam Al-Quran yang merupakan
pedoman sumber dari hukum Islam.
4) Bapak Drs. Rustam, sebagaimana pendapatnya dalam pembahasan
diatas akan dibahas dibawah ini;
Nikah sirri dalam kasus tersebut meskipun memenuhi syarat dan
rukunya, sehingga hukum perkawinan tersebut sah kalau syaratnya
cukup, pengertian cukup disini adah telah terpenuhi rukun; adanya
calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i
untuk menikah. Di antara perkara syar‟i yang menghalangi keabsahan
suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk
orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan
nasab atau hubungan penyusuan atau, si wanita sedang dalam masa
iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah
orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang
muslimah, adanya wali bagi calon mempelai wanita, dua orang saksi,
adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali dan adanya qabul, yaitu lafadz yang
diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya. Syaratnya sebagai
berikut : persetujuan kedua belah pihak, mahar (mas kawin), tidak
boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. Jadi menurut Hukum
Islam kasus ini walaupun telah memenuhi syarat-syarat rukunnya
maka perkawinan yang dilakukan masyarakat Kecamatan Kunden
Kabupaten Blora belum sah.
5) Bapak M. Sholeh Spd, sebagaimana pendapatnya dalam pembahasan
diatas akan dibahas dibawah ini;
Dalam Agama lslam, nikah sirri boleh asalkan memenuhi
persyaratan seperti adanya mempelai yaitu adanya calon suami dan
istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar‟i untuk menikah.,
wali nikah disini yang dimaksud sebagai wali yaitu adanya wali bagi
calon mempelai wanita, mas kawin atau mahar yang diberikan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
mempelai perempuan, dan saksi pernikahan yaitu minimal dua orang
saksi serta ijab qabul. Apabila suatu pernikahan telah terpenuhi unsure
diatas berarti nikah sirri yang terjadi pada masyarakat Kecamatan
Kunden tersebut memenuhi syarat dan rukunya dalam Hukum Islam
seperti ini punya esensi yang halal menurut Bapak Sholeh.Spd.
Adapun ayat yang memperkuat pendapat diatas mengenai
rukun nikah tersebut, sebagai berikut:
a) Sabda Nabi: “ Tidak sah suatu pernikahn tanpa seorang wali dan
dua orang saksi yang adil” (HR. Baihaqi).
b) Saksi dan wali diharapkan seorang muslim sebagaimana dalam
ayat sebagai berikut: “ Dan orang–orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebagian
yang lain..” ( AT. Taubah [9]: 71).
c) Sabda Rasulullah Saw, bahawasanya “tidak sah pernikahan
kecuali dengan wali” ( HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu
Majah). Hadist ini digunakan sebagai dasar imam malik dan syari‟i
untuk menetapkan wali sebagai syarat sahnya nikah . selain itu
umar bin khatab juga menyatakan “ Seorang wanita tidak boleh
dinikahkan kecuali ada izin dari walinya, yaitu orang yang punya
kompeten dari keluarganya atau izin dari penguasa”
( Burhanuddins. S, SHI., M. Hum, 2010: 42).
d) Dasar hukum pemberian mahar mengacu pada firman Allah SWT:
“ Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagaian dari mas kawin itu dengan
senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik” (QS.An-Nisaa‟[4]:4).
e) Dasar hukum yang terkait hubungan sesusuan yang ditegaskan
melalui hadits Rasulullah saw, sebagai berikut: “ Diharamkan
karena ada hubungan sesusuan apa yang diharamkan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
adanya nasab” ( HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad,
Nasai, dan Ibnu Majah).
f) Saksi, menurut pengikut Malikiyyah, saksi tetap menjadi syarat sah
nikah, sebagai berikut:
1) “ Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, bahwa pelacur
yaitu wanita-wanita yang mengawinkan dirinya sendiri tanpa
saksi” (HR. Tirmidzi).
2) “Sesungguhnya Rasulllah Saw bersabda, bahwasanya tidak
sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali dan dua
orang saksi yang adil”( HR. Baihaqi).
g) Dasar wanita yang dalam masa iddah terhalang dan haram
sementara untuk dinikahi, sebagai berikut: “ Dan janganlah kamu
kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji
dan di benci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)
diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-
saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan ; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu laki-
laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum mampu dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau:
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki ( Allah telah menetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalkan bagi
kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan
hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang
telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada
mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
dan tiadalah sengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu
telah saling merelakan, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana“
(QS.An-Nisa[4]: 22-24).
6. Bapak M Thohir, M.Ag selaku pegawai Kantor Urusan Agama dalam
wawancaranya tersebut menyatakan bahwa nikah sirri bila ditinjau dari
Hukum Islam pembahasanya sebagai berikut:
Yang diandalkan dalam pedoman atau dasar dari pernikahan sirri
dalam kasus ini hanya dalam syariah atau Hukum Islam dimana
masyarakat yang melakukan nikah sirri tersebut hanya memenuhi apa yang
dianjurkan agama saja tanpa mempedulikan kriteria yang lain.. Nikah sirri
itu hanya sah menurut fiqhnya saja, fiqh disini yang dimaksud adalah
bukan sah atau tidaknya secara hakiki namun fiqh ini bisa menyelinap
dibeberapa pendapat. Namun tidak sah menurut agama, yang lebih luas
secara umum ada aqidah, syariah dan muamalah tapi orang yang
melakukan nikah sirri diatas hanya jatuh pada syariah padahal syariah ini
hanya menaungi wilayah fiqh, padahal fiqh ini wilayahnya sangat kecil
yang tidak ada sepertiganya dari keabsahanya. Menurut Agama, dalam
arti segala tindakan manusia hanya dapat dibenarkan menggunakan
justifikasi agama sejauh dia mendatangkan manfaat bagi kepentingan
umum, bukan kemaslahatan yang bersifat perorangan artinya kalau
seorang beranggapan nikah sirri sah seperti dalam kasus diatas, maka
orang itu hanya berlindung pada fiqh padahal fiqh itu hanya bagian dari
syariah dan syariah masih dibawah bagian dari Agama dan sangat kecil
keabsahan. Walaupun fiqh diperlukan namun belum bisa mencapai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
keabsahan yang dikehendaki oleh Agama. Sehingga pernikahan yang
dilakukan warga tidak sah menurut Hukum Islam walaupun mereka telah
memenuhi apa yang telah menjadi rukun dan syarat nikah tersebu sebagai
dasar dalam (QS. Al-Baqarah: 282): “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..” .
2. Pembahasan pendapat tokoh Muhammadiyah mengenai nikah sirri
berdasarkan kasus nikah sirri yang terjadi di masyarakat Kecamatan
Kunden Kabupaten Blora, sebagai berikut :
a. Pembahasan pendapat Bapak H. Sarto S. PdI selaku Majelis Tarjih
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Blora, dalam penelitian
dilapangan sebagai berikut:
Nikah yang ada di Indonesia atau yang berkembang di masyarakat
adalah nikah yang tidak dicatatkan pada petugas pencatatan nikah atau
pada Kantor Urusan Agama ini dikatakan sebagai nikah sirri. Pernikahan
yang dilakukan itu berhubungan dengan ulil amri dimana selalu
berdasarkan pada kenyakinan atau Agama dan harus dicatat secara sah
pada petugas pencatat nikah atau Kantor Urusan Agama yang berwenang,
sehingga nikah yang tidak dicatat merupakan nikah yang tidak sah.
Adapun dasar yang digunakan berdasarkan ketentuan majelis tarjih dengan
dasar sebagi berikut: (QS. Al-Baqarah: 282) “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya …”, (QS. An-Nisa‟: 21)
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan
mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang
kuat”. Adapun dalam qaidah mengenai pematuhan kepada pemerintah
sebagai berikut yang artinya: “Suatu tindakan pemerintah berintikan
terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya”, sabda Nabi saw:
“Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana” [HR. Ibnu Majah dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
'Aisyah], dan “Adakanlah walimah (perhelatan) meskipun hanya dengan
memotong seekor kambing” [HR. al-Bukhari dari 'Abdurrahman bin 'Auf].
Pada dasarnya nikahnya orang Indonesia (masyarakat) saat ini
hanya sepihak saja yang artinya mereka melakukan nikah dengan seorang
perempuan, atau yang sering disebut dengan nikah sirri ini, hanya
digunakan untuk teman tidur dimana tidak memikirkan kehidupan
selanjutnya dan dalam hal ini lebih untuk mencari kesenganan sesaat tanpa
memikirkan urusan selanjutnya serta tanpa adanya perasaaan kasihan pada
wanita yang dinikahi secara sirri tersebut, begitu juga keluarga dari
pernikahan yang sah juga tidak dipedulikan apalagi dari pihak yang
dinikahi sirri tersebut dan anak hasil pernikahan sirri itu pasti akan
ditinggalkanya dikemudian hari yang tidak hanya berdampak pada istri
anak namun juga pada suami itu sendiri seperti halnya, (DR.M. Musthafa
Luthfi dan Mulyadi Luthfy R., Lc, 2010: 152-155);
1) Dampak terhadap istri sebagai berikut:
a) Tidak dianggap sebagai istri yang sah. Suatu perkawinan dianggap
sah menurut hukum di Indonesia jika telah menenuhi syarat dan
rukunnya, di samping itu iuga harus dicatat oleh Kantor Urusan
Agama. Jika tidak dicatat oleh Kantor Urusan Agama, maka
pernikahan tersebut dianggap tidak sah.
b) Tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami. Sebagaimana
dijelaskan di atas, pernikahan sirri adalah pernikahan yang tidak
sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, maka kedudukan istri
di mata hukum sangat lemah. Jadi, jika sang suami tidak
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap istrinya, bisa saja ia
akan menelantarkan istrinya tanpa memberi nafkah. Hak istri untuk
mendapatkan nafkah dari suami meniadi tidak terjamin karena
tidak ada bukti tertulis, di lain pihak istri tidak bisa menuntut hak-
haknya atas nafkah tersebut di depan hukum karena ia tidak
mempunyai bukti tertulis akan perkawinanya tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
c) Tidak mendapatkan warisan jika suami meninggal dunia. Setelah
suami meninggal dunia, seorang istri yang dinikahi secara sirri
tidak bisa mendapatkan warisan, walaupun secara lslam pernikahan
mereka termasuk pernikahan yang sah dan berhak mendapatkan
warisan, tapi jika pembagian warisan diurus oleh Pengadilan
Agama, maka wanita tersebut tidak bisa mendapatkan warisan apa-
apa karena tidak ada bukti bahwa ia seorang istri dari dari
suaminya yang telah meninggal karena perkawinan sirri tersebut
yang saat hidupnya pernah menikahinya secara sirri. Tidak berhak
mendapat harta gono-gini, jika ia berpisah dengan suaminya (baik
karena cerai atau ditinggal mati), ia tidak bisa mendapatkan harta
gono-gini, karena secara hukum perkawinan mereka tidak terjadi.
Walaupun pembagian harta gono-gini ini tidak ada dalam lslam,
tetapi hal ini akan menjadi masalah di Indonesia yang menerapkan
hukum pembagian harta gono-gini suami-istri jika mereka
berpisah. Dapat dicerai sewaktu-waktu, sesorang suami yang tidak
bertanggung jawab, yang menikah di bawah tangan dengan tujuan
hanya untuk menuntaskan nafsu birahinya, dan berniat
menceraikan istrinya saat ia sudah bosan, maka dengan ketiadaan
surat nikah ia merasa mendapat peluang untuk bertindak
sewenang-wenang terhadap istrinya serta menceraikannya.
2) Terhadap Anak sebagai berikut:
a) Anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, atau anak
yang lahir di luar nikah. Anak dianggap hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu, sehingga dalam
akte kelahirannya pun hanya dicantumkan nama ibu yang
melahirkan, sedangkan nama ayahnya dibiarkan kosong. Artinya
bahwa anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya,
hal ini sesuai dengan UU Perkawinan Tentang Kedudukan Anak,
yang menyatakan: "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42). Anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keIuarga ibunya”. Kedudukan anak
tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah. (Pasal 43.)," Dan juga Pasal 100 KHI (Kompilasi
Hukum Islam) yang menyatakan: "Anak yang lahir di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya". Keterangan tentang status sebagai anak luar
nikah dan tidak adanya nama ayah pada akte kelahiran itu akan
berdampak amat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si
anak dan ibunya.
b) Ketiadaan nama si ayah pada akte kelahiran ini, juga mempunyai
pengaruh status anak di bidang hukum, hubungan anak dengan si
ayahnya tidak kuat, dan jika suatu saat terjadi masalah, lalu si ayah
tidak mengakui kalau anak tersebut adalah anaknya, maka si anak
tidak bisa menuntutnya secara hukum karena tidak ada bukti
otentik dalam akte tersebut.
c) Tidak hanya itu saja, konsekuensi dari tidak adanya akte kelahiran
dan tercantumnya nama ayah dalam akte tersebut akan berakibat
anak tidak berhak atas biaya hidup dari ayahnya, tidak ada biaya
pendidikan yang ditanggung ayahnya, tidak ada nafkah, dan iuga
warisan. Hal itu bisa saja terjadi kalau ayahnya tidak mempunyai
rasa tanggung jawab. Bila ayahnya seorang laki-laki yang baik dan
bertanggung jawab, tentunya ketidakpunyaan akte kelahiran tidak
meniadi kendala.
d) Tidak bisa ikut bersekolah, anak yang terlahir dari pernikahan di
bawah tangan atau nikah sirri sulit untuk mendapatkan akte
kelahiran, karena akte kelahiran diperoleh jika orang tuanya
menunjukkan surat nikah. Jika akte kelahiran tidak ada, maka anak
tersebut tidak bisa mendaftar di sekolah, karena salah satu syarat
untuk bisa mendaftar sekolah adalah harus mempunyai akte
kelahiran. Walaupun suatu saat punya akte, format dari akte
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
kelahiran tidak sama yaitu yang hanya mencantumkan nama ibu
saja tanpa ada nama ayah dan status anak sebagai anak diluar
nikah.
3) Terhadap suami sebagai berikut:
a) Suami tidak bertanggung jawab, suami dapat bebas begitu saja dari
kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.
Istri juga tidak dapat menuntut di pengadilan atas perilaku suami
yang tidak bertanggung jawab karena tidak ada bukti yang sah
bahwa dia suaminya.dimana dalam kasus ini tidak ada bukti seperti
surat nikah atau akte perkawinan antara merekan.
b) Suami tidak lagi memikirkan harta bersama setelah bercerai atau
setelah meninggalkan istrinya begitu saja.
c) Suami bebas untuk dapat menikah lagi, karena dalam perkawinan
sebelumnya yang berupa pernikahan sirri atau pernikahan bawah
tangan dianggap tidak sah di mata hukum sehingga suami bebas
melakukan perkawinan dengan perempuan manapun.
Dalam kasus pernikahan sirri yang terjadi di Kecamatan Kunden
yang rata-rata beranggapan bahwa nikah sirri itu sah hanya sebenarnya itu
omong kosong belaka dan hanya memelintir hukum yang ada, karena tidak
adanya pengakuan yang sah dari Negara atau tidak dicatatkanya
pernikahan tersebut membuat pernikahan mereka tidak sah.
Menurut Bapak Sarto dasar dari tidak sahnya pernikahan dalam
kasus diatas adalah hadist yang artinya: “Adakan walimah walaupun
dengan seekor kambing” (HR. Imam Bukhari dan Muslim), Dalam hadist
diatas Rasulullah saw memerintahkan agar suatu pernikahan diumumkan.
“Banyak hal-hal positif yang didapat seseorang dari penyiaran
pernikahan, di antaranya adalah untuk mencegah munculnya fitnah di
tengah-tengah masyarakat; memudahkan masyarakat untuk memberikan
kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua
mempelai, dan memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang
sudah menikah atau belum”
(http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-
menurut-islam.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20
WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Adapun Firman Allah SWT dalam (QS. Al-Mukminuun [23]: 5-7):
"Dan orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada tercela. Tetapi, barangsiapa mencari di balik itu
(zina,homoseksual dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang
yang melampui batas”. Nikah dalam lslam hanya satu bentuk yakni yang
disyari'atkan Rasulullah saw dengan memenuhi seluruh rukunnya dan
tidak pula didasari syarat-syarat yang bertentangan dengan tuntutan akad
nikah. Nikah sirri atau sejenisnya yang dilakukan warga Kunden
Kecamatan Blora ini lebih didasari pada mengenyampingkan hukum dan
syari'at Allah SWT yang menyangkut hak-hak seorang wanita dengan
dalih rela atau sama-sama sepakat atas syarat-syarat yang tidak sejalan
dengan syari'at Islam. Yang jelas, baik secara keabsahannya maupun
secara maknanya. Nikah sirri jelas mengenyampingkan hak-hak wanita
yang ditetapkan oleh syari,at seperti hak menginap bersama suami, nafkah
dan rumah. Syarat-syarat yang disetujui dalam nikah tidak resmi
bertentangan dengan perintah dan hukum Allah SWT dalam akad nikah
dengan demikian syarat-syarat itu wajib ditolak dan batal.
Selama rukun terpenuhi rukunya sah tapi di Indonesia khususnya
mengenai diakui sahnya perkawinan adalah dengan rukun perkawinan dan
ditunjukkanya akte pencatatan nikah secara formal yang dicatatkan pada
pegawai pencatatan nikah. Adapun efek dari nikah siri tidak bisa menjadi
sah karena Fiqh Indonesia atau yang sering disebut sebagai Kompilasi
Hukum Islam ini telah mengatur mengenai bagaimana sahnya perkawinan
yang ada disitu. Nikah sirri juga mengakibatkan anak yang lahir dalam
perkawinan bukan anak yang sah karena perkawinan di Indonesia harus
memenuhi kedua elemen tersebut yaitu sah menurut rukunya dan
dicatatkan pada pegawai pencatatan nikah.
b. Penjelasan pendapat Bapak H. Puger Alqodri selaku Ketua Umum
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Blora, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Nikah sirri diartikan sebagai nikah dibawah tangan, atau menurut
syariat Agama dan tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatatan Pemerintah.
Dalam kasus diatas walaupun syarat dan rukunya telah terpenuhi namun
mereka tetap harus menaati aturan pemerintah dalam kaitan umat Islam
yaitu bahwa orang Islam dianjurkan taat pada Allah SWT, taat pula pada
Rasul-Nya, dan Ulil Amri (Pemerintah) yang dapat diperjelas sebagaimana
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengklarifikasikan dalam Syarh
Riyadhus Shaliihin (iii/652-656) tentang instruksi pemerintah (DR.
Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi R., Lc, 2010: 161):
l) Adanya perintah yang sesuai dengan perintah syari'at, seperti perintah
agar setiap warga shalat jamaah; maka menaati perintah seperti itu
wajib hukumnya, karena hal tersebut merupakan perintah Allah SWT,
Rasul-NYa, dan ulil amri (Pemerintah);
2) Perintah agar bermaksiat terhadap Allah SWT, berupa meninggalkan
kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan, maka tidak boleh
menaati perintah seperti itu;
3) Perintah yang tidak berupa maksiat kepada Allah SWT, dan di
dalamnya tidak ada unsur berupa perintah syara' (seperti peraturan lalu
lintas, dll.), maka wajib menaatinya, karena Allah befirman: "Hai
orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amil (pemegang kekuasoan) di antara kamu)" (An-Nisaa‟ [4]:
59). Jadi menaati pemerintah dalam hal yang tidak ada unsur
bermaksiat kepada Allah adalah merupakan bukti ketaatan hamba
kepada Allah dan Rasul-Nya.
a) Firman Allah dalam (QS. Ar-Ruum [30]: 21) "Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dijadikan-Nya di antara kamu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berfikir".
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Nikah sirri dalam kasus diatas bertentangan dengan (QS. Ar-Ruum
[30]: 21) tersebut karena tidak ada ketenangan bagi wanita yang dinikahi
secara sirri bahkan selalu dihantui kekhawatiran, dia tidak mengetahui
kapan akan dicerai oleh pria yang hanya mengumbar nafsu belaka yang
pada kenyataanya dari kasus diatas para wanita ditinggalkan begitu saja
oleh suami yang telah menikahinya secara sirri.
Kalau nikah sirri dianggap bertentangan, maka hal ini lebih untuk
menyelamatkan generasi selanjutnya dari pernikahan tersebut dan guna
kemaslahatan umat bersama dikemudian hari, dimana tanpa adanya
campur tangan pemerintah (ulil amri) maka yang rugi diri sendiri yang
akan kesusahan dalam mencari akte kelahiran, harta waris dan lain-lain.
Bapak puger dalam kasus ini cenderung tidak menyetujui nikah sirri diatas
karena akan memberatkan sendiri terhadap orang yang melakukan nikah
sirri tersebut. Sesungguhnya pernikahan dengan cara sirri ini, dari kasus
diatas dijadikan sebagai jalan pintas bagi sebagian pria yang tidak
bertangungjawab untuk memperbayak istri ketika istrinya merasa butuh
kepadanya, apalagi sang istri adalah orang kaya, pernikahan dengan sirri
ini umumnya bukan orientasi adat atau tradisi masyarakat, sebab nikah
seperti ini tidak mencapai tujuan maksimal dari pernikahan lslami yakni
rumah tangga yang stabil, pembentukan keluarga sakinah, menanggung
nafkah anak-anak dan pendidikan mereka, meskipun hanya memenuhi
hasrat biologis secara halal namun juga untuk melindungi kaum wanita,
dalam hukum lslam tidak bergantung kepada keinginan atau kerelaan
wanita, sebab karakteristik dari syari'at yang ditetapkan Allah SWT dan
Rasul-Nya bukan sebagai sarana untuk mengambil dan menjalankan saja
tapi sebagai sarana untuk melindungi jiwa, kehormatan dan harta benda
suami dan istri. Nikah sirri telah menghalalkan sesuatu yang haram dan
menyingkirkan kewajiban, sehingga mengubah ketentuan Allah dalam
nikah yang telah disyari'atkan-NYa. Nikah sirri di atas jelas adalah pintu
masuk menuju kemudharatan sebab seorang suami tidak bertangungjawab
terhadap keluarga baik istri maupun anaknya kedepanya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
meninggalkan begitu saja istrinya walaupun pada saat bersama kadang
suami memberikan nafkah pada anak dan istri tersebut. Laki-laki dari
kasus diatas jelas dengan demikian mudah menikah dan demikian mudah
pula untuk menceraikan atau meninggalkan istrinya. Ada kalanya nikah
sirri berlangsung tanpa wali, sehingga nikah jenis ini sebagai bahan
permainan bagi sebagian pria yang hanya ingin mengumbar hawa nafsu
saja dan nikah sirri ini merupakan suatu pernikahan yang tidak
berkesinambungan karena bisa berhenti dengan berakhirnya masa tertentu
atau sewaktu-waktu dan dapat berakhir tanpa talak, pemberhentian, atau
pemisahan oleh hakim. dalam kasus ini beliau tidak setuju karena lebih
banyak mudharatnya dari pada manfaatnya, menjadi orang Islam yang
baik adalah dengan cara taat pada Allah SWT, baik menurut Allah SWT,
baik juga menurut pemerintah artinya bahwa setiap aturan yang diberikan
pemerintah yang berkenaan dengan agama selama tidak diatur oleh Agama
sebaiknya ditaati umat Islam selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan ajaran Agama.
c. Pembahasan pendapat Bapak Sukemi S. Ag terhadap nikah sirri diatas,
sebagai berikut:
Dasarnya mengenai pencatatan akad nikah bukanlah merupakan
suatu rukun nikah, karena rukun nikah menurut pendapat ulama adalah
Ijab, Qabul, wali, dan saksi, sedangkan pencatatan akad nikah tidak
termasuk dalam rukun tersebut. Pencatatan akad nikah merupakan hal baru
setelah munculnya degradasi moral, lemahnya hubungan keluarga serta
anak-anak, lemahnya tingkat rasa tanggung jawab seseorang. pada zaman
dahulu pasangan suami-istri tidak ada yang saling mengingkari kewajiban
apa yang harus mereka lakukan terhadap pasangannya, mereka saling
mempercayai dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk untuk saling
menjaga kelangsungan hubungan mereka, jadi ikatan keluarga mereka kuat
walaupun tidak disertai dengan bukti tertulis atau dengan adanya
pencatatan akad nikah mereka. Tetapi pada zaman sekarang ini tidak bisa
diterapkan hal tersebut karea bisa saja seorang suami saat terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
ketidakcocokan dengan istrinya kemudian mengingkari ikatan hubungan
mereka dan meninggalkan istri yang dinikahi secara sirri tersebut seperti
dalam kasus diatas walaupun dalam kasus diatas tidak diungkapkan
kenapa suami meninggalkan istrinya begitu saja.
Dalam kasus pernikahan sirri ini kita tidak dapat melihat apakah
suami ini bisa benar-benar menjadi suami atau suami ini malah juga bisa
saja tidak mengakui kalau wanita tersebut adalah istrinya, dengan
mudahnya suami tersebut meninggalakan tanggung jawab sebagai suami,
tidak memberi nafkah baik lahir atau batin. Begitu juga sebaliknya pada
saat wanita tersebut mau menggugat dan meminta hak-haknya, wanita
tersebut tidak dapat menggugat secara hukum karena pernikahanya tanpa
dilakukan dengan bukti yang ada, sehingga untuk meminta tanggung
jawab suaminya jelas tidak dapat dilakukan, karena karakter suami jika
sudah berani lari dari tanggung jawab seperti itu jelaslah imannya lemah,
tidak punya rasa keadilan, tidak memikirkan dosa yang dipikulnya karena
telah menyia-nyiakan istrinya.
Begitu juga jika istrinya lemah imannya dengan menikah lagi
dengan laki-laki lain, suami pertama tidak bisa menggugat hal tersebut ke
Pengadilan, padahal pada kenyataanya yang sebenarnya wanita tersebut
adalah istrinya, oleh karena itu, pencatatan akad nikah dirasa sangat perlu
untuk dilakukan karena akan dapat mengurangi hal-hal yang tidak
diinginkan dengaan tidak adanya sebab ketiadaan akta nikah. Bapak
sukemi lebih beranggapan bahwa pernikahan sirri dalam kasus diatas lebih
banyak mudharatnya karena dari pernikahn sirri ini tidak bisa berlangsung
abadi dan penuh dengan kelemahan dalam perjalanan hidup yang dijalani
kedua pasangan nikah sirri ini.
d. Pembahasan pendapat Bapak Drs. Rustam terhadap nikah sirri diatas,
sebagai berikut:
Nikah sirri merupakan jenis pernikahan yang merugikan karena tidak
memiliki tujuan sejati sebagaimana nikah biasa, apabila maqashid-nya
(buruk) maka wajib dilarang. Namun dalam kondisi kasus ini jika dilihat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
bahwa sang pria atau suami yang melakukan nikah sirri hanya sekedar
mengumbar nafsu dan meremehkan wanita tanpa ada komitmen, sehingga
menyetujui pelarangan nikah sirri tersebut, karena bisa menimbulkan
pihak-pihak yang dirugikan yaitu istri dan jika lahir anak dari hubungan
mereka maka kemungkinan anak juga akan terlantarkan juga. Walaupun
syarat dan rukunya terpenuhi namun nikah sirri yang terjadi dalam
masyarakat ini bisa haram kalau menimbulkan pihak-pihak yang dirugikan
yaitu istri dan anak. maka dia menjadi haram dan sah menurut Agama
tetapi haram.
Dalam kasus diatas nikah sirri yang dilakukan para pihak, adalah
pernikahan antara pria yang sudah beristri dengan seorang wanita dewasa,
baik masih gadis atau setelah janda secara rahasia, namun memenuhi
semua ketentuan syari'at yang berlaku dan tidak dicatat secara resmi di
badan yang berwenang, hanya diketahui oleh kalangan terbatas atau hanya
diketahui keluarga dari pihak yang dinikahi sirri tersebut saja, dimana sang
istri atas kerelaannya sendiri melepaskan sebagian haknya seperti
menyangkut suami menginap dan adil dalam giliran karena khawatir istri
pertama mengetahui pernikahan tersebut atau lembaga tertentu yang
melarang karyawan menikah lebih dari satu tempat suami bekerja
mengetahuinya. Pernikahan sirri adalah pernikahan biasa yang tanpa
adanya bukti-bukti yang menguatkannya atau tidak adanya bukti resmi dan
bersifat rahasia atau hanya diketahui oleh pihak tertentu saja terutama para
saksi karena pertimbangan tertentu pula. Nikah sirri yang terjadi dalam
kasus masyarakat kunden ini minus catatan resmi artinya pernikahan yang
telah turun temurun berlaku di kalangan kaum muslimin sejak masa-masa
sebelum adanya ketentuan keharusan mencatatnya di badan negara yang
berwenang. Sebagai upaya untuk menghilangkan kecurigaan orang lain
maka Rasulullah saw menganjurkan untuk mengadakan walimah (pesta)
dan menabuhkan rebana sebagai salah satu bentuk pengumumkan kepada
publik. Anjuran ini pun bersifat sunnah bukan wajib, yang dapat
membatalkan nikah bila tidak melakukannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dalam situasi masyarakat masa kini yang banyak diwarnai dengan
penipuan maka diperlukan bukti yang seharusnya berupa surat nikah yang
dikeluarkan badan resmi. Dari kasus diatas menurut bapak Rustam, bahwa
nikah sirri yang dilakukan warga kecamatan kunden tersebut minim bukti
yang mengakibatkan kemungkinan banyak kezhaliman dikemudian hari
terhadap istri mereka walaupun pernikahan sirri yang dilakukan oleh
warga tersebut sesuai dengan syariat Islam. Saya lebih menolak
pernikahan sirri tersebut dan menganggap nikah sirri diatas tidak sah.
e. Pembahasan pendapat dari bapak M. Sholeh Spd dalam wawancara
menolak nikah sirri, sebagai berikut:
Nikah sirri kalau dilihat secara umum masih banyak "mudharat"
(dampak buruk) karena merugikan istri atau perempuan dan anaknya.
"secara administrasi pemerintahan, nikah sirri tidak tercatat di Kantor
Urusan Agama (KUA) sebagai lembaga yang sah mengeluarkan surat
nikah," katanya. Menurut dia, dengan tidak terdaftarnya di Kantor Urusan
Agama, maka pasangan suami-istri yang melakukan nikah sirri sudah pasti
tidak mempunyai surat nikah sebagai dokumen administarsi penting untuk
keluarga. Nikah sirri seperti kasus ini bisa dikatakan halal, tetapi bertabur
kemadharatan dari sisi hukum positif Birokrasi Negara. Karena tidak ada
surat nikah yang menguatkan pernikahan tersebut, sehingga nanti kalau
punya anak, juga tidak ada akte kelahirannya. Dalam kondisi dimana
terjadi pertentangan antara suami istri, entah dalam masalah harta benda
dan sebagainya, maka secara hukum positif umumnya posisi istri atau
wanita menjadi sangat lemah, karena tidak ada legal yang menyatakan
bahwa pernikahan mereka dianggap sah secara hukum.
Dalam kasus ini bagi waris misalnya, istri tidak bisa menuntut di
pengadilan untuk mendapat bagian waris, karena secara hukum positif,
statusnya bukan istri, hal-hal yang seperti ini akan membuat masalah
menjadi semakin rumit. Dalam kasus ini sebenarnya akte nikah digunakan
untuk menjamin aspek legalitasnya, apalagi urusan hubungan suami istri.
Kalau tidak ada akte nikah, bagaimana kalau di kemudian hari akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
muncul banyak madharat. Akte nikah yang menunjukkan status hukum itu
penting dalam syariah Islam. Sebab akte nikah itu adalah bukti legal
tentang hak kepemilikan seseorang di muka hukum. Dalam Islam diatur
ayat mengenai pengaturan hutang piutang yang dapat dihubungakan
dengan betapa pentingya surat akte nikah itu dengan ayat yang paling
panjang, yaitu QS. AL-Baqarah yang inti dari ayat tersebut berbunyi
bahwa wajib dilakukan tulis menulis dalam hal hutang piutang. “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS.
Al-Baqarah [2]: 282). Berdasarkan uraian yang terdapat dalam kasus
diatas pencatatan nikah sangat penting untuk melindungi kehidupan rumah
tangga seseorang agar dalam kehidupan rumah tangga tidak terjadi banyak
kemudharatan yang terjadi dalam kasus diatas yang hanya mementingkan
kebutuhan biologis saja dan tidak mempedulikan kehidupannya kelak
seperti apa sehingga saya menilai bahwa pernikahan sirri yang tidak
dicatatkan itu tidak sah karena banyak mudaratnya terhadap istri yang
dinikahi.
f. Pendapat dari pegawai Kantor Urusan Agama yaitu bapak M Thohir,
M.Ag, sebagai berikut:
Pasa prinsipnya, pencatatan akad nikah adalah hal yang sunnah,
karena tujuan dari hal tersebut adalah untuk menjaga hak-hak suami-istri.
Pada zaman dahulu, pencatatan akad nikah ini tidak diperlukan, sebab hati
dan keimanan umat zaman dahulu sudah cukup untuk menjaga akan
kelestarian hubungan suami-istri tanpa harus dipaksa dengan adanya surat
nikah, mereka bisa saling menjaga hak-hak suami-istri secara syar'i.
Tetapi, nikah sirri pada zaman sekarang kebanyakan disalah gunakan oleh
sebagian orang yang tidak bertanggung jawab karena faktor kelemahan
iman yang tidak kuat. Oleh karena itu, pencatatan akad nikah dipandang
perlu dilakukan untuk menjaga hak-hak suami-istri, menghilangkan
kemadharatan yang mungkin ditimbulkan oleh pernikahan bawah tangan
atau pernikahan sirri tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Nikah sirri dalam kasus diatas sebenarnya tidak dapat dipertanggung
jawabkan dipengadilan dan justru akan menimbulkan kekacuan dalam
masyarakat dan keluarga, dalam bentuk falsafah dari keluarga tersebut
akan hilang, karena akta kelahiran tidak dapat dituliskan dan hanya
menyatakan anak dari seorang ibu saja sedangkan ayah tidak dicantumkan
karena bukan dari pernikahan yang sah, selain itu mengenai waris juga
tidak dapat ditemukan. Dalam perkawinan mempunyai tujuan menjadikan
kehidupan keluarga yang lebih baik namun dengan adanya nikah sirri yang
terjadi di masyarakat ini tidak dapat dipertangung jawabkan. Kalau
ditinjau dari sudut padang Agama yang lebih dalam lagi maka dalam
pencapainya umat beragama dalam menjalankan Agama ini harus
memenuhi tiga aspek, sebagai berikut:
1) Aqidah,
2) Syariah, dan
3) Muamalah.
Dari ketiga aspek diatas padahal, masih ada dua aspek yang wajib
dipenuhi yaitu aqidah dan muamalah. Dasar dari perlunya pencatatan
nikah yang dijadikan dasar dari Kantor Urusan Agama adalah :
1) “Apabila ada sesuatu hal yang menyimpang atau ada rentetan dimasa
depan maka tulislah”.
2) Kita diperintahkan taat pada Allah SWT, taat pada Rasul dan taat juga
pada pemerintah”, Nikah siri jika dikembalikan pada “faktubu” maka
pelaku nikah sirri tersebut dapat dikatakan tidak taat pada ketiga hal
tersebut.
“Ulil amri minkum”, orang yang mengurus urusan masyarakat yaitu
pemerintah..pandangan yang komprehensip tidak diperbolehkan adanya
nikah sirri karena dalam nikah sirri tidak mengindahkan aturan yang
dibuat pemerintah. pencatatan akad nikah, pada zaman sekarang wajib
hukumnya seperti apa yang dijelaskan oleh Syaikh Dr. Rajab Abu Malih,
karena faktor berikut, (DR. Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi R., Lc,
2010: 160):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1) Karena undang-undang negara menetapkan bahwa pencatatan akad
nikah adalah suatu keharusan. Perundang-undangan tidak mengakui
akad apapun tanpa adanya pencatatan resmi diakui dari pemerintah,
sedangkan menaati pemerintah (waliyyui amri), wajib hukumnya
selama tidak bertentangan dengan syari'ah, apalagi jika hal ketaatan
tersebut bisa lebih menjaga hak-hak dan terhindarkan dari
penyalahgunaan sesuatu,
2) Kaidah syari'at yang menyatakan “la dharara wa Ia dhirara” (tidak
merugikan dan dirugikan), karena ketiadaan akta nikah bisa saja
mendatangkan kerugian atau mudharat bagi istri. Mudharat akan
semakin parah jika istri tersebut tidak bisa mendapatkan hak tempat
tinggal, nafkah, dan bisa juga jika tidak terdapat akta nikah
3) Tanpa adanya akta nikah, pasangan suami istri akan repot saat dia
bepergian bareng; saat akan menginap di penginapan.
Dalam kasus diatas sesungguhnya perlunya dicatatkanya untuk
kemaslahatan Islam dengan memandang pernikahan bukan hanya sebagai
sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi lebih dari itu
menjadi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada atutran Allah
SW (bernilai ibadah). Tujuannya sangat jelas, yaitu. Membentuk keluarga
yang sakinah (tenang), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (kasih
sayang) (QS. Ar-Ruum [30]:21 ). Dengan begitu, pernikahan akan mampu
memberikan kontribusi bagi kestabilan dan ketentraman masyarakat,
karena kaum pria dan wanita dapat memenuhi naluri seksualnya secara
benar dan sah. Nikah ini merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Nikah adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaannya itu. Namun tiap-tiap perkawinan perlu
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari
ketentuan di atas yang dapat kita ketahui dalam (Pasal 2) Undang-Undang
No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat diketahui, bahwa regulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
sama sekali tidak mengatur materi perkawinan, bahkan menyatakan secara
tegas bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, regulasi yang
dikeluarkan hanya mengatur perkawinan dari formalitasnya, yaitu
perkawinan sebagai sebuah peristiwa hukum yang harus dilaksanakan
sesuai peraturan yang berlaku agar terjadi ketertiban dan kepastian
hukumnya.
Fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah
agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa
dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab,
bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar'i (bayyinah syar'iyyah)
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan
dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah
memiliki sebuah akta nikah secara resmi yang dapat dijadikan sebagai alat
bukti (bayyina) bagi para pihak yang terkait. Hanya saja, pencatatan resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah bukanlah satu-satunya alat bukti, karena
pengakuan dari para saksi yang mengikuti proses pernikahan secara sah
juga harus diakui oleh pemerintah sebagai alat bukti syar'i
(http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-
menurut-islam.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB).
Keharusan mencatatkan perkawinan melalui pembuatan akta nikah
menurut Hukum Islam diqiyaskan pada pencatatan dalam persoalan
muamalah yang dilakukan secara tidak tunai. Tujuan pencatatan selain
berfungsi sebagai alat bukti, juga dimaksudkan untuk memperkuat
kepercayaan masing-masing pihak yang akan dijalankan perikatan. Karena
itu menurut pandangan syariat, yang menjadi dasar hukum berlakunya
peraturan tentang pencatatan perkawinan adalah sebagai berikut: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan
benar…” (QS. Al-Baqarah [2]: 282). Dari ayat diatas dapat dipahami,
bahwa pencatatan merupakan alat bukti tertulis. Meskipun perintah
pencatatan pada ayat tersebut adalah terkait dengan perikatan yang berifat
umum, namun berlaku juga pada masalah pernikahan. Kalau perikatan
(akad) muamalah saja dianjurkan agar dicatat untuk dijadikan alat bukti,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
tentunya akad nikah sebagai perikatan yang kokoh dan langgeng (mitsaqan
ghalidzan) mustinya seruannya lebih dari itu. Pernikahan merupakan
ketetapan Ilahi yang berlaku atas hamba-hamba-Nya. Akibat hukum dari
suatu pernikahan melekat pada pribadi yang menjalankannya, karenanya
untuk mencapai hakikat pernikahan, proses akad tidak boleh dipandang
cukup hanya sekadar sah secara hukum, melainkan harus tetap
memperhatikan berlakunya peraturan lain di luar kaidah pernikahan itu
sendiri, seperti tentang catat mencatat dalam akad pernikahan. Kebijakan
pemerintah untuk membuat peraturan resmi tentang pencatatan pernikahan
(akta nikah) merupakan bagian syarat sah syar'iat. Melihat manfaat yang
ditimbulkan dari adanya pencatatan akad nikah di atas, maka hampir
semua negara membuat peraturan agar pernikahan warganya dicatat oleh
pegawai yang ditunjuk pemerintah dimana di Negara kita adalah kantor
urusan agama . Pembuatan peraturan ini merupakan suatu kebijakan syar'i
yang ditetapkan pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan
hukum kepada semua pihak yang terikat dengan rencana pelaksanaan
pernikahan.
Berdasarkan penjelasan Bapak Thohir, Fungsi percatatan
pernikahan adalah selain sebagai alat bukti telah terjadinya pernikahan
secara sah, juga sebagai legitimasi bahwa pernikahan tersebut mempunyai
kekuatan hukum dan keberadaan pencatatan perkawinan (akta nikah) juga
bisa digunakan sebagai alat antisipasi terhadap kecurangan yang
kemungkinan dilakukan salah satu pihak di kemudian hari. Karena dengan
adanya alat bukti berupa akta nikah, maka orang akan semakin sulit untuk
mengingkari perkawinan yang telah dilakukan. Dengan kata lain,
pembuatan akta nikah dimaksudkan untuk menutup jalan terjadinya
perbuatan yang merugikan pihak lain. Dalam fiqh, upaya pencegahan
tersebut biasa disebut “sadd az-za ri'ah”. “Dalam Kompilasi Hukum
Islam dinyatakan bahwa pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) yang dilangsungkan di hadapan dan di bawah
pengawasannya” (Cik Hasan Bisri, 1999: 52).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Pernikahan yang dilakukan di luar pengawasannya tidak
mempunyai kekuatan hukum. Dengan demikian bapak thohir menegaskan
bahwa, pencatatan pernikahan merupakan hal yang penting baik bagi laki-
laki maupun perempuan untuk memperoleh kekuatan hukum. Dari
pencatatan yang dilakukan ini, setiap orang yang telah melangsungkan
pernikahan akan mendapatkan akta nikah. Peraturan yang telah dibuat oleh
pemerintah sebagai “ulil amri” berdasarkan pada asas maslahah yang
harus dipenuhi sesuai dengan kaidah ushul, yaitu: “Kebijakan seorang
imam (pemimpin) terhadap rakyatnya harus didasarkan pada
maslahah”(Burhanuddin S, 2011: 98 ).
Dalam tinjauan fiqh, kemaslahatan, merupakan tujuan yang akan
dicapai. Sebagai sebuah tujuan, tentu kemaslahatan tidak dapat dicapai
begitu saja tanpa melalui suatu proses hukum yang dijalankan secara
syar'i. Karena berdasarkan kaidah, apabila syariat dijalankan pasti akan
timbul kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat. Begitupula dengan
pernikahan, agar tujuannya dapat dicapai tentu membutuhkan proses yang
baik dengan mengikuti peraturan yang berlaku. Sebaliknya, sesuatu yang
dilarang hendaklah ditinggalkan untuk menghindari kerusakan yang lebih
besar dari pada mengambil manfaat yang bersifat sementara seperti nikah
sirri yang dilakukan banyak orang saat ini. Meninggalkan kerusakan
(hakiki) lebih diutamakan daripada mengambil manfaat sementara.
Berdasarkan pemaparan diatas, setiap orang berarti umat Islam dituntut
untuk patuh kepada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama
bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan.
Kepatuhan pada pemerintah merupakan bagian dari syariat agama .
Namun berbeda dengan bentuk kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya yang bersifat mutlak, kepatuhan kepada pemerintahan “ulil amri”
adalah bersifat relatif, yaitu selama dalam kerangka kemaslahatan yang
tidak bertentangan dengan syariat. “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-
Nisaa‟ [4]: 59). Apabila peraturan tentang pencatatan pernikahan telah
berlaku formal sehingga bersifat mengikat, maka kewajiban warga negara
adalah menaatinya. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan,
bahwa pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kunden
harus terdaftar melalui pencatatan secara resmi di lembaga pemerintahan.
Tujuan pencatatan itu adalah untuk menghindari kemudharatan yang
mungkin timbul akibat pernikahan, dengan merujuk pada hadits Nabi,
berarti melarang praktik pernikahan sirri atau pernikahan di bawah tangan
merupakan suatu keharusan. Menurut bapak Thohir bagi warga yang
terlanjur melakukan nikah sirri sehingga tidak dapat membuktikan
terjadinya perkawinan dengan akta nikah, dapat mengajukan permohonan
penetapan atau pengesahan nikah dan tidak tertutup kemungkinan bagi
pasangan yang telah menikah sirri diminta melakukan pernikahan ulang
seperti layaknya perkawinan menurut syariat. Untuk mendapatkan akta
nikah, pelaksanaan nikah ulang harus disertai dengan pencatatan secara
resmi oleh pejabat yang berwenang. Pencatatan perkawinan ini penting
agar ada kejelasan status bagi perkawinan. Meskipun telah mempunyai
akta nikah, keberadaan anak-anak yang terlanjur lahir dalam pernikahan di
bawah tangan (nikah sirri) tidak secara otomatis mendapatkan pengakuan,
karena perkawinan ulang tidak berlaku surut terhadap status anak dari
hasil pernikahan sirri. Dalam hal ini kantor urusan agama dan pemerintah
beranggapan kalau nikah sirri ini dianggap tidak ada sehingga orang yang
melakukan nikah sirri dianggap tidak pernah melakukan nikah atau belum
pernah melakukan pernikahan, karena belum punya akte nikah dan mereka
dianggap oleh petugas kantor urusan agama tidak nikah meskipun telah
menikah sirri tetap dianggap seorang perjaka dan perawan meskipun sudah
punya anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menurut hemat penulis bahwa pernikahan sirri yang terjadi dalam masyarakat
Kecamatan Kunden Kabupaten Blora menurut Hukum Islam adalah tidak sah
walaupun telah memenuhi syarat dan rukun namun dalam Al-Quran telah
disebutkan secara jelas betapa pentingya pencatatan nikah walaupun itu
mengenai utang piutang (QS. Al-Baqarah [2]: 282) dan perlunya mematuhi
aturan pemerintah (QS. An-Nisa [4]: 59), karena jika ingin menjadi umat
Islam yang baik harus taat pada Allah SWT dan Rasul (Nya) dan juga pada
ulil amri atau pemerintah. Sehingga dalam kasus ini masyarakat Kecamatan
Kunden Kabupaten Blora dapat dikatakan tidak taat pada pemerintah dan
melalaikan pencatatan nikah yang secara tegas telah disebutkan dalam ayat
Al-Quran yang merupak sumber dari hukum Islam.
2. Nikah sirri menurut pandangan Muhammadiyah berasarkan pembahasan dari
kasus diatas yaitu di masyarakat Kecamatan Kunden Kabupaten Blora dengan
berdasarkan pada korelasi Hukum Islam, menurut hemat penulis berdasarkan
pendapat-pendapat para tokoh yang didasarkan pada Al-Quran yang
merupakan sumber dari keputusan Majelis Tarjih, dapat diambil kesimpulan
bahwa dari keenam pendapat tokoh berpendapat bahwa nikah sirri tidak sah
sehingga dapat disimpulkan bahwa nikah sirri menurut pandangan
Muhammadiyah yang tetap bersumber pada Al-Quran dan Sunnah lebih
beranggapan nikah sirri yang dilakukan warga Kecamatan Kunden adalah
tidak sah walaupun warga menilai bahwa nikah tersebut telah sah menurut
Agama namun sesungguhnya dalam beragama juga harus melihat unsur-unsur
lain yang harus dipenuhi dan ditaati sebagai umat Islam sebagaimana Allah
SWT befirman yang dijadikan dasar secara jelas terdapat dalam ayat sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
berikut: "Hai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul
(Nya), dan ulil amil di antara kamu)" (An-Nisa [4]: 59) dan “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah [2]: 282).
Menurut hemat penulis para tokoh juga beranggapan nikah sirri yang terjadi
dalam masyarakat lebih banyak dampak negatifnya dari pada manfaatnya,
maka wajib dihindari karena pada kenyataan di lapangan terbukti
menimbulkan banyak dampak negatife, sebagai contoh nyata yang terjadi di
masyarakat tersebut adalah lelaki dengan mudah meninggalkan pasangannya
tanpa memikul tanggung jawab.
B. Saran
1. Sebaiknya nikah sirri dalam bentuk apapun lebih baik dihindari karena karena
hanya akan merugikan masing-masing pihak dan tidak mempunyai tujuan
yang hakiki dalam kehidupan selanjutnya.
2. Bila dalam perjalanan nikah sirri yang terjadi dalam masyarakat, maka
alangkah baiknya warga atau masyarakat tersebut sebaiknya melakukan
pernikahan ulang sehingga pernikahan mereka sah dan dicatatkan pada Kantor
Urusan Agama setempat agar lebih bisa dipertanggungjawabkan baik secara
Agama maupun secara hukum dikemudian hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR‟AN terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia. Surabaya:
Mahkota.
Ahmad Azhar Basyir. 1990. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta : Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia.
Chandrawila. 2001. Kumpulan Tulisan dan Kekerasan Dalam Perkawinan.
Bandung: Mandar Maju.
Cik Hasan Bisri. 1999. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama. dalam
Sistem Hukum Nasional. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta.
Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hizbut Tahrir Indonesia. 2002. Menegakkan Syariat Islam. Hizbut Tahrir
Indonesia.
H.M. Najmuddin Zuhdi dan Elvi Na‟imah. 2005. Studi Islam 2. Surakarta:
Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
M Idris Ramulyo. 1995. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi. 2010. Nikah Sirri. Surakarta: Wacana
Ilmiah Press.
Salami Ibnu, Sudarno. 1997. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta: Lembaga
Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
S. Burhanuddin. 2010. Nikah Sirri. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Soerjono Soekamto .1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
_______. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang
Perkawinan.Yogyakarta : Liberty.
Somad ABD. 2010. Hukum Islam; Pemormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Internet :
http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-perspektif-
hukum-islam_31.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.18
WIB.
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-menurut-
islam.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB.
http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26
April 2011 pukul 6.10 WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia. Surabaya:
Mahkota.
Ahmad Azhar Basyir. 1990. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta : Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia.
Chandrawila. 2001. Kumpulan Tulisan dan Kekerasan Dalam Perkawinan.
Bandung: Mandar Maju.
Cik Hasan Bisri. 1999. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama. dalam
Sistem Hukum Nasional. PT Logos Wacana Ilmu. Jakarta.
Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hizbut Tahrir Indonesia. 2002. Menegakkan Syariat Islam. Hizbut Tahrir
Indonesia.
H.M. Najmuddin Zuhdi dan Elvi Na’imah. 2005. Studi Islam 2. Surakarta:
Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
M Idris Ramulyo. 1995. Asas-Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Musthafa Luthfi dan Mulyadi Luthfi. 2010. Nikah Sirri. Surakarta: Wacana
Ilmiah Press.
Salami Ibnu, Sudarno. 1997. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta: Lembaga
Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
S. Burhanuddin. 2010. Nikah Sirri. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Soerjono Soekamto .1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
_______. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang
Perkawinan.Yogyakarta : Liberty.
Somad ABD. 2010. Hukum Islam; Pemormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Internet :
http://chantryintelex.blogspot.com/2010/03/nikah-siri-dalam-perspektif-hukum-
islam_31.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.18 WIB.
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/02/hukum-nikah-sirih-menurut-
islam.html, diakses tanggal 26 Juni 2011 pukul 18.20 WIB.
http://Hikmah dan Hukum Nikah « ABU ZUBAIR.html, diakses pada 26 April
2011 pukul 6.10 WIB.