Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

17
PANDANGAN HUJJAH AL-ISLÂM AL-GHOZÂLI TENTANG TEORI MA’RIFAT Pendahuluan Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi yang terkenal dengan “Hadits Jibril”, dari Umar bin Khattab: د ب ع ا ك ب ر ك ب كأ راه ت ن أ ف م ل ره ت ه ن أ ف رك ت. رواه( ) م سل م1 Artinya: Sembahlah Tuhanmu seakan-akan kamu melihat-Nya. Maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu (HR. Muslim). Dari hadits tersebut, dapat kita fahami bahwa kita dianjurkan untuk selalu meningkatkan kwalitas ibadah sehingga mencapai derajat ma’rifat. Begitu sulitnya mencapai ma’rifat, sehingga Rasulullah selanjutnya menjelaskan bahwa apabila kita tidak bisa mencapai ma’rifat, maka hendaknya kita melakukan “muraqabah” yaitu merasa diawasi terus oleh Allah. Dengan muraqabah, kita terus berlatih untuk mencapai ma’rifat yang hanya dimiliki oleh para Waliyullah. Pada tatanan obyektifnya, banyak kalangan Muslim tidak mengetahui tentang ma’rifat dan hal- hal yang berkaitan dengannya. Karena itulah penulis terkait untuk membahas tentang teori 1 Ahmad bin Syekh Hijazy al Fasyny, Syarah Asy Syabarhity alâ Ar baîna Hadith al Nawawiyah, ( Beirut : Dar Al fikr, tt ), 78 -1-

Transcript of Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

Page 1: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

PANDANGAN HUJJAH AL-ISLÂM AL-GHOZÂLI TENTANG TEORI MA’RIFAT

Pendahuluan

Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi yang terkenal dengan “Hadits

Jibril”, dari Umar bin Khattab:

1مسلم( )رواه. يرـك فإنه تره لم فإن تراه كأنك ربك اعبد

Artinya: Sembahlah Tuhanmu seakan-akan kamu melihat-Nya. Maka jika

kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu

(HR. Muslim).

Dari hadits tersebut, dapat kita fahami bahwa kita dianjurkan untuk

selalu meningkatkan kwalitas ibadah sehingga mencapai derajat ma’rifat.

Begitu sulitnya mencapai ma’rifat, sehingga Rasulullah selanjutnya

menjelaskan bahwa apabila kita tidak bisa mencapai ma’rifat, maka

hendaknya kita melakukan “muraqabah” yaitu merasa diawasi terus oleh

Allah. Dengan muraqabah, kita terus berlatih untuk mencapai ma’rifat

yang hanya dimiliki oleh para Waliyullah.

Pada tatanan obyektifnya, banyak kalangan Muslim tidak

mengetahui tentang ma’rifat dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Karena itulah penulis terkait untuk membahas tentang teori ma’rifat dalam

pandangan Al Ghazali, seorang Sufi terkenal di kalangan Muslimin.

Biografi Al Ghozali

Nama lengkapnya ialah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-

Ghozali, mendapat gelar Hujjatul Islam. ia lahir tahun 450 M. di Thus,

suatu kota kecil di Khurasan (Iran). Nama Al-Ghozali kadang-kadang di

ucapkan Al-Ghozzali (dua z). Kata ini berasal dari ghazzal, artinya tukang

pintal benang, karena pekerjaan ayah Ghozali adalah memintal benang

wol, sedangkan Al-Gozali dengan satu z, diambil dari kata ghazalah, nama

1 Ahmad bin Syekh Hijazy al Fasyny, Syarah Asy Syabarhity alâ Ar baîna Hadith al Nawawiyah, ( Beirut : Dar Al fikr, tt ), 78

-1-

Page 2: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

kampung kelahiran Al-Gozali. yang terakhir ini inilah yang banyak

dipakai.2

Pada masa kecilnya ia mencari Ilmu Fiqh di Negerinya sendiri pada

Syekh Ahmad bin Muhammad Ar Rasikani, kemudian belajar pada Imam

Abi Nasar Al Ismaili di Negeri Jurjan. Setelah mempelajari beberapa ilmu

di Negerinya, maka ia berangkat ke Nishabur dan belajar pada Imam Al-

Haromain. di sinilah ia mulai kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya

yang luar biasa dan dapat menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok

pada masa itu seperti ilmu mantik (Logika), falasafah dan Fiqh Madzhab

Syafi’i. Karena kecerdasannya itulah Imam Al-Haromain mengatakan

bahwa Al-Ghozali itu adalah “ Lautan tak bertepi … ”.

Setelah Imam Al-Haromain wafat, Al-Ghozali pergi ke Al-Ashar

untuk berkunjung kepada menteri Nizam Al Muluk dari Pemerintahan

Dinasti Sanjuk di Kota Mu’askam. Ia disambut dengan penuh

penghormatan sebagai seorang Ulama’ besar. kemudian dipertemukan

dengan para Alim Ulama’ dan para Ilmuan. Semuanya mengakui akan

ketinggian ilmu yang dimiliki Al-Ghozali. Menteri Nizam Al Muluk

akhirnya melantuk Al-Ghazali pada tahun 484 H. / 1091 M. sebagai Guru

Besar (Profesor) pada Perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di Kota

Bagdad. Al-Ghozali kemudian mengajar di Perguruan Tinggi selama

empat tahun. Ia mendapat perhatian yang serius dari para mahasiswa, baik

yang datang dari dekat atau dari tepat yang jauh sampai ia menjauhkan diri

dari keramaian. 3

Pekerjaan itu dilaksanakannya dengan sangat berhasil. Selama di

Bagdad, selain mengajar, ia juga memberikan bantahan-bantahan terhadap

pikiran-pikiran golongan bathiniyah, islamiyah, golongan filasafat dan lain

-lain.4

Pada tahun 488 H. Al Ghozali pergi ke Mekkah untuk menunaikan

kewajiban Rukun Islam yang kelima. setelah selesai mengerjakan haji, ia

2 Ahmad Syadali, Filasafat Umum (Bandung: Pustaka Setia) 178.3 Musthofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia) 215.4 Ahmad, Filasafat, 179.

-2-

Page 3: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

terus pergi ke Syria (Syam) untuk mengunjungi Baitul Maqdis, kemudian

melanjutkan perjalannya ke Damaskus dan menetap untuk beberapa lama.

Di sini beribadat di masjid Al Umawi pada suatu sudut hingga terkenal

sampai sekarang dengan nama Al Ghozaliyah. pada saat itulah ia sangat

terkenal yaitu Ihya Ulmuddin. Al Ghozali tinggal di Damaskus itu kurang

lebih selama 10 tahun, dimana ia hidup dengan amat sederhana,

berpakaian seadanya, menyedikitkan makan minum, mengunjungi masjid-

masjid.

Setelah penulisan Ihya Ulum al Din selesai, ia kembali ke Baghdad,

kemudian mengadakan majelis pengajaran dan menerangkan isi dan

maksud dari kitabnya itu. Tetapi karena ada desakan dari Penguasa yaitu

Muhammad penguasa waktu itu. Al Ghozali diminta kembali ke Naisabur

dan mengajar di Perguruan Nizamiyah. pekerjakaan ini hanya berlangsung

dua tahun. untuk akhirnya kembali ke kampung asalnya, Thus. Di

kampunya Al Ghozali mendirikan sebuah sekolah yang berada di samping

rumahnya, untuk belajar para Fuqaha dan para Mutashawwifin (Ahli

Tasawuf ). Ia membagi waktunya guna membaca Al-Qur’an, mengadakan

pertemuan dengan para Fuqaha dan ahli Tasawuf, memberikan pelajaran

bagi orang yang ingin mengembilnya dan memperbanyak ibadah (sholat).

Di kota Thus inilah beliau akhirnya meninggal pada hari senin tanggal 14

Jumadil akhir 505 H./ 1111 M.

Sesaat sebelum meninggal beliau sempat mengucapkan kata-kata

yang juga diucapkan oleh Francis Bacon, filosuf Inggris, yaitu: “Ku takkan

arwahku di hadapan Allah dan tanamkanlah jasadku di lipat bumi yang

sunyi senyap. Namaku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah

bibir umat manusia di masa yang akan datang”.5

Pengertian Ma’rifah

االلهية األمور بترتب والعلم الربوبية أسرار على الطالعا الموجودات بكل المحيطة

5 Mustofa, Filsafat, 216.

-3-

Page 4: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

Bagi Al-Ghozali, Ma’rifah ialah mengetahui rahasia Allah dan

mengetahui peraturan- peraturan Tuhan tentang segala yang ada.6

Ma’rifat adalah mengenal akan ketuhanan dari pada Jamal-Nya,

Jalal-Nya dengan kasyaf yang tidak memerlukan dalil, yaitu mengenal

Tuhan dengan Muyahadah selama-lamanya.7

Seterusnya Al-Ghozali menjelaskan bahwa orang yang mempunyai

Ma’rifah tentang Tuhan, yaitu Arif, tidak akan mengatakan Ya Allah (ا

karena memanggil Tuhan dengan kata-kata (يارب) atau ya Robb ( لله

seperti ini menyatakan, bahwa Tuhan ada di belakang tabir. Orang yang

duduk berhadapan dengan temannya tidak akan memanggil temannya itu.

Kata Al-Ghozali :

جليسه ينادى جليسا رأيت وهلMa’rifah bagi Al-Ghozali ialah juga “ memandang kepada wajah

Allah SWT ”. ( تعالى الله وجه الى النظر ).

Tetapi bagi Al-Ghozali, ma’rifah terlebih dahulu dalam tertib dari

pada mahabbah, kerena mahabbah timbul dari ma’rifah. Dan mahabbah

baginya bukan mahabbah sebagaimana yang di ucapkan oleh Rabiah.

Tetapi mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik

kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada

manusia, yang memberi manusia hidup, rizki, kesenangan dan lain-lain.

Menurut Al-Ghozali, ma’rifah dan mahabbah inilah setinggi-tinggi

tingkat yang dapat dicapai seorang sufi. Dan pengetahuan yang diperoleh

dari ma’rifah lebih tinggi mutunya dari pada pengetahuan yang diperoleh

dengan akal.8

6 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam ( Jakarta: Bualn Bintang, 1999), 76

7 Mustofa A-Fatani, Sufi dan Wali Allah, terj. Abdun (Bandung: Husain, 1985), 13.8 Harun, Falsafat, 77.

-4-

Page 5: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

Alat-alat untuk memperoleh Ma’rifat

Alat untuk memperoleh ma’rifah, oleh kaum sufi di sebut sir (سر ) .

Menurut al-Qusyairi ada tiga alat dalam tubuh manusia yang di

peergunakan sufi dalam hubungan mereka dengan Tuhan. Qalb (قلب)

untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, ruh (روح) untuk mencintai Tuhan,

dan sir ( untuk melihat tuhan. Sir lebih halus dari ruh, dan ruh lebih (سر>

halus dari qalb. Qolb tidak sama dengan jantung atau heart dalam bahasa

inggris, karena qalb, selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk

berfikir. Perbedaan qalb dengan “aql (عقل), ialah bahwa “aql tak bisa

memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang tuhan, sedang qolb bisa

mengetahui hakekat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya tuhan,

bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Kelihatannya sir bertempat di ruh

dan ruh bertempat di qolb dan sir timbul dan dapat menerima iluminasi

dari Allah kalau qolb dan ruh telah suci sesuci-sucinya dan kosong

sekosong-kosongnya, tidak berisi apapun.9

10 pintu dipergunakan untuk mencapai Ilmul Yaqin. Sebagai dasar

lima pintu lahir yaitu pendengaran, penglihatan, perasaan lidah, perasaan

kulit dan penciuman hidung, bernama panca indra.

Untuk kesempurnaan perkakas yang lima pada lahir ini, disokong

oleh lima perkataan yang bathin, yaitu akal, fikiran, kehendak, angan-

angan dan nafsu.

Kedua-duanya (lahir dan bathin) bertali-tali. Misalnya orang sakit

merasai benar-benar, bahwa kopi-susu itu pahit, tetapi akalnya tidak mau

menerima walaupun lidahnya percaya sungguh akan kepahitannya. Kata

mata kita matahari itu kecil saja, kata timbangan akal dan fikiran lebih

besar dari bumi. Dari pertarungan yang tidak berhenti-henti ini timbullah

keyakinan. Dia sebagai kayu besar yang tumbuh dalam hati sanubari,

dahannya ialah amal dan buahnya ialah ganjaran.10

9 Ibid, 7510 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), 39.

-5-

Page 6: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

Ma’rifah Sebagai Jalan untuk Dekat Kepada Allah.

Al Ghazali mengupas rahasia-rahasia ibadat dari tasawuf dengan

mendalam sekali. Misalnya dalam mengupas soal at-thaharah ia tidak

hanya mengupas kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersihan rihani.

Dalam penjelasannya yang panjang lebar tentang salat, puasa dan haji, kita

dapat menyimpulkan bahwa bagi Al-Ghozali semua amal ibadah yang

wajib itu merupakan pangkal dari segal jalan pembersihan rohani.

Al-Ghozali melihat sumber kebaikan manusia itu terletak pada

kebersihan rohaninya dan rasa akrabnya (taqarub) terhadap Tuhan.

Sesuai dengan prinsip islam, Al Ghozali menganggap Tuhan sebagai

pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan

rahmat (kebaiakan) bagi sekalian alam. Dalam hal ini ia samasekali tidak

cocok dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap Tuhan

sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu

pendekatan diri dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal

keburukan sama sekali.

Al-Ghozali, sesuai dengan prinsip islam, mengakui bahwa kebaikan

terbesar di mana - mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang

disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.

Bagaimana cara bertaqarrub kepada Allah itu, Al-Ghozali

memberikan beberapa cara latihan yang langsung mempengaruhi rohani.

Di antaranya yang terpenting ialah muraqabah, yakni merasa diawasi terus

oleh Tuhan, dan almuhasabah, yakni senantiasa mengoreksi diri sendiri.

Menurut Al-Ghozali, kesenangan itu ada dua tingkatan, yaitu

kepuasan dan kebahagian (lazzat dan sa’adah). Kepuasan adalah apabila

kita mengatahui kebenaran sesuatu. Bertambah banyak mengetahui

kebenaran itu, bertambah banyak orang merasakan kebahagiaan.

Akhirnya kebahagiaan yang tertinggi itu ialah bila mengetahui

kebenaran sumber dari segala kebahagiaan itu sendiri. Itulah yang

dinamakan ma’rifatullah, yaitu mengenal adanya Allah tanpa syak sedikit

juga, dan dengan penyaksian hati yang sangat yakin ( musyahadatul-

-6-

Page 7: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

qalbi). Apabila sampai kepada penyaksian itu, manusia akan merasakan

suatu kebahagiaan yang begitu memuaskan sehingga sukar dilukiskan.

Al-Ghozali menyatakan dengan terus terang bahwa ia telah beberapa

kali mengalami sendiri penyaksian itu.11

Untuk berada dekat pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan

panjang yang berisi stasiun-stasiun, yang disebut مقامات ( Maqamat )

dalam istilah arab, atau stages dan stations dalam istilah Inggris. Buku –

buku tasawuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang sama

tentang stasiun- stasiun ini.

Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulum al-Din memberikan:

Tobat – sabar – kefakiran – zuhud – tawakal – cinta – ma’rifat –

kerelaan.12

Cara-cara mencapai ma’rifat

Lepaskan ikatan tipuan dunia, tetapkan tujuan ialah akhirat,

berdasarkan himmah mengjadap Allah dengan suluk. Kalahkan nafsu

dengan latihan bathin (riadhah) dan dengan pejuangan (mujahadah), maka

tersingkaplah hijaab dan terbukalah kasysyaf, maka sampailah kepada

musyahadatul qalb yang menghilangkan ragu dann haasilnya

makrifatullaah, seteelah ini adalah Waliyullah yang selalu mendapat

ilham.13

Sebab-sebab tertutupnya hati dari ma’rifat

Hati ada empat macam:

1. Hati yang bersih di dalamnya pelita yang bersinar, maka itu hatinya

orang mukmin.

2. Hati yang tertutup maka itu hatinya orang kafir.

3. Hati yang terbalik maka itu hati orang munafik, dia mengetahui

kemudian mengingkari dan dia melihat kemudian buta.

11 Mustofa, Filsafat, 240.12 Harun, Falsafat, 6013 Barmawi Umari, Sistimatik Tasawuf. (Solo: Ramadhani, 1991), 145.

-7-

Page 8: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

4. Hati yang terkandung didalamnya iman dan nifak.

Ketika ia menang dari keduanya, maka perumpamaan iman di

dalamnya bagaikan sayur-mayur yang terdapat air yang baik, dan

perumpamaan nifak di dalamnya bagaikan tikar yang terdapat di dalamnya

muntah darah…14

Al-Ghazali dalam menjelaskan ma’rifat tidak hanya menjelaskan

cara-cara untuk mencapainya saja. Namun disamping itu juga menjelaskan

tentang sebab-sebab tertutupnya hati dari ma’rifat (mengetahui hakekat).

Menurut beliau karena lima hal, yaitu :

- Adanya kelemahan dalam hati itu sendiri, semisal hati anak kecil.

- Noda-noda maksiat yang biasa menutupi kebersihan hati.

- Adanya sesuatu yang menyibukkan hati sehingga terlupakan

hakekat ilmu, meskipun hati tersebut telah bersih. Semisal sibuk

dengan mencari penghidupan.

- Adanya hijab yang timbul dari keyakinan masa lampau karena

pengaruh sejak kecil.

- Tidak mengetahui cara untuk bisa mencapai hakekat.15

Sehubungan dengan hal ini, Al-Ghazali menjelaskan tentang pintu

masuknya setan pada hati manusia, sehingga manusia tidak bisa mencapai

ma’rifat, sbb:

- Marah, karena marah dapat menghilangkan akal.

- Syahwat yaitu keinginan-keinginan kuat untuk mengumpulkan

harta, makanan, mencapai suatu kedudukan, dan lawan jenis.

- Hasad

- Prasangka buruk terhadap orang lain.

- Tama’ atau rakus.

- Terburu-buru (Ajalah)

- Fanatik buta

- Bakhil.16

14 Saad, Abdul Barro’, Tazkiyatun Nafs, (Solo:Pustaka Mantiq, 1996), 49.15 Ahmad Al-Sharbasi, Al-Ghazali wa Al Tasawuf Al Islami, (tt: Dar Al HIlal, tt), 174.

-8-

Page 9: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

Analisa Penulis

Pada halaman 3 disebutkan bahwa Al-Ghozali berkata ma’rif

terlebih dahulu dalam tertib dari pada mahabbah, karena mahabbah timbul

dari ma’rifah. Sedangkan di halaman 6 disebutkan dalam mengamat

menurut Al-Ghozali bahwa cinta (mahabbah) mendahului makrifah

Secara sepintas, kedua pernyataan ini mengandung kontradiksi untuk

memahaminya, perlu menganalisanya lebih mendalam. Menurut penulis,

cinta dan kepatuhan laksana api dan cahayanya. Cinta kepada Allah akan

membawa kita pada kepatuhan padanya, yang pada akhirnya

mengantarkan kita pada tingkat makrifat. Kemakrifatan yang kontinyu

akan membuat kita mengetahui tentang rahasia-rahasia Allah dan kita pun

akan semakin dekat kepada Allah. Dengan demikian akan timbul cinta

yang lebih mendalam yang berbeda dengan cinta sebelumnya. Dengan

demikian, cinta sebelum makrifat berbeda dengan cinta sesudah makrifat.

Para sufi berbeda-beda pendapat dalam menyusun station unutk

dekat dengan Allah, karena para sufi memiliki pengalaman yang berbeda-

beda dalam menempuh jalan unutk dekat dengan Allah.

16 Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, Ihya’ Ulum Al Din. (Semarang: Toha Putera, tt), 30.

-9-

Page 10: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

KESIMPULAN

1. Makrifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui

peraturan-peraturan Tuhan. Tentang segala yang ada.

2. Alat-alat untuk memperoleh makrifah adalah qolb, ruh dan

sir.

3. Jalan yang harus dilalui untuk sekat dengan Allah adalah

taubat – sabar – kefakiran – zuhud – tawakkal – cinta – ma’rifat

kerelaan.

4. Cara mencapai makrifat adalah lepaskan ikatan tipuan

dunia, tetapkan tujuan akhirat, menghadap Allah dengan suluk.

Kalahkan nafsu dengan riadhah dan mujahadah.

5. Untuk mengetahui sebab-sebab tertutupnya hati dari

makrifat harus mengetahui pula pintu masuknya setan pada hati

manusia.

-10-

Page 11: Pandangan Hujjah Islam Al-Ghozali Ttg TEORI MARIFAT-Zam

DAFTAR ISI

Al Fasyny, Ahmad bin Syekh Hijazy. Syarah Asy Syabarhîty ala Ar baîna Hadith al Nawawiyah. Beirut : Dar Al fikr, tt.

Al Fathani, Musthafa. Sufi dan Wali Allah. Teri Abdur Rahman Zain. Bandung : Husaini, 1985.

Al-Gazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulum Al Din, Semarang: Toha Putera. Tt, 30.

Al Sarbasih, Ahmad. Al Ghazali wa Al Tasawuf Al Islami, tt: Dar Al Hilal, tt, 174.

Hamka. Tasauf Modern . jakarta : Pustaka Panjimas, 1987.

Mustofa, Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1999.

Saad, Abdul Barro’. Tazkitayul Nafs. ter. Muqimuddin Sholeh. Solo: Pustaka Mantiq, 1996.

Syadzali, Ahmad. Filasafat Umum. Bandun: Pustaka Setia, 1999.

Umari, Barmawi. Sistimatik Tasawuf. Solo: Ramadhani, 1991.

-11-