pajak hiburan

51
Outline Riset : Pengaruh Pajak Hotel Dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Daerah OO Latar Belakang Masalah L Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Kebijakan tentang keuangan daerah ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah mempunyai kemampuan membiayai pembagunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang nyata. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang terfokus pada otonomi daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah daerah diberi kekuasaan yang lebih besar untuk mengatur anggaran daerahnya. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan ibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari (a) hasil pajak daerah, (b) hasil retribusi daerah, (c) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (d) pendapatan asli daerah yang sah., (2) dana perimbangan, (3) pinjaman daerah, dan (4) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya untuk mengurangi ketergantunga kepada

Transcript of pajak hiburan

Page 1: pajak hiburan

Outline Riset : Pengaruh Pajak Hotel Dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan DaerahOOLatar Belakang MasalahL Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Kebijakan tentang keuangan daerah ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah mempunyai kemampuan membiayai pembagunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang nyata. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang terfokus pada otonomi daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah daerah diberi kekuasaan yang lebih besar untuk mengatur anggaran daerahnya. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi yang maksimal pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan ibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 adalah (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari (a) hasil pajak daerah, (b) hasil retribusi daerah, (c) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (d) pendapatan asli daerah yang sah., (2) dana perimbangan, (3) pinjaman daerah, dan (4) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tapi pada kenyataannya kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah masih besar. Oleh karenanya untuk mengurangi ketergantunga kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah. Pajak hotel dan Pajak Restoran menurut Peraturan Pemerintah No 65 tahun 2001 mempunyai pengertian sebagai berikut : 1) Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.2) Restoran adalah tempat menyantap makanan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan katering. Pemerintah perlu berupaya meningkatkan penerimaan pajak Hiburan, serta pajak Hotel dan Restoran, agar penerimaan pemerintah terus meningkat sehingga dapat mempelancar pembangunan. Di samping itu harus pula dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah yang dikelola secara efektif dan efesien. Dengan dasar pertimbangan ini, maka Pemerintah Kota Tegal sebagai pelaksana pemerintahan di daerah secara aktif melakukan upaya pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah, khususnya mengenai pajak hotel dan pajak restoran.

Rumusan Masalah

Page 2: pajak hiburan

1. Bagaimanakah pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Daerah?2. Variabel apakah yang berpengaruh paling dominan antara Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Daerah?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian1. Tujuan penelitianTujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahuia. Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Daerah.b. Variabel yang berpengaruh paling dominan antara Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Daerah.

2. Kegunaan PenelitianHasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penulis, pemerintah daerah, dan fakultas sebagai berikut:

a. Bagi penulis, merupakan aplikasi hasil pembelajaran teoritis dan praktis berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliahb. Bagi Pemerintah daerah dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk

pengambilan keputusan khususnya mengenai pendapatan asli daerah yang diperoleh dari pajak hotel dan restoran.

c. Bagi masyarakat, sebagai salah satu referensi pengtahuan ekonomi khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah

DAFTAR PUSTAKADDK.J. Davey.1998, Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta: UI-Press. Kesit Bambang Prakosa., 2005. Pajak dan Retribusi Daerah Yogyakarta: UII Press. Edisi RevisiM.Suparmoko,.1987., Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: BPFE, Resmi, Siti, 2003., Perpajakan, edisi pertama, hal 6-8, salemba empat, Jakarta.Wirawan b. Ilyas, 2004, Hukum Pajak, edisi revisi, salemba empat, Jakarta. Riduwan. 2004. Statistik untuk Lembaga & Instansi Pemerintah/Swasta.Penerbit Alfabeta : Bandung.Setya Yuwana Sudikan. 2002. Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah. Aneka Ilmu : Semarang.

Pengaruh PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran (Studi kasus pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung)

Show full item record

Title: Pengaruh PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran (Studi kasus pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung)

Page 3: pajak hiburan

Author: Afrelia, Lira Kharisma

Abstract:

Skripsi yang berjudul â Pengaruh PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak hotel dan restoranâ (studi kasus pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan kabupaten Bandung) beranjak dari masalah yang sedang dihadapi oleh Pemerintah Daerah kabupaten Bandung sekarang ini. Adapun masalah tersebut adalah masalah lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Penelitian ini mencoba untuk melihat ada tidaknya pengaruh PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaaan pajak hotel dan restoran. Dengan menggunakan metode deskriptif, penulis berusaha untuk memecahkan masalah melalui data yang dikumpulkan untuk kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh yang cukup besar antara PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran. Ini mengandung arti bahwa antara PDRB sub sektor hotel dan restoran dengan penerimaan pajak hotel dan restoran mempunyai hubungan yang searah. Pengujian hipotesis tersebut menggunakan analisis regresi dan analisis korelasi. Pengujian dengan analisis regresi ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara PDRB sub sektor hotel dan restoran (independent variable) terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran (dependent variable). Hasil analisis regresi ini menunjukkan nilai b atau koefisien regresi adalah 0,021 dan bertanda positif yang berarti bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen bersifat searah. Artinya setiap perubahan atau kenaikan pada nilai variabel independen maka akan berbanding lurus dengan perubahan atau kenaikan pada variabel dependen. Pengujian dengan analisis korelasi ditunjukkan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai r atau koefisien korelasi adalah 0,991 artinya hubungan antara kedua variabel tersebut adalah kuat dan bersifat searah. Dalam pengujian hipotesis penulis menggunakan statistik uji â tâ . bila thitung lebih besar dari ttabel maka keputusan statistiknya Hoditolak atau Hi diterima. Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan thitungsebesar 10,392 dan ttabel sebesar 4,303. artinya bahwa antara PDRB sub sektor hotel dan restoran terdapat korelasi positif. Dengan demikian nilai thitung lebih besar dari ttabel sehingga keputusan statistiknya adalah Ho ditolak atau H1 diterima, maka hipotesis â Terdapat pengaruh yang cukup besar antara PDRB sub sektor hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak hotel dan restoranâ dapat diterima.

URI: http://hdl.handle.net/10364/1001 Date: 2008-08

Page 4: pajak hiburan

Putra – Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran dalam Meningkatkan PAD Kota Bukittinggi93setiap tahunnya merupakan sumber pendapatandaerah yang menyumbang cukup besar.Tabel 5. Kontribusi Pajak Hotel dan RestoranTerhadap (PAD) Kota Bukittinggitahun 2001 - 2005Tahun Kontribusi terhadap PAD (%)2001 20,32002 18,42003 16,52004 182005 17,6Sumber: diolah dari data Dispenda KotaBukittinggi.Keberhasilan Dispenda untuk dapatmenggali penerimaan pajak ini jelas akanmeningkatkan kemampuan daerah untukmembiayai pemerintahan sendiri sehinggaketergantungan terhadap Pemerintah Pusat dapatdikurangi. Namun Pemerintah Daerah harus pulamemperhatikan agar pemungutan pajak inijangan sampai memberatkan masyarakatsehingga akan dapat menghambat perkembangansektor pendukung pariwisata ini.2. Faktor-faktor Yang MempengaruhiKeberhasilan Penerimaan Pajak Hotel danRestoranKeberhasilan yang dicapai oleh DinasPendapatan Daerah Kota Bukittinggi dalammenggali potensi pajak hotel dan restoranditentukan oleh beberapa faktor antara lain faktorsumber daya manusia yang dimiliki, faktorketegasan kebijakan (aturan) Perda dan faktorkepatuhan wajib pajak serta faktor sosialekonomi daerah.a. Sumber Daya ManusiaKeberhasilan sebuah sebuah organisasiakan sangat ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia yang melaksanakan kegiatantersebut. Sumber daya yang dimaksud adalahmenyangkut jumlah maupun kualitasnya. Jikahanya dengan jumlah yang banyak, namun tidakmemiliki kualitas yang sesuai dengan kebutuhanbelum tentu dapat mencapai tujuan dari

Page 5: pajak hiburan

organisasi tersebut. Dengan jumlah yang sedikitmeskipun memiliki kualitas yang baik juga akanmenghambat pelaksanan kegiatan. Dengan katalain antara jumlah sumber daya manusiaberhubungan simetris dengan kualitas SDM itusendiri untuk mencapai kinerja yang memuaskan.Kualitas sumber daya manusia inimenyangkut aspek pendidikan yang sesuaidengan bidang tugas dan keahlian yang dimiliki.Jika dilihat pada Dinas Pendapatan Daerah KotaBukittinggi jumlah aparatur yang dimiliki cukupmemadai yaitu berjumlah 50 orang. Para aparaturyang bertugas di Dispenda ini memilikipendidikan yang cukup baik dan bidang ilmumereka umumnya juga berkaitan erat denganbidang tugas mereka di Dispenda. Para aparaturdi Dispenda ini umumnya memiliki latarbelakang pendidikan bidang ekonomi baiksarjana, Akademi maupun SMEA.Tabel 6. Jumlah PNS di Dispenda KotaBukittinggi berdasarkan TingkatPendidikanNo Pendidikan Jumlah1 S2 12 S1 193 Akademi 104 SLTA/SMEA 175 SLTP 1Jumlah 50Sumber: Dispenda Kota BukittinggiMeskipun aparatur di Dispenda inimemiliki latar belakang pendidikan ekonominamun masih perlu peningkatan kualitas SDMterutama untuk khusus perpajakan baik itumelalui kursus dan Diklat. Demikian juga denganPNS yang masih memiliki pendidikan SLTA/SMEA perlu untuk mendorong mereka untukmelanjutkan pendidikan sehingga kemampuanmereka benar-benar dapat mendukung pelaksaanSpirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9894tugas Dispenda secara efektif. Kualitas dankeahlian aparatur ini sangat mempengaruhikeberhasilan Dispenda untuk meningkatkancapaian penerimaan dari sektor pajak.b. Kepatuhan Wajib Pajak

Page 6: pajak hiburan

Kepatuhan dari wajib pajak merupakansalah satu faktor yang sangat pentingmempengaruhi pencapaian pelaksaan kebijakanperpajakan. Kepatuhan dan kerjasama dari wajibpajak akan mempermudah penggalian potensipendapatan daerah. Namun yang sering terjadiadalah wajib pajak seringkali tidak menyadarikewajiban mereka membayar pajak bahkanbanyak yang tidak bersedia membayar.Di Kota Bukittinggi meskipun datamemperlihatkan bahwa capaian realisasi pajakhotel dan restoran bisa melebihi target, namunsebenarnya potensi ini masih dapat dioptimalkan.Kepatuhan wajib pajak belum optimal. Dari datadilapangan untuk pemungutan pajak rumahmakan dengan memakai sistem bill tetap jugamengalami kendala. Masih banyak pengelolarumah makan yang tidak bersedia memberikanbill kepada konsumennya, meskipun sebenarnyapajak dibebankan kepada konsumen. Akan tetapibagi pelanggan yang dari luar daerah diberikanbill. Jikalau, peraturan dijalankan secaramaksimal maka tentu penerimaan dari pajak iniakan lebih optimal.Masalah ketepatan waktu dalammembayar pajak juga masih mengalamipermasalahan. Masih banyak wajib pajak yangtidak membayar tepat pada waktu yang telahditetapkan Perda yaitu paling lambat tanggal 15setiap bulannya. Namun masih banyak para wajibpajak yang enggan membayarkan bahkan sengajatidak membayar. Pelanggaran ini dalam aturanPerda No. 12 ataupun Perda No. 13 dapatdiberikan sanksi. Namun menurut petugasdispenda pemberian sanksi ini belumdilaksanakan sepenuhnya, sehingga wajib pajaktidak terlalu khawatir jika mereka belummembayar atau menunggak.Alasan wajib pajak menolak untukmembayarnya seperti persoalan ketidaksesuaiantarif pajak, yang dari sisi wajib pajak seringdianggap memberatkan mereka. Perda No. 13tentang pajak restoran/ rumah makan menetapkanbahwa besarnya pajak yang dikenakan kepadamasyarakat adalah 10 % dari omset. Tarif pajaksebesar 10 % ini bagian sebagian wajib pajak

Page 7: pajak hiburan

dianggap memberatkan mereka sehinggakeuntungan yang mereka peroleh menjadi sangatsedikit. Selain masalah ketidaksesuaian laporanwajib pajak dengan data yang sebenarnya.Persoalan ini terjadi untuk rumah makan yangmenggunakan sistem penetapan. Para wajib pajakmelaporkan omset mereka jauh dibawah omsetriil mereka. Sehingga akan berpengaruh padapenghitungan besarnya jumlah pajak yang harusmereka bayarkan.Tetapi ini memang menjadi kendalaumum dalam bidang perpajakan di Indosesia.Karena peraturan perundang-undanganperpajakan Indonesia menggunakan sistem selfassessment, sistem ini memberikan kepercayaandan tanggungjawab kepada wajib pajak untukmenghitung dan membayar sendiri pajak yangterhutang. Jadi keberhasilan sistem perpajakanseperti ini memang sangat ditentukan olehkepatuhan dari wajib pajak.c. Faktor Ketegasan Kebijakan (Aturan)Masalah yang muncul dalam pelaksananPerda No. 12 dan Perda 13 lebih sering terjadikarena faktor kurangnya kepatuhan wajib pajak.Permasalahan ini akan dapat diatasi jika aturanyang mengatur memiliki ketegasan yang jelasdan aparat konsisten dalam melaksanakan aturantersebut. Mekanisme penghitungan, pembayarandan sanksi terhadap pelanggaran harus tegas.Jika kita lihat isi dari Perda 12 tentangpajak hotel dan Perda No. 13 tentang pajakPutra – Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran dalam Meningkatkan PAD Kota Bukittinggi95restoran/ rumah makan sebenarnya mekanismepajak baik dari perhitungan, pembayaran hinggasanksi sudah diatur. Dalam kedua perda inipenghitungan dan penetapan pajak berdasarkankepada SPTPSD yang diisi oleh wajib pajak danWalikota akan menetapkan pajak terutang denganmenerbitkan SKPD. Apabila SKPS tidak ataukurang dibayar setelah lewat waktu paling lamatanggal 15 setiap bulan berikutnya, makadikenakan sanksi administrasi berupa bungasebesar 2 % sebulan dan ditagih denganmenerbitkan STPD.

Page 8: pajak hiburan

Karena dasar perhitungan pajak adalahSPTPD yang diisi oleh wajib pajak maka masihbanyak ditemukan wajib pajak yang engganmengisinya. Perda No. 12 sendiri sebenarnyatelah mengatur sanksi terhadap wajib pajak yangmelanggar seperti ini. Dalam pasal 12 ayat 3dikatakan bahwa apabila SPTPD tidakdisampaikan dalam jangka waktu yangditentukan dan telah ditegur secara lisan,dikenakan sanski administrasi sebanyak 2 persen.Sedangkan untuk wajib pajak yang tidak mengisiSPTPD maka pajak terhutang dihitung secarajabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupakenaikan sebesar 25 % sebulan dari pokok pajakditambah sanksi administrasi berupa bungasebesar 2 % sebulan dihitung dari pajak yangkurang atau terlambat dibayarkan sejak saatterutangnya pajak.Selain itu Perda ini juga mengaturketentuan pidana bagi wajib pajak yangmelanggar. Wajib pajak yang dengan sengajatidak menyampaikan SPTPD atau mengisidengan tidak benar atau tidak lengkap ataumelampirkan keterangan yang tidak benarsehingga merugikan keuangan negara dapatdipidana dengan pidana penjara 2 tahun ataudenda paling banyak paling banyak 4 kali jumlahpajak yang terhutang. Wajib pajak yangmelanggar ketentuan pajak yang diatur dalamperda ini setelah 3 kali berturut-turut makawalikota akan mencabut izin dan menutup hotelatau retoran/ rumah makan yang bersangkutantanpa adanya putusan pengadilan. Aturan sanksiterhadap pelanggaran ini dapat dikatakan sudahsangat jelas, namum persoalannya dalamimplementasi belum dilaksanakan secara optimal.Dengan belum dilaksanakannya aturandari Perda ini secara tegas membuat subyek pajakyang melanggar tidak takut yang berimplikasipada rendahnya kepatuhan wajib pajak tersebut.Pemerintah sebagai lembaga penyelenggarapemerintahan sebenarnya mempunyai hakmemaksa untuk pelaksanaan sebuah kebijakandengan syarat memiliki aturan yang jelas.d. Kondisi Sosial Ekonomi DaerahPengaruh kondisi perekonomian akan

Page 9: pajak hiburan

sangat berpengaruh terhadap sektor perdagangandan jasa. Kondisi ekonomi daerah akanmempengaruhi omset dari suatu usaha baik itubarang maupun jasa. Karena omset menunjukkankemampuan suatu perusahan dalam melakukanpenjualan barang atau jasa yang diproduksinya.Omset ini akan dipengaruhi daya beli konsumensementara daya beli konsumen dipengaruhi olehperkembangan perekonomian.Sektor perhotelan dan restoranmerupakan usaha jasa yang menyediakanpelayanan dalam bentuk penginapan, kamarmaupun hiburan dan pelayanan jasa makanandan minuman. Jelas bahwa sektor ini akan sangatditentukan oleh daya beli konsumennya. Karenaitu dalam penetapan tarif pajak baik pajak hotelmaupun pajak restoran perlu memperhatikankondisi ekonomi masyarakat.Kondisi perekonomian Kota Bukittinggisedikit berpengaruh terhadap sektor perhotelan,terbukti jumlah hotel non bintang menurun dari50 buah pada tahun 2000 menjadi 40 tahun 2004.Namun kondisi perekonomian tidak terlalauberpengaruh kepada usaha besar karena dataSpirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9896memperlihatkan ketika hotel non bintangmenurun sebaliknya hotel berbintang mengalamikenaikan dari 7 buah pada tahun 2000 menjadi 9buah pada tahun 2004. Hal yang sama jugaterjadi pada sektor restoran/ rumah makan.Rumah makan yang menggunakan sistem billingmenurun dari 21 buah tahun 2004 menjadi 18buah pada tahun 2005. Dampak perekonomianyang tidak stabil sangat berpengaruh kepadarumah makan dengan skala kecil. Seringkaliterjadi perubahan data di Dispenda megenaijumlah wajib pajak untuk rumah makan karenabanyaknya rumah makan yang tutup dankemudian ada yang baru buka. Mengatasimasalah ini Dispenda Kota Bukittinggi selalumelakukan pendataan secara rutin dalam 3 bulansekali untuk rumah makan/ restoran. Kondisiekonomi mempengaruhi jumlah omset yangdilaporkan oleh wajib pajak kepada pemerintah.Memang ada hubungan yang sangat erat

Page 10: pajak hiburan

antara kondisi ekonomi dengan penerimaan pajakhotel maupun restoran. Misalnya jika tingkathunian hotel tinggi tentu saja jumlah bill yangditerima oleh pemerintah daerah sebagai pajakjuga tinggi dan sebaliknya. Demikian juga untuksektor restoran/ rumah makan jika perekonomianbaik maka daya beli masyarakat akan tinggi dantentunya omset dari restoran /rumah makan akantinggi pula, sehingga akan mempengaruhi jumlahpajak yang diterima dari sektor ini. Dengan katalain ada hubungan positif antara kondisiperekonomian dengan penerimaan pajak hoteldan pajak restoran/ rumah makan.KesimpulanSecara keseluruhan dari data yangdidapat di lapangan terlihat bahwa pajak hoteldan restoran/ rumah makan di Kota Bukittinggimemiliki potensi yang cukup besar. Penerimaandari sektor pajak hotel dan restoran inimemberikan kontribusi terhadap PAD KotaBukittinggi berkisar antara 17–20 % tiaptahunnya. Dispenda Kota Bukittinggi punmemiliki kinerja yang cukup baik dalammenggali potensi penerimaan dari sektor pajakhotel dan restoran ini terbukti dari kemampuanDispenda mencapai target realisasi dan bahkancenderung melebihi target.Ada beberapa faktor yang mempengaruhikeberhasilan Dispenda Kota Bukittinggi dalammenggali potensi pajak hotel dan restoran iniyaitu sumber daya manusia yang dimiliki,kepatuhan wajib pajak, ketegasan kebijakan/aturan pajak serta kondisi sosial ekonomi daerah.Namun dari keberhasilan tersebutDispenda masih menyadari bahwa potensi inibelum tergali secara optimal karena diperkirakanmasih bisa ditingkatkan penerimaan pajak inidengan syarat adanya kepatuhan dari wajib pajakuntuk melaporkan omset mereka secara jujur.Kepatuhan wajib pajak ini menjadi kendalautama dalam mengoptimalkan penerimaan darisektor pajak hotel dan restoran. Karena peraturanperundang-undangan perpajakan Indonesiamenggunakan sistem self assessment, sistem inimemberikan kepercayaan dan tanggungjawabkepada wajib pajak untuk menghitung dan

Page 11: pajak hiburan

membayar sendiri pajak yang terhutang. Darikendala yang dihadapi ini seharusnya pemerintahdaerah dalam hal ini Dispenda melakukansosialisasi yang berkelanjutan dalam rangkameningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajibpajak.Daftar PustakaAfadlal (ed), 2003, Dinamika Birokrasi Lokal EraOtonomi Daerah, Pusat Penelitian PolitikLIPI, Jakarta.Bakar, Abu, 2002, Kebijaksanaan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam MeningkatkanPenerimaan Pajak Daerah, dalam AbdulHalim, Manajemen Keuangan Daerah,UPP AMP YKPN, Yogyakarta. hal; 144

Spirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9892Kecenderungannya target capaian pungutan pajakakan lebih mudah didapat dari pemungutan yangmenggunakan sistem bill. Persoalannya selainketidaksesuaian laporan omset oleh pemilikrestoran atau rumah makan juga terjadi karenaseringnya terjadi perubahan jumlah wajib pajak.Restoran/ rumah makan yang tutup jugamempengaruhi perhitungan dan capaianperolehan pajak.Tabel 3. Rekapitulasi Pajak Hotel danRestoran Kota Bukittinggi sampaidengan Bulan Juli 2006No JenisPendapatanTarget Realisasi1 Pajak HotelHotelBerbintang IV1.300.000.000 996.321.731HotelBerbintang III210.000.000 181.550.647HotelBerbintang II

Page 12: pajak hiburan

220.000.000 167.233.560HotelBerbintang I150.000.000 67.137.505Hotel Melati 400.000.000 323.335.923PondokWisata6.840.000 2.466.3002 Pajak RestoranRumah makansistem bill879.974.000 594.321.830Rumah makansistempenetapan80.708.000 51.114.469Total 3.058.522.000 2.383.481.965Sumber: diolah dari data Dispenda KotaBukittinggi.Dari pengalaman selama ini DinasPendapatan Kota Bukittinggi memiliki kinerjayang cukup baik dalam pencapaian realisasipendapatan dari sektor pajak hotel dan restoran.Tingkat realisasi perolehan pajak selalu dapatmencapai target bahkan cendrung melebihitarget. Meskipun tidak dipungkiri bahwa dalampelaksanaan masih ditemukan berbagai kendala.Tabel 4. Target dan Realisasi Pajak Hotel danRestoran tahun 2001-2005Pajak HotelTahun Target Realisasi %Realisasi2001 1.555.000.000 1.854.959.965 119,292002 2.176.685.387 2.250.040.895 103,372003 1.650.000.000 91.923.019.129 116,552004 1.727.094.240 2.339.759.959 135,472005 2.073.963.741 2.302.458.518 111,02Pajak Restoran2001 - - -2002 - - -2003 706.400.000 720.018.061 101,932004 761.407.644 778.665.808 102,272005 901.576.146 971.931.702 107,80Sumber: Dispenda Kota BukittinggiFaktor kreativitas dan konsistensiterhadap aturan dalam pemungutan pajak sangat

Page 13: pajak hiburan

mempengaruhi perolehan capaian ini. SosialisasiPerda merupakan faktor yang sangat pentinguntuk menumbuhkan kesadaran wajib pajakdalam membayar pajak. Dinas Pendapatan KotaBukitinggi dalam mensosialisasikan Perda No. 12dan Perda No. 13 ini melakukan beberapalangkah. Pertama melalui penyuluhan langsungoleh petugas pajak kepada para wajib pajak.Penyuluhan langsung ini dilakukan di lapanganatau dengan mengadakan pertemuan denganwajib pajak. Kedua dengan memberikan brosuryang berisikan ketentuan perda tersebut kepadawajib pajak. Untuk merangsang para wajib pajakmembayar pajak Dinas Pendapatan KotaBukittinggi juga mengadakan undian untuk Billyang dilakukan dua kali dalam setahun.Meskipun berbagai kendala muncul,keberhasilan Dispenda Kota Bukittinggi untukmencapai target pendapatan dari sektor pajakhotel dan restoran ini dapat dikatakan sangatbaik. Capaian kinerja ini sangat berpengaruhkepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jikadilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yangdi peroleh Pemerintah Daerah Kota Bukittinggisecara keseluruhan pajak hotel dan restoran

PendahuluanSebagai negara kesatuan, Indonesiamempunyai fungsi dalam membangunmasyarakat adil dan makmur sesuai denganamanat Undang-Undang Dasar 1945 aliniakeempat. Dengan demikian, segenap potensi dansumber daya pembangunan yang ada harusdialokasikan secara efektif dan efisien melaluisuatu proses kemajuan dan perbaikan secaraterus-menerus yang disebut pembangunan.Pembangunan daerah merupakan bagian integraldari pembangunan nasional yang bertujuan untukmeningkatkan taraf hidup masyarakat baik morilmaupun materil.Untuk pembangunan tersebut dibutuhkandana yang cukup besar. Hal ini juga sebagaipenentu sukses tidaknya daerah dalammelaksanakan otonomi daerah sebagaimanaamanah yang tertuang dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 dan Undang-undang No. 33 Tahun

Page 14: pajak hiburan

2004. Dari kedua undang-undang tersebut, daerahmemiliki kewenangan dan kemampuan untukmenggali sumber-sumber keuangan sendiri,mengelola dan menggunakan keuangan sendiriyang cukup memadai untuk membiayaipenyelenggaraan pemerintahan daerahnya denganmenggunakan prinsip kemandirian dalammenjalankan proses pembangunannya.Lebih lanjut, prinsip-prisnsip yangterkandung dalam Undang-undang Nomor 33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusatdan daerah telah memberi arah kepada pemberiandukungan pemerintah, baik Pemerintah Pusat,selanjutnya disebut Pemerintah, terhadapPemerintah Daerah dalam hal melaksanakanpembangunan yang disertai oleh kejelasanmengenai pembiayaan dan sumber-sumberpendapatan daerah. Peluang yang dimaksudadalah bahwa Pemerintah Daerah memilikikewenangan luas atas segala urusan terkaitdengan pembangunan daerah, dan yang menjadiperhatian daerah adalah keleluasaan untukmengelola urusan keuangan sendiri. Dalam halini daerah juga dituntut untuk mampu mencariSpirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9886pendapatan sendiri untuk keberlanjutanpembangunan di daerah masing-masing.Untuk mendukung tanggung jawab yangdilimpahkan, Pemerintah Daerah memerlukansumber pembiayaan fiskal. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa daerahdiberikan hak untuk mendapatkan sumberkeuangan yang antara lain: berupa kepastiantersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuaidengan urusan pemerintah yang diserahkan,untuk tujuan tersebut Pemerintah Daerah harusmemiliki kekuatan untuk menggali potensisumber-sumber PAD dan Pemerintah harusmentransfer sebagai pendapatan dan ataumembagi sebagian pendapatan pajaknya denganPemerintah Daerah. Untuk itu kehadiran Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menguatkanUndang-Undang No. 25 Tahun 1999 yangmenerangkan tentang prinsip-prinsip kebijakanperimbangan keuangan secara jelas (Penjelasan

Page 15: pajak hiburan

UU No. 32/2004. Halaman 130-220). Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskankapasitas fiskal daerah merupakan sumbersumberpembiayaan pembangunan di daerah danpenyelenggaraan pemerintahan daerah. Kapasitasfiskal merupakan sumber pendanaan daerah yangbersumber dari Pendapatan Asli Daerah danDana Perimbangan.Salah satu fenomena yang mencolok darihubungan antara sistem Pemerintah Daerahdengan pembangunan adalah ketergantunganPemerintah Daerah yang tinggi terhadapPemerintah. Hampir semua provinsi danKabupaten/ Kota memiliki ketergantungan fiskalmencapai 70 % - 80 % terhadap transfer danaperimbangan dari pusat.Tabel 1. Komposisi Peneriman PemerintahDaerah : 1999/2000 -20011999/00(100%)2000(%)2001(%)Propinsi 100.00 100.00 100.00PAD 37.22 32.30 32.23Dana BagiHasil18.66 15.94 25.89DAU/DAU 44.12 51.76 41.88Kabupaten/Kota100.00 100.00 100.00PAD 10.31 9.04 4.99Dana BagiHasil12.39 11.31 22.43DAU/DAK 77.30 79.65 72.58Sumber : Departemen Keuangan Tahun 2003Melihat tabel yang dikemukakan di atas,menurut Kuncoro (2003: 519-562).Ketergantungan fiskal terlihat jelas pada relatifrendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dandominannya transfer dari pusat. Adalah ironis,meskipun undang-undang telah menggarisbawahititik berat otonomi daerah adalah kabupaten dan

Page 16: pajak hiburan

kota, namun justru Kabupaten dan Kota lah yangmengalami tingkat ketergantungan yang lebihtinggi dibanding propinsi.Pengaruh relatif rendahnya PendapatanAsli daerah dan dominannya transfer dari pusatseperti ini menjadi kendala dalam pemberdayaankesanggupan pemerintah daerah dalam menguruspersoalan pembangunan daerah dengan keinginanmasyarakat lokal. Hal ini tentu saja menyebabkanadanya kecenderungan yang memberanguspelaksanaan prinsip-prinsip Otonomi Daerahsendiri dalam pelaksanaan pembangunan daerah.Untuk itu cara yang tepat untuk mengurangikomposisi Dana Perimbangan yang nyaris 80%dari total sumber penerimaan daerah harusditekan melalui peningkatan PAD, salah satunyayaitu optimalisasi pengelolaan keuangan daerah.Pengelolaan sumber-sumber penerimaankeuangan daerah berasal dari berbagai macamsektor, baik sektor riil maupun sektor fisik, yaitupertanian, perdagangan, industri, perhotelan danrestoran, air bersih, listrik dan gas, angkutan dankomunikasi, dan sumber penerimaan lainnyayang signifikan dan sesuai dengan karakteristikdaerah.Putra – Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran dalam Meningkatkan PAD Kota Bukittinggi87Dalam Undang-Undang No.33 tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat danDaerah, pajak dan retribusi daerah merupakansumber pendapatan daerah disampingpenerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusatberupa subsidi / bantuan dan bagi hasil pajak danbukan pajak. Sumber pendapatan daerah tersebutdiharapkan menjadi sumber pembiayaanpenyelenggaraan pemerintahan danpembangunan daerah, serta meningkatkan danmemeratakan kesejahteraan masyarakat.Untuk itu perlu dikembangkanoptimalisasi dalam penggalian potensi pajakdaerah sebagai salah satu penerimaan daerahyang memberi kontibusi besar dalam APBDpropinsi dan APBD kota/ kabupaten. Peningkatanpendapatan ini biasanya tidak selalu identikdengan peningkatan tarif pajak dan tarif retribusi,

Page 17: pajak hiburan

langkah optimalisasi yang lebih damai adalahmelalui perluasan dari konstitusi yang telah adamelalui pembentukan Perda (Peraturan Daerah)yang bertujuan untuk memperbaiki sistemperpajakan daerah.Pajak Daerah, yang selanjutnya disebutpajak, adalah iuran wajib yang dilakukan olehorang pribadi atau badan kepada Daerah tanpaimbalan langsung yang seimbang, yang dapatdipaksakan berdasarkan peraturan perundangundanganyang berlaku, yang digunakan untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahanDaerah dan pembangunan Daerah (UU No. 34Tahun 2000, pasal 1 ayat 6). Pajak daerah dalamhal ini adalah pajak yang dipungut olehPemerintah Daerah, antara lain Pajak Hotel danRestoran, Pajak Penerangan Jalan, dan PajakKendaraan Bermotor. (Penjelasan UU No. 34tahun 2000). Pajak Bumi dan Bangunan sebagaisalah satu sumber penerimaan daerah yang telahdiserahkan kepada Pemerintah Daerah meskipunstatusnya masih pajak negara, akan tetapipenerimaannya sebagian besar telah diserahkankepada Pemerintah Daerah.Peningkatan pendapatan daerah melaluipertimbangan potensi yang dimiliki daerah perlumendapatkan perhatian yang khusus. PemerintahDaerah harus mampu menggali potensi sumbersumberpendapatan asli daerah untuk membiayaisektor-sektor pembangunan demi kemandiriandaerah. Masing-masing Kabupaten/ kotamemiliki potensi yang berbeda-beda sehinggapemerintah daerah seharus memiliki cara-caratersendiri untuk mengoptimalkan potensitersebut. Kota Bukittinggi yang merupakan salahsatu kota di Sumatera Barat yang memilikipotensi yang berbeda dengan kabupaten/kotalainnya yaitu sebagai kota sentra bisnis danperdagangan, industri, pendidikan, jasa,pariwisata, kesehatan dan juga sebagai shuttledown city. Didukung oleh letak dan kondisigeografis kota yang sangat strategis dandidukung oleh alam yang penuh denganpanorama yang menjadi wisata alam, berada padajalur perdagangan Jawa-Sumatera dan termasuksalah satu kota cukup besar yang berada di lintas

Page 18: pajak hiburan

Sumatera, maka kebijakan-kebijakan strategisdiambil pun menyentuh sektor-sektor yangpenting dan strategis tersebut.Salah satu sektor yang memilikikontribusi besar dari tahun ke tahun adalah pajakdaerah, yang salah satu sumbernya berasal daripajak hotel dan restoran. Bila kita lihat KotaBukittinggi merupakan pusat pariwisata diSumatera Barat dengan perkembangan hotel danrestoran yang sangat pesat. Perkembanganjumlah hotel dan restoran ini seharusnya menjadipotensi sangat bagus bagi peningkatanPendapatan Asli Daerah dalam rangkamengurangi ketergantungan fiskal daerah. Hal initerefleksi dalam peningkatan dan stabilitasrealisasi pajak hotel dan restoran ini dari tahun ketahun.Spirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9888Perimbangan Keuangan Antara Pusat danDaerahPenerapan desentralisasi sebagai wujuddari otonomi daerah juga menimbulkanpermasalahan dalam pembagian keuangan antarapusat dan daerah. Berdasarkan UU No 33 Tahun2004 Tentang Perimbangan keuangan antarapusat dan pemerintah daerah, menggunakansistem pembagian keuangan yang adil,proporsional, demokratis, transparan dan efisiendalam rangka pendanaan penyelenggaraandesentralisasi. Dana perimbangan merupakansumber pendapatan daerah yang bersumber daripendapatan APBN untuk mendukungpelaksanaan kewenangan pemerintah daerah.Adapun pos-pos dana perimbangan tersebutterdiri dari; (1) Bagian daerah dari penerimaanpajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atastanah dan bangunan dan penerimaan dari sumberdaya alam seperti kehutanan, perikanan,pertambangan, minyak dan gas bumi. (2) DanaAlokasi Umum, dengan tujuan pemerataan,dengan memperhatikan potensi daerah, luasdaerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dantingkat pendapatan di daerah sehingga perbedaanantara daerah yang maju dengan daerah yangbelum berkembang dapat diperkecil, (3) Dana

Page 19: pajak hiburan

Alokasi Khusus, berguna untuk membentumembiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah(PP No.104 Tahun 2000). Perimbangan keuanganantara pusat dan daerah yang ideal adalah apabilasetiap tingkat pemerintahan dapat independendibidang keuangan untuk membiayai tugas danwewenang masing-masing (Mahfud Sidik; 2000).Hal ini subsidi atau bantuan dari pemerintahpusat yang selama ini sebagai sumber utamadalam APBD, mulai dikurangi kontribusinyasehingga yang menjadi sumber utama APBDadalah pendapatan daerah itu sendiri.Pendapatan Asli Daerah Sebagai SumberAPBDPendapatan daerah adalah hak daripemerintah daerah yang diakui sebagai nilaikekayaan bersih dalam periode tahun yangbersangkutan (UU No. 32 Tahun 2004). PADbertujuan memberikan kewenangan kepadapemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaanotonomi daerah sesuai dengan potensi daerah.Menurut pasal 6 Undang-Undang No. 33 Tahun2004 sumber-sumber pendapatan asli daerahmeliputi;a. Hasil pajak daerahb. Hasil retribusi daerahc. Hasil perusahaan milik daerah dan hasilpengelolaan daerah lainnya yang dipisahkand. Lain-lain PAD yang sahUntuk mencapai kemandirian daerah,pemerintah daerah harus memiliki kemampuanuntuk menggali potensi daerahnya. Potensipendapatan Asli daerah adalah kekuatan yang adadi suatu daerah untuk menghasilkan sejumlahpenerimaan PAD. Untuk mengetahui potensisumber-sumber PAD dibutuhkan pengetahuantentang analisis perkembangan berapa variabelyang dapat dikendalikan dan tidak dapatdikendalikan yang dapat mempengaruhi kekuatansumber-sumber penerimaan PAD. Beberapavariabel yang perlu dianalisa untuk mengetahuipotensi sumber-sumber PAD menurutSimanjuntak dalam abdul Halim (2002:97)adalah:a. Kondisi awal suatu daerah, keadaan strukturekonomi dan sosial suatu daerah sangatlah

Page 20: pajak hiburan

menentukan besar kecilnya keinginanpemerintah untuk menetapkan pungutan. Sertakemampuan untuk membayar segalapungutan-pungutan yang ditetapkan olehpemerintah daerah. Kondisi awal suatu daerahPutra – Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran dalam Meningkatkan PAD Kota Bukittinggi89yang perlu diperhatikan seperti komposisiindustri yang ada di daerah, struktur sosialpolitik dan institusional serta berbagaikelompok masyarakat yang relatif memilikikekuatan, kemampuan atau kecakapanadministratif, kejujuran dan integritas darisemua cabang-cabang perpajakan pemerintah,dan tingkat ketimpangan dalam distribusipendapatan.b. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi danekstensifikasi penerimaan PAD, kegiatan inimerupakan upaya memperluas cakupanpenerimaan PAD. Ada 3 hal penting yangharus diperhatikan dalam usaha peningkatancakupan ini yaitu; (1) Menambah objek dansubjek pajak atau retribusi, (2) meningkatkanbesarnya penetapan, dan (3) mengurangitunggakan.c. Pertumbuhan Penduduk, jika jumlahpenduduk meningkat maka pendapatan yangdapat pungut akan meningkat.d. Tingkat Inflasi, inflasi akan meningkatkanpenerimaan PAD yang penetapannyadidasarkan pada omzet penjualan misalnya,pajak hotel dan restoran.e. Penyesuaian tarif, peningkatan pendapatansangat tergantung pada kebijakan penyesuaiantarif yang perlu mempertimbangkan lajuinflasi. Kegagalan untuk menyesuaikan tarifdengan laju inflasi akan menghambatpeningkatan PAD.f. Sumber pendapatan baru, adanya kegiatanusaha baru dapat mengakibatkan pertambahansumber pajak atau retribusi yang telah ada.Pajak Sebagai Sumber PendapatanDaerahPengertian pajak menurut RochmadSoemitro dalam Mardiasmo (2000) adalah iuran

Page 21: pajak hiburan

rakyat kepada kas negara berdasarkan UU yangdapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasatimbal balik yang langsung dapat ditunjukkandan yang digunakan untuk membayarpengeluaran umum. Sedangkan SoeparmanSoemahamidjaja mendefinisikan pajak sebagaiiuran wajib, berupa uang atau barang yangdipungut oleh penguasa berdasarkan normanormahukum, guna menutup biaya produksibarang-barang dan jasa kolektif dalam mencapaikesejahteraan umum.Dari definisi di atas dapat disimpulkanbahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagaiberikut;a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhakmemungut pajak adalah negara, iuran tersebutberupa uang bukan barang.b. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungutdengan ketentuan undang-undang serta aturanpelaksanaannya.c. Tanpa jasa timbal balik secara individual darinegara yang secara langsung dapatditunjukkan.d. Digunakan untuk membiayai rumah tangganegara yakni pengeluaran yang bermanfaatbagi masyarakat luas.Pajak daerah menurut Undang-undangNo. 34 Tahun 2000 pasal 1 ayat 6 adalah iuranwajib yang dilakukan oleh orang pribadi ataubadan kepada daerah tanpa imbalan langsungyang seimbang, yang digunakan untukmembiayai penyelenggaraan pemerintah daerahdan pembangunan daerah. Berdasarkanpengertian di atas dapat disimpulkan bahwapemungutan pajak daerah oleh pemerintah kota/kabupaten kepada masyarakat pada dasarnyabertujuan untuk membiayai penyelenggaraantugas-tugas pemerintahan, pembangunan danpembinaan kemasyarakatan dalam upayameningkatkan taraf hidup masyarakat (AbuBakar dalam Abdul Halim; 2000: 144). PajakSpirit Publik Vol. 5, No. 1, April 2009 Hal. 85 - 9890daerah digolongkan ke dalam 2 kategori menuruttingkat pemerintahan daerah yaitu Pajak Propinsidan pajak Kabupaten/Kota. Sesuai dengan

Page 22: pajak hiburan

Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentangpajak daerah dan restribusi daerah, jenis pajakpropinsi terdiri dari; (1) pajak kendaraanbermotor dan kendaraan di atas air, (2) biayabalik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, (3) pajak bahan bakar kendaraanbermotor, (4) pajak pengambilan danpemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.Sedangkan jenis pajak kabupaten/ kota terdiridari; (1) pajak hotel (2) pajak restoran (3) pajakhiburan, (4) pajak reklame (5) pajak peneranganjalan (6) pajak pengambilan bahan galiangolongan C (7) pajak parkir.Ada beberapa indikator yang biasadigunakan dalam menilai pajak dan retribusidaerah yaitu; (1) hasil yaitu memadai tidaknyahasil suatu pajak dalam kaitannya denganberbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas danmudah tidaknya memperkiranya hasil pajaktersebut, perbandingan hasil pajak dengan biayapungut, elastisitas hasil pajak terhadap invalasidan pertambahan pendapatan. (2) Keadilan(equity), dalam hal ini dasar pajak dan kewajibanmembayarnya harus jelas dan tidak sewenangwenang,pajak harus adil secara horizontalartinya beban pajak harus sama antara berbagaikelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukanekonomi yang sama, adil secara vertikal artinyabeban pajak harus lebih banyak ditanggung olehkelompok yang memiliki sumber daya yang lebihbesar. (3) efiseiensi ekonomi, pajak atau retribusidaerah hendaknya mendorong penggunaansumber daya secara efisien dan efektif dalamkehidupan ekonomi, mencegah jangan sampaipilihan konsumen dan produsen menjadi salaharah, dan memperkecil beban lebih pajak. (4)kemampuan melaksanakan, pajak harus dapatdilaksanakan baik dari aspek politik maupunadministratif. (5) kecocokan sebagai sumberpenerimaan daerah.Pajak Hotel dan Restoran SebagaiPenyumbang PAD bagi Kota BukittinggiUntuk mencapai kemandirian daerah,pemerintah daerah harus memiliki kemampuanuntuk menggali potensi daerahnya. Potensipendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada

Page 23: pajak hiburan

di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlahpenerimaan PAD. Pemerintah daerah harusmampu mengenali dan mengelola potensi daerahyang mereka miliki. Kejelian pemerintah daerahuntuk mencari dan mengenali potensi daerahnyaakan sangat berpengaruh kepada kapasitas daerahuntuk mencari sumber-sumber pendapatan gunamemenuhi kebutuhan pembiayaan penyelenggaraanpemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya. Sampai saat ini sektor pajakmerupakan sektor yang masih menjadi sumberutama pendapatan Pemerintah Daerah.Pemerintah Daerah Kota Bukittingginampaknya sudah mulai bergerak untuk mencaridan menggali potensi sumber pendapatan daerahyang memang potensial. Kota Bukittinggisebagai kota wisata jelas merupakan potensi yangsangat besar bagi pemerintah daerah untukmeningkatkan pendapatan daerah. Perkembangansektor pariwisata di Kota Bukittinggi memilikidampak positif bagi perkembangan sektor laindisekitarnya seperti pertumbuhan hotel danrestoran yang semakin meningkat. Sektor inimerupakan salah satu sumber bagi pendapatandaerah berupa pajak yang secara yuridistercantum dalam undang-undang. Peningkatanpenerimaan daerah ini tidak selalu identik denganpeningkatan tarif pajak dan retribusi. Salah satuupaya optimalisasi penerimaan daerah ini adalahdengan membentuk peraturan daerah yangPutra – Optimalisasi Pajak Hotel dan Restoran dalam Meningkatkan PAD Kota Bukittinggi91bertujuan untuk memperbaiki sistem perpajakandaerah.1. Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel danRestoran di Kota BukittinggiUntuk menggali potensi sektor hotel danrestoran ini Pemerintah Daerah Kota Bukittinggitelah mengaturnya dalam Peraturan Daerah No.12 Tahun 2004 tentang pajak Hotel dan PeraturanDaerah No. 13 Tahun 2004 tentang PajakRestoran dan Rumah Makan. Implementasikedua perda ini baik Perda No 12 maupun PerdaNo.13 telah dilaksanakan oleh pemerintah KotaBukittinggi melalui Dinas Pendapatan Daerah

Page 24: pajak hiburan

Kota sebagai lembaga pelaksana teknis.Dilihat dari kuantitas jelas pajak hoteldan restoran di Kota Bukittinggi merupakanpotensi yang besar jika semua pihak yang terkaitdengan sektor pajak ini dapat bekerjasamadengan baik.Tabel 2. Jumlah Hotel dan Restoran/ RumahMakan di Kota BukittinggiNo Klasifikasi Jumlah1 Hotel Berbintang 82 Hotel Melati 483 Restoran/ Rumah MakanBesar184 Rumah makan sedang/ kecil 164Sumber: Dispenda Kota Bukittinggi, 2006Untuk menggali potensi ini pemerintahKota Bukittinggi telah mengatur dalam Perda No.12 tentang Pajak Hotel dan Perda No. 13 TentangPajak Restoran. Kedua Perda ini mengaturtentang besarnya tarif pajak serta sanksi-sanksiyang diberikan bagi yang melanggar ketentuantersebut. Tarif pajak (tax rate) adalah angka atauprosentase yang digunakan untuk menghitungjumlah pajak atau jumlah pajak terutang. PerdaNo. 12 dan Perda No.13 menetapkan besarnyapajak adalah 10 % dari jumlah omset ataupembayaran pelayanan.Dalam penentuan jumlah pajak inibanyak faktor yang dipertimbangkan olehpemerintah antara lain faktor ekonomi sosialmaupun politik. Untuk menentukan besarnya tarifpajak ini Pemerintah Daerah Kota Bukittinggimenggunakan dua sistem sekaligus. Pertamaadalah billing sistem yaitu sistem pemungutanpajak yang menggunakan daftar harga jasa ataulayanan yang dibuat dan diisi oleh wajib pajak.Sistem ini digunakan untuk pemungutan pajakhotel dan pajak restoran/ rumah makan yangdikategorikan restoran/ rumah makan besar.Dalam sistem billing ini besarnya pajakdimasukkan pada kwitansi atau bon yangdiberikan kepada konsumen. Artinya pajakdibebankan kepada konsumen secara langsungketika terjadi transaksi. Kedua sistem penetapan,besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib

Page 25: pajak hiburan

pajak ditetapkan 10 % dari omset penjualan.Sistem penetapan ini digunakan untuk memungutpajak restoran / rumah makan yang dikategorikansedang/kecil. Pada sistem penetapan ini pajakyang harus dibayarkan dan dibebankan kepadapengusaha/pemilik restoran/rumah makan.Penentuan besarnya pajak dengan sistempenetapan ini sangat tergantung kepadakerjasama pemilik/pengusaha restoran ataurumah makan untuk melaporkan omset yangmereka kepada petugas pendataan pajak. Namundalam pelaksanaannya seringkali jumlah omsetyang dilaporkan wajib pajak tidak sesuai denganomset yang sebenarnya. Seringkali pengusaha/pemilik restoran/ rumah makan punya dualaporan. Laporan keuangan untuk Pemerintahlaporan dengan jumlah keuangan yang tidakbesar tetapi juga memiliki laporan internal lainyang jumlahnya lebih besar. Sehingga petugassulit untuk melacaknya.Masalah ini berpengaruh terhadapcapaian dari target pendapatan yang sebelumnyatelah dibuat oleh Dinas Pendapatan.

PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH PROPINSI DKI JAKARTASubmitted by superadmin on Thu, 12/25/2008 - 20:11

* Skripsi Ekonomi Pembangunan

ABSTRAKSI Salah satu sumber pembiayaan yang utama bagi pelaksanaan pembangunan, khususnya di daerah ialah penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Komponen utama dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) ialah Pajak, Retribusi, Hasil laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Penerimaan-penerimaan lain yang sah dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta yang terbesar diperoleh dari Penerimaan Pajak daerah. Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Regresi. Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan antara variabel dependent dengan variabel independent, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang mengarah pada tujuan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS, DISPENDA DKI Jakarta dan sumber-sumber yang lainnya. Selama periode analisis, bahwa secara bersama-sama pertumbuhan ekonomi, Tingkat inflasi, Jumlah wajib pajak, Dummy reformasi perpajakan berpengaruh positif dan

Page 26: pajak hiburan

signifikan terhadap Penerimaan Pajak daerah DKI Jakarta. Pengujian secara sendiri-sendiri (per variabel), Pertumbuhan ekonomi dan Jumlah Wajib Pajak berpengaruh Positif dan signifikan terhadap Penerimaan Pajak daerah DKI Jakarta, untuk Tingkat Inflasi, tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Pajak daerah DKI Jakarta. Untuk variable reformasi perpajakan tidak berpengaruh sgnifikan terhadap penerimaan pajak daerah DKI Jakarta. BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Runtuhnya ekonomi Indonesia sekarang ini yang gejalanya sudah terlihat sejak terpuruknya nilai rupiah sebelum krisis moneter petengahan tahun 1997 adalah akibat sentralisme kekuasaan termasuk kekuasaan dalam membuat keputusan ekonomi. Dengan berbagai keputusan ekonomi yang terpusat melalui bermacam-macam Inpres, Keppres dan perarturan pemerintah itu disedotlah berbagai macam hasil kekayaan alam dan pendapatan asli dari daerah ke pusat sehingga menimbulkan ketidakpuasan daerah terhadap pemerintah pusat. Hal tersebut terjadi di bawah kekuasaan rezim orde baru yang di pimpin oleh suharto, sifat-sifat penyelengaraan Negara tersebut mirip atau semodel dengan Negara komunis yang tergabung dalam blok timur. Dengan jatuhnya soeharto pada pertengahan tahun 1998 dimulailah babak baru untuk menata kembaliindonesia dengan masa depan yang lebih baik.Di masa mendatang pasca soeharto sentralisme tidak boleh lagi ada baik dalam bidang politik, ekonomi,sosial dan budaya. Setelah runtuhnya soeharto yang di gantikan oleh presiden Habibie, setelah menjabat kurang dari satu tahun presiden habibie mulai membuat perombakan di segala bidang seperti halnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan pusat dan daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang sudah diberlakukan mulai bulan Januari tahun 2001 yang lalu menyatakan bahwa pemerintah daerah hanya terdiri dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota tidak ada lagi daerah kotamadya. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini tidak dikenal lagi pembagian daerah sebagai daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dengan telah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tersebut maka daerah-daerah yang ada di Indonesia harus membiayai pembangunan daerahnya masing-masing tanpa menghandalkan subsidi dari pemerintah pusat lagi. Hal ini yang sering disebut peralihan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Peralihan sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi ini mengharuskan pemerintah daerah harus meningkatkan pendapatan daerahnya.Kebijakan keuangan daerah selama ini dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan pembiayaan pemerintah daerah terutama yang bersumber dari pajak dan retribusi. Dengan meningkatnya penerimaan daerah, selain akan memperbaiki struktur pembiayaan daerah, juga akan memperkecil peranan sumber pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah pusat atau pinjaman dari luar negeri. Untuk lebih meningkatkan kemandirian dalam membiayai kegiatan di daerah, maka akan terus ditingkatkan perolehan pendapatan

Page 27: pajak hiburan

dari pajak melalui upaya mengefisiensikan pemungutan dari setiap pajak dan retribusi dengan mempertimbangkan potensi yang seharusnya dapat dicapai.Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri, pendapatan daerah yang berasal dari pembagian PAD, dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pinjaman daerah, dan lainnya yang merupakan PAD yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan dan merupakan pendapatan daerah yang sah. PAD itu sendiri terdiri dari pajak dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan PAD yang lain. PAD yang terbesar berasal dari pajak daerah yang dipungut dari masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pemerintah daerah, kemudian PAD yang lain adalah retribusi daerah.Sesuai dengan prinsip dalam kebijakan ekonomi daerah yang mengedepankan kemandirian daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan tugas dan kewenangannya, maka akan terus diupayakan agar PAD menjadi andalan dalam APBD DKI Jakarta. Secara umum ada empat komponen pendapatan dalam PAD yaitu dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan dinas-dinas daerah. Dari keempat komponen tersebut, komponen pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang paling utama. Pada beberapa tahun belakangan ini sumber dari pajak daerah mengalami peningkatan. Beberapa jenis pajak daerah yang secara potensi mampu memberikan kontribusi cukup besar adalah pajak biaya balik nama/kendaraan bermotor; pajak kendaraan bermotor; pajak hotel dan restoran; pajak reklame; pajak hiburan dan pajak penerangan jalan. Secara keseluruhan jenis pajak ini memberi kontribusi terhadap PAD DKI Jakarta. Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2003 tumbuh sebesar 4,39 persen, angka ini lebih tinggi dibanding keadaan tahun lalu yang tumbuh 3,99 persen. Sektor-sektor yang menunjukkan pertumbuhan tinggi pada periode tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi (5,79 persen), sektor listrik, gas dan air bersih (6,21 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (5,04 persen). Pada sektor industri, kelompok semen dan barang galian bukan logam memberikan pertumbuhan terbesar (7,33 persen), disusul oleh kelompok industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (sekitar 6,37 persen). Sementara pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, subsektor restoran tumbuh sebesar 5,04 persen. Pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, subsektor bank tumbuh sebesar 4,29 persen. Tabel 1.1.Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993Menurut Lapangan Usaha1999-2003(juta rupiah) No.

Lapangan Usaha

1999

Page 28: pajak hiburan

2000

2001

2002*)

2003*)1.

Pertanian

116.867

115.742

113.408

111.151

106.5682.

Industri Pengolahan (Tanpa Migas)

12.391.061

12.875.191

13.320.467

13.756.925

14.172.3533.

Listrik, Gas dan air bersih

1.161.177

1.245.846

1.299.449

1.366.260

1.451.095

Page 29: pajak hiburan

4.

Bangunan

6.404.740

6.535.392

6.639.223

6.834.029

7.068.4365.

Perdagangan, Hotel dan Restoran

13.550.295

14.166.037

14.799.488

15.549.392

16.333.5516.

Pengangkutan dan Komunikasi

5.402.572

5.736.012

6.047.202

6.391.477

6.761.6897.

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

12.681.994

13.285.022

Page 30: pajak hiburan

13.740.441

14.245.887

14.921.9698.

Jasa-jasa

5.506.518

5.735.176

5.908.579

6.083.709

6.347.039

Produk Domestik Regional Bruto

57.215.223

59.694.418

61.868.256

64.338.830

67.162.700 Sumber: BPS Propinsi DKI Jakarta *) Angka Perbaikan **) Angka SementaraTabel 1.2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha(1999-2003) No.

Lapangan Usaha

1999

Page 31: pajak hiburan

2000

2001

2002*)

2003*)1.

Pertanian

11,33

-0,96

-2,02

-1,99

-4,122.

Industri Pengolahan (Tanpa Migas)

2,63

3,91

3,46

3,28

3,023.

Listrik, Gas dan air bersih

5,25

7,29

4,30

5,14

Page 32: pajak hiburan

6,214.

Bangunan

-2,80

2,04

1,59

2,93

3,435.

Perdagangan, Hotel dan Restoran

0,62

4,54

4,47

5,07

5,046.

Pengangkutan dan Komunikasi

2,17

6,17

5,43

5,69

5,797.

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

-6,17

Page 33: pajak hiburan

4,75

3,43

3,68

4,758.

Jasa-jasa

5,09

4,15

3,02

2,96

4,33Produk Domestik Regional Bruto

-0,29

4,33

3,64

3,99

4,39 Sumber: BPS Propinsi DKI Jakarta *) Angka Perbaikan **) Angka SementaraDalam hal ini pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory function). Pajak sebagai pendapatan daerah terbesar digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah seperti: pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai anggota polisi, dan membiayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan oleh swasta. Berangkat dari hal tersebut maka dalam studi ini akan mengamati seberapa besar pengaruh reformasi terhadap Penerimaan Pajak Daerah. Termasuk diantaranya memasukkan beberapa variabel yang berhubungan dengan Penerimaan Pajak Daerah.

Page 34: pajak hiburan

Oleh karena itu permasalahan yang nantinya akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini dengan mengambil judul “ PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH PROPINSI DKI JAKARTA”. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah variabel pertumbuhan ekonomi daerah berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap penerimaan pajak daerah? 2. Apakah variabel tingkat inflasi berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap penerimaan pajak daerah? 3. Apakah variabel jumlah wajib pajak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap penerimaan pajak daerah? 4. Apakah variabel dummy(sebelum dan sesudah reformasi perpajakan) mempengaruhi penerimaan pajak daerah ? 5. Apakah variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan jumlah wajib pajak dan variable dummy(reformasi perpajakan) yang diuji secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen?

Arah Kebijakan Pendapatan DaerahFriday, 07 August 2009 00:49

Pendapatan Daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, komponen Pendapatan Daerah terdiri dari:

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Adapun jenis PAD terdiri dari: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, serta Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Sedangkan jenis Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan; Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA), serta Dana Alokasi Umum. Berdasarkan proyeksi indikator makro ekonomi dan realisasi pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, maka proyeksi pendapatan daerah dalam 5 tahun ke depan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Proyeksi Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2008-2013

(Milyar Rupiah)

Page 35: pajak hiburan

Komponen Pendapatan

Daerah

TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1.

PENDAPATAN

ASLI DAERAH

10.381,5

4

11.487,3

7

12.806,6

0

14.226,9

6

15.729,2

2

17.374,7

6

A. Pajak Daerah 8.484,27 9.347,26 10.400,8

9

11.521,7

0

12.681,2

0

13.941,4

8

B. Retribusi

Daerah 363,57 384,64 400,16 415,68 433,42 450,04

C. Laba Usaha

Daerah 170,97 207,91 250,02 297,95 352,79 415,24

D. Lain-Lain

PAD Yang Sah 1.362,73 1.547,56 1.755,53 1.991,63 2.261,81 2.568,00

2. DANA

PERIMBANGA

N

8.380,00 9.253,34 10.373,3

9

11.493,4

4

12.607,1

1

13.923,2

6

A. Bagi Hasil

Pajak 8.150,00 9.010,56

10.124,2

2

11.237,8

9

12.351,5

5

13.667,7

0

B. Bagi Hasil

Bukan Pajak 230,00 242,78 249,17 255,56 255,56 255,56

3. LAIN-LAIN

PENDAPATAN

YANG SAH

29,99 408,87 463,81 526,19 597,57 678,47

PENDAPATAN18.791,5

3

21.149,5

7

23.643,8

0

26.246,5

9

28.933,8

9

31.976,4

9

Secara umum, kebijakan pendapatan daerah meliputi :

Page 36: pajak hiburan

1. Mengoptimalkan peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari sumber-

sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan;

2. Meningkatkan efisiensi pengelolaan APBD dari sisi pendapatan;

3. Meningkatkan sumber pendapatan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

PAD dan Bagi Hasil Pajak yang lebih rasional dan proporsional.

1. Pendapatan Asli DaerahSesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Komponen PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-Lain PAD Yang Sah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tarif Pajak Daerah diatur sebagai berikut :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5%;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10%;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5%;

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

20%;

e. Pajak Hotel 10%;

f. Pajak Restoran 10%;

g. Pajak Hiburan 35%;

h. Pajak Reklame 25%;

i. Pajak Penerangan Jalan 10%;

j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%;

k. Pajak Parkir 20%.

Sementara itu, retribusi daerah terdiri dari tiga kelompok besar yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu.Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan tetap diupayakan menjadi sumber utama, karena selama 5 tahun terakhir kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah rata-rata lebih dari 55%.Untuk itu arah kebijakan Pendapatan Daerah lebih di fokuskan pada upaya untuk meningkatkan setiap komponen PAD. Beberapa tahun terakhir terjadi kecenderungan menurunnya Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Hal itu disebabkan oleh:

a. Semakin banyaknya pemilik kendaraan bermotor yang tinggal di luar

Jakarta, meskipun mereka sebenarnya bekerja di Jakarta.

Page 37: pajak hiburan

b. Adanya upaya Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan layanan angkutan

umum massal (busway, kereta api, monorail, dll) yang berdampak pada

berkurangnya kepemilikan kendaraan pribadi.

Oleh sebab itu, akan diupayakan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD lain, antara lain : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame dan lain-lain.Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Menetapkan sumber pendapatan daerah unggulan yang bersifat elastis

terhadap perkembangan basis pungutannya dan less distortive terhadap

perekonomian. Karena PKB dan BBN-KB akan berkurang, meskipun

kontribusinya besar maka perlu dilakukan optimalisasi pajak lain, yakni

Pajak Hotel dan Pajak Restoran, serta pengupayaan pemungutan pajak

atas sewa ruang tak hanya di hotel tetapi juga di apartemen.

b. Optimalisasi pajak dan retribusi daerah melalui langkah-langkah intesifikasi

dan ekstensifikasi, yakni :

1) Intensifikasi pajak dan retribusi daerah terutama ditujukan untuk

meningkatkan kepatuhan (compliance) dan memperkuat basis

pajak/retribusi yang ada. Secara umum, proses ini meliputi:

2) Penyederhanaan dan modernisasi (komputerisasi atau elektronisasi)

sistem perpajakan dan retribusi daerah seperti electronic road

pricing atau elektronisasi transaksi-transaksi di hotel untuk

meningkatkan compliance, menurunkan administrative dan

compliance cost, serta mengurangi kontak langsung wajib

pajak/retribusi dengan aparat;

3) Penyempurnaan landasan hukum serta law enforcement bagi

pengenaan pajak dan retribusi;

4) Sosialisasi dan pemberian penyuluhan yang memadai kepada

masyarakat mengenai ketentuan pajak dan retribusi daerah;

5) Peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan

pendapatan daerah;

6) Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar unit satuan kerja terkait;

7) Peningkatan kualitas aparat pajak/retribusi daerah;

Page 38: pajak hiburan

a) Ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah terutama ditujukan

untuk memperluas basis pajak/retribusi. Proses ini meliputi:

(1) Updating data basis pajak daerah serta optimalisasi

pemanfaatan data perpajakan yang bersangkutan;

(2) Pengkajian penerapan jenis retribusi baru;

(3) Optimalisasi penyerapan penerimaan dari basis pajak

PBB yang sewaktu-waktu akan dikedaerahkan.

b) Menciptakan pendapatan daerah yang bersifat efisien (netral)

dengan meminimalisir terjadinya efek distortif dari

pengenaan pajak atau retribusi daerah terhadap investasi dan

perekonomian keseluruhan. Upaya ini dapat dilakukan

melalui :

(1) Pengkajian cost-benefit dari setiap jenis pungutan baru

yang akan diterapkan.

(2) Pengkajian ulang atau evaluasi berkala atas dampak

ekonomi dari setiap pungutan yang ada.

(3) Penghapusan beberapa jenis pungutan daerah yang

terlalu bersifat distortif bagi perekonomian.

(4) Mendesain ulang sistem tarif maupun administratif dari

beberapa pungutan sehingga lebih efisien secara

ekonomi dan efektif.

c) Meningkatkan kontribusi BUMD dengan upaya pengelolaan

BUMD secara efisien dan efektif, melalui perbaikan

manajemen, pembentukan subholding baru dan

kemungkinan penciptaan Holding Company dan

peningkatan profesionalisme BUMD, serta memperkuat

permodalan BUMD.

d) Menghapuskan retribusi yang memberatkan masyarakat kecil,

namun tidak seimbang antara besarnya upaya untuk

memungut dengan manfaat retribusi; antara lain:

Page 39: pajak hiburan

pemakaman dan penguburan mayat, retribusi tempat

pelelangan ikan, dan retribusi tempat pendaratan kapal

(dermaga).

2. Dana PerimbanganBerdasarkan pengalaman tahun 2008, Pemerintah Provinsi tidak memperoleh pendapatan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). Oleh sebab itu, sumber dana perimbangan pada 5 tahun ke depan diharapkan dari optimalisasi Bagi Hasil Pajak maupun Bukan Pajak. Optimalisasi Bagi Hasil Pajak berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan Bagi Hasil Bukan Pajak bersumber dari Sumber Daya Alam (SDA) Sektor Perikanan, Sumber Daya Alam (SDA) Sektor Minyak Bumi dan Sumber Daya Alam (SDA) Sektor Gas Alam.Karena Dana Perimbangan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, maka yang perlu diupayakan oleh Pemerintah Provinsi, antara lain :

a. Perbaikan pencatatan basis pajak, misalnya dasar penetapan Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) yang dijadikan landasan pengenaan Pajak Bumi

dan Bangunan.

b. Mendorong Pemerintah Pusat untuk melakukan penilaian secara individual

terhadap objek tertentu yang potensial

c. Mengusulkan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menyesuaikan Daftar

Biaya Komponen Bangunan secara periodik dalam rangka penentuan

besarnya NJOP bangunan

d. Membantu pelaksanaan penyisiran (canvassing) objek pajak orang pribadi

dalam negeri guna meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)

e. Memfasilitasi peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam

melakukan percepatan balik nama atas kepemilikan apartemen,

pertokoan dan perkantoran dalam rangka meningkatkan penerimaan

BPHTB.

3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang SahUpaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi adalah koordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk memperoleh Bantuan Dana Kontinjensi/Penyeimbang dan hibah.

Sumber : Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah Tahun 2007 - 2012

Last Updated ( Friday, 07 August 2009 03:36 )