Pa Kolestasis

10
EPIDEMIOLOGI Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup Mieli-Vergani dkk, melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS King’s College selama 20 tahun (1970-1990).1,6 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, diantaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik.

description

Dzaki LH

Transcript of Pa Kolestasis

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian kolestasis cukup sering ditemukan pada bayi. Secara umum insidensi kolestasis kurang lebih 1:2500 kelahiran hidup Mieli-Vergani dkk, melaporkan, kolestasis intrahepatik pada bayi sebanyak 675 (62%) dari 1086 bayi dengan kolestasis yang dirujuk ke RS Kings College selama 20 tahun (1970-1990).1,6 Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 terdapat 19.270 pasien rawat inap, diantaranya 96 pasien dengan neonatal kolestasis. Pada periode Januari sampai dengan Desember 2003 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM tercatat 99 pasien dengan kolestasis, 68 di antaranya dengan kolestasis intrahepatik.

A. MANIFESTASI KLINISTanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah ikterus, tinja akolok dan urin yang berwarna gelap, namun tidak ada satupun gejala atau tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Berkurangnya empedu dalam usus juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahanbahan yang diperlukan untuk pembekuan darah. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.

A. ANAMNESIS1. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai kolestasis2. Adanya penyakit hati dan saluran bilier.Hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedangkan atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal3. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).4. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi. Riwayat kehamilan dan kelahiran perlu ditanyakan. Riwayat obstetri ibu (infeksi TORCH, hepatitis B, dan infeksi lain), berat badan lahir (pada atresia bilaris biasanya didapatkan Sesuai Masa Kehamilan), infeksi intrapartum, morbiditas perinatal, dan riwayat pemberian nutrisi parenteral.

B. DIAGNOSISCholestasis Guideline Committee merekomendasikan bahwa setiap bayi yang mengalami kuning pada usia 2 mingu harus dievaluasi kolestasis dengan memeriksa serum bilirubin total dan direk. Meskipun demikian, bayi yang menyusui aktif , tidak ada keluhan lain seperti tidak ada urin pekat, feses akolik , dan dengan pemeriksaan fisik normal, dapat diminta untuk kembali saat usia 3 minggu. Jika kuning menetap, periksa serum bilirubin total dan direk saat bayi datang.8,19,20

Tujuan evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan LaboratoriumTes faal hepar1. Transaminase

Transaminase serum, alanine aminotransferase ( ALT ) dan aspartat aminotransferase ( AST ) merupakan tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan hepatoseluler karena tes ini spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit.

2. Gamma Glutamyltransferase ( GGT )

GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktus biliaris dan hepatosit hati. Apabila dibandingkan dengan tes serum lain, GGT merupakan indikator yang paling sensitive untuk mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier, tetapi pada kolestasis intrahepatik ( contohnya pada sindrom Alagille ) dapat dijumpai kadar ekstrim yang sangat tinggi.

3. Alkaline fosfatase ( AP )

Peningkatan serum AP terjadi pada kolestasis, baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Namun peningkatan abnormal enzim ini tidak dapat membedakan antara keduanya. Pada anak yang dalam masa tumbuh kembang, terjadi peningkatan serum AP yang disebabkan oleh influks isoenzim di tulang ke dalam serum. Oleh karena itu, penggunaan kadar serum AP dalam penilaian penyakit hati pada anak dalam pertumbuhan aktif kurang bermakna.

4. Tes Fungsi HeparAlbuminPenurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Kadar albumin serum digunakan sebagai indikator utama kapasitas sintesis yang masih tersisa pada penyakit hati. Albumin memiliki half life yang panjang sehingga kadar albumin serum yang rendah sering digunakan sebagai indikator adanya penyakit kronisLipid dan LipoproteinPeningkatan kadar kolesterol bebas dan fosfolipid yang ekstrim terjadi pada penyakit hati dengan gejala kolestasis. Hal ini disertai dengan munculnya LDL yang abnormal, yaitu lipoprotein X.

5. Faktor koagulasiSintesis factor II, VII, IX dan X tergantung pada suplai vitamin K. Sifat vitamin K larut lemak sehingga tidak diabsopsi dengan baik pada pasien kolestasis. Kapasitas penyimpanan vitamin K dihati sangat terbatas, maka apabila terjadi gangguan absorpsi maka PT dan PTT akan meningkat.6. Foto Polos AbdomenPada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.7. Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan USG akan terlihat ada atau tidaknya pelebaran duktus biliaris intrahepatal atau ekstrahepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus billiaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan gambaran ini disebut double barrel gun sign atau sebagai paralel channel sign. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda membentuk shot gun sign. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok. Tanda triangular cord yaitu ditemukan adanya densitas ekogenik triangular atau tubular di kranial bifurcation vena porta sangat sentitif dan spesifik menunjukkan adanya atresia biliaris.

8. Pemeriksaan dengan menggunakan stool cardMetode skrining menggunakan stool card dapat membatu dalam menegakkan diagnosis dini kolestasis akibat atresia biliaris.9. Pemeriksaan menggunakan sistem skoring TohokuPemeriksaan dengan sistem skoring dapat membantu dalam menegakkan diagnosis juga sekaligus sebagai skreening terhadap atresia bilier.

PATOGENESISEmpedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)PATOFISIOLOGISPada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural: A. Proses transpor hati Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan terganggu.C. Sintesis protein Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.E. Gangguan pada metabolisme logam Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.G. Mekanisme kerusakan hati sekunder Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu. Proses imunologis Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)