P Iran e R:.,a'k' ya -...

1
P ·k e R'k t '--1 Iran :., a' ya N asionalisme dan Kaum Muda M UNGKIN kita per- nah mendengar ke- . luhan generasi tua . bahwa generasi muda saat ini sudah tipis rasa kebangsaan- nya. Kaum muda dianggap le- bih menampilkan gaya hidup glamor, tidak disiplin, dan ti- dak mau bekerja keras. Bene- diet Anderson memaknai na- sionalisme sebagai imagined community, komunitas yang diimajinasikan atau dibayang- kan sebagai satu kesatuan. Bangsa yang tinggal di suatu wilayah komunitas yang dise- but negara merasa diri menja- di bagian langsung dari yang disebut sebagai negara-bangsa (nation-state) meskipun di an- tara mereka ada perbedaan ba- hasa, suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Kenapa mereka memiliki emosi kolektif sama? Nasional- isme bukan emosi yang kodra- ti, yang sudah ada dengan sen- _ dirinya dalam representasi ko- lektifbangsa. Ada dua hal yang memungkinkan nasionalisme I menjadi kesadaran kolektif. Pertama, adanya rasa senasib sepenanggungan yang dialami komunitas bangsa, misalnya . dijajah atau didominasi komu- nitas bangsa lain. Perasaan di- subordinasikan inilah yang mendorong mereka melakukan "perlawanan" fisik dan politik, Kemunculan nasionalisme In- donesia pada masa penjajahan berada dalam kategori ini. Kedua, muncul dalam. ko- munitas bangsa tertentu kare- na bisa menjajah, mengem- bangkan teknologi dan ekono- mi, atau secara kultural menja- di acuan komunitas bangsa lain, Kebangkitan nasionalisme di sebagian negara Eropa Barat berada pada golongan ini; juga nasionalisme Amerika Serikat didorong "keunggulan" ekono- mi dan teknologi. Dalam konteks ini, warga komunitas bangsa menjadi memiliki "kebanggaan" bahwa komunitasnya berada di "garis depan", Namun, prasyarat ke- dua ini memerlukan catatan, bila dalam mengelola sumber daya ekonomi, politik, dan budayanya memperlakukan warganya dengan adil serta memberi penghargaan pada mereka yang kreatif dan ino- vatif, nasionalisme bisa dan . akan tumbuh dan bertahan. Emosi kaum muda Meski Budi Utomo pada aal pembentukannya dianggap or- ganisasi elite Jawa, para pendi- rinya adalah kaum.muda. De- mikian pula dengan organisasi- organisasi sosial dan politik setelah Budi Utomo, didirikan dan dipimpin kaum muda. Bahkan, ketika mereka ber- sumpah, "Sumpah Pemuda" bahwa mereka merupakan satu kesatuan dari tanah air, bang- sa, dan bahasa yang bernama Indonesia, itu wujud imagined community kaum muda ten- tang kesatuan Indonesia. Pada masa revolusi kemer- dekaan, kaum mudajuga ikut memanggul senjata. Mereka rela berkorban jiwa, raga, dan harta benda demi memperta- hankan kemerdekaan. Tak ter- hitung berapa ribu kaum muda yang menjadi korban dan pe- ngorbanan itu tanpa sedikit pun dilandasi pamrih. Kita sampai kapan pun harus menghormati dan menjunjung mereka karena dari emosi nasionalisme mereka, Indone- sia bisa menjadi negara yang berdaulat! Akan tetapi, setelah beberapa dekade Republik In- donesia berdiri, kaum muda pula yang pertama-tama di- dakwa bahwa patriotisme me- reka luntur. Dituduh bergaya hidup budaya bangsa asing yang penuh hura-hura, prag- matis, individualistis, dan ma- terialistis. - Tantangan berbeda Ketika bangsa kita.masih di- jajah Belanda, banyak orang Indonesia yang bernasib sama sebagai orang yang disubordi- nasikan dan karena itu mereka berupaya menjadi bangsa yang tidak dieksploitasi. Di sinilah kemu ian muncul rasa ke- bangsaan untuk mengusir kaum penjajah. Dapat kita per- kirakan, kaum muda sekarang pun bila mereka hidup pada masa lalu akan berjuang meng- hapus sistem kolonialisme itu. Namun, situasi sekarang lain. Masalah yang dihadapi kaum muda kini adalah persa- ingan teknologi, ekonomi, dan budaya pada tataran global! Ki- ni teknologi kian berkembang pesat dan terus berubah. Eko- nomi pasar menerabas. batas- batas geografis, administratif, dan politik negara-bangsa, Negara-bangsa Indonesia pun sudah menjadi bagian dari proses globalisasi. Kita sudah '. masuk dan mengope,rasikan teknologi informatika, "bahkan sampai pada tingkat entitas rumah tangga dan perseorang- an (televisi, internet, dan tele-> fon seluler). Demikianjuga de- ngan pasar ekonomi, banjir produk papgan, sandang, serta kebutuhan pribadi dan rumah tangga buatan luar negeri telah masuk sampai ke pelosok desa. Namun, tampaknya bangsa kita, bila memakai analogi transfusi darah, masih sekadar sebagai resipien (penerima) bukan donor (pemberi). Da- lam proses globalisasi ini, kita hanya menerima dan melak- sanakan apa-apa yang masuk dari luar. Kebijakan pemerin- tah dalam arus globalisasi ini juga lebih mendorong pada posisi sebagai resipien. Di sinilah negara dan ma- syarakat mesti menyediakan ragam fasilitas yang mernung- kinkan kaum muda bisa kre- atif dan inovatifdalam bidang apa pun, serta hasil penciptaan dan pembaruan yang mereka lakukan harus mendapat gan- . jaran, apakah itu dalam ben- I tuk material atau imaterial. Membangkitkan rasa na- sionalisme pada masa kini mesti berangkat dari kebang- gaan pada hasil daya cipta dan penghargaan yang bernilai ba- gi kaum muda! *** lQlplnl Huml. Unplci 2012

Transcript of P Iran e R:.,a'k' ya -...

Page 1: P Iran e R:.,a'k' ya - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/...20120824-nasionalismedankaummuda.pdftara mereka ada perbedaan ba-hasa, suku bangsa, agama, dan ... rela

P·ke R'k t'--1 Iran :.,a' ya

Nasionalisme dan Kaum Muda

M UNGKIN kita per-nah mendengar ke-

. luhan generasi tua .bahwa generasi muda saat inisudah tipis rasa kebangsaan-nya. Kaum muda dianggap le-bih menampilkan gaya hidupglamor, tidak disiplin, dan ti-dak mau bekerja keras. Bene-diet Anderson memaknai na-sionalisme sebagai imaginedcommunity, komunitas yangdiimajinasikan atau dibayang-kan sebagai satu kesatuan.Bangsa yang tinggal di suatuwilayah komunitas yang dise-but negara merasa diri menja-di bagian langsung dari yangdisebut sebagai negara-bangsa(nation-state) meskipun di an-tara mereka ada perbedaan ba-hasa, suku bangsa, agama, dankebudayaan.

Kenapa mereka memilikiemosi kolektif sama? Nasional-isme bukan emosi yang kodra-ti, yang sudah ada dengan sen- _dirinya dalam representasi ko-lektifbangsa. Ada dua hal yangmemungkinkan nasionalisme

I

menjadi kesadaran kolektif.Pertama, adanya rasa senasibsepenanggungan yang dialamikomunitas bangsa, misalnya

. dijajah atau didominasi komu-nitas bangsa lain. Perasaan di-subordinasikan inilah yangmendorong mereka melakukan"perlawanan" fisik dan politik,Kemunculan nasionalisme In-donesia pada masa penjajahanberada dalam kategori ini.

Kedua, muncul dalam. ko-munitas bangsa tertentu kare-na bisa menjajah, mengem-bangkan teknologi dan ekono-mi, atau secara kultural menja-di acuan komunitas bangsalain, Kebangkitan nasionalismedi sebagian negara Eropa Baratberada pada golongan ini; juganasionalisme Amerika Serikatdidorong "keunggulan" ekono-mi dan teknologi.

Dalam konteks ini, wargakomunitas bangsa menjadimemiliki "kebanggaan" bahwakomunitasnya berada di "garisdepan", Namun, prasyarat ke-dua ini memerlukan catatan,

bila dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik, danbudayanya memperlakukanwarganya dengan adil sertamemberi penghargaan padamereka yang kreatif dan ino-vatif, nasionalisme bisa dan

. akan tumbuh dan bertahan.Emosi kaum muda

Meski Budi Utomo pada aalpembentukannya dianggap or-ganisasi elite Jawa, para pendi-rinya adalah kaum.muda. De-mikian pula dengan organisasi-organisasi sosial dan politiksetelah Budi Utomo, didirikandan dipimpin kaum muda.Bahkan, ketika mereka ber-sumpah, "Sumpah Pemuda"bahwa mereka merupakan satukesatuan dari tanah air, bang-sa, dan bahasa yang bernamaIndonesia, itu wujud imaginedcommunity kaum muda ten-tang kesatuan Indonesia.

Pada masa revolusi kemer-dekaan, kaum mudajuga ikutmemanggul senjata. Merekarela berkorban jiwa, raga, danharta benda demi memperta-hankan kemerdekaan. Tak ter-hitung berapa ribu kaum mudayang menjadi korban dan pe-ngorbanan itu tanpa sedikitpun dilandasi pamrih. Kitasampai kapan pun harusmenghormati dan menjunjungmereka karena dari emosinasionalisme mereka, Indone-

•sia bisa menjadi negara yangberdaulat! Akan tetapi, setelahbeberapa dekade Republik In-donesia berdiri, kaum mudapula yang pertama-tama di-dakwa bahwa patriotisme me-reka luntur. Dituduh bergayahidup budaya bangsa asingyang penuh hura-hura, prag-matis, individualistis, dan ma-terialistis.

- Tantangan berbedaKetika bangsa kita.masih di-

jajah Belanda, banyak orangIndonesia yang bernasib samasebagai orang yang disubordi-nasikan dan karena itu merekaberupaya menjadi bangsa yangtidak dieksploitasi. Di sinilah

kemu ian muncul rasa ke-bangsaan untuk mengusirkaum penjajah. Dapat kita per-kirakan, kaum muda sekarangpun bila mereka hidup padamasa lalu akan berjuang meng-hapus sistem kolonialisme itu.

Namun, situasi sekaranglain. Masalah yang dihadapikaum muda kini adalah persa-ingan teknologi, ekonomi, danbudaya pada tataran global! Ki-ni teknologi kian berkembangpesat dan terus berubah. Eko-nomi pasar menerabas. batas-batas geografis, administratif,dan politik negara-bangsa,

Negara-bangsa Indonesiapun sudah menjadi bagian dariproses globalisasi. Kita sudah

'.masuk dan mengope,rasikanteknologi informatika, "bahkansampai pada tingkat entitasrumah tangga dan perseorang-an (televisi, internet, dan tele->fon seluler). Demikianjuga de-ngan pasar ekonomi, banjirproduk papgan, sandang, sertakebutuhan pribadi dan rumahtangga buatan luar negeri telahmasuk sampai ke pelosok desa.

Namun, tampaknya bangsakita, bila memakai analogitransfusi darah, masih sekadarsebagai resipien (penerima)bukan donor (pemberi). Da-lam proses globalisasi ini, kitahanya menerima dan melak-sanakan apa-apa yang masukdari luar. Kebijakan pemerin-tah dalam arus globalisasi inijuga lebih mendorong padaposisi sebagai resipien.

Di sinilah negara dan ma-syarakat mesti menyediakanragam fasilitas yang mernung-kinkan kaum muda bisa kre-atif dan inovatifdalam bidangapa pun, serta hasil penciptaandan pembaruan yang merekalakukan harus mendapat gan- .jaran, apakah itu dalam ben-

I tuk material atau imaterial.Membangkitkan rasa na-

sionalisme pada masa kinimesti berangkat dari kebang-gaan pada hasil daya cipta danpenghargaan yang bernilai ba-gi kaum muda! ***

lQlplnl Huml. Unplci 2012