Otonomi Dan Demokratisasi Pendidikan Islam

download Otonomi Dan Demokratisasi Pendidikan Islam

If you can't read please download the document

description

makalah

Transcript of Otonomi Dan Demokratisasi Pendidikan Islam

19OTONOMI DAN DEMOKRATISASI PENDIDIKAN ISLAMPendahuluanPemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan Desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidiikan, yaiitu : 1) Peningkatan Mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan, hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasaan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasaan dan pemerataan pendidikan.Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuat landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan. Melalui pendidikan aspek mental, rasionalitas, martabat, etika dan estetika dapat ditanamkan. Namun, sistem desentralisasi pendidikan ini belum segala-galanya apabila tidak diikuti usaha-usaha perbaikan diberbagai bidang (Tilaar,2000), karena pendidikan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang timbul akibat proses globalisasi, dan adanya krisis multi dimensi yang berakibat pada perubahan perencanaan, kebijakan, manajemen, dan lain-lain. Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonsentrasi, Delegasi dan Devolusi (Florestal, 1997). Dekonsentrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dari pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dari pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu : 1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dari pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasrakan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidikan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitasi (Pasal 2 butir 11). Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justeru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan (Berita Kota, 2003). Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.Hakikat Demokratisasi dan Desentralisasi Pendidikan IslamHakikat Demokratisasi Pendidikan IslamDemokrasi berasal dari bahasa Yunani, dari kata demos yang berarti rakyat dan cratos berarti pemerintah. Maka demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat. Menurut Peter Salim, demokrasi adalah pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga. Sedangkan Zaki Badawi berpendapat bahwa, demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama dan bahasa. Ramayulis, dkk., Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang: Zaky Press, 2009), h. 159Sementara itu dalam kamus bahasa Indonesia demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Departemen dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 195 Joseph A. Schmeter sebagai mana yang dikutip oleh Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama mengatakan bahwa demokrasi merupakan perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, Cerdas Kritis dan Aktif Berwarganegara, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 80Sidney Hook sebagaimana yang dikutip oleh Ubaidillah, dkk. berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. A. Ubaidillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Edisi Revisi, (Jakarta: ICCE UIN Syarf Hidayatullah Jakarta, 2007), h.131-132Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa demokrasi pada hakikatnya adalah suatu sistem pemerintahan yang mengakui hak segenap anggota masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, baik secara langsung ataupun tidak langsung, atau suatu sistem pemerintahan rakyat yang dikenal dengan slogan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.Istilah demokrasi memang muncul dan dipakai dalam kajian politik, yang bermakna kekuasaan berada di tangan rakyat. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam lembaga pendidikan, namum secara subtansif demokrasi membawa semangat dalam pendidikan baik dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi. Ramayulis, dkk., op.cit., h. 168-169Demokrasi pendidikan menurut Sugarda Purbawakantja adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapat pendidikan dan pengajaran yang adil. Proses demokrasi pendidikaan lazimnya akan berlangsung antara tenaga pendidik dengan peserta didik dalam pergaulan baik secara perorangan maupun secara kelompok. Yang demikian tidak hanya berlangsung dalam bentuk tatap muka, tapi dapat pula terjadi dengan menggunakan media elektronik. Namun tidak semua pergaulan tersebut berintikan demokrasi pendidikan, kecuali ada maksud dari pendidik agar anak didik terpengaruh, sehingga anak didik mampu mengembangkan diri untuk mencapai kedewasaan dan mampu mengubah tingkah lakunya untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat serta tergalinya potensi-potensi yang dipunyai oleh anak didik. Ibid., h. 169Di bidang pendidikan, cita-cita demokrasi yang akan dikembangkan dengan tidak menanggalkan ciri-ciri dan sifat kondisi masyarakat yang ada, melalui proses vertikal dan horizontal komunikatif, perlu dirumuskan terlebih dahulu teerutama yang berhubungan dengan nilai demokrasi. Dengan demikian, nantinya akan tampak bahwa demokrasi pendidikan pancasila berbeda dengan demokrasi pendidikan pada bangsa lain.Apabila pengembangan demokrasi pendidikan yang akan dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, berarti itu akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur.Mengusahakan suatu pemenuhan hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa merugikan pihak lain. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGarfindo Persada, 2005), h. 249Di dalam prakteknya ternyata demokrasi telah diterapkan oleh Nabi Muhammad saw. yang dikenal dengan istilah musyawarah. Salah satu contoh dapat dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad saw. mengahadapi masalah strategi perang dan diplomasi dengan musuh, tergambar jelas bagaimana Nabi Muhammad saw. menyelesaikan masalah politik yang sedang dihadapi dan beliau selalu aspiratif dan dapat mentolerir adanya perbedaan pendapat di antara para sahabat, tidak terkecuali berhadapan dengan musuh. Sedang mekanisme pengambilan keputusan terkadang beliau mengikuti mayoritas.Ibid., h. 164 Pada dasarnya Islam memberikan kebebasan kepada individu (anak didik) untuk mengembangkan nilai-nilai fitrah yang ada dalam dirinya untuk menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Islam juga memberikan petunjuk kepada para pendidik, sekaligus menghendaki agar mereka tidak mengekang kebebasan individu anak dalam mengembangkan potensi-potensinya yang telah dibawa sejak lahir. Sebagai acuan pemahaman demokrasi pendidikan dalam Islam, tampaknya tercermin pada beberapa hal berikut ini:Islam mewajibkan manusia untuk menuntu ilmuSebagaimana hadist Nabi Muhammad saw., yang artinya: menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Hadist tersebut mencerminkan bahwa di dalam Islam terdapat demokrasi pendidikan, dimana Islam tidak membeda-bedakan antara muslin laki-laki maupun perempuan dalam hal kewajiban dan hak menuntut ilmu. Oleh karena itu, pendidikan harus disebarluaskan kesegenap lapisan masyarakat secara adil dan merata.Adanya keharusan bertanya kepada ahli ilmuDi dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 43 Allah swt. berfirman: Artinya: dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nahl ayat 43)Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa apabila pendidik dan anak didik dalam proses belajar mengajar dan dalam pemahaman ilmu-ilmu tersebut menghadapi hal-hal yang kurang dipahami, maka perlu bertanya kepada yang ahli dalam bidang tersebut.Kaitannya dengan demokrasi pendidikan, ada beberapa pedoman tatakrama dalam pelaksanaan unsur demokrasi tersebut, yang diperuntukkan bagi anak didik ataupun bagi pendidik, yaituSaling menghargai merupakan wujud dari perasaan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah swt.Penyampaian pengajaran harus dengan bahasa dan praktik yang berdasar atas kebaikan dan kebijaksanaan.Perlakuan adil terhadap anak didik.Terjadinya rasa kasih sayang antara pendidik dn anak didik.Tertanamnya jiwa pendidik dan anak didik akan kebutuhan taufiq dan hidayah Allah swt. Hasbullah, op.cit., h. 258-262Hakikat Desentralisasi Pendidikan IslamSetelah kemerdekaan RI diproklamasikan, sistem pendidikan di Indonesia menganut sistem sentralistik. Hal ini disebabkan karena saat itu pemerintah memiliki misi membentuk persatuan dan kesatuan, dimana pendidikan dipandang sebagai sarana/media yang tepat untuk digunakan dalam perwujudan persatuan dan kesatuan tersebut. Namun sistem sentralistik tersebut berlanjut sampai berakhirnya masa Orde Baru (1998). Menurut bahasa, desentralisasi berarti pendelegasian wewenang. Sedangkan menurut istilah adalah, adanya kewenangan yang diberikan kepada hierarki lebih awal dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kepentingan organisasi/lembaga. Pengambilan keputusan tersebut mempunyai arti:Menetapkan peraturan (pelaksanaan) berkaitan/sesuai/adaptif pada wilayahnya.Melaksanakan peraturan tersebut demi kemajuan daerah (termasuk rakyat) yang berada dalam kewenangan dan tanggung jawabnya. Ibid., h. 179Tentang desentralisasi ini ada beberapa konsep yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, judikatif atau administratif.Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.Desentralisasi tidak berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah yang lebih rendah, tetapi juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi. Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 9-10Dari beberapa konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa desentralisasi merupakan adanya penyerahan wewenang urusan-urusan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan-urusan tersebut.Menurut UU No 32 Tahun 2004 pasal 7 ayat 1 dikemukakan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, fiskal/moneter dan agama serta kewenangan lain di atur secara khusus. Selain itu, semuanya menjadi kewenangan daerah, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Ibid., h. 12Desentralisasi pendidikan mengandung arti adanya pelimpahan wewenang pemerintah kepada masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan untuk ikut serta bertanggung jawab dalam memajukan pendidikan.Desentralisasi pendidikan tidak asing lagi dalam kosa kata dunia pendidikan. Desentralisasi pendidikan dianggap sebagai kemerdekaan dalam menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana sekolah memberikan layanan terbaik kepada pengguna jasa. Oleh karena itu, desentralisasi pendidikan oleh masyarakat dianggap sebagai rahmat kerena memberi kesempatan untuk dapat berbuat yang terbaik sesuai dengan kebutuhan lembaga pendidikan dan pihak pengguna jasa pendidikan.Desentralisasi pendidikan menguntungkan bagi daerah untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi kebutuhannya. Beranjak dari situ, maka setiap sekolah yang berada di setiap daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (kota dan kabupaten), memiliki kewenangan untuk mendorong sekolah menerapkan manajemen sekolah yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.Amiruddin Siahaan, dkk., Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 104-105Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Otonomi Pendidikan IslamOtonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti berdiri sendiri dan nomos yang berarti hukum atau aturan. Dalam konteks etimologis ini, beberapa ahli memberi pengertian tentang otonomi. Otonomi diartikan sebagai zelfwetgeving atau pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri. Koesoemahatmadja, lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundangan, juga mengandung pengertian pemerintahan (bestuur). Hasbullah, op.cit., h. 7Konsekuensi dari UU No. 22 tahun 1999 adalah kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten atau kota, berdasarkan asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang dilaksanakan secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi secara luas adalah kewenangan diberikan secara menyeluruh kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi secara nyata yaitu pelaksanaan otonomi itu disesuaikan dengan kenyataan yang ada, yang tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah memberikan hak dan wewenang kepada pemerintah kota dan kabupaten untuk mengurus dan mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang dilaksanakan di daerah tersebut. Asnawir, Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, (Padang, IAIN Press, 2003), h. 217Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam otonomi pendidikan agar nantinya tidak menimbulkan masalah baru. Hadiyanto menyatakan dibalik keinginan yang besar dengan digulirkannya desentralisasi pendidikan atau permasalahan yang muncul dilapangan berkaitan dengan:Kesiapan mentalKesiapan mental dan pelaku penyelenggaraan pendidikan belum sepenuhnya mencerminkan kesediaan dan keinginan dalam mengimplementasikan desentralisasi pendidikan. Hasil penelitian di Yogyakarta menyimpulkan bahwa di daerah, secara mental dan struktural bangsa Indonesia belum siap untuk menghadapi otonomi pendidikan. Meskipun otonomi pendidikan telah ada dalam peraturan dan regulasi otonomi daerah, tetapi dalam kelembagaan dan sikap akademik guru, kepala sekolah dan jajaran dinas pendidikan sebagai atasan belum sinkron.Contoh: aplikasi MBS yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan lewat peningkatan mutu guru dan manajemen sekolah, masih sebatas wacana. Aliran dana untuk MBS, sejumlah 80% terserap untuk menggaji guru. Apabila situasi itu tidak ditangani secara komprehensif, maka yang akan terjadi hanyalah menambah beban penyelenggaraan pendidikan yang jalannya sudah terseok-seok.Kesiapan sumber daya manusiaMembicarakan sumber daya manusia maka tidak terlepas dari link and match yaitu: pemerataan, kualitas, relevansi dan efisiensi. Sumber daya manusia penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di samping hal-hal yang menyangkut sarana dan prasarana yang diperlukan.Sumber manusia merupakan pilar yang paling utama dalam melakukan implementasi desentralisasi pendidikan, namun yang terjadi sebaliknya otonomi ditafsirkan kesempatan berbuat semaunya sendiri, sesuka hati bahkan cenderung sangat egosentris. Pencapaian suatu tujuan tidaklah mudah untuk dilaksanakan dan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh semestinya prakarsa timbul dari pemerintah daerah sendiri dengan meninggalkan cara-cara yang lebih banyak menimbulkan kegagalan dari pada keberhasilan.Kesiapan sumber danaKesiapan sumber dana atau keuangan menjadi masalah yang kursial di dalam pendidikan Indonesia. Meskipun pemerintah telah berupaya keras merencanakan menaikkan presentase anggaran pendidikan nasional menjadi 20% dan APBN sesuai dengan UUD 1945 dan UU No.20 tahun tentang sistem pendidikan nasional. Hadiyanto, Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, (PT. Rineka Cipta, 2004), h. 152Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Lembaga Pendidikan IslamIstilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari school-based management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 24Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia diperkenalkan sejak tahun 1999. MBS dipahami sebagai suatu alternatif pilihan formal untuk mengelola struktur penyelenggaraan pendidikan yang tersentralisasi dengan menetapkan sekolah sebagai unit utama peningkatan kualitas sekolah. Diterapkannya MBS di sekolah merupakan cara (positif) untuk mendorong kepala sekolah agar lebih bertanggung jawab terhadap kualitas peserta didiknya, sehingga MBS dikembangkan untuk membangun sekolah yang efektif. Ikbal Barlian, Manajemen Berbasis Sekolah Menuju Sekolah Berprestasi, (Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2013), h. 6Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasaan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan.Manajemen Berbasis sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Eka Prihatin, Teori Administrasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 148Tujuan dari MBS ini menurut E. Mulyasa ada tiga, yaitu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu, dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disinsetif. Peningkatamn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah. E. Mulyasa, op.cit., h. 25 Sementara itu Eka Prihatin juga mengemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya), melalui pemberian kewenangan, fleksibelitas dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Eka Prihatin, op.cit., h. 149Melalui MBS , sekolah memiliki otonomi dalam hal berikut:Pengetahuan (knowledge). Sekolah memiliki kewenangan berkaitan dengan kurikulum, termasuk membuat keputusan mengenai tujuan dan sasaran pendidikan atau pembelajaran yang akan dicapai.Teknologi (technology). Sekolah memiliki kewenangan memutuskan sarana teknologi belajar mengajar apa saja yang digunakan untuk mencapai kualitas.Kekuasaan (power). Sekolah memiliki otonomi atau kewenangan dalam membuat keputusan terbaik yang mendorong kualitas di sekolah.Material (material). Sekolah memiliki otonomi dalam hal pengadaan dan penggunaan berbagai fasilitas peralatan sekolah secara optimal.Manusia (poeple). Sekolah memiliki otonomi keputusan mengenai pemngembangan sumber daya manusia di sekolah, termasuk pengembangan profesionalisme yang berkaitan dengan proses belajar mengajar yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar secara efektif.Waktu (time). Sekolah memiliki otonomi mengenai pemanfaatan alokasi waktu. Ada sekolah yang mengalokasikan waktu belajar mengajarnya dari pukul 07.30 hingga 16.00. Ada pula yang hanya sampai pukul 12.30, dan ada yang mengasramakan peserta didiknya, sehingga malam hari digunakan untuk kegiatan belajar di kelas mulai pukul 19.30 hingga 21.00.Keuangan (finance). Sekolah memiliki otonomi keputusan mengenai alokasi keuangan. Ikbal Barlian, op.cit., h. 6-8Agar program MBS dapat membeikan keuntungan secara maksimal bagi sekolah, diperlukan adanya sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup untuk membiayai lembaga meliputi, gaji personal, saran dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar.Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat dari penerapan MBS sebagai berikut:Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. Eka Prihatin, op.cit., h. 153-154Perlu disadari bahwa MBS mempunyai beberapa keuntungan di samping kekurangan-kekurangan. Di antara keuntungan tersebut antara lain:Sekolah dapat menyesuaikan kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki sekolah, sehingga akan lebih mudah dilakukan penyesuaian dengan lingkungan.Dapat dilakukan peningkatan kreativitas pengelola beserta seluruh jajaran pendukungnya.Dalam membuat program, sekolah akan lebih tahu akan kebutuhan.Sedangkan di antara kekurangan-kekurangan dari MBS tersebut adalah sebagai berikut:Masih ditemui lemahnya kemampuan pemimpin atau kepala sekolah untuk memahami secara tepat dalam mengaplikasikan program yang distandarkan.Sarana yang belum mendukung, karena masih terdapatnya perbedaan antara pusat dan daerah disebabkan kemampuan yang berbeda. Perbedaan ini juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan mutu lulusan dari lembaga pendidikan dimaksud. Asnawir, op.cit., h. 226-227Pendidikan Berbasiskan Masyarakat Terhadap Lembaga Pendidikan IslamMunculnya lembaga pendidikan berbasis masyarakat merupakan hasil kreasi dari masyarakat dalam upaya mencari bentuk idealisme dari lembaga pendidikan yang mampu menjadi solusi dari problematika dunia pendidikan di masa kini.Pendidikan berbasis masyarakat dianggap sebagai suatu keputusan yang bijak dan demokratis, karena pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dengan adanya pendidikan yang berbasis masyarakat maka masyararakat dituntut lebih proaktif dalam mensukseskan proses pelaksanaannya.Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup dalam hubungan secara akrab satu sama lainnya. Dengan demikian, pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dikelola secara langsung oleh masyarakat, dimana pengelolaan pendidikan didasarkan atas inisiatif masyarakat, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Masyarakat sebagai salah satu basis pendidikan juga sekaligus akan meraskan manfaat atau faedah dari out-put yang dihasilkan oleh pendidikan tersebut. Asnawir. op.cit., h. 228Pendidikan berbasis masyarakat (community based education) adalah sebuah model pendidikan yang mengikutsertakan masyarakat di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, maka pendidikan tersebut berakar dari masyarakat dan di dalam kebudayaan. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan yang berfungsi untuk membudayakan nilai-nilai masyarakat, dapat memenuhi fungsinya. H.A.R Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h. 175Pendidikan berbasis masyarakat merupakan pendidikan yang dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat sehingga mereka berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri yang sudah barang tentu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian konsep pendidikan berbasis masyarakat mencakup: dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Umberto Sihombing, Konsep dan Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 186Ada beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya konsep pendidikan barbasis masyarakat yang dijelaskan oleah Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, yang dikutip oleh Asnawir, yaitu:Keterbatasan sekolah reguler, di mana pada saat bangsa Indonesia mencangankan program wajib belajar 9 tahun, sangat dirasakan keterbatasan pendidikan reguler, apalagi bagi daerah-daerah terpencil dengan lokasi penduduk yang bertebaran dengan jumlah peserta didik yang sedikit, maka sekolah reguler dengan enam kelas sulit dipertahankan. Di daerah-daerah seperti ini perlu dicarikan alternatif pemecahannya seperti melalui muliti grade teaching, yaitu model sekolah yang hanya satu kelas untuk daerah bersangkutan.Keberagaman budaya, dimana terjadinya penguatan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai lokal yang sangat diperlukan. Di sini sangat diperlukan kontrol masyarakat yang lebih besar dalam proses pembuatan keputusan. Begitu juga diperlukan kontrol masyarakat dalam penggunaan data.Keterbatasan anggaran biaya pemerintah, terutama sekali sangat dirasakan setelah terjadinya krisis ekonomi yang menuntut pemerintah untuk menghemat biaya dan terjadinya pengurangan biaya untuk pelaksanaan pendidikan. Untuk itu, pemerintah daerah dan masyarakat di tuntut untuk memainkan perannya yang lebih besar untuk bmengatasi masalah pendidikan di daerah yang bersangkutan. Asnawir, op.cit., h. 228-229Tujuan pendidikan berbasis masyarakat di samping membantu pemerintah dalam meningkatkan sumber daya daerah yang selama ini tertidur, juga ingin melahirkan suatu sikap positif pada masyarakat bahwa pendidikan itu bukanlah tugas dan tanggung jawab pemerintah semata, melainkankan menjadi milik seluruh komponen bangsa/masyarakat yang berhubungan langsung dengan pendidikan tersebut. Ibid., h. 230-231Selanjutnya Fasli Jalal dan Dedi Supriadi sebagaimana yang dikutip oleh Asnawir juga mengemukakan bahwa kendala yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan berbasis masyarakat antara lain:Sistem perencanaan, penganggaran, dan pertanggungjawaban keuangan masih dipengaruhi sistem lama, dimana masih kuatnya sistem perencanaan dari atas. Terjadinya penyeragaman program/sistem serta mekanisme pelaksanaan program.Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan dan kekuatan masyarakat untuk mengambil peran dalam pelaksanaan program-program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat.Sikap birokrasi yang cenderung berperilaku sebagai penentu, yang selalu ingin dihormati dan berkuasa, karena mereka memiliki dana.Sistem perencanaan yang masih bertumpu dari atsa, sedangkan karakteristik kebutuhan beraneka ragam. Hal ini akan menurunkan gairah belajar masyarakat.Pola pikir masyarakat yang masih bertumpu pada kebutuhan yang bersifat fisik.Budaya menunggu, budaya statis dan merasa puas dengan apa yang ada.Jumlah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang. Ibid., h. 232Di antara bentuk-bentuk kelembagaan pendidikan yang berbasiskan masyarakat tersebut antara lain Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), melalui kelompok belajar paket A dan paket B yang sederajat dengan SD dan SLTP, Kelompok Kerja Sekolah dan Kelompok Keja Madrasah (KKS/KKM), Pesantren untuk pendidikan dasar, dan sekolah masjid percontohan dan lain sebagainya. Ibid., h. 233Menurut Azyumardi Azra, peran serta masyarakat dalam pemberdayaan pendidikan Islam yaitu:Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberdayaan manajemen pendidikan.Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan Islam yang quality oriented, yakni pendidikan yang berkualitas dan berkeunggulan yang pada gilirannya akan mendorong perkembangan madrasah dan lembaga pendidikan Islam lainnya menjadi centers of excellence yang menghasilkan anak didik yang berparadigma keilmuan komprehensif yakni pengetahuan umum dan agama plus iman taqwa.Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber belajar lain yang terdapat dalam msyarakat, sehingga sistem pendidikan tidak terpisah, atau tetap menjadi bagian integral dari masyarakat muslim secara keseluruhan. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium ke III, (Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2012), h. 182KesimpulanDari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa:Demokrasi pendidikan adalah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.Desentralisasi pendidikan adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan untuk ikut serta bertanggung jawab dalam memajukan pendidikan.Manajemen Berbasis Sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Adapun tujuan dari MBS ini ada tiga, yaitu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.Pendidikan berbasis mayarakat merupakan pendidikan yang dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat sehingga mereka berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri yang sudah barang tentu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian konsep pendidikan berbasis masyarakat mencakup: dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.