OTOMOTIF - ftp.unpad.ac.id · lingkar Nagreg. Tidak hanya di tanjakan Nagreg. ‘’Karena jalur...

1
J ALAN ekstrem di jalur Nagreg menjadi tan- tangan tersendiri bagi para pemudik. Di jalan yang berada di perbatasan Bandung-Garut, Jawa Barat, itu pengendara harus ekstra hati-hati karena melintasi jalan yang menanjak dan menurun. Pada musim mudik, lalu lintas yang padat di kawasan itu memaksa pemudik ber- sabar menghadapi kemacetan. Kemacetan di kawasan itu an- tara lain akibat lintasan kereta api dan padatnya kendaraan. Sejumlah anak tampak berbaur dengan lelaki dewasa berjejer di sisi jalan. Mereka membawa batangan kayu dengan panjang 15 sentimeter dan tebal 10 sentimeter. Sebagian terlihat berlarian mengikuti kendaraan, lalu me- letakkan batangan kayu untuk mengganjal roda belakang. Di antara mereka keba- nyakan masih duduk di bangku SD dan SMP. Mereka menuai rezeki sebagai peng- ganjal ban atau mendorong mobil yang mogok. Upaya tersebut mendapat imbalan, jumlahnya ber- gantung kebijakan pemilik kendaraan atau sopir. ‘’Lu- mayan buat nambah-nambah biaya sekolah dan membantu kebutuhan sehari-hari orang tua,’’ ujar Dudung Suhendar, 11, warga Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dudung mengaku, ‘turun ke jalan’--istilah para pengganjal ban mobil di kawasan Nagreg- -dilakukannya seminggu tiga kali. Ia tidak bekerja tiap hari karena harus bergiliran dengan temannya. ‘’Berbagi rezeki dengan teman lain. Ke- cuali musim mudik dan balik Lebaran, bisa tiap hari. Lebih dari 60 teman serentak turun ke jalan,’’ tutur pelajar kelas VI SD Negeri Leles itu. Berbeda dengan tahun lalu, wilayah operasi para peng- ganjal ban tahun ini meluas ke lingkar Nagreg. Tidak hanya di tanjakan Nagreg. ‘’Karena jalur itu (lingkar Nagreg) masih uji coba. Jadi, hanya beberapa saja yang beroperasi di sana,’’ kata Dudung, yang sering disebut kakak oleh teman-temannya sesama pengganjal ban. Pekerjaan ini diakuinya ber- bahaya. Bahkan, tidak sedikit ,temannya tewas tergilas ban. Namun, bekerja sebagai pengganjal ban mobil sudah tradisi warga setempat. Untuk ukuran mereka, pendapatan Rp25 ribu per hari sudah besar. Bahkan saat musim mudik Lebaran, para pengganjal bisa meraup keuntungan le- bih dari Rp100 ribu per hari. Para pengemudi yang bi- asanya membayar jasa mereka Rp1.000 hingga Rp5.000, pada masa itu menjadi Rp5.000 hingga Rp100 ribu. ‘’Kalau hari-hari biasa, Rp1.000 su- dah besar. Lumayan untuk membeli baju Lebaran saya, adik-adik, serta orang tua,’’ tutur Entis yang juga siswa SMP Negeri Cicalengka. Tidak mengherankan jika pekerjaan itu mendapat restu orang tua mereka. ‘’Saya tidak menyuruh. Mereka yang meminta untuk bekerja sebagai pengganjal ban mobil. Daripada mencuri, ya saya izinkan,’’ ujar Supar- man, 40, yang juga bekerja sebagai pengganjal ban di kawasan itu. Sementara Obon, 47, pengemudi angkutan umum, mengaku sangat diuntungkan adanya para pengganjal ban. ‘’Kebetulan kendaraan yang saya kemudikan tidak kuat saat melintasi tanjakan Nagreg. Berkat jasa mereka, kendaraan saya bisa naik, meski agak sedikit terlambat,’’ ujar Obon, warga Malang- bong, Garut. (Eriez M Rizal/ Alexander Priyasma/N-1) T AHUN ini, pemudik yang melintas di ruas jalan Nagreg, Kabu- paten Bandung, Jawa Barat, bisa sedikit lega. Jalur Lingkar Nagreg, dengan ke- terbatasannya, sudah siap di- fungsikan. Jalur baru yang membelah perbukitan itu dibangun mulai 2007. Dananya tidak sedikit, mencapai Rp267 miliar, dengan perhitungan selesai 90%. Keberadaan jalan sepanjang 5,2 kilometer itu ditargetkan dapat mengurangi kemacetan pada setiap musim mudik Lebaran di tanjakan dan tu- runan Nagreg. Bahkan Dinas Perhubungan Jabar mengklaim angka kemacetan di areal maut ini bakal turun sampai 50%. Asumsinya, kendaraan dari Tasikmalaya dan Garut menuju Bandung dialihkan ke Ling- kar Nagreg. Dari arah seba- liknya tetap melewati turunan Nagreg. Itu berarti tidak ada lagi pertemuan kendaraan dari arah berlawanan. Kepala Dinas Bina Marga Jawa Barat Guntoro menjamin kondisi Lingkar Nagreg akan sempurna sebelum Lebaran tahun depan. Pemerintah telah mengalokasikan dana Rp130 miliar di APBN 2011. Uang tersebut dimanfaat- kan untuk penguatan tebing, penyempurnaan drainase, pelebaran badan jalan, dan penebalan aspal. “Pengerjaan Lingkar Nagreg baru selesai 90%. Secara teknis sudah layak beroperasi, tapi be- lum sempurna,” aku Guntoro. Ketidak- sempur- naan Lingkar Nagreg terda- pat pada lima titik rawan longsor, ke- tiadaan pembatas tebing, dan gundukan tanah di sepanjang jalan. Wajar apabila pengen- dara mesti waspada, apalagi saat hujan turun. Ketidaksempurnaan yang lain adalah tingkat kemiringan jalan pada Kilometer 2.400- 2.500, yang mencapai 14%. Sekalipun lebih landai dari- pada jalan lama yang mencapai 18%, panjang jalan miring yang mencapai 100 meter membuat kendaraan berat sulit mendaki. Kondisi itu akan dibenahi Ke- menterian Pekerjaan Umum seusai Lebaran. Gagasan yang dipancang un- tuk mencegah longsor adalah penanaman rumput vetiver di sepanjang tebing. Tanaman itu terbukti mampu memperku- kuh tebing dan menyerap air. Proyek lain ada- lah membuat drainase di samping supaya air tidak menggenangi badan jalan. Sebuah fakta menunjukkan jalan itu belum siap. Minggu (5/9) malam, Lingkar Nagreg ditutup karena hujan deras. Ada kekhawatiran tebing-tebing di sisi jalan akan longsor. Flyover Andai Lingkar Nagreg bisa sempurna, persoalan di tanja- kan itu belum selesai. Saat arus mudik, kendaraan asal Jakarta dan Bandung, yang hendak ke Garut atau Tasikmalaya, terhadang lintasan kereta. Po- sisinya berada sekitar 100 meter sebelum turunan Nagreg. Tepat di Kampung Pamuncatan itu pengemudi akan menemui lin- tasan kereta. Dalam sehari, kereta melintas sebanyak 25 kali. Sekali kereta lewat, jalan akan ditutup an- tara 5 menit dan 10 menit, bergantung pada kepadatan jalan. Situasi seperti itulah yang sering kali menyebabkan penumpukan kendaraan. Penjaga palang pintu kereta di Pamuncatan, Idad Sudrajat, mengakui biang kemacetan di Nagreg adalah jalur kereta. “Mau bagaimana lagi? Kenda- raan kan harus mendahulukan kereta api. Konsekuensinya pasti macet,” ungkapnya. Sekali palang pintu tertutup, panjang antrean kendaraan di saat arus mudik bisa mencapai 1 kilometer. Kalau sudah be- gitu, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit su- paya arus lalu lintas kembali normal. Namun, Kepala Dinas Per- hubungan Jabar Dicky Saromi optimistis tahun ini kemacetan di Pamuncatan tidak separah tahun lalu. Setelah palang pintu kereta dibuka, jalan di turunan Nagreg dapat segera menam- pung kendaraan lebih banyak ketimbang tahun sebelumnya. “Dulu, kendaraan dari Ban- dung cuma dijatah satu lajur karena harus berbagi dengan kendaraan dari Tasikmala- ya dan Garut. Sekarang jalan dibuat searah sehingga dua sampai tiga mobil bisa berjalan bersamaan,” tambahnya. Namun, Dicky mengakui satu-satunya solusi permanen untuk menuntaskan kemacetan di Nagreg adalah menghilang- kan pertemuan antara lintaran kereta dan jalan umum. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah lama meminta kepada pemerintah pusat agar segera merealisasikan pem- bangunan flyover (jembatan layang) Nagreg, yang dibangun di atas pintu perlintasan kereta api. Terkatung-katung Pembangunan jembatan layang ini sudah diwacanakan sejak 2005, berbarengan dengan rencana pembangunan Lingkar Nagreg. Harapan besarnya, Lingkar Nagreg mulai dioperasikan. Belum sempurna, tapi sudah sangat dibutuhkan. Alexander Priyasma Eriez M Rizal 18 | RABU, 8 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus PERLINTASAN KA PAMUNCATAN Lintasan kereta api di Kampung Pamuncatan, Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, selalu menimbulkan kemacetan saat arus mudik. Rencana pembangunan flyover atau underpass di lokasi ini sampai sekarang masih terkatung-katung. MI/ ALEXANDER MI / ERIEZ M RIZAL Mengais Rezeki sebagai Pengganjal Ban MERETAS MACET D PENGGANJAL BAN: Sepanjang tanjakan ekstrem Nagreg, beroperasi para pengganjal ban yang menjual jasa kepada para pengemudi truk.

Transcript of OTOMOTIF - ftp.unpad.ac.id · lingkar Nagreg. Tidak hanya di tanjakan Nagreg. ‘’Karena jalur...

Page 1: OTOMOTIF - ftp.unpad.ac.id · lingkar Nagreg. Tidak hanya di tanjakan Nagreg. ‘’Karena jalur itu (lingkar Nagreg) masih uji coba. Jadi, hanya beberapa saja yang beroperasi di

JALAN ekstrem di jalur Nagreg menjadi tan-tangan tersendiri bagi para pemudik. Di jalan

yang berada di perbatasan Bandung-Garut, Jawa Barat, itu pengendara harus ekstra hati-hati karena melintasi jalan yang menanjak dan menurun.

Pada musim mudik, lalu lintas yang padat di kawasan itu memaksa pemudik ber-sabar menghadapi kemacetan. Kemacetan di kawasan itu an-tara lain akibat lintasan kereta api dan padatnya kendaraan.

Sejumlah anak tampak berbaur dengan lelaki dewasa berjejer di sisi jalan. Mereka membawa batangan kayu dengan panjang 15 sentimeter dan tebal 10 sentimeter.

Sebagian terlihat berlarian

mengikuti kendaraan, lalu me-letakkan batangan kayu untuk mengganjal roda belakang.

Di antara mereka keba-nyakan masih duduk di bangku SD dan SMP. Mereka menuai rezeki sebagai peng-ganjal ban atau mendorong mobil yang mogok.

Upaya tersebut mendapat imbalan, jumlahnya ber-gantung kebijakan pemilik kendaraan atau sopir. ‘’Lu-mayan buat nambah-nambah biaya sekolah dan membantu kebutuhan sehari-hari orang tua,’’ ujar Dudung Suhendar, 11, warga Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Dudung mengaku, ‘turun ke jalan’--istilah para pengganjal ban mobil di kawasan Nagreg--dilakukannya seminggu

tiga kali. Ia tidak bekerja tiap hari karena harus bergiliran dengan temannya. ‘’Berbagi rezeki dengan teman lain. Ke-cuali musim mudik dan balik Lebaran, bisa tiap hari. Lebih dari 60 teman serentak turun ke jalan,’’ tutur pelajar kelas VI SD Negeri Leles itu.

Berbeda dengan tahun lalu, wilayah operasi para peng-ganjal ban tahun ini meluas ke lingkar Nagreg. Tidak hanya di tanjakan Nagreg.

‘’Karena jalur itu (lingkar Nagreg) masih uji coba. Jadi, hanya beberapa saja yang beroperasi di sana,’’ kata Dudung, yang sering disebut kakak oleh teman-temannya sesama pengganjal ban.

Pekerjaan ini diakuinya ber-bahaya. Bahkan, tidak sedikit

,temannya tewas tergilas ban. Namun, bekerja sebagai

pengganjal ban mobil sudah tradisi warga setempat. Untuk ukuran mereka, pendapatan Rp25 ribu per hari sudah besar.

Bahkan saat musim mudik Lebaran, para pengganjal bisa meraup keuntungan le-bih dari Rp100 ribu per hari. Para pengemudi yang bi-asanya membayar jasa mereka Rp1.000 hingga Rp5.000, pada masa itu menjadi Rp5.000 hingga Rp100 ribu. ‘’Kalau hari-hari biasa, Rp1.000 su-dah besar. Lumayan untuk membeli baju Lebaran saya, adik-adik, serta orang tua,’’ tutur Entis yang juga siswa SMP Negeri Cicalengka.

Tidak mengherankan jika

pekerjaan itu mendapat restu orang tua mereka.

‘’Saya tidak menyuruh. Mereka yang meminta untuk bekerja sebagai pengganjal ban mobil. Daripada mencuri, ya saya izinkan,’’ ujar Supar-man, 40, yang juga bekerja sebagai pengganjal ban di kawasan itu.

Sementara Obon, 47, pengemudi angkutan umum, mengaku sangat diuntungkan adanya para pengganjal ban.

‘’Kebetulan kendaraan yang saya kemudikan tidak kuat saat melintasi tanjakan Nagreg. Berkat jasa mereka, kendaraan saya bisa naik, meski agak sedikit terlambat,’’ ujar Obon, warga Malang-bong, Garut. (Eriez M Rizal/Alexander Priyasma/N-1)

TAHUN ini, pemudik yang melintas di ruas jalan Nagreg, Kabu-paten Bandung, Jawa

Barat, bisa sedikit lega. Jalur Lingkar Nagreg, dengan ke-terbatasannya, sudah siap di-fungsikan.

Jalur baru yang membelah perbukitan itu dibangun mulai 2007. Dananya tidak sedikit, mencapai Rp267 miliar, dengan perhitungan selesai 90%.

Keberadaan jalan sepanjang 5,2 kilometer itu ditargetkan dapat mengurangi kemacetan pada setiap musim mudik Lebaran di tanjakan dan tu-runan Nagreg. Bahkan Dinas Perhubungan Jabar mengklaim angka kemacetan di areal maut ini bakal turun sampai 50%.

Asumsinya, kendaraan dari Tasikmalaya dan Garut menuju Bandung dialihkan ke Ling-kar Nagreg. Dari arah seba-liknya tetap melewati turunan Nagreg. Itu berarti tidak ada lagi pertemuan kendaraan dari arah berlawanan.

Kepala Dinas Bina Marga Jawa Barat Guntoro menjamin kondisi Lingkar Nagreg akan sempurna sebelum Lebaran tahun depan. Pemerintah telah mengalokasikan dana Rp130 miliar di APBN 2011.

Uang tersebut dimanfaat-kan untuk penguatan tebing, penyempurnaan drainase, pelebar an badan jalan, dan penebalan aspal.

“Pengerjaan Lingkar Nagreg baru selesai 90%. Secara teknis sudah layak beroperasi, tapi be-lum sempurna,” aku Guntoro.

K e t i d a k -s e m p u r -naan Lingkar Nagreg terda-pat pada lima t i t i k r a w a n longsor, ke-tiadaan pembatas tebing, dan gundukan tanah di sepanjang jalan. Wajar apabila pengen-dara mesti waspada, apalagi saat hujan turun.

Ketidaksempurnaan yang lain adalah tingkat kemiringan jalan pada Kilometer 2.400-2.500, yang mencapai 14%. Sekalipun lebih landai dari-pada jalan lama yang mencapai 18%, panjang jalan miring yang mencapai 100 meter membuat kendaraan berat sulit mendaki. Kondisi itu akan dibenahi Ke-menterian Pekerjaan Umum seusai Lebaran.

Gagasan yang dipancang un-tuk mencegah longsor adalah penanaman rumput vetiver di sepanjang tebing. Tanaman itu terbukti mampu memperku-kuh tebing dan menyerap air.

Proyek lain ada-lah membuat drainase di samping supaya air tidak menggenangi badan jalan.

Sebuah fakta menunjukkan jalan itu belum siap. Minggu (5/9) malam, Lingkar Nagreg ditutup karena hujan deras. Ada kekhawatiran tebing-tebing di sisi jalan akan longsor.

FlyoverAndai Lingkar Nagreg bisa

sempurna, persoalan di tanja-kan itu belum selesai. Saat arus mudik, kendaraan asal Jakarta dan Bandung, yang hendak ke Garut atau Tasikmalaya, terhadang lintasan kereta. Po-sisinya berada sekitar 100 meter sebelum turunan Nagreg. Tepat di Kampung Pamuncatan itu pengemudi akan menemui lin-

tasan kereta.Dalam sehari, kereta melintas

sebanyak 25 kali. Sekali kereta lewat, jalan akan ditutup an-tara 5 menit dan 10 menit, bergantung pada kepadatan jalan. Situasi seperti itulah yang sering kali menyebabkan penumpukan kendaraan.

Penjaga palang pintu kereta di Pamuncatan, Idad Sudrajat, mengakui biang kemacetan di Nagreg adalah jalur kereta. “Mau bagaimana lagi? Kenda-raan kan harus mendahulukan kereta api. Konsekuensinya pasti macet,” ungkapnya.

Sekali palang pintu tertutup, panjang antrean kendaraan di saat arus mudik bisa mencapai 1 kilometer. Kalau sudah be-

gitu, d i b u t u h k a n waktu sekitar 30 menit su-paya arus lalu lintas kembali normal.

Namun, Kepala Dinas Per-hubungan Jabar Dicky Saromi optimistis tahun ini kemacetan di Pamuncatan tidak separah tahun lalu. Setelah palang pintu kereta dibuka, jalan di turunan Nagreg dapat segera menam-pung kendaraan lebih banyak ketimbang tahun sebelumnya.

“Dulu, kendaraan dari Ban-dung cuma dijatah satu lajur karena harus berbagi dengan kendaraan dari Tasikmala-ya dan Garut. Sekarang jalan dibuat searah sehingga dua

sampai tiga mobil bisa berjalan bersamaan,” tambahnya.

Namun, Dicky mengakui satu-satunya solusi permanen untuk menuntaskan kemacetan di Nagreg adalah menghilang-kan pertemuan antara lintaran kereta dan jalan umum.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah lama meminta kepada pemerintah pusat agar segera merealisasikan pem-bangunan flyover (jembatan

layang) Nagreg, yang dibangun di atas pintu perl intasan kereta api.

Terkatung-katungPembangunan jembatan

layang ini sudah diwacanakan sejak 2005, berbarengan dengan rencana pembangunan Lingkar Nagreg. Harapan besarnya,

Lingkar Nagreg mulai dioperasikan. Belum sempurna, tapi sudah sangat dibutuhkan.

Alexander PriyasmaEriez M Rizal

18 | RABU, 8 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA RABU, 8 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 19Fokus Nusantara

PERlinTAsAn KA PAMuncATAn

Lintasan kereta api di Kampung

Pamuncatan, Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg, Kabupaten

Bandung, Jawa Barat, selalu menimbulkan

kemacetan saat arus mudik. Rencana

pembangunan flyover atau underpass di lokasi

ini sampai sekarang masih terkatung-katung.

MI/ ALEXANDER

MI / ERIEZ M RIZAL

Mengais Rezeki sebagai Pengganjal Ban

Meretas Macet di tanjakan Maut

FOKUSOTOMOTIF

BACA BESOK!Tema:

Mudik Ajang Uji Realibilitasdan Durabilitas Kendaraan

PEnGGAnJAl BAn: Sepanjang tanjakan ekstrem Nagreg, beroperasi para pengganjal ban yang menjual jasa kepada para pengemudi truk.