OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

55
OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI (Swietenia macrophylla) PADA TEKSTIL AMEYLINDA DWI FRANSISKA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

Transcript of OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

Page 1: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH

MAHONI (Swietenia macrophylla) PADA TEKSTIL

AMEYLINDA DWI FRANSISKA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 2: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH

MAHONI (Swietenia macrophylla) PADA TEKSTIL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

AMEYLINDA DWI FRANSISKA

11150950000010

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 3: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

ii

Page 4: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

iii

Page 5: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

iv

Page 6: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

v

ABSTRAK

AMEYLINDA DWI FRANSISKA. Optimasi Ketahanan Zat Warna dari

Kulit Buah Mahoni (Swietenia macrophylla) pada Tekstil. Skripsi. Program

Studi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dibimbing oleh: Dr. Priyanti, M. Si dan Nanda Saridewi, M. Si 2019.

Kulit buah mahoni memiliki kemampuan sebagai zat pewarna alami namun

ketahanan warnanya belum sesuai dengan SNI ISO 105-X12:2010 dan SNI ISO

105-C06:2010. Penelitian ini dilakukan untuk mencari optimasi ketahanan zat

warna dengan 3 variabel (konsentrasi pelarut ekstrak, jenis kulit buah dan jenis

mordan) berdasarkan standar minimal grey scale dan staining scale. Metode yang

digunakan adalah uji ketahanan gosok dan pencucian berdasarkan standar SNI

ISO 105-X12:2010 dan SNI ISO 105-C06:2010 kemudian penyerapan kain diuji

dengan menimbang kain sebelum pencelupan dan sesudah pencelupan. Hasil

menunjukkan konsentrasi ekstrak 12,5% dengan nilai (4) “baik”, jenis mordan

tawas menunjukkan nilai (4) “baik”, pewarna kulit buah mahoni menujukkan nilai

(4) “baik”, bobot kain sesudah pencelupan tidak terdapat interaksi terhadap

konsentrasi ekstraksi, jenis mordan dan jenis kulit (sig>0,05) tetapi terdapat

perbedaan nyata antara perlakuan mordan dengan bobot kain akhir (sig.<0,05).

Optimasi ketahanan zat warna dari ekstrak kulit buah mahoni 12,5%

menghasilkan ketahanan warna yang (4) “baik” melebihi yang sudah ditetapkan

SNI ISO yaitu (2-3) “kurang”.

Kata kunci: Uji ketahanan warna; Konsentrasi air; Zat pewarna alami

Page 7: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

vi

ABSTRACT

AMEYLINDA DWI FRANSISKA. Color Resistance Optimation of

Mahogany Rind (Swietenia macrophylla) on Textiles. Undergraduate Thesis.

Department of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic

University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019. Advised by: Dr. Priyanti, M.

Si dan Nanda Saridewi, M. Si 2019.

The mahogany rind can be used as a natural dye on textiles but the resistance of

the dye hasn't yet eligible according to SNI ISO 105-X12:2010's grey scale and

SNI ISO 105-C06:2010. This research was conducted to find the optimum color

resistance with 3 variables (i.e concentration of extract solvent, mordant types,

and mahogany rind types). The methods that were used are rubbing resistance test

and washing test based on SNI ISO 105-X12:2010 and SNI ISO 105-C06:2010

then the fabric absorption is tested by weighting the fabric before and after

dyeing. Results showed that dye with 12.5% concentration of extract solvent have

"good" value (4), alum mordant showed "good" value (4), dye from mahogany

rind showed "good" value (4), the fabric weight after dyeing was not affected by

extract concentration, mordant types, and rind types (sig>0,05). Optimization of

color resistance from mahogany rind with extract 12,5% showed a "good" value

(4) exceeds the minimum standards set by SNI ISO which is (2-3)

Keywords: Color resistance test; Water concentration; Natural dye

Page 8: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Ketahanan Zat Warna dari

Kulit Buah Mahoni (Swietenia macrophylla) pada Kain Katun”. Sholawat

serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW,

beserta keluarga dan sahabatnya serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST),

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, pada kesempatan kali

ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si selaku ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan

pembimbing I atas kesediaan dalam membimbing dan memberikan arahan

secara teknis selama penelitian kepada penulis.

3. Nanda Saridewi, M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan arahan secara teknis selama penelitian kepada

penulis.

4. Narti Fitriana, M.Si selaku Sekretasi Program Studi Biologi, Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Fahma Wijayanti M.Si dan Dr. Agus Salim M.Si selaku dosen penguji

Sidang Munaqosah yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.

6. Dr. Dasumiati, M.Si dan Dr. Hendrawati M.Si selaku Penguji pada saat

seminar proposal dan seminar hasil, atas waktu, ilmu, bimbingan, saran, dan

kritik yang membangun yang telah diberikan.

Page 9: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

viii

7. Kepala Laboratorium Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para staff atas kesempatannya

sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah dilakukan dan

penulis berharap skripsi ini bermanfaat baik bagi penulis dan juga para pembaca.

Aamiin.

Jakarta, Januari 2020

Penulis

Page 10: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

ix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

1.6. Kerangka Berpikir ............................................................................ 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Mahoni.................................................................. 5

2.2. Kandungan Senyawa Tanaman Mahoni ......................................... 6

2.3. Zat Pewarna ..................................................................................... 6

2.4. Mordan ............................................................................................. 8

2.5. Launder Ometer dan Crockmeter .................................................... 9

2.6. Bahan Tekstil ................................................................................... 10

2.7. Tumbuhan Dalam Perspektif Islam ................................................. 11

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 12

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 12

3.3. Rancangan Penelitian ....................................................................... 13

3.4. Cara Kerja ........................................................................................ 13

3.5. Analisis Data .................................................................................... 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Kulit Buah Mahoni........................................................... 19

4.2. Ketahanan Warna Terhadap Gosokan Kering ................................. 20 4.3. Ketahanan Warna Terhadap Gosokan Basah ................................... 22

4.4. Perubahan Warna Terhadap Pencucian Rumah

Tangga dan Komersil ....................................................................... 24

4.5. Penodaan Warna Pada Kain Pelapis Kapas dan Wol ....................... 26

4.6. Ekspresi Warna Pada Kain Katun .................................................... 29

4.7. Penyerapan Kain dengan Zat Pewarna ........................................... 31

4.8. Analisis Limbah Pewarna Tekstil .................................................... 32

Page 11: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

x

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 34

5.2. Saran ................................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 35

LAMPIRAN ................................................................................................... 39

Page 12: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir Optimasi Ketahanan Zat Warna dari Kulit

Buah Mahoni (Swietenia macrophylla) pada Tekstil ................... 4

Gambar 2. Tanaman Mahoni.......................................................................... 5

Gambar 3. Launder ometer ............................................................................ 9

Gambar 4. Crockmeter ................................................................................... 10

Gambar 5. Lokasi Pengambilan Sampel ........................................................ 12

Gambar 6. Gosokan Basah, Kering dan Pencucian........................................ 17

Gambar 7. Ekstrak larutan kulit buah mahoni. .............................................. 19

Gambar 8. Kain Katun Terwarnai .................................................................. 30

Gambar 9. Grafik perbandingan bobot kain awal dengan bobot kain akhir .. 31

Page 13: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pigmen ekstrak limbah kulit buah mahoni ....................................... 6

Tabel 2. Kriteria penilaian kualitatif .............................................................. 16

Tabel 3. Skala abu-abu (gray scale) untuk penilaian perubahan warna ........ 16

Tabel 4. Skala abu-abu (staining scale) untuk penilaian penodaan warna .... 16

Tabel 5. Hasil uji ketahanan warna terhadap gosokan kering........................ 21

Tabel 6. Hasil uji ketahanan warna terhadap gosokan basah ......................... 23

Tabel 7. Hasil pengujian perubahan warna terhadap pencucian rumah

tangga dan komersil ......................................................................... 25

Tabel 8. Hasil pengujian warna pada kain pelapis kapas ............................... 27

Tabel 9. Hasil pengujian warna pada kain pelapis wol .................................. 28

Tabel 10. Hasil Pengukuran Limbah Pencelupan ............................................ 32

Page 14: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Warna memegang peranan penting dalam meningkatkan daya tarik suatu

produk tekstil. Hal tersebut menuntut produsen tekstil menggunakan pewarna

sintetis yang mudah didapat di pasaran karena harga relatif murah, warna

bervariasi, tidak mudah luntur (Fitrihana, 2007) dan lebih ekonomis (Purnomo,

2004). Namun disamping itu, zat pewarna sintetis menghasilkan polutan yang

berbahaya bagi lingkungan (Christin, Mu’nisatun, Saptaaji & Djoko, 2007).

Tumbuhan merupakan sumber daya alam yang berpotensi sebagai zat

pewarna tekstil yang tidak berbahaya bagi lingkungan (Rosyida & Zulfiya, 2013)

Penelitian tentang zat warna alami tekstil telah dilakukan dengan menggunakan

bahan-bahan seperti serbuk kayu mahoni (Laili & Suganda, 2015), kulit buah

manggis (Manurung, 2012), kulit kayu angsana, kulit buah jengkol, biji alpukat,

kulit buah alpukat (Amallia, 2018), kulit buah petai cina, kulit buah mahoni dan

kulit buah bintaro (Priyanti et al., 2018).

Tanaman mahoni (Swietenia macrophylla) selama ini dikenal sebagai

tanaman peneduh jalan dan berpotensi sebagai pencegah erosi (Mashudi, Susanto

& Baskorowati, 2015). Serbuk kayu mahoni dimanfaatkan sebagai pewarna alami

(Laili & Suganda, 2015), biji buahnya dimanfaatkan sebagai obat untuk

menurunkan gula darah pada penderita diabetes tipe II (Astuti, 2017) sedangkan

kulit buahnya belum termanfaatkan dan dianggap sebagai limbah. Salah satu

upaya peningkatan nilai ekonomis tumbuhan mahoni terutama kulit buahnya dapat

digunakan sebagai pewarna alami.

Priyanti et al. (2018) dalam penelitiannya memanfaatkan kulit buah mahoni

kering sebagai pewarna alami menggunakan mordan tawas 0,6%, kapur 0,6% dan

tunjung 0,4% dengan perbandingan bahan baku zat warna alam (kg) dan air (L)

1:10 dengan konsentrasi 10%, namun hasil yang diperoleh kurang optimum. Hal

tersebut diduga karena konsentrasi larutan rendah sehingga dinaikkan menjadi

11,1% dan 12,5%.

Media kain pada proses pewarnaan penelitian ini adalah kain katun yang

berasal dari serat kapas. Serat kapas memiliki kualitas yang lebih baik dari serat

Page 15: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

2

sutera karena memiliki tingkat penyerapan air yang lebih tinggi pada kondisi

kelembapan relative (RH) 95% (Subagiyo, 2008). Penggunaannya banyak di

industri tekstil di indonesia.

Menurut Mukhlis (2011), sebagian pewarna alami dibuat dengana cara

ekstraksi atau perebusan dan hasilnya masih dalam bentuk larutan. Bahan pewarna

yang dihasilkan dalam bentuk larutan masih banyak kekurangan diantaranya

konsetrasi pelarut yang berbeda-beda sehingga konsistensi warna sulit dicapai.

Mordan adalah zat khusus yang dapat meningkatkan daya ikat berbagai

pewarnaan alami pada kain (Kusriniati, Setyowati & Achmad, 2008). Mordan

tawas dan tunjung yang biasa digunakan industri tekstil lain yaitu tawas 0,7% dan

tunjung 0,5% dengan perbandingan bahan baku zat warna alam (kg) dan air (L)

1:10 (Rini, Sugiarti & Riswati, 2011). Dalam penelitian ini menggunakan mordan

tawas dan tunjung dengan konsentrasi lebih rendah untuk mengurangi kerusakan

lingkungan pada perairan akibat limbah buangan hasil pencelupan pewarnaan dan

menggunakan.

Penggunaan pewarna alami memiliki kendala bagi para produsen batik

Indonesia karena proses pewarnaan memerlukan waktu 2-3 kali pengeringan dan

mudah luntur (Rosyida & Zulfiya, 2013). Kendala ketahanan warna sudah dapat

diatasi dengan menambahkan mordan alam antara lain tawas, kapur dan tunjung

yang dapat mengikat zat warna pada serat kain.

Berdasarkan uraian diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi optimum pelarut ekstrak, bahan pewarna alami dan konsentrasi

mordan. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini dengan pelarut 11,11%

dan 12,5% menggunakan mordan tawas 0,6%, 0,7% dan tunjung 0,4%, 0,5%.

Perbedaan konsentrasi disebabkan karena semakin banyak zat aktif yang akan

larut bersama pelarut karena perbedaan konsentrasi yang cukup besar antara

larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel, maka larutan terpekat akan terdesak

keluar sehingga warna yang dihasilkan tidak mudah luntur

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana perbedaan ekstrak kulit buah mahoni dan sintetis terhadap

ketahanan zat warna pada tekstil?

Page 16: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

3

2) Bagaimana perbedaan kulit buah mahoni kering dan segar terhadap ketahanan

zat warna pada tekstil?

3) Bagaimana perbedaan mordan tawas dan tunjung terhadap ketahanan zat

warna pada tekstil?

1.3. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1) Ekstrak kulit buah mahoni dan sintetis memiliki perbedaan ketahanan zat

warna pada tekstil

2) Kulit buah mahoni kering dan segar memiliki perbedaan ketahanan zat warna

pada tekstil

3) Mordan tawas dan tunjung memiliki perbedaan ketahanan zat warna pada

tekstil

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah:

1) Memperoleh perbedaan ekstrak kulit buah mahoni dan sintetis untuk

meningkatkan ketahanan zat warna pada tekstil

2) Memperoleh perbedaan kulit buah mahoni kering dan segar untuk

meningkatkan ketahanan zat warna dari kulit buah mahoni

3) Memperoleh perbedaan mordan untuk meningkatkan ketahanan zat warna dari

kulit buah mahoni

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengusaha

tekstil tentang pewarna alami dari kulit buah mahoni sebagai dan alternatif dalam

pengelolaan limbah kulit buahnya. Data yang diperoleh diharapkan dapat

diketahui volume optimum penggunaan air sebagai pelarut. Penguncian warna

dengan penambahan mordan tawas dan tunjung dapat terekspresi dengan

maksimal pada kain katun.

Page 17: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

4

1.6. Kerangka Berpikir

Berikut merupakan kerangka berpikir penelitian Optimasi Ketahanan Zat

Warna dari Kulit Buah Mahoni (Swietenia macrophylla) pada Tekstil:

Gambar 1. Kerangka Berpikir Optimasi Ketahanan Zat Warna dari Kulit Buah

Mahoni (Swietenia macrophylla) pada Tekstil

Tanaman Mahoni

Swietenia macrophylla

Pemanfaatan kulit buah

mahoni sebagai pewarna

alami

Konsentrasi ekstrak, jenis

sampel dan mordan Perebusan Pewarnaan

Uji ketahanan warna

terhadap gosokan dan

pencucian dianalisis

menggunakan gray scale

dan staining scale

Pewarna alami dari limbah kulit

buah mahoni dengan mordan tawas

dan tunjung memenuhi standar

minimal dan konsentrasi ekstrak

dapat diketahui dengan pasti

Page 18: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Mahoni

Tanaman mahonia (Swietenia macrophylla) termasuk dalam famili

Meliaceae dan genus Swietenia. Mahoni dapat tumbuh liar di hutan jati atau

tempat-tempat lain yang berdekatan dengan pantai dan biasanya dipinggir jalan

sebagai tumbuhan peneduh (Mashudi et al., 2015).

Tanaman ini memiliki tinggi 5-25 m, akar tunggang, berbatang bulat,

banyak cabang dan kayunya bergetah. Daun berbentuk daun majemuk menyirip

dengan helaian daun berbentuk bulat oval, ujung dan pangkal daun runcing, dan

tulang daun menyirip. Panjang daun 35-50 cm. Bunga mahoni termaksuk bunga

majemuk yang muncul dari ketiak daun, berwarna putih dengan Panjang berkisar

10-20 cm. Mahkota bunga berbentuk silindris dan berwarna kuning kecoklatan

dan benang sari melekat pada mahkota bunga (Samsi, 2000).

Buah mahoni berbentuk bulat telur, beruang lima dan berwarna coklat.

Bagian luar buah mengeras dengan ketebalan 5-7 mm, di bagian tengah mengeras

seperti kayu (Suhono, 2010). Buah akan pecah dari ujung saat matang dan kering.

Bagian dalam buah mahoni terdapat sebanyak 35-45 biji yang berbentuk pipih

dengan ujung agak tebal dan berwarna putih saat muda serta berwarna coklat tua

saat matang (Adinugroho & Sidiyasa, 2006).

Gambar 2. Tanaman Mahoni. A. Pohon Mahoni; B. Buah Mahoni; C. Kulit Buah

A

1:5 cm

1:3.3 cm B C

Page 19: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

6

2.2. Kandungan Senyawa Tanaman Mahoni

Hasil analisis spektrofotometer dengan UV Vis pigmen warna dari kulit

buah mahoni terekspresi dengan pelarut tertentu. Kulit buah mahoni memiliki

kandungan senyawa pigmen antosianin yang menampilkan warna merah bila

dilarutkan dengan pereakasi air, pigmen antrakuinon mengekspresikan warna

kuning bila dilarutkan dengan pereaksi air, sedangkan dengan pereaksi etanol 95%

bila dilarutkan mengekspresikan warna merah kecoklatan (Priyanti et al., 2018).

Tabel 1. Kandungan pigmen ekstrak kulit buah mahoni

Pereaksi Panjang Gelombang (nm) Pigmen

Etanol 95% 664.68 Klorofil

Air 231.03 Antrakuinon

277.22 Antosianin

Sumber: Priyanti et al., 2018

Daun mahoni memiliki kandungan pigmen antosianin, tanin, klorofil,

flavonoid dan karotenoid. Kandungan paling besar terdapat pada pigmen tanin

dengan kadar sebesar 42,78% menghasilkan warna coklat, antosianin sebesar

7,17% menghasilkan warna orange, selanjutnya ada flavonoid dengan kadar

sebesar 0,71% menghasilkan warna merah maron, kemudian pada klorofil

memiliki kadar sebesar 0,31% menghasilkan warna hijau tua, dan kadar pigmen

terkecil terdapat pada karotenoid dengan kadar 0,18% menghasilkan warna merah

(Kumalasari, 2016).

2.3. Zat Pewarna

Tumbuhan penghasil warna alami dapat diartikan sebagai tumbuhan yang

secara keseluruhan maupun salah satu bagiannya baik akar, kulit batang, helaian

daun, mahkota bunga, dan kulit buah dapat menghasilkan suatu zat warna tertentu

setelah melalui proses baik perebusan, perendaman, penghancuran maupun proses

lainnya. Pada umumnya zat warna diperoleh dari tumbuhan yang diambil dari

hutan atau sengaja ditanam, zat warna digunakan untuk mewarnai ukiran, patung,

makanan, anyaman dan tenunan (Waas, Totong & Purwanti, 2014).

Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari tumbuhan, hewan

atau sumber-sumber mineral (Visalakshi & Jawaharlal, 2013). Zat pewarna alami

dari tumbuhan terbukti menjadi alternatif penting untuk pewarnaan dalam industri

Page 20: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

7

tekstil. Anggota famili apocynaceae, meliaceae dan fabaceae memiliki nilai

ekonomi penting bagi industri tekstil (Wanyaman, Kiremire, Ogwok & Murumu

2011). Karena mengandung gabungan zat organik yang tidak jenuh berupa

khromofor sebagai pembawa warna. Kromofhor memiliki gugus azo, nitrosa,

nitro, dan gugus karbonil serta ausokrom sebagai pengikat antara warna dengan

serat seperti golongan kation dan anion (Satria & Suheryanto, 2016).

Zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu zat pewarna alami (ZPA) dan

zat pewarna sintetis (ZPS). Zat pewarna alami (ZPA) yang berasal dari bahan-

bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan. Zat pewarna sintetis

(ZPS), yaitu zat warna buatan atau sintetis dengan bahan dasar arang batu bara

atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatic

seperti benzene, naftalena, dan antrasena (Fitrihana, 2007).

Ekstrak mahkota bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) memberikan warna

merah, jingga, ungu, dan biru apabila dilarutkan (Hayati, Budi & Hermawan,

2012). Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) menghasilkan warna

merah (Wulaningrum, Sunarto & Alaudin, 2013) digunakan untuk pewarna kain

katun, menghasilkan warna coklat muda sampai coklat kemerahan (Manurung,

2012). Ekstrak kering daun mangga (Mangifera indica) memberikan warna

kuning kehijauan yang pada kain katun dengan ketahanan warna terhadap

pencucian termasuk dalam kategori “cukup baik” (3 - 4) (Pujilestari, 2015).

Salah satu tumbuhan laut yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai

bahan pewarna alami adalah mikroalga Spirulina platensis. Ekstraksi S.platensis

menggunakan pelarut asam asetat menghasilkan warna biru dengan absorbansi

maksimalnya 620 nm. Warna biru gelap yang muncul karena adanya kandungan

phycocyanin sebanyak 14% atau 1400 mg dalam 10 g Spirulina (Jos, Setyawan &

Setia, 2011).

Sumber pewarna alami lainnya berasal dari hewan. Sumber pewarna dari

sekresi moluska laut Murex telah lama dikenal dengan nama adalah Tyrian ungu

yang mampu dengan cepat memberi warna ungu pada kain. Produksi Tyrian ungu

ini sangat terbatas dan mahal harganya karena dibutuhkan ribuan kilogram

moluska untuk menghasilkan 1 g pewarna (Saxena & Raja, 2010).

Page 21: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

8

Pewarna tekstil lainnya didapatkan dari tubuh betina serangga Dactylopius

coccus yang hidup di kaktus (Saxena & Raja, 2010). Senyawa kimianya berupa

asam karminat yang dihasilkan oleh cochineal. Pewarna cochineal memproduksi

warna merah crimson yang tahan terhadap pencucian dan sinar matahari. Kermes

adalah pewarna alami lain dari hewan yang berasal dari serangga Kermes licis.

Pewarna ini telah dikenal sejak zaman dahulu sebagai pewarna serat kain, tetapi

lebih tidak tahan luntur jika dibandingkan dengan cochineal (Saxena & Raja,

2010).

Lac juga telah diketahui sebagai pewarna pada serat hewan, pewarna ini

diproduksi dari sekresi serangga Kerria lacca yang ditemukan di beberapa ranting

pohon di India dan wilayah Asia Tenggara (Saxena & Raja, 2014). Secara

tradisional, pewarna ini digunakan hanya untuk mewarnai serat hewan karena

memiliki afinitas yang bagus, dan sekarang ini pewarna tersebut digunakan oleh

banyak peneliti untuk mewarnai serat selulosa seperti kapas (Saxena & Raja,

2010).

2.4. Mordan

Mordan berasal dari bahasa latin, modere yang berarti mengikat. Mordan

merupakan zat khusus yang dapat meningkatkan daya ikat berbagai pewarnaan

pada kain. Penggunaan awal mordan berasal dari senyawa yang mengandung

bahan kimia antara lain krom, timah, tembaga, seng dan besi. Namun telah banyak

ditemukan mordan untuk pewarna alami seperti tawas, tunjung dan soda abu

sebagai alternatif yang digunakan sebagai mordan dalam pewarna tekstil

(Kusriniati, Setyowati & Achmad, 2008).

Mordan tawas (Al2(SO4)3) bersifat asam dapat digunakan sebagai zat

pembangkit warna pada proses pewarnaan batik. Tawas merupakan garam

rangkap sulfat, aluminium sufat berupa kristal putih, tembus cahaya, rasanya agak

asam kalau dijilat, bersifat menguatkan warna pada proses pewarnaan tetapi juga

dapat digunakan sebagai penjernih air (Mauliddin, 2011).

Mordan kapur (CaCO3) bersifat basa merupakan zat warna yang terlarut di

dalam larutan pewarna akan membentuk campuran dengan mordan kapur.

Campuran pewarna dan mordan kapur ini membentuk ikatan kompleks yang

terbentuk oleh ion logam mordan dan pewarna. Ikatan yang terjadi antara logam

Page 22: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

9

Ca2+ dengan senyawa pewarna adalah ikatan ionik. Satu elektron dari ion logam

Ca2+akan berikatan secara ionik dengan pewarna. Sedangkan satu elektron lainnya

akan berikatan ionik dengan molekul bahan (Hamid & Dasep, 2005).

Tunjung (FeSO4) bersifat asam merupakan jenis garam yang bersifat

higroskopis, artinya mudah menyerao uap air dari udara. Air akan terikat secara

kimia dalam molekul kristal. Senyawa yang mengandung air kristal disebut

senyawa hidrat (Mauliddin, 2011).Banyaknya molekul air kristal yang diikat oleh

kristal pada kristal tunjung dapat dilihat rumus kimia hidrat berikut :

FeSO4(S) .7H2O(S) FeSO4(S) + 7H2O(l)

Tunjung memiliki sifat-sifat antara lain larut dalam air, tidak dapat larut

dalam alkohol, tidak berbau dan beracun dan dapat menguap pada suhu 300ºC.

Penggunan tunjung sebagai bahan mordan aman bagi lingkungan, mudah didapat,

murah harganya serta terbukti dapat dipakai sebagai zat mordan (Ruwana, 2008).

2.5. Launder ometer dan Crockmeter

Launder ometer merupakan alat yang digunakan untuk uji tahan luntur

warna terhadap pencucian, memiliki 20 tabung bejana dengan kapasitas 1 sempel

kain uji didalam tabung bejana yang sudah dijahit dengan kain pelapis dan diberi

besi kelereng sebanyak 10 butir. Launder ometer (Gambar 3) Memiliki

maksimum suhu 95oC dengan dengan kecepatan putaran 2 rpm selama 45 menit

(Amallia, 2018).

Gambar 3. Launder ometer. A. Tampak luar; B. Tampak dalam

A B

Page 23: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

10

Crockmeter alat yang digunakan untuk gosokan kering dan basah pada uji

tahan luntur warna dan memiliki jari akrilik dengan diameter 1,5 cm yang

bergerak satu kali maju mundur sejauh 10 cm setiap kali putaran dengan tekanan

pada kain sebesar 900 g. Alat ini (Gambar 4) memiliki sisi besi yang berlubang

sebagai tempat bergeraknya jari akrilik yang dilapisi amplas untuk mencegah kain

bergeser selama pengujian (Amellia, 2018).

Gambar 4. Crockmeter

2.6. Bahan Tekstil

Jenis bahan tekstil yang diolah sedemikian rupa dengan menyilangkan

benang lusi dan benag pakan disebut kain. Kain memiliki serat yang dikategorikan

menjadi serat alam dan buatan (Poespo, 2009). Salah satu kain berserat alami

adalah katun yang terbuat dari serat kapas maupun yang sudah dikombinasikan

dengan serat buatan, diantaranya polyester (Poespo, 2009).

Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat alam adalah bahan-bahan yang

berasal dari serat alam contohnya sutera, wol, dan kapas (katun). Bahan-bahan

dari serat sintetis seperti polyester, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau

daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai

dengan zat warna alam. Bahan dari sutera umumnya memiliki afinitas paling

bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas (Fitrihana,

2007).

Bahan tekstil dari kain katun memiliki kelebihan diantaranya sifat yang kuat

dalam keadaan basah bertambah 25%, dapat menyerap air (higroskopis), tahan

panas setrika tinggi, dan tahan obat-obat kelantang (Ernawati, 2008). Selain itu

Page 24: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

11

kain katun dalam keadaan basah memiliki kemampuan menyerap warna dengan

baik, menyerap keringat, dan menarik panas tubuh (Poespo, 2009).

Kain katun memiliki beberapa kekurangan, yaitu tidak tahan terhadap asam

mineral dan asam organik, kurang kenyal sehingga mudah kusut, dapat susut saat

dicuci, dan harus disimpan dalam keadaan kering (Ernawati, 2008). Kain katun

juga mudah rusak oleh sinar matahari dan mudah lapuk oleh keadaan lingkungan

yang lembap (Poespo, 2009).

Kain katun memiliki beberapa motif anyaman, yaitu tenunan polos, keper,

dan satin. Anyaman merupakan faktor yang turut menentukan karakteristik suatu

kain. Oleh karena itu untuk keperluan melengkapi identifikasi kain perlu diketahui

konstruksi anyaman. Kain dibuat dengan prinsip penyilangan antara benang lusi

dan benang pakan (Suardiningsih, 2013).

2.7. Tumbuhan dalam Perspektif Islam

Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Allah yang

memiliki banyak sekali manfaat. Tumbuh-tumbuhan dapat memunculkan

beberapa zat untuk dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya, misalnya mulai

beberapa vitamin-vitamin, minyak dan masih banyak lainnya. Dalam firman-Nya

Allah menjelaskan (Hasnunidah & Suwand, 2016).

QS Al-an’am : 99

شيء فأخرجنا منه خضرا نخرج منه حبا متراكبا ومن وهو الذي أنزل من السماء ماء فأخرجنا به نبات كل

ان مشتبها وغير مت م يتون والر شابه انظروا إلى ثمره النخل من طلعها قنوان دانية وجنات من أعناب والز

لكم ليات لقوم يؤمنون إذا أثمر و ينعه إن في ذ

Artinya: “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami

tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan

dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari

tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma

mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami

keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.

Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)

kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda

(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.(QS Al-An’am: 99)

Page 25: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2019. Pangambilan sampel

kulit buah mahoni dilakukan di Taman Kedoya Elok Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Lokasi Taman berada di 6°11’07.3”S 106°45’42.1”E dapat dilihat pada Gambar 5.

Preparasi kain katun pada pewarna alami dilakukan di lokasi yang bertempat di Jl.

Pilar Baru RT. 04 RW.03 Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Penimbangan bobot kain dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah. Ketahanan warna terhadap pencucian dan gosokan dilaksanakan di

Laboratorium Kimia Unit Industri Kerajinan dan Tekstil Dinas Perindustrian dan

Energi Provinsi DKI Jakarta.

Gambar 5. Lokasi Pengambilan Sampel

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kompor gas,

bak/ember perendam bervolume 15 L, timbangan analitik, oven, batang pengaduk

60 cm, panci bervolume 15 L, alat penyaring, spidol permanent grey scale,

staining scale, laundry ometer dan crockmeter. Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain kain katun (siap celup) berukuran 100 x 100 cm,

kain penggosok kapas (dipotong menjadi 50 mm2), kain pelapis kapas dan wol

(berukuran 40 mm x 100 mm), kertas amplas, kulit buah mahoni (Swietenia

Page 26: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

13

macrophylla), pewarna tekstil (wantex), garam, sabun ECE, tawas, soda abu,

tunjung, akuades, air.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi

ekstrak rebusan pewarna alami yaitu sebanyak 12,5% dan 11,11%. Faktor kedua

adalah jenis kulit buah mahoni yaitu kulit buah mahoni kering dan segar. Faktor

ketiga adalah jenis mordan yaitu tanpa mordan, tawas dan tunjung. Jumlah

kombinasi dari ketiga faktor tersebut adalah 2x2x3= 12 dengan setiap kombinasi

diulang sebanyak 3 kali. Sehingga total unit percobaan adalanya 2x2x3x3= 36.

Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini yaitu kain katun dengan

pewarna sintetis.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Persiapan kain

Katun putih berukuran 100 cm x 100 cm dicuci dengan deterjen hingga

bersih dari noda dan kotoran, lalu dibilas dengan air bersih hingga air cucian tidak

berbusa. Kain katun dijemur hingga kering lalu diberi nomor untuk menandakan

kain yang nantinya akan digunakan pada premordan dan tanpa premordan. Setelah

kain diberi tanda lalu ditimbang bobot kain menggunakan timbangan digital

sebagai bobot awal.

Premordan pada kain katun mengacu pada Rini, Sugiarti & Riswati. (2011).

Tahap pertama adalah dengan mordan yang dibuat dari larutan tawas dan soda

abu. Adapun cara pembuatan, yaitu menyiapkan panci bervolume 15 L berisi

larutan tawas dan soda abu dengan takaran 70 g tawas + 50 g soda abu yang

dilarutkan dalam 9 L air untuk perlakuan air 9 L dan perlakuan 8 L air. Larutan

tersebut direbus hingga mendidih pada suhu 100ºC selama 60 menit. Tahap

selanjutnya adalah memasukkan kain katun yang sudah dicuci dengan deterjen

dan dijemur hingga kering dalam larutan tawas dan soda abu bersuhu 100ºC untuk

direndam selama 12 jam, kemudian dibilas dengan air sampai bersih, dikeringkan

dan ditimbang bobot kain menggunakan timbangan digital. Tahap kedua kain

katun tanpa mordan yang digunakan sebagai kontrol pada proses pewarnaan

Page 27: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

14

3.4.2. Pembuatan larutan ekstrak zat pewarna

Kulit buah mahoni kering dicacah hingga berukuran 1 cm. Masing-masing

cacahan sampel sebanyak 1 kg dari tanaman mahoni yang sudah kering

dimasukkan ke dalam 1 panci dan ditambahkan air sebanyak 8 L dan panci lain

dengan 1 kg kulit buah mahoni ditambahkan air sebanyak 9 L kemudian direbus

dengan suhu 100 °C selama 2 jam. Larutan ekstrak kemudian didiamkan selama

±12 jam dan disaring agar bersih dari kotoran atau sisa bahan.

Kulit buah mahoni segar dicacah hingga berukuran 1 cm, sebanyak 1 kg

dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan air sebanyak 9 L dan panci yang lain

dengan 1 kg kulit buah mahoni ditambah air 8 L kemudian direbus dengan suhu

100 oC selama 2 jam. Larutan ekstrak disaring kemudian didiamkan selama ± 12

jam. Pewarna sintetis sebanyak 5 g dimasukan kedalam panci ditambahkan 500

ml air kemudian direbus dengan suhu 100 °C selama 15 menit.

3.4.3. Pewarnaan kain

Pewarnaan kain alami mengacu pada (Rini et al., 2011) yang dapat

diaplikasikan pada kain katun. Kain yang sudah diberi mordan kemudian

dimasukkan ke dalam bak berisi larutan pewarna bersuhu 50 ºC secara perlahan

dan merata lalu dicelup selama ± 10 menit kemudian diangkat dan dijemur di

bawah sinar matahari selama 15 menit. Proses pencelupan warna dilakukan ± 30

kali sampai warna yang diinginkan tercapai.

Agar warna tidak luntur dan terkunci pada kain, perlu dilakukan fiksasi

dengan menggunakan larutan mordan. Larutan mordan yang digunakan pada

penelitian ini terdiri atas konsentrasi tawas 0,6 % dan 0,4 % tunjung. Konsentrasi

tawas 0,7 % dan 0,5% tunjung. Selanjutnya larutan-larutan tersebut didiamkan

selama 12 jam kemudian disaring. Larutan mordan tawas dan tunjung ditempatkan

dalam wadah yang berbeda-beda untuk setiap konsentrasinya.

Kain yang sudah diwarnai kemudian dicelupkan ke dalam larutan tawas untuk

tampilan warna lebih terang sedangkan kain yang dimasukkan ke dalam larutan

tunjung untuk mendapatkan tampilan warna lebih gelap. Kain yang sudah kering

ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital untuk membandingkan berat

sebelum dan sesudah fiksasi.

Page 28: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

15

Kain yang sudah dicuci dengan diterjen ditimbang sebagai bobot awal,

kemudian dimasukan kedalam panci yang berisi larutan pewarna dan dicelup

secara merata kemudian diangkat dan dijemur hingga setengah kering lalu dicelup

ke larutan mordan dan dikeringkan hingga kering. Kain yang sudah terwarnai lalu

ditimbang menggunakan timbangan digital sebagai bobot akhir.

3.4.4. Penilaian ketahanan luntur warna

Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan mengamati adanya

perubahan warna asli dari kain katun yang sudah diberi warna yaitu tidak

berubah, ada perubahan sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama

sekali (Tabel 2). Penilaian terhadap perubahan warna yang terjadi juga dilakukan

pada penodaan warna terhadap kain pelapis.

Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan membandingkan

perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar

yang dikenal adalah standar yang dikeluarkan oleh International Standar

Organization (ISO), yaitu standar gray scale untuk menilai perubahan warna

contoh uji dan standar staining scale untuk menilai penodaan warna pada kain

putih.

Standar skala abu-abu (Tabel 3) digunakan untuk menilai perubahan warna

pada uji tahan luntur warna. Nilai skala abu- abu menentukan tingkat perbedaan

atau kekontrasan warna dari tingkat terendah sampai tertinggi. Tingkat nilai

tersebut adalah 5, 4, 3, 2, dan 1. Standar skala penodaan (Tabel 4) dipakai untuk

menilai penodaan warna pada kain putih yang digunakan dalam menentukan tahan

luntur warna. Seperti pada standar skala abu-abu, penilaian penodaan pada kain

adalah 5, 4, 3, 2, dan 1 yang menyatakan perbedaan penodaan terkecil sampai

terbesar. Juga berlaku nilai antara angka-angka tersebut. Standar skala penodaan

terdiri dari sepasang lempeng standar putih dan delapan lempeng standar putih

dan abu- abu, yang tiap pasang menunjukkan perbedaan atau kekonstrasan warna

yang sesuai dengan nilai penodaan warna.

Page 29: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

16

Tabel 2. Kriteria penilaian kualitatif

Nilai Perubahan sifat

1 Terjadi perbedaan warna yang sangat berbeda dengan contoh

asli

1-2 Perbedaan warna contoh uji cukup berbeda dengan contoh

asli

2 Kekontrasan contoh uji dengan contoh asli cukup signifikan

2-3 Kekontrasan contoh uji dengan contoh asli cukup mencolok

3 Terjadi pengurangan ketuaan warna lebih signifikan

3-4 Ketuaan warna berkurang cukup signifikan

4 Ketuaan warna berkurang tetapi tidak terlalu mencolok

4-5 Berkurangnya ketuaan warna tidak signifikan

5 Tidak ada perbedaan antara contoh yang diuji dengan contoh

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2010

Tabel 3. Skala abu-abu (gray scale) untuk penilaian perubahan warna

No Nilai Tahan

Luntur

Perbedaan

CIELAB

Toleransi Kategori

1 5 0 0,2 Sangat baik

2 (4-5) 0,8 ± 0,2 Sangat baik

3 4 1,7 ± 0,3 Baik

4 (3-4) 2,5 ± 0,35 Cukup baik

5 3 3,4 ± 0,4 Cukup

6 (2-3) 4,8 ± 0,5 Kurang

7 2 6,8 ± 0,6 Kurang

8 (2-1) 9,6 ± 0,7 Jelek

9 1 13,6 ± 1,0 Jelek

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2010

Tabel 4. Skala penodaan (staining scale) untuk penilaian penodaan warna

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2010

No Nilai Tahan

Luntur

Perbedaan

CIELAB

Toleransi Kategori

1 5 0 0,2 Sangat baik

2 (4-5) 2,2 ± 0,3 Sangat baik

3 4 4,3 ± 0,3 Baik

4 (3-4) 6,0 ± 0,4 Cukup baik

5 3 8,5 ± 0,5 Cukup

6 (2-3) 12,0 ± 0,7 Kurang

7 2 16,9 ± 1,0 Kurang

8 (2-1) 24,0 ± 1,5 Jelek

9 1 34,1 ± 2,0 Jelek

Page 30: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

17

3.4.5. Uji ketahanan warna terhadap gosokan

Menurut standar SNI ISO 105-X12:2010, kain uji dan kain penggosok

dikondisikan sekurang-kurangnya empat jam dalam suhu ruangan (20 ± 2)º C dan

kelembaban relatif (65 ± 2)% dengan meletakkan contoh uji dan kain penggosok

secara terpisah pada kasa atau rak berlubang-lubang. Kain penggosok kapas yang

dipakai adalah yang dikanji, dikelantang, tanpa penyempurnaan (berukuran 50

mm2) dan digunakan kertas amplas pada bagian bawah kertas uji bertujuan untuk

mengurangi pergeseran contoh uji pada saat uji gosokan. Prosedur untuk gosokan

kering dengan diletakkan kain penggosok yang telah dikondisikan, ratakan

sepanjang ujung jari crockmeter dengan tenunan sejajar kearah jari penggosok.

Pada kecepatan satu putaran per detik, gosok maju dan mundur dalam garis lurus

20 kali di sepanjang jalur dengan panjang (104 ± 3 mm) pada contoh uji kering

atau 10 kali maju dan 10 kali mundur, dengan gaya ke bawah (9 ± 0,2) N. Ambil

contoh uji dan kondisikan seperti dalam keterangan diatas. Singkirkan setiap

bahan berserat asing yang mungkin mengganggu penelitian.

Gambar 6. Gosokan Basah, Kering dan Pencucian. A. Hasil grey scale gosokan

kering; B. Hasil grey scale gosokan basah; C. Hasil staining scale

penodaan; D. Staining scale; E. Grey scale; 1. kain pelapis; 2.

penodaan pada kain pelapis; 3. kain uji sebelum pencucian; 4; kain uji

setelah pencucian.

Prosedur gosokan basah dilakukan dengan disiapkan kain penggosok

dengan menimbang sepotong kain yang dikondisikan, kemudian direndam dalam

akuades secara menyeluruh dan ditimbang kembali untuk memastikan penyerapan

air 95 sampai 100%. Prosedur gosokan basah sama seperti gosokan kering lalu

dikeringkan kain contoh uji dengan cara diangin-anginkan (Gambar 6).

D E

1

2 B C

1

2

1

2 A

Page 31: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

18

3.4.6 Uji ketahanan warna terhadap pencucian rumah tangga dan komersial

Menurut standar SNI ISO 105-C06:2010 tentang cara uji tahan luntur warna

terhadap pencucian rumah tangga dan komersial, disiapkan contoh uji berukuran

40 mm x 100 mm yang ditempelkan pada sehelai kain pelapis kapas dan wol juga

dengan ukuran 40 mm x 100 mm, selanjutnya kain pelapis kapas dan wol dijahit

pada salah satu sisi pendek sehingga permukaan kain pelapis kapas dan wol

berhadapan dengan permukaan contoh uji.

Uji pencucian pada suhu 40º C dilakukan dengan disiapkan larutan pencuci

dengan melarutkan 4 g sabun ECE dalam 1 L air. Ditambahkan kedalam masing-

masing tabung larutan pencuci sebanyak 150 mL. Diatur suhu sampai 40ºC ± 2

dan kemudian dimasukkan contoh uji bersama-sama sejumlah 10 kelereng baja.

Ditutup tabung dan dijalankan mesin pada suhu 40ºC dan 45 menit. Diambil

contoh uji beserta kain pelapis pada akhir pengujian, dibilas 2 kali masing-masing

dalam 100 mL air grade 3 pada suhu 40º C selama 1 menit. Diperas kelebihan air

dari contoh uji dan kain pelapis. Kemudian, contoh uji dikeringkan dengan

menggantungnya di udara pada suhu tidak lebih dari 60ºC dengan bagian yang

menempel hanya pada garis jahitan. Dilakukan penilaian perubahan warna contoh

uji dan nilai penodaan warna pada kain pelapis menggunakan standar skala abu-

abu staining scale dan nilai perubahan warna menggunakan skala abu-abu grey

scale.

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh bobot akhir yang sudah ditimbang pada tiap kombinasi

perlakuan (konsentrasi ekstrak, jenis kulit buah dan jenis mordan) dan kontrol

negatif (pewarna sintetis) hasilnya akan dianalisis dengan program SPSS Two

Way ANNOVA jika hasil berbeda nyata maka diuji lanjut dengan uji Duncan.

Page 32: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Kulit Buah Mahoni

Zat pewarna alami pada penelitian ini menggunakan ekstrak buah manohi

segar dan kering dengan dua komposisi berbeda yaitu konsentrasi 11,1% dan

konsentrasi 12,5% (Gambar 7). Hasil ekstraksi kulit buah mahoni segar dan

kering merperlihatkan warna merah kecoklatan dengan arah warna yang sama.

Warna merah pada kulit buah mahoni diduga berasal dari senyawa rubiadin

(Haque, Khan, Razzaque, Khatun, Chakraborty & Alam 2013). Ekstrak kulit buah

mahoni 11,1% dan 12,5% menunjukkan perbedaan ketebalan warna. Ekstrak kulit

buah mahoni 11,1% memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan

ekstrak kulit buah mahoni 12,5%. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan

volume pelarut antar kedua konsentrasi. Semakin tingginya rasio volume pelarut

dan berat sampel pada ekstraksi konvensional, dapat meningkatkan kekentalan

dari larutan yang dihasilkan (Cahyani & Novidayasa, 2016).

Gambar 7. Ekstrak larutan kulit buah mahoni. A. Ekstrak larutan kulit buah

mahoni kering; B. Ekstrak larutan kulit buah mahoni segar; C. Ekstrak

kulit buah mahoni 11,1%; D. Ekstrak kulit buah mahoni 12,5%;

C D

A B

Page 33: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

20

4.2. Ketahanan Warna Terhadap Gosokan Kering

Uji gosokan kering dilakukan menggunakan crockmeter menurut SNI ISO

105-X12:2012. Hasil uji gosokan kering menunjukkan hasil “baik” (4) pada kain

dengan pewarna kulit buah mahoni kering dan segar (Tabel 5). Pewarnaan pada

kain yang ditambahkan dua jenis mordan yaitu tawas dan tunjung sebagai

pengikat warna juga menghasilkan nilai warna yang sama seperti pewarna kulit

buah mahoni tanpa menggunakan mordan. Penelitian Yakazaki (2015)

menyebutkan terdapat senyawa (+)-catechin dan (-)-epicatechin pada hasil

ekstraksi pewarna dari pohon mahoni. Kedua senyawa termasuk dalam kelompok

tanin. Tanin memiliki peran sebagai mordan pada tekstil. Tanin dalam ekstrak

pewarna alami memiliki gugus fenil hidroksil yang memungkinkan tanin untuk

membentuk ikatan silang yang efektif antara protein dan makromolekul lain yang

ada dalam serat tekstil (Ammayappan & Moses, 2007). Hal ini yang menyebabkan

kain dengan pewarna ekstrak kulit buah mahoni tanpa mordan memiliki nilai

ketahanan warna yang sama dengan pewarna yang ditambahkan mordan tawas

dan tunjung.

Berdasarkan Nilai uji gosokan kering dari penelitian ini lebih bagus karena

dengan konsentrasi yang lebih rendah pada konsentrasi rendah mampu

menghasilkan nilai bernilai “baik” sampai “sangat baik”, hal ini berbanding

terbalik dengan penelitian Paryanto, Adrian dan Nurcahyanti, 2018 menunjukkan

bahwa ekstrak kulit kayu mahoni dan pelarut air dan menggunakan mordan kapur

dan tunjung (5 %) pada kain katun menghasilkan nilai “cukup” dan “cukup baik”.

Hasil ini sekaligus menjadi gambaran bahwa dengan konsentrasi mordan yang

rendah dapat mempertahankan warna dengan baik, sehingga dapat menekan

penggunaan mordan.

Nilai uji ketahanan warna untuk konsentrasi 12,5% dengan mordan tawas

0,5% tunjung 0,7% menunjukan hasil “baik” dengan nilai (4). Penelitian Priyanti

et al. (2018) menggunakan konsentrasi 10% pada kain katun menghasilkan

ketahanan warna “cukup baik” (3-4). Hal ini menyatakan bahwa konsentrasi

11,11% dan 12,5% merupakan konsentrasi optimum untuk ketahanan warna

terhadap uji gosokan kering. Hasil ketahanan warna pada kontrol negatif yaitu

menggunakan pewarna sintesis masih lebih baik dibandingkan dengan pewarna

alami ekstrak kulit buah mahoni.

Page 34: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

21

Tabel 5. Hasil uji ketahanan zat warna terhadap gosokan kering

Konsentrasi

Ekstrak

Jenis

sampel

Mordan Nilai Kategori Gambar

11,1%

Kering

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

Segar

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

12,5%

Kering

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

Segar

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

1%

Sintetis

Kontrol

4-5

Sangat

Baik

Tawas

4-5

Sangat

Baik

Tunjung

4-5

Sangat

Baik

Page 35: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

22

4.3. Ketahanan Warna Terhadap Gosokan Basah

Hasil gosokan basah pada Tabel 6 terlihat bahwa ketahanan luntur warna

terhadap gosokan basah pada umumnya bernilai “cukup” (3) sampai “baik” (4).

Hasil uji gosok basah lebih rendah bila dibandingkan dengan gosok kering. Hal

ini disebabkan zat warna ikut terbawa oleh medium air (Wijana, Dewi, Dwi &

Setyowati, 2015). Selain itu, air juga menyebabkan penggembungan pada serat

sehingga molekul zat warna akan lebih mudah keluar saat penggosokan (Wijana et

al., 2016). Nilai tahan luntur warna pada kain pelapis gosokan basah lebih rendah

dibandingkan gosokan kering disebabkan juga oleh adanya penambahan molekul

air pada saat pengujian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai gosokan basah pada konsentrasi

12,5% lebih tinggi dibandingkan konsentrasi 11,1% yaitu “cukup baik” (3-4)

sampai “baik” (4). Hasil ini sekaligus menjadi gambaran bahwa dengan perlakuan

air lebih rendah mampu mempertahankan warna dengan baik, sehingga dapat

dijadikan arahan dalam menggunakan kulit buah mahoni sebagai pewarna alami.

Hasil menunjukkan pewarna menggunakan tawas pada konsentrasi 12,5% lebih

baik dibandingkan pewarna tanpa mordan dan pewarna menggunakan tunjung

menunjukkan kategori “cukup” (3) sampai “cukup baik” (3-4). Hal tersebut

disebabkan konsentrasi tawas yang lebih tinggi sebesar 0,7% dibandingkan

dengan mordan tunjung dengan konsentrasi 0,5%.

Hasil terbaik pada uji gosokan basah adalah ekstrak kulit buah mahoni

dengan konsentrasi 12,5%. Semakin banyak zat aktif yang akan larut bersama

pelarut karena perbedaan konsentrasi yang cukup besar antara larutan zat aktif di

dalam sel dan di luar sel, maka larutan terpekat akan terdesak keluar sehingga

warna yang dihasilkan tidak mudah luntur (Failisnu & Sofyan, 2019).

Berdasarkan hasil uji gosokan basah pada ekstrak kulit buah mahoni, faktor

pendukung selain mordan juga tingkat ketuaan kulit kayu mahoni yang

menghasilkan tanin yang banyak (Hathway, 1958).

Page 36: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

23

Tabel 6. Hasil uji ketahanan zat warna terhadap gosokan basah

Konsentrasi

Ekstrak

Jenis sampel Mordan Nilai Kategori Gambar

11,1%

Kering

Kontrol

3

Cukup

Tawas

3

Cukup

Tunjung

3

Cukup

Segar

Kontrol

3

Cukup

Tawas

3

Cukup

Tunjung

3

Cukup

12,5%

Kering

Kontrol

3-4

Cukup baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

3-4

Cukup baik

Segar

Kontrol

3

Cukup

Tawas

4

Baik

Tunjung

3-4

Cukup baik

1%

Sintetis

Kontrol

4

Baik

Tawas

3-4

Cukup baik

Tunjung

3-4

Cukup baik

Page 37: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

24

4.4. Perubahan Warna Terhadap Pencucian Rumah Tangga dan Komersil

Hasil pengujian perubahan warna terhadap pencucian rumah tangga dan

komersil dengan cara uji menurut SNI ISO 105-X12:20012 meliputi perubahan

warna yang dapat dilihat pada Tabel 7. Ekstrak kulit buah mahoni pada komposisi

2 dengan mordan tawas dan tunjung menunjukkan hasil yang “cukup baik” (3-4).

Hal ini dikarenakan Semakin banyak zat aktif yang akan larut bersama pelarut

karena perbedaan konsentrasi yang cukup besar antara larutan zat aktif di dalam

sel dan di luar sel, maka larutan terpekat akan terdesak keluar (Wijana et al.,

2015) sehingga warna yang dihasilkan tidak mudah luntur.

Ekstrak kulit buah mahoni baik kontrol maupun dengan perlakuan

konsentrasi 11,1% menunjukkan nilai yang memenuhi syarat kualitas minimal

yakni 2-3 (Tabel 7). Ekstrak kulit buah mahoni konsentrasi 12,5% memenuhi

syarat kualitas minimal, dengan nilai grey scale “cukup” untuk perubahan warna

terhadap pencucian. Konsentrasi 11,1% dan konsentrasi 12,5% berpengaruh

terhadap ketahanan warna.

Hasil pengujian perubahan warna menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah

mahoni dengan perlakuan koonsentrasi 12,5% merupakan ekstrak terbaik karena

hasil yang ditunjukkan menunjukkan skala “cukup baik” (3-4) sampai “baik” (4)

(Tabel 7). Hasil terbaik yang ditunjukkan ekstrak kulit buah berasal dari

kandungan tannin dan flavonoid yang terdapat di dalamnya. Tanin dalam kulit

kayu kering di tanaman mengandung 2 - 40% (Vieira, Lelis, Silva, & Oliveira,

2011) sehingga sangat menguntungkan untuk penggunaan industri tekstil.

Semakin tua jaringan kulit kayu tanaman maka semakin banyak kandungan tannin

di kulit buahnya (Hathway, 1958) maka kandungan tannin dalam kulit buah

mahoni dapat dipengaruhi oleh umur jaringan kulit kayunya.

Fungsi biologi tanin dalam tanaman selain sebagai pewarna alami juga

sebagai allelopati dan antimikroba. Fungsi tersebut dikarenakan adanya ikatan

yang kuat dan kompleks antara tanin dengan sellulosa, pektin dan protein

(Haslam, 1989). Adanya penitipan ion besi melalui jalur kompleks kemungkinan

mekanisme yang melindungi fungsi tanin dalam tanaman (Haslam, 1989). Tanin

yang terkondensasi dalam kulit buah mahoni dapat berguna sebagai antimikroba

dengan cara menghambat akses degradasi mikroba terhadap sellulosa, pektin dan

protein struktural (Pamela & Zucker, 1983). Maka dari itu, adanya tannin dalam

Page 38: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

25

ekstrak kulit buah mahoni dapat menghambat proses deteriorasi bahan kain katun

oleh mikroba.

Tabel 7. Hasil pengujian perubahan warna terhadap pencucian rumah tangga dan

komersil

Konsentrasi

Ekstrak

Jenis

sampel

Mordan Nilai Kategori Gambar

11,1%

Kering

Kontrol 3

Cukup

Tawas 3

Cukup

Tunjung 3

Cukup

Segar

Kontrol 3

Cukup

Tawas 3

Cukup

Tunjung 3

Cukup

12,5%

Kering

Kontrol 3-4

Cukup baik

Tawas 4

Baik

Tunjung 3-4

Cukup baik

Segar

Kontrol 3-4

Cukup baik

Tawas 4

Baik

Tunjung 3-4

Cukup baik

1%

Sintetis

Kontrol 4

Baik

Tawas 4

Baik

Tunjung 4

Baik

Page 39: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

26

4.5. Penodaan Warna Pada Kain Pelapis Kapas dan Wol

Hasil pengujian penodaan warna pada kain pelapis kapas dan wol dengan

cara uji menurut SNI ISO 105-X12:20012 meliputi penodaan warna yang dapat

dilihat pada Tabel 8. Penentuan dua kain pelapis berserat tunggal yang digunakan

dalam penelitian ini sesuai SNI ISO 105-F:1985 dan SNI ISO 105-C06:2010 yang

menentukan kain pelapis pertama dan kedua untuk serat kapas adalah kain pelapis

kapas dan wol. Hal ini bertujuan untuk melihat penodaan pada kain pelapis akibat

zat warna yang luntur dari contoh uji.

Serat wol merupakan serat protein yang strukturnya berupa polipeptida.

Gugus amina (-NH2) dan karboksil (-COOH) pada serat protein merupakan gugus

fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan ion zat warna (Widyasari,

2015). Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman Gossypium sp. yang

tersusun atas selulosa (C6H10O5) hasil dari kondensasi molekul glukosa (C6H12O6)

yang setiap molekulnya terdapat 3 gugus reaktif hidroksil (-OH) yang mempunyai

kemampuan untuk mengikat mol air atau zat warna (Rosyida & Zulfiya, 2013).

Sehingga keduanya dijadikan kain pelapis yang menguji kelunturan warna untuk

melihat tingkat penodaannya.

Sifat tahan luntur warna pencucian ditentukan oleh kuat lemahnya ikatan

yang terjadi antara serat dan zat warna (Hasanudin, Hasyim & Shuhaimi, 2012).

Zat warna pada contoh uji akan diserang oleh zat kimia dan gerakan mekanik dari

kelereng baja, apabila ikatan antara zat pewarna dan serat kuat maka zat warna

tidak akan luntur (Hasanudin et al., 2012).

Hasil pengujian penodaan baik pada kain pelapis kapas maupun wol

termasuk ke dalam kategori “baik” (4) sampai “sangat baik” (4-5). Berdasarkan

Tabel 8 terlihat bahwa tidak ada perbedaan antara ketahanan luntur warna dengan

mordan maupun ketahanan luntur warna tanpa mordan, hal ini disebabkan zat

warna pada sampel yang terkandung dalam larutan pewarna alam selama proses

pewarnaan berlangsung dapat masuk ke dalam serat, berikatan dan membentuk

senyawa kompleks dan mengendap dalam serat selulosa. Hal ini akan

menyebabkan zat warna tidak mudah keluar dari serat dan melunturi kain pelapis

saat dilakukan uji penodaan warna.

Page 40: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

27

Tabel 8. Hasil pengujian warna pada kain pelapis kapas

Konsentrasi

Ekstrak

Jenis

sampel

Mordan Nilai Kategori Gambar

11,11%

Kering

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

Segar

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

12,5%

Kering

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

Segar

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

1%

Sintetis

Kontrol

4

Baik

Tawas

4

Baik

Tunjung

4

Baik

Faktor lain yang mendukung hasil uji penodaan adalah telah sempurnanya

proses pencucian/penyabunan setelah proses pencelupan dilakukan. Sisa-sisa zat

warna yang hanya menempel pada permukaan serat telah terlepas pada proses

pencucian sebelumnya, sehingga pada saat dilakukan uji penodaan warna pada

kain pelapis sudah tidak ada lagi zat warna yang keluar dari serat dan melunturi

kain pelapis (Rosyida & Achadi, 2014).

Berdasarkan pengamatan, kain katun menyerap warna dengan sangat kuat

sehingga terlihat warnanya cukup tua, hal ini dikarenakan serat polipeptida seperti

Page 41: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

28

woll dan kapas merupakan media yang terbaik untuk pewarnaan dengan pewarna

alami karena tingginya kandungan gugus polar yang berikatan dengan pewarna

alami secara mudah, hal inilah yang menyebabkan nilai ketahanan penodaan

luntur warna tinggi (Ismawati, Retnowati & Sutrisno, 2015).

Tabel 9. Hasil pengujian warna pada kain pelapis wol

Konsentrasi

Ekstrak

Jenis sampel Mordan Nilai Kategori Gambar

11,1%

Kering

Kontrol 4 Baik

Tawas 4 Baik

Tunjung 4 Baik

Segar

Kontrol 4 Baik

Tawas 4 Baik

Tunjung 4 Baik

12,5%

Kering

Kontrol 4 Baik

Tawas 4 Baik

Tunjung 4 Baik

Segar

Kontrol 4 Baik

Tawas 4 Baik

Tunjung 4 Baik

1%

Sintetis

Kontrol 4 Baik

Tawas 4 Baik

Tunjung 4 Baik

Page 42: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

29

Tahapan fiksasi juga turut menentukan kualitas ketahanan luntur warna.

Bahan fiksasi yang digunakan antara lain: tawas (Al2(SO4)3 dan tunjung (FeSO4).

Bahan fiksasi tersebut dipilih karena harga yang terjangkau, kelompok garam dan

mudah didapat. Zat warna alam merupakan zat warna yang memerlukan

penggabungan dengan kompleks garam, sehingga akan memperbaiki ketahanan

luntur dari pewarna alam tersebut (Hidayah, 2016).

Mordan merupan zat kimia yang mengandung logam almunium, timah,

tembaga, seng dan besi (Kusriniati et al., 2008). Keuntungan menggunakan

mordan dalam konsentraasi tinggi adalah kemampuan mengunci atau mengikat

warna lebih baik (Hidayah, 2016). Mordan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tawas (Al2(SO4)3 dan tunjung (FeSO4) dengan komposisi 1 tawas 0,7%,

tunjung 0,4% dan komposisi 2 tawas 0,7% dan tunjung 0,5%.

4.6. Ekspresi Warna pada Kain Katun

Berdasarkan hasil pencelupan, terdapat variasi warna yang ditimbulkan oleh

kain katun tanpa perlakuan modan maupun dengan perlakuan mordan. Secara

umum, keempat jenis zat warna alam mempunyai arah warna yang berbeda sesuai

dengan perlakuannya. Secara organoleptik, warna dari masing-masing perlakuan

sebelum fiksasi adalah, coklat muda untuk kulit buah mahoni dengan volume air 9

L, coklat kemerahan untuk kulit buah mahoni dengan volume air 8 L.

Hasil pencelupan kedua jenis ekstrak zat warna alam (Gambar 8) dengan

komposisi 1 tawas 0,7% dan tunjung 0,4%, komposisi 2 tawas 0,7% dan tunjung

0,5% serta pewarna sintetik sebagai pembanding tawas 10% dan tunjung 7%.

Secara umum, kain katun dengan perlakuan tunjung sesuai hasil penelitian yang

dilakukan memiliki arah warna yang paling gelap, sementara tawas dan kapur

menghasilkan arah warna yang paling muda. Hal tersebut disebabkan pada proses

pencelupan terjadi reaksi antara tannin pada sampel dengan logam Fe2+ dari bahan

fiksasi tunjung, Al2+ dari bahan fiksasi tawas dan Ca2+ dari kapur. Faktor lain

yang mendukung ekspresi zat warna pada kain katun adalah perlakuan sampel

yang dicacah menjadi ukuran 1 cm, hal ini berhubungan dengan luasnya

permukaan yang berakibat pada banyaknya zat warna yang dihasilkan. Morfologi

dari sampel tidak berakibat langsung pada banyaknya zat warna, disebabkan

Page 43: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

30

karena setiap organ tumbuhan memiliki zat warna alami yang dihasilkan sendiri

(Gurses, Acikyildiz, Gunes, & Gurses, 2016).

Gambar 8. Kain Katun Terwarnai. A. Kain katun mordan tunjung 0,4% kulit buah

mahoni kering ; B. Kain katun mordan tunjung 0,4% kulit buah

mahoni segar; C. Kain katun kulit buah mahoni kering dengan mordan

tawas 0,6%; D. Kain katun kulit buah mahoni segar dengan mordan

tawas 0.6%; E. Kain katun kulit buah mahoni kering dengan mordan

tunjung 0,5%; F. Kain katun kulit buah mahoni segar dengan mordan

tunjung 0,5%; G. Kain katun kulit buah mahoni kering dengan mordan

tawas 0,7%; H. Kain katun kulit buah mahoni segar dengan mordan

tawas 0,7%; I. Kain katun sintetis dengan mordan tunjung 7,4%; J.

Kain katun sintetis dengan mordan tawas 10,7%; K. kain katun tanpa

mordan sintetis 0,1%; L. Kain katun tanpa mordan dengan kulit buah

mahoni kering M. Kain katun tanpa mordan dengan kulit buah mahoni

segar

Pengaruh suhu dalam proses pewarnaan pada pencelupan kain juga sangat

berpengaruh, dimana dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu

yang lebih tinggi akan lebih sedikit terserap bila dibandingkan dengan suhu yang

rendah. Akan tetapi dalam prakteknya keadaan setimbang tersebut sukar dapat

dicapai sehingga pada umumnya pencelupan memerlukan pemanasan untuk

mempercepat pemanasan yaitu berkisar 40 - 50 ºC (Hasanudin & Suwand, 2012).

Banyaknya kandungan zat warna pada sempel juga mempengaruhi

ekspresi pada kain katun. Penelitian Prayitno & Nurimaniwati, (2003)

B

A B C D

E F G H

I J K L M

Page 44: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

31

menunjukkan bahwa dalam 400 g serbuk kulit kayu mahoni dengan pelarut 4.000

ml diperoleh serbuk zat pewarna sebesar 9,2597 g. Berdasarkan penelitian di atas,

dapat diasumsikan ekstrak zat warna sampel yang larut di dalam air cukup banyak

dan larutan berwarna pekat, mengingat berat sampel yang digunakan sebesar 1 kg

dengan pelarut 9 L dan 8 L sehingga jumlah kandungan zat warna nya

diestimasikan melebihi hasil penelitian diatas. Pekatnya ekstrak larutan dapat

mempengaruhi arah warna pencelupan kain.

4.7. Penyerapan Kain dengan Zat Pewarna

Kain katun yang berwarna putih akan mengalami perubahan warna setelah

dicelupkan dengan ekstrak pewarna alami dan pewarna sintetis. Hal tersebut

menandakan bahwa kain katun yang diberikan ekstrak pewarna akan mengalami

penambahan bobot karena kemampuan kain katun dalam menyerap air (Ernawati,

2008).

Berdasarkan hasil uji dengan 45 perlakuan pada konsentrasi ekstrak bobot

kain awal dan bobot akhir (Gambar 9), bobot awal dan bobot akhir (Gambar 9)

menggambarkan grafik dengan pola yang mirip pada ketiga konsentrasi ekstrak.

Terlihat dari grafik, peningkatan penyerapan air terjadi pada bobot akhir yang

mengindikasikan pewarnaan dan mordan terserap kedalam kain katun.

Gambar 9. Grafik perbandingan bobot kain awal dengan bobot kain akhir

Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan kain katun dalam menyerap

zat pewarna pada perlakuan mordan tawas dan tujung, jenis sampel dan jenis

mordan menghasilkan nilai 3,8 g. Penelitian Mariance Thomas, Manurung, &

120,8121,8122,8123,8124,8125,8126,8127,8128,8129,8

A1

B1

M1

A1

B1

M2

A1

B1

M3

A1

B2

M1

A1

B2

M2

A1

B2

M3

A2

B1

M1

A2

B1

M2

A2

B1

M3

A2

B2

M1

A2

B2

M2

A2

B2

M3

A3

B3

M1

A3

B3

M2

A3

B3

M3

A1

B1

M1

A1

B1

M2

A1

B1

M3

A1

B2

M1

A1

B2

M2

A1

B2

M3

A2

B1

M1

A2

B1

M2

A2

B1

M3

A2

B2

M1

A2

B2

M2

A2

B2

M3

A3

B3

M1

A3

B3

M2

A3

B3

M3

A1

B1

M1

A1

B1

M2

A1

B1

M3

A1

B2

M1

A1

B2

M2

A1

B2

M3

A2

B1

M1

A2

B1

M2

A2

B1

M3

A2

B2

M1

A2

B2

M2

A2

B2

M3

A3

B3

M1

A3

B3

M2

A3

B3

M3

Gra

m

Perlakuan

Bobot awal Bobot akhir

Page 45: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

32

Raka Asih Astiti. (2013) mengukur bobot kain katun dalam mengadsorpsi zat

pewarna alami dari ekstrak akar kulit mengkudu dengan menghasilkan bobot kain

katun dengan nilai 0,06 g.

Peningkatan bobot kain katun sebelum dan sesudah diwarnai mencirikan

bahwa terdapat bahan pewarna yang mampu terserap dan terikat ke dalam pori-

pori kain (M. Thomas, Manurung, & Asih, 2008). Gugus OH- yang terdapat pada

selulosa kain katun mampu membentuk ikatan hidrogen dari zat warna. Ikatan

hidrogen yang terbentuk mempunyai sifat lemah dan mudah putus, maka agar

pewarna alami tidak mudah luntur perlu dilakuakan penambahan mordan dalam

proses pewarnaan (Thomas et al., 2008).

Berdasarkan hasil uji ANNOVA dapat diketahui bahwa interaksi antara

konsentrasi ekstrak, sempel dan mordan memiliki nilai signifikansi (Sig.) lebih

besar dari (0,05) (Lampiran 2). Nilai (P>0,05) berarti tidak berbeda nyata atau

tidak terdapat pengaruh terhadap bobot kain akhir. Namun terdapat perbedaan

yang nyata antara perlakuan mordan dengan bobot kain akhir (P<0,05) hal ini

dikarenakan mordan yang digunakan dalam perlakuan memakai konsentrasi yang

berbeda-beda dan jenis yang berbeda yaitu kontrol, tawas 0,6% dan 0,4%

kemudian tunjung 0,7% dan 0,5%.

4.8. Analisis Limbah Pewarna Tekstil

Sampel air limbah diambil dari air sisa pencelupan yang sudah dilakukan

penguncian dengan mordan tawas 0,6% dan 0,4% kemudian tunjung 0,7% dan

0,5%. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kadar logam Fe dan Al dari limbah

pewarna alami dengan menggunakan mordan.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Limbah Pencelupan

No Parameter Hasil Analisis Keputusan Mentri Negara

Lingkungan Hidup No 51 Tahun

1995

1 Fe 548 ppm 5 ppm

2 Al 6 ppm -

Hasil pengukuran limbah buangan pewarna alami dengan mordan

mengandung Fe dan Al yang melebihi ambang batas menurut KEP No

51/MENLH/10/1995. Analisis limbah melebihi ambang batas karena berasal dari

Page 46: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

33

larutan sisa pencelupan kain, bukan berasal dari limbah yang sudah tercampur

dengan komponen lain dan belum ada pengolahan sehingga logam fe dan al belum

terurai di lingkungan.

Kehadiran unsur besi (Fe) dalam air menyebabkan timbulnya rasa bau logam,

menimbulkan warna koloid merah (karat) dalam air akibat oksidasi oleh oksigen

terlarut dan dapat merupakan racun bagi manusia. Demikian juga kehadiran unsur

aluminium (Al) dapat menimbulkan gangguan neurologis pada manusia (Fajar,

Zul & Harry, 2013).

Page 47: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

34

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak kulit buah mahoni memiliki perbedaan dalam ketahanan zat warna

dibandingkan pewarna sintetis.

2. Tidak terdapat perbedaan ketahanan zat warna menggunakan kulit buah

mahoni kering dan kulit buah mahoni segar.

3. Mordan tawas 0,7% meningkatkan ketahanan zat warna dari kulit buah

mahoni.

4. Hasil signifikan ditunjukkan oleh perlakuan dengan mordan, di uji lanjut

dengan Duncan dimana mordan tawas dan tunjung lebih tinggi hasilnya

dibandingkan dengan kontrol.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang diberikan adalah

sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan kajian menggunakan mordan yang lebih rendah

konsentrasinya.

2. Perlu dilakukan variasi suhu dan waktu perendaman dengan mordan.

Page 48: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

35

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, C., & Sidiyasa, K. (2006). Model Pendugaan Biomassa Pohon

Mahoni (Swietenia macrophylla King) di Atas Permukaan Tanah. Jurnal

Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, 3(1), 80–87.

Amallia, R. (2018). Proses Ketahanan Zat Warna Alami Pada Bahan Batik

Dengan Beberapa Spesies. Universitas Ialam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Astuti, A. (2017). Biji Mahoni (Swietenia Mahagoni) Menurunkan Glukosa Darah

Pada Diabetes Melitus Tipe Ii. Jurnal Ipteks Terapan, 11(3), 187.

Ernawati. (2008). Tata busana jilid 1 untuk sekolah menengah kejuruan. In

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Failisnu, F., & S. Sofyan. (2019). Karakteristik Kain Batik Hasil Pewarnaan

Menggunakan Pewarna Alam Gambir (Uncaria Gambir Roxb.). proseding

Seminar Nasional II Hasil Litbangyasa Industri Palemban, 228–235.

Palembang.

Fajar, M., Zul, A., & Harry, A. (2013). Penentuan kadar unsur besi, kromium, dan

aluminium dalam air baku dan pada pengolahan air bersih di tanjung gading

dengan metode spektrofotometri serapan atom. Jurnal Saintia Kimia, 1(2),

01–03.

Fitrihana, N. (2007). Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam dari Tanaman di

Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Teksti. hal. 1–7.

Gurses, A., Acikyildiz, M., Gunes, K., & Gurses, M. . (2016). Dyes and

pigments:their structure and properties. SpringerBriefs in Green Chemistry

for Sustainability, 8(1), 13–29.

Hamid, T., & Dasep, M. (2005). Perubahan sifat fisika dan kimia kain sutera

akibat pewarna alami kulit akar pohon mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal

Teknolog, 2, 163–170.

Haque, M. A., Khan, G. M. A., Razzaque, S. M. A., Khatun, K., Chakraborty, A.

K., & Alam, M. S. (2013). Extraction of rubiadin dye from Swietenia

mahagoni and its dyeing characteristics onto silk fabric using metallic

mordants. Indian Journal of Fibre and Textile Research, 38(3), 280–284.

Hasanudin, K., Hasyim, P., & Shuhaimi, M. (2012). Corn Silk (Stigma maydis) in

Healthcare: A Phytochemical and Pharmalogical Review. Journal Molecules,

17(3), 9697–9715.

Haslam, E. (1989). Plant Pholyphenol: Vegetable Tannins Revisited. New York:

Press syndicate of University of Cambridge.

Hasnunidah, N., & Suwand, T. (2016). Fisiologi tumbuhan. Yogyakarta.

Hathway, D. . (1958). Experiments on the Origin of Oak-Bark Tannin.

Experiments on the Origin of Oak-Bark Tannin, 71(3), 533–537.

Page 49: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

36

Hayati, E. K., Budi, U. ., & Hermawan, R. (2012). Konsentrasi Total Senyawa

Antosianin Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) :

Pengaruh Temperatur dan Ph. Journal of Chemistry, 6(2), 138–147.

Hidayah, A. (2016). Perbandingan uji ketahanan gosok zat warna alam kulit

akasia gunung merapi (acacia decurrens) dengan akasia gunung merbabu

(acacia mangium) pada kain batik primisima. Universitas Negri Yogyakarta.

Ismawati, F., Retnowati, R., & Sutrisno. (2015). Fraksinasi ekstrak metanol daun

mangga kasturi (mangifera casturi kosterm) dengan pelarut n-butanol. Kimia

student journal, 1(1), 785–790.

Jos, B., Setyawan, P. ., & Satia, Y. (2011). Optimasi Ekstraksi dan Uji Stabilitas

Fikosianin dari Mikroalga. Teknik, 33(3), 187–192.

Kumalasari, V. (2016). Potensi daun ketapang, daun mahoni dan bunga

kecombrang sebagai alternatif pewarnaan kain batik yang ramah lingkungan.

Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 2(1), 62–70.

Kusriniati, D., Setyowati, E., & Achmad, U. (2008). Pemanfaatan Daun Sengon

(Albizia falcataria) sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan

Tawas dengan Konsentrasi yang Berbeda. Teknobuga, 1(1), 90–97.

Laili, M., & Suganda, L. (2015). Proses Ekstraksi Zat Warna Alami dari Limbah

Kayu Mahoni (Swietenia Macrophylla) Menggunakan Metode Solvent-

Extracion. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Manurung, M. (2012). Aplikasi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Sebagai Pewarna Alami pada Kain Katun Secara Pre-Mordanting. Jurnal

Kimia, 6(2), 183–190.

Maria Christina, P., Mu’nisatun, S., Saptaaji, R., & Djoko, M. (2007). Studi

Pendahuluan Mengenai Degradasi Zat Warna Azo (Metil Orange) dalam

Pelarut Air Menggunakan Mesin Berkas Elektron 340 keV/10 mA. JFN,

1(1), 31–44.

Mashudi, Susanto, M., & Baskorowati, L. (2016). Potensi Hutan Tanaman

Mahoni (Swietenia macrophylla King) Dalam Pengendalian Limpasan dan

Erosi. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(2), 259–265.

Mauliddin, K. . (2011). Kualitas Limbah Batik Pewarna Alami dan Toksisitas

Terhadap Larva Udang (Artemia salina). IPB.

Pamela S. Tolbert, & Zucker G. Lynne. (1983). Institutional Sources of Change in

the Formal Structure of Organizations: The Diffusion of Civil Service

Reform, 1880-1935. Administrative Science Quarterly, 3(1), 22–39.

Poespo, G. (2009). Pemilihan Bahan Tekstil. In kanisius. Yogyakarta.

Priyanti, Khairiah, A., Amallia, R., Rachma, F., Arifin, N., Fransiska, A., …

Maulana, A. (2018). Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Beberapa Tanaman

Peneduh Jalan Sebagai Pewarna Alami dengan Konsentrasi Mordan yang

Bervariasi. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta.

Page 50: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

37

Pujilestari, T. (2015). Sumber dan Pemanfataan Zat Warna Alam Untuk

Keperluan Industri. Dinamika Kerajinan dan Batik, 32(2), 93–106.

Purnomo, muh arif jati. (2004). Zat Pewarna Alam Sebagai Alternatif Zat Warna

yang Ramah Lingkungan. Jurnal Seni Rupa STSI Surakarta, 1(2), 57–61.

Rini, S., Sugiarti, & Riswati, M. . (2011). Pesona Warna AlamI Indonesia.

Jakarta: KEHATI.

Rosyida, A, & Zulfiya, A. (2013). Pewarnaan Bahan Tekstil dengan

Menggunakan Ekstrak Kayu Nangka dan Teknik Pewarnaannya untuk

Mendapatkan Hasil yang Optimal. Jurnal Rekayasa Proses, 7(2), 52–58.

Rosyida, Ainur, & Achadi W, D. (2014). Pemanfaatan Daun Jati Muda Untuk

Pewarnaan Kain Kapas Pada Suhu Kamar. Arena Tekstil, 29(2), 115–223.

Ruwana, I. (2008). Pengaruh Zat Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna pada

Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Menggunakan Zat Warna dari

Limbah Kayu Jati. Teknologi dan Kejuruan, 3(1), 75–86.

Samsi, A. . (2000). Analisis keragaman genetik pada tanaman mahoni daun besar

(Swietenia macrophylla King) di kebun benih parung panjang. Institut

Pertanian Bogor.

Satria, Y., & Suheryanto, D. (2016). Pengaruh Temperatur Ekstraksi Zat Warna

Alam Daun Jati Terhadap Kualitas Dan Arah Warna Pada Batik. Dinamika

Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah, 33(2), 101.

Saxena, S., & Raja, S. . (2010). Natural Dyes: Sources, Chemistry, Application

and Sustainability Issues. Textile Science and Clothing Technology, 10(2),

37–80.

Suardiningsih, D. (2013). Perbedaan kain katun dengan Poliester Pada busana

kuliah ditinjau dari aspek kenyamanan. Universitas Negeri Semarang.

Subagiyo, P. Y. (2008). Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik.

Diambil dari Studio Primastoria

Suhono, A. . (2010). Ensiklopedia Biologi Dunia Tumbuhan. Jakarta: PT. Lentera

Abadi.

Thomas, M., Manurung, M., & Asih, A. R. I. A. (2008). Pemanfaatan Zat

Pewarna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia) Pada

Kain Katun. Teknoboga, 7(2), 119–126.

Thomas, Mariance, Manurung, M., & Raka Asih Astiti, I. . (2013). Issn 1907-

9850. 119–126.

Vieira, M. C., Lelis, R. C. C., Silva, B. C. da, & Oliveira, G. de L. (2011). Tannin

Extraction From the Bark of Pinus oocarpa with Sodium Carbonate and

Sodium Bisulfite. Floresta e Ambiente, 18(1), 1–18.

Visalakshi, M., & Jawaharlal, M. (2013). Healthy Hues-Status and Implication in

Industries – Brief. Journal of Agriculture and Allied Sciences, 3(2), 42–51.

Page 51: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

38

Waas, R., Totong, M., & Purwanti, F. (2014). Bahan Pewarna Alami Kayu Asal

Kampung Mbenti Distrik Minyambouw Kabupaten Manokwari. Sekolah

Menengah Kejuruan Kehutanan Negeri Manokwari.

Wanyaman, P. A. G., Kiremire, B. T., Ogwok, P. Murumu, J. S. (2011).

Indigenous Plants in Uganda as Potential Sources of Textile Dyes. African

Journal of Plant Science, 5(1), 28–34.

Widyasari, D. N. (2015). Karakteristik Warna Benang Wol Domba Batur yang

Diberi Pewarna Alami. IPB.

Wijana, S., & Beauty Suestining Diyah Muhammad Adam. (2015). Pengaruh

Bahan Fiksasi terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori

Batik Hasil Pewarnaan Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia mahagoni L).

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI, 202–

210.

Wijana, S., Dewi, I. A., Dwi, E., & Setyowati, P. (2016). Aplikasi Pewarna Batik

pada Tenun dari Serat Daun Nanas (Kajian Proporsi Jenis Benang dan Jenis

Pewarna). Jurnal Teknologi Dan Management Agroindustri, 5(1), 30–38.

Wulaningrum, R. ., Sunarto, W., & Alauhdin, M. (2013). Pengaruh Asam Organik

dalam Ekstraksi Zat Warna Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana).

Indonesian Journal of Chemical Science, 2(2), 119–124.

Page 52: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

39

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Perlakuan

Keterangan:

U1: pengulangan pertama B3 : pewarna sintetik

U2: pengulangan kedua M1: kontrol

U3: pengulangan ketiga M2: mordan tunjung

A1: volume air perebusan kulit buah mahoni 8 L M3: mordan tawas

A2: volume air perebusan kulit buah mahoni 9 L

A3: volume air perebusan pewarna sintetik 2 L

B1: kulit buah mahoni oven

B2: kulit buah mahoni segar

U1 U2 U3

A2B1M2 A3B3M1 A1B2M2

A1B2M1 A1B2M3 A3B3M3

A3B3M3 A1B2M1 A2B1M3

A2B2M1 A2B1M2 A1B2M3

A1B1M2 A1B2M2 A1B2M1

A2B1M2 A3B3M3 A1B1M3

A1B1M1 A2B2M2 A2B1M1

A2B1M1 A2B2M1 A2B2M1

A1B1M3 A2B1M1 A3B3M1

A1B2M3 A1B1M1 A1B1M1

A2B2M3 A1B1M2 A3B3M2

A3B3M2 A2B1M2 A2B2M2

A3B3M1 A2B2M3 A2B1M2

A1B2M2 A1B1M3 A2B2M3

A2B2M2 A3B3M3 A1B1M2

Page 53: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

40

Lampiran 2. Hasil Uji Two Way Anova Bobot Kain

Sumber DB JK KT F Hitung F Tabel Sig.

Konsentrasi Ekstrak

1 0,694 0,694 1,118 4,06 0,296

Sampel 1 0,54 0,54 0,88 4,06 0,769 Mordan 2 8.018 8,018 6,457 3,23 0,004 Konsentrasi Ekstrak*Sampel

1 1,960 1,960 3,157 4,06 0,083

Konsentrasi Ekstrak*Mordan

2 0,961 0,480 0,774 3,23 0,468

Mordan*Sampel 2 0,67 0,34 0,54 3,23 0,947 Galat 41 25.457 0,621

Total 57 919901.680

bobotkainakhir

Duncana,b,c

mordan N

Subset

1 2

M1 15 126.347

M3 15 127.220

12 127.283

M2 15 127.340

Sig. 1.000 .707

Page 54: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

41

Lampiran 2. Rumus Konsentrasi Pelarut

Konsentrasi pelarut air 8 L

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑥 100%

1000

8000 100% = 12,5%

Konsentrasi pelarut air 9 L

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑥 100%

1000

9000 𝑥 100% = 11,1 %`

Konsentrasi pelarut air sintetis 500 g

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑥 100%

5

500 𝑥 100% = 1 %`

Page 55: OPTIMASI KETAHANAN ZAT WARNA DARI KULIT BUAH MAHONI ...

42

Lampiran 3. Rumus Konsentrasi Mordan

(Komposisi 1 persen tawas)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

60

60 + 9000 𝑥 100% = 0,6 %

(Komposisi 1 persen tunjung)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

40

40 + 9000 𝑥 100% = 0,4 %

(Komposis 2 persen tawas)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

60

60 + 8000 𝑥 100% = 0,7 %

(Komposisi 2 persen tunjung)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

40

40 + 8000 𝑥 100% = 0,5 %

(Komposisi 3 persen tawas)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

50

50 + 500 𝑥 100% = 9 %

(Komposisi 3 persen tunjung)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔)

𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) + 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔) 𝑥 100%

40

40 + 500 𝑥 100% = 7 %