Optimasi Pembuatan Tepung Jali (Coix lacryma-jobi L ......2 Pendahuluan Ketahanan pangan adalah...

41
2 Pendahuluan Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Kementerian Pertanian, 2013).Ketersediaan pangan di suatu negara terkadang dilakukan dengan cara mengimpor bahan pangan pokok dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan. Di Indonesia, nilai impor kebutuhan pangan relatif tinggi. Tingginya angka impor kebutuhan pangan pokok di Indonesia ini membuat Pemerintah melakukan program peningkatan ketahanan pangan. Tujuan dari program ketahanan pangan adalah meningkatkan ketersediaan pangan, mengembangkan diversifikasi pangan, mengembangkan kelembagaan pangan, dan mengembangkan usaha pengelolaan pangan (Departemen Pertanian, 2005). Ketahanan pangan di Indonesia menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan saat ini. Hingga saat ini Indonesia dikenal sebagai negara berkembang yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Namun, saat ini Indonesia justru menghadapi masalah serius dengan ketahanan pangan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, hingga April 2013 Indonesia mengimpor 167,51 juta kg beras; 897,35 juta kg jagung; 62,2 juta kg tepung terigu; dan 19,71 juta kg kentang(Ariyanti & Nurmayanti, 2013). Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA) pada Mei 2012, angka impor terigu Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan menembus 7,1 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 6,7 juta ton(Suhendra, 2012). Angka impor terigu di Indonesia yang meningkat ini mengindikasikan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih kurang, dibuktikan dari angka impor bahan pokok yang meningkat setiap tahunnya. Sadar akan kenyataan ini, Pemerintah dan para penelitimelakukan berbagai upaya agar bahan makanan pokok lokal yang selama ini ditinggalkan dapat diolah menjadi makanan pokok lagi, sehingga dapat mengurangi jumlah bahan makanan pokok yang diimpor. Penelitian yang sudah dikembangkan sebelumnya adalah pembuatan tepung

Transcript of Optimasi Pembuatan Tepung Jali (Coix lacryma-jobi L ......2 Pendahuluan Ketahanan pangan adalah...

  • 2

    Pendahuluan

    Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai

    dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

    maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

    bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup

    sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Kementerian Pertanian,

    2013).Ketersediaan pangan di suatu negara terkadang dilakukan dengan cara

    mengimpor bahan pangan pokok dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan.

    Di Indonesia, nilai impor kebutuhan pangan relatif tinggi. Tingginya angka impor

    kebutuhan pangan pokok di Indonesia ini membuat Pemerintah melakukan program

    peningkatan ketahanan pangan. Tujuan dari program ketahanan pangan adalah

    meningkatkan ketersediaan pangan, mengembangkan diversifikasi pangan,

    mengembangkan kelembagaan pangan, dan mengembangkan usaha pengelolaan pangan

    (Departemen Pertanian, 2005).

    Ketahanan pangan di Indonesia menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan

    saat ini. Hingga saat ini Indonesia dikenal sebagai negara berkembang yang mayoritas

    penduduknya berprofesi sebagai petani. Namun, saat ini Indonesia justru menghadapi

    masalah serius dengan ketahanan pangan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik

    (BPS) Indonesia, hingga April 2013 Indonesia mengimpor 167,51 juta kg beras; 897,35

    juta kg jagung; 62,2 juta kg tepung terigu; dan 19,71 juta kg kentang(Ariyanti &

    Nurmayanti, 2013). Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture

    (USDA) pada Mei 2012, angka impor terigu Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan

    menembus 7,1 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 6,7 juta

    ton(Suhendra, 2012). Angka impor terigu di Indonesia yang meningkat ini

    mengindikasikan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih kurang, dibuktikan dari

    angka impor bahan pokok yang meningkat setiap tahunnya.

    Sadar akan kenyataan ini, Pemerintah dan para penelitimelakukan berbagai upaya

    agar bahan makanan pokok lokal yang selama ini ditinggalkan dapat diolah menjadi

    makanan pokok lagi, sehingga dapat mengurangi jumlah bahan makanan pokok yang

    diimpor. Penelitian yang sudah dikembangkan sebelumnya adalah pembuatan tepung

  • 3

    gaplek (Hadinataria, 2011), tepung millet (Hartono, 2013), dan tepung sorgum

    (Puspaningsih, 2013) menjadi tepung pengganti terigu.

    Bahan makanan pokok lokal lainnya yang berpotensi menjadi bahan pengganti

    beras dan tepung terigu yang belum banyak diteliti adalah jali. Jali merupakan

    tumbuhan biji-bijian dari suku padi-padian. Menurut data yang dimiliki PROTA (Plant

    Resources of Tropical Africa), dalam 100 g jali yang sudah dibersihkan kulit arinya

    terdapat 11,6 g air, 14,8 g protein, 4,8 g lemak, 66,9 g karbohidrat, 1,5 g serat, 47 mg

    Ca, 254 mg P, 6 mg Fe, 0,26mg tiamin, 0,19 mg riboflavin, and 4,7 mg niasin (Leung

    dkk., 1968dalam Jansen, 2006).

    Potensi jali menjadi makanan pokok yang bergizi cukup besar, namun perlu

    diperhatikan kandunganasam amino-nya. Jali mengandung asam aminoasam aspartat

    (19,62 mg/g),alanin (3,92 mg/g), asam aminobutirat-γ (3,52 mg/g), asam glutamat (3,46

    mg/g), triptofan (3,18 mg/g), fenilalanin (3,14 mg/g), arginin, glisin+treonin, isoleusin,

    leusin, metionin, serin, tirosin, dan valin (Liang dkk., 2009). Asam amino

    padaserealiabiasanyadapatdilengkapidenganasam amino darikacang-kacangan. Salah

    satukacang-kacangan yang dapat digunakan untuk melengkapi asam amino jali adalah

    kedelai. Kedelai memiliki asam amino leusin, lisin, arginin, asam aspartat, asam

    glutamat, dan serin dalam jumlah yang cukup besar (Haliza dkk., 2007). Asam amino

    dalam kedelai ini dapat melengkapi asam amino esensial yang hanya terdapat dalam

    jumlah kecilpada jali, yaitu glisin. Selain itu, pengayaan asam amino juga dapat

    dilakukan melalui proses fermentasi. Penelitian yang dilakukan oleh Au dan Fields

    (1981) menunjukkan bahwa proses fermentasi pada tepung sorgum dapat memperbaiki

    keseimbangan asam amino dalam tepung sorgum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

    akan dilakukan modifikasi tepung jali dengan penambahan isolat protein kedelai yang

    kemudian difermentasi.

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Menentukan kondisi optimal modifikasi tepung jali.

    2. Membandingkan kadar gizi tepung jali termodifikasi yang optimal dengan SNI

    tepung terigu (SNI-3751:2009).

    3. Membandingkan asam amino tepung jali dan tepung jali termodifikasi.

  • 4

    4. Menguji potensi tepung jali termodifikasi sebagai pengganti tepung terigu dalam

    pembuatan mie.

    Metode Penelitian

    Waktu dan Tempat Pelaksanaan

    Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 hingga Juni 2014 di Laboratorium

    Kimia Pangan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana,

    Salatiga.

    Bahan dan Piranti

    Sampel jali yang digunakan diperoleh dari Parakan, Jawa Tengah, dan sampel

    kedelai yang digunakan didapatkan dari Grobogan, Jawa Tengah. Isolat murni

    Lactobacillus plantarum 3074 didapatkan dari Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas

    Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

    Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl (Oxoid, Inggris),HCl (J.T Baker,

    Amerika), H2SO4 (Panreac, Spanyol),dietil eter (teknis), MRS broth, pepton, asam

    borat, BSA (bovine serum albumin), metil merah, metil biru, MgCl2, CaSO4, NaOH,

    Na2SO4, CuSO4, anthrone, dan KNa-tartrat, yang semuanyadibelidari Merck, Jerman.

    Piranti yang digunakan adalah piranti gelas, drying cabinet, grinder, waterbath

    (Memmert WNB 14, Jerman), spektrofotometer (Optizen UV 2120, Korea Selatan),

    centrifuge (EBA 21 Hettich Zentrifugen, Jerman), moisture analyzer(Ohaus MB-25,

    Amerika), neraca (OhausTAJ602, Amerika; Ohaus PA214, Amerika), tanur (Vulcan A-

    550, Amerika), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Shimadzu LC10, Jepang).

    Optimasi Pembuatan Ekstrak protein kedelai(Adepoju etal., 2012 yang

    dimodifikasi)

    Ekstrak protein kedelai dibuat melalui proses pengendapan protein menggunakan

    garam (MgCl2 dan CaSO4) dan asam (asam sitrat, asam cuka, dan sari jeruk nipis),

    maupun garam dan asam yang dikombinasikan dengan basa (NaOH). Pengendapan

    dilakukan dengan menambahkan asam atau garam ke dalam susu kedelai. Setelah

  • 5

    didapatkan bahan pengendap yang menghasilkan rendemen yang cukup besar (asam

    sitrat), dicoba kembali mengendapkan pada pH yang berbeda menggunakan asam sitrat

    untuk menentukan pH optimal pada proses pengendapan. Proses pembuatan ekstrak

    protein kedelai yang digunakan untuk fortifikasi dilakukan pada pH 4,8.

    Optimasi Pembuatan Tepung Jali Termodifikasi (Hartono, 2013 yang

    dimodifikasi)

    Pembuatan tepung jali termodifikasi dibuat dari jali yang sudah dicuci kemudian

    dikeringkan lalu dihaluskan dengan grinder dan diayak. Tepung jali ditambah dengan

    1%, 2%, dan 3% ekstrak protein kedelai dan difermentasi dengan menggunakan

    L.plantarum dengan konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 0,75% selama 24, 36, dan 48 jam.

    Kadar protein terlarut tepung hasil fermentasi diukur menggunakan metode Biuret.

    Pengukuran Kadar Protein Terlarut dengan Metode Biuret (AOAC, 1995 yang

    dimodifikasi)

    Tepung jali hasil fermentasi ditimbang sebanyak 0,25 g dan ditambah 10mL

    NaOH 0,1M dan dipanaskan dalam waterbath bersuhu 90˚C selama 10 menit,

    didinginkan dan dipusingkan 6000rpm selama 10 menit. Supernatan yang ada diambil

    sebanyak 1mL dan ditambah 4mL reagen Biuret (0,15g CuSO4.5H2O + 0,6g KNa-tartrat

    dilarutkan menjadi 50mL + 30mL NaOH 10% dan digenapkan menjadi 100mL).

    Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang kemudian diukur absorbansinya

    pada panjang gelombang 550nm. Sebagai standar digunakan BSA dengan 6 variasi

    konsentrasi yang berkisar antara 1mg/mL – 10 mg/mL.

    Pengukuran Kadar Air Tepung Jali Termodifikasi

    Kadar air sampel diukur dengan menggunakan moisture analyzer Ohaus MB 25.

    Pengukuran kadar air dilakukan dengan memasukkan kurang lebih 1 g sampel ke dalam

    moisture analyzer.

    Pengukuran Kadar Abu Tepung Jali Termodifikasi (Sudarmadji dkk., 1984)

    Kadar abu dari sampel diukur menggunakan metode gravimetri, 1gsampel

    ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya kemudian dipijarkan

  • 6

    dalam furnace pada suhu 600°C - 700°C selama 4-5 jam hingga diperoleh abu berwarna

    putih, kemudian dibiarkan dingin dalam desikator kemudian ditimbang.

    Pengukuran Kadar Lemak Tepung Jali Termodifikasi (Sudarmadji dkk., 1984)

    Kadar lemak dari tepung jali termodifikasi diukur dengan menggunakan metode

    soxhlet. Sampel sebanyak 3-5 gram dibungkus dengan kertas saring kemudian

    dimasukan kedalam soxhlet dan diekstraksi lemaknya dengan pelarut dietil eter

    secukupnya selama kurang lebih 6 jam. Kolf yang berisi lemak dan pelarut kemudian

    diuapkan pelarutnya dan dimasukkan kedalam oven selama 1-2 jam, kemudian

    ditimbang dan dihitung kadar lemaknya.

    Pengukuran Kadar Karbohidrat Tepung Jali Termodifikasi (Gustiar, 2009 yang

    dimodifikasi)

    Sampel tepung jali ditimbang sebanyak 0,2 g kemudian ditambah 10mL HCl

    2,5M dan dihirolisis dalam waterbath bersuhu 80˚C selama 3 jam. Larutan dinetralkan

    dengan Na2CO3 padat hingga tidak muncul gelembung. Larutan kemudian diambil

    sebanyak 1mL dan ditambah 9mL aquadest. Jika larutan keruh dipusingkan selama 15

    menit dengan kecepatan 6000rpm. Setelah itu diambil 1mL supernatan dan ditambah

    dengan 4mL reagensia anthrone (0,1% anthrone dalam H2SO4 pekat). Larutan kemudian

    diinkubasi pada suhu 40˚C selama 8 menit. Setelah dingin larutan diukur absorbansinya

    pada panjang gelombang 630nm.

    Pengukuran Kadar Protein Total Metode Semi Mikro Kjeldahl (Sudarmadji dkk.,

    1984)

    Pengukuran kadar protein terlarut metode semi-mikro kjeldahl dilakukan dengan

    menimbang 1 gram sampel halus kedalam labu kjeldahl dan ditambahkan 10mL H2SO4

    pekat dan 5 gram Na2SO4. Sampel kemudian dipanaskan dengan api dalam lemari asam

    hingga larutan sampel menjadi jernih, kemudian dinginkan sampel. Sebelum melakukan

    proses distilasi disiapkan 25 mL asam borat jenuh yang sudah ditambah dengan

    indikator metil merah-metil biru dalam elenmeyer pada penampung distilat pada alat

    distilasi. Setelah dingin sampel dilarutkan dengan sedikit akuades dan dimasukkan

    kedalam alat distilasi dengan penambahan 35 mL larutan NaOH-Na2S2O3 (100 gram

  • 7

    NaOH + 100 mL akuades + 25 gram Na2S2O3) dan dilakukan distilasi hingga asam

    borat berubah menjadi hijau. Setelah berubah menjadi hijau larutan tersebut dititrasi

    dengan HCl 0,063M yang telah distandarisasi hingga berubah warna menjadi seperti

    semula. Volume hasil titrasi tersebut digunakan untuk menghitung kadar protein dalam

    sampel.

    Identifikasi Asam Amino

    Identifikasi asam amino dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas

    Gajah Mada Yogyakarta.

    Preparasi Sampel

    Sampel sebanyak 60mg ditambah 4mL HCl 6M dihidrolisis selama 24 jam

    padasuhu 110˚C. Hasil hidrolisis dinetralkan dengan NaOH 6M hingga bervolume

    10mL kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 0,2 µm. Larutan sampel

    diambil 30 µL lalu ditambah larutan OPA (ortho-pthalaldehid) sebanyak 300 µL dan

    diaduk selama 5 menit. Selanjutnya 5µL sampel dimasukkan kedalam injektor KCKT.

    Analisis Sampel

    Analisis sampel dengan KCKT dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik

    Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dengan kondisi

    operasional sebagai berikut:

    Instrumen : Shimadzu LC10, Jepang

    Fase diam : Licrospher ® 100 RP 18 (125mm × 4mm, 5µm)

    Fase gerak : A= CH3OH : NaOAc 50mM : THF (2 : 96 : 2) pH 6,8

    B = 65% CH3OH

    Volume injeksi : 5 µL

    Kecepatan alir : 1,5mL / menit

    Elusi gradien : 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 40 menit stop

    Detektor : FluorescentShimadzu RF 535

    Asam amino yang digunakan sebagai standaradalah asam aspartat (Asp), asam

    glutamat (Glu), serin (Ser), histidin (His), glisin (Gly), arginin (Arg), alanin (Ala),

  • 8

    tirosin (Try), metionin (Met), valin (Val), fenilalanin (Phe), isoleusin (Ile), leusin (Leu),

    dan lisin (Lys) dengan konsentrasi 25ppm, 125ppm, 250 ppm dan 500ppm.

    Aplikasi Tepung Jali Termodifikasi yang Paling Optimal dalam Pembuatan Mie

    Tepung jali termodifikasi diaplikasikan pada pembuatan mie basah, 125 g tepung,

    1 butir telur, sedikit garam, dan ½ sdm minyak goreng dicampur dalam satu wadah

    kemudian diuleni sampai kalis jika perlu ditambahkan sedikit air. Adonan digiling

    menggunakan gilingan mie hingga dicapai ketebalan yang diinginkan dan kemudian

    dipotong menggunakan pemotong mie. Mie yang didapatkan kemudian direbus dalam

    air mendidih selama 2 – 3 menit.

    Tepung yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu yang

    disubstitusi dengan tepung jali termodifikasi sebanyak 0% (kontrol), 15%, 25%, 35%

    dan 45%.

    Uji Organoleptik Mie Basah (Soekarto, 1985)

    Uji organoleptik mie basah dilakukan kepada 25 orang panelis dengan skala

    hedonis 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka.

    Parameter yang diujikan meliputi warna, rasa, tekstur, dan aroma.

    Analisis Data

    Data proses optimasi tepung jalitermodifikasi dianalisis dengan menggunakan

    rancangan faktorial 33 (3×3×3) dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok

    (RAK)dengan 3 kali pengulangan.Sebagaifaktorpertamaadalahkonsentrasi protein

    kedelai yang terdiridari 3 aras, yaitu 1%, 2%, dan 3%. FaktorkeduaadalahkonsentrasiL.

    plantarum yang terdiridari 3 aras, yaitu 0,25%; 0,50%; dan 0,75%. Faktor

    ketigaadalahwaktufermentasi yang terdiridari 3 aras,yaitu 12 jam, 24 jam, dan 36jam.

    Purata antarperlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat

    kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980).

    Pengukuran kadar gizi tepung jali termodifikasi yang optimal diukur sebanyak3

    kali ulangan, dan kemudian data dianalisissecara statistika dengan menghitung purata

  • 9

    dan standard error (SE), lalu dibandingkan dengan SNI-3751:2009. Data hasil

    identifikasi asam amino menggunakan KCKT dianalisis secara deskriptif.

    Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok

    (RAK), yang terdiri dari 5 perlakuan dan 25 orang panelis sebagai ulangan. Sebagai

    perlakuan adalah substitusi tepung jali termodifikasi sebesar 0%, 15%, 25%, 35%, dan

    45%. Pengujian antarperlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan

    tingkat kebermaknaan 5%.

    Hasil dan Pembahasan

    Optimasi Pembuatan Ekstrak protein kedelai

    Dalam proses modifikasi tepung jali ditambahkan ekstrak protein kedelai. Ekstrak

    protein kedelai dipilih karena asam amino dalam kedelai - salah satunya lisin - tidak

    terdapat dalam jali. Dalam proses fermentasi digunakan ekstrak protein kedelai karena

    ekstrak protein kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi jika dibandingkan

    dengan tepung kedelai, sehingga jumlah yang ditambahkan bisa jauh lebih sedikit jika

    dibandingkan dengan menambahkan tepung kedelai. Ekstrak protein kedelai dapat

    dibuat dengan cara mengendapkan protein dalam susu kedelai menggunakan asam atau

    garam.Gambar 1 menunjukkan perbandingan %rendemen hasil pengendapan susu

    kedelai menggunakan asam dan garam dari sejumlah kedelai dan volume yang sama

    untuk masing-masing uji.

    Gambar 1.Massa ekstrak protein kedelai(g) yang diperoleh berdasarkan bahan pengendapnya

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    +NaOH +MgCl2

    +NaOH +Asamcuka

    +NaOH +Air jeruk

    nipis

    +Airjeruknipis

    + MgCl2 + Asamcuka

    + Asamsitrat

    Mas

    sa E

    nd

    apan

    Eks

    trak

    P

    rote

    in K

    edel

    ai (

    gram

    )

  • 10

    Berdasarkan Gambar 1, pengendapan menggunakan asam menghasilkan %

    rendemen yang lebih besar dibandingkandengan pengendapan menggunakan garam

    ataupun garam yang dikombinasikan dengan basa, sehingga untuk selanjutnya

    digunakan asam untuk menentukan pH optimal.

    Gambar 2.Massa ekstrak protein kedelai(g) yang diperoleh berdasarkan pH pengendapannya

    Berdasarkan Gambar 2, pengendapan pada pH 4,2 – 4,4 menghasilkan %

    rendemen yang besar, namun juga membutuhkan bahan pengendap yang sangat banyak,

    sehingga untuk selanjutnya digunakan pH 4,8 karena pada pH 4,8 menghasilkan ekstrak

    protein kedelai yang cukup banyak namun hanya membutuhkan sedikit bahan

    pengendap. Selanjutnya, bahan pengendap yang dipilih adalahasam sitrat karena

    penggunaan asam cuka menimbulkan bau khas asam cuka dan penggunaan air perasan

    jeruk nipis membutuhkan jumlah yang lebih besar jika dibanding dengan penggunaan

    asam sitrat 10%.

    Optimasi Pembuatan Tepung Jali Termodifikasi

    Penentuan kondisi optimal fermentasi tepung jali termodifikasi dilakukan dengan

    analisis rancangan faktorial 3×3×3 terhadap data hasil pengukuran protein terlarut

    tepung jali. Analisis datajuga digunakan untuk melihat apakah terdapat interaksi dari

    setiap variabel (waktu fermentasi, kadar L. plantarum, dan jumlah protein kedelai yang

    5.5

    5.6

    5.7

    5.8

    5.9

    6

    6.1

    6.2

    6.3

    6.4

    6.5

    4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

    6.08

    6.56.46 6.47

    5.87 5.88

    5.97

    6.22

    5.97

    Mas

    sa E

    nd

    apan

    (g)

    pH

  • 11

    ditambahkan). Hasil pengukuran protein terlarut dari seluruh kombinasi perlakuan dapat

    dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3.Kadar protein terlarut tepung jali hasil fermentasi pada berbagai kondisi, dimana P = kadar

    ekstrak protein kedelai yang ditambahkan (1 = 1%, 2 = 2%, 3 = 3%); L = konsentrasi L. plantarum yang digunakan

    (1 = 0,25%; 2 = 0,50%; 3 = 0.75%); W = waktu fermentasi tepung (1 = 24 jam, 2 = 36 jam, 3 = 48 jam)

    Dari hasil analisisrancangan faktorial dan uji beda nyata jujur (BNJ) (Lampiran

    3.),didapatkan bahwa yang mempengaruhi besarnya kadar protein terlarut dari tepung

    jali adalah lamanya waktu fermentasi (Tabel 1) dan terdapat interaksi antara kadar L.

    plantarum dan jumlah ekstrak protein kedelai yang ditambahkan (Tabel 2).

    Tabel 1. Kadar protein terlarut (purata ± SE, %) tepung jali pada setiap waktu

    fermentasi

    24 jam 36 jam 48 jam

    15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80

    (b) (a) (ab)

    W = 1,20

    Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar-perlakuan, dan huruf yang

    berbeda menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antar-perlakuan.

    Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein terlarut tepung jali yang difermentasi

    selama 24 jam lebih tinggi daripada yang difermentasi selama 36, namun sama

    16

    .79

    13

    .98

    14

    .23

    16

    .51

    11

    .72

    13

    .53

    13

    .97

    13

    .34

    17

    .64

    17

    .10

    15

    .88

    14

    .27

    16

    .91

    13

    .13

    18

    .00

    16

    .90

    14

    .91

    13

    .87

    14

    .46

    14

    .54

    15

    .90

    15

    .56

    14

    .97 1

    4.0

    91

    5.2

    21

    3.4

    8

    14

    .44

    P1

    L1

    W1

    P1

    L1

    W2

    P1

    L1

    W3

    P1

    L2

    W1

    P1

    L2

    W2

    P1

    L2

    W3

    P1

    L3

    W1

    P1

    L3

    W2

    P1

    L3

    W3

    P2

    L1

    W1

    P2

    L1

    W2

    P2

    L1

    W3

    P2

    L2

    W1

    P2

    L2

    W2

    P2

    L2

    W3

    P2

    L3

    W1

    P2

    L3

    W2

    P2

    L3

    W2

    P3

    L1

    W1

    P3

    L1

    W2

    P3

    L1

    W3

    P3

    L2

    W1

    P3

    L2

    W2

    P3

    L2

    W3

    P3

    L3

    W1

    P3

    L3

    W2

    P3

    L3

    W3

    Kad

    ar p

    rote

    in t

    erl

    aru

    t (%

    )

    Kombinasi perlakuan

  • 12

    denganyang difermentasi selama 48 jam. Oleh karena itu, untuk titik optimal fermentasi

    digunakan waktu fermentasi selama 24 jam.

    Tabel 2. Kadar protein terlarut (purata ± SE, %) tepung jali terfermentasi berdasarkan

    dua variabel konsentrasi bakteri dan penambahan ekstrak protein kedelai

    0,25% L.plantarum 0,5% L.plantarum 0,75% L.plantarum

    1% Ekstrak protein

    kedelai

    15,00 ± 1,07 (a)

    (a)

    13,92 ± 1,69 (a)

    (a)

    14,99 ± 1,80 (a)

    (a)

    2% Ekstrak protein

    kedelai

    15,75 ± 1,13 (a)

    (a)

    16,01 ± 1,83 (a)

    (b)

    15,22 ± 1,23 (a)

    (a)

    3% Ekstrak protein

    kedelai

    14,97 ± 1,35 (a)

    (a)

    14,87 ± 1,89 (a)

    (ab)

    14,38 ± 0,58 (a)

    (a)

    W = 2,05

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada sebelah kanannya menunjukkan tidak

    ada beda signifikan antarperlakuan secara horizontal.

    Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama di bagian bawahnya menunjukkan tidak ada beda

    signifikan antarperlakuan secara vertikal.

    Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada penambahan 1% ekstrak protein kedelai

    kadar protein terlarut tepung jali terfermentasi tidak mengalami perbedaan meskipun

    menggunakan L. plantarum dengan dosis yang berbeda-beda, dari 0,25% sampai 0,75%.

    Perbedaan kadar protein terlarut juga tidak terlihat pada fermentasi dengan penambahan

    ekstrak protein kedelai yang lebih tinggi hingga 3%. Lain halnya, fermentasi tepung jali

    dengan 0,5% L. plantarum menghasilkan konsentrasi protein terlarut yang berbeda-beda

    ketika kadar ekstrak protein kedelai yang ditambahkan bervariasi. Pada kondisi

    fermentasi ini penambahan 2% ekstrak protein kedelai menghasilkan kadar protein

    terlarut tertinggi yaitu 16,01±1,83%. Nilai tersebut tidak berbeda dengan fermentasi

    sejenis namun dengan konsentrasi L. plantarum yang lebih rendah, 0,25%.Jadi, sesuai

    dengan analisis ini dan berdasarkanTabel 1, titik optimal untuk fermentasi tepung jali

    adalah jali yang terfortifikasi ekstrak protein kedelai sebanyak 2% dan fermentasi

    selama 24 jam dengan 0,25% L. plantarum.

    Kondisi optimal untuk fermentasi tepung jali terfortifikasi protein kedelai

    inimembutuhkan waktu fermentasi yang lebih singkat daripadafermentasi tepung gaplek

  • 13

    terfortifikasi tepung kedelai dengan ragi tempe, yakni40 jam(Andriani, 2012). Lama

    fermentasi menggunakan L. plantarum tampaknya lebih singkat jika dibandingkan

    dengan fermentasi menggunakan ragi tempe.Hal ini didukung pula oleh penelitian yang

    dilakukan oleh Pranoto dkk. (2013) bahwa waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi

    tepung sorgum dengan L. plantarum adalah28 jam.

    Kadar Gizi Tepung Jali yang Optimal

    Tepung jali yang difortifikasi dengan 2% ekstrak protein kedelai difermentasi

    selama 24 jam menggunakan 0,25% L. plantarum kemudian disebut sebagai tepung jali

    termodifikasi. Tepung inidiukur kadar gizinya, yang meliputi kadar air, abu, protein

    total, lemak, dan karbohidrat(Tabel 3).

    Tabel 3. Kadar gizi (purat ± SE, %) tepung jali dan tepung jali termodifikasi serta SNI

    tepung terigu (%)

    Kadar Gizi Tepung jali Tepung Jali Termodifikasi SNI-3751:2009

    Kadar air 10,15 ± 0,23 7,60 ± 0,62 Maks 14,5

    Kadar abu 0,33 ± 0,15 1,35 ± 0,06 Maks 0,70

    Kadar protein total 10,88 ± 1,93 12,71 ± 0,44 Min 7,00

    Kadar lemak 3,46 ± 1,23 4,96 ± 0,15

    Kadar karbohidrat 65,92 ± 2,33 62,17 ± 5,29

    Tabel 3 mengindikasikan bahwamodifikasipada tepung jali meningkatkan kadar

    abu dan kadar lemak. Peningkatan kadar abu ini sangat mungkindisebabkan oleh

    penambahan NaCl yang ada dalam PPS. Peningkatan kadar lemak dapat disebabkanoleh

    proses fermentasi dan/ataupun oleh penambahan ekstrak protein kedelai sebelum proses

    fermentasi, sehingga lemak yang ada dalam ekstrak protein kedelai menambah kadar

    lemak pada tepung.

    Sebaliknya, fermentasi menurunkan kadar air dalam tepung jali. Diduga bahwa

    selama proses fermentasi, molekul-molekul air terlibat dalam banyak proses hidrolisis –

  • 14

    salah satunya hidrolisis protein -, meskipun di sisi lain reaksi-reaksi metabolisme

    lainnya menghasilkan molekul air. Penurunan kadar karbohidrat dapat berarti

    peningkatan kadar gizi lainnya, yaitu lemak dan abu, sebagaimana telah disebutkan

    sebelumnya, serta protein (Tabel 3). Sebaliknya, peningkatan kadar protein dapat

    disebabkan oleh dua hal, yaitu penambahan ekstrak protein kedelai dan proses

    fermentasi yang berlangsung, mengingat bahwa L. plantarum merupakan salah satu

    bakteri proteolitik. Bakteri proteolitik dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat

    mendegradasi rantai polipeptida sehingga polipeptida yang berukuran besar menjadi

    polipeptida-polipeptida berukuran lebih kecil (Amadou dkk., 2010).

    Identifikasi Asam Amino

    Hasil identifikasi asam amino pada tepung jali, tepung jali termodifikasi, dan

    ekstrak protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4.1 Kromatogram standar asam amino (125 ppm)

  • 15

    Gambar 4.2Kromatogram asam amino tepung jali

    Gambar 4.3 Kromatogram asam amino tepung jali termodifikasi

    glysin

  • 16

    Gambar 4.4 Kromatogram asam amino ekstrak protein kedelai

    Keterangan: Kondisi operasional: Instrumen Shimadzu LC10, Jepang; Fase diam kolom Lichrospher ® 100 RP

    18 (125mm × 4mm, 5µm); fase gerak A = CH3OH : 50mM natrium asetat : THF (2:96:2) ph 6.8, B = 65% metanol;

    volume injeksi 5µL; kecepatan alir 1,5mL/menit; elusi gradien 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 40 menit stop;

    detektor Flourecen shimadzu RF 535

    Berdasarkan kromatogram pada Gambar 4. secara kualititatif proses modifikasi

    dengan cara fermentasi dan fortifikasi pada tepung jali meningkatkan ragam asam

    amino dalam jali. Pada identifikasi asam amino digunakan 14 standar asam amino, asam

    amino standar yang terdeteksi dalam tepung jali yang pada awalnya 12 macam menjadi

    13 macam dengan terdeteksinya kromatogram yang memiliki retensi bersesuaian

    dengan kromatogram glisin standar. Glisin dijumpai dalam protein kedelai. Akan tetapi,

    menarik bahwa kadar glisin di dalam tepung jali termodifikasi jauh lebih tinggi (21 kali)

    daripada kadar glisin teoritis yang dihitung dari jumlah ekstrak protein kedelai yang

    ditambahkan (Tabel 4). Hal ini mempertegas bahwa fermentasi mampu meningkatkan

    kuantitas dan ragam asam amino.

    Secara kuantitatif asam amino pada tepung jali, tepung jali termodifikasi, dan

    ekstrak protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 juga dapat dilihat

    perkiraan kadar asam amino dalam tepung jali yang belum difermentasi. Tabel

  • 17

    4memperlihatkan bahwa kadar asam amino dari tepung jali termodifikasi lebih tinggi

    dari tepung jali yang difortifikasi dengan ekstrak protein kedelai. Lebih lanjut,Tabel 4

    menunjukkan bahwa proses fermentasi meningkatkan kadar asam amino dalam tepung

    jali sebanyak 21,19 kali untuk glisin dan sebanyak 1,15 hingga 2,51 kali untuk asam

    amino yang lain.Peningkatan kadar glisin yang sangat besar ini menguntungkan karena

    glisin berguna untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan mendorong proses

    penyembuhan (Balch, 2006).

    Asam amino yang mengalami peningkatan cukup besar (1,7-2,51 kali) adalah

    asam aspartat, asam glutamat, alanin, tirosin, isoleusin dan leusin. Peningkatan pada

    jumlah isoleusin dan leusin dalam tepung jali ini memiliki manfaat bagi tubuh manusia,

    karena asam amino isoleusin dan leusin merupakan asam amino esensial yang tidak

    dihasilkan oleh tubuh. Kebutuhan asam amino isoleusin harus terpenuhi karena

    isoleusin berperan dalam pembuatan protein dan enzim yang merupakan bahan untuk

    membuat komponen biokimia lain dalam tubuh (Hunter III, 2014).Isoleusin juga

    dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin dan juga untuk menyeimbangkan dan

    mengatur kadar gula dalam darah. Asam amino leusin mendorong pemulihan sel pada

    tulang, kulit, dan jaringan otot. Leusin juga menurunkan kadar gula darah yang

    meningkat serta membantu produksi hormon pertumbuhan (Balch, 2006).

    Peningkatan kadar asam amino dalam tepung jali yang dimodifikasi ini selaras

    dengan hasil penelitian dari Liang dkk. (2009) bahwa fermentasi jali dengan Phellinus

    linteusmeningkatkan kualitas dan kuantitas asam amino dalam jali.Hasil penelitian ini

    menunjukkan bahwa asam amino lisin dan histidin yang awalnya tidak terdeteksi

    menjadi terdeteksi dengan kadar 3,58 dan 4,07 mg/g berat kering. Selain itu, Liang dkk.

    (2009) juga menyebutkan bahwa asam amino alanin, arginin, asam glutamat meningkat

    sebanyak 3,15; 17,15; dan 12,25 kali dibanding jali yang tidak difermentasi. Penelitian

    lain yang dilakukan oleh Dajanta dkk. (2010) juga menunjukkan bahwa proses

    fermentasi pada kedelai (thua nao) secara natural maupun menggunakan Bacillus

    subtilis meningkatkan kadar asam amino kedelai secara signifikan. Pada kedelai yang

    difermentasi dengan B. Subtilis, kadar histidin, arginin,sistein dan tirosin meningkat

    sebanyak 13, 6, 2 dan 2 kali lipat dibanding dengan kedelai yang difermentasi secara

    alami. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan kembali bahwa fermentasi

  • 18

    merupakan salah satu cara yang mampu meningkatkan ragam dan kadar asam amino.

    Tabel 4. Kadar asam amino (%) pada jali dan ekstrak protein kedelai

    Asam

    Amino

    Ekstrak

    protein kedelai

    Tepung

    Jali

    Tepung Jali Terfortifikasi

    (Teoritis)

    Tepung Jali

    Termodifikasi

    Peningkatan

    (kali)

    Asp 8,76 0,15 0,32 0,81 2,51

    Glu 17,59 2,69 2,99 6,07 2,03

    Ser 3,47 0,69 0,75 1,12 1,50

    His 0,00 0,52 0,51 0,60 1,18

    Gly 1,43 0,00 0,03 0,61 21,19

    Arg 5,03 0,40 0,49 0,71 1,45

    Ala 2,82 1,09 1,13 1,99 1,77

    Tyr 2,23 0,42 0,46 0,81 1,77

    Met - - - - -

    Val 2,12 0,52 0,55 0,83 1,50

    Phe 2,84 0,78 0,82 1,12 1,37

    Ile 2,68 0,28 0,33 0,58 1,78

    Leu 4,97 1,50 1,57 2,70 1,72

    Lys 3,80 0,48 0,54 0,62 1,15

    Uji Organoleptik

    Tepung jali termodifikasi yang optimal diaplikasikan menjadi produk mie basah

    yang berbahan dasar tepung terigu yang disubstitusi dengan tepung jali sebesar 0%,

    15%, 25%, 35%, dan 45%. Produk mie basah yang disubstitusi dengan tepung jali

    kemudian diuji tingkat kesukaannya pada 25 orang panelis dengan skala hedonis.

    Parameter yang diujikan meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Hasil uji organoleptik

    dari produk mie basah dapat dilhat pada Tabel 5.

  • 19

    Tabel 5. Hasil evaluasi sensoris mie basah pada berbagai kadarsubstitusi tepung jali

    termodifikasi

    0% 15% 25% 35% 45%

    Aroma 3,76 ± 0,27 3,20 ± 0,34 3,28 ± 0,28 3,08 ± 0,30 3,08 ± 0,30

    W = 0,50 b a a a a

    Warna 3,40 ± 0,42 3,24 ± 0,40 3,72 ± 0,25 3,60 ± 0,30 3,44 ± 0,34

    W = 0,62 a a a a a

    Rasa 4,16 ± 0,26 3,52 ± 0,38 3,20 ± 0,32 3,48 ± 0,37 3,36 ± 0,36

    W = 0,60 b a a a a

    Tekstur 4,20 ± 0,27 2,84 ± 0,52 3,24 ± 0,30 3,08 ± 0,39 2,96 ± 0,33

    W = 0,60 b a a a a

    Keseluruhan 4,08 ± 0,31 3,36 ± 0,36 3,56 ± 0,34 3,48 ± 0,32 3,12 ± 0,34

    W = 0,56 b a a a a

    Keterangan: 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak suka; 4 = suka; 5 = sangat suka

    Dari hasil analisis organoleptik pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada kontrol

    (mie yang dibuat dari 100% tepung terigu) memperoleh skor 4 (suka).Mie dengan

    substitusi tepung jali termodifikasi sebesar 15% dan 45% memperoleh skor penerimaan

    aroma, rasa, dan warna agak suka. Sedangkan, skor penerimaan teksturdan keseluruhan

    mendekati suka. Pada mie dengan tingkat substitusi 25% dan 35% secara keseluruhan

    memiliki skor penerimaan yang tidak berbeda dengan mie dengan tingkat substitusi

    15% dan 45%, namun pada mie dengan tingkat substitusi 25% dan 35% teksturnya

    lebih disukai. Berdasarkan hasil uji organoleptik direkomendasikan menggunakan

    tingkat substitusi 25% atau 35%, karena pada tingkat substitusi ini aroma, rasa, warna

    dan tesktur mie masih dapat diterima oleh panelis.Akan tetapi, diperlukan

    pengembangan formula mie yang dapat menghasilkan mie dengan tingkat kesukaan

    setara dengan mie terigu tanpa substitusi – yang memperoleh skor 4.Selain itu,

    disarankan pembuatan makanan jenis lain menggunakan tepung jali termodifikasi ini,

    baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai substituen.

  • 20

    Kesimpulan dan Saran

    Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:

    1. Kondisi optimum untuk fermentasi tepung jali adalah penambahan 2% ekstrak

    protein kedelai dan fermentasi dengan 0,25% L. plantarum selama 24 jam.

    2. Kadar air dan protein dalam tepung jali termodifikasi memenuhi standar SNI-

    3751:2009, sedangkan kadar abu dari tepung jali termodifikasi belum memenuhi

    standar SNI-3751:2009.

    3. Hasil identifikasi asam amino menunjukkan bahwa proses fortifikasi dan fermentasi

    pada tepung jali memperkaya asam amino dalam tepung jali, baik dari segi jumlah

    maupun ragam. Asam amino yang memiliki kadar paling besar dalam tepung jali

    termodifikasi adalah asam glutamat (6,07%) dan yang mengalami peningkatan

    relatif paling tinggi adalah glisin karena glisin tidak dijumpai pada tepung jali.

    4. Hasil uji organoleptik pada produk mie yang disubstitusi dengan tepung jali

    termodifikasi menunjukkan bahwa hingga tingkat substitusi 45% produk mie masih

    dapat diterima oleh panelis, namun direkomendasikan untuk menggunakan tingkat

    substitusi 25% atau 35%.

    Dari penelitian yang telah dilakukan, saran untuk pengembangan penelitian ini

    selanjutnya adalah:

    1. Dilakukan penelitian untuk waktu fermentasi yang lebih singkat (dibawah 24 jam),

    karena pada sampel yang difermentasi selama 36 jam mulai muncul rasa asam dan

    pH pada saat fermentasi sudah terlalu rendah (pH=3).

    2. Tidak menggunakan PPS dalam pembuatan suspensi bakteri, karena penambahan

    NaCl meningkatkan kadar abu dari tepung jali termodifikasi.

    3. Perlu dilakukan identifikasi asam amino lebih lanjut dengan menggunakan asam

    amino standar yang lengkap, karena dalam hasil analisis asam amino dalam

    penelitian ini masih terdapat kromatogram yang belum diketahui jenis asam

    aminonya.

    Ucapan Terima Kasih

    Terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang mendanai penelitian ini melalui Program

    Kreativitas Mahasiswa tahun pendanaan 2014.

  • 21

    Daftar Pustaka

    Adepoju, P. A., A. O. Longe, O. B. Odeinde, G. N. Elemo, O. L. Erukainure. 2012.

    Investigation into the Coagulating Properties of Acid and Enzyme

    Coagulated Soy Protein Precipitate. Food and Public Health 2012, 2(5):127-

    130.

    Amadou, I., M. T. Kamara, & A. Tidjani. 2010. Physicochemical and Nutritional

    Analysis of Fermented Soybean Protein Meal by Lactobacillus plantarum

    Lp6. World Journal of Dairy & Food Science 5 (2): 114-118.

    Andriani, L. D., 2012. Analisis Protein dan Identifikasi Asam Amino Pada Tepung

    Gaplek Terfortifikasi Tepung Kedelai (Glycine max (L)).Skripsi. Program

    Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

    Salatiga.

    AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of official Analytical

    Chemists. AOAC, Washington DC

    Ariyanti, Fiki dan Nurmayanti. 2013. 27 Bahan Pokok Sehari-hari Ternyata Asalnya

    dari Impor. http://bisnis.liputan6.com/read/606975/27-bahan-pokok-sehari-

    hari-ternyata-asalnya-dari-impor [ 23 Oktober 2013].

    Au, P. M. dan M. L. Fields. 1981. Nutritive Quality of Fermented Sorghum. Journal

    of Food Science, No. 46 : 652-654.

    Balch, P. A. 2006. Prescription for Nutritional Healing, 4th Edition. Penguin Group.

    New York.

    Dajanta K., A. Apichartsrangkoon, E. Chukeatirote, R. A. Frazier. 2011. Free-amino

    acid profiles of thua nao, a Thai fermented soybean. Food Chemistry 125:

    342-347.

    Departemen Pertanian. 2005. Program Peningkatan Ketahanan Pangan.

    http://www.deptan.go.id/daerah_new/ntt/keg.apbn_files/PROGRAM

    PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN.htm [22 Oktober 2013].

    Hadinataria, Nerissa. 2011. Pemanfaatan Tepung Kedelai (Glycine max L.) Dalam

    Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan

    Substitusi Tepung Terigu. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan

    Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

  • 22

    Haliza, W., E. Y. Purwani, dan R. Thahir. 2007.Pemanfaatan kacang-kacangan lokal

    sebagai subtitusi bahan baku tempe dan tahu. Buletin Teknologi Pascapanen

    Pertanian. vol 3, pp 1 – 8.

    Hartono, Stevan Dwi. 2013. Optimasi Pembuatan Tepung Millet Termodifikasi dan

    Aplikasinya Sebagai Bahan Dasar Roti Tawar(Tinjauan Dari Kadar

    Protein Terlarut, Kadar Gizidan Asam Amino). Skripsi. Program Studi

    Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

    Salatiga.

    Hedge, J.E. and B.T. Hofreiter. 1962. In Carbohydrate Chemistry, 17 (Eds.

    Whinstler R.L. and Be. Miller, J.N.). Academic Press, New York.

    HunterIII, J. P. 2014. Health Benefits From Food & Spices. Library of Congress.

    Washington DC.

    Jansen, P.C.M., 2006. Coix lacryma-jobi L.

    http://database.prota.org/PROTAhtml/Coix%20lacryma-jobi_En.htm. [23

    Oktober 2013].

    Kementrian Pertanian. 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran

    Badan Ketahanan Pangan. Kementrian Pertanian.

    Liang, C. H., J. L. Syu, Y. L. Lee, and J. L. Mau, Nonvolatile taste components of

    solid-state fermented adlay and rice by Phellinus linteus.LWT - Food Science

    and Technology, vol. 42, pp. 1738 – 1743, 2009.

    Pranoto, Y., Anggrahini, S. & Efendi, Z., 2013. Effect of natural andLactobacillus

    plantarum fermentation on in-vitroprotein and starch digestibilities of

    sorghum flour. Food Bioscience, No. 2 : 46-52.

    Puspaningsih, Vellisya. 2013. Analisis dan Identifikasi Asam Amino dan Asam

    Lemak Tak Jenuh Sorghum (Sorghum bicolor L.) Terfortifikasi Kacang

    Tanah (Arachis hypogaea) Sebagai Pangan Fungsional. Skripsi. Program

    Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

    Salatiga.

    Steel, R.G.D & J.H Torie, 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

    Biometrik. Gramedia. Jakarta.

    Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan

    Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

  • 23

    Suhendra. 2012. RI Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di Dunia.

    http://finance.detik.com/read/2012/06/12/103707/1938780/1036/ri-pengimpor-

    gandum-terbesar-kedua-di-dunia [ 23 Oktober 2013].

    Sukarto, T. S., 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Aksara. Jakarta.

  • 24

    Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian

    Preparasi Sampel

    Pembuatan Ekstrak

    Protein Kedelai

    Pembuatan Tepung Jali

    Pembuatan Tepung Jali

    Termodifikasi

    Pengukuran Kadar

    Protein Terlarut

    Tepung Jali

    Termodifikasi Optimal

    Pengukuran Kadar Gizi Identifikasi Asam

    Amino

    Aplikasi pada Produk

    (mie)

    Uji Organoleptik

  • 25

    Lampiran 2. Kurva Standar untuk Pengukuran Kadar Protein Metode Biuret

    BSA (mL) Akuades (mL) Biuret (mL) Konsentrasi

    (mg/mL)

    A550nm

    0 1 4 0 0,000

    0,1 0,9 4 1 0,051

    0,2 0,8 4 2 0,097

    0,6 0,4 4 6 0,258

    0,7 0,3 4 7 0,302

    0,8 0,2 4 8 0,356

    0,9 0,1 4 9 0,394

    1 0 4 10 0,442

    Contoh perhitungan:

    P1K1W1: Konsentrasi protein dari kurva standar = 4,1903 mg/mL

    = 41,903mg/10mL larutan

    = 41,903 mg/0,25 g sampel

    = 167,612 mg/g sampel

    Kadar protein =167,612

    1000× 100%

    = 16,76%

    y = 0.043x + 0.0071R² = 0.9988

    0

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0.3

    0.35

    0.4

    0.45

    0.5

    0 2 4 6 8 10 12

    A 5

    50

    Konsentrasi BSA (mg/mL)

    Kurva Standar Biuret

  • 26

    Lampiran 3. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali Termodifikasi

    Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata SE

    24 jam

    P1 L1 16,76 16,23 17,38 16,79 1,43

    P1 L2 16,95 16,22 16,35 16,51 4,97

    P1 L3 18,59 11,58 11,75 13,97 1,70

    P2 L1 15,15 20,03 16,12 17,10 0,98

    P2 L2 17,80 16,86 16,07 16,91 0,77

    P2 L3 17,37 19,21 14,11 16,90 8,66

    P3 L1 14,55 16,56 12,27 14,46 9,95

    P3 L2 18,33 15,97 12,38 15,56 3,12

    P3 L3 14,70 15,19 15,76 15,22 1,15

    36 jam

    P1 L1 14,66 11,73 15,55 13,98 6,42

    P1 L2 12,02 11,40 11,75 11,72 1,20

    P1 L3 14,79 12,71 12,53 13,34 1,37

    P2 L1 15,33 16,23 16,09 15,88 2,16

    P2 L2 16,54 12,56 10,29 13,13 7,87

    P2 L3 15,91 14,43 14,38 14,91 5,25

    P3 L1 17,64 14,00 11,99 14,54 6,42

    P3 L2 17,72 14,00 13,20 14,97 2,17

    P3 L3 12,90 14,60 12,94 13,48 2,59

    48 jam

    P1 L1 14,73 14,50 13,45 14,23 5,35

    P1 L2 17,52 11,09 11,98 13,53 7,13

    P1 L3 17,50 18,16 17,27 17,64 5,13

    P2 L1 13,68 14,36 14,77 14,27 7,44

    P2 L2 20,38 17,25 16,36 18,00 5,99

    P2 L3 15,01 13,64 12,96 13,87 11,35

    P3 L1 17,83 16,14 13,73 15,90 1,31

    P3 L2 19,34 11,06 11,87 14,09 2,42

    P3 L3 14,45 14,50 14,39 14,44 0,14

  • 27

    Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut

    Ulangan

    I (P1)

    Ulangan

    II (P2)

    Ulangan

    III (P3)

    total

    perlakuan

    rata-rata

    perlakuan dp SD S2 SE

    KO

    MB

    INA

    SI P

    ER

    LA

    KU

    AN

    P1L1W1 16,76 16,23 17,38 50,37 16,79 1,78 0,57 0,33 1,43

    P1L1W2 14,66 11,73 15,55 41,94 13,98 -1,03 2,00 4,00 4,97

    P1L1W3 14,73 14,50 13,45 42,68 14,23 -0,79 0,68 0,47 1,70

    P1L2W1 16,95 16,22 16,35 49,52 16,51 1,49 0,39 0,15 0,98

    P1L2W2 12,02 11,40 11,75 35,17 11,72 -3,29 0,31 0,10 0,77

    P1L2W3 17,52 11,09 11,98 40,59 13,53 -1,48 3,48 12,11 8,66

    P1L3W1 18,59 11,58 11,75 41,92 13,97 -1,04 4,00 15,99 9,95

    P1L3W2 14,79 12,71 12,53 40,03 13,34 -1,67 1,25 1,57 3,12

    P1L3W3 17,50 18,16 17,27 52,93 17,64 2,63 0,46 0,21 1,15

    P2L1W1 15,15 20,03 16,12 51,29 17,10 2,08 2,58 6,67 6,42

    P2L1W2 15,33 16,23 16,09 47,65 15,88 0,87 0,48 0,23 1,20

    P2L1W3 13,68 14,36 14,77 42,80 14,27 -0,75 0,55 0,30 1,37

    P2L2W1 17,80 16,86 16,07 50,74 16,91 1,90 0,87 0,75 2,16

    P2L2W2 16,54 12,56 10,29 39,39 13,13 -1,88 3,16 10,02 7,87

    P2L2W3 20,38 17,25 16,36 54,00 18,00 2,99 2,11 4,46 5,25

    P2L3W1 17,37 19,21 14,11 50,69 16,90 1,88 2,58 6,66 6,42

    P2L3W2 15,91 14,43 14,38 44,72 14,91 -0,11 0,87 0,76 2,17

    P2L3W3 15,01 13,64 12,96 41,60 13,87 -1,15 1,04 1,09 2,59

    P3L1W1 14,55 16,56 12,27 43,38 14,46 -0,55 2,15 4,62 5,35

    P3L1W2 17,64 14,00 11,99 43,63 14,54 -0,47 2,87 8,21 7,13

    P3L1W3 17,83 16,14 13,73 47,71 15,90 0,89 2,06 4,25 5,13

    P3L2W1 18,33 15,97 12,38 46,68 15,56 0,55 2,99 8,95 7,44

    P3L2W2 17,72 14,00 13,20 44,92 14,97 -0,04 2,41 5,81 5,99

    P3L2W3 19,34 11,06 11,87 42,27 14,09 -0,92 4,56 20,82 11,35

    P3L3W1 14,70 15,19 15,76 45,65 15,22 0,20 0,53 0,28 1,31

    P3L3W2 12,90 14,60 12,94 40,45 13,48 -1,53 0,97 0,94 2,42

    P3L3W3 14,45 14,50 14,39 43,33 14,44 -0,57 0,05 0,00 0,14

    Total ulangan 438,16 400,21 377,69 1216,06

    rata-rata

    ulangan 16,23 14,82 13,99 15,01

    du 1,22 -0,19 -1,02

  • 28

    Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut (lanjutan)

    W1 (∑P1i.dpi) 43,02

    W2 (∑P2i.dpi) 83,32

    W3(∑P3i.dpi) 61,68

    N -26,79

    n2 717,96

    dp2 3,16

    Ʃdp2 62,67

    Ʃdu2 369,13

    D 23134,66

    JK non aditivitas 0,03

    FK 18256,89

    JK TOTAL 427,56

    JK ULANGAN 69,19

    JK KOMBINASI

    PERLAKUAN 188,02

    JK GALAT ACAK 170,35

    DASIRA NON ADDITIF

    SUMBER RAGAM Db JK KT F hit

    F tabel

    5% 1%

    Ulangan (3) 2 69,19

    4,03 7,16

    Kombinasi Perlakuan (27) 26 188,02

    Galat Acak (ulangan x

    kombinasi) 52 170,35

    Non Additivitas 1 0,03 0,03 0,01

    Sisa 51 170,31 3,34

    DASIRA

    SUMBER RAGAM Db JK KT F hit

    F tabel

    5% 1%

    Ulangan (3) 2 69,19 34,60 10,56 3,18 4,00

    Kombinasi Perlakuan (27) 26 188,02 7,23 2,21 1,72 2,10

    Galat Acak (ulangan x

    kombinasi) 52 170,35 3,28

    Total 80 427,56

  • 29

    Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut (lanjutan)

    DASIRA

    Sumber Ragam Db JK KT F hit F tabel

    5% 1%

    Ulangan 2,00 69,19 34,60 10,55 3,18 4,00

    Kombinasi Perlakuan 26,00 188,02 7,23 2,20 1,72 2,10

    Protein yang

    ditambahkan (P) 2,00 16,85 8,43 2,57 3,18 4,00

    Kadar L.Plantarum (K) 2,00 1,76 0,88 0,27 3,18 4,00

    Waktu (W) 2,00 50,71 25,36 7,73** 3,18 4,00

    P×K 4,00 43,56 10,89 3,32* 2,55 3,70

    P×W 4,00 14,52 3,63 1,11 2,55 3,70

    K×W 4,00 14,81 3,70 1,13 2,55 3,70

    P×K×W 8,00 45,81 5,73 1,75 2,12 2,87

    Galad acak 52,00 170,35 3,28

    Total 80,00 427,56

    Pengaruh lama fermentasi:

    24 jam 36 jam 48 jam

    15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80

    (b) (a) (ab) W = 1,20

    Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar-perlakuan, dan huruf yang

    berbeda menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antar-perlakuan.

    Interaksi antara konsentrasi bakteri dan penambahan ekstrak protein kedelai

    0,25%

    L.plantarum

    0,5%

    L.plantarum

    0,75%

    L.plantarum

    1% Ekstrak

    protein kedelai

    15,00 ± 1,07 (a)

    (a)

    13,92 ± 1,69 (a)

    (a)

    14,99 ± 1,80 (a)

    (a)

    2% Ekstrak

    protein kedelai

    15,75 ± 1,13 (a)

    (a)

    16,01 ± 1,83 (a)

    (b)

    15,22 ± 1,23 (a)

    (a)

    3% Ekstrak

    protein kedelai

    14,97 ± 1,35 (a)

    (a)

    14,87 ± 1,89 (a)

    (ab)

    14,38 ± 0,58 (a)

    (a) W = 2,05

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada sebelah kanannya menunjukkan tidak

    ada beda signifikan antarperlakuan secara horizontal.

    Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama di bagian bawahnya menunjukkan tidak ada beda

    signifikan antarperlakuan secara vertikal.

  • 30

    Lampiran 4. Kadar Gizi Tepung Jali

    Tepung Jali Tepung Jali Termodifikasi

    Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-

    rata SD SE Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

    Rata-

    rata SD SE

    Kadar air (%) 10,26 10 10,19 10,15 0,13 0,23 7,69 7,19 7,91 7,60 0,37 0,62

    kadar abu (%) 0,39 0,23 0,38 0,33 0,09 0,15 1,34 1,32 1,39 1,35 0,04 0,06

    Kadar Lemak

    (%) 3,1 4,3 2,98 3,46 0,73 1,23 4,89 4,94 5,06 4,96 0,09 0,15

    Kadar Protein

    (%) 11,8 11,28 9,59 10,89 1,16 1,95 12,88 12,40 12,85 12,71 0,27 0,45

    Kadar

    Karbohidrat

    (%)

    65,12 67,52 65,13 65,92 1,38 2,33 62,22 59,01 56,29 59,17 2,97 5,00

  • 31

    Lampiran 5. Analisis Data Uji Organoleptik

    0% 15% 25% 35% 45%

    Aroma 3,76 ± 0,27 3,20 ± 0,34 3,28 ± 0,28 3,08 ± 0,30 3,08 ± 0,30

    W = 0,50 b a a a a

    Warna 3,40 ± 0,42 3,24 ± 0,40 3,72 ± 0,25 3,60 ± 0,30 3,44 ± 0,34

    W = 0,62 a a a a a

    Rasa 4,16 ± 0,26 3,52 ± 0,38 3,20 ± 0,32 3,48 ± 0,37 3,36 ± 0,36

    W = 0,60 b a a a a

    Tekstur 4,20 ± 0,27 2,84 ± 0,52 3,24 ± 0,30 3,08 ± 0,39 2,96 ± 0,33

    W = 0,60 b a a a a

    Keseluruhan 4,08 ± 0,31 3,36 ± 0,36 3,56 ± 0,34 3,48 ± 0,32 3,12 ± 0,34

    W = 0,56 b a a a a

  • 32

    Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma):

    Panelis A B C D E TOTAL

    ULANGAN

    (TOTAL

    ULANGAN)2

    RATA-RATA

    ULANGAN du W W*du du2

    1 3 3 4 3 2 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25

    2 2 3 2 4 3 14,00 196 2,33 2,33 156,22 364,5115 5,444444

    3 3 3 4 5 2 17,00 289 2,83 2,83 190,60 540,0379 8,027778

    4 2 3 3 5 3 16,00 256 2,67 2,67 179,84 479,5819 7,111111

    5 3 5 3 5 3 19,00 361 3,17 3,17 211,08 668,4251 10,02778

    6 3 4 2 4 2 15,00 225 2,50 2,50 167,73 419,328 6,25

    7 4 4 3 3 3 17,00 289 2,83 2,83 183,32 519,4203 8,027778

    8 3 3 2 4 4 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111

    9 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25

    10 4 1 2 3 4 14,00 196 2,33 2,33 152,60 356,0779 5,444444

    11 3 3 3 4 3 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111

    12 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25

    13 4 4 4 4 4 20,00 400 3,33 3,33 216,44 721,4507 11,11111

    14 4 4 3 4 3 18,00 324 3,00 3,00 197,46 592,3872 9

    15 3 3 3 4 4 17,00 289 2,83 2,83 185,95 526,8595 8,027778

    16 4 3 4 4 4 19,00 361 3,17 3,17 206,20 652,9515 10,02778

    17 4 2 2 4 4 16,00 256 2,67 2,67 176,98 471,9531 7,111111

    18 4 4 4 4 4 20,00 400 3,33 3,33 216,44 721,4507 11,11111

    19 3 4 3 3 3 16,00 256 2,67 2,67 172,57 460,1771 7,111111

    20 4 3 4 4 3 18,00 324 3,00 3,00 196,71 590,1264 9

    21 4 2 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,84 407,112 6,25

    22 2 3 3 3 2 13,00 169 2,17 2,17 142,08 307,8435 4,694444

    23 4 4 4 4 2 18,00 324 3,00 3,00 197,46 592,3872 9

  • 33

    Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma) (Lanjutan):

    24 3 3 3 4 3 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111

    25 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25

    N 7,592

    ∑ du2 2,333333333

    ∑ dp2 1,811022222

    D 4,225718519

    JK NON ADDITIVITAS 13,63992035

    FAKTOR KOREKSI 1344,8

    ∑ U/ JK TOTAL 1.414,00

    JK TOTAL 69,20

    ∑ TOTAL ULANGAN2 6808

    ∑ TOTAL ULANGAN2 : 5 1361,6

    JK ULANGAN 16,8

    TOTAL PERLAKUAN2 6724 6400 5929 8836 5929

    ∑ TOTAL PERLAKUAN2 33818

    ∑ TOTAL PERLAKUAN2 : 25 1352,72

    JK PERLAKUAN 7,92

    JK GALAD ACAK 44,48

  • 34

    Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma) (Lanjutan):

    SUMBER RAGAM Db JK KT F HITUNG

    ULANGAN (25) 24 16,8

    PERLAKUAN (6) 5 7,92

    GALAD ACAK 120 44,48 0,370666667

    NON ADDITIVITAS 1 13,63992035 13,63992035 52,63120392

    SISA 119 30,84 0,259160333

    *BNJ 5% KT ga ulangan q tabel perlakuan db GA

    S x(bar) = (KT

    GA/ulangan)2 0,3707 25 4,1 5 120

    W = q (p, v, alfa) x S

    x(bar)

    KT/ulangan (KT/ul)^0.5 w

    0,0148 0,1218 0,49924

    *tabel hasil bnj

    *w

    =========> 0,50

    perlakuan A B C D E

    rata" perlakuan

    3,28

    a

    3,2

    a

    3,08

    a

    3,76

    b

    3,08

    a

    Keterangan: A: Substitusi 25% D: Kontrol (substitusi 0%)

    B: Substitusi 15% E: Substitusi 35%

    C: Substitusi 45%

  • 35

    Lampiran 6. Paper Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX

    Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

    21 Juni 2014

  • 36

    OPTIMALISASI FERMENTASI

    TEPUNG JALI (Coix lacryma-jobi L.)

    TERMODIFIKASI DITINJAU DARI

    KADAR PROTEIN TERLARUT

    Vera Puspita Anggraini*, Silvia Andini, Yohanes Martono, Sri Hartini, Sylvia

    Yuniarini Setiawan, Angga Dwika Kumala Putra, Harry Setiawan Saputra Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

    Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah

    *[email protected] (085868222622)

    ABSTRAK

    Jali (Coix lacryma-jobi L.) merupakan salah satu bahan pangan lokal sumber karbohidrat di

    Indonesia yang masih kurang pemanfaatannya. Modifikasi tepung jali melalui penambahan konsentrat

    protein kedelai dan fermentasi merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan dalam penelitian ini

    dalam rangka meningkatkan pemanfaatan jali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan

    kondisi optimal fermentasi tepung jali dengan penambahan konsentrat protein kedelai oleh Lactobacillus

    plantarum3074 berdasarkan kadar protein terlarut (metode Biuret). Data kadar protein terlarut tersebut

    dianalisis dengan Rancangan Acak Faktorial 3×3×3.Sebagai perlakuan adalah konsentrasi konsentrat

    protein kedelai (1%, 2%, dan 3%), lama fermentasi (24, 36 dan 48 jam) dan konsentrasi bakteri (0,25%;

    0,5%; dan 0,75%). Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Purata kadar protein dibandingkan dengan

    Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    kondisi optimal yang dicapai adalah penambahan 2% konsentrat protein kedelai, 0,25% suspensi L.

    plantarum dan waktu fermentasi 24 jam dengan hasilprotein terlarut sebesar 16,97%.

    Kata kunci: Jali, Fermentasi, Protein Terlarut

    PENDAHULUAN

    Jali adalah bahan pangan lokal yang

    termasuk golongan serealia. Dalam 100

    gram jali yang sudah dibersihkan kulit

    arinya terdapat 8,52% - 14,8%

    protein[1][2]. Jali mengandung asam amino

    alanin (3,92 mg/g), arginin, asam

    aminobutirat-γ (3,52 mg/g), asam aspartat

    (19,62 mg/g), asam glutamat (3,46 mg/g),

    glisin dan treonin, isoleusin, leusin,

    metionin, fenilalanin (3,14 mg/g), serin,

    triptofan (3,18 mg/g), tirosin, dan valin [1].

    Pada penelitian sebelumnya salah satu

    metode yang dapat dilakukan untuk

    memodifikasi tepung adalah dengan

    melakukan fermentasi dan fortifikasi.

    Penelitian yang sudah ada menyatakan

    bahwa modifikasi tepung jagung lokal

    (mocorin) [3], tepung gaplek [4], tepung

    millet [5], dan tepung sorgum[6] dapat

    memperkaya protein pada tepung.

    Penambahan 62,5% bekatul pada tepung

    jagung dapat meningkatkan kadar protein

    tepung jagung dari 5,71% menjadi 26,63%,

    sedangkan penambahan tepung kedelai dan

    proses fermentasi selama 40 jam dapat

    meningkatkan kadar protein terlarut dalam

    tepung gaplek dari 2,13% menjadi 11.86%.

    Pada penelitian mengenai modifikasi

    tepung milet [5] dan sorgum [6] fortifikasi

    dilakukan dengan menambahkan tepung

    kacang tanah untuk meningkatkan protein

    dari tepung milet dan sorgum. Pada tepung

    milet titik optimal fermentasi dicapai pada

    penambahan kacang tanah sebanyak 10%,

    ragi tempe sebanyak 10% dan fermentasi

    selama 16 jam, sedangkan pada tepung

    sorgum kondisi optimal fermentasi adalah

    penambahan kacang tanah sebanyak 5%,

    mikroba sebanyak 2,5% dan fermentasi

    selama 24 jam.

    Penelitian lain mengenai modifikasi tepung

    juga menyatakan bahwa fermentasi tepung

    sorgum oleh Lactobacillus

    mailto:[email protected]

  • 37

    plantarumselama 28 jam dapat

    meningkatkan kadar protein terlarut pada

    tepung sorgum [7].

    Berdasar penelitian yang sudah ada

    sebelumnya, maka pada penelitian ini

    dilakukan fortifikasi dengan menambahkan

    konsentrat protein kedelai. Pada penelitian

    ini digunakan konsentrat protein kedelai

    karena konsentrat protein kedelai

    mengandung kadar protein yang lebih

    tinggi dibanding tepung kedelai, sehingga

    konsentrat protein kedelai cukup

    ditambahkan dalam jumlah yang kecil.

    Kandungan asam amino dari kacang-

    kacangan juga dapat melengkapi asam

    amino dari biji-bijian. Selain itu, pengayaan

    asam amino juga dapat dilakukan melalui

    proses fermentasi. Penelitian yang

    dilakukan oleh Au dan Fields (1981)

    menunjukkan bahwa proses fermentasi pada

    tepung sorgum dapat memperbaiki

    keseimbangan asam amino dalam tepung

    sorgum[8].

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah jali (Coix lacryma-jobi

    L.) yang didapatkan dari Parakan, kedelai

    (Glycine max) yang didapatkan dari

    Grobogan, isolat murni Lactobacillus

    plantarum 3074 yang didapatkan dari Pusat

    Studi Pangan dan Gizi UGM, NaCl (Oxoid,

    Inggris), MRS broth, pepton, BSA, NaOH,

    CuSO4, dan KNaTartrat, yang semuanya

    dibeli dari E-Merck, Jerman.

    Metode

    Pembuatan Tepung Jali

    Jali yang didapat dicuci dan kemudian

    dikeringkan dalam drying cabinet. Setelah

    kering jali dihaluskan dengan menggunakan

    grinder dan kemudian diayak hingga

    mendapatkan tepung yang halus. Tepung

    jali yang sudah diayak kemudian

    dikeringkan kembali dalam drying cabinet

    untuk memastikan tepung tersebut kering.

    Persiapan Kultur Lactobacillus

    plantarum

    Isolat murni L.plantarum yang didapatkan

    dari Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM

    direhidrasi dalam MRS broth dan kemudian

    diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam.

    Untuk fermentasi kekeruhan bakteri diukur

    dengan metode Mc Farland untuk

    mendapatkan kultur sebanyak

    1,5×108CFU/mL. Kultur yang sudah

    disiapkan kemudian dimasukkan dalam

    PPS (Pepton Physiological Salt) sebanyak

    0,25%; 0,5%; dan 0,75% v/v.

    Fermentasi Tepung Jali

    Tepung jali yang sudah disiapkan

    disubstitusi dengan 1%, 2%, dan 3%

    konsentrat protein kedelai. Sebanyak

    25gram tepung jali dimasukkan dalam cup

    plastik dan kemudian ditambahkan 50ml

    kultur L.plantarum dalam PPS kemudian

    difermentasi selama 24, 36, dan 48 jam.

    Setelah proses fermentasi selesai tepung

    dikeringkan kembali dalam drying cabinet

    bersuhu 50˚C selama kurang lebih 12 jam.

    Pengukuran Protein Terlarut

    Protein terlarut dalam sampel diukur

    dengan metode AOAC 1995 dalam Hartono

    2013 yang dimodifikasi. 0,25gram sampel

    ditambah 10ml NaOH 0,1M diinkubasi

    pada suhu 90˚C selama 10 menit kemudian

    dinginkan. Setelah sampel dingin sampel

    dipusingkan dengan kecepatan 6000rpm

    selama 10 menit. 1ml supernatan diambil

    dan kemudian ditambah dengan 4ml reagen

    biuret (0,15gram CuSO4 + 0,6gram

    KNaTartrat dalam 30ml NaOH 10% dan

    digenapkan hingga 100ml dengan

    aquadest). Sampel diinkubasi selama 30

    menit pada suhu ruang kemudian diukur

    absorbansinya pada panjang gelombang 550

    nm. Sebagai standar digunakan BSA 1-10 mg/ml.

    Analisa Data

    Data proses optimasi tepung jali

  • 38

    termodifikasi dianalisis dengan

    menggunakan rancangan faktorial 33

    (3×3×3) dengan rancangan dasar RAK 3

    kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah

    konsentrasi protein kedelai yang terdiri dari

    3 aras yaitu: 1%, 2%, dan 3%. Faktor kedua

    adalah konsentrasi L. plantarum yang terdiri

    dari 3 aras, yaitu: 0,25%; 0,50%; dan

    0,75%. Sedang sebagai faktor ketiga adalah

    waktu fermentasi yang terdiri dari 3 aras

    yaitu 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Pengujian

    antar perlakuan dilakukan menggunakan uji

    Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat

    kebermaknaan 5% [9].

    HASIL DAN DISKUSI

    Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa

    waktu adalah faktor yang paling

    mempengaruhi kadar protein terlarut dalam

    tepung jali (Tabel 1).Selain waktu,

    interaksi antara jumlah konsentrat protein

    kedelai dan konsentrasi kultur bakteri juga

    mempengaruhi kadar protein terlarut (Tabel

    2). Berikut ini hasil pengukuran kadar

    protein terlarut tepung jali:

    Tabel 1. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali pada setiap Waktu Fermentasi

    24 jam 36 jam 48 jam

    Rata-rata ± SE 15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80

    (b) (a) (ab)

    Tabel 2. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali Terfermentasi pada Konsentrasi Bakteri dan

    Penambahan Konsentrat Protein Kedelai

    Rata-rata ± SE 0,25%

    L.plantarum

    0,5%

    L.plantarum

    0,75%

    L.plantarum

    1% Konsentrat

    Protein Kedelai

    15,00 ± 1,07 (a)

    (a)

    13,92 ± 1,69 (a)

    (a)

    14,99 ± 1,80 (a)

    (a)

    2% Konsentrat

    Protein Kedelai

    15,75 ± 1,13 (a)

    (a)

    16,01 ± 1,83 (ab)

    (a)

    15,22 ± 1,23 (a)

    (a)

    3% Konsentrat

    Protein Kedelai

    14,97 ± 1,35 (a)

    (a)

    14,87 ± 1,89 (a)

    (a)

    14,38 ± 0,58 (a)

    (a)

    PadaTabel 1, dapat dilihat bahwa kadar

    protein terlarut tepung jali yang tertinggi

    adalah pada waktu fermentasi selama 24

    jam, sedangkan pada Tabel 2, dapat dilihat

    bahwa ada interaksi antara penambahan

    konsentrat protein kedelai dan konsentrasiL.

    plantarum. Interaksi ada pada penambahan

    penambahan 2% konsentrat protein kedelai

    dan fermentasi menggunakan 0,5%

    L.plantarum. Dari hasil analisa data tidak

    terdapat beda nyata pada fermentasi tepung

    jali menggunakan 0,25% dan 0,5%

    L.plantarum yang ditambah 2% protein

    kedelai, sehingga titik optimal fermentasi

    tepung jali adalah pada penambahan 2%

    konsentrat protein kedelai, fermentasi

    menggunakan 0,25% L. plantarum dan

    fermentasi selama 24 jam.

    Hasil fermentasi selama 24 jam

    memberikan kadar protein terlarut yang

    lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil

    fermentasi selama 36 jam, tetapi tidak

    berbeda dengan fermentasi selama 48 jam.

    Fermentasi menggunakan L.plantarum

    dapat mempengaruhi ukuran protein.

    Polipeptida berukuran besar pada makanan

    yang difermentasi dengan menggunakan

    L.plantarum dapat dikatakan tidak ada, ini

    dapat dikatakan disebabkan oleh degradasi

    rantai polipeptida oleh enzim proteolitik

    yang dihasilkan oleh L.plantarum [10].

    Polipeptida berukuran besar dapat

    mempengaruhi kelarutan protein. Semakin

    banyak polipeptida berukuran besar maka

    semakin kecil kelarutan protein tersebut.

    Setelah proses fermentasi dengan

    L.plantarum polipeptida yang berukuran

    besar diputus oleh enzim proteolitik yang

  • 39

    dihasilkan oleh L.plantarum, sehingga

    jumlah protein terlarut dapat meningkat.

    KESIMPULAN

    Titik optimal fermentasi tepung jali adalah

    pada penambahan 2% konsentrat protein

    kedelai, fermentasi menggunakan 0,25% L.

    plantarum dan fermentasi selama 24 jam.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Terima kasih kepada Direktorat Penelitian

    dan Pengabdian kepada Masyarakat,

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang

    mendanai penelitian ini melalui Program

    Kreativitas Mahasiswa.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] C.H. Liang, J. L. Syu, Y. L. Lee, and J.

    L. Mau, “Nonvolatile taste components of

    solid-state fermented adlay and rice by

    Phellinus linteus,”LWT - Food Science and

    Technology, vol. 42, pp. 1738 – 1743, 2009.

    [2] P. C. M. Jansen, Coix lacryma-jobi L,

    2006. [Online] Available:

    http://www.prota4u.org/search.asp (30

    Oktober 2013)

    [3] F. P. Wiyono, “Evaluasi Mutu Gizi dan

    Organoleptik “Butter Cookies” MOCORIN

    (Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea

    Mays L.) – Bekatul),” Skripsi – Universitas

    Kristen Satya Wacana , 2012.

    [4] L. D. Andriani, “Analisis Protein dan

    Identifikasi Asam Amino Pada Tepung

    Gaplek Terfotifikasi Tepung Kedelai

    (Glycine max (L)),” Skripsi – Universitas

    Kristen Satya Wacana , 2012.

    [5] S. D. Hartono, “Optimasi Pembuatan

    Tepung Milet (Setaria sp.) Termodifikasi

    dan Aplikasinya Sebagai Bahan Dasar Roti

    Tawar (Tinjauan dari Kadar Protein

    Terlarut, Kadar Gizi dan Asam Amino,”

    Skripsi – Universitas Kristen Satya Wacana

    , 2013.

    [6] V. Puspaningsih, “Optimalisasi Tepung

    Sorghum (Sorghum bicolor L.)

    Terfortifikasi Kacang Tanah Sebagai Flakes

    Termodifikasi (Tinjauan Analisis dari

    Protein Terlarut, Asam Amino dan Asam

    Lemak),” Skripsi – Universitas Kristen

    Satya Wacana , 2013.

    [7] Y. Pranoto, S. Anggrahini, Z. Efendi,

    “Effect of Natural and Lactobacillus

    plantarum fermentation on in-vitro Protein

    and Starch Digestibilities of Sorghum

    Flour,” Food Bioscience, Vol 2, pp. 46 –

    52, 2013

    [8] P. M. Au, M. L. Fields, “Nutritive

    Quality of Fermented Sorghum,” Journal of

    Food Science, Vol 46, pp. 652 – 654, 1981.

    [9] R. G. D. Steel dan J. H. Torie, “Prinsip

    dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

    Biometrik,” Gramedia, Jakarta, 1984.

    [10] I. Amadou, M.T. Kamara, A. Tidjani,

    M. B. K. Foh, W. L. Gou, “

    Physicochemical and Nutritional Analysis

    of Fermented Soybean Protein Meal by

    Lactobacillus plantarum Lp.6.,” World

    Journal of Dairy & Food Science, Vol 5, pp

    114 – 118, 2010

  • 40

    PENGARUH FORTIFIKASI

    KONSENTRAT PROTEIN

    KEDELAI DAN FERMENTASI

    TERHADAP KADAR GIZI TEPUNG

    JALI (Coix lacryma-jobi L.)

    Vera Puspita Anggraini*, Silvia Andini, Yohanes Martono, Sri Hartini, Sylvia Yuniarini

    Setiawan, Angga Dwika Kumala Putra, Harry Setiawan Saputra Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,

    Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Salatiga, Jawa Tengah

    *[email protected], (085868222622)

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fortifikasi konsentrat protein kedelai

    terhadap kadar gizi tepung jali (Coix lacryma-jobi L.). Fortifikasi tepung jali dilakukan dengan

    menambahkan konsentrat protein kedelai ke dalam tepung jali kemudian melakukan fermentasi dengan

    Lactobacillus plantarum 3074 selama 24 jam. Tepung jali yang belum dan sudah difermentasi diukur

    kadar gizinya. Kadar air diukur menggunakan moisture analyzer, kadar abu menggunakan metode

    gravimetri, kadar protein dengan metode semi-mikro kjeldahl, kadar karbohidrat dengan metode

    Anthrone, dan kadar lemak dengan metode gravimetri. Analisis data menggunakan analisis deskriptif

    dengan 3 kali pengulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi meningkatkan kadar abu

    dari tepung jali dari (0,33% menjadi 1,39%), menurunkan kadar air (10,15% menjadi 7,60%),

    meningkatkan kadar protein (11,25% menjadi 12,88%), menurunkan kadar karbohidrat (65,92% menjadi

    62,17%), dan meningkatkan kadar lemak (3,10% menjadi 4,89%).

    Kata kunci: Jali, Fortifikasi, Kedelai, Fermentasi, Kadar Gizi

    PENDAHULUAN

    Jali adalah tanaman golongan serealia.

    Menurut data yang dimiliki PROTA (Plant

    Resources of Tropical Africa), dalam 100 g

    jali yang sudah dibersihkan kulit arinya

    terdapat 11,6 g air; 14,8 g protein; 4,8 g

    lemak; 66,9 g karbohidrat; 1,5 g serat; 47

    mg Ca; 254 mg P; 6 mg Fe; 0,26 mg tiamin;

    0,19 mg riboflavin;dan 4,7 mg niasin[1].

    Pada penelitian sebelumnya, tepung jali

    digunakan untuk substitusi tepung terigu

    dalam pembuatan butter cake dan

    memberikan hasil bahwa tepung jali dapat

    meningkatkan serat dan kadar protein pada

    produk [2]. Penelitian lain mengenai

    modifikasi tepung juga menyatakan bahwa

    fermentasi tepung sorgum oleh

    Lactobacillus plantarum selama 28 jam

    dapat meningkatkan kadar protein terlarut

    pada tepung [3]. Oleh karena itu, pada

    penelitian ini dilakukan fermentasi dengan

    menggunakan L. plantarum pada tepung

    jali yang telah dimodifikasi dengan

    menambahkan konsentrat protein kedelai.

    Konsentrat protein kedelai memiliki asam

    amino leusin, lisin, arginin, asam aspartat,

    asam glutamat, dan serin dalam jumlah

    yang cukup besar [4]. Asam amino dalam

    kedelai ini dapat melengkapi asam amino

    esensial yang tidak terdapat dalam jali,

    yaitu lisin. Penambahan kedelai dalam

    bentuk konsentrat dilakukan karena

    konsentrat protein kedelai memiliki

    kandungan asam amino yang sama dengan

    tepung kedelai namun penggunaannya

    dapat lebih efektif karena dapat digunakan

    dalam jumlah yang lebih sedikit. Penelitian

    ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

    fermentasi dan fortifikasi konsentrat protein

    kedelai terhadap kadar gizi tepung jali.

    mailto:[email protected]

  • 41

    BAHAN DAN METODE

    Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah jali (Coix lacryma-jobi

    L.) yang didapatkan dari Parakan, kedelai

    (Glycine max) yang didapatkan dari

    Grobogan, isolat murni Lactobacillus

    plantarum3074 yang didapatkan dari Pusat

    Studi Pangan dan Gizi UGM (Indonesia),

    NaCl (Oxoid, Inggris), dietil eter (teknis),

    HCl (J.T Baker, Amerika), H2SO4 (Panreac,

    Spanyol), (MRSbroth(MRSB), pepton,

    NaOH, Na2SO4, dan Anthrone yang

    semuanya dibeli dari E-Merck, Jerman.

    Metode

    Pembuatan Tepung Jali

    Biji jali dicuci dan kemudian dikeringkan

    dalam drying cabinet bersuhu 50˚C hingga

    kering. Setelah itu,biji jali dihaluskan

    dengan menggunakan grinder dan

    kemudian diayak hingga mendapatkan

    tepung yang halus. Tepung jali yang sudah

    diayak kemudian dikeringkan kembali

    dalam drying cabinet bersuhu 50˚C selama

    3-5 jam untuk memastikan tepung tersebut

    kering.

    Persiapan Kultur Lactobacillus

    plantarum

    Isolat murni L.plantarum3074 direhidrasi

    dalam MRSB dan kemudian diinkubasi

    pada suhu 37˚C selama 24 jam. Kekeruhan

    bakteri diukur dengan metode Mc Farland

    untuk mendapatkan kultur sebanyak

    1,5×108CFU/mL. Kultur yang sudah

    disiapkan kemudian dimasukkan dalam

    PPS (peptone physiological salt) sebanyak

    0,5%; 0,75%; dan 1% v/v.

    Fermentasi Tepung Jali

    Tepung jali yang sudah disiapkan

    disubstitusi dengan 2% konsentrat protein

    kedelai. Sebanyak 25g tepung jali

    dimasukkan dalam cup plastik dan

    kemudian ditambahkan 50mL kultur L.

    plantarum dalam PPS kemudian

    difermentasi selama 24jam. Setelah proses

    fermentasi selesai,tepung dikeringkan

    kembali dalam drying cabinet bersuhu 50˚C

    selama kurang lebih 12 jam.

    Pengukuran Kadar Gizi

    Kadar air dari tepung jali diukur dengan

    menggunakan moisture analyzer Ohaus BM

    25 (Ohaus, Amerika), kadar abu dan kadar

    lemak dengan metode gravimetri, kadar

    protein diukur dengan metode semi-mikro

    kjeldahl [5], dan karbohidrat diukur dengan

    metode anthrone [6].

    HASIL DAN DISKUSI

    Dari hasil pengukuran kadar gizi yang

    dilakukan (Tabel 1), fermentasi pada

    tepung jali meningkatkan kadar abu dan

    kadar lemak. Peningkatan kadar abu ini

    dapat disebabkan oleh penambahan NaCl

    yang ada dalam PPS. Peningkatan kadar

    lemak dapat dikarenakan oleh proses

    fermentasi dan/ataupun oleh penambahan

    konsentrat protein kedelai sebelum proses

    fermentasi, sehingga lemak yang ada dalam

    konsentrat protein kedelai menambah kadar

    lemak pada tepung.

    Tabel 1.Hasil Pengukuran Kadar Gizi

    Parameter Tanpa

    Perlakuan

    Fermentasi

    24 jam

    Kadar Air 10,15%±

    0,23

    7,60 %±

    0,62

    Kadar Abu 0,33 %±

    0,15

    1,39 %±

    1,01

    Protein 11,36% ±

    0,69 * 12,64 %±

    1,51*

    Lemak 3,10 %** 4,89 %**

    Karbohidrat 65,92%±

    2,33

    62,17%±

    2,33

    Keterangan: *Pengukuran dilakukan sebanyak 2

    kali

    ** Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali

    Sebaliknya, fermentasi menurunkan kadar

    air dalam tepung jali. Penurunan kadar air

    dalam tepung jali disebabkan karena setelah

    proses fermentasi, tepung jali dikeringkan

  • 42

    kembaliselama kurang lebih 12 jam,

    sehingga kadar air dalam tepung jali lebih

    rendah. Penurunan kadar karbohidrat dapat

    berarti peningkatan kadar gizi lainnya, yaitu

    lemak dan abu, sebagaimana telah

    disebutkan sebelumnya, serta protein

    (Tabel 1). Sebaliknya, peningkatan kadar

    protein dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

    penambahan konsentrat protein kedelai dan

    proses fermentasi yang berlangsung,

    mengingat bahwa L. plantarum merupakan

    salah satu bakteri proteolitik. Bakteri

    proteolitik dapat menghasilkan enzim

    proteolitik yang dapat mendegradasi rantai

    polipeptida sehingga polipeptida yang

    berukuran besar menjadi polipeptida

    berukuran lebih kecil [7].

    Jika dilihat dari segi kandungan gizi, tepung

    jali berpotensi untuk diolah menjadi pangan

    yang kaya gizi. Untuk memperoleh

    informasi akan kekayaan gizi tersebut,

    terutama dapat dilakukan pengujian

    mengenai kandungan asam amino yang ada

    dalam tepung jali.

    KESIMPULAN

    Proses fortifikasi dengan konsentrat protein

    kedelai dan fermentasi pada tepung jali

    dengan L. plantarum 3074 dapat

    meningkatkan kadar abu, kadar protein dan

    kadar lemak, menurunkan kadar air dan

    karbohidrat pada tepung jali.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Terima kasih kepada Direktorat Penelitian

    dan Pengabdian kepada Masyarakat,

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang

    mendanai penelitian ini melalui Program

    Kreativitas Mahasiswa.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] P. C. M. Jansen, Coix lacryma-jobi L,

    2006. [Online] Available:

    http://www.prota4u.org/search.asp (30

    Oktober 2013)

    [2] M. Kutschera and W. Krasaekoopt,

    “The Use of Job’s Tear (Coix lacryma-jobi

    L.) Flour to Substitute Cake Flour in Butter

    Cake,”AU Journal, Vol 15, pp 233 – 238,

    2012

    [3] Y. Pranoto, S. Anggrahini, Z. Efendi,

    “Effect of Naturaland Lactobacillus

    plantarum fermentation on in-vitro

    Proteinand Starch Digestibilities of

    Sorghum Flour,” Food Bioscience, Vol 2,

    pp. 46 – 52, 2013

    [4]W. Haliza, E. Y. Purwani, dan R. Thahir,

    “Pemanfaatan kacang-kacangan lokal

    sebagai subtitusi bahan baku tempe dan

    tahu,” Buletin Teknologi Pascapanen

    Pertanian , vol 3, pp 1 – 8, 2007

    [5] S. Sudarmadji, B. Haryono, dan

    Suhardi, “Prosedur Analisa Untuk Bahan

    Makanan dan Pertanian,” Liberty,

    Yogyakarta, 1984.

    [6] J. E. Hedge and B.T. Hofreiter, “In

    Carbohydrate Chemistry,” Academic Press,

    1962.

    [7] I. Amadou, M.T. Kamara, A. Tidjani,

    M. B. K. Foh, W. L. Gou, “

    Physicochemical and Nutritional Analysis

    of Fermented Soybean Protein Meal by

    Lactobacillus plantarum Lp.6.,” World

    Journal of Dairy & Food Science, Vol 5, pp

    114 – 118, 2010