Optimasi Pembuatan Tepung Jali (Coix lacryma-jobi L ......2 Pendahuluan Ketahanan pangan adalah...
Transcript of Optimasi Pembuatan Tepung Jali (Coix lacryma-jobi L ......2 Pendahuluan Ketahanan pangan adalah...
-
2
Pendahuluan
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Kementerian Pertanian,
2013).Ketersediaan pangan di suatu negara terkadang dilakukan dengan cara
mengimpor bahan pangan pokok dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Di Indonesia, nilai impor kebutuhan pangan relatif tinggi. Tingginya angka impor
kebutuhan pangan pokok di Indonesia ini membuat Pemerintah melakukan program
peningkatan ketahanan pangan. Tujuan dari program ketahanan pangan adalah
meningkatkan ketersediaan pangan, mengembangkan diversifikasi pangan,
mengembangkan kelembagaan pangan, dan mengembangkan usaha pengelolaan pangan
(Departemen Pertanian, 2005).
Ketahanan pangan di Indonesia menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan
saat ini. Hingga saat ini Indonesia dikenal sebagai negara berkembang yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani. Namun, saat ini Indonesia justru menghadapi
masalah serius dengan ketahanan pangan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia, hingga April 2013 Indonesia mengimpor 167,51 juta kg beras; 897,35
juta kg jagung; 62,2 juta kg tepung terigu; dan 19,71 juta kg kentang(Ariyanti &
Nurmayanti, 2013). Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture
(USDA) pada Mei 2012, angka impor terigu Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan
menembus 7,1 juta ton, meningkat dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 6,7 juta
ton(Suhendra, 2012). Angka impor terigu di Indonesia yang meningkat ini
mengindikasikan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih kurang, dibuktikan dari
angka impor bahan pokok yang meningkat setiap tahunnya.
Sadar akan kenyataan ini, Pemerintah dan para penelitimelakukan berbagai upaya
agar bahan makanan pokok lokal yang selama ini ditinggalkan dapat diolah menjadi
makanan pokok lagi, sehingga dapat mengurangi jumlah bahan makanan pokok yang
diimpor. Penelitian yang sudah dikembangkan sebelumnya adalah pembuatan tepung
-
3
gaplek (Hadinataria, 2011), tepung millet (Hartono, 2013), dan tepung sorgum
(Puspaningsih, 2013) menjadi tepung pengganti terigu.
Bahan makanan pokok lokal lainnya yang berpotensi menjadi bahan pengganti
beras dan tepung terigu yang belum banyak diteliti adalah jali. Jali merupakan
tumbuhan biji-bijian dari suku padi-padian. Menurut data yang dimiliki PROTA (Plant
Resources of Tropical Africa), dalam 100 g jali yang sudah dibersihkan kulit arinya
terdapat 11,6 g air, 14,8 g protein, 4,8 g lemak, 66,9 g karbohidrat, 1,5 g serat, 47 mg
Ca, 254 mg P, 6 mg Fe, 0,26mg tiamin, 0,19 mg riboflavin, and 4,7 mg niasin (Leung
dkk., 1968dalam Jansen, 2006).
Potensi jali menjadi makanan pokok yang bergizi cukup besar, namun perlu
diperhatikan kandunganasam amino-nya. Jali mengandung asam aminoasam aspartat
(19,62 mg/g),alanin (3,92 mg/g), asam aminobutirat-γ (3,52 mg/g), asam glutamat (3,46
mg/g), triptofan (3,18 mg/g), fenilalanin (3,14 mg/g), arginin, glisin+treonin, isoleusin,
leusin, metionin, serin, tirosin, dan valin (Liang dkk., 2009). Asam amino
padaserealiabiasanyadapatdilengkapidenganasam amino darikacang-kacangan. Salah
satukacang-kacangan yang dapat digunakan untuk melengkapi asam amino jali adalah
kedelai. Kedelai memiliki asam amino leusin, lisin, arginin, asam aspartat, asam
glutamat, dan serin dalam jumlah yang cukup besar (Haliza dkk., 2007). Asam amino
dalam kedelai ini dapat melengkapi asam amino esensial yang hanya terdapat dalam
jumlah kecilpada jali, yaitu glisin. Selain itu, pengayaan asam amino juga dapat
dilakukan melalui proses fermentasi. Penelitian yang dilakukan oleh Au dan Fields
(1981) menunjukkan bahwa proses fermentasi pada tepung sorgum dapat memperbaiki
keseimbangan asam amino dalam tepung sorgum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan dilakukan modifikasi tepung jali dengan penambahan isolat protein kedelai yang
kemudian difermentasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan kondisi optimal modifikasi tepung jali.
2. Membandingkan kadar gizi tepung jali termodifikasi yang optimal dengan SNI
tepung terigu (SNI-3751:2009).
3. Membandingkan asam amino tepung jali dan tepung jali termodifikasi.
-
4
4. Menguji potensi tepung jali termodifikasi sebagai pengganti tepung terigu dalam
pembuatan mie.
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 hingga Juni 2014 di Laboratorium
Kimia Pangan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
Bahan dan Piranti
Sampel jali yang digunakan diperoleh dari Parakan, Jawa Tengah, dan sampel
kedelai yang digunakan didapatkan dari Grobogan, Jawa Tengah. Isolat murni
Lactobacillus plantarum 3074 didapatkan dari Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas
Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl (Oxoid, Inggris),HCl (J.T Baker,
Amerika), H2SO4 (Panreac, Spanyol),dietil eter (teknis), MRS broth, pepton, asam
borat, BSA (bovine serum albumin), metil merah, metil biru, MgCl2, CaSO4, NaOH,
Na2SO4, CuSO4, anthrone, dan KNa-tartrat, yang semuanyadibelidari Merck, Jerman.
Piranti yang digunakan adalah piranti gelas, drying cabinet, grinder, waterbath
(Memmert WNB 14, Jerman), spektrofotometer (Optizen UV 2120, Korea Selatan),
centrifuge (EBA 21 Hettich Zentrifugen, Jerman), moisture analyzer(Ohaus MB-25,
Amerika), neraca (OhausTAJ602, Amerika; Ohaus PA214, Amerika), tanur (Vulcan A-
550, Amerika), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Shimadzu LC10, Jepang).
Optimasi Pembuatan Ekstrak protein kedelai(Adepoju etal., 2012 yang
dimodifikasi)
Ekstrak protein kedelai dibuat melalui proses pengendapan protein menggunakan
garam (MgCl2 dan CaSO4) dan asam (asam sitrat, asam cuka, dan sari jeruk nipis),
maupun garam dan asam yang dikombinasikan dengan basa (NaOH). Pengendapan
dilakukan dengan menambahkan asam atau garam ke dalam susu kedelai. Setelah
-
5
didapatkan bahan pengendap yang menghasilkan rendemen yang cukup besar (asam
sitrat), dicoba kembali mengendapkan pada pH yang berbeda menggunakan asam sitrat
untuk menentukan pH optimal pada proses pengendapan. Proses pembuatan ekstrak
protein kedelai yang digunakan untuk fortifikasi dilakukan pada pH 4,8.
Optimasi Pembuatan Tepung Jali Termodifikasi (Hartono, 2013 yang
dimodifikasi)
Pembuatan tepung jali termodifikasi dibuat dari jali yang sudah dicuci kemudian
dikeringkan lalu dihaluskan dengan grinder dan diayak. Tepung jali ditambah dengan
1%, 2%, dan 3% ekstrak protein kedelai dan difermentasi dengan menggunakan
L.plantarum dengan konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 0,75% selama 24, 36, dan 48 jam.
Kadar protein terlarut tepung hasil fermentasi diukur menggunakan metode Biuret.
Pengukuran Kadar Protein Terlarut dengan Metode Biuret (AOAC, 1995 yang
dimodifikasi)
Tepung jali hasil fermentasi ditimbang sebanyak 0,25 g dan ditambah 10mL
NaOH 0,1M dan dipanaskan dalam waterbath bersuhu 90˚C selama 10 menit,
didinginkan dan dipusingkan 6000rpm selama 10 menit. Supernatan yang ada diambil
sebanyak 1mL dan ditambah 4mL reagen Biuret (0,15g CuSO4.5H2O + 0,6g KNa-tartrat
dilarutkan menjadi 50mL + 30mL NaOH 10% dan digenapkan menjadi 100mL).
Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 550nm. Sebagai standar digunakan BSA dengan 6 variasi
konsentrasi yang berkisar antara 1mg/mL – 10 mg/mL.
Pengukuran Kadar Air Tepung Jali Termodifikasi
Kadar air sampel diukur dengan menggunakan moisture analyzer Ohaus MB 25.
Pengukuran kadar air dilakukan dengan memasukkan kurang lebih 1 g sampel ke dalam
moisture analyzer.
Pengukuran Kadar Abu Tepung Jali Termodifikasi (Sudarmadji dkk., 1984)
Kadar abu dari sampel diukur menggunakan metode gravimetri, 1gsampel
ditimbang dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya kemudian dipijarkan
-
6
dalam furnace pada suhu 600°C - 700°C selama 4-5 jam hingga diperoleh abu berwarna
putih, kemudian dibiarkan dingin dalam desikator kemudian ditimbang.
Pengukuran Kadar Lemak Tepung Jali Termodifikasi (Sudarmadji dkk., 1984)
Kadar lemak dari tepung jali termodifikasi diukur dengan menggunakan metode
soxhlet. Sampel sebanyak 3-5 gram dibungkus dengan kertas saring kemudian
dimasukan kedalam soxhlet dan diekstraksi lemaknya dengan pelarut dietil eter
secukupnya selama kurang lebih 6 jam. Kolf yang berisi lemak dan pelarut kemudian
diuapkan pelarutnya dan dimasukkan kedalam oven selama 1-2 jam, kemudian
ditimbang dan dihitung kadar lemaknya.
Pengukuran Kadar Karbohidrat Tepung Jali Termodifikasi (Gustiar, 2009 yang
dimodifikasi)
Sampel tepung jali ditimbang sebanyak 0,2 g kemudian ditambah 10mL HCl
2,5M dan dihirolisis dalam waterbath bersuhu 80˚C selama 3 jam. Larutan dinetralkan
dengan Na2CO3 padat hingga tidak muncul gelembung. Larutan kemudian diambil
sebanyak 1mL dan ditambah 9mL aquadest. Jika larutan keruh dipusingkan selama 15
menit dengan kecepatan 6000rpm. Setelah itu diambil 1mL supernatan dan ditambah
dengan 4mL reagensia anthrone (0,1% anthrone dalam H2SO4 pekat). Larutan kemudian
diinkubasi pada suhu 40˚C selama 8 menit. Setelah dingin larutan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 630nm.
Pengukuran Kadar Protein Total Metode Semi Mikro Kjeldahl (Sudarmadji dkk.,
1984)
Pengukuran kadar protein terlarut metode semi-mikro kjeldahl dilakukan dengan
menimbang 1 gram sampel halus kedalam labu kjeldahl dan ditambahkan 10mL H2SO4
pekat dan 5 gram Na2SO4. Sampel kemudian dipanaskan dengan api dalam lemari asam
hingga larutan sampel menjadi jernih, kemudian dinginkan sampel. Sebelum melakukan
proses distilasi disiapkan 25 mL asam borat jenuh yang sudah ditambah dengan
indikator metil merah-metil biru dalam elenmeyer pada penampung distilat pada alat
distilasi. Setelah dingin sampel dilarutkan dengan sedikit akuades dan dimasukkan
kedalam alat distilasi dengan penambahan 35 mL larutan NaOH-Na2S2O3 (100 gram
-
7
NaOH + 100 mL akuades + 25 gram Na2S2O3) dan dilakukan distilasi hingga asam
borat berubah menjadi hijau. Setelah berubah menjadi hijau larutan tersebut dititrasi
dengan HCl 0,063M yang telah distandarisasi hingga berubah warna menjadi seperti
semula. Volume hasil titrasi tersebut digunakan untuk menghitung kadar protein dalam
sampel.
Identifikasi Asam Amino
Identifikasi asam amino dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
Preparasi Sampel
Sampel sebanyak 60mg ditambah 4mL HCl 6M dihidrolisis selama 24 jam
padasuhu 110˚C. Hasil hidrolisis dinetralkan dengan NaOH 6M hingga bervolume
10mL kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 0,2 µm. Larutan sampel
diambil 30 µL lalu ditambah larutan OPA (ortho-pthalaldehid) sebanyak 300 µL dan
diaduk selama 5 menit. Selanjutnya 5µL sampel dimasukkan kedalam injektor KCKT.
Analisis Sampel
Analisis sampel dengan KCKT dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dengan kondisi
operasional sebagai berikut:
Instrumen : Shimadzu LC10, Jepang
Fase diam : Licrospher ® 100 RP 18 (125mm × 4mm, 5µm)
Fase gerak : A= CH3OH : NaOAc 50mM : THF (2 : 96 : 2) pH 6,8
B = 65% CH3OH
Volume injeksi : 5 µL
Kecepatan alir : 1,5mL / menit
Elusi gradien : 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 40 menit stop
Detektor : FluorescentShimadzu RF 535
Asam amino yang digunakan sebagai standaradalah asam aspartat (Asp), asam
glutamat (Glu), serin (Ser), histidin (His), glisin (Gly), arginin (Arg), alanin (Ala),
-
8
tirosin (Try), metionin (Met), valin (Val), fenilalanin (Phe), isoleusin (Ile), leusin (Leu),
dan lisin (Lys) dengan konsentrasi 25ppm, 125ppm, 250 ppm dan 500ppm.
Aplikasi Tepung Jali Termodifikasi yang Paling Optimal dalam Pembuatan Mie
Tepung jali termodifikasi diaplikasikan pada pembuatan mie basah, 125 g tepung,
1 butir telur, sedikit garam, dan ½ sdm minyak goreng dicampur dalam satu wadah
kemudian diuleni sampai kalis jika perlu ditambahkan sedikit air. Adonan digiling
menggunakan gilingan mie hingga dicapai ketebalan yang diinginkan dan kemudian
dipotong menggunakan pemotong mie. Mie yang didapatkan kemudian direbus dalam
air mendidih selama 2 – 3 menit.
Tepung yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu yang
disubstitusi dengan tepung jali termodifikasi sebanyak 0% (kontrol), 15%, 25%, 35%
dan 45%.
Uji Organoleptik Mie Basah (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik mie basah dilakukan kepada 25 orang panelis dengan skala
hedonis 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka.
Parameter yang diujikan meliputi warna, rasa, tekstur, dan aroma.
Analisis Data
Data proses optimasi tepung jalitermodifikasi dianalisis dengan menggunakan
rancangan faktorial 33 (3×3×3) dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok
(RAK)dengan 3 kali pengulangan.Sebagaifaktorpertamaadalahkonsentrasi protein
kedelai yang terdiridari 3 aras, yaitu 1%, 2%, dan 3%. FaktorkeduaadalahkonsentrasiL.
plantarum yang terdiridari 3 aras, yaitu 0,25%; 0,50%; dan 0,75%. Faktor
ketigaadalahwaktufermentasi yang terdiridari 3 aras,yaitu 12 jam, 24 jam, dan 36jam.
Purata antarperlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat
kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1980).
Pengukuran kadar gizi tepung jali termodifikasi yang optimal diukur sebanyak3
kali ulangan, dan kemudian data dianalisissecara statistika dengan menghitung purata
-
9
dan standard error (SE), lalu dibandingkan dengan SNI-3751:2009. Data hasil
identifikasi asam amino menggunakan KCKT dianalisis secara deskriptif.
Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK), yang terdiri dari 5 perlakuan dan 25 orang panelis sebagai ulangan. Sebagai
perlakuan adalah substitusi tepung jali termodifikasi sebesar 0%, 15%, 25%, 35%, dan
45%. Pengujian antarperlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan
tingkat kebermaknaan 5%.
Hasil dan Pembahasan
Optimasi Pembuatan Ekstrak protein kedelai
Dalam proses modifikasi tepung jali ditambahkan ekstrak protein kedelai. Ekstrak
protein kedelai dipilih karena asam amino dalam kedelai - salah satunya lisin - tidak
terdapat dalam jali. Dalam proses fermentasi digunakan ekstrak protein kedelai karena
ekstrak protein kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tepung kedelai, sehingga jumlah yang ditambahkan bisa jauh lebih sedikit jika
dibandingkan dengan menambahkan tepung kedelai. Ekstrak protein kedelai dapat
dibuat dengan cara mengendapkan protein dalam susu kedelai menggunakan asam atau
garam.Gambar 1 menunjukkan perbandingan %rendemen hasil pengendapan susu
kedelai menggunakan asam dan garam dari sejumlah kedelai dan volume yang sama
untuk masing-masing uji.
Gambar 1.Massa ekstrak protein kedelai(g) yang diperoleh berdasarkan bahan pengendapnya
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
+NaOH +MgCl2
+NaOH +Asamcuka
+NaOH +Air jeruk
nipis
+Airjeruknipis
+ MgCl2 + Asamcuka
+ Asamsitrat
Mas
sa E
nd
apan
Eks
trak
P
rote
in K
edel
ai (
gram
)
-
10
Berdasarkan Gambar 1, pengendapan menggunakan asam menghasilkan %
rendemen yang lebih besar dibandingkandengan pengendapan menggunakan garam
ataupun garam yang dikombinasikan dengan basa, sehingga untuk selanjutnya
digunakan asam untuk menentukan pH optimal.
Gambar 2.Massa ekstrak protein kedelai(g) yang diperoleh berdasarkan pH pengendapannya
Berdasarkan Gambar 2, pengendapan pada pH 4,2 – 4,4 menghasilkan %
rendemen yang besar, namun juga membutuhkan bahan pengendap yang sangat banyak,
sehingga untuk selanjutnya digunakan pH 4,8 karena pada pH 4,8 menghasilkan ekstrak
protein kedelai yang cukup banyak namun hanya membutuhkan sedikit bahan
pengendap. Selanjutnya, bahan pengendap yang dipilih adalahasam sitrat karena
penggunaan asam cuka menimbulkan bau khas asam cuka dan penggunaan air perasan
jeruk nipis membutuhkan jumlah yang lebih besar jika dibanding dengan penggunaan
asam sitrat 10%.
Optimasi Pembuatan Tepung Jali Termodifikasi
Penentuan kondisi optimal fermentasi tepung jali termodifikasi dilakukan dengan
analisis rancangan faktorial 3×3×3 terhadap data hasil pengukuran protein terlarut
tepung jali. Analisis datajuga digunakan untuk melihat apakah terdapat interaksi dari
setiap variabel (waktu fermentasi, kadar L. plantarum, dan jumlah protein kedelai yang
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
6
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9
6.08
6.56.46 6.47
5.87 5.88
5.97
6.22
5.97
Mas
sa E
nd
apan
(g)
pH
-
11
ditambahkan). Hasil pengukuran protein terlarut dari seluruh kombinasi perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.Kadar protein terlarut tepung jali hasil fermentasi pada berbagai kondisi, dimana P = kadar
ekstrak protein kedelai yang ditambahkan (1 = 1%, 2 = 2%, 3 = 3%); L = konsentrasi L. plantarum yang digunakan
(1 = 0,25%; 2 = 0,50%; 3 = 0.75%); W = waktu fermentasi tepung (1 = 24 jam, 2 = 36 jam, 3 = 48 jam)
Dari hasil analisisrancangan faktorial dan uji beda nyata jujur (BNJ) (Lampiran
3.),didapatkan bahwa yang mempengaruhi besarnya kadar protein terlarut dari tepung
jali adalah lamanya waktu fermentasi (Tabel 1) dan terdapat interaksi antara kadar L.
plantarum dan jumlah ekstrak protein kedelai yang ditambahkan (Tabel 2).
Tabel 1. Kadar protein terlarut (purata ± SE, %) tepung jali pada setiap waktu
fermentasi
24 jam 36 jam 48 jam
15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80
(b) (a) (ab)
W = 1,20
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar-perlakuan, dan huruf yang
berbeda menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antar-perlakuan.
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar protein terlarut tepung jali yang difermentasi
selama 24 jam lebih tinggi daripada yang difermentasi selama 36, namun sama
16
.79
13
.98
14
.23
16
.51
11
.72
13
.53
13
.97
13
.34
17
.64
17
.10
15
.88
14
.27
16
.91
13
.13
18
.00
16
.90
14
.91
13
.87
14
.46
14
.54
15
.90
15
.56
14
.97 1
4.0
91
5.2
21
3.4
8
14
.44
P1
L1
W1
P1
L1
W2
P1
L1
W3
P1
L2
W1
P1
L2
W2
P1
L2
W3
P1
L3
W1
P1
L3
W2
P1
L3
W3
P2
L1
W1
P2
L1
W2
P2
L1
W3
P2
L2
W1
P2
L2
W2
P2
L2
W3
P2
L3
W1
P2
L3
W2
P2
L3
W2
P3
L1
W1
P3
L1
W2
P3
L1
W3
P3
L2
W1
P3
L2
W2
P3
L2
W3
P3
L3
W1
P3
L3
W2
P3
L3
W3
Kad
ar p
rote
in t
erl
aru
t (%
)
Kombinasi perlakuan
-
12
denganyang difermentasi selama 48 jam. Oleh karena itu, untuk titik optimal fermentasi
digunakan waktu fermentasi selama 24 jam.
Tabel 2. Kadar protein terlarut (purata ± SE, %) tepung jali terfermentasi berdasarkan
dua variabel konsentrasi bakteri dan penambahan ekstrak protein kedelai
0,25% L.plantarum 0,5% L.plantarum 0,75% L.plantarum
1% Ekstrak protein
kedelai
15,00 ± 1,07 (a)
(a)
13,92 ± 1,69 (a)
(a)
14,99 ± 1,80 (a)
(a)
2% Ekstrak protein
kedelai
15,75 ± 1,13 (a)
(a)
16,01 ± 1,83 (a)
(b)
15,22 ± 1,23 (a)
(a)
3% Ekstrak protein
kedelai
14,97 ± 1,35 (a)
(a)
14,87 ± 1,89 (a)
(ab)
14,38 ± 0,58 (a)
(a)
W = 2,05
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada sebelah kanannya menunjukkan tidak
ada beda signifikan antarperlakuan secara horizontal.
Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama di bagian bawahnya menunjukkan tidak ada beda
signifikan antarperlakuan secara vertikal.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada penambahan 1% ekstrak protein kedelai
kadar protein terlarut tepung jali terfermentasi tidak mengalami perbedaan meskipun
menggunakan L. plantarum dengan dosis yang berbeda-beda, dari 0,25% sampai 0,75%.
Perbedaan kadar protein terlarut juga tidak terlihat pada fermentasi dengan penambahan
ekstrak protein kedelai yang lebih tinggi hingga 3%. Lain halnya, fermentasi tepung jali
dengan 0,5% L. plantarum menghasilkan konsentrasi protein terlarut yang berbeda-beda
ketika kadar ekstrak protein kedelai yang ditambahkan bervariasi. Pada kondisi
fermentasi ini penambahan 2% ekstrak protein kedelai menghasilkan kadar protein
terlarut tertinggi yaitu 16,01±1,83%. Nilai tersebut tidak berbeda dengan fermentasi
sejenis namun dengan konsentrasi L. plantarum yang lebih rendah, 0,25%.Jadi, sesuai
dengan analisis ini dan berdasarkanTabel 1, titik optimal untuk fermentasi tepung jali
adalah jali yang terfortifikasi ekstrak protein kedelai sebanyak 2% dan fermentasi
selama 24 jam dengan 0,25% L. plantarum.
Kondisi optimal untuk fermentasi tepung jali terfortifikasi protein kedelai
inimembutuhkan waktu fermentasi yang lebih singkat daripadafermentasi tepung gaplek
-
13
terfortifikasi tepung kedelai dengan ragi tempe, yakni40 jam(Andriani, 2012). Lama
fermentasi menggunakan L. plantarum tampaknya lebih singkat jika dibandingkan
dengan fermentasi menggunakan ragi tempe.Hal ini didukung pula oleh penelitian yang
dilakukan oleh Pranoto dkk. (2013) bahwa waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi
tepung sorgum dengan L. plantarum adalah28 jam.
Kadar Gizi Tepung Jali yang Optimal
Tepung jali yang difortifikasi dengan 2% ekstrak protein kedelai difermentasi
selama 24 jam menggunakan 0,25% L. plantarum kemudian disebut sebagai tepung jali
termodifikasi. Tepung inidiukur kadar gizinya, yang meliputi kadar air, abu, protein
total, lemak, dan karbohidrat(Tabel 3).
Tabel 3. Kadar gizi (purat ± SE, %) tepung jali dan tepung jali termodifikasi serta SNI
tepung terigu (%)
Kadar Gizi Tepung jali Tepung Jali Termodifikasi SNI-3751:2009
Kadar air 10,15 ± 0,23 7,60 ± 0,62 Maks 14,5
Kadar abu 0,33 ± 0,15 1,35 ± 0,06 Maks 0,70
Kadar protein total 10,88 ± 1,93 12,71 ± 0,44 Min 7,00
Kadar lemak 3,46 ± 1,23 4,96 ± 0,15
Kadar karbohidrat 65,92 ± 2,33 62,17 ± 5,29
Tabel 3 mengindikasikan bahwamodifikasipada tepung jali meningkatkan kadar
abu dan kadar lemak. Peningkatan kadar abu ini sangat mungkindisebabkan oleh
penambahan NaCl yang ada dalam PPS. Peningkatan kadar lemak dapat disebabkanoleh
proses fermentasi dan/ataupun oleh penambahan ekstrak protein kedelai sebelum proses
fermentasi, sehingga lemak yang ada dalam ekstrak protein kedelai menambah kadar
lemak pada tepung.
Sebaliknya, fermentasi menurunkan kadar air dalam tepung jali. Diduga bahwa
selama proses fermentasi, molekul-molekul air terlibat dalam banyak proses hidrolisis –
-
14
salah satunya hidrolisis protein -, meskipun di sisi lain reaksi-reaksi metabolisme
lainnya menghasilkan molekul air. Penurunan kadar karbohidrat dapat berarti
peningkatan kadar gizi lainnya, yaitu lemak dan abu, sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, serta protein (Tabel 3). Sebaliknya, peningkatan kadar protein dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu penambahan ekstrak protein kedelai dan proses
fermentasi yang berlangsung, mengingat bahwa L. plantarum merupakan salah satu
bakteri proteolitik. Bakteri proteolitik dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat
mendegradasi rantai polipeptida sehingga polipeptida yang berukuran besar menjadi
polipeptida-polipeptida berukuran lebih kecil (Amadou dkk., 2010).
Identifikasi Asam Amino
Hasil identifikasi asam amino pada tepung jali, tepung jali termodifikasi, dan
ekstrak protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.1 Kromatogram standar asam amino (125 ppm)
-
15
Gambar 4.2Kromatogram asam amino tepung jali
Gambar 4.3 Kromatogram asam amino tepung jali termodifikasi
glysin
-
16
Gambar 4.4 Kromatogram asam amino ekstrak protein kedelai
Keterangan: Kondisi operasional: Instrumen Shimadzu LC10, Jepang; Fase diam kolom Lichrospher ® 100 RP
18 (125mm × 4mm, 5µm); fase gerak A = CH3OH : 50mM natrium asetat : THF (2:96:2) ph 6.8, B = 65% metanol;
volume injeksi 5µL; kecepatan alir 1,5mL/menit; elusi gradien 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 40 menit stop;
detektor Flourecen shimadzu RF 535
Berdasarkan kromatogram pada Gambar 4. secara kualititatif proses modifikasi
dengan cara fermentasi dan fortifikasi pada tepung jali meningkatkan ragam asam
amino dalam jali. Pada identifikasi asam amino digunakan 14 standar asam amino, asam
amino standar yang terdeteksi dalam tepung jali yang pada awalnya 12 macam menjadi
13 macam dengan terdeteksinya kromatogram yang memiliki retensi bersesuaian
dengan kromatogram glisin standar. Glisin dijumpai dalam protein kedelai. Akan tetapi,
menarik bahwa kadar glisin di dalam tepung jali termodifikasi jauh lebih tinggi (21 kali)
daripada kadar glisin teoritis yang dihitung dari jumlah ekstrak protein kedelai yang
ditambahkan (Tabel 4). Hal ini mempertegas bahwa fermentasi mampu meningkatkan
kuantitas dan ragam asam amino.
Secara kuantitatif asam amino pada tepung jali, tepung jali termodifikasi, dan
ekstrak protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 juga dapat dilihat
perkiraan kadar asam amino dalam tepung jali yang belum difermentasi. Tabel
-
17
4memperlihatkan bahwa kadar asam amino dari tepung jali termodifikasi lebih tinggi
dari tepung jali yang difortifikasi dengan ekstrak protein kedelai. Lebih lanjut,Tabel 4
menunjukkan bahwa proses fermentasi meningkatkan kadar asam amino dalam tepung
jali sebanyak 21,19 kali untuk glisin dan sebanyak 1,15 hingga 2,51 kali untuk asam
amino yang lain.Peningkatan kadar glisin yang sangat besar ini menguntungkan karena
glisin berguna untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan mendorong proses
penyembuhan (Balch, 2006).
Asam amino yang mengalami peningkatan cukup besar (1,7-2,51 kali) adalah
asam aspartat, asam glutamat, alanin, tirosin, isoleusin dan leusin. Peningkatan pada
jumlah isoleusin dan leusin dalam tepung jali ini memiliki manfaat bagi tubuh manusia,
karena asam amino isoleusin dan leusin merupakan asam amino esensial yang tidak
dihasilkan oleh tubuh. Kebutuhan asam amino isoleusin harus terpenuhi karena
isoleusin berperan dalam pembuatan protein dan enzim yang merupakan bahan untuk
membuat komponen biokimia lain dalam tubuh (Hunter III, 2014).Isoleusin juga
dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin dan juga untuk menyeimbangkan dan
mengatur kadar gula dalam darah. Asam amino leusin mendorong pemulihan sel pada
tulang, kulit, dan jaringan otot. Leusin juga menurunkan kadar gula darah yang
meningkat serta membantu produksi hormon pertumbuhan (Balch, 2006).
Peningkatan kadar asam amino dalam tepung jali yang dimodifikasi ini selaras
dengan hasil penelitian dari Liang dkk. (2009) bahwa fermentasi jali dengan Phellinus
linteusmeningkatkan kualitas dan kuantitas asam amino dalam jali.Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa asam amino lisin dan histidin yang awalnya tidak terdeteksi
menjadi terdeteksi dengan kadar 3,58 dan 4,07 mg/g berat kering. Selain itu, Liang dkk.
(2009) juga menyebutkan bahwa asam amino alanin, arginin, asam glutamat meningkat
sebanyak 3,15; 17,15; dan 12,25 kali dibanding jali yang tidak difermentasi. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Dajanta dkk. (2010) juga menunjukkan bahwa proses
fermentasi pada kedelai (thua nao) secara natural maupun menggunakan Bacillus
subtilis meningkatkan kadar asam amino kedelai secara signifikan. Pada kedelai yang
difermentasi dengan B. Subtilis, kadar histidin, arginin,sistein dan tirosin meningkat
sebanyak 13, 6, 2 dan 2 kali lipat dibanding dengan kedelai yang difermentasi secara
alami. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan kembali bahwa fermentasi
-
18
merupakan salah satu cara yang mampu meningkatkan ragam dan kadar asam amino.
Tabel 4. Kadar asam amino (%) pada jali dan ekstrak protein kedelai
Asam
Amino
Ekstrak
protein kedelai
Tepung
Jali
Tepung Jali Terfortifikasi
(Teoritis)
Tepung Jali
Termodifikasi
Peningkatan
(kali)
Asp 8,76 0,15 0,32 0,81 2,51
Glu 17,59 2,69 2,99 6,07 2,03
Ser 3,47 0,69 0,75 1,12 1,50
His 0,00 0,52 0,51 0,60 1,18
Gly 1,43 0,00 0,03 0,61 21,19
Arg 5,03 0,40 0,49 0,71 1,45
Ala 2,82 1,09 1,13 1,99 1,77
Tyr 2,23 0,42 0,46 0,81 1,77
Met - - - - -
Val 2,12 0,52 0,55 0,83 1,50
Phe 2,84 0,78 0,82 1,12 1,37
Ile 2,68 0,28 0,33 0,58 1,78
Leu 4,97 1,50 1,57 2,70 1,72
Lys 3,80 0,48 0,54 0,62 1,15
Uji Organoleptik
Tepung jali termodifikasi yang optimal diaplikasikan menjadi produk mie basah
yang berbahan dasar tepung terigu yang disubstitusi dengan tepung jali sebesar 0%,
15%, 25%, 35%, dan 45%. Produk mie basah yang disubstitusi dengan tepung jali
kemudian diuji tingkat kesukaannya pada 25 orang panelis dengan skala hedonis.
Parameter yang diujikan meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Hasil uji organoleptik
dari produk mie basah dapat dilhat pada Tabel 5.
-
19
Tabel 5. Hasil evaluasi sensoris mie basah pada berbagai kadarsubstitusi tepung jali
termodifikasi
0% 15% 25% 35% 45%
Aroma 3,76 ± 0,27 3,20 ± 0,34 3,28 ± 0,28 3,08 ± 0,30 3,08 ± 0,30
W = 0,50 b a a a a
Warna 3,40 ± 0,42 3,24 ± 0,40 3,72 ± 0,25 3,60 ± 0,30 3,44 ± 0,34
W = 0,62 a a a a a
Rasa 4,16 ± 0,26 3,52 ± 0,38 3,20 ± 0,32 3,48 ± 0,37 3,36 ± 0,36
W = 0,60 b a a a a
Tekstur 4,20 ± 0,27 2,84 ± 0,52 3,24 ± 0,30 3,08 ± 0,39 2,96 ± 0,33
W = 0,60 b a a a a
Keseluruhan 4,08 ± 0,31 3,36 ± 0,36 3,56 ± 0,34 3,48 ± 0,32 3,12 ± 0,34
W = 0,56 b a a a a
Keterangan: 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak suka; 4 = suka; 5 = sangat suka
Dari hasil analisis organoleptik pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada kontrol
(mie yang dibuat dari 100% tepung terigu) memperoleh skor 4 (suka).Mie dengan
substitusi tepung jali termodifikasi sebesar 15% dan 45% memperoleh skor penerimaan
aroma, rasa, dan warna agak suka. Sedangkan, skor penerimaan teksturdan keseluruhan
mendekati suka. Pada mie dengan tingkat substitusi 25% dan 35% secara keseluruhan
memiliki skor penerimaan yang tidak berbeda dengan mie dengan tingkat substitusi
15% dan 45%, namun pada mie dengan tingkat substitusi 25% dan 35% teksturnya
lebih disukai. Berdasarkan hasil uji organoleptik direkomendasikan menggunakan
tingkat substitusi 25% atau 35%, karena pada tingkat substitusi ini aroma, rasa, warna
dan tesktur mie masih dapat diterima oleh panelis.Akan tetapi, diperlukan
pengembangan formula mie yang dapat menghasilkan mie dengan tingkat kesukaan
setara dengan mie terigu tanpa substitusi – yang memperoleh skor 4.Selain itu,
disarankan pembuatan makanan jenis lain menggunakan tepung jali termodifikasi ini,
baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai substituen.
-
20
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:
1. Kondisi optimum untuk fermentasi tepung jali adalah penambahan 2% ekstrak
protein kedelai dan fermentasi dengan 0,25% L. plantarum selama 24 jam.
2. Kadar air dan protein dalam tepung jali termodifikasi memenuhi standar SNI-
3751:2009, sedangkan kadar abu dari tepung jali termodifikasi belum memenuhi
standar SNI-3751:2009.
3. Hasil identifikasi asam amino menunjukkan bahwa proses fortifikasi dan fermentasi
pada tepung jali memperkaya asam amino dalam tepung jali, baik dari segi jumlah
maupun ragam. Asam amino yang memiliki kadar paling besar dalam tepung jali
termodifikasi adalah asam glutamat (6,07%) dan yang mengalami peningkatan
relatif paling tinggi adalah glisin karena glisin tidak dijumpai pada tepung jali.
4. Hasil uji organoleptik pada produk mie yang disubstitusi dengan tepung jali
termodifikasi menunjukkan bahwa hingga tingkat substitusi 45% produk mie masih
dapat diterima oleh panelis, namun direkomendasikan untuk menggunakan tingkat
substitusi 25% atau 35%.
Dari penelitian yang telah dilakukan, saran untuk pengembangan penelitian ini
selanjutnya adalah:
1. Dilakukan penelitian untuk waktu fermentasi yang lebih singkat (dibawah 24 jam),
karena pada sampel yang difermentasi selama 36 jam mulai muncul rasa asam dan
pH pada saat fermentasi sudah terlalu rendah (pH=3).
2. Tidak menggunakan PPS dalam pembuatan suspensi bakteri, karena penambahan
NaCl meningkatkan kadar abu dari tepung jali termodifikasi.
3. Perlu dilakukan identifikasi asam amino lebih lanjut dengan menggunakan asam
amino standar yang lengkap, karena dalam hasil analisis asam amino dalam
penelitian ini masih terdapat kromatogram yang belum diketahui jenis asam
aminonya.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang mendanai penelitian ini melalui Program
Kreativitas Mahasiswa tahun pendanaan 2014.
-
21
Daftar Pustaka
Adepoju, P. A., A. O. Longe, O. B. Odeinde, G. N. Elemo, O. L. Erukainure. 2012.
Investigation into the Coagulating Properties of Acid and Enzyme
Coagulated Soy Protein Precipitate. Food and Public Health 2012, 2(5):127-
130.
Amadou, I., M. T. Kamara, & A. Tidjani. 2010. Physicochemical and Nutritional
Analysis of Fermented Soybean Protein Meal by Lactobacillus plantarum
Lp6. World Journal of Dairy & Food Science 5 (2): 114-118.
Andriani, L. D., 2012. Analisis Protein dan Identifikasi Asam Amino Pada Tepung
Gaplek Terfortifikasi Tepung Kedelai (Glycine max (L)).Skripsi. Program
Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of official Analytical
Chemists. AOAC, Washington DC
Ariyanti, Fiki dan Nurmayanti. 2013. 27 Bahan Pokok Sehari-hari Ternyata Asalnya
dari Impor. http://bisnis.liputan6.com/read/606975/27-bahan-pokok-sehari-
hari-ternyata-asalnya-dari-impor [ 23 Oktober 2013].
Au, P. M. dan M. L. Fields. 1981. Nutritive Quality of Fermented Sorghum. Journal
of Food Science, No. 46 : 652-654.
Balch, P. A. 2006. Prescription for Nutritional Healing, 4th Edition. Penguin Group.
New York.
Dajanta K., A. Apichartsrangkoon, E. Chukeatirote, R. A. Frazier. 2011. Free-amino
acid profiles of thua nao, a Thai fermented soybean. Food Chemistry 125:
342-347.
Departemen Pertanian. 2005. Program Peningkatan Ketahanan Pangan.
http://www.deptan.go.id/daerah_new/ntt/keg.apbn_files/PROGRAM
PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN.htm [22 Oktober 2013].
Hadinataria, Nerissa. 2011. Pemanfaatan Tepung Kedelai (Glycine max L.) Dalam
Optimalisasi Pembuatan Tepung Gaplek Berprotein Sebagai Bahan
Substitusi Tepung Terigu. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
-
22
Haliza, W., E. Y. Purwani, dan R. Thahir. 2007.Pemanfaatan kacang-kacangan lokal
sebagai subtitusi bahan baku tempe dan tahu. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian. vol 3, pp 1 – 8.
Hartono, Stevan Dwi. 2013. Optimasi Pembuatan Tepung Millet Termodifikasi dan
Aplikasinya Sebagai Bahan Dasar Roti Tawar(Tinjauan Dari Kadar
Protein Terlarut, Kadar Gizidan Asam Amino). Skripsi. Program Studi
Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
Hedge, J.E. and B.T. Hofreiter. 1962. In Carbohydrate Chemistry, 17 (Eds.
Whinstler R.L. and Be. Miller, J.N.). Academic Press, New York.
HunterIII, J. P. 2014. Health Benefits From Food & Spices. Library of Congress.
Washington DC.
Jansen, P.C.M., 2006. Coix lacryma-jobi L.
http://database.prota.org/PROTAhtml/Coix%20lacryma-jobi_En.htm. [23
Oktober 2013].
Kementrian Pertanian. 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran
Badan Ketahanan Pangan. Kementrian Pertanian.
Liang, C. H., J. L. Syu, Y. L. Lee, and J. L. Mau, Nonvolatile taste components of
solid-state fermented adlay and rice by Phellinus linteus.LWT - Food Science
and Technology, vol. 42, pp. 1738 – 1743, 2009.
Pranoto, Y., Anggrahini, S. & Efendi, Z., 2013. Effect of natural andLactobacillus
plantarum fermentation on in-vitroprotein and starch digestibilities of
sorghum flour. Food Bioscience, No. 2 : 46-52.
Puspaningsih, Vellisya. 2013. Analisis dan Identifikasi Asam Amino dan Asam
Lemak Tak Jenuh Sorghum (Sorghum bicolor L.) Terfortifikasi Kacang
Tanah (Arachis hypogaea) Sebagai Pangan Fungsional. Skripsi. Program
Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
Steel, R.G.D & J.H Torie, 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Gramedia. Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
-
23
Suhendra. 2012. RI Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di Dunia.
http://finance.detik.com/read/2012/06/12/103707/1938780/1036/ri-pengimpor-
gandum-terbesar-kedua-di-dunia [ 23 Oktober 2013].
Sukarto, T. S., 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Aksara. Jakarta.
-
24
Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian
Preparasi Sampel
Pembuatan Ekstrak
Protein Kedelai
Pembuatan Tepung Jali
Pembuatan Tepung Jali
Termodifikasi
Pengukuran Kadar
Protein Terlarut
Tepung Jali
Termodifikasi Optimal
Pengukuran Kadar Gizi Identifikasi Asam
Amino
Aplikasi pada Produk
(mie)
Uji Organoleptik
-
25
Lampiran 2. Kurva Standar untuk Pengukuran Kadar Protein Metode Biuret
BSA (mL) Akuades (mL) Biuret (mL) Konsentrasi
(mg/mL)
A550nm
0 1 4 0 0,000
0,1 0,9 4 1 0,051
0,2 0,8 4 2 0,097
0,6 0,4 4 6 0,258
0,7 0,3 4 7 0,302
0,8 0,2 4 8 0,356
0,9 0,1 4 9 0,394
1 0 4 10 0,442
Contoh perhitungan:
P1K1W1: Konsentrasi protein dari kurva standar = 4,1903 mg/mL
= 41,903mg/10mL larutan
= 41,903 mg/0,25 g sampel
= 167,612 mg/g sampel
Kadar protein =167,612
1000× 100%
= 16,76%
y = 0.043x + 0.0071R² = 0.9988
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 2 4 6 8 10 12
A 5
50
Konsentrasi BSA (mg/mL)
Kurva Standar Biuret
-
26
Lampiran 3. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali Termodifikasi
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata SE
24 jam
P1 L1 16,76 16,23 17,38 16,79 1,43
P1 L2 16,95 16,22 16,35 16,51 4,97
P1 L3 18,59 11,58 11,75 13,97 1,70
P2 L1 15,15 20,03 16,12 17,10 0,98
P2 L2 17,80 16,86 16,07 16,91 0,77
P2 L3 17,37 19,21 14,11 16,90 8,66
P3 L1 14,55 16,56 12,27 14,46 9,95
P3 L2 18,33 15,97 12,38 15,56 3,12
P3 L3 14,70 15,19 15,76 15,22 1,15
36 jam
P1 L1 14,66 11,73 15,55 13,98 6,42
P1 L2 12,02 11,40 11,75 11,72 1,20
P1 L3 14,79 12,71 12,53 13,34 1,37
P2 L1 15,33 16,23 16,09 15,88 2,16
P2 L2 16,54 12,56 10,29 13,13 7,87
P2 L3 15,91 14,43 14,38 14,91 5,25
P3 L1 17,64 14,00 11,99 14,54 6,42
P3 L2 17,72 14,00 13,20 14,97 2,17
P3 L3 12,90 14,60 12,94 13,48 2,59
48 jam
P1 L1 14,73 14,50 13,45 14,23 5,35
P1 L2 17,52 11,09 11,98 13,53 7,13
P1 L3 17,50 18,16 17,27 17,64 5,13
P2 L1 13,68 14,36 14,77 14,27 7,44
P2 L2 20,38 17,25 16,36 18,00 5,99
P2 L3 15,01 13,64 12,96 13,87 11,35
P3 L1 17,83 16,14 13,73 15,90 1,31
P3 L2 19,34 11,06 11,87 14,09 2,42
P3 L3 14,45 14,50 14,39 14,44 0,14
-
27
Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut
Ulangan
I (P1)
Ulangan
II (P2)
Ulangan
III (P3)
total
perlakuan
rata-rata
perlakuan dp SD S2 SE
KO
MB
INA
SI P
ER
LA
KU
AN
P1L1W1 16,76 16,23 17,38 50,37 16,79 1,78 0,57 0,33 1,43
P1L1W2 14,66 11,73 15,55 41,94 13,98 -1,03 2,00 4,00 4,97
P1L1W3 14,73 14,50 13,45 42,68 14,23 -0,79 0,68 0,47 1,70
P1L2W1 16,95 16,22 16,35 49,52 16,51 1,49 0,39 0,15 0,98
P1L2W2 12,02 11,40 11,75 35,17 11,72 -3,29 0,31 0,10 0,77
P1L2W3 17,52 11,09 11,98 40,59 13,53 -1,48 3,48 12,11 8,66
P1L3W1 18,59 11,58 11,75 41,92 13,97 -1,04 4,00 15,99 9,95
P1L3W2 14,79 12,71 12,53 40,03 13,34 -1,67 1,25 1,57 3,12
P1L3W3 17,50 18,16 17,27 52,93 17,64 2,63 0,46 0,21 1,15
P2L1W1 15,15 20,03 16,12 51,29 17,10 2,08 2,58 6,67 6,42
P2L1W2 15,33 16,23 16,09 47,65 15,88 0,87 0,48 0,23 1,20
P2L1W3 13,68 14,36 14,77 42,80 14,27 -0,75 0,55 0,30 1,37
P2L2W1 17,80 16,86 16,07 50,74 16,91 1,90 0,87 0,75 2,16
P2L2W2 16,54 12,56 10,29 39,39 13,13 -1,88 3,16 10,02 7,87
P2L2W3 20,38 17,25 16,36 54,00 18,00 2,99 2,11 4,46 5,25
P2L3W1 17,37 19,21 14,11 50,69 16,90 1,88 2,58 6,66 6,42
P2L3W2 15,91 14,43 14,38 44,72 14,91 -0,11 0,87 0,76 2,17
P2L3W3 15,01 13,64 12,96 41,60 13,87 -1,15 1,04 1,09 2,59
P3L1W1 14,55 16,56 12,27 43,38 14,46 -0,55 2,15 4,62 5,35
P3L1W2 17,64 14,00 11,99 43,63 14,54 -0,47 2,87 8,21 7,13
P3L1W3 17,83 16,14 13,73 47,71 15,90 0,89 2,06 4,25 5,13
P3L2W1 18,33 15,97 12,38 46,68 15,56 0,55 2,99 8,95 7,44
P3L2W2 17,72 14,00 13,20 44,92 14,97 -0,04 2,41 5,81 5,99
P3L2W3 19,34 11,06 11,87 42,27 14,09 -0,92 4,56 20,82 11,35
P3L3W1 14,70 15,19 15,76 45,65 15,22 0,20 0,53 0,28 1,31
P3L3W2 12,90 14,60 12,94 40,45 13,48 -1,53 0,97 0,94 2,42
P3L3W3 14,45 14,50 14,39 43,33 14,44 -0,57 0,05 0,00 0,14
Total ulangan 438,16 400,21 377,69 1216,06
rata-rata
ulangan 16,23 14,82 13,99 15,01
du 1,22 -0,19 -1,02
-
28
Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut (lanjutan)
W1 (∑P1i.dpi) 43,02
W2 (∑P2i.dpi) 83,32
W3(∑P3i.dpi) 61,68
N -26,79
n2 717,96
dp2 3,16
Ʃdp2 62,67
Ʃdu2 369,13
D 23134,66
JK non aditivitas 0,03
FK 18256,89
JK TOTAL 427,56
JK ULANGAN 69,19
JK KOMBINASI
PERLAKUAN 188,02
JK GALAT ACAK 170,35
DASIRA NON ADDITIF
SUMBER RAGAM Db JK KT F hit
F tabel
5% 1%
Ulangan (3) 2 69,19
4,03 7,16
Kombinasi Perlakuan (27) 26 188,02
Galat Acak (ulangan x
kombinasi) 52 170,35
Non Additivitas 1 0,03 0,03 0,01
Sisa 51 170,31 3,34
DASIRA
SUMBER RAGAM Db JK KT F hit
F tabel
5% 1%
Ulangan (3) 2 69,19 34,60 10,56 3,18 4,00
Kombinasi Perlakuan (27) 26 188,02 7,23 2,21 1,72 2,10
Galat Acak (ulangan x
kombinasi) 52 170,35 3,28
Total 80 427,56
-
29
Lampiran 3. Analisis Data Kadar Protein Terlarut (lanjutan)
DASIRA
Sumber Ragam Db JK KT F hit F tabel
5% 1%
Ulangan 2,00 69,19 34,60 10,55 3,18 4,00
Kombinasi Perlakuan 26,00 188,02 7,23 2,20 1,72 2,10
Protein yang
ditambahkan (P) 2,00 16,85 8,43 2,57 3,18 4,00
Kadar L.Plantarum (K) 2,00 1,76 0,88 0,27 3,18 4,00
Waktu (W) 2,00 50,71 25,36 7,73** 3,18 4,00
P×K 4,00 43,56 10,89 3,32* 2,55 3,70
P×W 4,00 14,52 3,63 1,11 2,55 3,70
K×W 4,00 14,81 3,70 1,13 2,55 3,70
P×K×W 8,00 45,81 5,73 1,75 2,12 2,87
Galad acak 52,00 170,35 3,28
Total 80,00 427,56
Pengaruh lama fermentasi:
24 jam 36 jam 48 jam
15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80
(b) (a) (ab) W = 1,20
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antar-perlakuan, dan huruf yang
berbeda menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antar-perlakuan.
Interaksi antara konsentrasi bakteri dan penambahan ekstrak protein kedelai
0,25%
L.plantarum
0,5%
L.plantarum
0,75%
L.plantarum
1% Ekstrak
protein kedelai
15,00 ± 1,07 (a)
(a)
13,92 ± 1,69 (a)
(a)
14,99 ± 1,80 (a)
(a)
2% Ekstrak
protein kedelai
15,75 ± 1,13 (a)
(a)
16,01 ± 1,83 (a)
(b)
15,22 ± 1,23 (a)
(a)
3% Ekstrak
protein kedelai
14,97 ± 1,35 (a)
(a)
14,87 ± 1,89 (a)
(ab)
14,38 ± 0,58 (a)
(a) W = 2,05
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada sebelah kanannya menunjukkan tidak
ada beda signifikan antarperlakuan secara horizontal.
Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama di bagian bawahnya menunjukkan tidak ada beda
signifikan antarperlakuan secara vertikal.
-
30
Lampiran 4. Kadar Gizi Tepung Jali
Tepung Jali Tepung Jali Termodifikasi
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-
rata SD SE Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Rata-
rata SD SE
Kadar air (%) 10,26 10 10,19 10,15 0,13 0,23 7,69 7,19 7,91 7,60 0,37 0,62
kadar abu (%) 0,39 0,23 0,38 0,33 0,09 0,15 1,34 1,32 1,39 1,35 0,04 0,06
Kadar Lemak
(%) 3,1 4,3 2,98 3,46 0,73 1,23 4,89 4,94 5,06 4,96 0,09 0,15
Kadar Protein
(%) 11,8 11,28 9,59 10,89 1,16 1,95 12,88 12,40 12,85 12,71 0,27 0,45
Kadar
Karbohidrat
(%)
65,12 67,52 65,13 65,92 1,38 2,33 62,22 59,01 56,29 59,17 2,97 5,00
-
31
Lampiran 5. Analisis Data Uji Organoleptik
0% 15% 25% 35% 45%
Aroma 3,76 ± 0,27 3,20 ± 0,34 3,28 ± 0,28 3,08 ± 0,30 3,08 ± 0,30
W = 0,50 b a a a a
Warna 3,40 ± 0,42 3,24 ± 0,40 3,72 ± 0,25 3,60 ± 0,30 3,44 ± 0,34
W = 0,62 a a a a a
Rasa 4,16 ± 0,26 3,52 ± 0,38 3,20 ± 0,32 3,48 ± 0,37 3,36 ± 0,36
W = 0,60 b a a a a
Tekstur 4,20 ± 0,27 2,84 ± 0,52 3,24 ± 0,30 3,08 ± 0,39 2,96 ± 0,33
W = 0,60 b a a a a
Keseluruhan 4,08 ± 0,31 3,36 ± 0,36 3,56 ± 0,34 3,48 ± 0,32 3,12 ± 0,34
W = 0,56 b a a a a
-
32
Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma):
Panelis A B C D E TOTAL
ULANGAN
(TOTAL
ULANGAN)2
RATA-RATA
ULANGAN du W W*du du2
1 3 3 4 3 2 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25
2 2 3 2 4 3 14,00 196 2,33 2,33 156,22 364,5115 5,444444
3 3 3 4 5 2 17,00 289 2,83 2,83 190,60 540,0379 8,027778
4 2 3 3 5 3 16,00 256 2,67 2,67 179,84 479,5819 7,111111
5 3 5 3 5 3 19,00 361 3,17 3,17 211,08 668,4251 10,02778
6 3 4 2 4 2 15,00 225 2,50 2,50 167,73 419,328 6,25
7 4 4 3 3 3 17,00 289 2,83 2,83 183,32 519,4203 8,027778
8 3 3 2 4 4 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111
9 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25
10 4 1 2 3 4 14,00 196 2,33 2,33 152,60 356,0779 5,444444
11 3 3 3 4 3 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111
12 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25
13 4 4 4 4 4 20,00 400 3,33 3,33 216,44 721,4507 11,11111
14 4 4 3 4 3 18,00 324 3,00 3,00 197,46 592,3872 9
15 3 3 3 4 4 17,00 289 2,83 2,83 185,95 526,8595 8,027778
16 4 3 4 4 4 19,00 361 3,17 3,17 206,20 652,9515 10,02778
17 4 2 2 4 4 16,00 256 2,67 2,67 176,98 471,9531 7,111111
18 4 4 4 4 4 20,00 400 3,33 3,33 216,44 721,4507 11,11111
19 3 4 3 3 3 16,00 256 2,67 2,67 172,57 460,1771 7,111111
20 4 3 4 4 3 18,00 324 3,00 3,00 196,71 590,1264 9
21 4 2 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,84 407,112 6,25
22 2 3 3 3 2 13,00 169 2,17 2,17 142,08 307,8435 4,694444
23 4 4 4 4 2 18,00 324 3,00 3,00 197,46 592,3872 9
-
33
Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma) (Lanjutan):
24 3 3 3 4 3 16,00 256 2,67 2,67 176,46 470,5707 7,111111
25 3 3 3 3 3 15,00 225 2,50 2,50 162,33 405,816 6,25
N 7,592
∑ du2 2,333333333
∑ dp2 1,811022222
D 4,225718519
JK NON ADDITIVITAS 13,63992035
FAKTOR KOREKSI 1344,8
∑ U/ JK TOTAL 1.414,00
JK TOTAL 69,20
∑ TOTAL ULANGAN2 6808
∑ TOTAL ULANGAN2 : 5 1361,6
JK ULANGAN 16,8
TOTAL PERLAKUAN2 6724 6400 5929 8836 5929
∑ TOTAL PERLAKUAN2 33818
∑ TOTAL PERLAKUAN2 : 25 1352,72
JK PERLAKUAN 7,92
JK GALAD ACAK 44,48
-
34
Contoh analisa data uji organoleptik (Aroma) (Lanjutan):
SUMBER RAGAM Db JK KT F HITUNG
ULANGAN (25) 24 16,8
PERLAKUAN (6) 5 7,92
GALAD ACAK 120 44,48 0,370666667
NON ADDITIVITAS 1 13,63992035 13,63992035 52,63120392
SISA 119 30,84 0,259160333
*BNJ 5% KT ga ulangan q tabel perlakuan db GA
S x(bar) = (KT
GA/ulangan)2 0,3707 25 4,1 5 120
W = q (p, v, alfa) x S
x(bar)
KT/ulangan (KT/ul)^0.5 w
0,0148 0,1218 0,49924
*tabel hasil bnj
*w
=========> 0,50
perlakuan A B C D E
rata" perlakuan
3,28
a
3,2
a
3,08
a
3,76
b
3,08
a
Keterangan: A: Substitusi 25% D: Kontrol (substitusi 0%)
B: Substitusi 15% E: Substitusi 35%
C: Substitusi 45%
-
35
Lampiran 6. Paper Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
21 Juni 2014
-
36
OPTIMALISASI FERMENTASI
TEPUNG JALI (Coix lacryma-jobi L.)
TERMODIFIKASI DITINJAU DARI
KADAR PROTEIN TERLARUT
Vera Puspita Anggraini*, Silvia Andini, Yohanes Martono, Sri Hartini, Sylvia
Yuniarini Setiawan, Angga Dwika Kumala Putra, Harry Setiawan Saputra Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah
*[email protected] (085868222622)
ABSTRAK
Jali (Coix lacryma-jobi L.) merupakan salah satu bahan pangan lokal sumber karbohidrat di
Indonesia yang masih kurang pemanfaatannya. Modifikasi tepung jali melalui penambahan konsentrat
protein kedelai dan fermentasi merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan dalam penelitian ini
dalam rangka meningkatkan pemanfaatan jali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
kondisi optimal fermentasi tepung jali dengan penambahan konsentrat protein kedelai oleh Lactobacillus
plantarum3074 berdasarkan kadar protein terlarut (metode Biuret). Data kadar protein terlarut tersebut
dianalisis dengan Rancangan Acak Faktorial 3×3×3.Sebagai perlakuan adalah konsentrasi konsentrat
protein kedelai (1%, 2%, dan 3%), lama fermentasi (24, 36 dan 48 jam) dan konsentrasi bakteri (0,25%;
0,5%; dan 0,75%). Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Purata kadar protein dibandingkan dengan
Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kondisi optimal yang dicapai adalah penambahan 2% konsentrat protein kedelai, 0,25% suspensi L.
plantarum dan waktu fermentasi 24 jam dengan hasilprotein terlarut sebesar 16,97%.
Kata kunci: Jali, Fermentasi, Protein Terlarut
PENDAHULUAN
Jali adalah bahan pangan lokal yang
termasuk golongan serealia. Dalam 100
gram jali yang sudah dibersihkan kulit
arinya terdapat 8,52% - 14,8%
protein[1][2]. Jali mengandung asam amino
alanin (3,92 mg/g), arginin, asam
aminobutirat-γ (3,52 mg/g), asam aspartat
(19,62 mg/g), asam glutamat (3,46 mg/g),
glisin dan treonin, isoleusin, leusin,
metionin, fenilalanin (3,14 mg/g), serin,
triptofan (3,18 mg/g), tirosin, dan valin [1].
Pada penelitian sebelumnya salah satu
metode yang dapat dilakukan untuk
memodifikasi tepung adalah dengan
melakukan fermentasi dan fortifikasi.
Penelitian yang sudah ada menyatakan
bahwa modifikasi tepung jagung lokal
(mocorin) [3], tepung gaplek [4], tepung
millet [5], dan tepung sorgum[6] dapat
memperkaya protein pada tepung.
Penambahan 62,5% bekatul pada tepung
jagung dapat meningkatkan kadar protein
tepung jagung dari 5,71% menjadi 26,63%,
sedangkan penambahan tepung kedelai dan
proses fermentasi selama 40 jam dapat
meningkatkan kadar protein terlarut dalam
tepung gaplek dari 2,13% menjadi 11.86%.
Pada penelitian mengenai modifikasi
tepung milet [5] dan sorgum [6] fortifikasi
dilakukan dengan menambahkan tepung
kacang tanah untuk meningkatkan protein
dari tepung milet dan sorgum. Pada tepung
milet titik optimal fermentasi dicapai pada
penambahan kacang tanah sebanyak 10%,
ragi tempe sebanyak 10% dan fermentasi
selama 16 jam, sedangkan pada tepung
sorgum kondisi optimal fermentasi adalah
penambahan kacang tanah sebanyak 5%,
mikroba sebanyak 2,5% dan fermentasi
selama 24 jam.
Penelitian lain mengenai modifikasi tepung
juga menyatakan bahwa fermentasi tepung
sorgum oleh Lactobacillus
mailto:[email protected]
-
37
plantarumselama 28 jam dapat
meningkatkan kadar protein terlarut pada
tepung sorgum [7].
Berdasar penelitian yang sudah ada
sebelumnya, maka pada penelitian ini
dilakukan fortifikasi dengan menambahkan
konsentrat protein kedelai. Pada penelitian
ini digunakan konsentrat protein kedelai
karena konsentrat protein kedelai
mengandung kadar protein yang lebih
tinggi dibanding tepung kedelai, sehingga
konsentrat protein kedelai cukup
ditambahkan dalam jumlah yang kecil.
Kandungan asam amino dari kacang-
kacangan juga dapat melengkapi asam
amino dari biji-bijian. Selain itu, pengayaan
asam amino juga dapat dilakukan melalui
proses fermentasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Au dan Fields (1981)
menunjukkan bahwa proses fermentasi pada
tepung sorgum dapat memperbaiki
keseimbangan asam amino dalam tepung
sorgum[8].
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jali (Coix lacryma-jobi
L.) yang didapatkan dari Parakan, kedelai
(Glycine max) yang didapatkan dari
Grobogan, isolat murni Lactobacillus
plantarum 3074 yang didapatkan dari Pusat
Studi Pangan dan Gizi UGM, NaCl (Oxoid,
Inggris), MRS broth, pepton, BSA, NaOH,
CuSO4, dan KNaTartrat, yang semuanya
dibeli dari E-Merck, Jerman.
Metode
Pembuatan Tepung Jali
Jali yang didapat dicuci dan kemudian
dikeringkan dalam drying cabinet. Setelah
kering jali dihaluskan dengan menggunakan
grinder dan kemudian diayak hingga
mendapatkan tepung yang halus. Tepung
jali yang sudah diayak kemudian
dikeringkan kembali dalam drying cabinet
untuk memastikan tepung tersebut kering.
Persiapan Kultur Lactobacillus
plantarum
Isolat murni L.plantarum yang didapatkan
dari Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM
direhidrasi dalam MRS broth dan kemudian
diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam.
Untuk fermentasi kekeruhan bakteri diukur
dengan metode Mc Farland untuk
mendapatkan kultur sebanyak
1,5×108CFU/mL. Kultur yang sudah
disiapkan kemudian dimasukkan dalam
PPS (Pepton Physiological Salt) sebanyak
0,25%; 0,5%; dan 0,75% v/v.
Fermentasi Tepung Jali
Tepung jali yang sudah disiapkan
disubstitusi dengan 1%, 2%, dan 3%
konsentrat protein kedelai. Sebanyak
25gram tepung jali dimasukkan dalam cup
plastik dan kemudian ditambahkan 50ml
kultur L.plantarum dalam PPS kemudian
difermentasi selama 24, 36, dan 48 jam.
Setelah proses fermentasi selesai tepung
dikeringkan kembali dalam drying cabinet
bersuhu 50˚C selama kurang lebih 12 jam.
Pengukuran Protein Terlarut
Protein terlarut dalam sampel diukur
dengan metode AOAC 1995 dalam Hartono
2013 yang dimodifikasi. 0,25gram sampel
ditambah 10ml NaOH 0,1M diinkubasi
pada suhu 90˚C selama 10 menit kemudian
dinginkan. Setelah sampel dingin sampel
dipusingkan dengan kecepatan 6000rpm
selama 10 menit. 1ml supernatan diambil
dan kemudian ditambah dengan 4ml reagen
biuret (0,15gram CuSO4 + 0,6gram
KNaTartrat dalam 30ml NaOH 10% dan
digenapkan hingga 100ml dengan
aquadest). Sampel diinkubasi selama 30
menit pada suhu ruang kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 550
nm. Sebagai standar digunakan BSA 1-10 mg/ml.
Analisa Data
Data proses optimasi tepung jali
-
38
termodifikasi dianalisis dengan
menggunakan rancangan faktorial 33
(3×3×3) dengan rancangan dasar RAK 3
kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah
konsentrasi protein kedelai yang terdiri dari
3 aras yaitu: 1%, 2%, dan 3%. Faktor kedua
adalah konsentrasi L. plantarum yang terdiri
dari 3 aras, yaitu: 0,25%; 0,50%; dan
0,75%. Sedang sebagai faktor ketiga adalah
waktu fermentasi yang terdiri dari 3 aras
yaitu 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Pengujian
antar perlakuan dilakukan menggunakan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat
kebermaknaan 5% [9].
HASIL DAN DISKUSI
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
waktu adalah faktor yang paling
mempengaruhi kadar protein terlarut dalam
tepung jali (Tabel 1).Selain waktu,
interaksi antara jumlah konsentrat protein
kedelai dan konsentrasi kultur bakteri juga
mempengaruhi kadar protein terlarut (Tabel
2). Berikut ini hasil pengukuran kadar
protein terlarut tepung jali:
Tabel 1. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali pada setiap Waktu Fermentasi
24 jam 36 jam 48 jam
Rata-rata ± SE 15,94 ± 0,71 14,00 ± 0,64 15,11 ± 0,80
(b) (a) (ab)
Tabel 2. Kadar Protein Terlarut Tepung Jali Terfermentasi pada Konsentrasi Bakteri dan
Penambahan Konsentrat Protein Kedelai
Rata-rata ± SE 0,25%
L.plantarum
0,5%
L.plantarum
0,75%
L.plantarum
1% Konsentrat
Protein Kedelai
15,00 ± 1,07 (a)
(a)
13,92 ± 1,69 (a)
(a)
14,99 ± 1,80 (a)
(a)
2% Konsentrat
Protein Kedelai
15,75 ± 1,13 (a)
(a)
16,01 ± 1,83 (ab)
(a)
15,22 ± 1,23 (a)
(a)
3% Konsentrat
Protein Kedelai
14,97 ± 1,35 (a)
(a)
14,87 ± 1,89 (a)
(a)
14,38 ± 0,58 (a)
(a)
PadaTabel 1, dapat dilihat bahwa kadar
protein terlarut tepung jali yang tertinggi
adalah pada waktu fermentasi selama 24
jam, sedangkan pada Tabel 2, dapat dilihat
bahwa ada interaksi antara penambahan
konsentrat protein kedelai dan konsentrasiL.
plantarum. Interaksi ada pada penambahan
penambahan 2% konsentrat protein kedelai
dan fermentasi menggunakan 0,5%
L.plantarum. Dari hasil analisa data tidak
terdapat beda nyata pada fermentasi tepung
jali menggunakan 0,25% dan 0,5%
L.plantarum yang ditambah 2% protein
kedelai, sehingga titik optimal fermentasi
tepung jali adalah pada penambahan 2%
konsentrat protein kedelai, fermentasi
menggunakan 0,25% L. plantarum dan
fermentasi selama 24 jam.
Hasil fermentasi selama 24 jam
memberikan kadar protein terlarut yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
fermentasi selama 36 jam, tetapi tidak
berbeda dengan fermentasi selama 48 jam.
Fermentasi menggunakan L.plantarum
dapat mempengaruhi ukuran protein.
Polipeptida berukuran besar pada makanan
yang difermentasi dengan menggunakan
L.plantarum dapat dikatakan tidak ada, ini
dapat dikatakan disebabkan oleh degradasi
rantai polipeptida oleh enzim proteolitik
yang dihasilkan oleh L.plantarum [10].
Polipeptida berukuran besar dapat
mempengaruhi kelarutan protein. Semakin
banyak polipeptida berukuran besar maka
semakin kecil kelarutan protein tersebut.
Setelah proses fermentasi dengan
L.plantarum polipeptida yang berukuran
besar diputus oleh enzim proteolitik yang
-
39
dihasilkan oleh L.plantarum, sehingga
jumlah protein terlarut dapat meningkat.
KESIMPULAN
Titik optimal fermentasi tepung jali adalah
pada penambahan 2% konsentrat protein
kedelai, fermentasi menggunakan 0,25% L.
plantarum dan fermentasi selama 24 jam.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Direktorat Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
mendanai penelitian ini melalui Program
Kreativitas Mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] C.H. Liang, J. L. Syu, Y. L. Lee, and J.
L. Mau, “Nonvolatile taste components of
solid-state fermented adlay and rice by
Phellinus linteus,”LWT - Food Science and
Technology, vol. 42, pp. 1738 – 1743, 2009.
[2] P. C. M. Jansen, Coix lacryma-jobi L,
2006. [Online] Available:
http://www.prota4u.org/search.asp (30
Oktober 2013)
[3] F. P. Wiyono, “Evaluasi Mutu Gizi dan
Organoleptik “Butter Cookies” MOCORIN
(Modifikasi Tepung Jagung Lokal (Zea
Mays L.) – Bekatul),” Skripsi – Universitas
Kristen Satya Wacana , 2012.
[4] L. D. Andriani, “Analisis Protein dan
Identifikasi Asam Amino Pada Tepung
Gaplek Terfotifikasi Tepung Kedelai
(Glycine max (L)),” Skripsi – Universitas
Kristen Satya Wacana , 2012.
[5] S. D. Hartono, “Optimasi Pembuatan
Tepung Milet (Setaria sp.) Termodifikasi
dan Aplikasinya Sebagai Bahan Dasar Roti
Tawar (Tinjauan dari Kadar Protein
Terlarut, Kadar Gizi dan Asam Amino,”
Skripsi – Universitas Kristen Satya Wacana
, 2013.
[6] V. Puspaningsih, “Optimalisasi Tepung
Sorghum (Sorghum bicolor L.)
Terfortifikasi Kacang Tanah Sebagai Flakes
Termodifikasi (Tinjauan Analisis dari
Protein Terlarut, Asam Amino dan Asam
Lemak),” Skripsi – Universitas Kristen
Satya Wacana , 2013.
[7] Y. Pranoto, S. Anggrahini, Z. Efendi,
“Effect of Natural and Lactobacillus
plantarum fermentation on in-vitro Protein
and Starch Digestibilities of Sorghum
Flour,” Food Bioscience, Vol 2, pp. 46 –
52, 2013
[8] P. M. Au, M. L. Fields, “Nutritive
Quality of Fermented Sorghum,” Journal of
Food Science, Vol 46, pp. 652 – 654, 1981.
[9] R. G. D. Steel dan J. H. Torie, “Prinsip
dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik,” Gramedia, Jakarta, 1984.
[10] I. Amadou, M.T. Kamara, A. Tidjani,
M. B. K. Foh, W. L. Gou, “
Physicochemical and Nutritional Analysis
of Fermented Soybean Protein Meal by
Lactobacillus plantarum Lp.6.,” World
Journal of Dairy & Food Science, Vol 5, pp
114 – 118, 2010
-
40
PENGARUH FORTIFIKASI
KONSENTRAT PROTEIN
KEDELAI DAN FERMENTASI
TERHADAP KADAR GIZI TEPUNG
JALI (Coix lacryma-jobi L.)
Vera Puspita Anggraini*, Silvia Andini, Yohanes Martono, Sri Hartini, Sylvia Yuniarini
Setiawan, Angga Dwika Kumala Putra, Harry Setiawan Saputra Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana,
Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Salatiga, Jawa Tengah
*[email protected], (085868222622)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fortifikasi konsentrat protein kedelai
terhadap kadar gizi tepung jali (Coix lacryma-jobi L.). Fortifikasi tepung jali dilakukan dengan
menambahkan konsentrat protein kedelai ke dalam tepung jali kemudian melakukan fermentasi dengan
Lactobacillus plantarum 3074 selama 24 jam. Tepung jali yang belum dan sudah difermentasi diukur
kadar gizinya. Kadar air diukur menggunakan moisture analyzer, kadar abu menggunakan metode
gravimetri, kadar protein dengan metode semi-mikro kjeldahl, kadar karbohidrat dengan metode
Anthrone, dan kadar lemak dengan metode gravimetri. Analisis data menggunakan analisis deskriptif
dengan 3 kali pengulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi meningkatkan kadar abu
dari tepung jali dari (0,33% menjadi 1,39%), menurunkan kadar air (10,15% menjadi 7,60%),
meningkatkan kadar protein (11,25% menjadi 12,88%), menurunkan kadar karbohidrat (65,92% menjadi
62,17%), dan meningkatkan kadar lemak (3,10% menjadi 4,89%).
Kata kunci: Jali, Fortifikasi, Kedelai, Fermentasi, Kadar Gizi
PENDAHULUAN
Jali adalah tanaman golongan serealia.
Menurut data yang dimiliki PROTA (Plant
Resources of Tropical Africa), dalam 100 g
jali yang sudah dibersihkan kulit arinya
terdapat 11,6 g air; 14,8 g protein; 4,8 g
lemak; 66,9 g karbohidrat; 1,5 g serat; 47
mg Ca; 254 mg P; 6 mg Fe; 0,26 mg tiamin;
0,19 mg riboflavin;dan 4,7 mg niasin[1].
Pada penelitian sebelumnya, tepung jali
digunakan untuk substitusi tepung terigu
dalam pembuatan butter cake dan
memberikan hasil bahwa tepung jali dapat
meningkatkan serat dan kadar protein pada
produk [2]. Penelitian lain mengenai
modifikasi tepung juga menyatakan bahwa
fermentasi tepung sorgum oleh
Lactobacillus plantarum selama 28 jam
dapat meningkatkan kadar protein terlarut
pada tepung [3]. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan fermentasi dengan
menggunakan L. plantarum pada tepung
jali yang telah dimodifikasi dengan
menambahkan konsentrat protein kedelai.
Konsentrat protein kedelai memiliki asam
amino leusin, lisin, arginin, asam aspartat,
asam glutamat, dan serin dalam jumlah
yang cukup besar [4]. Asam amino dalam
kedelai ini dapat melengkapi asam amino
esensial yang tidak terdapat dalam jali,
yaitu lisin. Penambahan kedelai dalam
bentuk konsentrat dilakukan karena
konsentrat protein kedelai memiliki
kandungan asam amino yang sama dengan
tepung kedelai namun penggunaannya
dapat lebih efektif karena dapat digunakan
dalam jumlah yang lebih sedikit. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
fermentasi dan fortifikasi konsentrat protein
kedelai terhadap kadar gizi tepung jali.
mailto:[email protected]
-
41
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jali (Coix lacryma-jobi
L.) yang didapatkan dari Parakan, kedelai
(Glycine max) yang didapatkan dari
Grobogan, isolat murni Lactobacillus
plantarum3074 yang didapatkan dari Pusat
Studi Pangan dan Gizi UGM (Indonesia),
NaCl (Oxoid, Inggris), dietil eter (teknis),
HCl (J.T Baker, Amerika), H2SO4 (Panreac,
Spanyol), (MRSbroth(MRSB), pepton,
NaOH, Na2SO4, dan Anthrone yang
semuanya dibeli dari E-Merck, Jerman.
Metode
Pembuatan Tepung Jali
Biji jali dicuci dan kemudian dikeringkan
dalam drying cabinet bersuhu 50˚C hingga
kering. Setelah itu,biji jali dihaluskan
dengan menggunakan grinder dan
kemudian diayak hingga mendapatkan
tepung yang halus. Tepung jali yang sudah
diayak kemudian dikeringkan kembali
dalam drying cabinet bersuhu 50˚C selama
3-5 jam untuk memastikan tepung tersebut
kering.
Persiapan Kultur Lactobacillus
plantarum
Isolat murni L.plantarum3074 direhidrasi
dalam MRSB dan kemudian diinkubasi
pada suhu 37˚C selama 24 jam. Kekeruhan
bakteri diukur dengan metode Mc Farland
untuk mendapatkan kultur sebanyak
1,5×108CFU/mL. Kultur yang sudah
disiapkan kemudian dimasukkan dalam
PPS (peptone physiological salt) sebanyak
0,5%; 0,75%; dan 1% v/v.
Fermentasi Tepung Jali
Tepung jali yang sudah disiapkan
disubstitusi dengan 2% konsentrat protein
kedelai. Sebanyak 25g tepung jali
dimasukkan dalam cup plastik dan
kemudian ditambahkan 50mL kultur L.
plantarum dalam PPS kemudian
difermentasi selama 24jam. Setelah proses
fermentasi selesai,tepung dikeringkan
kembali dalam drying cabinet bersuhu 50˚C
selama kurang lebih 12 jam.
Pengukuran Kadar Gizi
Kadar air dari tepung jali diukur dengan
menggunakan moisture analyzer Ohaus BM
25 (Ohaus, Amerika), kadar abu dan kadar
lemak dengan metode gravimetri, kadar
protein diukur dengan metode semi-mikro
kjeldahl [5], dan karbohidrat diukur dengan
metode anthrone [6].
HASIL DAN DISKUSI
Dari hasil pengukuran kadar gizi yang
dilakukan (Tabel 1), fermentasi pada
tepung jali meningkatkan kadar abu dan
kadar lemak. Peningkatan kadar abu ini
dapat disebabkan oleh penambahan NaCl
yang ada dalam PPS. Peningkatan kadar
lemak dapat dikarenakan oleh proses
fermentasi dan/ataupun oleh penambahan
konsentrat protein kedelai sebelum proses
fermentasi, sehingga lemak yang ada dalam
konsentrat protein kedelai menambah kadar
lemak pada tepung.
Tabel 1.Hasil Pengukuran Kadar Gizi
Parameter Tanpa
Perlakuan
Fermentasi
24 jam
Kadar Air 10,15%±
0,23
7,60 %±
0,62
Kadar Abu 0,33 %±
0,15
1,39 %±
1,01
Protein 11,36% ±
0,69 * 12,64 %±
1,51*
Lemak 3,10 %** 4,89 %**
Karbohidrat 65,92%±
2,33
62,17%±
2,33
Keterangan: *Pengukuran dilakukan sebanyak 2
kali
** Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali
Sebaliknya, fermentasi menurunkan kadar
air dalam tepung jali. Penurunan kadar air
dalam tepung jali disebabkan karena setelah
proses fermentasi, tepung jali dikeringkan
-
42
kembaliselama kurang lebih 12 jam,
sehingga kadar air dalam tepung jali lebih
rendah. Penurunan kadar karbohidrat dapat
berarti peningkatan kadar gizi lainnya, yaitu
lemak dan abu, sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, serta protein
(Tabel 1). Sebaliknya, peningkatan kadar
protein dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
penambahan konsentrat protein kedelai dan
proses fermentasi yang berlangsung,
mengingat bahwa L. plantarum merupakan
salah satu bakteri proteolitik. Bakteri
proteolitik dapat menghasilkan enzim
proteolitik yang dapat mendegradasi rantai
polipeptida sehingga polipeptida yang
berukuran besar menjadi polipeptida
berukuran lebih kecil [7].
Jika dilihat dari segi kandungan gizi, tepung
jali berpotensi untuk diolah menjadi pangan
yang kaya gizi. Untuk memperoleh
informasi akan kekayaan gizi tersebut,
terutama dapat dilakukan pengujian
mengenai kandungan asam amino yang ada
dalam tepung jali.
KESIMPULAN
Proses fortifikasi dengan konsentrat protein
kedelai dan fermentasi pada tepung jali
dengan L. plantarum 3074 dapat
meningkatkan kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak, menurunkan kadar air dan
karbohidrat pada tepung jali.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Direktorat Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
mendanai penelitian ini melalui Program
Kreativitas Mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
[1] P. C. M. Jansen, Coix lacryma-jobi L,
2006. [Online] Available:
http://www.prota4u.org/search.asp (30
Oktober 2013)
[2] M. Kutschera and W. Krasaekoopt,
“The Use of Job’s Tear (Coix lacryma-jobi
L.) Flour to Substitute Cake Flour in Butter
Cake,”AU Journal, Vol 15, pp 233 – 238,
2012
[3] Y. Pranoto, S. Anggrahini, Z. Efendi,
“Effect of Naturaland Lactobacillus
plantarum fermentation on in-vitro
Proteinand Starch Digestibilities of
Sorghum Flour,” Food Bioscience, Vol 2,
pp. 46 – 52, 2013
[4]W. Haliza, E. Y. Purwani, dan R. Thahir,
“Pemanfaatan kacang-kacangan lokal
sebagai subtitusi bahan baku tempe dan
tahu,” Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian , vol 3, pp 1 – 8, 2007
[5] S. Sudarmadji, B. Haryono, dan
Suhardi, “Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian,” Liberty,
Yogyakarta, 1984.
[6] J. E. Hedge and B.T. Hofreiter, “In
Carbohydrate Chemistry,” Academic Press,
1962.
[7] I. Amadou, M.T. Kamara, A. Tidjani,
M. B. K. Foh, W. L. Gou, “
Physicochemical and Nutritional Analysis
of Fermented Soybean Protein Meal by
Lactobacillus plantarum Lp.6.,” World
Journal of Dairy & Food Science, Vol 5, pp
114 – 118, 2010