OPINI - IPB University

2
30 Edisi 244 l Tahun XXI l Januari 2020 TROBOSLIVESTOCK OPINI B eras, daging, telur, buah dan sayur merupa- kan komoditas penting-strategis untuk ketahanan pangan (food security), ketahanan ekonomi ( economic security), dan ketahanan nasional ( naonal security). Sejak mulai tumbuh awal 1970an, (broiler dan layer belum tercatat dalam stask BPS) peran pemerintah dalam agribisnis perunggasan kecil dibanding peran swasta. Indonesia juga lebih sukses swasembada pangan asal ternak ayam ras dibanding beras, gula, bawang puh, kedelai, susu, dan daging sapi. Produksi telur dan ayam mampu memenuhi kebutuhan domesk dan ekspor. PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dan PT Charoen Pokhpand Indonesia, Tbk ekspor telur tetas dan daging ayam olahan ke Myanmar, Vietnam, Timor Leste, dan Papua Nugini. Pemerintah harus terus membantu pengusaha meningkatkan ekspornya, menjaga stabilitas pasar dalam negeri serta menjaga keharmonisan antara usaha mandiri, usaha kecil, menengah, dan besar. Jatuhnya harga ayam hidup, ayam segar dan telur selama dua tahun terakhir menunjukkan perlunya restrukturisasi sekaligus menata ulang kebijakan perunggasan. Disrupsi dan Persoalan yang Berulang Kemajuan ilmu, pengetahuan dan teknologi membuat usaha broiler dan layer makin efisien dan makin sulit dikejar oleh pelaku usaha mikro, kecil, tradisional, dak inovaf dan yang dak mau berubah. Sementara itu, perusahaan besar makin efisien, makin murah biaya produksinya dan makin kompef. Dalam mengejar efisiensi dan pertumbuhan usaha terjadi persaingan bebas yang kemudian sering menimbulkan persoalan baru. Tahapan efisiensi dalam agribisnis perunggas- an terutama ayam ras saat ini hanya terfokus pada persoalan efisiensi teknis, efisiensi ekonomis, dan kurang memperhakan efisiensi sosial. Melalui efisiensi tersebut, perunggasan nasional telah berhasil memenuhi pasar domesk, ekspor, dan lebih sering menguntungkan konsumennya. Namun efisiensi sosial ternyata belum berhasil dituntaskan. Demonstrasi peternak selama ini menunjukkan rendahnya efisiensi sosial. Kesempatan berusaha yang adil sesuai ngkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi yang dicapai pelaku usaha perunggasan belum terbentuk. Saat ini kelebihan pasokan ayam hidup menjadi kendala internal laten, sehingga harga dan kualitasnya sulit dikendalikan. Sepanjang 2019, terjadi kelebihan Kebijakan Perungga pasokan rata-rata daging ayam sekitar 21.000 ton. Kedakpasan kebijakan pemerintah terhadap nilai tukar rupiah, impor jagung, bahan baku pakan dan obat hewan menambah kompleksnya masalah internal agribisnis ayam. Jika diteli lebih lanjut, para peternak mandiri menanggung kerugian di dua sisi, yaitu biaya input nggi karena biaya pakan dan DOC nggi, dan over supply ayam hidup yang akhirnya menyebabkan harga jual di bawah harga pokok produksi. Ancaman masuknya ayam hidup utuh beku (frozen whole chicken) dari Brazil yang lebih mu- rah menggedor pintu pasar Indonesia. Adanya global poultry war dan chicken war menyebabkan Indonesia perlu bersatu merancang strategi dan kebijakan baru agar bisa mempertahankan pasar dalam negerinya, ikut bermain dan menang dalam perang ayam global tersebut. Tantangan, Peluang, dan Harapan Dalam situasi perang dingin, perang proxy dan perang asimetri, peran pangan dan ketahanan pangan jadi sangat penng. Pangan digunakan sebagai senjata, (food as weapon) dalam perang non konvensional masa kini. Negara bisa kalah tanpa ketahanan pangan yang kuat. Demikian juga dengan keberadaan perusahaan perunggasan Indonesia. Jika dak ha-ha dan dak bersatu, maka agribisnis perunggasan Indonesia akan hancur oleh persaingan global antar perusahaan mul nasional yang selalu didukung negaranya masing-masing. Ayam produksi perusahaan Indonesia yang paling kuat dan efisien sekalipun akan kalah oleh ayam beku dari Brazil atau paha ayam dari Amerika Serikat karena harganya jauh di bawah biaya produksi karkas di Indonesia dan ekspornya didukung penuh pemerintahnya. Sementara itu, agribisnis ayam Indonesia hanya bisa tumbuh di pasar domesk dan global bila dihadapkan pada persaingan yang adil (fair trade), bukan pada persaingan bebas yang tak terkendali, dan dak adil ( laissez fair, free and unfair compeon). Persaingan memang menjadi suatu keniscayaan saat ini dan di masa mendatang. Seluruh pelaku usaha harus mengansipasi dan berusaha secara maksimal untuk memenangkan persaingan dengan meningkatkan terus-menerus efisiensi sosial, teknis, dan ekonomis. Seluruh pemangku kepenngan (stakeholder) harus bergerak serentak dan terkoor- dinasi. Peran pemerintah sebagai pusat pengendali utama, sangat menentukan. Pemerintah harus punya visi jauh, aparatnya Perusahaan pakan, koperasi dan peternak juga dibebaskan mengimpor jagung jika pasokan petani dak mencukupi. Birokrasi yang mengganggu, rente obat hewan dan bahan baku pakan yang menyulitkan pengusaha harus dihapus. Pemerintah perlu menderegulasi dan membuat baru regulasi untuk melindungi pengusaha, perusahaan, peternak, dan petani dari perlakuan dak adil. Innya, perlu omnimbus law juga agar aturan, hukum, dan perundang-undangan lebih bersahabat pada agribisnis perunggasan

Transcript of OPINI - IPB University

Page 1: OPINI - IPB University

30 Edisi 244 l Tahun XXI l Januari 2020TROBOSLIVESTOCK

O P I N I

Beras, daging, telur, buah dan sayur merupa­kan komoditas penting­strategis untuk ketahanan pangan (food security), ketahanan

ekonomi (economic security), dan ketahanan nasional (national security). Sejak mulai tumbuh awal 1970an, (broiler dan layer belum tercatat dalam statistik BPS) peran pemerintah dalam agribisnis perunggasan kecil dibanding peran swasta. Indonesia juga lebih sukses swasembada pangan asal ternak ayam ras dibanding beras, gula, bawang putih, kedelai, susu, dan daging sapi. Produksi telur dan ayam mampu memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor. PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dan PT Charoen Pokhpand Indonesia, Tbk ekspor telur tetas dan daging ayam olahan ke Myanmar, Vietnam, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Pemerintah harus terus membantu pengusaha meningkatkan ekspornya, menjaga stabilitas pasar dalam negeri serta menjaga keharmonisan antara usaha mandiri, usaha kecil, menengah, dan besar. Jatuhnya harga ayam hidup, ayam segar dan telur selama dua tahun terakhir menunjukkan perlunya restrukturisasi sekaligus menata ulang kebijakan perunggasan.

Disrupsi dan Persoalan yang BerulangKemajuan ilmu, pengetahuan dan teknologi

membuat usaha broiler dan layer makin efisien dan makin sulit dikejar oleh pelaku usaha mikro, kecil, tradisional, tidak inovatif dan yang tidak mau berubah. Sementara itu, perusahaan besar makin efisien, makin murah biaya produksinya dan makin kompetitif. Dalam mengejar efisiensi dan pertumbuhan usaha terjadi persaingan bebas yang kemudian sering menimbulkan persoalan baru.

Tahapan efisiensi dalam agribisnis perunggas­an terutama ayam ras saat ini hanya terfokus pada persoalan efisiensi teknis, efisiensi ekonomis, dan kurang memperhatikan efisiensi sosial. Melalui efisiensi tersebut, perunggasan nasional telah berhasil memenuhi pasar domestik, ekspor, dan lebih sering menguntungkan konsumennya. Namun efisiensi sosial ternyata belum berhasil dituntaskan. Demonstrasi peternak selama ini menunjukkan rendahnya efisiensi sosial. Kesempatan berusaha yang adil sesuai tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi yang dicapai pelaku usaha perunggasan belum terbentuk.

Saat ini kelebihan pasokan ayam hidup menjadi kendala internal laten, sehingga harga dan kualitasnya sulit dikendalikan. Sepanjang 2019, terjadi kelebihan

Kebijakan Perungga san Broiler dan Layerpasokan rata­rata daging ayam sekitar 21.000 ton. Ketidakpastian kebijakan pemerintah terhadap nilai tukar rupiah, impor jagung, bahan baku pakan dan obat hewan menambah kompleksnya masalah internal agribisnis ayam. Jika diteliti lebih lanjut, para peternak mandiri menanggung kerugian di dua sisi, yaitu biaya input tinggi karena biaya pakan dan DOC tinggi, dan over supply ayam hidup yang akhirnya menyebabkan harga jual di bawah harga pokok produksi.

Ancaman masuknya ayam hidup utuh beku (frozen whole chicken) dari Brazil yang lebih mu­rah menggedor pintu pasar Indonesia. Adanya global poultry war dan chicken war menyebabkan Indonesia perlu bersatu merancang strategi dan kebijakan baru agar bisa mempertahan kan pasar dalam negerinya, ikut bermain dan menang dalam perang ayam global tersebut.

Tantangan, Peluang, dan HarapanDalam situasi perang dingin, perang proxy

dan perang asimetri, peran pangan dan ketahanan pangan jadi sangat penting. Pangan digunakan sebagai senjata, (food as weapon) dalam perang non konvensional masa kini. Negara bisa kalah tanpa ketahanan pangan yang kuat. Demikian juga dengan keberadaan perusahaan perunggasan Indonesia. Jika tidak hati-hati dan tidak bersatu, maka agribisnis perunggasan Indonesia akan hancur oleh persaingan global antar perusahaan multi nasional yang selalu didukung negaranya masing­masing. Ayam produksi perusahaan Indonesia yang paling kuat dan efisien sekalipun akan kalah oleh ayam beku dari Brazil atau paha ayam dari Amerika Serikat karena harganya jauh di bawah biaya produksi karkas di Indonesia dan ekspornya didukung penuh pemerintahnya.

Sementara itu, agribisnis ayam Indonesia hanya bisa tumbuh di pasar domestik dan global bila dihadapkan pada persaingan yang adil (fair trade), bukan pada persaingan bebas yang tak terkendali, dan tidak adil (laissez fair, free and unfair competition). Persaingan memang menjadi suatu keniscaya an saat ini dan di masa mendatang. Seluruh pelaku usaha harus mengantisipasi dan berusaha secara maksimal untuk memenangkan persaingan dengan meningkatkan terus-menerus efisiensi sosial, teknis, dan ekonomis. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) harus bergerak serentak dan terkoor­dinasi. Peran pemerintah sebagai pusat pengendali utama, sangat menentukan.

Pemerintah harus punya visi jauh, aparatnya

Perusahaan pakan, koperasi dan peternak juga

dibebaskan mengimpor jagung jika pasokan

petani­­tidak­mencukupi.­Birokrasi yang mengganggu,

rente obat hewan dan bahan baku pakan yang menyulitkan pengusaha

harus­dihapus.­­Pemerintah­­perlu menderegulasi

dan membuat baru regulasi untuk melindungi

pengusaha, perusahaan, peternak, dan petani dari

perlakuan­tidak­adil.­Intinya,­perlu omnimbus law juga agar aturan, hukum, dan

perundang-undangan lebih bersahabat pada agribisnis

perunggasan

Page 2: OPINI - IPB University

31Edisi 244 l Tahun XXI l Januari 2020TROBOSLIVESTOCK

Rachmat­Pambudy*Kebijakan Perungga san Broiler dan Layer

harus bisa tegas, lebih cerdas, lebih jujur, dan adil, sehingga berwibawa dalam menyelesaikan persaing­an antara pengusaha kuat, besar dan terintegrasi dengan peternak rakyat guna melindungi (proteksi) kelangsungan agribisnis ayam nasional. Di sisi lain diperlukan juga dukungan (promosi) pemerintah dalam penguatan perusahaan peternakan, peternak besar, menengah, dan peternakan kecil mandiri agar lebih siap berdaya saing menghadapi persaingan global yang sering tidak adil.

Peternak rakyat mandiri, difasilitasi operasional peternakannya dengan peralatan modern (closed house) dan skala yang efisien. Membentuk Kope rasi Unggas yang terintegrasi dengan pabrik pakan skala kecil, pembibitan skala rakyat dan juga petani jagung, sehingga harga input dapat ditekan. Peme rintah Dae­rah, BUMN keuangan, pangan, logistik, perdagangan dan BUMD supaya lebih dilibatkan untuk membantu pembiayaan, pengadaan bahan baku pakan, membeli, menampung, dan memperdagangkan hasil produksi. Guna meningkatkan nilai tambah ayam ras, maka di sisi hilir, koperasi unggas ini membangun dan atau terintegrasi dengan rumah potong ayam (RPA) mini modern, modern mini retail shop, dan pedagang daging ayam di pasar tradisional. Rantai pasok dapat menjadi lebih pendek dan nilai tambah dapat terdistribusi dengan baik diantara pelaku sektor on farm dan hilir.

Pengusaha besar peternakan ayam terintegrasi perlu dibantu dan diberi perlakuan khusus oleh pemerintah untuk memasok pasar premium (hotel berbintang, restoran jaringan internasional, dan kate­ring) dan juga pasar ekspor dengan menggunakan rantai nilai beku dan dingin (frozen and cold value chain). Sebagai insentif, pemerintah mengupayakan pasokan jagung yang murah namun memenuhi standar produksi. Hal ini akan meningkatkan efisiensi produksi pakan sekaligus mengurangi gandum dan jagung impor namun tetap menjamin petani jagung mendapatkan harga yang kompetitif.

Perusahaan pakan, koperasi dan peternak juga dibebaskan mengimpor jagung jika pasokan petani tidak mencukupi. Birokrasi yang mengganggu, rente obat hewan dan bahan baku pakan yang menyulitkan pengusaha harus dihapus. Pemerintah perlu menderegulasi dan membuat baru regulasi untuk melindungi pengusaha, perusahaan, peter­nak, dan petani dari perlakuan tidak adil. Intinya, perlu omnimbus law juga agar aturan, hukum, dan perundang­undangan lebih bersahabat pada agribisnis perunggasan.

Masih diperlukan kajian lain untuk menganali­

sis faktor­faktor di luar harga produk dan sarana produksi yang memiliki keterkaitan kuat, signifikan, dan langsung dengan fluktuasi harga tersebut. Faktor penting adalah sistem dan keterbukaan informasi serta ketersediaan data perunggasan yang lebih akurat dari hulu hingga hilirnya. Data yang akurat, real time dan online dibutuhkan untuk perencanaan, strategi, dan kebijakan perunggasan nasional. Penerapan sistem block chain diharapkan dapat meningkatkan transparansi, akurasi, saling kepercayaan, sekaligus penguatan dalam sistem agribisnis broiler dan layer nasional. Sudah waktunya dirancang roadmap broiler & layer 2020 – 2045, yang bisa dimutakhirkan secara berkala.

Indonesia perlu mengadopsi kebijakan pangan yang lebih canggih, akurat, dan realistis. Dampak perubahan iklim global penyebab kekeringan, kebakaran, banjir, wabah penyakit (flu burung, flu babi), dan perang berpengaruh pada permintaan, pasokan pangan, dan pakan. Program swasembada harus dikaji kembali sambil mengukur diri dengan jujur. Swasembada kedelai dan sapi dalam periode lima tahun ke depan adalah hal yang sulit kalau tidak dikatakan hampir mustahil. Akan lebih bermanfaat jika mencanangkan swasembada daging dan protein hewani untuk kecukupan gizi seluruh rakyat Indonesia.

Melalui program nasional swasembada daging dan protein untuk peningkatan gizi rakyat maka akan terserap kelebihan telur, ayam segar dan beku. Pada saat yang sama produksi bisa meningkat dan harga terjaga. Kementerian Kominfo diminta kampanye makan telur dan daging ayam. Kementerian Perin­dustrian dilibatkan agar pengusaha pangan olahan menggunakan bahan baku telur dan ayam domestik. Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Daerah wajib diikut membangun pasar khusus ayam segar dan jalur rantai dingin.

Kementerian Pendidikan juga bisa dilibatkan agar anak­anak diberi makanan tambahan telur di sekolah. Bulog juga bisa diminta untuk menyalurkan telur untuk anak anak, ibu hamil, dan menyusui serta orang miskin. Program ini sejalan dengan strategi Presiden Joko Widodo mempercepat program pem­bangunan manusia menuju Indonesia emas sekaligus menghentikan stunting. Hanya dengan peningkatan produksi dan peningkatan konsumsi telur dan daging ayam yang berkelanjutan maka program nasional Presiden Joko Widodo dapat berhasil lebih cepat dengan sebaik­baiknya.lTROBOS

*Dosen dan Peneliti pada Departemen AgribisnisFakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University

Data yang akurat, real time dan online dibutuhkan untuk­­perencanaan,­strategi,­dan kebijakan perunggasan nasional.­Penerapan­sistem­block chain diharapkan dapat meningkatkan transparansi, akurasi, saling kepercayaan,­sekaligus­penguatan dalam sistem agribisnis broiler dan layer nasional.­Sudah­waktunya­dirancang­roadmap broiler & layer 2020 – 2045, yang bisa­dimutakhirkan­secara­berkala