Oleh Adrian Gumilar Therik 02 TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI … · 2017. 11. 7. · 1 PERAN DOA MALAM...

34
1 PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG Oleh Adrian Gumilar Therik 712011002 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol) PROGRAM STUDI TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Transcript of Oleh Adrian Gumilar Therik 02 TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI … · 2017. 11. 7. · 1 PERAN DOA MALAM...

  • 1

    PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF

    KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG

    Oleh

    Adrian Gumilar Therik

    712011002

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si Teol)

    PROGRAM STUDI TEOLOGI

    FAKULTAS TEOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2016

  • 2

    PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI

    PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS

    KOTA KUPANG

    Adrian Gumilar Therik, 71 2011 002 ABSTRAK

    Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami bagaimana peran doa malam

    terhadap anak usia 10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan.

    Terutama kedudukan doa malam yang sudah menjadi budaya. Teknik pengumpulan data

    dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam terhadap informan yaitu kepada pendeta

    jemaat, orangtua dan anak yang melaksanakan doa malam. Kemudian data diolah dan

    disajikan melalui teknik analisa dekriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di Jemaat GMIT

    Kefas Kota Kupang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan

    anak dari beberapa tokoh, teori doa, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan. Peran doa

    malam dalam Jemaat GMIT Kefas sudah merupakan budaya yang terus dilaksanakan sampai

    sekarang, namun yang terjadi adalah sudah banyak keluarga yang meninggal budaya doa

    malam ini, secara tidak langsung berdampak pada anak usia 10-12 tahun. Dampak paling

    besar adalah ketidakikutserta anak dalam kegiatan gerejawi yang dilaksanakan gereja. Tetapi

    dari sekian keluarga yang meninggalkan doa malam masih pula ada keluarga yang rutin

    melaksanakan doa malam dan dampak bagi anak sangat menunjukan sebuah perkembangan

    iman yang baik, karena orangtua adalah cermin anak.

    Kata kunci: Anak, Doa Malam, Keluarga, Gereja Masehi Injil di Timor(GMIT).

  • 3

    I. PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Pada masa anak-anak, seseorang mulai belajar melepaskan diri dari sikap

    egosentrismenya, juga mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang

    lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain.1 Dalam

    masa ini, anak-anak mulai menyerap semua yang dilihat, didengar dan dirasakan dari

    sekitarnya. Proses penyerapan semua informasi ini mulai dibandingkan oleh anak-anak

    sehingga jika frekuensi informasi terus menerus diolah maka akan menjadi sebuah perspektif

    bagi anak itu sendiri. Misalkan saja jika frekuensi kekerasan dalam keluarga anak itu terus

    terjadi antara orangtua, maka kekerasan bukan hal yang baru lagi bagi anak itu, oleh sebab itu

    peran serta kelurga dalam membentuk anak sangat penting. Usia 10-12 tahun adalah masa-

    masa di mana seorang anak mulai mengembangkan semua yang dia dapatkan. Anak mulai

    mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, yaitu perkembangan fisik, kognitif, mental,

    termasuk perkembangan iman. Dalam kaitan dengan perkembangan iman, maka doa adalah

    suatu disiplin rohani yang penting.2

    Setiap doa yang di panjatkan oleh manusia kepada Yang Maha Kuasa pasti memiliki

    kepentingan masing-masing. Kepentingan yang dimaksudkan disini adalah sesuai dengan

    kebutuhan manusia itu sendiri dalam menjalani proses kehidupan ini. “Yang Maha Kuasa”

    adalah sesuatu yang transenden, di mana manusia tidak bisa melihat, meraba dan menyentuh

    secara langsung “Yang Maha Kuasa”, maka dari itu doa bisa dijadikan sarana komunikasi

    antara manusia dan Yang Maha Kuasa. Tom Jacobs mengatakan bahwa doa baik isi maupun

    bentuknya sebagian besar tergantung dari paham manusia menganai Allah itu sendiri.3

    Pemahaman ini didasarkan pada pemikiran manusia bagaimana Allah bisa menjawab dan

    membantu manusia dalam menghadapi atau menyelesaikan sebuah masalah. Seorang pemuda

    penggangguran yang sedang mencari pekerjaan akan memanjatkan sebuah doa bahwa Allah

    akan memberikan dia pekerjaan yang layak, di sini Allah dipahami sebagai seorang penyedia

    lapangan kerja. Berbeda pula dengan seorang anak kecil yang sedang menginginkan sekali

    sebuah sepeda di hari ulang tahunnya, maka anak kecil itu akan memanjatkan doa agar Allah

    1 Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-Karya Penting James Fowler (Yogyakarta:

    Kanisius,1995), 29. 2 Thomas P. Rausch, Katolisisme (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 281.

    3 Jacobs Tom, Teologi Doa (Penerbit Kanisius, 2004), 12.

  • 4

    mengirimkan sepeda dari surga. Ini didasarkan pada pemahaman anak kecil tersebut bahwa

    ketika meminta sesuatu pada Allah maka akan diberikan. Tentunya di sini sangat jelas bahwa

    doa yang dilakukan oleh manusia akan berbanding lurus dengan gambaran mereka tentang

    Allah itu sendiri. Baik Allah sebagai Pemberi, Pengasih, Pengampun dan lain-lain.

    Thompson Marjorie mengatakan bahwa doa pada keluarga harus dilaksanakan setiap

    harinya karena penting bagi kelangsungan hidup kerohanian anggota keluarga terutama pada

    anak-anak.4 Keluarga memang bukanlah satu-satunya konteks pembentukan pribadi (anak)

    yang sedang berlangsung. Kehidupan anak-anak ini penuh dengan konteks-konteks alternatif.

    Misalkan saja sekolah, tempat bermain, gereja, kelompok bermain, kebudayaan dan di mana

    sumber informasi itu muncul. Tetapi dengan siapa anak itu secara akrab tinggal, berjuang,

    dan bermain, dan itulah yang memberikan dampak yang paling besar dan disitulah keluarga

    menjadi titik tolak utama.

    Gereja Kefas Kota Kupang adalah salah satu anggota GMIT yang berdiri pada tanggal 30

    November 1957 sampai sekarang telah memiliki jumlah jemaat sekitar 945 kepala keluarga di

    mana terdiri dari 3.424 jiwa dan dibagi menjadi 9 wilayah pelayanan (rayon). Dari jumlah

    jemaat yang tercatat di bagian administrasi Gereja Kefas Kota Kupang maka anak-anak

    memiliki jumlah sekitar 275 anak yang dikategorikan dari usia 3 tahun sampai 12 tahun.

    Setiap kali peneliti mengikuti kebaktian di gereja Kefas kota Kupang, maka yang selalu

    menjadi warta pelayanan rutin adalah kurangnya minat terhadap sekolah minggu, di mana

    banyak anak-anak yang tidak pernah hadir. Orang tua lebih banyak membiarkan anak mereka

    tinggal di rumah atau bahwa ada orang tua yang lebih memilih anak-anak mereka ke gereja

    dan mendengar khotbah pendeta, dan belum tentu khotbah pendeta anak-anak bisa mengerti.

    Padahal doa malam keluarga sudah menjadi tradisi keluarga Kristen di Jemaat Kefas sampai

    sekarang, sehingga di sini menjadi menarik bahwa peneliti melihat peran doa malam

    sepertinya sudah menggantikan posisi sekolah minggu sebagai sarana utama Gereja

    mengfasilitasi anak usia 10-12 tahun.

    4 Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 80.

  • 5

    Melihat berbagai pandangan dan pemikiran tentang doa dan anak-anak berdasarkan

    keluarga sebagai pusat pembentukan yang terjadi pada usia anak maka penulis tertarik

    meneliti tentang doa anak dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui

    sejauh mana peran doa malam pada anak ketika melakukan doa malam. Berdasarkan latar

    belakang tersebut, Peneliti memilih judul penelitian: PERAN DOA MALAM TERHADAP

    ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT

    PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG

    2. Pertanyaan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka rumusan pertanyaan

    penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran doa malam terhadap anak usia 10-12 tahun

    dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota Kupang ?

    3. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripskan peran doa malam terhadap anak usia

    10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota

    Kupang.

    4. Manfaat Penelitian

    Memberikan sumbangan pemikiran kepada anggota Jemaat GMIT Kefas kota Kupang

    mengenai begitu pentingnya doa malam yang dilaksanakan keluarga bagi anak-anak,

    karena anak-anak adalah masa depan Gereja yang akan meneruskan semua perjuangan

    saat ini, sehingga berharap bahwa iman pada anak-anak di GMIT terkhusus pada Kefas

    Kota Kupang terus bertumbuh dan juga penelitian ini bermanfaat untuk memberikan

    sumbangsi pemikiran bagi sivitas akademika Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

    Wacana dalam menyikapi pentingnya pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak

    5. Metode Penelitian

    Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode deskriptif. Metode

    deskriptif merupakan suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas peristiwa

    pada sekarang. Tujuannya ialah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis,

    faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta gejala-gejala yang nyata atau realita apa

    adanya sebagaimana dinyatakan oleh kenyataan itu sendiri.5 Maka dari itu metode

    deskriptif ini akan menggambarkan peran doa terhadap anak usia 10-12 tahun. Sedangkan

    jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu penelitian dengan serangkaian

    kegiatan atau proses menjaring informasi dari keadaan yang sewajarnya dalam kehidupan

    5 M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985) , 63.

  • 6

    suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang

    teoritis maupun praktis.6 Ada pun teknik pengumpulan data dari sumber data dengan cara:

    a) Wawancara

    Wawancara adalah hal yang dilakukan dengan cara Tanya jawab dengan seseorang

    yang diperlukan guna untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal

    yang diketahuinya, guna untuk dimuat dalam sebuah tulisan7. Sumber data yang akan

    diwawancarai ialah orangtua dan anak-anak di GMIT Kefas Kota Kupang yang

    melaksanakan doa malam. Peneliti akan mewancarai sebanyak 5 keluarga jemaat Kefas

    Kota Kupang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

    b) FGD (Focus Group Discussion)

    FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik

    pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger8

    menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan

    lamanya diskusi dan lain-lain. Maka dari itu ketika sudah menyelesaikan wawancara

    setiap individu dilanjutkan dengan mengumpulkan mereka yang terdiri dari orangtua dan

    anak-anak dalam suatu ruangan.

    6. Sistematika Penelitian

    Tulisan ini terdiri dari 4 (empat) bagian yang dideskripsikan sebagai berikut: bagian

    pertama yakni pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang, pertanyaan penelitian,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bagian

    kedua tentang teori anak dari J. Fowler, piaget dan Erikson, selanjutnya teori doa menurut

    Tom Jacobs, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan M Thompson. Bagian ketiga

    terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian di lapangan Jemaat

    Kefas. Bagian keempat terdiri dari kesimpulan dan saran dan tidak menutup kemungkinan

    terdapat hal-hal baru pada saat penelitian yang akan diungkapkan.

    6 Jopie Daan Engel, Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen (Salatiga: Widya Sari Press, 2005),

    20. 7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:Gramedia

    Pustaka Utama, 2008),1559. 8 Richard A. Krueger, Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research, (Newburg Park Calif:

    Sage Publications, 1998), 65.

  • 7

    II. PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN

    2.1 Tahap Perkembangan Anak Usia 10-12 tahun

    “The progressive and continuous change in the organism from birth to death”. 9

    Manusia

    selalu mempunyai ciri khas dalam kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan,

    tentunya setiap individu harus melewati semua tahap perkembangan dari awal sampai akhir.

    Di mulai dengan kelahiran menjadi bayi, anak, remaja, dewasa dan mencapai lansia. Semua

    ini tidak dapat dipisahkan dalam proses perkembangan, sehingga bisa dikatakan bahwa setiap

    perkembangan manusia melalui tahap-tahap dan setiap tahap mempunyai perbedaan.

    Tentunya harus di sadari bahwa setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, tidak

    ada dua orang yang memiliki kesamaan yang sama persis, maka dari itu Singgih Gunarsa,

    mangatakan bahwa pentingnya masa anak-anak sebagai dasar dari keseluruhan kehidupan.

    Dianut anggapan bahwa pola kepribadian dasar seseorang terbentuk pada tahun-tahun

    pertama kehidupan. Adanya pengalaman-pengalaman yang kurang menguntungkan yang

    menimpa diri seorang anak pada masa mudanya akan memudahkan timbulnya masalah

    gangguan penyusaian diri di kelak kemudian hari.10

    Sehingga masa-masa awal ini harus

    dijadikan sebagai momentum terbaik dalam kehidupan seorang anak dan akhirnya

    pertumbuhan dan perkembangan anak lebih baik, karena perkembangan dan pertumbuhan

    fisik, kognitif, mental, termasuk perkembangan iman sangat membantu anak dalam masa

    depannya. Beranjak dari berbagai perkembangan dan pertumbuhan yang beraneka ragam

    terhadap anak, maka peneliti akan memfokuskan perkembangan kepercayaan anak

    berdasarkan penelitian dari J. Fowler dan para tokoh lain seperti Piaget (kognitif), dan Erik

    Erikson (psikososial).

    2.1.1 Tahap Perkembangan Kepercayaan James Fowler

    James Fowler, membagi tahap-tahap kepercayaan berdasarkan penelitian empirisnya

    (wawancara semi-klinis) dan membaginya dalam tujuh tahap kepercayaan eksistensial.

    Dalam masa kanak-kanak Fowler membaginya dalam 3 tahap, yaitu tahap 0 sampai tahap 2.

    a. Tahap 0 adalah kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith) pada usia 0 tahun sampai 3

    tahun atau biasa tahap ini disebut kepercayaan yang belum terdiferensiasi. Kepercayaan

    ini didasarkan karena yang pertama ciri disposisi praverbal si bayi terhadap

    9 Chaplin J. P, Dictionary of Psychology (London: Random House Publishing, 2010), 15.

    10 Gunarsa Singgih, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

    1983),93.

  • 8

    lingkungannya yang belum dirasakan maupun disadari. Kedua ini adalah daya-daya

    seperti kepercayaan dasar, keberanian, cinta kasih belum bisa dirasakan lewat proses

    pertumbuhan.11

    Dalam tahap ini juga anak belum bisa mengfokuskan dirinya terhadap

    pembentukan karakter dari sang anak sendiri, sehingga orangtua menjadi salah satu

    aktor pembentukan anak dalam usia ini.

    b. Tahap 1 adalah kepercayaan Intuitif-Proyektif pada usia 3 tahun sampai 7 tahun. Pada

    tahap ini anak belum memiliki kemampuan operasi logis yang mantap. Demikian juga

    kesanggupannya untuk membeda-bedakan perspektifnya sendiri dengan perspektif

    orang lain untuk mengkoordinasikan masih sangat terbatas.12

    Dalam tahap ini juga anak

    belum bisa secara penuh mengkonsepkan dirinya sendiri secara utuh tetapi masih

    memakai perspektif orang lain untuk mengkonsepkan dirinya.

    c. Tahap 2 adalah kepercayaan Mitis-Harfiah pada usia 10 tahun sampai 12 tahun.

    Termasuk dalam “Anak mulai berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan

    kategori-kategori baru, seperti kategori kausalitas (sebab-akibat), kategori ruang dan

    waktu dan sebagainya. Anak-anak manjadi empirikus kecil yang secara empiris dan

    logis berniat menyelidiki struktur dan fungsi sebenarnya dari segala hal dan keseluruhan

    kenyataan. Kini anak sanggup membalikan arah dan susunan pikirannya dan mampu

    menguji segala pikirannya secara empiris atas dasar pengataman sendiri, maka anak

    akan mengecek apakah pandangan-pandangan kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan

    pendapat-pendapat orang dewasa yang dihargainya seperti orangtua, guru dan kelompok

    masih tetap masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya, khususnya dalam

    bentuk cerita, kenyakinan kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok anggotanya.13

    Maka anak-anak usia sekolah mulai mengatasi dalam perspektif orang lain serta

    mengambil alihnya. Oleh karena itu, anak-anak dapat mengambil pandangan hidup dan

    keyakinan-keyakinan kepercayaan orang lain. Bentuk kepercayaan ini muncul sebagai

    tahap kedua (umur 7-12 tahun). Di sini mulai bertumbuh operasi-operasi logis terhadap

    pengalaman imajinatif di Tahap 1. Operasi-operasi logis itu mulai bersifat konkret, dan

    mengarah pada adanya kategori sebab-akibat. Di sini anak berusaha melepaskan diri

    dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan

    11

    Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler

    (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 27. 12

    Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. 28. 13

    Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler, 131.

  • 9

    perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih

    pandangan (perspektif) orang lain.

    Aspek paling penting dan mencolok dalam tahap ini ialah bahwa anak dapat menyusun

    dan mengartikan dunia pengalamanya melalui media cerita dan hikayat. Fowler,

    menambahkan bahwa anak mulai berpikir secara konkret tanpa mengrefleksikan lebih lanjut

    tindak berpikirnya. Hal ini antara lain berarti bahwa percampuran antara fantasi, fakta dan

    perasaan sudah melemah sedangkan sifat berubah-ubah tanpa batas yang mantap pada konsep

    anak pun semakin berkurang. Kini anak sanggup membedakan antara spekulasi fantasi

    melulu dan fakta-fakta empiris, maka fantasinya dikendalikan sedemikian rupa agar sikap

    empirisnya mendapatkan cukup peluang untuk berkembang.14

    Peluang yang dimaksud

    Fowler biasa disebut “operasi konkret” di mana anak bisa berhenti mencampurkan fantasi dan

    dunia nyata yang terjadi.

    Timbulnya “operasi konkret” menunjukan bahwa di satu pihak pikiran anak

    mengendalikan daya fantasi yang meluap-luap, dan di pihak lain meningkatnya

    perkembangan sikap empiris yang nyata. Anak menjadi sang empirikus kecil yang selalu

    ingin melakukan pengecekan empiris, mencari bukti-bukti nyata bagi klaim bahwa segala hal

    yang nyata dan konkret mempunyai struktur fakta empiris. Bukti ini hanya dapat diberikan,

    jika dengan tegar dan tekun anak berhasil menetapkan garis pemisah yang jelas antara fakta

    dan fantasi, antara kenyataan real dan khayalan atau kenyataan semu. Tentu saja sisa endapan

    afektif-imajinatif masih agak berpengaruh, tetapi sekarang seluruh endapan tersebut harus

    tunduk pada kegiatan-kegiatan operasi-operasi “logis”baru yang memungkinkan terjadinya

    bentuk penyusunan arti dan penafsiran pengalaman yang lebih mantap. Dunia pengalaman

    fisik di mengerti menurut gaya pemikiran magis yang berubah-ubah itu semakin berkurang

    pengaruhnya sebab pada tahap ini anak dapat membedakan antara “yang kodrati” dan “yang

    adikodrati”.15

    2.1.2 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

    Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap

    perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan

    kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme

    14

    Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler.

    (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 142. 15

    Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. 152.

  • 10

    biologis perkembangan sistem syaraf. Makin bertambahnya umur seseorang, maka makin

    komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika

    individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan

    lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam

    struktur kognitifnya. Dalam tahap kognitif ini Piaget membagi dalam 4 bagian besar yaitu

    tahap 1 sampai tahap 4: 16

    a. Tahap 1 adalah sensorimotor terjadi pada anak usia 0 sampai 2 tahun. Dalam

    tahap ini inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan indrawi anak terhadap

    lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau dan

    lain-lain. Pada tahap ini anak belum dapat berbicara bahasa. Anak belum

    mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda.

    Mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan

    akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan perlahan-

    lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena

    adanya rangsangan atau kontak pengalaman.

    b. Tahap 2 adalah praoperasi terjadi pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Tahap

    pemikiran praoperasi dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan

    simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu obejek yang saat itu

    tidak berada bersama subjek. Secara jelas cara berpikir simbolik diungkapkan

    dengan penggunaan bahasa pada masa anak mulai berumur 2 tahun. Tahap ini

    juga dicirikan dengan pemikiran intuitif pada anak. Dengan penggunaan bahasa

    seorang anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak dilihat.

    c. Tahap 3 adalah operasi konkret terjadi pada anak usia 7 sampai 11 tahun. Tahap

    ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada

    aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah mulai mengembangkan operasi-

    operasi logis. Operasi itu bersifat reversibel artinya dapat dimengerti dalam 2 arah

    yaitu sebuah pemikiran yang dapat dikembalikan pada awalnya. Dengan operasi

    itu, anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan

    dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Oleh karena itu ia

    tidak mempunyai banyak kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan persoalan-

    persoalan konservasi, anak juga mulai dapat menganalisi masalah dari berbagai

    segi.

    16

    Suparno Paul, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 26-97.

  • 11

    d. Tahap 4 adalah operasi formal terjadi pada anak usia 11 dan 12 tahun keatas,

    mulai beranjak remaja. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis, berpikir

    dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis

    dan dapat mengambil kesimpulan dari apa yang diamati pada saat itu.

    Dalam teori yang dikembangkan Piaget, maka anak usia 10-12 tahun masuk dalam

    tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap akhir anak memasuki dunia dewasa yang harus

    di lalui masa remaja terlebih dahulu. Pada tahap 3 sudah menjelaskan bahwa anak sudah

    bisa menganalisa berbagai masalah dari berbagai pandangan, sehingga disini menjadi

    menarik bahwa peran keluarga juga memainkan peran yang cukup penting dalam

    pandangan anak itu sendiri ketika berhadapan dengan sebuah masalah. Sehingga ketika

    anak sudah mulai beranjak remaja permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks bisa

    anak tangani sendiri.

    2.1.3 Tahap perkembangan Psikososial Erikson

    Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk

    mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial,

    yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”. Dari 8 jenis

    tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson maka anak usia 10-12 tahun melalui 4 tahap

    yaitu:17

    a. Psikososial Tahap: 1 Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)

    Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).

    Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa

    percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang

    merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si

    penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika

    penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak

    nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Kegagalan mengembangkan rasa percaya

    menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan

    kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.

    17 Editor, Childhood and Society Erik Erikson (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 62-134.

  • 12

    b. Psikososial Tahap: 2 Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.

    Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita

    yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif

    dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak

    serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun

    yang dia mau. Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah

    menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun

    sebaliknya, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang

    dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Maka orang tua dalam

    mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan

    ruang gerak anak, karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol

    diri dan harga diri.

    c. Psikososial Tahap: 3 Inisiatif vs kesalahan

    Tahap ini di alami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age). Anak-anak pada usia ini

    mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu

    terhadap segala hal yang dilihatnya. Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa

    ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola

    asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap

    berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan

    dalam sikap maupun perbuatan.

    d. Psikososial Tahap: 4 Kerajinan vs inferioritas

    Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-12 tahun (school age) di tingkat ini anak mulai

    keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran

    misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus

    menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana

    rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak

    tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat

    mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting

    untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik

    pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu

  • 13

    ada nilai positif yang dapat di petik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni

    kompetensi.

    2.2 Doa Malam

    Dalam Perjanjian Lama doa bukanlah hal yang baru dari zaman Adam dan Hawa sampai

    pada bangsa Israel sebagai status bangsa pilihan Allah pun, doa menjadi penolong yang

    ampuh bagi mereka. Hanya dengan doa yang bisa membuat bangsa Israel dapat

    berkomunikasi dengan Allah secara baik selain menggunakan peran dari para nabi, dan pola

    ini terus berlanjut sampai pada waktu Perjanjian Baru pada saat Yesus sendiri yang

    mempunyai peran penting.

    Yesus sendiri pun selalu berdoa kepada Bapa ketika Ia tak kuat menahan beban yang Ia

    dapatkan. Doa paling terkenal yang diajarkan Yesus sampai pada saat ini adalah doa Bapa

    Kami yang menjadi simbol doa orang Kristen. Dalam Perjanjian Baru juga mengatakan

    bahwa kita senantiasa selalu tetap berdoa, karena doa tidak pernah mengenal waktu. Rick

    Warren mengatakan bahwa kita tidak akan pernah menumbuhkan hubungan yang dekat

    dengan Allah hanya dengan menghadiri gereja sekali seminggu atau bahkan memiliki saat

    teduh harian, karena Allah ingin terlibat di dalam setiap kegiatan kita baik dalam pikiran

    maupun setiap tindak laku.18

    Keterlibatan Allah yang dimaksud di sini adalah Allah mau agar

    doa tidak menjadi pembatas saja tetapi lebih dari itu setiap tindakan, perilaku dan pikiran kita

    mencerminkan sikap Allah yang semestinya. Walaupun tidak secara rutin berdoa pada saat

    melakukan aktifitas setiap hari namun harus mencerminkan sikap perilaku dan pikiran sejalan

    dengan Allah maka pada saat itu juga kita sebenarnya sedang berdoa kepada Allah.

    Tom Jacobs mengatakan bahwa doa adalah penggerak agama. Tanpa doa, agama adalah

    upacara adat atau kebudayaan saja. Maka, titik awal bukanlah agama, dan segala

    peraturannya mengenai doa, melainkan doa pribadi yang timbul dari hati. Doa adalah

    pertama-tama dan terutama pengungkapan iman. Dalam doa, iman bisa dibahasakan, dengan

    segala kekhasan dan ciri-ciri bahasa. Itu bisa dalam bahasa puitis dan bahasa biasa, bisa

    bahasa resmi dan bisa bahasa sehari-hari, semua itu adalah bentuk doa yang baik. Terpenting

    adalah bahwa doa itu menyatakan apa yang ada di dalam hati. Orang beriman berdoa untuk

    18

    Warren Rick, The Purpose Driven Life (Jakarta: Gandum Mas, 2005), 91.

  • 14

    membuat imannya menjadi sadar dan jelas.19

    Kejelasan di sini setidaknya berangkat dari

    pemikiran bahwa sebenarnya kesalahan kita berdoa adalah pada saat kita membutuhkan

    Allah, dalam kesusahan, mengalami sakit penyakit, dan lain-lain. Kembali lagi bahwa cermin

    iman sebenarnya pada saat kita berdoa. Sehingga anak-anak begitu penting diingatkan bahwa

    orang Kristen berdoa bukan karena berada dalam kesusahan ataupun penderitaan tetapi

    karena doa adalah bagian iman yang terus menerus harus di asa setiap hari, adapun iman kita

    semakin tajam setiap harinya.

    Doa malam setiap anggota keluarga yang dilaksanakan setiap harinya adalah penting bagi

    keseluruhan hidup kerohanian keluarga, sebab hal itu menambatkan hubungan kita dengan

    anggota keluarga yang lain pada hubungan dengan Tuhan. Atas dasar yang mendalam itulah,

    maka keluarga harus bertumbuh sesuai dengan rancangan Allah dan bukan rancangan sendiri.

    Anak-anak yang senang bicara biasanya merasa nyaman dengan melakukan doa dialogis. Doa

    dialogis membantu anak-anak dan orang dewasa mengerti bahwa doa tidak memerlukan kata-

    kata dan kalimat-kalimat yang khusus; doa dialogis adalah cara berkomunikasi sederhana

    yang menyentuh hati Allah. Kadang-kadang doa bermanfaat bagi orangtua dalam membantu

    anak-anak mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka kepada anggota keluarga lainnya20

    .

    Ketika diberi kesempatan Tuhan beraktifitas selama 24 jam maka doa malam menjadi begitu

    penting bagi keluarga-keluarga Kristen karena doa malam bisa dijadikan sebuah pertemuan

    kecil antara ayah, ibu dan anak-anak dalam membicarakan apa yang menjadi pergumulan

    mereka selama satu hari penuh dalam berkantor maupun bersekolah, sehingga doa malam

    memiliki multifungsi itu sendiri. Doa malam berbeda dengan doa pagi maupun doa-doa

    mengawali sebuah aktifitas karena doa malam bisa menyimpulkan masalah hari ini yang

    terjadi.

    2.3 Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan

    Keluarga dapat diartikan berbeda-beda sesuai dengan orientasi yang digunakan seseorang

    dalam mengartikan keluarga itu sendiri. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua

    orang atau lebih yang hidup bersama-sama dengan keterikatan aturan dan emosional dan

    setiap individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga, yang

    terdiri ayah, ibu dan anak. Dari sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak tentunya

    19

    Jacobs Tom, Teologi Doa (Penerbit Kanisius, 2004), 23. 20

    Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 83.

  • 15

    memiliki peran dan fungsi masing-masing. Semua bentuk pola pembentukan dan

    perkembangan dari anak akan terbentuk sempurna maupun tidak sesuai dengan keluarga itu

    sendiri, sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal ini, di mana

    pun anak itu bermain dan menemukan sesuatu yang pasti keluarga menjadi tolak ukur

    pertama bagi anak dalam mengukur setiap pemikiran dan penemuannya. Begitu juga dengan

    pola perkembangan iman dari seorang anak, jika tidak di mulai dari keluarga itu sendiri maka

    akan gagal bagi anak itu sendiri.21

    Keluarga, melebihi konteks apa pun, di mana merupakan tempat dasar pembentukan

    rohani, terutama bagi anak-anak. Jika gereja ingin ingin melihat pembentukan rohani

    kekristenan secara nyata, maka gereja perlu memainkan peran dan memberikan dukungan

    yang lebih serius kepada keluarga.22

    Dalam banyak hal, anak-anak amat di bentuk oleh pesan

    hidup. Seiring dengan berlalunya waktu, susunan keluarga terus berubah sesuai dengan

    berbagai irama kehidupan. Namun, keluarga masih tetap menjadi pusat di mana hubungan-

    hubungan keakraban itu terbentuk dan membentuk ulang nilai-nilai, ide-ide dan pola-pola

    kehidupan keluarga. Tentu saja, kelas-kelas dan kelompok-kelompok yang disponsori gereja

    dalam bidang kehidupan keluarga itu memang perlu dan sangat membantu. Namun, jika

    program-program tersebut merupakan cara tunggal, atau bahkan cara yang utama, yang

    digunakan oleh gereja untuk memusatkan perhatian pada para keluarga, maka akibatnya

    adalah justru keluarga-keluarga masa kini berada dalam kondisi yang membentukan

    pembenahan oleh gereja. Dalam hal ini, telah terjadi suatu penyimpangan yang terselubung

    dibalik asumsi bahwa terdapat norma-norma yang abstrak bagi keluarga-keluarga kristen

    yang hanya boleh di ketahui dan disampaikan oleh gereja, dampaknya adalah pelemahan

    keluarga. Ini bisa membuat orang menyakini bahwa jika keluarga mereka kurang sempurna,

    maka mereka tidak dapat di terima oleh gereja23

    .

    Peran keluarga begitu sensitif bagi tumbuh kembang seorang anak bagi masa depannya.

    Pendidikan anak bukanlah suatu tanggung jawab yang sederhana. Tentunya semua tahu

    bahwa begitu banyak orang tua Kristen yang kurang berhasil tugas dari Allah. Bahkan

    kadang-kadang orang tua Kristen yang sudah berusaha menerapkan panggilan Allah pun

    tidak berhasil mengadakan family altar. Mereka tidak mampu menanamkan dan menstimulur

    kehendak Allah pada anak-anak. Family altar tidak sama dengan ibadah minggu di gereja,

    21

    Friedman Edwin, Generation to Generation (New York: The Guilford Press, 2011), 12. 22

    Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 80. 23

    Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, 85.

  • 16

    karena family altar sebenarnya merupakan aplikasi dari ibadah yang formil ke ibadah yang

    tidak formil. Kenyataan mengatakan bahwa 90% keluarga kristen tidak memiliki family altar.

    Banyak orang berpikir bahwa family altar merupakan ibadah formil yang dilakukan di rumah

    pada waktu tertentu dengan metode dan waktu tertentu pula. Akibatnya orang tua harus

    manjadi pendeta yang selalu berkhotbah dan anak-anak menjadi pendengarnya. Metode,

    waktu dan tempat family altar bisa fleksibel. Kadang-kadang di meja makan di mana seluruh

    keluarga berkumpul bersama dan alkitab bisa dibaca bersama. Family altar yang tidak formil

    sebenarnya jauh lebih serius dan lebih sulit daripada ibadah formil. Dalam family altar yang

    formil yang biasanya dilakukan sekali orangtua bisa menjadi pemain sandiwara seperti

    pengkotbah yang cuma muncul di mimbar untuk berkhotbah. Lain halnya dengan family altar

    yang tidak formil, yang terus menerus menuntut pertanggung jawaban iman orang tua.

    Orang tua harus belajar hidup konsisten dengan apa yang mereka imani dan ajarkan.

    Anak-anak belajar kebenaran firman Allah melalui model yang nyata yaitu kedua orang tua

    mereka.24

    Konsep family altar yang diberikan oleh Y. Susabda, sudah menjadi sebuah tradisi

    dalam keluarga Kristen jemaat Kefas namun yang menjadi persoalan adalah tradisi ini masih

    dijalankan atau tidak. Penulis berpikir bahwa yang menjadi kelemahan keluarga kristen pada

    saat keterikatan waktu dan teknologi menjadi pemicu bom waktu yang paling dasyat antara

    keluarga itu sendiri. Family altar yang menjadi sebuah media berkumpulnya orang tua dan

    anak menjadi jurang paling lebar karena kesibukan masing-masing. Tetapi family altar

    mempunyai fungsi paling ampuh dalam mengetahui pembentukan anak dalam keluarga

    sejauh apa.

    Pada umumnya orang tua berpikir bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab

    seorang guru dalam konteks sekolah dan yang dilakukan dengan cara memberikan bahan-

    bahan pelajaran. Tidak heran dengan konsep seperti ini banyak orang Kristen berpikir bahwa

    dengan mengirim anak-anak ke sekolah dan pada hari minggu ke sekolah minggu mereka

    sudah memenuhi tanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka. Memang konsep

    seperti ini tidak sepenuhnya salah karena kenyataannya anak-anak juga mengalami proses

    belajar melalui pendidikan formal. Tetapi makna dari pendidikan anak sebenarnya lebih dari

    pada apa yang dapat dicapai melalui metode formal. Bahkan proses belajar sesungguhnya

    tidak terjadi melalui interaksi anak dengan bahan pengajaran. Pendidikan anak adalah

    tanggung jawab orangtua yang sangat besar. Masa-masa pra-sekolah justru adalah masa-masa

    24

    Susabda Yakub, Marriage Enrichment (Jakarta: Mitra Pustaka, 2011), 135-138.

  • 17

    pendidikan yang paling primer karena 75% dari kepribadian anak yaitu fisik, psikis, emosi,

    sosial, intelek, dan moral terbentuk sebelum anak tersebut berumur 6 tahun. Pada masa-masa

    itu, orang tua harus menanamakan kehausan dan kebutuhan akan kebenaran.25

    25

    Susabda Yakub, Marriage Enrichment (Jakarta:Mitra Pustaka, 2011), 143.

  • 18

    III. Hasil Penelitian dan Analisa Data Peran Doa Malam Terhadap Anak Usia 10-12

    Tahun dari Perspektif Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan di Jemaat GMIT Kefas

    Kota Kupang

    3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

    Tempat penelitian yang diteliti adalah GMIT jemaat Kefas Kota Kupang. Jemaat Kefas

    merupakan salah satu bagian dari klasis Kota Kupang yang berada dalam rayon II. Letak

    Gereja Kefas sendiri pun berada di tengah-tengah kota Kupang dan memiliki tempat yang

    sangat strategis di mana diapit oleh sekolah-sekolah, institusi pemerintahan, toko-toko dan

    lain-lain. Dari letak yang cukup strategis ini, jemaat Kefas pun memiliki latar belakang yang

    beraneka ragam, mulai dari PNS, polisi, tentara, petani, wiraswasta, pedagang, anak sekolah,

    dan lain-lain.

    3.2 GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang

    3.2.1 Sejarah GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang26

    Dilihat dari konteks perkembangan Jemaat Kefas maka dimulai dari era Penjajahan

    Belanda (sekitar tahun 1930 an), konsentrasi penduduk lebih banyak terdapat di daerah Kota

    yakni wilayah di sekitar pelabuhan dan pertokoan dan sekitar Bonipoi. Segala macam suku

    (China, Arab, Rote Sabu, Timor, Solor) dan agama (Kristen, Islam) bergabung menjadi satu.

    Di mata penjajah, pengelompokan seperti ini dipandang kurang baik. Penduduk beragama

    Islam dipisahkan dengan yang beragama Kristen. Belanda kemudian memindahkan orang

    Rote, Sabu yang beragama Kristen dan orang Arab yang beragama Islam ke wilayah yang

    berbeda.

    Pada tahun 1971-1980 ini banyak peristiwa monumental terjadi. Peristiwa bersejarah

    yang terjadi dalam jemaat Kefas adalah digelarnya Persidangan Istimewa Sinode GMIT yang

    terlaksana pada tahun 1975. Persekutuan jemaat terasa begitu kental. Salah satu contohnya PS

    Gabungan menurut penurutan Pnt. M. Boboy bisa mencapai 100 orang. Kelompok pemuda

    menunjukan partisipasi penuhnya dalam kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan keluar dari

    Pemuda dengan Paduan Suara cukup intens pada saat itu. Dalam Keputusan Pleno Majelis

    Jemaat Kefas Periode 1975-1976 telah diprogramkan untuk menanam kelapa dan pisang di

    perkebunan gereja di desa Sumlili, Kec. Kupang Barat.

    26

    ) Sejarah GMIT Jemaat Kefas, Kota Kupang (PDF).

  • 19

    Peristiwa bersejarah lainnya terjadi menjelang akhir dekade adalah konflik internal dalam

    jemaat yang melibatkan pihak Sinode, sehingga Pdt. Kalemudji yang oleh Majelis Sinode

    ditugaskan untuk melayani di Kefas. Penyelesaian konflik internal ini tidak dapat

    diselesaikan dengan pihak Sinode. Perkara ini kemudian diputuskan di pengadilan. Pendeta

    yang melayani pada era ini antara lain Pdt. B. Luase, Pdt. Ny. J.S. Manafe Napu, Pdt J.Ch.

    Kalemudji dan Pdt.A. Lakusa. Akhirnya pada Tahun 1991-2002 Mengingat kondisi fisik

    gereja yang makin memprihatinkan maka pada tahun 1992 diputuskan untuk membentuk

    Panitia Pembangunan Fisik. Pekerjaan rehab gedung gereja akhirnya rampung dan

    diresmikan pada tanggal 14 Oktober tahun 1997 oleh Gubernur NTT pada saat itu yakni

    Herman Musakabe, karena pekerjaan pembangunan tersebut, maka pelayanan kebaktian

    Minggu dipindahkan ke Aula SMEA. Pendeta N. Maahury datang dan melayani di jemaat

    Kefas persisnya pada tahun 1990 sampai pada masa pensiun beliau. Bersamaan dengan itu

    pula Ny.Pdt. Y. Kisek-Nuban melayani di jemaat Kefas yang kemudian dimutasikan ke

    Jemaat Agape pada tahun 2000.

    3.2.2 Latar Belakang Kehidupan Jemaat Kefas Kota Kupang

    Warga jemaat Kefas ditinjau dari sejarah pembentukannya senantiasa didominasi oleh

    warga yang berasal dari etnis Rote-Ndao yang diikuti oleh etnis Timor, Semau dan Alor.

    Pengelompokan sosial penduduk oleh pemerintah kolonial Belanda pada satu wilayah

    tertentu disesuaikan menurut kelompok etnis misalkan: orang Solor berdiam di wilayah

    sekitar pantai karena pada umumnya perdagangan merupakan pekerjaan utama mereka, orang

    Kisar terkonsentrasi di daerah Tode-Kisar, orang China di pusat perdagangan di Lay-lay Bisi

    Kopan, orang Arab di Airmata.

    Bagi etnis Rote sendiri terbagi menurut sub-etnis yang tersebar di wilayah Oeba,

    Kuanino, Oepura, Oebobo, Oebufu. Pengelompokan etnis Rote ini pun masih juga terpola

    menurut asal nusak27

    , sehingga misalkan mayoritas orang Termanu berdomisili di Kampung

    Baru, juga Babau dan Oesao. Orang yang berasal dari nusak Dengka di Kuanino, Oebobo dan

    Sikumana, orang Korbafo di Oebufu, Orang Keka Talae bermukim di Naikoten, orang Bilba

    terkonsentrasi di wilayah Manulai, orang dari nusak Ringgou di desa Tablolong. Persebaran

    dan konsentrasi ini masih terlihat sampai sekarang ini, walaupun telah ada migrasi dan

    percampuran penduduk dari berbagai etnis lain di Nusa Tenggara Timur.

    27 Nusak adalah masyarakat Rote Ndao terdiri dari 19 sub etnis dan setiap sub etnis mendiami sebuah

    wilayah kesatuan adat yang merupakan daerah teritorial. Antara lain adalah Landu, Ringgou, Oepao, Bilba, Diu,

    Korbafo, Lelenuk, Bokai, Termanu, Talae, Keka, Lole, Ba'a, Lelain, Thie, Dengka, Delha, Oenale, dan Ndao.

  • 20

    Sedangkan orang Sabu terkonsentarsikan di tempat-tempat seperti Fountein, Nunhila,

    Nunbaun Sabu. Pengelompokan seperti ini meningggalkan jejak sampai sekarang, yang

    walaupun mobilitas penduduk makin meningkat namun masih tetap terlihat pada identitas

    warga jemaat dengan dominasi dari etnis-etnis tertentu seperti yang ada pada awal

    pembentukan wilayah pemukiman penduduk. Hal ini tergambar sampai sekarang dari

    komposisi warga jemaat menurut katagori etnis pada masing-masing jemaat GMIT yang ada

    di Kota Kupang misalkan jamaat Agape didominasi oleh etnis China, orang Sabu

    mendominasi jemaat kota Kupang, jemaat Oebobo sebahagian besar warganya berasal dari

    etnis Rote bercampur Sabu. Demikian juga halnya dengan warga jemaat Kefas yang

    sebahagian besar warganya berasal dari etnis Rote-Ndao yang terbagi dalam berbagai sub-

    etnis berdasarkan penglompokan nusak-nusak yang ada di Rote.

    Jika dilihat dari kehidupan Jemaat Kefas yang lain maka Jemaat memiliki berbagai

    keberanekaragaman kehidupan pada saat sekarang ini, dan yang bisa peneliti jelaskan ada

    beberapa latar belakang kehidupan jemaat seperti, jenis mata pencaharian dan segmentasi

    pekerjaan jemaat bervariasi dari jenis pekerjaan yang dilakukan di sektor pertanian,

    pemerintahan, TNI/POLRI, pengusaha dan jasa.28

    Jika dilihat juga dari latar belakang

    pendidikan maka statistik menunjukan bahwa tamatan SMA/SMP memiliki angka yang

    paling besar dan diikuti oleh SD kemudian sarjana dan selanjutnya adalah tidak bersekolah

    juga memiliki yang lumayan besar.

    3.3 Peran Doa Malam Bagi Anak Usia 10-12 Tahun

    Secara umum anak usia 10-12 tahun adalah sebuah tahap perkembangan menuju remaja.

    Dalam tahap ini anak mulai mengenal segala sesuatu yang dia temukan di luar rumah,

    sehingga sangat berbahaya ketika anak-anak usia 10-12 tahun dibiarkan sendiri dalam

    mencari tahu apa yang belum dia ketahui. Setidaknya anak perlu bimbingan yang lebih ekstra

    oleh orangtua dan keluarga. Gereja memiliki peran penting dalam memfasilitasi anak dalam

    mengembangkan bakat dan minat, di situ juga Gereja dengan sendirinya membantu anak

    lebih mengerti tentang Kekristenan.29

    Anak merupakan titipan Tuhan yang paling indah dan

    selalu didambakan oleh setiap keluarga Kristen di mana pun berada. Harus diakui bahwa

    ketika anak bertumbuh dan orangtua acuh tak acuh maka di situ sebenarnya ada sebuah

    kesalahan besar yang dilakukan oleh orangtua. Ketika anak berusia 10-12 tahun, usia ini

    merupakan usia mengenal dunia. Dunia begitu memperlihatkan semuanya, yang siap

    28

    Therik, Adrian. Laporan Akhir Pendidikan Praktek VI di Jemaat Kefas Kota Kupang, 2015. 29

    RR, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).

  • 21

    dikonsumsi anak, sehingga Gereja Kefas Kota Kupang menyadari akan hal itu dan sekolah

    minggu yang diadakan setiap minggu juga ibadah Rabu Gembira30

    , sangat membantu anak-

    anak dalam bertumbuh bersama Tuhan (iman).31

    Usia 10-12 tahun adalah usia transisi anak memasuki masa remaja. Di usia ini perilaku

    mereka mulai menunjukkan apa yang mereka inginkan karena mereka biasanya mulai

    mencari identitas diri. Misalnya mereka mulai belajar menjadi diri mereka sendiri dan mulai

    mencoba mandiri dalam melakukan sesuatu atau mulai memakai cara pikir sendiri terhadap

    suatu hal.32

    Mitis-Harfiah yang dikategorikan oleh J. Fowler mengatakan bahwa anak mulai

    berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan kategori-kategori baru, seperti kategori

    kausalitas (sebab-akibat), maka dari itu ketika anak mulai merasakan hal ini kewaspadaan

    orang tua sangatlah diperlukan, sebab anak akan mencari semua kategori-kategori yang

    belum anak ketahui sebelumnya. Anak di usia awal atau menuju ke masa remaja sangat perlu

    pendampingan orang tua dalam banyak hal. Ini adalah usia di mana anak mulai belajar

    banyak aspek, yang mana akan berbahaya jika salah dalam memahami hal-hal baru.33

    Sehingga orang tua bisa terus berusaha untuk mengingatkan kepada anak untuk tetap

    berkomunikasi dalam segala masalah, dengan demikian apa yang anak tidak mengerti bisa

    orang tua ajarkan.34

    Perubahan zaman yang semakin cepat dan tak bisa terkendalikan membuat banyak orang

    tua mulai berpikir keras cara meningkatkan kewaspadaan kepada anak, sehingga anak bisa

    terhindar dari berbagai ancaman yang ada dilingkungan sekitar. Gereja selalu memikirkan

    berbagai cara mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat namun gereja tidak

    bisa berbuat banyak bila tidak di mulai dalam keluarga itu sendiri.35

    Salah satu cara dan

    sudah menjadi sebuah budaya dari zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa doa

    dalam keluarga merupakan “metode tradisional” yang sangat ampuh untuk berkumpul

    bersama keluarga baik orang tua maupun anak-anak.36

    Dari awal berdiri sampai pada saat ini

    Gereja Kefas Kota Kupang masih menerapkan doa malam dalam keluarga yang sudah

    menjadi budaya yang tak bisa terlepaskan.37

    Setiap kali dalam pelayanan langsung ke jemaat

    30

    Rabu gembira adalah ibadah kategorial anak yang biasa diadakan setiap hari Rabu jam 17:00 WITA

    disetiap rayon di Jemaat Kefas. 31

    EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA). 32

    TA, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 16.00 WITA). 33

    GN, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 18.00 WITA). 34

    LB, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 20.00 WITA). 35

    EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA). 36

    NN, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA). 37

    MB, Majelis GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul

    10.00 WITA).

  • 22

    ataupun dalam menyampaikan kotbah setiap minggu, selalu ditekankan bahwa peran doa

    selalu besar bagi umat Kristiani di mana doa adalah nafas kehidupan orang Kristen, sehingga

    Jemaat Kefas juga harus melaksanakan doa malam.38

    Doa merupakan sarana komunikasi antara kita manusia dan Allah. Dengan berdoa,

    menjadikan kita berkenan kepada Allah. Karena dengan berdoa, merupakan jalan yang

    ditunjukkan Allah agar kita menerima berkat dan menemukan kasih karunia dan roh kudus39

    .

    Doa adalah cara kita mengungkapkan rasa syukur.40

    Doa Bapa Kami adalah doa yang paling

    mewakili semua keluh kesah, tantangan, dan kehidupan kedepan, sehingga tidak perlu dalam

    hal berdoa kita menggunakan kalimat-kalimat yang terlalu tinggi, maupun terlalu panjang.41

    Bagi seorang anak di usia 10-12 tahun, mereka sudah mulai memahami doa itu seperti

    apa, yang sebelumnya anak hanya dapat mengamati orang dewasa (orang tua) berdoa,

    sekarang dalam tahap pertumbuhan ini, anak memahami doa bukan saja menutup mata dan

    berbicara sendiri, tetapi doa adalah segalanya bagi orang Kristen.42

    Maka dari itu berdoa itu

    penting bagi anak supaya bisa dapat jalan keluar dari semua masalah.43

    Ketika anak turun

    kedalam lingkungan masyarakat yang lebih luas, misalkan sekolah maka orang tua memiliki

    jangkauan lebih sedikit, maka dari itu ketika anak mendapatkan masalah di luar lingkungan

    keluarga anak biasanya tidak bercerita kepada orang tua, lebih banyak mereka

    menyimpannya sendiri, dengan cara mengajarkan anak berdoa kepada Tuhan merupakan

    metode paling ampuh seorang anak dapat mengungkapkan isi hatinya.

    Ketika anak sudah mengenal doa bagi dirinya sendiri maka doa yang dipanjatkan akan

    sesuai dengan setiap pengalaman yang anak alami baik di lingkungan keluarga maupun

    lingkungan di luar keluarga. Permasalahan-permasalahan yang sering di hadapi anak usia 10-

    12 tahun akan menjadi bagian yang terus anak sampaikan dalam doanya. Ketika anak berada

    dalam lingkung yang lebih besar dari pada keluarga yang terjadi adalah anak akan mencoba

    beradaptasi dengan semuanya itu namun ketika anak sulit dan tidak mampu dalam

    beradaptasi adalah yang terjadi anak akan mengalami masalah-masalah yang sudah penulis

    38

    EM, Pendeta GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul

    11.00 WITA). 39

    MJ, Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA). 40

    TM, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,

    pukul 10.00 WITA). 41

    GE, Majelis Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 15.00

    WITA). 42

    RR, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA). 43

    JT, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,

    pukul 10.00 WITA).

  • 23

    berikan di atas. Maka dari itu doa adalah sarana terpenting bagi anak untuk mengungkapkan

    keluh kesanya. Ketika doa malam dijalankan bagi anak maka akan memiliki implikasi yang

    lebih penting yaitu kepercayaan diri dari sang anak bahwa anak memiliki teman bercerita.

    Pemikiran dari J. Fowler bahwa anak usia 10-12 tahun sudah sanggup membalikan arah

    dan susunan pikirannya dan mampu menguji segala pikirannya secara empiris atas dasar

    pengataman sendiri, maka anak akan mengecek apakah pandangan-pandangan

    kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan pendapat-pendapat orang dewasa yang dihargainya

    seperti orangtua, guru dan kelompok masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya.

    Ternyata peran orangtua, guru di sekolah dan guru sekolah minggu masih memiliki peran dan

    dampak paling besar dalam proses perkembangan spritualitas anak. Dalam tahap

    perkembangan anak usia 10-12 tahun anak masih memberikan tolak ukur pada orang

    kepercayaannya seperti orangtua di rumah untuk melaksanakan sebuah doa malam. Misalkan

    saja banyak anak akan melakukan doa malam di rumah jika orangtua melaksanakan doa

    malam juga begitu juga sebaliknya.

    Jemaat Kefas Kota Kupang hampir 40%, sudah meninggalkan budaya doa malam

    keluarga.44

    Dari berbagai faktor yang mempengaharui, faktor kesibukan masing-masing

    anggota keluarga adalah faktor paling utama. Orang tua lebih banyak mempercayakan hal

    spritualitas kepada guru sekolah minggu (Gereja) dan guru agama di sekolah dasar. Tetapi

    dari masalah ini masih banyak keluarga Jemaat Kefas yang melakukan doa malam keluarga

    setiap hari dan memakai jadwal tertentu. Anak akan merasa lebih nyaman berdoa bersama

    keluarga karena lebih dekat bersama orangtua dan saudara-saudara, sehingga hubungan

    mereka selalu terjaga dengan sangat baik. Hal ini senada dengan pendapat M. Thompson

    yang mengatakan bahwa doa malam setiap anggota keluarga yang dilaksanakan setiap

    harinya adalah penting bagi keseluruhan hidup kerohanian keluarga, sebab hal itu

    menambatkan hubungan kita dengan anggota keluarga yang lain pada hubungan dengan

    Tuhan. Atas dasar yang mendalam itulah, diri keluarga bertumbuh sesuai dengan rancangan

    Allah dan bukan rancangan sendiri.

    3.4 Peran Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan Bagi Anak Usia 10-12 tahun

    Seorang anak selalu diharapkan oleh setiap keluarga bertumbuh menjadi seseorang yang

    selalu bisa diandalkan oleh banyak orang dan berjalan bersama Tuhan. Dari jumlah keluarga

    44

    EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).

  • 24

    Jemaat Kefas yang mencapai hampir 975 kepala keluarga maka sesuatu yang cukup sulit bagi

    gereja untuk mendampingi keluarga ini masing-masing dengan masalah yang begitu

    kompleks. Namun Gereja tidak menutup mata dengan hal-hal yang bersifat kompleks yang

    terjadi di tengah masyakrakat terutama di tengah jemaat Jemaat Kefas, tentunya berkaitan

    dengan persoalan anak.45

    Namun di lain pihak Gereja juga menyadari bahwa peranan

    keluarga menjadi sangat krusial bagi perkembangan anak itu sendiri, karena gereja juga

    terbentuk dari keluarga-keluarga Kristen maka dari itu Gereja mengfasilitasi setiap aspek

    yang ada dalam Jemaat Kefas. Namun harus disadari dengan pasti bahwa keluarga adalah

    produk gereja mini sehingga, ketika keluarga menyadari bahwa mereka adalah gereja mini

    yang seharuhnya terjadi oleh gereja dan keluarga tidak ada lagi sebuah jurang pemisah antara

    gereja dan krfeluarga. Jembatan antara gereja dan keluarga dalam Jemaat Kefas adalah doa

    malam, di mana sebuah penghubung yang dapat menyadarkan kedua belah pihak.

    Sebenarnya pendapat M. Thompson yang mengatakan bahwa, jika program-program

    yang dilaksanakan Gereja (Doa Malam)46

    tersebut merupakan cara tunggal, atau bahkan cara

    yang utama, yang digunakan oleh gereja untuk memusatkan perhatian pada para keluarga,

    maka akibatnya adalah justru keluarga-keluarga masa kini berada dalam kondisi yang

    membentukan pembenahan oleh gereja. Dalam hal ini, telah terjadi suatu penyimpangan yang

    terselubung di balik asumsi bahwa terdapat norma-norma yang abstrak bagi keluarga-

    keluarga kristen yang hanya boleh diketahui dan disampaikan oleh gereja, dampaknya adalah

    pelemahan keluarga. Ini bisa membuat orang menyakini bahwa jika keluarga mereka kurang

    sempurna, maka mereka tidak dapat diterima oleh gereja. Pendapat ini sebenarnya

    terpatahkan oleh Jemaat Kefas sendiri karena program doa malam yang dijalankan Gereja

    bukan semata-mata dalam proses pembenahan Gereja namun Jemaat Kefas menyadari bahwa

    dari keluarga semua dapat dimulai.

    Gereja masa kini perlu adanya perubahan, dan itu yang disadari Jemaat Kefas, beribadah

    bukan saja ke gedung kebaktian hari minggu, namun harus dimulai dari keluarga itu sendiri,

    sehingga tak ada, keluarga yang sempurna dan keluarga tidak sempurna. Gereja akan terus

    berusaha memenuhi dan memperbaiki setiap keluarga Jemaat Kefas. Usaha ini tentunya

    dimulai dengan orangtua itu sendiri, di mana Gereja berusaha menjelaskan bahwa orang tua

    adalah orang yang paling berperan penting dalam proses pembentukan anak. Contoh kecil

    bisa diambil adalah ketika gereja Kefas melayani sepasang suami istri yang akan menikah

    45

    EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA). 46

    Doa malam merupakan sebuah program yang terus dilaksanakan oleh jemaat Kefas.

  • 25

    maka akan ada sebuah proses katekasasi pra-nikah. Proses ini langsung dilayani oleh Pendeta

    Jemaat Kefas sendiri, di mana dalam proses katekasasi pra-nikah ini calon orangtua diajarkan

    dan diberikan metode-metode dalam membina keluarga Kristen yang baik dan benar.47

    Orangtua menjadi aktor paling penting dalam pembentukan karakter anak dalam proses

    perkembangan, karena orangtua masih menjadi tempat anak itu mencari tahu dalam segala

    hal. Orang tua adalah sahabat terdekat dan tempat bercerita dalam menghadapi sesuatu yang

    baru ketika anak menemui hal di luar jangkauan mereka.48

    Bagi anak, orang tua adalah

    panutan hidup anak untuk menjadi lebih baik. Baik orang tua sebagai pelindungi, yang

    membesarkan, yang menyekolahkan, dan mendidik anak lebih baik.49

    Peran orang tua yang

    begitu krusial bagi anak tidak bisa disepelekan begitu saja oleh orangtua dalam proses

    pembentukan anak. Harus disadari bahwa keluarga adalah basis terkecil dari masyarakat

    dalam suatu wilayah, maka apabila anak-anak di dalam kehidupan berkeluarga selalu

    mendapat bimbingan dan tuntunan yang baik dan benar dengan hubungan sosial antara

    sesama dan anggota keluarga berjalan dengan baik, maka ketika anak terjun ke tengah

    masyarakat anak akan tetap berperilaku seperti di dalam keluarganya.50

    Maka dari itu

    komunikasi adalah hal paling mutlak yang harus diterapkan oleh setiap keluarga Kristen

    ketika dalam proses pembentukan anak ke arah lebih baik.

    Orangtua harus lebih peka terhadap kebutuhan anak ketika masuk usia-usia awal.

    Komunikasi menjadi senjata paling ampuh dalam memerangi setiap pola pikir dan tindakan

    anak yang di luar batas, bahwa orangtua harus mengajari mana yang baik dan benar. Maka

    dari itu sebuah komunikasi yang baik yang dilakukan oleh keluarga Kristen menurut Yakub

    Susabda dengan metode family altar adalah cara paling ampuh bagi orang Kristen dalam

    membina anak-anak. Namun pendapat Y. Susabda bahwa family altar harus dipimpin oleh

    orang tua ternyata tidak 100% terjadi jemaat Kefas. Anak dipercayakan memimpin doa,

    membawa firman yang sederhana dengan bantuan orangtua sendiri. Kepercayaan yang

    diberikan orangtua kepada anak dalam memimpin doa malam memiliki banyak manfaat.

    Manfaat paling utama yang dirasakan anak adalah rasa kepercayaan dari orang dewasa dan

    47

    Pengamatan langsung selama melakukan praktek pendidikan lapangan VI di Jemaat Kefas Kota

    Kupang (4 bulan). 48

    JT, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,

    pukul 10.00 WITA). 49

    BJ, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015,

    pukul 10.15 WITA). 50

    HM, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 14 Oktober 2015, 16.00 WITA).

  • 26

    berani berbicara. Manfaat ini tentunya sangat berguna ke depan bagi anak ketika turun ke

    masyarakat yang lebih luas.

    Peran keluarga sebenarnya begitu sangat penting bagi perkembangan anak dan

    pembentukan anak kedepannya. Baik secara perkembangan fisik, kognitif, mental, termasuk

    perkembangan iman dari anak, akan dimulai dan terbentuk dalam keluarga. Ketika keluarga

    Kristen gagal melakukan fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan maka anak akan

    mencari dan mengolah semua informasi baru secara individual. Dampak paling besar yang

    akan dirasakan keluarga adalah kesusahan dalam mengontrol dan mengatasi anak yang

    seperti ini. Tetapi sebaliknya jika keluarga memainkan peran sebagai pusat pembentukan

    maka anak terus berjalan dalam rel yang telah ditentukan baik dari segi norma dan nilai yang

    ada dalam masyarakat maupun agama.

  • 27

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Melihat dari permasalahan yang di angkat, bagaimana peran peran doa bagi anak usia 10-

    12 tahun dari perspektik keluarga sebagai pusat pembentukan sampai pada penelitian yang

    dilakukan maka ada beberapa hal yang peneliti temukan ketika mendalami permasalahan ini.

    Sebenarnya setiap keluarga di dunia ini memiliki masalah yang sama ketika merawat dan

    mendidik anak-anak usia awal atau menuju remaja. Anak pada saat usia 10-12 tahun yang

    memiliki karakter “seorang peneliti” akan terus melakukan eksperimen-eksperimen dalam

    memuaskan hasrat logika atau fisiknya. Tahap ini juga sangat kontrofesial bagi orang tua di

    mana pun berada tak terkecuali di Jemaat Kefas karena jika orangtua tidak memainkan peran

    sebagai “pusat pembentukan” maka peneliti mengatakan dengan tegas bahwa keluarga telah

    gagal membentuk anak sebagai mana mestinya.

    Doa malam sebagai salah satu aspek penting keluarga sebagai pusat pembentukan, tidak

    bisa di anggap remeh oleh setiap keluarga Kristen. Fungsi dan peran doa malam ketika tidak

    jalankan sama sekali atau bahkan tidak dikenalkan sejak dini kepada anak maka dampak

    paling besar akan terjadi kepada anak. Dampaknya adalah anak tidak terlalu peduli dengan

    perkembangan iman, anak menganggap remeh fungsional agama bagi dirinya. Tetapi

    sebaliknya ketika anak dikenalkan doa malam sejak dini, setidaknya anak mulai

    menggambarkan secara konkrit bagaimana agama (Tuhan) berperan dalam dirinya sendiri.

    Doa malam yang dijalankan sebagai sebuah budaya yang akan terus dilaksanakan merupakan

    sebuah jembatan antara gereja dan keluarga sebagai gereja mini, sehingga pengertian gereja

    mini ini tidak habis dalam pengertian abstrak tetapi keluarga juga berperan penting dalam

    tugas dan tanggung jawab gereja dalam hal ini adalah membentuk anak menjadi misionaris-

    misionaris terdepan.

    Hambatan-hambatan yang ditemui gereja Kefas pada saat ini adalah orangtua tidak lagi

    memikirkan secara serius perkembangan dan pembentukan anak secara utuh tetapi

    mempercayakan kepada sekolah. Hasil yang cukup signifikan adalah anak yang selalu rajin

    menghadiri sekolah minggu adalah anak selalu melakukan doa malam bersama orangtua,

    begitu juga sebaliknya anak yang tak pernah mengikuti kegiatan gerejawi juga dilakukan oleh

    orantuanya. Hal seperti ini yang sebenarnya menjadi permasalahan inti bagaimana cermin itu

    dapat memantulkan obyek yang sama. Jika tak dimulai dari keluarga itu sendiri maka akan

    sia-sia. Friedman mengatakan bahwa “iman akan gagal kalau tidak dimulai dari keluarga”.

    Keluarga sebagai atom terkecil dalam masyarakat memiliki peran sangat krusial bagi anak

  • 28

    yang notabene akan menjadi penerus keluarga, kekristenan dan negara. Jemaat Kefas selalu

    menyadari hal ini dan melalui pelayan jemaat yaitu pendeta, akan terus berbena dalam

    melayani setiap keluarga Kristen yang ada. “Anak adalah cermin orangtua”. Kalimat ini

    yang paling pantas menyimpulkan penelitian ini. Anak masih saja menjadikan orangtua

    sebagai narasumber dan sumber tindakan tertinggi baginya, yang dilakukan orangtua akan

    menjadikan anak seperti itu juga.

    4.2 Saran

    Dalam bagian ini Penulis akan memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait

    diantaranya ialah kepada: pertama, Fakultas Teologi. Matakuliah seperti Pendidikan Agama

    Kristen dan lain-lain yang memiliki keterikatan sebenarnya memiliki point yang begitu

    penting bagi setiap mahasiswa teologi yang akan menjadi pemimpin-pemimpin gereja masa

    depan, sehingga penelitian ini dan mata kuliah yang lain dapat diterapkan dengan baik dalam

    setiap gereja yang dilayani, bahwa anak adalah bibit paling cepat berkembang dalam sebuah

    komunitas gereja, maka dari itu ketika bibit tidak dijaga dan dirawat dengan baik maka gereja

    juga yang akan merasakan dampaknya.

    Kedua, Jemaat Kefas Kota Kupang. Dari penelitian yang dilakukan sebenarnya penulis

    banyak belajar dari fakta-fakta yang tersaji di lapangan, namun saran yang diberikan kepada

    Jemaat Kefas adalah gereja harus terlebih dahulu mengetahui peran dan fungsi keluarga itu

    masing-masing seperti orangtua, anak berperan sebagai apa sehingga tidak terjadi tumpang

    tindih ketika gereja berusaha memperbaiki dan mengatasi masalah yang ada terutama

    berkaitan dengan keluarga. Penulis mengharapkan bahwa doa malam akan terus menjadi

    budaya yang mendarah daging dalam Jemaat Kefas ke depannya, dan minat anak terhadap

    kegiatan gerejawi terus baik.

    Ketiga, keluarga Jemaat Kefas. Peranan orangtua begitu sangat penting bagi tumbuh

    kembang anak. Apalagi usia 10-12 tahun adalah usia transisi menuju remaja, di mana masa

    itu adalah masa paling berbahaya bagi anak, penulis mengharapkan bahwa keluarga-keluarga

    Jemaat Kefas terus menjalankan doa malam sebagai bentuk kepedulian terhadap

    perkembangan iman anak itu sendiri.

  • 29

    Daftar Pustaka

    Agus,Cremers. 1995. Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James

    Fowler. Yogyakarta:Kanisius

    Bob,George. 2004. Classic Cristianity. Batam:Gospel Press.

    Depertemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

    Keempat.

    Editor. 2010. Childhood and Society Erik Erikson. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

    Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

    Engel, J.D. Metodelogi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen. Salatiga: Widya Sari

    Press, 2005

    Gunarsa, Singgih. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:BPK

    Gunung Mulia.

    Groenen. 1989. Mariologi Teologi dan Devosi. Yogyakarta:Kanisius.

    Jacobs,Tom. 2004. Teologi Doa. Yogyakarta:Kanisius.

    James, Keating. 2009. Suara Hati dan Doa. Yogyakarta:Kanisius.

    James,White. 2009. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

    Jhon,Lozano. 1989. Praying Even When the Door Seems Closed. New York:Paulist

    Press

    J.P,Chaplin. 2010. Dictionary of Psychology. London:Random House Publishing

    Krueger A. Richard. 1998. Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research.

    Newburg Park Calif: Sage Publications Press.

    Nazir. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia,

    Marjorie,Thompson. 2001. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta:BPK

    Gunung Mulia.

    Maurice,Eminyan. 2001. Teologi Keluarga. Yogyakarta:Kanisius.

    Paul,Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:Kanisius.

    Philip,Yancey. 2011. Doa Bisakah Membuat Perubahan?. Jakarta:BPK Gunung

    Mulia.

    Rick,Warren. 2005. The Purpose Driven Life. Penerbit:Gandum Mas.

    Robby,Chandra. 1996. Teologi dan Komunikasi. Yogyakarta:Duta Wacana University

    Robert,Boehlke. 2009. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan

    Agama Kristen. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

    Syamsu,Yusuf. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:Remaja

    Rosdakarya.

  • 30

    Sofyan,Willis. 2009. Konseling Keluarga. Bandung:ALFABETA.

    Thomas H,Tjaya. 2011. Peziarahan Hati. Yogyakarta:Kanisius.

    Yahya,Wijaya. 2004. Iman atau Fanatisme. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

    Yakub,Susabda. 2011. Marriage Enrichment. Jakarta:Mitra Pustaka.

    Yustinus,Semiun. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.

    Yogyakarta:Kanius.

    Jurnal

    Lewis, Christopher Alan. (2008). Prayer and mental health: An introduction to this special issue of Mental Health, Religion & Culture. Offices of Mental Health Practitioners

    (except Physicians), Vol. 11 Issue 1, p1-7. 7p.

    javascript:__doLinkPostBack('','ss~~AR