OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf ·...

21
KARYA TULIS KETERKAITAN IKLIM MIKRO DENGAN PERILAKU API PADA KEBAKARAN HUTAN OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008 0

Transcript of OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf ·...

Page 1: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

KARYA TULIS

KETERKAITAN IKLIM MIKRO DENGAN PERILAKU API

PADA KEBAKARAN HUTAN

OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA

NIP 132 259 563

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

0

Page 2: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas kemudahan dari-Nya,

tulisan judul Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan telah dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada, Dr.

Ir. Yonny Koesmaryono, MS yang telah mengarahkan penulis sehingga tulisan

dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari, masih banyak keterbatasan yang dimiliki penulis baik

berupa waktu, bahan literatur, penyajian dan teknik penulisan sehingga tulisan ini

layak untuk mendapatkan koreksi dari berbagai pihak. Semoga tulisan

sederhana ini bisa menyumbangkan sedikit pengetahuan khususnya wawasan

mikroklimatologi bagi penulis sendiri dan pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2008

Penulis

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

1

Page 3: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

2

Page 4: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

PERILAKU KEBAKARAN................................................................................. 2

Proses Terjadinya Kebakaran ................................................................. 2

Tahapan Proses Pembakaran ................................................................. 3

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

KEBAKARAN.................................................................................................... 6

Karakteristik Bahan Bakar....................................................................... 6

Kadar Air Bahan Bakar ........................................................................... 6

Karakteristik Bahan Bakar Lainnya ......................................................... 7

Faktor Cuaca dan Iklim............................................................................ 8

Topografi.................................................................................................. 9

HUBUNGAN IKLIM MIKRO DAN PERILAKU KEBAKARAN

HUTAN ............................................................................................................ 10

Radiasi matahari...................................................................................... 10

Suhu Udara.............................................................................................. 11

Kelembaban Udara.................................................................................. 12

Presipitasi ................................................................................................ 13

Angin ....................................................................................................... 13

KESIMPULAN .................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

0

Page 5: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

PENDAHULUAN

Kebakaran hutan menjadi salah satu peristiwa yang menimbulkan

kerugian besar baik dari segi ekonomi , ekologi maupun sosial dan politik.

Kerugian ekonomi berhubungan dengan musnahnya aset yang benilai ekonomis

tinggi berupa hasil hutan kayu dan non kayu. Secara ekologis, kebakaran dapat

merusak keseimbangan ekologis suatu ekosistem. Dari segi sosial politik,

dampak kebakaran yang menimpa negara lain berakibat munculnya protes yang

mempengaruhi hubungan antar negara.

Penanggulangan bahaya kebakaran hutan secara terus menerus

dikembangkan. Upaya pengembangan mencakup aspek pencegahan dan

pemadaman kebakaran. Upaya pencegahan mendapatkan prioritas penting

karena relatif ringan dalam penyiapan sumberdayanya. Disamping itu, upaya

pemadaman sangat sulit dilaksanakan mengingat api yang berkembang liar di

alam hampir tidak pernah bisa dipadamkan oleh upaya manusia.

Dalam rangka upaya penanggulangan kebakaran hutan, perlu

pemahaman mendalam aspek ekologi kebakaran, perilaku kebakaran dan faktor

yang mempengaruhi kebakaran. Ekologi kebakaran mencakup aspek

komponen dan proses terjadinya kebakaran. Perilaku kebakaran berhubungan

dengan perilaku kebakaran dapat didefinisikan sebagai cara dimana api di alam

berkembang : bagaimana bahan bakar terbakar, perkembangan nyala api dan

penyebaran api (Perry, 1990) dan bagaimana api bereaksi terhadap variabel-

variabel bahan bakar, cuaca atau iklim dan topografi. Sedangkan faktor-faktor

yang mempengaruhi kebakaran terdiri atas karakteristik bahan bakar, faktor iklim

dan topografi.

Iklim merupakan faktor alamiah yang menjadi pemicu terjadinya

kebakaran. Faktor iklim selain dapat menjadi pemicu juga dapat dijadikan dasar

bagi pengendalian kebakaran. Pemahaman tentang iklim kebakaran (fire

climate) akan dapat memprediksi perilaku api dan menentukan upaya

penanggulangan yang sesuai.

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

1

Page 6: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

PERILAKU KEBAKARAN

Perilaku kebakaran dapat didefinisikan sebagai cara dimana api di alam

berkembang : bagaimana bahan bakar terbakar, perkembangan nyala api dan

penyebaran api (Perry, 1990) dan bagaimana api bereaksi terhadap variabel-

variabel bahan bakar, cuaca atau iklim dan topografi (Chandler et. al. 1983)

sebagai faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Tiga kompoanen yang diperlukan untuk setiap api agar dapat menyala

dan mengalami proses pembakaran (Countryman, 1975). Pertama harus

tersedia bahan bakar yang dapat terbakar. Lalu, panas yang cukup yang

digunakan untuk menaikkan suhu bahan bakar hingga ke titik penyalaan. Dan

akhirnya harus terdapat pula cukup udara untuk mensuplai oksigen yang

diperlukan dalam menjaga proses pembakaran agar tetap berjalan dan untuk

mempertahankan suplai panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya

penyalaan bahan bakar yang sulit terbakar. Ketiga unsur itu yaitu bahan bakar,

panas dan oksigen yang memungkinkan terjadinya api, disebut dengan segitiga

api (fire triangel) dan api tersebut hanya dapat terjadi bila ketiga komponen

berada pada saat yang bersamaan atau tidak akan terjadi api sama sekali.

Proses Terjadinya Kebakaran

Pembakaran adalah proses yang stabil (steady state) (Chandler et. al.

1983) dari bentuk khusus oksidasi (Luke and Mc Arthur, 1978) dan kebalikan dari

proses fotosintesis dimana dapat dibedakan dalam flaming dan glowing

(Chandler et. al. 1983 and pyne et. al. 1996). Pembakaran flaming adalah

cahaya oksidasi gas-gas yang dihasilkan dari dekomposisi bahan bakar

(Chandler et. al. 1983) sebagai nyala bebas, turbulen dan difusi (Pyne et. al.

1996).

Pada dasarnya, perkembangan kebakaran hutan terdiri dari dua proses

yang disebut dengan: penyalaan dan pembakaran. Penyalaan adalah fase

transisi antara pra-pemanasan dan fase pembakaran (Pyne et. al. 1996), yang

tidak stabil (Chandler et. al. 1983) dan mempunyai suhu antara 204 – 371 oC.

Dasar dari proses terjadinya kebakaran adalah proses pembakaran

secara kimia dan fisika. Energi yang tersimpan dalam biomassa dilepaskan pada

saat bahan-bahan seperti daun, rumput dan kayu berkombinasi dengan oksigen

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

2

Page 7: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

membentuk karbondioksida (CO2), air dan sejumlah subtansi lain. Dengan kata

lain, reaksi ini merupakan reaksi kebalikan dari fotosintesis, dimana CO2, air dan

energi matahari berkombinasi memproduksi suatu energi kimia simpanan dn

oksigen, seperti yang tergambar di bawah ini :

Reaksi pembakaran (C6H10O5)n + sumber penyulutan (panas) =======» CO2 + H2O + panas

Reaksi fotosintesis CO2 + H2O + energi matahari =======» (C6H10O5)n + O2

Tahapan Proses Pembakaran

Adapun beberapa tahapan proses pembakaran dalam pembakaran

biomassa adalah sebagai berikut :

Pre-ignition Pada tahapan ini baha bakar mulai terpanaskan, terdehidrasi (kering) dan

mulai terjadi proses pyrolisasi yaitu terjadi pelepasan uap air, CO2 dan gas-gas

yang mudah terbakar termasuk methane, methanol dan hydrogen. Dalam proses

pyrolisis ini, reaksi berubah exothermic (memerlukan panas untuk melaju)

menjadi endothermic (pemanasan sendiri). Sekali terbakar, api akan terus

bergerak secara kontinyu dan melakukan dua proses termal yang bersambungan

yaitu pyrolisis dan pembakaran.

Karena bahan bakar berdekatan dengan nyala api maka terpanaskan

oleh radiasi dan konveksi hingga mencapai suhu > 100 o C, uap air dan bahan

organik yang tidak mudah terbakar, dan zat ekstraktif yang mudah menguap

tersuling di permukaan bahan bakar dan terbawa ke udara (Ryan dan McMahon,

1976). Radiasi dan konveksi dapat mentransfer panas yang dibutuhkan pyrolisis

pada permukaaan bahan bakar, namun transfer panas bagian dalam bahan

bakar dilakukan melalui konduksi. Oleh karena itu, konduksi adalah komponen

utama dalam proses pembakaran terutama untuk bahan bakar yang lebih besar.

Karena flux panas bahan bakar meningkatkan dekomposisi termal dari selulosa,

hemiselulosa dan lignin menghasilkan senyawa-senyawa organik yang mudah

terbakar. Bila senyawa tersebut tersuling dari bahan bakar berkayu, maka

mereka dapat menyala pada suhu 300-600oC dalam udara yang relatif kaya

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

3

Page 8: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

oksigen yang terdapat di sekitar bahan bakar. Penyalaan ini menghasilkan fase

flaming, ke-dua dari pembakaran.

Flaming Combustion Reaksi exothermic pada fase ini dapat menaikkan suhu melonjak dari 300

- 800 o C (Ryan dan McMahon, 1976). Pyrolisis melaju dan mempercepat

oksidasi dari gas-gas yang menonjol yang dapat terbakar (Debano et al, 1998).

Gas-gas yang mudah terbakar dan uap air hasil dari pyrolisis naik ke atas bahan

bakar, bercampur dengan O2 dan terbakar selama fase flaming. Panas yang

dihasilkan dari reaksi flaming ini mempercepat laju pyrolisis dan melepaskan

jumlah gas-gas yang dapat terbakar lebih besar. Api meledak dan benar-benar

bergerak mengikuti angin seperti massa dari pembakaran gas dalam fase ini.

Volume gas yang mudah terbakar yang dilepaskan dari bahan bakar meningkat

dengan menyolok sekali

Smoldering Fase smoldering biasanya mengikuti flaming combustion (Debano et al,

1998). Berjalan lambat (< 3 cm/jam) pada kebakaran bahwa, pembakaran yang

kurang penyalaan menjadi proses pembakaran dominan dalam fase ini. Perlu

diketahui bahwa flaming combustion tidak akan terjadi secara keseluruhan dalam

bahan bakar seperti duff dan tanah organik (gambut). Smoldering adalah fase

combustion permulaan dalam tipe bahan bakar ini. Terdapat dua zona yang

menjadi karakterstik fase smoldering dari pembakaran, 1) suatu zona pyrolisis

dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan 2) suatu zona arang dengan

pelepasan hasil-hasil pembakaran yang tidak tampak.

Partikel hasil emisi selama fase smoldering lebih besar dari partikel pada

fase flaming. Istilah emisi faktor digunakan untuk mengkuantifikasikan jumlah

partikel atau produk gas-gas yang dilepaskan oleh suatu kebakaran. Ini adalah

massa api melalui produk, dalam kg/Mg bahan bakar yang dikonsumsi yang

dilepaskan ke dalam atmosfer. Peningkatan secara proporsional smoldering

selama flaming combustion meningkatkan dua atau tiga kali jumlah emisi faktor

(Debano et al, 1998).

Smoldering biasanya terjadi pada ”fuel bed´ dengan bahan bakar yang

tersusun dengan baik dan aliran oksigen terbatas seperti duff, kayu yang

membusuk dan tanah organik (gambut). Permukaan abu pada fuel bed dan

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

4

Page 9: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

pada bahan bakar berkayu dapat merangsang smoldering melalui pemisahan

zona reaksi dari oksigen atmosfer.

Glowing Fase glowing adalah bagian akhir dari proses smoldering. Namun,

glowing adalah bukan smoldering. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing,

sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap yang hilang dan oksigen

mengadakan kontak langsung dengan permukaan bahan bakar yang mengarang

(Debano et al, 1998).

Extinction Suatu kebakaran akhirnya terhenti (Debano et al, 1998) bila semua bahan

bakar telah dikonsumsi, atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik

dalam fase smoldering maupun glowing tidak cukup untuk menguapkan uap air

yang dibutuhkan yang berasal dari bahan bakar basah (kadar air tinggi). Panas

yang diserap oleh bahan bakar yang lembab, udara yang mengelilinginya, atau

material inoganik (seperti batu dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas

yaang tersedia dari pembakaran, mempercepat proses padamnya api.

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

5

Page 10: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KEBAKARAN

Karakteristik Bahan bakar

Pada dasarnya, karakteristik bahan bakar dikelompokkan ke dalam dua

kategori (Pyne et al. 1996): sifat bahan bakar intrinsik dimana mencakup kimia

bahan bakar, kerapatan dan kandungan panas dan sifat ekstinsik meliputi

kelimpahan relatif dari berbagai ukuran komponen bahan bakar, fraksi yang mati

(fraction dead) dan kekompakan bahan bakar. Di hutan tropis, karakteristik

bahan bakar bervariasi antar tempat dan waktu. Hutan gambut berkayu

merupakan bahan bakar yang baik karena mengandung nilai kalor sangat tinggi

atau kapasitas panas. Disamping itu, pembangunan hutan tanaman dengan

spesies eksotik seperti Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus bisa

menyumbangkan pertambahan resiko kebakaran, khususnya selama musim

kering karena akan terjadi muatan bahan bakar yang tinggi di lantai hutan.

Kadar Air Bahan Bakar

Kadar air bahan bakar sebagai kandungan air pada partikel bahan bakar

(Chandler et.al. 1983, Pyne et. al. 1996) adalah faktor terpenting yang

mempengaruhi perilaku kebakaran hutan (De Ronde, et. al.), dimana begitu jelas

dan nyata mempengaruhi tingkat kebakaran khususnya daya nyala bahan bakar

hutan (Artybashev 1983). Selain itu, kandungan air yang lebih tinggi pada bahan

bakar yang lebih tinggi panasnya dibutuhkan untuk melepaskan uap air sebelum

bahan bakar dimakan api. sehingga, tingkat kebakaran dan daya nyala bahan

bakar akan berkurang. Oleh karena itu, kadar air bahan bakar dapat digunakan

pada peramalan perilaku api (Chandler et.al 1983a) sebagai respon bahan bakar

terhadap perubahan faktor-faktor lingkungan seperti presipitasi, kelembaban dan

suhu (De Ronde et. al.)

Kadar air dapat ditekankan pada kadar air bahan bakar mati dan bahan

bakar hidup. Kadar air bahan bakar mati bervariasi dari 1 – 2 % pada gurun,

300% pada kayu lapuk (Pyne, et. al. 1996), 200 % pada lapisan-lapisan yang

dalam dan pada kayu sumbu (Luke and Mc Arthur, 1978). Hal tersebut

dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De

Ronde et. al. 1990)

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

6

Page 11: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Kadar air bahan bakar semata-mata merespon kondisi lingkungan luar

bahan bakar dan sangat penting dalam menentukan potensi kebakaran. Kadar

air bahan bakar berhubungan dengan keseimbangan kadar air dan time lag.

Oleh karena itu, kadar air bahan bakar mati digolongkan sebagai time lag.

Bahan bakar ‘time lag’ adalah sebanding dengan diameternya dan

kehilangannya didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan partikel bahan bakar

untuk mencapai 2/3 dari dirinya untuk menyeimbangkan dengan lingkungan

lokalnya (USDA Foret Service, 2001).

Kadar air bahan bakar yang hidup adalah air yang terdapat pada

rerumputan, paku-pakuan, semak, belukar, dan pohon. Bahan bakar hutan hidup

yang haluis menunjukkan kisaran yang lebar dalam respon waktu untuk kondisi

kadar airnya. Respon waktu bervariasi dari yang lebih kecil dari satu jam untuk

rerumputan dan lumut hingga lebih dari 24 jam untuk daun konifer (Anderson,

1985). Selain itu, tingkat kadar air pada tanaman hidup dikontrol secara dominan

oleh proses fisiologinya. (de Ronde et. al. 1990), kondisi cuaca, kadar air tanah,

aspek (arah lereng) dan tahap-tahap tanaman dalam siklus hidupnya (Luke and

Mc Arthur, 1978).

Karakteristik Bahan Bakar Lainnya

Kandungan senyawa inorganik menghasilkan sebuah efek katalitik yang

menghalangi pembentukan senyawa yang dapat membakar selama Pyrolisis.

Pyrolisis adalah degradasi secara termal molekul-molekul tumbuhan sebelum

sebelum terjadi pembakaran. Pyrolisis bahan tumbuhan menghasilkan bahan-

bahan volatil yang mendukung penyalaan pembakaran. Peningkatan kandungan

abu asam tak terurai (abu bebas silika) menurunkan atau meminimalkan reaksi

pirolisis bersih yang memudahkan penyalaan pada pembakaran (Broido dan

Nielsen, 1964 dalam Saharjo dan Watanabe , 1999) Menurut Saharjo dan Watanabe (1999), abu bebas silika dapat digunakan

sebagai sebuah indikator untuk mengenali bagian semak-semak atau pepohonan

yang lebih mudah terbakar. Daun memiliki kandungan yang lebih besar daripada

batang dan kandungannya berkisar antara 1.7 dan 11.4% untuk daun dan antara

0.4% dan 7.8 % untuk batang.

Berdasarkan kandungan abu bebas silika, semak-semak yang perlu

diberikan perhatian dalam rangka mencegah perluasan serangan api: D. linearis

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

7

Page 12: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

(batang), I. cylindrica (daun), E. pubescens (batang), C. laurifolia (batang),

Pterospermum sp. (batang), H. similis (daun), C. hirta (batang), and T. orientalis

(daun dan batang). Pepohonan yang mudah diserang api yaitu : P. falcataria, E

uruphylla, C. callothyrsus and P canescens (Saharjo dan Watanabe, 1999).

Faktor Cuaca dan Iklim

Iklim dan atau cuaca adalah salah satu unsur segitiga lingkungan api

disamping bahan bakar dan topografi. Cuaca dan iklim mempengaruhi

kebakaran hutan pada berbagai cara (Chandler et.al 1983a): menentukan jumlah

total ketersediaan bahan bakar, panjang dan kekerasan musim kebakaran,

mengatur kadar air dan daya nyala bahan bakar hutan yang mati, berpengaruh

tidak langsung pada penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.

Chandler et. al (1983) menyatakan bahwa cuaca dan iklim mempengaruhi

kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan yaitu :

1. iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia

2. iklim menentukan jangka waktu dan kekerasan musim bakaran

3. cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk terbakar

4. cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan

Menurut Fuller (1991), karena cuaca sangat mempengaruhi bagaimana,

dimana dan kapan kebakaran hutan dapat terjadi, pengendali kebakaran

menyebutnya sebagai cuaca kebakaran (fire weather) yaitu sifat-sifat cuaca yang

mempengaruhi terjadinya kebakaran. Seperti cuaca panas yang kering disertai

dengan angin ribut, badai dan petir akan menyebabkan kebakaran.

Iklim pada masing-masing wilayah geografi menentukan tipe bahan bakar

dan panjangnya musim kebakaran atau waktu dalam setahun dimana sering

terjadi kebakaran. Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa pola, lamanya

dan intensitas dari musim kebakaran dari suatu daerah tertentu merupakan

fungsi utama dari iklim tetapi sangat dipengaruhi oleh sifat bahan bakar hutan.

Selain pola cuaca kebakaran hutan yang bersifat tahunan, berulang maupun

musiman mencerminkan bahan bakar dan cuaca, musim kebakaran yang parah

juga dihubungkan dengan musim kering yang berskala dam cenderung untuk

terjadi dalam suatu siklus.

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

8

Page 13: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Topografi

Menurut Saharjo (2000), dampak lereng pada satu daerah yang terbakar

adalah sama dengan dampak angin. Penjalaran api dibawa hingga mendekat

kepada permukaan akibatnya pra-pemanasan bahan bakar berlangsung lebih

cepat terhadap bahan bakar yang berdekatan dengan muka api. Dampak

penting lain dari topografi adalah interaksinya dengan iklim lokal dan kelompok

kecil dari komunitas tanaman. Api yang bergerak menaiki lereng dapat

diharapkan untuk terbakar dengan cepat dan dengan intensitas yang tinggi.

Dalam aktivitas pembakaran terkendali, pembakaran dimulai dari areal

yang bertopografi relatif curam hingga landai. Untuk itu setiap pembakaran

harus ada beberapa orang yang terlibat sebagai pembakar pada titik bakar yang

berbeda. Pembakaran dimulai dibawah satu komando yang berarti bahwa

pembakaran dimulai pada tiga posisi yang berbeda. Sambil bergerak setengah

berlari dengan arah yang searah/berlawanan, setiap pembakar harus membuat

titik api dengan jarak tidak lebih dari 1 m antar titik api, sehingga tidak ada celah

yang tidak terbakar yang memungkinkan api loncat ke lain arah.(Saharjo, 2001)

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

9

Page 14: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

HUBUNGAN IKLIM MIKRO DAN PERILAKU KEBAKARAN HUTAN

Radiasi Matahari

Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan

bahan bakar yang dipengaruhi oleh raduasi matahari yang berfluktuasi dalam

sehari semalam. Suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu

minimum tercapai pada saat menjelang matahari terbenam dan dini hari

(Schroeder dan Buck, 1970).

Fuller (1991) menyatakan bahwa perbedaan pemanasan matahari pada

permukaan bumi berperan dalam variasi iklim yang memberikan kontribusi pada

bahaya kebakaran hutan. Penyinaran matahari, selain memanaskan permukaan

bumi juga memanaskan lapisan udara dibawahnya. Pemanasan udara

menimbulkan perbedaan tekanan udara yang menyebabkan terbentuknya pola

pergerakan angin sehingga angin akan bergerak dari daerah bertekanan tinggi

ke daerah bertekanan rendah.

Radiasi surya adalah sumber energi (Lockwood, 1979) yang

mempengaruhi pemanasan bahan bakar. Sinar matahari yang tegak lurus lebih

dekat, lebih besar efek pemanasannya (Chandler et.al. 1983a) dimana radiasi

surya maksimum (pemanasan matahari) terjadi pada tengah hari yang

menyebabkan suhu udara maksimum, sedangkan radiasi surya minimum terjadi

pada waktu matahari tenggelam.

Pada data lima tahun di hutan jati di Jawa Tengah menunjukkan bahwa

frekuensi kebakaran puncak terjadi antara pukul 09:00 dan 15:00 selama radiasi

surya maksimum (Syaufina, 1988). Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya

proses pemanasan dimana pengeringan bertambah pada bahan bakar hutan. Di

Brazil, sekitar 85.2% kejadian kebakaran dan 92.0 % area yang terbakar tercatat

antara pukul 10:00 dan 18:00. Waktu yang mempresentasikan kejadian tertinggi

adalah pukul 14:00, dengan 17.2% dari kebakaran yang tercatat (Soares dan

Dampaio, 2000).

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

10

Page 15: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Suhu Udara

Suhu sangat kuat mempengaruhi perubahan kadar air pada bahan bakar

hutan (de Ronde et al. 1990). Suhu yang tinggi membantu pengeringan bahan

bakar dengan cepat. Bahan bakar terpapar sinar matahari menjadi lebih hangat

dari pada udara sekitarnya dan secara signifikan mengurangi energi panas yang

dibutuhkan untuk penyalaan (Brown and Davis, 1973).

Suhu bahan bakar adalah salah satu faktor yang menentukan

kemudahannya untuk terbakar dan tingkat terbakarnya. Suhu dicapai dengan

penyerapan radiasi matahari secara langsung dan konduksi dari lingkungan

termasuk udara yang meliputinya. Suhu udara merupakan faktor yang selalu

berubah dan mempengaruhi suhu bahan bakar serta kemudahannya untuk

terbakar (Chandler et. al. 1983).

Menurut Young dan Giesse (1991), suhu udara merupakan faktor cuaca

penting yang menyebabkan kebakaran Suhu udara secara konstan merupakan

faktor yang berpengaruh pada suhu bahan bakar dan kemudahan bahan bakar

untuk terbakar.

Menurut Saharjo (1997), pada pagi dengan suhu yang cukup rendah

sekitar 200 C ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak

berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari

dengan suhu 30-350 C, berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak

satu titik, tapi berubah-ubah karena pengaruh angin.

Terdapat kecenderungan penurunan suhu bara, baik suhu awal maupun

suhu akhir dengan naiknya kadar air pada bahan bakar gambut Namun bila diuji

statistik dengan regresi linear hasilnya kurang baik dengan nilai R2 masing-

masing 29.36%, 17.86% dan 3.94%. Panas dari sumber panas 600 0C akan

mencari keseimbangan suhu baru, sehingga suhu yang terbentuk pada bara

gambut pada awal merupakan suhu keseimbangan awal, kemudian suhu mulai

meningkat. Meningkatnya suhu tersebut disebabkan oleh produksi zat atau gas

yang mudah terbakar pada saat proses pyrolisis yang terus terjadi secara

simultan (Udiputra, 2003)

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

11

Page 16: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Kelembaban Udara

Kelembaban udara berasal dari evaporasi air tanah, badan air dan

transpirasi tumbuh-tumbuhan. Ketika kandungan air di udara sama dengan

besarnya penguapan air, maka terjadilah kondisi jenuh udara. Umumnya

kandungan air di udara lebih kecil dari penguapan yang terjadi, dan kondisi ini

disebut udara tak jenuh. Para ahli meteorologi menggambarkan kelembaban

udara sebagai Relative Humidity (Kelembaban Relatif) yang didefinisikan sebagai

rasio antara kandungan air dalam udara pada suhu tertentu dengan kandungan

air maksimum yang dapat dikandung udara pada suhu dan tekanan yang sama

(Fuller, 1991).

Menurut Suratmo (1985), cuaca atau iklim merupakan faktor yang sangat

menentukan kadar air bahan bakar hutan, terutama peranan air hujan. Di dalam

musim kering kelembaban udara sangat menentukan kadar air bahan bakar.

Menurut Saharjo (1997), kelembaban relatif yang tinggi di pagi hari yaitu

sekitar 90-95% ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat titik api

tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada sati titik. Sementara pada siang

hari dengan kelembanan relatif 70-80% dan kadar air bahan bakar cukup rendah

(<30%) membuat proses pembakaran berlangsung cepat dan bentuk

kebakarannya pun tidak satu titik, tapi berubah-ubah karena pengaruh angin

(Saharjo, 1997).

Hasil yang diperoleh Udiputra (2003) menunjukkan bahwa terjadi

penurunan kecepatan pembakaran dengan semakin meningkatnya kadar air

gambut (0-117,39%). Semakin besar kadar air, proses pembakaran akan

menurun akibat panas yang menurun, panas tidak mampu menguapkan air dan

menguraikan bahan kimia gambut atau bahan-bahan lain sehingga konduktivitas

panas gambut menjadi berkurang hingga proses penyalaan pun terhenti.

Kecepatan pembakaran sangat terkait dengan kadar air karena

berhubungan dengan kemampuan penetrasi panas pada saat pyrolisis, sehingga

bila kadar air semaikin tinggi maka kemampuan penetrasi panas akan menurun,

dan suhu pembakaran akan semakin menurun kemudian kecepatan pembakaran

juga menurun. Karena itu, dapat dikatakan bahwa sampai dengan kadar air

117,39% menunjukkan bahwa peningkatan kadar air akan mengurangi

kecepatan pembakaran dan berdampak pada peningkatan konsentrasi gas dari

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

12

Page 17: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

pembakaran, karena semakin tidak sempurna pembakaran akan menaikkan

konsentrasi emisi gas rumah kaca (Levine, 1994).

Presipitasi

Air yang dikandung udara berada dalam tiga wujud, yaitu sebagai uap air

tidak terlihat dan bereaksi seperti gas lain, sebagai cairan yang berbentuk

tetesan pada berbagai ukuran, sebagai padatan berbentuk kristal-kristal es yang

jatuh sebagai salju, hujan batu es, hujan bercampur es atau salju (Chandler et.

al. 1983).

Penelitian Triani (1995), yang mengadakan penelitian di KPH Banyuwangi

selatan menunjukkan hasil perhitungan indeks kekeringan berkisar 0-800

(menurut Kingston dan Ramadhan). Pada bulan dengan sedikit curah hujan,

indek kekeringan cukup tinggi, sebaliknya pada bulan dengan curah hujan tinggi,

indek kekeringan rendah, bahkan mencapai angka nol. Hal ini menunjukkan

bahwa curah huajan mempengaruhi kadar air bahan bakar.

Hal yang sama juga dijelaskan Syaufina (1988), bahwa di Semarang,

Jawa Tengah, puncak kebakaran hutan terjadi pada bulan Agustus dan

September. Data observasi selama 5 tahun menunjukkan bahwa kebakaran

hutan meningkat seiring dengan menurunnya curah hujan dan puncak kebakaran

hutan terjadi pada bulan-bulan tanpa curah hujan dan puncak kebakaran hutan

terjadi pada bulan-bulan tanpa curah hujan. Pada saat itu, tanaman jati

menggugurkan daun-daunnya, sehingga ketersediaan bahan bakar menjadi

meningkat dalam jumlah sedangkan kadar iar yang menurun drastis. Kondisi

tersebut membuat bahan bakar menjadi lebih mudah terbakar.

Angin

Menurut Chandler et. al. (1983), angin merupakan salah satu faktor

penting dari faktor-faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Angin

bisa menyebabkan kebakaran hutan melalui beberapa cara. Angin membantu

pengeringan bahan bakar yaitu sebagai pembawa air yang sudah diuapkan dari

bahan bakar. Angin juga mendorong dan meningkatkan pembakaran dengan

mensuplai udara secara terus menerus dan peningkatan penjalaran melalui

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

13

Page 18: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

kemiringan nyala api yang terus merembes pada bagian bahan bakar yang

belum terbakar.

Lebih lanjut Deeming (1995), mengemukakan bahwa tiupan angin akan

memperbesar kemungkinan membesarnya nyala api dari sumbernya (korek api,

obor, kilat dan sebagainya). Sekali nyala api terjadi, maka kecepatan

pembakaran, lama penjalaran dan kecepatan perkembangan api akan meningkat

dengan membesarnya tiupan angin.

Sedangkan menurut Suratmo (1985), angin menentukan arah dan

menjalarnya api dan mempunyai korelasi positif dengan kecepatan menjalarnya

api, tetapi besar kecilnya api ditentukan oleh kadar air bahan bakar.

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

14

Page 19: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

15

KESIMPULAN

Terdapat keterkaitan yang kuat antara iklim mikro dan perilaku kebakaran

hutan. Keterkaitan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengenali perilaku api

berhubungan dengan kecepatan penjalaran api, arah penjalaran dan waktu

terjadinya api.

Dengan makin kompleknya kejadian kebakaran khususnya kebakaran

hutan dan lahan, maka pemahaman yang baik tentang pengetahuan perilaku api

dan faktor iklim sangat diperlukan bagi yang menggeluti bidang manajemen

sumberdaya alam. Di samping itu, kajian penyebab dan penanggulangan

bahaya kebakaran yang makin berkembang perlu dikuasai untuk mendukung

pengambilan keputusan yang tepat dalam penanggulangan kebakaran.

Page 20: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

16

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, H.E. 1985. Moisture and Fine Forest Fuel Response. In L. R. Donoghue and R. E. Martin eds., Weather-The Drive Train Connecting the Solar Engine to Forest Ecosystem. Society of American Foresters. Bathesda. USA. Pp. 192 – 199.

Artsybashev, E.S. 1983. Forest Fire and Their Control. K. Badaya Trans, V.

Pandit ed., Oxonian Press Pvt., New Delhi, India. 160 pp. Brown, A. A. and K. P. Davis. 1973. Forest Fire Control and Use. McGraw-Hill

Company. New York. USA. 686 pp. Countryman, C.M. 1975. The Nature Heat. Heat-Its Role in Wildland Fire Part-

1. Unnumbered Publication. USDA For.Serv. Pacific Southwest Forestry and Range Experiment Station, California.

Chandler, C., P. Cheney, P. Thomas, L. Trabaud, D. Williams. 1983. Fire in

Forestry Vol. I. John Wiley and Sons. Canada. 450pp De Bano, L. F., D. G. Neary and P. F. Folliot. 1998. Fire’s Effects on Ecosystem.

John Wiley and Sons. USA. 330 pp. De Ronde J.G. Goldammer, D.D. Wade and R.V. Soares. 1990. Prescribed

Fire in Industrial Pine Plantation. In J. G. Goldammer ed., Fire in The Tropical Biota. Ecosystem Processes and Global Challenges Ecological Studies 84. Springer-Verlag. Berlin, Germany. pp. 261-272

Deeming, J. E. 1995. Development of a Fire Danger Rating System for East

Kalimantan, Indonesia. Integrated Forest Fire Management Project, Samarinda. German Agency for Technical Cooperation and the Ministry of Forestry. Jakarta. Indonesia. 12 pp.

Keetch, J. J. dan G. M. Byram. 1988. A drought Index for Forest Fire control

(Revision). USDA Forest Service. Southeastern Forest Experiment Station, Ashville, North California. USA. 32 pp.

Luke, R. H. and A. G. McArthur. 1978. Bushfires in Australia. Australian

Goevrnment Publishing Service. Canberra. Australia. 359 pp Lockwood, J.G. 1979. World Climatology An Environmental Approach.

Whitstable. Kent. 330 pp. Perry, D. G. 1990. Windland Firefighting : Fire Behaviour, Tactics and

Command. Fire Publications. USA. 412 pp. Pyne, S.J., P.L. Andrews dan R.D. Laven. 1996. Introduction to Wildland Fire.

John Wiley and Sons Inc. New York. 769 pp Ryan, P.W. dn C.K. McMahon. 1976. Some Chemical and Physical

Characteristics of Emissions from Forest Fires. In : Proceeding of The 69th

Page 21: OLEH: ACHMAD SIDDIK THOHA NIP 132 259 563library.usu.ac.id/download/fp/132259563(2).pdf · dikendalikan oleh cuaca khususnya presipitasi, kelembaban relatif dan suhu (De ... Keterkaitan

Achmad Siddik Thoha : Keterkaitan Iklim Mikro dengan Perilaku Api Pada Kebakaran Hutan, 2008 USU Repository © 2008

17

Annual Meeting of The Air Pollution Control Association, Portland. Oregon.Paper Number 76-2.3.

Rieley, J. O. dan B. Setiadi. 1997. Role of Tropical Peatlands in Global Carbon

Balance : Preliminary Findings from The High Peat of Central Kalimantan, Indonesia. In Pengelolaan Gambut Berwawasan Lingkungan. ALAMI Vol. 2 No. 1. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta, Indonesia. pp 52-56.

Saharjo B.H. 1997. Mengapa Hutan dan lahan terbakar. Harian Republika 29

September 1997. Saharjo, B. H. 1999. Study on Forest Fire Prevention for Fast-Growing Tree

Species Acacia mangium Plantation in South Sumatera, Indonesia. Doctoral Thesis of Faculty of Agriculture. Kyoto University. Japan. 107 pp.

Saharjo, B.H. 2001. Manajemen Penggunaan Api dan Bahan Bakar dalam

Penyiapan Lahan. Makalah Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan. Bapedal. Jakarta.

Schroeder, M.J. dan C.C. Buck. Fire Weather. A Guide for Application of Meteorological Information to Fire Control Operations. U.S. Department of Agricultural Forest Service. Agricultural Handbook 360. Washington.

Soares R. V. and O. B. SaMPAIO 2000. wILDFIREoCCURENCE IN A Forest

District and Other Brazilian Protected Areas. In Proceedings of Forests and Society: The Role of Research. Poster Abstracts Vol. III. XXI IUFRO World Congress. Kual Lumpur 7 – 12 Agustus 2000. Malaysian XXI IUFRI World Congress Organizing Committee. Pp 498.

Syaufina, L. 1988. Pola Penyebaran Kebakaran Hutan Menurut Musim di Jawa

Tengah. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan, 110 pp.

Syaufina, L. 1998. Forest Fire Climate. Unpublished Paper for Special Topic

(Unpublished). Faculty of Forestry Universiti Putra Malaysia. Malaysia. 37 pp.

Suratmo, F.G. 1985. Ilmu Perlindungan Hutan. Bagian Perlindungan Hutan.

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Triani, W. 1995. Keterkaitan Kebakaran hutan dengan Faktor-faktor Iklim di

KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kehutanan. Jurusan Manajemen hutan. Bogor.

Udiputra, N.S.S. 2003. Hubungan Kadar Air dengan Konsentrasi Emisi Gas

Rumah Kaca pada Kebakaran Gambut. [Tesis] Institut Peranian Bogor. Sekolah Pascasarjana. Bogor.

USAD Forest Service. 2001. Wildland Assessment System. World wide web

version. http;/www.FS.FED.US/LAND/WFAS. Young R.A. and Giese R.L. 1991. Introduction to Forest Fire. John Wiley and

Sons Inc. Toronto. Canada