ok.docx

24
LAPORAN KASUS A. ANAMNESIS 1. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny ST Tanggal lahir : 21 Maret 1953 Umur : 61 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah Agama : Islam Status perkawinan : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Tanggal masuk : 29 September 2015 Tanggal Pemeriksaan : 29 September 2015 2. DATA DASAR a. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran b. Riwayat Penyakit Sekarang : Aloanamnesis: anak pasien Pasien datang diantar keluarga dengan penuruan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa lemas dan tidak bertenaga. Keluhan lemas yang dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien tampak mengantuk hingga lama kelamaan tidak dapat dibangunkan. Pada pemeriksaan didapatkan pelo (-), kelemahan separuh badan (-), nyeri kepala (-), muntah (-), riwayat jatuh (-).

description

ok

Transcript of ok.docx

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny ST

Tanggal lahir : 21 Maret 1953

Umur : 61 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal masuk : 29 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 29 September 2015

2. DATA DASAR

a. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Aloanamnesis: anak pasien

Pasien datang diantar keluarga dengan penuruan kesadaran sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit. Satu hari sebelum masuk rumah sakit

pasien merasa lemas dan tidak bertenaga. Keluhan lemas yang dirasakan

terus menerus dan semakin memberat. Pasien tampak mengantuk hingga

lama kelamaan tidak dapat dibangunkan. Pada pemeriksaan didapatkan

pelo (-), kelemahan separuh badan (-), nyeri kepala (-), muntah (-),

riwayat jatuh (-).

Sejak 1 minggu SMRS pasien mengalami penurunan nafsu makan

sehingga pasien makan tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Sejak 2 tahun lalu, pasien didiagnosis DM, akan tetapi tidak kontrol

teratur.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

2. Riwayat sakit maag : disangkal

3. Riwayat sakit gula : (+) sejak 2 tahun yang lalu tetapi

tidak pernah kontrol

4. Riwayat alergi makanan : disangkal

5. Riwayat sakit serupa : disangkal

6. Riwayat mondok : disangkal

d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

1. Riwayat sakit gula : disangkal

2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

3. Riwayat sakit jantung : disangkal

4. Riwayat sakit serupa : disangkal

PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey

A: tidak ada kelainan

B: laju nafas (RR) 30 /menit, tidak ada retraksi, dan tidak ada kelainan suara nafas

C: akral dingin, kering, pucat, TD 80/40 mmHg, N 135/menit regular, isi kecil

D: GCS 1 – 1 – 2, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+

E: tidak ada kelainan

Dilakukan tindakan maneuver jalan nafas, posisi syok, oksigenasi dengan 3 lpm

dan dipasang kateter urin.

Keadaan umum : Lemah, Tampak sakit berat

Kesadaran : E1V1M2 (Koma)

Vital sign :

a. Tensi : 50/20 mmHg

b. Nadi : 135 x/menit

c. Respirasi : 28 x/menit

d. Suhu : 36,20C

Kepala :

Konjungtiva anemis (+) / (+)

Sklera ikterik (-) / (-)

a. Mata :

2

b. Hidung : Nafas cuping hidung (+)

c. Mulut : Sianosis (+)

d. Leher : Tidak tampak pembesaran leher

Thorax :

a. Cor : Bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

b. Pulmo : Simetris, Tampak retraksi pada kedua dinding dada, Suara dasar

vesikuler (+/+), Suara Tambahan (-/-)

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba

3

Ekstremitas :

Akral Dingin Oedema

+ + - -

+ + - -

Status Hidrasi

Mukosa : kering

Turgor kulit : >2 detik

Mata : cekung

CRT : > 2 detik

Tekanan Darah : 80/40 mmHg

Nadi : 130 x/mnt

Respiratory Rate : 30 x/mnt

Suhu : 36,5 oC

Produksi urine : 10 cc/jam

Kesimpulan : ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium Darah

Pemeriksaan12

Desember 2014

SatuanNilai

Rujukan

HematologiRutinHemoglobin 14.9 g/dl 12.0-15.6Hematokrit 45 % 33-45Leukosit 13.9 ribu/ul 4.5-11.0Trombosit 218 ribu/ul 150-450Eritrosit 4.86 juta/ul 4.10-5.10Kimia KlinikGDS 25 Mg/dl 60-140SGPT 119 ul <31SGOT 26 ul <34Creatinin 2.4 Mg/dl 0.6-1.3Ureum 119 Mg/dl <50

4

2. ASSESMENT

a. Assemsment Interna :

1. Penurunan Kesadaran ec metabolik, neurologik

2. Hipoglikemia

3. Syok hipovolemik

4. Leukositosis

5. Azotemia

6. Anoreksia

b. Assesment Anestesi:

1. Hipoglikemia

2. Syok hipovolemik

C. PENATALAKSANAAN

- Tatalaksana dari Interna:

a. O2 10 lpm NRM

b. Diet sonde cair

c. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm

d. Infus HAES 20 tpm

e. Injeksi Ceftriaxon 2 gr/ 24 jam

- Tatalaksana dari Anestesi:

a. O2 10 lpm NRM

b. Inf RL 4 flabot

c. Inf HAES 1 flabot

d. Inj D40 3 flash

5

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas kegawatan yang harus segera diatasi adalah hipoglikemia.

Pada 0-10 menit pertama hal paling utama yang harus dilakukan adalah perbaikan

sistem kardio respirasi terlebih dahulu. Pertama, penilaian awal apakah terdapat

obstruksi jalan nafas (airway). Pastikan jalan napas pasien tetap terbuka, tidak

terganggu oleh adanya darah, muntahan, obstruksi epiglotis atau lidah. Selanjutnya

dilakukan pengecekan pernafasan yaitu dengan melihat pengembangan dinding dada,

mendengarkan suara nafas, dan merasakan hembusan nafas. Untuk membantu

oksigenasi, dapat pula diberikan oksigen jika pasien terlihat sesak atau ditemukan tanda

tanda trauma kepala. Pada penilaian sirkulasi, hal yang dilakukan untuk mengetahui

apakah pasien mengalami henti jantung atau tidak dilakukan peraban nadi arteri carotis.

Setelah itu dilakukan pemasangan IV line untuk tindakan resusitasi.

Langkah selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesadaran. Pada pasien ini, adanya

penurunan kesadaran yang harus dicari penyebabnya. Dilakukan pemeriksaan mulai

dari pupil, anggota gerak badan apakah mengalami gangguan neurologis dan

pemeriksaan tanda vital.

Kegawatan pada pasien ini yang harus segera ditangani adalah hipoglikemia.

Diagnosis ini diperoleh dari anamnesis dengan keluarga dimana pasien memiliki

riwayat DM yang sudah sempat diperiksakan ke dokter. Dari pemeriksaan GDS stik

6

ditemukan GDS pasien 28 mg/dl. Tujuan dari pemberian glukosa segera ini adalah

untuk mencukupi kadar gula darah di otak sehingga tidak terjadi kerusakan yang

ireversible. Pemberian glukosa bisa dari oral, intramuskular atau parenteral. Pada

pasien ini karena mengalami penurunan kesadaran, pemberian glukosa melalui IV.

Pemberian pertama diberikan glukosa bolus sebanyak D40% 3 flash (tiap flash berisi

25 cc). Pemberian glukosa kemudian dievaluasi 15-30 menit. Setelah 30 menit, bisa

diberikan 1-2 flash D40% untuk mencapai gula darah > 120 mg/dl. Pemberian infus

D10 setiap 6 jam per kolf bisa dipertimbangkan untuk digunakan.

Diagnosis syok hipovolemik didiagnosis dari nadi cepat, kecil disertai dengan

tekanan darah turun (80/40 mmHg), perfusi perifer lambat yang ditandai dengan CRT >

2 detik, turgor kulit kembali lambat >2 detik dan akral dingin. Pasien ini juga

mengalami peningkatan nadi sebesar 130x per menit dan peningkatan respirasi rate

sebesar 30x per menit. Pasien juga mengalami penurunan produksi urin dan penurunan

kesadaran hingga koma. Pilihan resusitasi cairan bisa menggunakan kristaloid dan

koloid. Pada pasien ini dilakukan resusitasi awal dengan RL sebanyak 2000 cc untuk

mengisi cairan intersisil. Pemberian secara IV dilakukan dengan tetesan cepat hingga

passien mengalami peningkatan tekanan darah sebesar 110/70 mmHg. Pada pasien ini

menggunakan kristaloid karena efeknya dalam pengisian cairan intra vaskuler yang

lebih cepat sehingga memperbaiki hemodinamik pasien lebih cepat stabil. Sejauh ini

Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih

mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi

kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Kekurangan dari kristaloid sendiri selain

cepat dalam pengisian cairan intravaskuler, cairan kristaloid

Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang

dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan

tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas

atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

7

TINJAUAN PUSTAKA

A. Praktek Penanganan Gawat Darurat di Instalasi gawat darurat (IGD)

Triase merupakan pemilahan dan penanganan pasien gawat darurat sesuai

dengan tingkat kegawatannya yaitu gawat nafas, gawat sirkulasi dan gangguan

kesadaran.

Hal pertama yang dilakukan dalam penanganan kegawatdaruratan adalah

pembebasan jalan napas. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat

obstruksi jalan nafas atau tidak. Obstruksi jalan nafas sering terjadi akibat adanya lidah

jatuh. Selain itu dapat juga disebabkan karena adanya lendir atau darah yang

menghalangi jalan nafas.

Setelah itu, dilakukan pengecekan pernafasan (breathing) dengan cara

memeriksa Look-Listen-Feel (LLF). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF)

dilakukan secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernafasan:

L – Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot nafas

tambahan lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami

kegelisahan (agitasi), tidak dapat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru

dan keabu-abuan) yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku,

lidah, telinga, dan bibir.

L – Listen (dengar). Dengar aliran udara pernafasan. Adanya suara nafas tambahan

adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan nafas. Suara mendengkur, berkumur, dan

stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai

laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.

8

F – Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung

dan mulut. Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan

nafas. Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong.

Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika

didengarkan seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya

trakea sebagai jalan nafas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan

untuk membuka jalan nafas, yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust.

a. head-tilt (dorong kepala ke belakang).

b. chin-lift Maneuver (tindakan mengangkat dagu).

c. jaw-thrust Maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah ke atas).

Pembebasan jalan nafas dengan alat bisa menggunakan:

- Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)

- Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)

- Endotracheal Tube

- Laringeal Mask Airway (LMA)

Membersihkan jalan nafas bisa dilakukan secara manual dengan finger sweep,

dengan mengguankan alat misalnya dengan suction, atau dengan manuver seperti

abdominal thrust , chest thrust atau back blow jika terjadi obstruksi total. Kemudian

dilakukan penilaian terhadap sirkulasi pasien. Dengan cara menilai pulsasi arteri

karotis. Dinilai apakah teratur atau ireguler, berapa kali permenit dan apakah kuat

angkat.

B. Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut diabetes melitus dan

merupakan faktor penghambatutama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah.

Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes, harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia pada diabetes palingsering

disebabkan oleh penggunaan obat sulfonilurea dan insulin.

Etiologi :

- Kelebihan obat/dosis obat (terutama insulin atau obat hipoglikemik oral)

- Kebutuhan tubuh akan insulin relatif yang menurun (gagal ginjal kronik, paska

persalinan)

9

- Asupan makanan yang tidak adekuat dimana jumlah kalori atau waktu makan yang

tidak tepat

- Kegiatan jasmani yang berlebihan.

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan

diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus-

menerus. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama bagi otak. Oleh

karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang

sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung dari asupan glukosa sirkulasi.

Gangguan (interruption) asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit

menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP) dengan gejala gangguan

kognisi, bingung, koma, sampai kematian.

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipple yang merupakan

panduan klasifikasi klinis hipeglikemia. Triad tersebut meliputi:

a) keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah

b) kadar glukosa plasma yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada diabetes)

c) gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

Gejala dan tanda klinis hipoglikemia tergantung pada stadiumnya. Pada stadium

parasimpatik didapatkan penurunan tekanan darah, rasa lapar dan mual. Pada stadium

gangguan otak ringan, didapatkan rasa lemah, lesu, sulit bicara, dan kesulitan

menghitung sementara. Pada stadium simpatik, didapatkan keringat dingin pada muka,

bibir, atau gemetar pada tangan. Pada stadium gangguan otak berat didapatkan

ketidaksadaran dengan atau tanpa kejang. Pada pasien diabetes yang relatif masih baru,

keluhan dan gejala yang terkait dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti

palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan

dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni seperti gangguan

konsentrasi atau koma. Pada pasien diabetes lama, intensitas keluhan otonomik

cenderung berkurang atau menghilang yang menunjukkan kegagalan progresif aktivasi

sistem saraf otonomik.

Tatalaksana Hipoglikemi

10

Pada stadium permulaan (sadar), diberikan gula murni 30 gram (sekitar 2

sendok makan) atau sirup/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula

diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. Obat hipoglikemik

dihentikan sementara. Glukosa darah sewaktu dipantau setiap 1-2 jam. Bila sebelumnya

pasien tidak sadar, glukosa darah dipertahankan sekitar 200 mg/dl dan dicari penyebab

hipoglikemia.

Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga

hipoglikemia), diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus

intravena dan diberikan cairan dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf.

Glukosa darah sewaktu diperiksa. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan bolus dekstrosa

40% 50 ml secara intravena; jika GDS < 100 mg/dl ditambahkan bolus dekstrosa 40%

25 ml intravena. GDS kemudian diperiksa setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa

40%, jika GDS < 50 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml intravena;

jika GDS < 100 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena; jika

GDS 100-200 mg/dl maka tidak perlu diberikan bolus dekstrosa 40%; jika GDS > 200

mg/dl maka dipertimbangkan untuk menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%.

- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan

setiap 2 jam dengan protokol sesuai di atas. Jika GDS > 200 mg/dl,

pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.

- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan

setiap 4 jam dengan protokol sesuai di atas.

- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, dilakukan sliding scale

setiap 6 jam dengan regular insulin.

Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin

seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg iv/im. Jika pasien

belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dl, diberikan hidrokortison 100 mg per 4 jam

selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan

manitol 1,5-2 g/kgBB iv setiap 6-8 jam dan dicari penyebab lain penurunan kesadaran.

Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana

menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat),

pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda dini hipoglikemia, dan

cara penanggulangannya.

11

C. Syok Hipovolemik

Syok adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan perfusi jaringan,

yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Gangguan

perfusi tersebut mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi yang

dibutuhkan untuk pembentukan energi. Bila tidak diterapi dengan segera, metabolisme

sel secara anaerobic akan menyebabkan terjadinya asidosis asam laktat yang akan

mengganggu fungsi sel dan sel tersebut akan mati. Demikian, syok dapat pula diartikan

sebagai gangguan oksigenasi sel/ jaringan.

Sistem pernapasan : Napas cepat dan dangkal

Sistem sirkulasi : Perfusi ekstrimitas pucat, dingin, basah.

Waktu pengisian kapiler > 2 detik.

Nadi cepat dan lemah.

Tekanan darah turun. (bila kehilangan darah >30 %)

Vena tampak kolaps (CVP < 2 cm H2O)

Sistem syaraf pusat : Gelisah sampai tidak sadar (tegantung derajat syok)

Sistem pencernaan : Mual, muntah.

Sistem otot/ kulit : Turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.

Tatalaksana syok tergantung pada penyebabnya, namun terdapat prinsip

penanganan utama pada syok, yaitu:

1. Memperbaiki system pernapasan

a. Bebaskan jalan napas

b. Terapi oksigen

c. Bantuan napas

2. Memperbaiki system sirkulasi

a. Posisi syok

b. Pemberian cairan

c. Monitoring nadi, tekanan darah, perfusi perifer dan produksi urin

3. Menghilangkan dan mengatasi penyebab syok

Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,

misalnya terjadi pada:

a. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar

tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

12

b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah

yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan

atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

c. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

- Gastrointestinal: peritonitis, pancreatitis, dan gastroenteritis

- Renal: terapi diuretic, krisis penyakit Addison.

- Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya

aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam

jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan

metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah

dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam

klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai

asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus

segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya,

bukan prioritas utama.

Segera pasang infus dengan jarum ukuran besar (14,16) pasang di dua tempat.

Jumlah cairan yang diberikan tergantung derajat syok, rata- rata untuk awal pengobatan

diberikan 1000-2000cc cepat. Usaha untuk mempercepat pemberian cairan infus dapat

dilakukan dengan cara:

1. Gunakan IV kateter ukuran besar dan pendek

2. Botol cairan ditempatkan setinggi mungkin

3. Gunakan pompa

Macam cairan yang digunakan:

1. Kristaloid: Ringer Lactate, Normal Saline 0,9%, Ringer Asetate

Cairan Kristalod diberikan sebanyak 2-4x perkiraan jumlah perdarahan, karena

sifatnya yang tidak dapat bertahan lama di intravaskuler. Sehingga juga berfungsi

mengisi cairan interstitial yang hilang. RL lebih fisiologis dibandingkan normal saline,

sehingga lebih banyak dipilih RL untuk resusitasi initial cairan pada syok hipovolemi,

kecuali pada pasien dengan kelainan ginjal dan cidera kepala.

2. Kolloid: HES, Whole blood,

13

Terbagi menjadi golongan protein: albumin atau plasma dan golongan non

protein: dextran atau gelatin. Cairan kolloid lebih stabil berada dalam rongga

intravaskuler sehingga diberikan sesuai dengan perkiraan jumlah perdarahan. 3. Darah:

Whole Blood – fresh or stored, PRC. Tahap awal dalam resusitasi cairan digunakan

cairan kristaloid dan dilanjutkan dengan koloid.

Syok Hipovolemik (Dehidrasi)

Pemilihan Cairan Intravena

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi

elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah

dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan

intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam

penanganan dan perawatan pasien.

14

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter

larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan

terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan

tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,

koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.

Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak

menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada

pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih

perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik

dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah

larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan

dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia

dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan

Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan

insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat

metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan

asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat

terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya

laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi

dalam hati menjadi bikarbonat.

Syok Hipovolemi (Perdarahan)

Perdarahan dalam jumlah besar melebihi 15% volume darah, akan

menyebabkan perubahan fungsi tubuh sehingga jatuh dalam kondisi syok. Satu jam

pertama masa syok sering disebut “the golden hour”. Pertolongan harus cepat

dilakukan, yakni dengan menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah

dengan infuse cairan.

15

Daftar Pustaka

1. Dripps RD, Ekkenhoff JE,Vandam LD, Intreocduction to Anesthesia. 7th

edition.W.B

2. Saunders Company. Phladelpia-London Toronto,1988. Hal: 389-402

3. Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a

Lange Medical Book. 2013

4. Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1

Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.

5. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi – Modul dasar. Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.

6. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif

Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta,

16

14 Agustus 1999.

17