ok.docx
-
Upload
dadang-ismanaf -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of ok.docx
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny ST
Tanggal lahir : 21 Maret 1953
Umur : 61 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 29 September 2015
Tanggal Pemeriksaan : 29 September 2015
2. DATA DASAR
a. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Aloanamnesis: anak pasien
Pasien datang diantar keluarga dengan penuruan kesadaran sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Satu hari sebelum masuk rumah sakit
pasien merasa lemas dan tidak bertenaga. Keluhan lemas yang dirasakan
terus menerus dan semakin memberat. Pasien tampak mengantuk hingga
lama kelamaan tidak dapat dibangunkan. Pada pemeriksaan didapatkan
pelo (-), kelemahan separuh badan (-), nyeri kepala (-), muntah (-),
riwayat jatuh (-).
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengalami penurunan nafsu makan
sehingga pasien makan tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Sejak 2 tahun lalu, pasien didiagnosis DM, akan tetapi tidak kontrol
teratur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2. Riwayat sakit maag : disangkal
3. Riwayat sakit gula : (+) sejak 2 tahun yang lalu tetapi
tidak pernah kontrol
4. Riwayat alergi makanan : disangkal
5. Riwayat sakit serupa : disangkal
6. Riwayat mondok : disangkal
d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
1. Riwayat sakit gula : disangkal
2. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
3. Riwayat sakit jantung : disangkal
4. Riwayat sakit serupa : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
A: tidak ada kelainan
B: laju nafas (RR) 30 /menit, tidak ada retraksi, dan tidak ada kelainan suara nafas
C: akral dingin, kering, pucat, TD 80/40 mmHg, N 135/menit regular, isi kecil
D: GCS 1 – 1 – 2, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+
E: tidak ada kelainan
Dilakukan tindakan maneuver jalan nafas, posisi syok, oksigenasi dengan 3 lpm
dan dipasang kateter urin.
Keadaan umum : Lemah, Tampak sakit berat
Kesadaran : E1V1M2 (Koma)
Vital sign :
a. Tensi : 50/20 mmHg
b. Nadi : 135 x/menit
c. Respirasi : 28 x/menit
d. Suhu : 36,20C
Kepala :
Konjungtiva anemis (+) / (+)
Sklera ikterik (-) / (-)
a. Mata :
2
b. Hidung : Nafas cuping hidung (+)
c. Mulut : Sianosis (+)
d. Leher : Tidak tampak pembesaran leher
Thorax :
a. Cor : Bunyi Jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
b. Pulmo : Simetris, Tampak retraksi pada kedua dinding dada, Suara dasar
vesikuler (+/+), Suara Tambahan (-/-)
Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba
3
Ekstremitas :
Akral Dingin Oedema
+ + - -
+ + - -
Status Hidrasi
Mukosa : kering
Turgor kulit : >2 detik
Mata : cekung
CRT : > 2 detik
Tekanan Darah : 80/40 mmHg
Nadi : 130 x/mnt
Respiratory Rate : 30 x/mnt
Suhu : 36,5 oC
Produksi urine : 10 cc/jam
Kesimpulan : ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium Darah
Pemeriksaan12
Desember 2014
SatuanNilai
Rujukan
HematologiRutinHemoglobin 14.9 g/dl 12.0-15.6Hematokrit 45 % 33-45Leukosit 13.9 ribu/ul 4.5-11.0Trombosit 218 ribu/ul 150-450Eritrosit 4.86 juta/ul 4.10-5.10Kimia KlinikGDS 25 Mg/dl 60-140SGPT 119 ul <31SGOT 26 ul <34Creatinin 2.4 Mg/dl 0.6-1.3Ureum 119 Mg/dl <50
4
2. ASSESMENT
a. Assemsment Interna :
1. Penurunan Kesadaran ec metabolik, neurologik
2. Hipoglikemia
3. Syok hipovolemik
4. Leukositosis
5. Azotemia
6. Anoreksia
b. Assesment Anestesi:
1. Hipoglikemia
2. Syok hipovolemik
C. PENATALAKSANAAN
- Tatalaksana dari Interna:
a. O2 10 lpm NRM
b. Diet sonde cair
c. Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
d. Infus HAES 20 tpm
e. Injeksi Ceftriaxon 2 gr/ 24 jam
- Tatalaksana dari Anestesi:
a. O2 10 lpm NRM
b. Inf RL 4 flabot
c. Inf HAES 1 flabot
d. Inj D40 3 flash
5
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas kegawatan yang harus segera diatasi adalah hipoglikemia.
Pada 0-10 menit pertama hal paling utama yang harus dilakukan adalah perbaikan
sistem kardio respirasi terlebih dahulu. Pertama, penilaian awal apakah terdapat
obstruksi jalan nafas (airway). Pastikan jalan napas pasien tetap terbuka, tidak
terganggu oleh adanya darah, muntahan, obstruksi epiglotis atau lidah. Selanjutnya
dilakukan pengecekan pernafasan yaitu dengan melihat pengembangan dinding dada,
mendengarkan suara nafas, dan merasakan hembusan nafas. Untuk membantu
oksigenasi, dapat pula diberikan oksigen jika pasien terlihat sesak atau ditemukan tanda
tanda trauma kepala. Pada penilaian sirkulasi, hal yang dilakukan untuk mengetahui
apakah pasien mengalami henti jantung atau tidak dilakukan peraban nadi arteri carotis.
Setelah itu dilakukan pemasangan IV line untuk tindakan resusitasi.
Langkah selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesadaran. Pada pasien ini, adanya
penurunan kesadaran yang harus dicari penyebabnya. Dilakukan pemeriksaan mulai
dari pupil, anggota gerak badan apakah mengalami gangguan neurologis dan
pemeriksaan tanda vital.
Kegawatan pada pasien ini yang harus segera ditangani adalah hipoglikemia.
Diagnosis ini diperoleh dari anamnesis dengan keluarga dimana pasien memiliki
riwayat DM yang sudah sempat diperiksakan ke dokter. Dari pemeriksaan GDS stik
6
ditemukan GDS pasien 28 mg/dl. Tujuan dari pemberian glukosa segera ini adalah
untuk mencukupi kadar gula darah di otak sehingga tidak terjadi kerusakan yang
ireversible. Pemberian glukosa bisa dari oral, intramuskular atau parenteral. Pada
pasien ini karena mengalami penurunan kesadaran, pemberian glukosa melalui IV.
Pemberian pertama diberikan glukosa bolus sebanyak D40% 3 flash (tiap flash berisi
25 cc). Pemberian glukosa kemudian dievaluasi 15-30 menit. Setelah 30 menit, bisa
diberikan 1-2 flash D40% untuk mencapai gula darah > 120 mg/dl. Pemberian infus
D10 setiap 6 jam per kolf bisa dipertimbangkan untuk digunakan.
Diagnosis syok hipovolemik didiagnosis dari nadi cepat, kecil disertai dengan
tekanan darah turun (80/40 mmHg), perfusi perifer lambat yang ditandai dengan CRT >
2 detik, turgor kulit kembali lambat >2 detik dan akral dingin. Pasien ini juga
mengalami peningkatan nadi sebesar 130x per menit dan peningkatan respirasi rate
sebesar 30x per menit. Pasien juga mengalami penurunan produksi urin dan penurunan
kesadaran hingga koma. Pilihan resusitasi cairan bisa menggunakan kristaloid dan
koloid. Pada pasien ini dilakukan resusitasi awal dengan RL sebanyak 2000 cc untuk
mengisi cairan intersisil. Pemberian secara IV dilakukan dengan tetesan cepat hingga
passien mengalami peningkatan tekanan darah sebesar 110/70 mmHg. Pada pasien ini
menggunakan kristaloid karena efeknya dalam pengisian cairan intra vaskuler yang
lebih cepat sehingga memperbaiki hemodinamik pasien lebih cepat stabil. Sejauh ini
Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih
mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi
kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Kekurangan dari kristaloid sendiri selain
cepat dalam pengisian cairan intravaskuler, cairan kristaloid
Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang
dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan
tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas
atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. Praktek Penanganan Gawat Darurat di Instalasi gawat darurat (IGD)
Triase merupakan pemilahan dan penanganan pasien gawat darurat sesuai
dengan tingkat kegawatannya yaitu gawat nafas, gawat sirkulasi dan gangguan
kesadaran.
Hal pertama yang dilakukan dalam penanganan kegawatdaruratan adalah
pembebasan jalan napas. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
obstruksi jalan nafas atau tidak. Obstruksi jalan nafas sering terjadi akibat adanya lidah
jatuh. Selain itu dapat juga disebabkan karena adanya lendir atau darah yang
menghalangi jalan nafas.
Setelah itu, dilakukan pengecekan pernafasan (breathing) dengan cara
memeriksa Look-Listen-Feel (LLF). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF)
dilakukan secara simultan, menilai jalan napas sekaligus fungsi pernafasan:
L – Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot nafas
tambahan lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami
kegelisahan (agitasi), tidak dapat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru
dan keabu-abuan) yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku,
lidah, telinga, dan bibir.
L – Listen (dengar). Dengar aliran udara pernafasan. Adanya suara nafas tambahan
adalah tanda ada sumbatan parsial pada jalan nafas. Suara mendengkur, berkumur, dan
stridor mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai
laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.
8
F – Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung
dan mulut. Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan
nafas. Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong.
Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika
didengarkan seperti suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya
trakea sebagai jalan nafas. Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan
untuk membuka jalan nafas, yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust.
a. head-tilt (dorong kepala ke belakang).
b. chin-lift Maneuver (tindakan mengangkat dagu).
c. jaw-thrust Maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah ke atas).
Pembebasan jalan nafas dengan alat bisa menggunakan:
- Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)
- Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)
- Endotracheal Tube
- Laringeal Mask Airway (LMA)
Membersihkan jalan nafas bisa dilakukan secara manual dengan finger sweep,
dengan mengguankan alat misalnya dengan suction, atau dengan manuver seperti
abdominal thrust , chest thrust atau back blow jika terjadi obstruksi total. Kemudian
dilakukan penilaian terhadap sirkulasi pasien. Dengan cara menilai pulsasi arteri
karotis. Dinilai apakah teratur atau ireguler, berapa kali permenit dan apakah kuat
angkat.
B. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut diabetes melitus dan
merupakan faktor penghambatutama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes, harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia pada diabetes palingsering
disebabkan oleh penggunaan obat sulfonilurea dan insulin.
Etiologi :
- Kelebihan obat/dosis obat (terutama insulin atau obat hipoglikemik oral)
- Kebutuhan tubuh akan insulin relatif yang menurun (gagal ginjal kronik, paska
persalinan)
9
- Asupan makanan yang tidak adekuat dimana jumlah kalori atau waktu makan yang
tidak tepat
- Kegiatan jasmani yang berlebihan.
Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan
diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus-
menerus. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama bagi otak. Oleh
karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang
sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung dari asupan glukosa sirkulasi.
Gangguan (interruption) asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit
menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP) dengan gejala gangguan
kognisi, bingung, koma, sampai kematian.
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan Triad Whipple yang merupakan
panduan klasifikasi klinis hipeglikemia. Triad tersebut meliputi:
a) keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah
b) kadar glukosa plasma yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada diabetes)
c) gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Gejala dan tanda klinis hipoglikemia tergantung pada stadiumnya. Pada stadium
parasimpatik didapatkan penurunan tekanan darah, rasa lapar dan mual. Pada stadium
gangguan otak ringan, didapatkan rasa lemah, lesu, sulit bicara, dan kesulitan
menghitung sementara. Pada stadium simpatik, didapatkan keringat dingin pada muka,
bibir, atau gemetar pada tangan. Pada stadium gangguan otak berat didapatkan
ketidaksadaran dengan atau tanpa kejang. Pada pasien diabetes yang relatif masih baru,
keluhan dan gejala yang terkait dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti
palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan
dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni seperti gangguan
konsentrasi atau koma. Pada pasien diabetes lama, intensitas keluhan otonomik
cenderung berkurang atau menghilang yang menunjukkan kegagalan progresif aktivasi
sistem saraf otonomik.
Tatalaksana Hipoglikemi
10
Pada stadium permulaan (sadar), diberikan gula murni 30 gram (sekitar 2
sendok makan) atau sirup/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula
diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. Obat hipoglikemik
dihentikan sementara. Glukosa darah sewaktu dipantau setiap 1-2 jam. Bila sebelumnya
pasien tidak sadar, glukosa darah dipertahankan sekitar 200 mg/dl dan dicari penyebab
hipoglikemia.
Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia), diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus
intravena dan diberikan cairan dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf.
Glukosa darah sewaktu diperiksa. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan bolus dekstrosa
40% 50 ml secara intravena; jika GDS < 100 mg/dl ditambahkan bolus dekstrosa 40%
25 ml intravena. GDS kemudian diperiksa setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa
40%, jika GDS < 50 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml intravena;
jika GDS < 100 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena; jika
GDS 100-200 mg/dl maka tidak perlu diberikan bolus dekstrosa 40%; jika GDS > 200
mg/dl maka dipertimbangkan untuk menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%.
- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan
setiap 2 jam dengan protokol sesuai di atas. Jika GDS > 200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan
setiap 4 jam dengan protokol sesuai di atas.
- Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, dilakukan sliding scale
setiap 6 jam dengan regular insulin.
Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin
seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg iv/im. Jika pasien
belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dl, diberikan hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan
manitol 1,5-2 g/kgBB iv setiap 6-8 jam dan dicari penyebab lain penurunan kesadaran.
Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana
menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat),
pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda dini hipoglikemia, dan
cara penanggulangannya.
11
C. Syok Hipovolemik
Syok adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan perfusi jaringan,
yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Gangguan
perfusi tersebut mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan energi. Bila tidak diterapi dengan segera, metabolisme
sel secara anaerobic akan menyebabkan terjadinya asidosis asam laktat yang akan
mengganggu fungsi sel dan sel tersebut akan mati. Demikian, syok dapat pula diartikan
sebagai gangguan oksigenasi sel/ jaringan.
Sistem pernapasan : Napas cepat dan dangkal
Sistem sirkulasi : Perfusi ekstrimitas pucat, dingin, basah.
Waktu pengisian kapiler > 2 detik.
Nadi cepat dan lemah.
Tekanan darah turun. (bila kehilangan darah >30 %)
Vena tampak kolaps (CVP < 2 cm H2O)
Sistem syaraf pusat : Gelisah sampai tidak sadar (tegantung derajat syok)
Sistem pencernaan : Mual, muntah.
Sistem otot/ kulit : Turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Tatalaksana syok tergantung pada penyebabnya, namun terdapat prinsip
penanganan utama pada syok, yaitu:
1. Memperbaiki system pernapasan
a. Bebaskan jalan napas
b. Terapi oksigen
c. Bantuan napas
2. Memperbaiki system sirkulasi
a. Posisi syok
b. Pemberian cairan
c. Monitoring nadi, tekanan darah, perfusi perifer dan produksi urin
3. Menghilangkan dan mengatasi penyebab syok
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada:
a. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
12
b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan
atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
c. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
- Gastrointestinal: peritonitis, pancreatitis, dan gastroenteritis
- Renal: terapi diuretic, krisis penyakit Addison.
- Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya
aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam
jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah
dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam
klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai
asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus
segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya,
bukan prioritas utama.
Segera pasang infus dengan jarum ukuran besar (14,16) pasang di dua tempat.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung derajat syok, rata- rata untuk awal pengobatan
diberikan 1000-2000cc cepat. Usaha untuk mempercepat pemberian cairan infus dapat
dilakukan dengan cara:
1. Gunakan IV kateter ukuran besar dan pendek
2. Botol cairan ditempatkan setinggi mungkin
3. Gunakan pompa
Macam cairan yang digunakan:
1. Kristaloid: Ringer Lactate, Normal Saline 0,9%, Ringer Asetate
Cairan Kristalod diberikan sebanyak 2-4x perkiraan jumlah perdarahan, karena
sifatnya yang tidak dapat bertahan lama di intravaskuler. Sehingga juga berfungsi
mengisi cairan interstitial yang hilang. RL lebih fisiologis dibandingkan normal saline,
sehingga lebih banyak dipilih RL untuk resusitasi initial cairan pada syok hipovolemi,
kecuali pada pasien dengan kelainan ginjal dan cidera kepala.
2. Kolloid: HES, Whole blood,
13
Terbagi menjadi golongan protein: albumin atau plasma dan golongan non
protein: dextran atau gelatin. Cairan kolloid lebih stabil berada dalam rongga
intravaskuler sehingga diberikan sesuai dengan perkiraan jumlah perdarahan. 3. Darah:
Whole Blood – fresh or stored, PRC. Tahap awal dalam resusitasi cairan digunakan
cairan kristaloid dan dilanjutkan dengan koloid.
Syok Hipovolemik (Dehidrasi)
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien.
14
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter
larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan
terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan
tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,
koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih
perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan
Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan
insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya
laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat.
Syok Hipovolemi (Perdarahan)
Perdarahan dalam jumlah besar melebihi 15% volume darah, akan
menyebabkan perubahan fungsi tubuh sehingga jatuh dalam kondisi syok. Satu jam
pertama masa syok sering disebut “the golden hour”. Pertolongan harus cepat
dilakukan, yakni dengan menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah
dengan infuse cairan.
15
Daftar Pustaka
1. Dripps RD, Ekkenhoff JE,Vandam LD, Intreocduction to Anesthesia. 7th
edition.W.B
2. Saunders Company. Phladelpia-London Toronto,1988. Hal: 389-402
3. Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a
Lange Medical Book. 2013
4. Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1
Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.
5. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi – Modul dasar. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.
6. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif
Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta,
16