OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke...

188
Obsatar Sinaga

Transcript of OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke...

Page 1: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Obsatar Sinaga

Page 2: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi
Page 3: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Liberasi Perdagangan AgrOKesiapan Jawa Barat dalam Implementasi AFTA

Page 4: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 2:1. Hak Cipta merupakan hak eksklusifbagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72:

1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hal Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 5: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Obsatar Sinaga

Puslitbang Kpk LPPM Unpad

Bandung

2011

Liberalisasi Perdagangan AgroLiberalisasi Perdagangan AgroKesiapan Jawa Barat dalam Implementasi AFTA

Pengantar:

Prof. Dr. Ina Primiana

Page 6: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

LIBERALISASI PERDAGANGAN AGROKesiapan Jawa Barat dalam Implementasi AFTA

Copyright © Obsatar Sinaga, 2010

Editor : "Tim Editor M63 Foundation"

Setting/layout : Win'S

Indeks : Waluyo Zulfikar

Ilustrasi Cover : Prabowo Sakti

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak

sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa ijin tertulis dari penerbit

Diterbitkan pertama kali oleh:

Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Bandung,

M63 Foundation

Bekerjasama dengan

Puslit KPK LPPM Unpad

Jl. Cisangkuy 62 Bandung 40115

Telp/Fax. (022) 7279435

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT);

Liberalisasi Perdagangan AGRO, Kesiapan Jawa Barat dalam Implementasi AFTA,

cetakan 1, Bandung; Penerbit AIPI Bandung, 2010

cetakan 2, 2011

xiv + 170 hal. 21 cm x 14 cm

termasuk tabel, gambar, daftar pustaka, dan indeks

ISBN: 978-602-9015-01-0

I. Liberalisasi Perdagangan Agro

II. Sinaga, Obsatar

III. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Bandung

IV. Puslit KPK LPPM Unpad

Page 7: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

uji syukur kehadirat Alloh Subhaanahu wata'ala yang telah

telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga Ppenulisan buku ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak

kekurangan dan kelemahannya, namun penulis berkeyakinan

bahwa setiap pemikiran yang positif sedikit apapun pasti ada

manfaatnya. Semoga buku yang semula adalah disertasi penulis

ini dapat memberi masukan dalam pengkajian Ilmu Administrasi

Publik pada umumnya dan khususnya Ilmu Kebijakan Publik.

Untuk Orang tua penulis Ibu Hj. Sumarni Suatma

(almarhum) dan Bapak Marzuki Sinaga yang telah memberikan

dukungan moril dan do'a yang tiada henti-hentinya, penulis

menyampaikan rasa terimakasih yang tulus dan mendalam.

Selain itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada: Prof. Dr. Ganjar Kurnia; Prof. Dr. H.

Asep Kartiwa, Drs., SH., MS.; Prof. Dr. Ir. H. Mahfud Arifin, M.S.; Prof.

Dr. H. Engkus Kuswarno, M.S.; Dr. H. Memed Sueb, S.E., M.S., Ak.;

Prof. Drs. H. A. Dajadja Saefullah, M.A.; Prof. Dr. Josy Adiwisastra;

Prof. Dr. H. Tachyan,Drs.,MS.; Prof. Dr. H. Nasrullah, Drs., M.S.; Prof.

Prakata

vPRAKATA

Page 8: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Dr. H. Budiman Rusli, Drs., M.S.; Prof. Dr. H. Utang Suwaryo, Drs.,

M.S.; Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D.

Juga patut saya sampaikan ucapan terimakasih kepada:

Dirjen ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia;

Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat; Kepala

Seksi Perdagangan Luar Negeri Dinas Indutri dan Perdagangan

Agro Jawa Barat; Kepala Kamar Dagang dan Industri Jawa Barat;

Kepala Bappeda Jawa Barat; Kepala Biro Desentralisasi Setda

Propinsi Jawa Barat; Komunitas Komoditi Agro Jawa Barat.

Tentu saja penulis semestinya berterimakasih kepada isteri

tercinta Ina Herlina, S.IP., dan keempat anak kami, Afghan Prawira,

Muhammad Kahfi, Cinta Nadzira Sinaga, dan Lovely Jannati

Sinaga yang telah banyak memberikan dukungan yang tak ternilai

kepada penulis.

Kepada Prof. Dr. H. Dede Mariana selaku Kepala Puslitbang

KPK LPPM Unpad yang telah berkenan menerbitkan buku ini, serta

kepada sejumlah pihak yang turut andil dalam merancang

perubahan ujud dari disertasi menjadi buku ini, saya pun

menghaturkan terimakasih banyak. Demikian juga untuk Prof. Dr.

Ina Primiana yang telah memberikan catatan pengantarnya bagi

buku ini.

Penulis hanya bisa berterima kasih dan menyerahkan

kepada Allah SWT untuk membalas kebaikannya secara berlimpah

baik di dunia maupun di akhirat. Amiin.<

Penulis,

Dr. H. Obsatar Sinaga, M.Si

Ruang Publik dan Pertarungan Wacanavi LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 9: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

idang pembaca sekalian, sebagaima pepatah klasik yang

menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan Smembaca adalah kuncinya, menjadi kian relevan di tengah

upaya kita semua mendorong pemerintah meningkatkan kualitas

manusia Indonesia.

Puslitbang Kebijakan Publik dan Kewilayahan LPPM Unpad

tentu saja memiliki niat untuk selalu menyebarkan setiap butir

hasil pemikiran apalagi hasil penelitian sehingga kian banyak yang

membacanya akan semakin baik, sekurangnya pemikiran-

pemikiran itu tidak akan berkutat di ruang-ruang sempit akademis

belaka, sebab publik juga memiliki hak untuk meningkatkan daya

kritisnya, menambah asupan ilmu pengetahuannya. Karena kami

yakin, buku adalah gizi bagi tumbuh kembang jiwa kemanusiaan

kita.

Melalui sejumlah penerbitan buku dan jurnal, Puslitbang

KPK LPPM Unpad bekerjasama dengan Penerbit AIPI Bandung

dan M63 Foundation, terus mencoba berkomitmen merealisasikan

niatan tersebut. Buku berjudul Liberalisasi Perdagangan Agro,

Kesiapan Jawa Barat dalam Implementasi AFTA karya Dr. H.

Kata Pengantar

viiKata Pengantar

Page 10: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Obsatar Sinaga, M.Si., ini semula merupakan manuskrip disertasi

pada program doktor (S3) ilmu administrasi program pascasarjana

FISIP Unpad. Terima kasih kepada Prof. Dr. H. Ina Primiana Sagir,

M.T., yang telah berkenan memberikan kata pengantar. Juga

ucapan terima kasih kepada Rektor Unpad, Prof. Dr. Ganjar Kurnia,

DEA., yang selalu memotivasi dan menantang agar karya-karya

mahasiswa berupa Skripsi, Tesis, dan Disertasi dapat dipublikasi-

kan berupa buku sebagai salah satu wujud akuntabilitas insan

akademik kepada publik. Terima kasih pula kepada Dekan FISIP

Unpad, Prof. Dr. H. Asep Kartiwa, S.H., M.S., yang senantiasa

berkomitmen untuk membeli karya-karya buku yang diterbitkan

guna melengkapi kepustakaan di perpustakaan FISIP Unpad.

Sedang pembaca sekalian, tegur dan sapa, kritik dan saran,

dari berbagai pihak, merupakan enerji bagi kami untuk selalu

bebenah diri agar edisi penerbitan-penerbitan buku selanjutnya

semakin bisa mencerahkan.

Selamat membaca!<

Kepala Puslitbang

KPK LPPM Unpad

Dede Mariana

Ruang Publik dan Pertarungan Wacanaviii LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 11: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

erbicara tentang AFTA yang kemudian dilanjutkan dengan

perjanjian lebih khusus seperti dengan China yang disebut BACFTA ataupun dengan India yang disebut AIFTA maka

yang terbayang dalam benak kita adalah mampukah Negara kita

berkompetisi dengan Negara-negara tersebut di dalam koridor

liberalisasi perdagangan? Bagaimanakah daya saing produk-

produk domestik pasca liberalisasi perdagangan tersebut. Dalam

kaitan tersebut Dr. Obsatar Sinaga tertarik untuk membahas

Implementasi AFTA di sektor pertanian.

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki

kontributor tertinggi pada PDB Nasional, maka buku ini diharapkan

dapat memperkaya pengetahuan para pembuat kebijakan dalam

mendorong sektor pertanian di era AFTA ini khususnya di Jawa

Barat dan Indonesia umumnya.

Perbedaan buku ini dengan buku-buku yang membahas

tentang AFTA lainnya adalah dalam pembahasannya bukan

semata-mata ditinjau dari sisi ekonomi saja tetapi juga dari sisi

pemerintahan yaitu dikaitkan dengan struktur birokrasi yang ada

PENGANTAR: Prof. Dr. Ina Primiana

Peluang dan Tantangan AFTA di Sektor Pertanian

ixPENGANTAR

Page 12: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

di Jawa Barat. Ternyata diperlukan penyesuaian ataupun

pemberdayaan terhadap struktur birokrasi yang ada agar mampu

menghadapi perubahan-perubahan global secara cepat dan

terarah. Dan ini untuk menghindari ketidaktahuan informasi

tentang liberalisasi perdagangan yang telah ditetapkan oleh

pemerintah pusat.

Demikian pengantar saya, selamat membaca dan semoga

dapat memperkaya pengetahuan tentang bagaimana peluang

dan ancaman dengan adanya AFTA khususnya di sektor

Pertanian.<

x LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRORuang Publik dan Pertarungan Wacana

Page 13: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

PRAKATA

KATA PENGANTAR

PENGANTAR: Prof. Dr. Ina Primiana; Peluang dan

Tantangan AFTA di Sektor Pertanian

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

Jalur Normal (normal track)...........................................

Jalur Cepat (fast track)......................................................

Problem Nasional dan Jawa Barat...............................

BAB 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Model-Model Implementasi Kebijakan.....................

Model Lane....................................................................

Model Van Meter dan Van Horn............................

Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier...........................................................................

Model Grindle..............................................................

v

vii

ix

xi

1

3

3

11

13

19

19

22

22

23

Daftar Isi

xiDAFTAR ISI

Page 14: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Model Hogwood dan Gunn....................................

Model George C. Edward III....................................

Komunikasi (communication)..............................

Komunikator.......................................................

Penerima (Receiver)...........................................

Media/Saluran Komunikasi (Channel-

Transmitter).........................................................

Hambatan (Noise).............................................

Sumberdaya (resources).........................................

Sumberdaya Aparatur......................................

Sumberdana Implementasi Kebijakan.......

Sarana dan prasarana (Facilities –

Infrastructure).....................................................

Disposisi atau Sikap dan Perilaku terhadap

Kebijakan (Disposition)...........................................

Pengaruh D i spos i s i (E f f ec t s o f

Dispositions)........................................................

Penataan Staf Birokrasi (Staffing the

Bereaucratic).......................................................

Insentif (Incentives)...........................................

Struktur Birokrasi (bureaucracy structure).......

Prosedur Operasional Baku (Standard

Operational Procedures - SOP).....................

Fragmentasi (Fragmentation).......................

BAB 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Motif Perdagangan dan Tekanan Liberalisasi..........

Kebijakan Pemerintah di Bidang Agro.......................

Skenario Liberalisasi.........................................................

Sisi Positif dan Negatif Liberalisasi..............................

24

32

33

34

34

35

35

37

38

39

39

40

40

40

41

41

42

43

45

45

48

49

50

xii LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRORuang Publik dan Pertarungan Wacana

Page 15: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

54

55

61

63

64

65

66

68

72

73

78

81

83

84

87

88

93

94

95

96

Pendekatan Daya Saing dalam Pengembangan

Usaha Industri Agro..........................................................

Analisi Kebijakan...............................................................

BAB 4 MENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro

Propinsi Jawa Barat............................................................

Program Pengembangan Agribisnis....................

Program Pengembangan Usaha dan Peman-

faatan Sumberdaya Agro Kelautan.......................

Program Pengembangan Industri Manufaktur

Agro.................................................................................

Program Pengembangan Perdagangan Agro

Dalam dan Luar Negeri..............................................

Pengembangan Agrobisnis dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD) Jawa

Barat 2005-2025.................................................................

Sari dari RPJPD Jawa Barat Tahun 2005-2025..........

Sentra Produksi Komoditas Agro Jawa Barat..........

Produktivitas Komoditi Agro.........................................

Karakteristik Fluktuasi Harga Produk/Komoditi

Agro........................................................................................

Faktor-Faktor Penentu Daya Daing Jawa Barat.......

Strategi Pengembangan Ekspor Komoditas Agro

dalam Kerangka AFTA......................................................

Realitas Lapangan..............................................................

Faktor Transmisi dari Komunikasi................................

Pertentangan Pendapat............................................

Penyimpangan (Distorsi)..........................................

Persepsi Pribadi Pelaksana.......................................

xiiiDAFTAR ISI

Page 16: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Faktor Kejelasan (Clarity).................................................

Keadaan Sumber Daya (Resources)..............................

Staf yang Melaksanakan..................................................

Informasi...............................................................................

Kewenangan (Authority).................................................

Fasilitas-Fasilitas Fisik Material......................................

Kecenderungan dari Para Pelaksana (Disposisi)......

Struktur Birokrasi (Bueraucratic Structure)................

Implikasi Kebijakan...........................................................

Pembangunan Data Base Potensi Lokal.....................

Skala Prioritas Agenda Hubungan Luar Negeri.......

Struktur Baru: Biro Kerjasama Luar Negeri di Setda

Propinsi Jawa Barat............................................................

Pengembangan Mekanisme Diplomasi Publik

melalui Sistem Pelayanan Informasi Pember-

dayaan Publik......................................................................

DAFTAR PUSTAKA

INDEKS

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

97

100

101

103

107

111

117

124

129

130

132

133

134

161

177

190

xiv LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRORuang Publik dan Pertarungan Wacana

Page 17: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

iberalisasi perdagangan, investasi maupun jasa baik pada

tingkat regional maupun global telah menuntut negara-Lnegara di seluruh dunia untuk meningkatkan kemam-puan

bersaingnya seiring dengan semakin terbukanya pasar

internasional. Dalam skala regional, Indonesia tidak luput dari

tuntutan terhadap liberalisasi perdagangan ASEAN Free Trade

Agreement (AFTA).

AFTA ditandatangani dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

ASEAN ke-IV tahun 1992. Peluncuran AFTA ini dilatarbelakangi

oleh keberhasilan kerjasama regional lainnya seperti NAFTA, Pasar

Tunggal Eropa, dan keinginan negara-negara anggota ASEAN

sendiri untuk lebih membuka perekonomiannya. Melalui

pembentukan AFTA, ASEAN yang akan berpenduduk lebih dari

500 juta jiwa pada tahun 2010 merupakan pasar potensial,

sekaligus mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi investasi

intraregional maupun dari luar ASEAN.

Upaya perwujudan AFTA ini sangat memberikan harapan.

Hal itu secara jelas tercermin dari kesediaan negara-negara

ASEAN untuk memulai pelaksanaan AFTA terhitung sejak tanggal

1bab 1 PENDAHULUAN–

BAB 1

Pendahuluan

Page 18: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

1 Januari 1993 ketika semua negara anggota telah menyampaikan

jadwal penurunan tarifnya dan mencapai puncaknya pada tahun

2002 ketika suatu kawasan perdagangan bebas AFTA telah

terbentuk di Asia Tenggara.

Indonesia mendukung diberlakukannya AFTA secara ber-

tahap melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT),

yaitu daftar barang-barang komoditi yang diperjualbelikan antar

negara-negara ASEAN yang telah dikurangi tarif bea masuknya.

Implementasi penurunan tarif beberapa komoditas yang tertuang

dalam ketentuan CEPT dalam agenda AFTA terbagi dalam tiga

kelompok yaitu: 1) Kategori CEPT (Fast Track); 2) Kaegori Normal

(Normal Track) dan; 3) Kategori perkecualian sementara

(Temporary Exclusion List).

Penurunan tarif dari beberapa komoditas tersebut telah

dimulai pada tahun 1993 dan (diharapkan) akan berakhir pada

tahun 2008. Maksudnya tingkat tarif seluruh komoditas

manufaktur dan hasil olahan pertanian akan diturunkan menjadi

0-5 % dalam waktu 15 tahun.

Hambatan-hambatan teknis dan non-teknis yang meling-

kupi perdagangan intra-regional ASEAN juga akan dihilangkan.

Untuk komoditas yang termasuk dalam kategori cepat (fast track)

yang meliputi 15 kelompok komoditas dan konon mencapai 40%

dari volume perdagangan ASEAN, setiap negara anggota ASEAN

bahkan diharapkan untuk mengurangi tingkat tarif pada

perdagangan intra ASEAN lebih kecil 5% paling lambat pada akhir

tahun 2003.

Untuk komoditas yang termasuk dalam kategori per-

kecualian (temporary exclusion list), walaupun bersifat untuk

sementara, negara anggota mempunyai komitmen moral untuk

melepas status eksklusivitas itu pada akhir tahun 2001. Tahapan

2 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 19: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

menuju ke sana telah dimulai, misalnya pada pertemuan para

Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-26 di Thailand (September

1994), penurunan tarif kedua jalur pertama (cepat dan normal)

dapat diikhtisarkan sebagai berikut :

1. Jalur Normal (normal track)

Komoditas dengan tingkat tarif di atas 20% akan dikurangi

hingga 20% sebelum 1 Januari 1998, dan secara betahap

dikurangi dari 20% menjadi 0 - 5% sebelum 1 Januari 2003

komoditas dengan tingkat tarif sebesar 20% atau kurang akan

di kurangi hingga 0 - 5% sebelum 1 Januari 2000.

2. Jalur Cepat (fast track)

Komoditas dengan tarif di atas 20% akan dikurangi menjadi 0-

5% sebelum 1 Januari 2000. Komoditas dengan tarif sebesar

20% atau kurang akan dikurangi hingga 0-5% sebelum 1

Januari 1998.

Secara keseluruhan melalui skema CEPT terdapat lebih dari

14.800 komoditas yang termasuk dalam kategori cepat, hampir

26.000 dalam kategori perekonomian sementara (lihat Tabel di

bawah ini).

Tabel 1.1. Jumlah Komoditas dalam CEPT

Sumber: Sekretariat Nasional ASEAN, 2003

3bab 1 PENDAHULUAN–

NEGARA CEPAT NORMALPERKECUALIAN

SEMENTARA

Brunei

Indonesia

Malaysia

Filipina

Singapura

Thailand

Sub total

Total

2,377

2,819

2,985

960

2,183

3,531

14.885

3,618

4,539

5,170

5,170

3,473

5,146

25.918

236

1,648

621

694

1

122

3,322

44.095

Page 20: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Sejak tahun 2003 daftar perkecualian sementara umumnya

meliputi bahan kimia, plastik dan sektor kendaraan bermotor yang

mencapai lebih dari 45 % dari daftar perekonomian itu, Indonesia

bahkan memasukan jumlah komoditas terbesar, yaitu sebesar

1.648 terutama pada sektor bahan kimia. Sementara Brunei

memasukan daftar perkecualian sementara pada sektor mesin

dan barang-barang elektronik, kendaraan di Malaysia, tekstil di

Filipina dan kendaraan di Thailand.

Sementara itu, hasil kesepakatan AEM ke-26 di Thailand

(September 1994) juga diantaranya memasukan semua

komoditas pertanian yang belum diolah ke dalam skema CEPT.

Para anggota ASEAN pun sementara telah mengelompokan

komoditas pertanian ke dalam tiga jalur: 1) Daftar normal/cepat;

2) Daftar perkecualian dan; 3) Daftar sensitif.

Dalam pertemuan tingkat Menteri Ekonomi ASEAN (AEM)

dan tingkat Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (AMAF)

telah menghasilkan daftar-daftar yang termasuk ke dalam tiga

kategori tersebut. Hal yang cukup mengagumkan adalah bahwa

68 % dari hampir 200 komoditas yang semula tidak termasuk CEPT

kini telah dimasukan dalam daftar normal cepat (immediate

inclusion).

Tabel 1.2.

Komoditas Pertanian Belum Diolah

Sumber: Sekretariat Nasional ASEAN, 2007

4 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

URAIAN JUMLAH PERSENTASE

Daftar Normal/Cepat

Daftar Perkecualian

Daftar Sensitif

TOTAL

1.358

402

235

1.995

68

20

12

100

Page 21: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Berdasarkan Tabel 1.2. terlihat bahwa komoditas yang masuk

daftar cepat/normal sebagai agenda penting AFTA mencatat angka

yang tinggi. Hal tersebut sekaligus menjadi penyebab lambatnya

proses implementasi kebijakan AFTA secara menyeluruh.

Hambatan pelaksanaannya adalah pertama, hambatan

prosedur dan administrasi. Kedua, perbedaan tarif efektif di

negara-negara anggota ASEAN atas suatu barang yang sama

setelah dikenakan MOP (Margin of Preference). Ketiga, perbedaan

kebijakan dan program diantara negara-negara atas produk yang

termasuk dalam CEPT. Keempat, produk-produk CEPT masih

terkena halangan nontarif, seperti pembatasan jumlah impor, dari

sini dibutuhkan suatu terobosan bagi kerja sama ASEAN.

Meskipun AFTA sudah dilaksanakan sejak tahun 2003,

namun pada kenyataannya terus mengalami kemunduran

dikarenakan produk-produk yang masih dipersoalkan tarifnya,

utamanya komoditas pertanian. Secara khusus, Indonesia sebagai

salah satu negara anggota ASEAN juga tidak dapat menghindar

dari proses liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Tenggara ini.

Pada tataran administratif Sekretariat ASEAN (ASEAN

Secretariat) memiliki perwakilan di setiap negara anggota ASEAN

yakni Sekretariat Nasional ASEAN di bawah Departemen Luar

Negeri. Dengan kata lain di era reformasi Indonesia, implementasi

AFTA di tingkat nasional meliputi instansi terkait seperti Seknas

ASEAN, pemerintahan pusat, dan pemerintah daerah. Hal itu perlu

secara saksama dikaji karena dewasa ini pelaksanaan otonomi

daerah telah membuka peluang keikutsertaan daerah sebagai

salah satu komponen dalam penyelenggaraan hubungan luar

negeri. Pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri

(Deplu) RI memberikan peluang seluas-luasnya kepada daerah

untuk menjalin kerja sama dengan luar negeri.

5bab 1 PENDAHULUAN–

Page 22: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

dalam beberapa pasalnya mengatur soal kerja sama. Salah satu

diantaranya disebutkan bahwa ”daerah dapat mengadakan kerja

sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan luar

negeri yang diatur dengan keputusan bersama”.

Sementara dalam UU Nomor: 37 Tahun 1999 tentang

Hubungan Luar Negeri, antara lain disebutkan hubungan luar

negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional

dan internasional yang dilakukan pemerintah di tingkat pusat dan

daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan

usaha, organisasi masyarakat, LSM atau warga negara Indonesia

(Pasal 1, Ayat 1).

Hubungan luar negeri diselenggarakan sesuai dengan

Politik Luar Negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan

hukum serta kebiasaan internasional. Ketentuan ini berlaku bagi

semua penyelenggara Hubungan Luar Negeri, baik pemerintah

maupun nonpemerintah (Pasal 5, Ayat 1 dan 2).

Kaitannya dengan implementasi AFTA, Departemen Luar

Negeri RI memberi peluang kepada daerah untuk melakukan kerja

sama luar negeri dalam kerangka AFTA dengan berpedoman pada

UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU

Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Peran

Deplu yaitu memadukan seluruh potensi kerjasama daerah agar

tercipta sinergi dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri.

Selain itu, mencari terobosan baru, menyediakan data yang

diperlukan dan mencari mitra kerja di luar negeri, mempromosikan

potensi daerah di luar negeri, memberikan perlindungan kepada

daerah, memfasilitasi penyelenggaraan hubungan luar negeri.

Kemudian sesuai dengan perkembangan ekonomi dan

politik di dalam negeri, penyelenggaraan hubungan luar negeri

6 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 23: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dan pelaksanaan politik luar negeri tampaknya cenderung

memberikan penekanan pada kepentingan ekonomi. Dalam

mengintensifkan penyelenggaraan hubungan luar negeri dan

pelaksanaan politik luar negeri di bidang ekonomi, Indonesia lebih

mendorong keterlibatan lembaga-lembaga non-pemerintah

(second track diplomacy) di bidang ekonomi, seperti Kamar

Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) baik di tingkat nasional

maupun daerah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, UU Nomor 37 tentang

Hubungan Luar Negeri dan UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang

Perjanjian Internasional telah memberikan dasar hukum yang

lebih baik bagi koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan

hubungan luar negeri. Pola diplomasi yang kini berkembangpun

tidak lagi semata-mata bertumpu pada jalur first track diplomacy

yang bersifat formal antar pemerintah, melainkan juga semakin

sering terlaksana melalui jalur second track diplomacy yang

bersifat informal antar non-pemerintah.

Kaitannya dengan keterlibatan aktif pemerintahan daerah

dalam proses perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara,

Propinsi Jawa Barat mempunyai potensi dan peluang yang sangat

besar menjadi salah satu pusat perdagangan, jasa, agrobisnis dan

agroindustri terkemuka di Indonesia melalui pengembangan

kerjasama luar negeri dalam kerangka AFTA.

Lebih lanjut, dasar hukum kerja sama daerah, khususnya

Propinsi Jawa Barat, dengan luar negeri yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerin-

tahan Daerah;

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintaha Daerah;

7bab 1 PENDAHULUAN–

Page 24: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional;

4. UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;

5. UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;

6. Keputusan Menlu RI Nomor SK.03/A/OT/X/2003/01

tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan Luar Negeri

oleh Daerah;

7. Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 21 Tahun 2004 tentang

Pedoman Kerjasama antara Daerah Dengan Pihak Luar

Negeri;

Secara khusus, di Propinsi Jawa Barat telah dikeluarkan

Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 21 Tahun 2004 tentang

Pedoman Kerjasama antara Daerah Dengan Pihak Luar Negeri.

Keputusan Gubernur Jawa Barat ini merupakan salah satu bentuk

upaya sungguh-sungguh membangun kerja sama luar negeri

dalam rangka pemberdayaan potensi daerah Jawa Barat,

termasuk upaya keterlibatan Jawa Barat dalam perdagangan

bebas komoditas pertanian di bawah aturan AFTA.

Perkembangan agrobisnis dan agroindustri di Jawa Barat

mempunyai prospek yang sangat baik. Hal itu dikarenakan

beberapa faktor yakni didukung oleh sumber daya alam dan

sumber daya manusia yang melimpah, permintaan komoditas dari

dalam dan luar negeri tinggi, variabilitas produk yang dapat

dihasilkan untuk pasar domestik dan ekspor tinggi, usaha dalam

bidang agrobisnis dan agroindustri merupakan bisnis dengan nilai

milyaran dollar sehingga dapat menjadi sebagai sumber devisa.

Secara demikian pengem-bangan agrobisnis dan agroindustri

dapat memiliki keunggulan komparatif dengan bangsa lain.

8 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 25: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Namun, implementasi kebijakan yang berkaitan dengan

AFTA di Jawa Barat tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Misalnya saja berbagai kebijakan kaitannya dengan proses AFTA

di Jawa Barat belum dapat mengatasi berbagai kendala yang

dihadapi agrobisnis dan agroindustri komoditas pertanian di Jawa

Barat yakni lingkungan makro ekonomi yang belum kondusif,

permodalan, sumber daya manusia, teknologi, manajerial,

pemasaran, dan jaringan kerja (networking).

Hasil pengamatan awal di lapangan berkenaan dengan

berbagai kendala yang dihadapi agrobisnis dan agroindustri di

Jawa Barat antara lain: pertama, berkenaan dengan ketersediaan

sumber logistik bahan baku yang memiliki ketidakpastian yang

tinggi karena pemetaan potensi sumber bahan baku belum

adikuat serta kapasitas, kualitas, dan kuantitas yang belum

memadai karena kerap menerapkan manajemen uji coba (trial and

error), kedua, terdapatnya mismanajemen dalam produksi,

keuangan, perawatan, persediaan, dan organisasi; ketiga, masih

terbatasnya informasi pasar yang dapat menunjang kelancaran

distribusi dan pemasaran karena terdapatnya hambatan dalam

akses dan distribusi informasi, system dan tata niaga, metode

distribusi dan transportasi, implementasi MSTQ (Measurement,

Standard, Testing and Quality) yang tidak berjalan dengan baik,

keempat, masih rendahnya tingkat pelayanan purna jual dan nilai

tambah komoditas karena latar belakang pendidikan,

pengetahuan, teknologi dan inovasi yang masih rendah di

kalangan petani serta standar mutu dan HAKI yang minim.

Kondisi di atas memunculkan ketertarikan untuk mengada-

kan suatu penelitian tentang bagaimana sebenarnya kondisi riil

kesiapan komunitas pertanian Jawa Barat di dalam menghadapi

perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini

9bab 1 PENDAHULUAN–

Page 26: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

mengambil lokus di Jawa Barat dengan spesifikasi pada Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat, Dinas

Pertanian Propinsi Jawa Barat, Dewan Pengurus Daerah Asosiasi

Pengusaha Komoditas Pertanian.

Propinsi Jawa Barat, dan Kamar Dagang Indonesia Daerah

Jawa Barat (KADINDA JABAR) dengan pertimbangan komunitas

komoditas pertanian di tingkat Jawa Barat dapat merupakan

barometer perkembangan perdagangan komoditas pertanian

dalam kerangka AFTA di Jawa Barat.

Alasan pemilihan komoditas pertanian dikarenakan dalam

konteks implementasi AFTA terdapat empat daftar produk yang

masuk dalam skema CEPT, yaitu: 1) Inclusion list (hambatan non-

tarifnya harus dihapuskan dalam 5 tahun; tidak ada pembatasan

kuantitatif); 2) General exception list (daftar produk yang

dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap

penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional. Misalnya:

senjata, amunisis, arkeologis, narkotik, dsb); 3) Temporary

exclusion list (daftar produk yang dikecualikan sementara untuk

dimasukan dalam skema CEPT, misalnya: barang manufaktur,

produk pertanian olahan); 4) Sensitive list (produk pertanian

bukan olahan. Misalnya: beras, gula, produk daging, gandum,

bawang putih, cengkeh, dsb.

Tahun 2008 diharapkan semua negara anggota ASEAN

sudah menerapkan skema CEPT terhadap sensitive list (produk

pertanian bukan olahan). Padahal perdagangan agrikultur intra

ASEAN masih memiliki tingkat proteksi yang tinggi, hanya

Singapura, Brunei (0%), Vietnam (0,92%) yang sudah menerapkan

tarif di bawah 5%. Segangkan Malaysia (5%), Filipina (8%),

Indonesia (12%), dan Thailand (15%) pada tahun 2003. Jadi,

penelitian ini menarik untuk dilakukan sebab berupaya untuk

10 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 27: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

mengkaji implementasi AFTA dalam perdagangan komoditas

pertanian pada tataran akar rumput daerah Jawa Barat di

Indonesia.

Keseluruhan pemikiran itu dikemas dalam judul penelitian:

“Implementasi AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) Bidang

Perdagangan Komoditas Pertanian di Jawa Barat, Indonesia”.

Problem Nasional dan Jawa Barat

Permasalahan yang teridentifikasi yakni implementasi AFTA

di Indonesia belum dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Birokrasi pemerintahan belum mampu menyelesaikan

berbagai permasalahan dari dimensi administrasi dan dimensi

politis yang terkait dengan implementasi AFTA di Indonesia.

Dalam konteks Jawa Barat, penulis menemukan fakta

bahwa permasalahan yang utama adalah implementasi AFTA

dalam perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat tidak

berjalan seperti yang diharapkan. Persoalannya kemudian adalah:

Mengapa implementasi AFTA dalam perdagangan komoditas

pertanian di Jawa Barat belum berjalan sebagaimana diharapkan?

Tulisan ini diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor

apakah yang paling besar berperan dalam implementasi AFTA di

Indonesia, khususnya perdagangan komoditas pertanian di Jawa

Barat, serta untuk memperoleh konsep baru bagi pengembangan

ilmu kebijakan publik khususnya kebijakan hubungan luar negeri.

Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

konseptual yang bersumber dari penerapan sudut pandang (a

way of looking at) administrasi yaitu pada konteks kelembagaan,

administrasi dan organisasi untuk menelaah implementasi AFTA

yang diupayakan oleh suatu negara anggota ASEAN (Indonesia)

11bab 1 PENDAHULUAN–

Page 28: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dalam organisasi regional sehinga dapat menambah perspektif

ilmu administrasi dalam kerja sama intra ASEAN, serta diharapkan

dapat memperkaya perspektif pengembangan ilmu administrasi.

Sedangkan bagi aspek guna laksana, tulisan ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintahan

Indonesia dalam implementasi AFTA di Indonesia, khususnya bagi

pemerintahan Kota/Kabupaten di Indonesia dalam memahami

makna, proses, dan tujuan mengadakan kerjasama luar negeri

dalam kerangka otonomi daerah.<

12 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 29: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

mplementasi kebijakan dapat diidentifikasikan sebagai

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, Ibaik secara individu maupun kelompok dengan maksud

untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kebijakan.

Secara sederhana kegiatan implementasi kebijakan merupakan

suatu kegiatan penjabaran suatu rumusan kebijakan yang bersifat

makro (abstrak) menjadi tindakan yang bersifat mikro (konkrit)

atau dengan kata lain melaksanakan keputusan (rumusan)

kebijakan yang menyangkut aspek manajerial dan teknis proses

implementasi baru dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran

telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun, serta dana

telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran-sasaran

tersebut.

Menurut Howlet dan Ramesh (1995:153), “Its is defined as

the process whereby programs or policies are carried out; it donotes

the translation of plans into practice”. Kemudian Lane (1993:197)

dalam bukunya The Public Sector; Concepts, Models, and

Approaches menyebut Paul A. Sabatier sebagai pionir dalam

implementasi kebijakan khususnya analisis implementasi. Paul A.

13bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

BAB 2

Implementasi Kebijakan

Page 30: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Sabatier mengemukakan bahwa ada dua model yang dipacu

(com\-peting) dalam implementasi kebijakan yakni implementasi

berdasarkan top-down dan berdasarkan bottom up.

“Paul A. Sabatier, a pioneer in implementation analisys, raises some fundamental questions about the nature of implementation in a review of the present state of implementation theory (Sabatier, 1986). Although Sabatier's analysis of the two competing models of implementation– topdown versus bottom-up implementation....”

(Lane, 1993: 90).

Jika dilihat dari model pembuatan kebijakan publik maka

kedua aspek ini terdapat pada setiap model dari pembuatan

kebijakan tersebut, seperti model elite, model proses (sebagai

aktivitas politik), dan model inkrementalis menggambarkan

pembuatan kebijakan yang didasarkan pada model top down.

Gambar dari model bottom up dapat dilihat pada model kelompok,

model kelembagaan dan beberapa model lain yang jika

digambarkan akan merupa-kan model yang berasal dari bawah

(bottom up). Lebih lanjut dijelaskan oleh Lane bahwa pada dasarnya

implementasi dapat dibedakan berdasarkan implementasi sebagai

outcome dan implementasi sebagai suatu proses.

“In addition, because policy implementation is considered to depend on program outcomes, it is' difficult to separate the fate of policies from that of their constituent programs. Its success programs as designed. In turn, overall policy implementation can be evaluated by measuring program outcomes against policy goals. ”(Grindle, 1980:7).

Hubungan antara kebijakan dan program dalam suatu

implementasi kebijakan merupakan fungsi dari implementasi

program yang mempunyai pengaruh dalam mencapai outcome seb-

agai konsekuensi dari studi implementasi kebijakan. Implementasi

14 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 31: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kebijakan senantiasa melibatkan hasil penelitian dan analisis dari

pelaksanaan program nyata yang mempunyai bentuk sebagai

sarana yang dapat menjadikan sasaran kebijakan yang luas.

Walaupun studi implementasi merupakan suatu pendekatan

atau kecenderungan baru dalam studi Administrasi Negara

(administrasi pembangunan), pada hakekatnya bukanlah hal yang

sama sekali baru, paling tidak dalam arti konsep dan ruang lingkup

yang telah lama menjadi bidang perhatian studi administrasi

pembangunan. Namun harus diakui bahwa konseptualisasi, model,

pendekatan penerapan dalam penelitian dan pengkajian terhadap

proses pembangunan nasional, dengan studi kasus terhadap

beberapa program pembangunan nasional tertentu, memang

merupakan sesuatu yang relatif baru di Indonesia.

Masalah implementasi kebijakan (policy implementation)

sejak kurang lebih dua dekade terakhir, telah menarik perhatian

para ahli ilmu sosial, khususnya ilmu politik dan Administrasi

Negara, baik di Negara maju atau industri maupun di Negara

berkembang. Masalah implementasi kebijakan (pembangunan)

telah menarik perhatian karena dari berbagai pengalaman di

negara maju dan di negara berkembang menunjukkan bahwa

berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, mulai dari yang

sederhana sampai yang rumit. Faktor tersebut antara lain berupa

sumberdaya manusia sampai pada struktur organisasi dan

hubungan kerja antarorganisasi; dari masalah komitmen para

pelaksana sampai sistem pelaporan yang kurang lancar, dan dari

sikap politisi yang kurang setuju sampai faktor lain yang sifatnya

kebetulan.

Dalam kenyataan, hal itu dapat mempengaruhi program-

program pembangunan, baik dalam arti mendorong keberhasilan

maupun menjadi penyebab berbagai kegagalan atau kurang

15bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 32: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

berhasilnya mencapai apa yang telah dinyatakan semula sebagai

tujuan kebijakan dibandingkan dengan apa yang sesungguhnya

terwujud dan diterima oleh masyarakat. Upaya untuk memahami

adanya gap antara apa yang diharapkan dengan apa yang

sesungguhnya terlaksana atau yang diwujudkan dan diterima oleh

masyarakat sebagai “outcome” dari kebijakan telah menimbulkan

kesadaran mengenai pentingnya studi implementasi.

Secara umum implementasi adalah menghubungkan

antara tujuan kebijakan terhadap realisasi dengan hasil kegiatan

pemerintah seperti yang dikemukakan oleh Grindle (1980:6)

bahwa:

In general, the task of implementation is to establish a link that allows the goals of publik policies to be realized as outcomes of governmental activity. It involves, therefore, the creation of a “policy delivery sistemr”, in whuch specific are designed and pursued in the expectation of arriving at particular ends.

Menurut Lane (1993:191), implementasi dapat dinyatakan

dalam formula-formula sebagai berikut: (DF1) Implementation = F

= (Intention, Output, Outcome). Dimana implementasi mengacu

kepada menghasilkan output dan outcome yang kongruen

dengan maksud awalnya. Dengan demikian implementasi

memiliki pengertian ganda, yaitu: (1) “eksekusi” di satu sisi dan, (2)

“fulfil” atau penyelesaian (accomplishment) disisi lain.

Konsep implementasi mencakup dua hal pokok yaitu

program kebijakan (policy) yang kemudian akan menghasilkan out-

come. Tujuan-tujuan dari kebijakan dirumuskan oleh berbagai

actor dalam proses politik, sehingga definisi actor ini meliputi dua

kelompok yaitu formator dan implementator.

16 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 33: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Dengan mengembangkan formula awal, maka implementasi

dapat dikemukakan dalam formula berikut: (DF2) Implementation =

F (Policy, Outcome, Form ator, Implementor, Initiator, Time).

Berdasarkan definisi implementasi kebijakan tersebut,

maka menurut Lane (1993:91), terdapat dua konsep dalam

implementasi yang memiliki fokus yang berbeda, yaitu: 1)

Implementasi sebagai tujuan akhir atau pencapaian kebijakan

(policy achievement). Focus dalam konsep ini adalah evaluasi, yaitu

menilai (implementation judgment) sampai sejauh mana

keberhasilan implementasi (fungsi penyelesaian/accomplishment

function); 2) implementasi sebagai proses atau eksekusi kebijakan

yang memberikan focus pada prosesnya (fungsi sebab akibat/

causal function).

Selanjutnya Lane mengemukakan bahwa konsep imple-

mentasi memiliki dua aspek, yaitu (Lane, 1993 :102): 1) Hubungan

antara tujuan (objective) dan hasil (outcome), sisi tanggung jawab

(responsibility side); 2) Proses untuk membawa kebijakan kedalam

efek yang merupakan sisi keepercayaa n (trust side).

Berdasarkan sisi tanggungjawab dan kepercayaan tersebut

dalam proses kebijakan terdapat dua model, yaitu (Lane,

1993:103): 1) Top-down model yang memberikan tekanan

berlebih pada sisi tanggungjawab (responsibility); 2) Bottom-up

model yang menekankan pada sisi kepercayaan (trust side), yang

berusaha untuk memberikan kebebasan kepada implementor,

sebagai alat untuk menangani ketidakpastian dengan fleksibilitas

dan pembelajaran.

Proses implementasi adalah kombinasi dari tanggung-

jawab (responsibility) dan kepercayaan (trust) dalam kaitan antara

warganegara dan sector publik secara umum dan dalam hubungan

antara politisi dan pejabat. Dalam proses implementasi sekurang-

17bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 34: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak harus ada,

yaitu: (1) adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan; (2)

kelompok target, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi

sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari program

tersebut, perubahan atau peningkatan; dan (3) adanya pelaksana

(implementor), baik organisasi atau perorangan, yang ber-

tanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun

pengawasan dai proses implementasi tersebut.

Ketidakberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan yang sering

dijumpai antara lain disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya,

struktur organisasi yang kurang memadai dan kurang efektif, dan

atau karena komitmen (nilai) yang rendah di kalangan pelaksana.

Faktor-faktor politik atau waktu yang kurang tepat serta

bermacam alasan lainnya, turut pula mempengaruhi sebuah

kebijakan atau program hingga tidak dapat terlaksana dengan

baik.

Terdapat beberapa teori utama tentang implementasi.

Donald S. Van Meter and Ccarl E. Van Horn (1978) menyatakan

implementation as a linear process. Pandangan ini melihat

implementasi meliputi proses linear yang terdiri atas 6 variable

yang mengkaitkan kebijakan dengan performance: (a) Standar dan

tujuan; (b) Sumber daya; (c) Komunikasi dan aktivitas antara

organisasi; (d) Karakteristik agen-agen implementasi; (e) Kondisi

ekonomi, dan politik; (f) Sikap dari pelaksana.

Kemudian secara sederhana dikatakan bahwa implementasi

kebijakan merupakan penterjemahan dari pernyataan kebijakan ke

dalam tindakan (Cooper, 1998 :185). Keterkaitan yang sangat kuat

antara perumusan kebijakan dan implementasi dikemukakan oleh

Hogwood dan Gunn (Hogwood and Gunn, 1986:198): “ there is not

sharp divide between (a) formulating a policy and (b) implementing

18 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 35: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

that policy. What happens at the so – called “Implementation” stage

will influence the actual policy outcome. Conversely the probability

of a successful outcome (which we define for the moment as that

outcome desired by the initiators of the policy) will be increased if

thought is given as the policy design stage to potential problems of

implementation”.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perumusan

kebijakan harus dilakukan dalam “perspektif” implementasi, agar

kebijakan tersebut dapat di implementasikan secara efektif.

Model-Model Implementasi Kebijakan

1. Model Lane

Menurut Lane (1993:94), terdapat beberapa model

implementasi yaitu sebagai berikut:

a. Implementasi sebagai administrasi yang sempurna

(implementation as perfect administration). Model ini

dikemukakan oleh Hood yang merumuskan model

inplementasi yang menghasilkan implementasi kebijakan

yang sempurna. Model administrasi sempurna ini

mensyaratkan adanya struktur otoritas: hirarki (hierarchy),

kepatuhan (obedience), kendali (control) dan koordinasi

sempurna (perfect coordination). Kritik terhadap model

yang sifatnya top-down ini adalah adanya kompleksitas

intra atau inter organizational.

b. Implementasi sebagai manajemen kebijakan (implementation

as policy management). Model yang dikembangkan oleh

Sabatier dan Mazmanian ini mengemukakan kondisi-

kondisi yang mempengaruhi keberhasilan implementator:

a) Technology; b) Tujuan-tujuan yang tidak ambiquity

19bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 36: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

(bermakna ganda); c) Keahlian (skill); d) Dukungan (support)

dan consensus.

c. Implementasi sebagai evolusi (implementation as evolution).

Teori proses implementasi ini sebagai redefinisi dari

objectives (tujuan) dan reinter-pretasi dari outcomes, itulah

evolusi. Konsep evolusi dari implementasi berimplikasi

bahwa proses implementasi tidak dapat secara sederhana

dipisahkan dari tahapan-tahapan dari perumusan kebijakan,

objectives dan outcomes. Hal ini menunjukkan bahwa

implementasi adalah tanpa akhir (endless). Implementasi

akan selalu berevolusi, tidak dapat dihindari merupakan

reformulasi sebagaimana juga pelaksanaan kebijakan.

d. Implementasi sebagai pembelajaran (implementation as

learning). Dalam model ini implementasi merupakan suatu

proses pembelajaran tanpa akhir (an endless learning

process) dimana implementator melalui proses pencarian

yang kontinyu muncul dengan fungsi tujuan yang telah

diperbaiki dari teknologi program muncul dengan fungsi

yang telah diperbaiki dari teknologi program yang lebih

dapat diandalkan. Tidak ada suatu akhir yang alamiah dari

proses implementasi kebijakan, karena masing-masing

tahapan berarti suatu perbaikan dalam kaitan dengan

tahapan terdahulu, dimana berdasarkan perubahan waktu,

tujuan-tujuan asli sudah ditransformasikan (wildavsky).

e. Implementasi sebagai struktur (implementation as structure).

Model ini menyatakan bahwa struktur implementasi terdiri

atas himpunan dari anggota-anggota di dalam organisasi

yang melihat program sebagai kepentingan umum mereka.

Secara jelas, struktur implementasi meliputi kumpulan para

aktor, yaitu unit-unit yang melaksanakan program-program.

20 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 37: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

f. Implementasi sebagai outcome (implementation as

outcome). Model ini memusatkan perhatian pada

implementasi sebagai: “putting policy into effect”.

g. Implementasi sebagai suatu perspektif (implementation as

perspective). Model ini merujuk pada pendapat Walter

Williams dalam Lane (1993 : 95 ) yang mengemukakan

bahwa diperlukan mengambil perspektif khusus sebagai

titik awal untuk eksekusi kebijakan. Perspektif implementasi

disini adalah suatu jenis ilmu administrasi yang bersifat

praktis. Menurut William, perspektif implementasi adalah

perspektif para praktisi.

h. Implementasi sebagai pemetaan bagian belakang

(implementation as backward mapping). Model ini

menyatakan bahwa proses imlementasi melibatkan

sejumlah partisipan. Analisis implementasi sebenarnya

membutuhkan perhatian yang lebih difokuskan kepada

pihak-pihak yang bertang-gungjawab untuk menghasilkan

outmes pada basis kegiatan hari per hari (day-to-day basis).

i. Implementasi sebagai simbolisme (implementation as

symbolism). Model ini menyatakan bahwa tidak hanya

implementor yang dapat menolak perubahan atau pen-

dekatan bahwa tujuan dan program menurut interprestasi

mereka, tetapi juga pembuat kebijakan (policy maker)

dapat menganggap penting atau menguntungkan untuk

mengakibatkan eksekusi kebijakan. Hal ini menunjukkan

bahwa proses implementasi merupakan suatu simbolisme

secara politik (political symbolism).

j. Implementasi sebagai bermakna ganda (implementation as

ambiquity). Dalam model ini implementasi kebijakan akan

mengalami kegagalan (sidebut implementation deficit)

21bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 38: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

bukan karena adanya gap antara pembuatan kebijakan

yang rasional dengan implementasi kebijakan yang tidak

sempurna, tetapi karena the Loosences of policies.

k. Implementasi sebagai koalisi (implementation as coalition).

Sebatier dalam Lane (1993:95) mengemukakan bahwa

proses implementasi berbagai organisasi publik dan private

yang sharing keyakinan dan yang berusaha untuk

merealisasikan tujuan-tujuan umum mereka. Dalam model

ini implementasi dipahami sebagai proses jangka panjang

dimana koalisi (private dan publik) berinteraksi dan belajar

tentang teknologi dan outcome program.

2. Model Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh

van Meter dan van Horn (1978 : 145) disebut sebagai A Model of

The Policy Implementation Prosess yang mengemukakan adanya

enam variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan

dan pencapaian (performance). Model ini menunjukan hubungan

antara variabel-variabel bebas (independent variable) dan variable

terikat (dependent variable) mengenai kepentingan-kepentingan,

serta hubungan di antara variabel bebas.

3. Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Sabatier dan Mazmanian dalam Wibawa (1994: 25) mem-

berikan perhatian yang lebih pada birokrasi. Dia menganggap

bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi

pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh

peraturan (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis). Karena

itulah model ini disebut sebagai model Top-down. Dengan asumsi

tersebut, maka tujuan dan sasaran program harus jelas dan

22 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 39: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

konsisten, karena ini merupakan standar evaluasi dan sarana yang

legal bagi birokrasi pelaksana untuk mengarahkan sumberdaya.

Model ini cenderung sentralistik dan otoriter kurang memper-

hatikan pendapat bawahan.

Penulis berpendapat bahwa model Mazmanian dan

Sabatier hanya lebih menekankan kepatuhan para imple-

mentator terhadap aturan-aturan artinya hanya bersifat top-down

sementara dalam kebijakan tentang AFTA dituntut untuk

mengakomodir tuntutan dari bawah atau lebih bersifat bottom-

up jadi teori ini kurang cocok.

4. Model Grindle

Grindle menyatakan bahwa proses umum implementasi

dapat dimulai ketika tujuan dan sasaran telah dispesikasikan,

program-program telah di desain, dan dana telah dialokasikan

untuk pencapaian tujuan. Ketiga hal tersebut merupakan syarat-

syarat dasar (Basic Con-ditions) untuk eksekusi suatu kebijakan

publik. Selanjutnya Grindle mengemukakan bahwa proses

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan (the

Content of Policy) dan konteks kebijakan (the Context of Policy)

yang terkait dengan formulasi kebijakan.

Isu kebijakan yang berkaitan dengan jenis kebijakan yang

mempengaruhi proses implementasi, yaitu:

a. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi;

b. Tipe keuntungan (dapat terbagi/tidak tebagi, jangka

pendek/panjang);

c. Tingkat perubahan perilaku;

d. Lokasi dari implementasi (secara geografi dan organi-

sasional);

23bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 40: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

e. Pelaksanaan program yang ditunjuk (kapasitas memanage

program);

f. Sumber daya.

Konteks kebijakan meliputi:

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor-aktor yang

terlibat;

b. karakteristik institusi dan regim;

c. kerelaan/kesediaan (Compliance) dan responsiveness.

Penulis berpendapat bahwa model Grindle menyatakan

salah satu faktor dalam implementasi kebijakan adalah adanya

tipe keuntungan untuk jangka panjang (lebih dari 10 tahun)

sehingga lebih tepat untuk policy level karena dalam operational

level waktunya tidak lebih dari satu tahun.

5. Model Hogwood dan Gunn

Menurut Hogwood dan Gunn (1986 : 199) untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan publik secara sempurna

diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

The logical pre conditions of implementation, such as:

a. The circumstances external to implementing agency do not

impose crippling constraints.

b. That adequate time and sufficient resources are made

available to the program

c. That the required combination of resources is actually

available

d. That the policy to be implemented is based upon a valid

theory of cause and effect

e. That the relationship between cause and effect is direct and

that there are few any, interesting links

24 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 41: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

f. That dependency relationships are minimal

g. That there is understanding oj and agreement on objectives

h. That task are fully specify in correct sequence.

i. That There is perfect communications and coordination

j. That those in perfect communication can demand and ob-

tain in perfect compliance.

Selanjutnya Wahab (2002:71) mengacu pada pendapat

Hogwood dan Gunn menjelaskan bahwa untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan publik secara sempurna (perfect

implementation) maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu

sebagai berikut :

a. Kondisi ekternal yang dihadapi oleh badan pelaksana tidak

akan menimbulkan kendala yang serius

b. Waktu dan sumber daya yang memadai untuk memungkin-

kan pelaksanaan program

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar

tersedia

d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh teori

kausalitas yang andal

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit

mata rantai penghubungnya.

f. Hubungan saling ketergantungan harus seminimal

mungkin

g. Pemahaman dan kesepakatan terhadap tujuan

h. Tugas yang ditempatkan dalam urutan yang tepat

i. Komunikasi dan koordinasi yang baik

j. Pihak-pihak yang memiliki kewenangan kekuasa-an dapat

menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang penuh.

Selanjutnya penulis akan menguraikan sepuluh syarat dari

Hogwood dan Gunn dalam mengimplementasikan kebijakan:

25bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 42: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan Pelaksana Tidak

Menimbulkan kendala yang serius. Beberapa kendala pada

saat implementasi kebijakan berada di luar kendali para

administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di

luar jangkauan wewenang badan pelaksana. Hambatan-

hambatan tersebut diantaranya bisa bersifat fisik dan bisa

hambatan politis dalam arti bahwa baik kebijakan maupun

tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan-

nya dapat diterima atau tidak disepakati oleh berbagai pihak

yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam ini

cukup jelas dan mendasar sifatnya sehingga sedikit sekali

yang dapat diperbuat oleh para administrator guna menga-

tasinya, (Hogwood dan Gunn, 1986 : 199): ”Some abstacles to

implementation are outside the control of administrators

because they are external to the policy and the implementing

agency. Such obstacles may be physical, or they maybe

political, in that either policy or measure needed to achieve it

are unacceptable to interest's which have the power to veto

them. These constraint are obvious and these is little that

administrators can do to overcome them except in their

capacity as adviser”.

Hambatan dalam kondisi eksternal ini didukung pula

oleh pendapat (Wahab, 2002:62) sebagai berikut: “Suatu

kebijakan boleh jadi tidak dapat diimplementasikan secara

efektif sehingga dinilai oleh para pembuat kebijakan sebagai

pelaksanaan yang jelek atau baik pembuat kebijakan mapun

mereka yang ditugasi untuk melaksanakan sama-sama

sepakat bahwa kondisi eksternal benar-benar tidak

menguntungkan bagi efektivitas implementasi sehingga

tidak seorangpun perlu dipersalahkan. Dengan kata lain,

kebijakan itu telah gagal karena nasibnya memang jelek”.

26 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 43: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

b. Waktu dan Sumber Daya yang Memadai untuk Memungkin-

kan Pelaksanaan Program. “This condition partly overlaps the

first , in hat it often within the category of external constraints.

However, policies hich are physically or politically feasible

may strill fail to achieve state intentions. A common reasons is

that too much is expected too soon, especially when attitudes

or behaviour are involved. Another reasons is that politicians

sometimes will the policy and but not the 'means'.“ (Hogwood

dan Gunn, 1986: 200).

Pada syarat yang kedua dikemukakan bahwa alasan

yang biasanya dikemukakan untuk menerangkan penyebab

gagalnya suatu pencapaian tujuan, namun kurang peduli

dengan penyediaan sarana untuk mencapainya. Jika dana,

sarana dan waktu yang diperlukan dalam mengimplemen-

tasikan kebijakan tidak tersedia maka dapat menyebabkan

seluruh proses kebijakan yang sudah dijalankan menjadi

sia-sia, sehingga tujuan kebijakan yang telah dirumuskan

tidak dapat dicapai dengan optimal.

c. Perpaduan sumber-sumber daya yang benar-benar tersedia.

Dalam kenyataannya seringkali terjadi hambatan yang

serius, misalnya perpaduan antara lingkungan, dana, tenaga

kerja serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

menjalankan program yang seharusnya dipersiapkan secara

serentak, sehingga keterlambatan sumber-sumber tersebut

seringkali terjadi dan berdampak pada penyelesaian

program/proyek. “The third conditions follows on naturally

from the second, namely that there must not only be constraint

in term of overall resources but also that, at reach stage in the

implementation process, the appropriate combination of

resources mus actually.” (Hogwood dan Gunn. 1986:201).

27bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 44: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Tersedianya sumber yang diperlukan tidak menjamin

bahwa implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik

jika tidak didukung dengan perpaduan antara sumber-

sumber tersebut. Sama halnya jika sumber daya yang telah

tersedia tidak dapat digunakan secara optimal, hal ini dapat

menyebabkan terjadinya kegagalan dalam mengimplemen-

tasikan kebijakan. Pernyataan ini didukung pula oleh

Santoso yang menyatakan bahwa: “Personil yang tidak

memadai jumlahnya dan dengan kecakapan yang rendah

maka akan mempengaruhi dalam pelaksanaan kebijakan.

Selanjutnya pelaksanaan kebijakan dipengaruhi juga oleh

sumber daya yang memadai.” (Santoso, 1997:8). Dengan

demikian walupun jumlah pelaksana sudah memadai

namun jika tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk

melaksanakan kebijakan termasuk menyampaikan informasi

kepada orangorang yang memerlukannya maka akan

mengakibatkan pencapaian tujuan dari kebijakan tidak

optimal.

d. Kebijakan yang Diimplementasikan didasari oleh suatu

hubungan kausal yang andal. Kebijakan terkadang tidak

efektif bukan karena kebijakan itu diimplementasikan

secara asal-asalan, melainkan karena itu sendiri memang

tidak baik. Hal ini dikarenakan tingkat pemahaman yang

tidak memadai mengenai tingkat persoalan yang akan

ditanggulangi sebab-sebab timbunya masalah dan cara

penyelesainnya atau peluang-peluang yang tersedia untuk

mengatasi masalahnya, sifat permasalahan dan tindakan

yang diperlukan. Permasalahan implementasi kebijakan

bila diselesaikan dengan analisis terhadap efisiensi

permasalahan, serta permilihan langkah analisis yang baik

dalam proses pembuatan kebijakan. “Policies are

28 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 45: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

sometimes ineffective not because they are badly

implemented, but because they are bad policies. That is, the

policies maybe based upon in inadequate understanding of a

problems to be solved, its cause and cure or of an opportunity,

its nature, and what it needed to exploit it.... A problem of

implementation which can only be tackled by better analysis

at the issues definition and options analysis stages of the py

making process.” (Hogwood dan Gunn, 1986:202).

Alasan mengenai kebijakan yang tidak tepat ini, jelas

nantinya akan berpengaruh terhadap implementasi

kebijakan. Pendapat yang mendukung Hogwood dan Gunn

ini dikemukakan oleh Wahab sebagai berikut: “Faktor

penyebab lainnya, namun kerapkali oleh para pembuat

kebijakan tidak diungkapkan secara terbuka kepada

masyarakat, ialah bahwa kebijakan itu gagal karena

sebenarnya sejak awal kebijakan tadi memang jelek, dalam

artian bahwa ia telah dirumuskan secara sembrono, tidak

didukung oleh informasi yang memadai, alasan yang keliru

atau asumsi-asumsi dan harapan-harapan yang tidak

realistis.” (Wahab, 2002:62).

e Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh

suatu hubungan kausal yang berlaku. “Pressman and

Wildavsky argue that policies which depend upon a long

sequence of cause and effect relationship have a particular

tendency to break down, since a longer chain of causality, the

more numerous the reciprocal relationship among the links

and the more complex implementation becomes, in other

words, the more links in the chain, the greater the risks that

some of them will prove to be poorly conceived or badly

executed.” (Hogwood dan Gunn, 1986:203).

29bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 46: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Hogwood dan Gunn berdasarkan pendapat

Pressman dan Wildavsky, kebijakan yang tergantung pada

mata rantai yang sangat panjang dari hubungan kausalitas,

memiliki kecenderungan yang khusus untuk mengalami

kegagalan sebab makin panjang mata rantai kausalitas,

semakin banyak hubungan timbale balik diantara mata

rantai penghubungnya dan implementasinya menjadi

semakin kompleks, dengan kata lain, semakin banyak mata

rantai, semakin tinggi resiko dari beberapa mata rantai

tersebut mengalami kegagalan.

Dari penjelasan tersebut intinya bahwa semakin

banyak hubungan mata rantai dalam implementasi

kebijakan, maka semakin besar pula resiko tidak

tercapainya target yang ingin dica pai.

f. Hubungan saling ketergantungan harus seminimal

mungkin. ”The condition of perfect implementation that

there is a single implementing agency which need not

depend on other agencies mus be involved that the

dependency relatioanship are minimal in number and

importance.” (Hogwood dan Gunn, 1986:2004).

Implementasi kebijakan yang sempurna menuntut

adanya persyaratan bahwa untuk mencapai kesuksesan

hanya diperlukan badan pelaksana tunggal, walaupun

dalam pelaksanaan harus melibatkan badan atau instansi

lain, maka hubungan ketergantungan dalam organisasi-

organisasi tersebut haruslah pada tingkat yang minimal,

baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya.

Pendapat yang juga menyatakan mengenai hubungan

antara lembaga dan kaitannya dengan kurang antisipasi

terhadap teknis pelaksanaan dan perumusan suatu

30 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 47: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kebijakan dikemukakan oleh Hoogerwerf yang diterjemah-

kan oleh Nasroen sebagai berikut: “Lebih sering lagi tidak

cukup diberikan waktu pembentukan kebijakan kepada

aspek-aspek teknis dari pelaksanaan kebijakan yang

bersangkutan. Masalah ini umpamanya akan timbul jika

ada pemisahan kelembagaan antara pembentukan

kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan.” (Hoogerwerf.

1983:170). Pendapat tersebut mengenai pentingnya

pelaksana tunggal, hal ini perlu untuk mengantisipasi

terjadinya konflik yang disebabkan adanya perbedaan

kesepakatan dan komitmen terhadap tujuan maupun

terhadap setiap taha-pan kebijakan.

g. Pemahaman dan Kesepakatan terhadap tujuan. Pada syarat

yang ketujuh Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa: ”The

requirement here is that ther should be complete

understanding of, and agreement on, the objectives to be

achieved, and that there conditions should persist through

out the implementation process.” (Hogwood dan Gunn,

1986: 205).

Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman

yang menyeluruh mengenai tujuan dan kesepakatan

terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang

penting keadaan ini harus dapat diperthankan selama

proses implementasi. Setiap pelaksanaan tidak hanya harus

mampu melaksanakan suatu kebijakan, tapi yang lebih

penting mereka harus memahami tujuan yang harus

dicapai melalui kebijakan tersebut. Sehubungan dengan hal

itu Sunggono (1994:147) menyatakan bahwa pelaksana

tidak hanya dipersyaratkan memiliki kemampuan untuk

melaksanakan akan substansi kebijakan publik yang

31bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 48: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

hendak dilaksanakan. Tujuan yang diutarakan di dalam

kebijakan sering masih berupa garis besarnya saja. Tujuan

tidak diuraikan lebih operasional lagi, menyebabkan para

pelaksana kurang memahami tujuan yang diinginkan.

Implementasi suatu program tidak hanya membutuhkan

serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu,

melainkan juga kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran

serta komitmen pada tiap tahapan diantara sejumlah

pelaku yang terlibat, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan

maka peluang bagi keberhasilan implementasi program

dan pencapaian hasil akhir yang diharapkan kemungkingan

akan makin berkurang.

6. Model George C. Edward III

Menurut Edward III, studi implementasi kebijakan adalah

krusial bagi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi

kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan

kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat

yang dipengaruhinya. “The study policy implementation is crucial

for the study of public administration and public policy. Policy

implementation, as we have seen, is the stage of policy making

between the establishment of a policy and the consequences of the

policy for the people whom it affects.”. Selanjutnya dalam bukunya

“Implementing Public Policy” tersebut, Edward III (1980: 37)

mengemukakan terdapat 4 (empat) faktor kritis dalam imple-

mentasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumber daya, sikap

kecenderungan dan struktur birokrasi.“ four critical factor or

variable in implementing public policy: communication, resources,

disposition or attitudes, and bureaucratic structure”.

32 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 49: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

a. Komunikasi (communication)

Dalam proses komunikasi kebijakan, Edward III

(1980: 37) menyebutkan bahwa transmisi, konsistensi dan

kejelasan, memberikan pengaruh terhadap efektifitas

implementasi kebijakan. Para penerima informasi (target

audience) baik sebagai pengirim (sender) maupun

penerima (receiver) perlu mengetahui apa yang harus

dilakukan terhadap kebijakan.

Hakekat komunikasi yang dirangkum oleh Ibrahim

T.J., A. Sudiyono, dan Harpowo (2003: 37-38) dari pendapat

pakar ilmu komunikasi adalah: “Komunikasi pada

hakekatnya adalah proses pertukaran pesan-pesan verbal

dan atau nonverbal (message) diantara pengirim (sender or

sourceor communicator) dengan penerima (receiver-

communicant) melalui berbagai media (method, channel,

transmitter)– transmisi guna mengubah sikap dan perilaku

yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psiko-motorik”.

Proses alami komunikasi digambarkan oleh Schermerhorn,

et al (2003: 337) dengan menambah faktor noise: “A process

of sending and receiving messages with attached meanings.

They include a source, who encodes an intended meaning into

a message, and receiver, who decodes the message into a per-

ceived meaning. The receiver may or may not give feedback to

the source. Noise is the term used to any disturbance that

disrupts it and interferes with transference of the messages

within the communications process”. Maksud Schermerhorn

et al bahwa pelaksanaan komunikasi kebijakan antara

pemerintah dengan masyarakat merupakan suatu proses

pengiriman dan penerimaan pesan-pesan yang mengan-

dung arti-arti. Mereka terdiri atas sebuah sumber yang

memberi tanda arti yang dimaksudkan dan penerima yang

33bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 50: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ditandai pesan dengan arti yang diterima. Penerima bisa

memberikan atau tidak memberikan masukan balik kepada

sumber. Noise adalah istilah yang diberikan bagi gangguan

yang menghambat pesan-pesan dalam proses komunikasi.

1) Komunikator

Sumber komunikasi atau komunikator atau dalam

penelitian ini berfungsi sebagai implementator kebijakan

yang menurut Ibrahim et al (2003: 17) harus memiliki

keterampilan untuk meyakinkan atau mempengaruhi

orang lain, sehingga sebelum berkomunikasi, komuni-

kator harus meyakini terlebih dahulu kebenaran dan

rumusan kebijakan yang akan dikomunikasikan.

Komunikator kebijakan harus memiliki rasa percaya diri.

yang tinggi.

Komunikator kebijakan harus memiliki rasa

percaya diri yang tinggi, sehingga dalam proses

komunikasi kebijakan tidak terjadi hambatan-hambatan

yang berasal dari internal diri komunikator (Ibrahim et

al, 2003: 37-38).

2) Penerima (Receiver)

Ibrahim et al (2003 : 40) membagi dua kelompok

komunikasi ini yakni penerima yang dikehendaki

(intended receiver) dan penerima yang tidak dikehendaki

(unintended receiver). Fliegel F.C. (1984) dalam Swanson

B.E. (1984: 80) menyatakan bahwa beberapa tahapan

respon yang terjadi dalam diri penerima pesan

komunikasi tergantung pada; (1) bentuk pengetahuan

atau informasi (pesan) yang dikomunikasikan (baru atau

lama), adalah merupakan kondisi kualitas tertentu dari

informasi yang diperoleh berdasarkan perbedaan waktu

34 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 51: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

mendapatkannya. (2) cara mengkomunikasikan atau

menyampaikan (persuasive, atau menarik), adalah

langkah-langkah bagaimana memperoleh informasi

tersebut, dengan jalan yang persuasive atau pemaksaan/

penekanan. (3) keputusan yang diambil oleh penerima

untuk implementasi atau adopsi dan konfirmasi, adalah

rencana penggunaan informasi yang telah diperoleh

tersebut yaitu untuk implementasi atau konfirmasi.

3) Media/Saluran Komunikasi (Channel-Transmitter)

Terdapat banyak cara, metode dan saluran

komunikasi baik secara lisan pada pendekatan individual

dan massal (pidato, ceramah, kuliah), maupun secara

tertulis (melalui poster, brosur, leaflet, selebaran dan

media cetak lain), audiovisual (film, TV, CD) dan bentuk-

bentuk lainnya. Semakin banyak cara, metoda dan

saluran komunikasi yang digunakan oleh komunikator

komunikasi kebijakan, semakin paham penerima

(receiver) kebijakan terhadap rumusan, implementasi

dan evaluasi kebijakan yang disampaikan itu (Ibrahim et

al, 2003 : 18).

4) Hambatan (Noise)

Noise or Communication barriers atau hambatan

komunikasi menurut Schermerhorn, Hunt and Osborn

(2003: 342) disebabkan oleh enam faktor yaitu: (a)

Distraksi fisik (physical distraction) yang merupakan

akibat dari gangguan konsentrasi yang disebabkan

perencanaan tidak menetapkan prioritas-prioritas; (b)

Masalah-masalah semantik (semantic problems), yakni

masalah bahasa dan kata-kata yang dapat menyebabkan

penerima pesan mempersepsikan lain isi pesan yang

disampaikan komunikator, sehingga komunikasi lisan

35bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 52: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

maupun tertulis harus benar-benar memperhatikan

bahasa dan memilih kata-kata yang tepat, atau dengan

lain kata: sampaikan pesan singkat dan sederhana (Kiss

principle) ; (c) Pesanpesan campuran (mixed messages)

yaitu ketika komunikator menyampaikan suatu pesan

dengan kata-kata, namun bersamaan dengan itu dibuat

gerakan-gerakan badan dan mimiknya (body language)

yang mengkombinasikan pesan lain; (d) Perbedaaan

budaya (cultural difference) yang terjadi pada komunikasi

lintas kultur; (e) Tiadanya masukan (absence of feedback)

yang terjadi pada komunikasi satu arah (one way

communication) dan terakhir adalah (f) Pengaruh-

pengaruh status (status effects) yang terjadi akibat

perbedaan tingkatan antara komunikator dan penerima.

Untuk menghilangkan pengaruh perbedaan tingkatan ini

maka komunikator dan penerima harus membangun

kemitrasetaraan dengan optimalisasi pada obyek

kegiatannya. Pelaksanaan pengkomunikasian kepada

penerima sebagai suatu proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan yang mengandung arti-arti.

Mereka terdiri dari sebuah sumber yang memberi tanda

arti yang dimaksudkan dan penerima yang ditandai

pesan dengan arti yang diterima. Penerima bisa

memberikan atau tidak memberikan masukan balik

kepada sumber. Noise adalah istilah yang diberikan bagi

gangguan yang menghambat pesan-pesan dalam

proses komunikasi. Jika terdapat tersendatnya komuni-

kasi dengan penerima disebabkan peran komunikator

masih belum optimal. Mereka terdiri atas sebuah sumber

yang memberi tanda arti yang dimaksudkan dan

penerima yang ditandai pesan dengan arti yang diterima.

36 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 53: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Penerima bisa memberikan atau tidak memberikan

masukan balik kepada sumber.

b. Sumberdaya (resources)

Faktor kedua yang mempengaruhi implementasi

kebijakan adalah sumberdaya. Edward III (1980:87)

menyebutkan bahwa walaupun ketiga faktor dalam dalam

proses komunikasi terpenuhi, namun tanpa dukungan

sumberdaya (manusia dan fasilitas) yang handal dan

memadai, implementasi kebijakan tidak akan efektif. Karena

peran komunikator merupakan faktor terpenting yang akan

menghalangi keberhasilan pelaksanaan kebijakan peng-

komunikasian, yang dalam hal ini dialami oleh banyak peran

komunikator yang mungkin akan menyebabkan kinerja

obyek kegiatan semakin menurun. Simanjuntak, (1985 : 30)

menyatakan bahwa sumberdaya masukan dapat terdiri atas

beraneka ragam faktor produksi seperti kapital, tanah,

bangunan, peralatan dan mesin, bahan baku dan sumber-

daya manusia. Kendatipun demikian dalam implementasi

kebijakan, faktor manusia adalah strategis karena

peningkatan produktifitas faktor produksi lainnya sangat

tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya

manusia yang menangani, mengelola, mengendalikan dan

memanfaatkannya. Sumberdaya kebijakan yang secara garis

besar terdiri dari sumberdaya manusia yakni sumberdaya

komunikator (dalam hal ini aparatur pemerintah) dan

sumberdaya produksi dan distribusi; di samping sumber-

daya alam baik berupa potensi alam, ketersediaan waktu,

ketersediaan tempat, serta sumberdaya buatan yang terdiri

dari ketersediaan sumber dana yang stabil, serta fasilitas-

fasilitas berupa sarana dan prasarana implementasi.

Pembagian sumberdaya kebijakan sebagai faktor penting

37bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 54: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pada implementasi kebijakan dalam empat dimensi praktis

tersebut adalah:

1) Sumberdaya Aparatur

Sumberdaya aparatur yang jumlahnya tidak

mencukupi pada tingkat kelembagaan implementator,

akan menghambat kelancaran implementasi kebijakan,

sehingga, staffing yang dimulai dari rekruitmen dan pem-

binaan merupakan masalah sentral dalam implementasi

terutama pada implementasi kebijakan baru. Di samping

itu segi keterampilan aparatur yang menangani imple-

mentasi kebijakan juga sangat menentukan tercapainya

tujuan implementasi. Aparatur perlu segera dibina serta

dikembangkan secara terus menerus, bertahap serta

sistematis agar memiliki lebih banyak kemauan dan

kemampuan secara individual atau secara kolektif.

Menurut Winardi (2000 : 441) ketika mereka bekerja

dalam suatu tim jaringan kerja (team work and

networking) pada fokus berikut: (1) memiliki sikap

mental dan budi pekerti luhur (highly mental attitude),

(2) memiliki cita-cita, imajinasi, gagasan, kreatifitas,

inovasi, dedikasi, empati dan kearifan (idealism,

imagination, initiative, creativity, innovation, dedication,

emphatic and wisdom). Empatisme dan kearifan dalam

implementasi kebijakan akan menimbulkan sikap bahwa

pelaku implementasi tersebut tidak menggurui, tidak

semata-mata menjadi ahli, tidak berdebat, tidak

memutuskan komunikasi dan pembicaraan, serta tidak

bersikap diskriminatif terhadap pelayanan publik.

Secara sistematis, layanan implementator kebijakan

ditentukan oleh pemahaman ikhwal problemnya,

orang-orang mempengaruhinya, kekuatan dan keter-

38 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 55: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

batasannya, sifat serta pola hubungan-hubungan kerja

yang timbul di antara dan di dalam berbagai kelompok

orang-orang yang bersama-sama membentuk ling-

kungan kerjanya (Winardi, 2000 : 442).

2) Sumberdana Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan harus memiliki dukungan

pendanaan yang memadai dan stabil. Implementator

pada tingkat bawah, biasanya mengalami hambatan

yang paling besar dalam menjalankan kewenangannya

karena keterbatasan kewenangan pengelolaan sumber

dana, sekalipun implementasi kebijakan telah menetap-

kan pembiayaan atas pelaksanaannya dari sumber

pemerintah dan swasta. Kewenangan di atas kertas

sangat berbeda dengan operasionalisasinya di lapangan,

terutama karena kewenangan akan tampil dalam

pelbagai bentuk, termasuk kewenangan untuk mem-

peroleh sumber dana bagi penyediaan fasilitas

implementasi kebijakan tersebut.

3) Sarana dan prasarana (Facilities – Infra-structure)

Seorang implementator lapis atas yang memiliki

staf yang cukup dari segi kuantitas maupun kualitas,

memahami informasi yang lengkap, memiliki kewe-

nangan yang cukup, namun tidak memiliki fasilitas yang

memadai, sangat besar kemungkinannya tidak akan

mampu mengimplementasikan sebuah kebijakan publik

dengan efektif. Fasilitas antara lain menyangkut piranti

keras, lunak, organisasi, serta teknologi. Sarana dan

prasarana implementasi kebijakan terdiri atas, selebaran,

papan tulis dan papan penempel, alat tulis, proyektor,

perlengkapan ruang, alat peraga, dan sarana mobilitas

dan base camp.

39bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 56: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

c. Disposisi atau Sikap dan Perilaku terhadap Kebijakan

(Disposition)

Ketanggapan yang dimanifestasikan sebagai sikap

dan perilaku sumber daya manusia aparatur implementasi

kebijakan sebagai implementator kebijakan dan sumber

daya optimalisasi hasil implementasi kebijakan ber-

sangkutan, serta dampaknya dalam pelayanan sebagai

konsumen (obyek) atas implementasi kebijakan. Edward III

(1980 : 90) menelaah faktor disposisi ini ke dalam tiga

dimensi berikut:

1) Pengaruh Disposisi (Effects of Dispositions)

Kepentingan implementator secara pribadi dan

atau organisasional yang ditujukkan oleh sikapnya

terhadap kebijakan pada kenyataannya sangat besar

pengaruhnya pada implementasi kebijakan yang efektif.

Sikap implementator yang merintangi implementasi

kebijakan dimulai dari munculnya tindakan seleksi,

diskriminasi, ketidaksetujuan serta dilanjutkan dengan

penyimpangan yang tidak terelakkan antara keputusan

kebijakan dan kinerja kebijakan. Kadangkala, imple-

mentator secara selektif menerima pelbagai perintah,

namun sesungguhnya ia menolak perintah yang tidak

sama dan sebangun dengan sikapnya terhadap

kebijakan. Perbedaan sudut pandang organisasional

mungkin juga mencegah kerja sama antar implemen-

tator atau terjadinya konflik internal sebuah unit

implementator dalam implementasi kebijakan menjadi

penting.

2) Penataan Staf Birokrasi (Staffing the Buereaucratic)

Pengangkatan (selection and recruitment),

penempatan dan pembinaan personalia staf yang

40 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 57: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

bersedia dengan tulus dan mampu (mempunyai ability,

capacity, dan capability) karena memiliki kompetensi dan

profesi yang tepat untuk mengimplementasi kebijakan

adalah bagian yang sangat menentukan keberhasilan

implementasi kebijakan (Edward III, 1980: 95). Sistem

penataan implementator kebijakan dibangun dalam

rangka kelancaran proses implementasi kebijakan

pemerintahan yang strategis antara lain dengan

mengesampingkan, menarik, menempatkan atau

memindahkan staf yang mungkin tidak patuh dan

menolak atau menghambat proses implementasi

kebijakan tersebut.

3) Insentif (Incentives)

Insentif merupakan salah satu faktor pembangkit

motivasi staf implementator pada setiap tingkatan perlu

diperhatikan dan dipenuhi. (Winardi, 2002 : 27). Insentif

dapat diwujudkan dalam bentuk sistem penggajian,

pemberian honorarium, tunjangan, maupun berbentuk

penghargaan lainnya yang bersifat kompetitif sesuai

kinerja implementator (Edward III, 1980: 93-94.; Winardi,

2002 : 28).

d. Struktur Birokrasi (bureaucracy structure)

Struktur kelembagaan birokrasi pemerintahan di

pusat dan di daerah sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan implementasi kebijakan pemerintahan.

Prosedur Operasional Baku (SOP) dan fragmentasi struktur

birokrasi ini dapat menjadi penghambat implementasi

dalam bentuk pemborosan sumberdaya, perintangan

koordinasi, pengacauan yuridiksi implementator lapis

bawah, serta pembangkitan tindakan-tindakan yang tidak

41bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 58: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dikehendaki sehingga harus mendapatkan tambahan atensi

(Edward III, 1980: 127) menilai struktur birokrasi sebagai

faktor yang sangat berperan terhadap implementasi

kebijakan pada dimensi berikut:

1) Prosedur Operasional Baku (Standard Operational

Procedures - SOP).

Standard Operational Procedures (SOP) merupa-

kan tuntutan internal dari implementasi suatu kebijakan

yang seragam, dan umum keterbatasan sumber daya,

kesempitan waktu, serta keragaman operasional

organisasi yang besar dan luas. SOP disusun, juga

sebagai akibat tuntutan efisiensi dari birokrasi eksternal

terutama pada implementasi kebijakan yang secara luas

mempengaruhi lingkungan eksternal. SOP adalah suatu

hal yang secara rutin memungkinkan para pejabat publik

menetapkan keputusan-keputusannya secara cepat

setiap saat karena prosedurnya telah disederhanakan

dan diseragamkan sehingga dengan SOP menghemat

waktu yang sangat berharga. Kendatipun demikian SOP

yang berlaku seragam pada situasi umum tidak jarang

merupakan hambatan dalam implementasi kebijakan

yang bersifat khusus dan baru, fleksibel karena harus

adanya perubahan dan pada situasi yang di luar

kebiasaan. SOP yang ketat seringkali menyebabkan

individu dan organisasi enggan menerima tanggung

jawab baru sehingga tidak saja akan menunda atau

bahkan merintangi implementasi sebagian atau

keseluruhan kebijakan baru tetapi juga akan meng-

hambat terlaksananya program-program baru. Dalam

hal ini yang dimaksud dengan pengertian SOP adalah;

suatu langkah-langkah prosedur yang telah berlaku

42 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 59: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

tetap dan diputuskan melalui sebuah kebijakan tertentu.

SOP disusun untuk membantu bagaimana implementasi

kebijakan tersebut bisa dilakukan dengan baik, tepat

sasaran dan efisien.

2) Fragmentasi (Fragmentation)

Fragmentasi merupakan pembagian tanggung

jawab untuk sebuah bidang kebijakan di antara unit-unit

organisasional yang tersebar luas. Terlalu banyak unit

yang melakukan terlalu banyak hal yang terlalu sering

tumpang tindih, yang jarang dikoordinasikan, meng-

habiskan terlalu banyak uang, dan melakukan terlalu

sedikit pemecahan masalah yang nyata. Pada kenyataan-

nya, unit-unit tidak dapat. dengan mudah diorganisasi-

kan seputar suatu bidang kebijakan, sehingga sebagai

konsekuensinya. Fragmentasi dilakukan untuk men-

disribusikan tanggungjawab atas sumber daya dan

otoritas pemecahan masalah komprehensif, dan hal ini

menyebabkan koordinasi kebijakan menjadi sulit

dilakukan. Tanggungjawab yang terfragmentasi ini

secara signifikan menyebabkan sempitnya fokus dan

merintangi kebijakan yang bersifat khusus. Dengan

demikian, implementasi kebijakan dapat terlaksana

dengan baik jika keempat faktor kritis (komunikasi,

sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi) dapat

bekerja dengan baik, karena tidak mungkin setiap faktor

berdiri sendiri, melainkan akan bekerja bersama-sama

dan satu sama lain saling mempengaruhi. Kelemahan

pada satu faktor, akan berpengaruh pada proses

implementasi yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja

implementasi itu sendiri. Kiranya dapat diartikan bahwa;

(i) komunikasi merupakan suatu bentuk kanalisasi

43bab 2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN–

Page 60: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

penerapan kebijakan dan strategi suatu kegiatan tertentu

kepada implemen-tator kebijakan, (ii) sumber daya

menceminkan adanya suatu sarana-prasarana pendu-

kung utama implementasi kebijakan, misalnya; aparatur,

infrastruktur, dana, keterampilan dan sebagainya, (iii)

disposisi mencerminkan arus deliveri bagaimana

kebijakan itu harus diimplementasikan melalui agregasi

kemampuan sumber daya, sedangkan (iv) struktur

birokrasi mencerminkan adanya keharusan bahwa

berjalannya implementasi kebijakan itu melalui lini

organisasi dan struktur birokrasi. Faktor-faktor tersebut

disamping secara langsung mempengaruhi implemen-

tasi, secara tidak langsung mereka juga mempengaruhi

implemen-tasi melalui dampak/pengaruh satu terhadap

lainnya. “Aside Directly affecting implementation, however,

they also indirectly affect it through their impact on each

other. In other words, communications affect resources,

dispositions, and bureaucratic structures, which in turn

influence implementation”.

Penulis berpendapat bahwa dari beberapa model yang

dikemukakan di atas, peneliti mengambil model Edward III

sebagai pisau analisis dalam implementasi AFTA di Indonesia

dengan alasan: model Edward III lebih cocok untuk dijabarkan

kepada organizational level melalui institutional arrangement. Hal

ini didasari oleh pemikiran bahwa dalam setiap kebijakan perlu

dibuat organisasi birokrasi yang akan melaksanakan kebijakan

tersebut.<

44 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 61: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ebagai negara ekonomi terbuka, situasi pasar domestik di

Indonesia tidak terlepas dari gejolak pasar dunia yang Ssemakin liberal. Proses liberalisasi pasar tersebut dapat

terjadi karena kebijakan unilateral dan konsekwensi keikutsertaan

meratifikasi kerjasana perdagangan regional maupun global yang

menghendaki penurunan kendala-kendala perdagangan (tarif

dan nontarif).

Isu liberalisasi perdagangan mewarnai perdagangan

komoditas di pasar internasional dalam era globalisasi saat ini,

tidak terkecuali perdagangan komoditas agro. Sebagai negara

ekonomi terbuka dan ikut meratifikasi berbagai kesepakatan

kerjasama ekonomi dan perdagangan regional maupun global,

tekanan liberalisasi melalui berbagai aturan kesepakatan kerjasama

tersebut bukan tidak mungkin pada akhirnya akan berbenturan

dengan kebijakan internal dan mengancan kepentingan nasional.

Motif Perdagangan dan Tekanan Liberalisasi

Menurut Chacholiades (1978:5) partisipasi dalam per-

dagangan internasional bersifat bebas (free) sehingga

45bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

BAB 3

LiberalisasiPerdagangan Agro

Page 62: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

keikutsertaan suatu negara pada kegiatan tersebut dilakukan

secara sukarela. Dari sisi internal, keputusan suatu negara

melakukan perdagangan internasional merupakan pilihan (choice)

oleh sebab itu sering dikatakan perdagangan seharusnya

memberikan keuntungan pada kedua pihak (mutually benefited).

Dalam sistem ekonomi tertutup (autarky) negara hanya dapat

meng-konsumsi barang dan jasa sebanyak yang diproduksi

sendiri. Akan tetapi dengan melakukan perdagangan (open

economic) suatu negara memiliki kesempatan mengkonsumsi

lebih besar dari kemampuamya berproduksi karena terdapat

perbedaan harga relatif dalam proses produksi yang mendorong

spesialisasi (Chacoliades, 1978:7; Chaves et al., 1993: 19).

Perbedaan harga relatif itu muncul sebagai dampak perbedaan

penguasaan sumber daya dari bahan baku proses produksi

(resource endowment) antar negara. Derajat penguasaan sumber

daya dan kemampuan mencapai skala usaha dalam proses

produksi secara bersama akan menjadi determinan daya saing dan

menentukan arah serta intensitas partisipasi negara dalam pasar

internasional (Susilowati, 2003: 17).

llham (2003:9) menyebut liberalisasi sebagai penggunaan

mekanisme harga yang lebih intensif sehingga dapat mengurangi

bias anti ekspor dari rezim perdagangan. Disebutkan pula bahwa

liberalisasi juga menunjukkan kecenderungan makin berkurang-

nya intervensi pasar sehingga liberalisasi dapat menggambarkan

situasi semakin terbukanya pasar domestik untuk produk-produk

luar negeri. Percepatan perkembangan liberalisasi pasar terjadi

karena dukungan revolusi di bidang teknologi, telekomunikasi

dan transportasi yang mengatasi kendala ruang dan waktu

(Kariyasa, 2003: 7).

Menurut pendapat Kindleberger dan Lindert (1978:9),

perdagangan antar negara sebaiknya dibiarkan secara bebas

46 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 63: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dengan seminimun mungkin pengenaan tarif dan hambatan

lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa perdagangan yang lebih

bebas akan memberikan manfaat bagi kedua negara pelaku dan

bagi dunia, serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar

dibanding-kan tidak ada perdagangan. Dijelaskan oleh Hadi

(2003: 17), selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar

negara liberalisasi perdagangan juga akan meningkatkan

kuantitas perdagangan dunia dan peningkatan efisiensi ekonomi.

Namun demikian, oleh karena terdapat perbedaan

penguasaan sumberdaya yang menjadi komponen pendukung

daya saing, sebagian pakar yang lain berpendapat liberalisasi pasar

berpotensi menimbulkan dampak negatif karena mendorong

persaingan pasar yang tidak sehat. Atas dasar itu maka timbul

pandangan pentingnya upaya-upaya proteksi terhadap produksi

dalam negeri dan kepentingan lainnya dari tekanan pasar

internasional melalui pemberlakuan kendala atau hambatan

perdagangan (Abidin, 2000:89).

Pada kondisi semakin kuatnya tekanan untuk meliberalisasi

pasar, efektivitas pemberlakuan kendala atau hambatan tersebut

dalam perdagangan akan menentukan derajat keterbukaan pasar.

Keterbukaan pasar semakin tinggi bila pemerintah suatu negara

menurunkan tarif (bea masuk) produk yang diperdagangkan

(tariff reduction) dan menghilangkan hambatan-hambatan

nontarif (non tariff barriers). Hal sebaliknya terjadi bila pemerintah

cenderung menaikkan tarif dan meningkatkan hambatan nontarif.

Secara internal, Indonesia mulai mereformasi kebijakan di

bidang perdagangan sejak pertengahan dekade 1980-an, ketika

terjadi penurunan harga minyak mentah di pasar dunia yang

merupakan andalan ekspor nasional. Namun dalam hal ini

pemerintah melakukan serangkaian deregulasi ekonomi untuk

47bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Page 64: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

mendorong ekspor yang menghasilkan devisa (Erwidodo,

1999:17; Feridhanusetyawan dan Pangestu, 2003: 57).

Makin terbuka dan terintegrasinya perdagangan (pasar)

antar negara juga didorong faktor eksternal seperti karena terikat

ratifikasi perjanjian perdagangan antar negara, kawasan, atau

bahkan yang bersifat global (Anugerah, 2003: 69; Kanyasa, 2003:

17). Dijelaskan oleh Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003: 60),

tekanan eksternal liberalisasi selain karena dorongan upaya

regionalisasi terjadi pada akhir 1900-an hingga pertengahan

1990-an (seperti dengan pembentukan AFTA dan APEC) juga

karena keterikatan komitmen terhadap Kesepakatan Putaran

Uruguay (the Uruguay Round Agreement) sebagai bagian dari

rangkaian putaran GATT (General Agreement on Tax and Tariff)

yang kemudian diubah menjadi organisasi formal bernama WTO

(World Trade Organization). Kesepakatan dalam AFTA dan WTO

bersifat mengikat (binding), sedangkan dasar kesepakatan APEC

(Asia Pacific Economic Cooperation) bersifat sukarela. Namun

demikian semangat yang dibawa oleh ketiga bertuk kelembagaan

relatif sama, yaitu liberalisasi melalui penurunan kendala

perdagangan (tarif dan kendala nontarif).

Kebijakan Pemerintah di Bidang Agro

Selain kebijakan yang bersifat protektif dalam perdagang-

an juga dikenal kebijakan promotif. Kebijakan promotif ditujukan

untuk mendorong pertumbuhan perdagangan dari dalam negeri

(ekspor). Salah satu contoh kebijakan promotif terdapat pada

sektor pertanian.

Pada dasarnya terdapat dua tipe kebijakan pemerintah di

bidang pertanian yaitu development policy dan compensating

policy (Suryana, 2001:7). Development policy biasanya dilakukan

48 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 65: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pemerintah untuk mendorong produksi pertanian dengan tujuan

yang ingin dicapai adalah meningkatan produksi dan pendapatan

petani. Dalam compensating policy, tujuan utama kebijakan

adalah meningkatkan pendapatan petani tetapi dengan

kecenderungan menekan produksi. Development policy banyak

dilakukan oleh negara yang kekurangan (defisit) produk

pertanian, sedangkan compensating policy banyak dilakukan oleh

negara yang mengalami surplus dan sulit memasarkan produknya.

Misalnya, kebijakan harga dasar dan kebijakan subsidi, seperti

kebijakan harga gabah dan subsidi pupuk yang pernah

diberlakukan di Indonesia, dapat dikategorikan sebagai

development policy. Tujuan kedua kebijakan tersebut adalah

mendorong produksi beras agar meningkat, di sisi lain petani

mendapat harga yang wajar.

Skenario Liberalisasi

Budiono (2001: 37-42) menyebutkan, terdapat lima

manfaat dibukanya liberalisasi perdagangan. Pertama. akses

pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi

karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-

pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan

industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya

produksi dapat diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih

kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent

seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan

produktifitas dan efisiensi, bukan bagaimana mengharapkan

mendapat fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdagangan dan

investasi yang lebih bebas mempermudah proses alih teknologi

untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Keempat, perda-

gangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “sesuai”

49bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Page 66: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam

perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen

meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru. Namun untuk

dapat berjalan dengan lancar, suatu pasar yang kompetitif perlu

dukungan perundang-undangan yang mengatur persaingan

yang sehat dan melarang praktek monopoli.

Dalam praktek proses liberalisasi perdagangan dapat

dilakukan melalui berbagai skenario. Selain proses liberalisasi

unilateral, ratifikasi kerjasama perdagangan internasional melalui

pembentukan kelembagaan seperti AFTA dan WTO merupakan

pilihan skenario liberalisasi bagi negara pelaku perdagangan,

termasuk Indonesia. Akan tetapi, oleh karena memiliki sasaran dan

mekanisme implementasi yang berbeda-beda maka masing-

masing skenario proses liberalisasi tersebut akan menghasilkan

dampak berbeda pula.

Sisi Positif dan Negatif Liberalisasi

Menurut Indrawati (1995:89), Putaran Uruguay merupakan

kesepakatan yang paling ambisius dibandingkan putaran-putaran

GATT sebelumnya karena bertujuan mengontrol proliferasi segala

bentuk protek-sionisme baru untuk menuju pada kecenderungan

liberalisasi perdagangan antarnegara, termasuk aturan inter-

nasional dalam bidang Hak Properti Intelektual, dan memperbaiki

mekanisme penyelesaian perselisihan dengan menerapkan

keputusan dan mematuhi aturan-aturan GATT, misalnya proteksi

yang dilakukan negara maju terhadap sektor pertanian melalui

kebijaksanaan harga (price support), bantuan langsung (direct

payment), dan bantuan pasokan (supply management program)

telah menyebabkan distorsi perdagangan hasil pertanian dunia.

Distorsi terjadi seiring dengan meningkatnya hasil produksi

50 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 67: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pertanian dari negara-negara maju yang mengakibatkan

penurunan harga dunia untuk produk pertanian. Meskipun harga

produk pertanian yang rendah menolong negara pengimpor

tetapi faktor rendahnya harga produk pertarnian tersebut juga

akan merugikan negara-negara berstatus produsen netto.

Secara umum menurut Indrawati (1995:94), liberalisasi akan

menguntungkan bagi negara ber-kembang dan penduduk miskin

dari kelompok pendapatan menengah karena ekspor produk

yang bersifat padat karya akan meningkat. Namun demikian,

derajat manfaat dan keuntungan liberalisasi perdagangan sangat

tergantung pada reformnasi kebijaksanaan yang diambil dan

keadaan struktur perekonomian domestik nagara berkembang itu

sendiri.

Pada studi keterkaitan liberalisasi dengan aspek lingkung-

an, Abimanyu (1995: 189) berpendapat, bahwa dalam liberalisasi

perdagangan masing-masing negara sebenarnya dibolehkan

menerapkan kebijaksanaan subsidi. pajak, dan peraturan

pemerintah lainnya selama tidak membedakan antara perusahaan

domestik dan asing, sebagaimana klausul dalam aturan GATT.

Adanya peluang tersebut menurut Abimanyu dapat menimbulkan

dampak positif dalam hal fairness kompetisi dan kemampuan

suatu perusahaan asing untuk menyesuaikan dengan kondisi

(khususnya teknologi) di negara di mana perusahaan berlokasi.

Akan tetapi disisi lain, peluang tersebut juga berpotensi

menimbukan dampak negatif, yaitu masuknya teknologi dan

produk “kolor” ke negara tujuan perdagangan, khususnya negara

berkembang yang lebih rendah standar lingkungannya.

Studi tentang dampak liberalisasi perdagangan terhadap

pertanian di Indonesia oIeh Erwidodo (1999) menunjukkan

beberapa temuan sebagai berikut: Pertama, sebelum tahun 1985

51bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Page 68: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Indonesia sangat mengutamakan kebijakan proteksi pasar

domestik. Kebijakan ini menimbukan ekonomi biaya tinggi dan

manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh sebagian besar

penerima proteksi tersebut. Dalam rangka mendorong reformasi

menuju perdagangan bebas yang digulirkan sejak awal 1980-an

pemerintah memperkenalkan baberapa kebijakan berikut: (1)

penyederhanaan prosedur kepabeanan termasuk dikeluarkannya

undang-undang kepabeanan yang baru, (2) menurunkan tarif dan

pungutan-pungutan. (3) mengurangi lisensi impor dan hambatan

nontarif, (4) deregulasi dari sistem distribusi, (5) deregulasi rejim

investasi, dan (6) memantapkan batas wilayah dan prosedur

ekspor. Salah satu sektor yang mendapat proteksi cukup tinggi

adalah sektor makanan dan minuman (food and beverage).

Kedua, liberalisasi perdagangan secara potensial akan

mempertuas akses pasar untuk Indonesia khususnya ke negara

industri. Ketiga, liberalisasi perdagangan diperkirakan akan

meningkatkan pendapatan dunia secara signifikan dan

terdistribusi secara luas di antara negara maju dan negara

berkembang. Hasil studi juga menunjukkan indikasi adanya

deregulasi perdagangan dengan partner dagang Indonesia

mengakibatkan tidak hanya kehilangan daya saing ekspor tetapi

juga kemungkinan penurunan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, seberapa besar Indonesia akan memperoleh

manfaat diterapkannya liberalisasi perdagangan tergantung tidak

hanya pada penurunan hambatan perdagangan di pasar partner

dagang Indonesia tetapi juga upaya dalam membuka pasar

Indonesia sendiri.

Amang dan Sawit (1997: 27-35) mengingatkan bahwa

dampak perdagangan bebas cukup serius buat Indonesia, tidak

hanya menyangkut bidang ekonomi tetapi juga bidang non

52 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 69: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ekonomi. Perpindahan faktor produksi seperti tenaga kerja, lahan,

kapital secara cepat dan berlebihan dalam waktu yang relatif

singkat dari sektor pertanian dan jasa ke sektor manufaktur, akan

menimbulkan masalah baru yang lebih sulit dan mahal untuk

mengatasinya. Hampir tidak mungkin dibangun infrastruktur

perkotaan yang cukup untuk menampung pesatnya urbanisasi,

sehingga akan muncul masalah kekumuhan dan kemiskinan di

kota, kepadatan kota, kekurangan tempat tinggal, tidak cukupnya

tanah, kekurangan air bersih (kualitas dan kuantitasnya),

memburuknya lingkungan hidup dan meringkatnya kriminalitas.

Di samping itu distribusi pendapatan masyarakat akan semakin

timpang.

Indikasi dampak negatif dari liberalisasi terhadap petani

(pertanian) juga terjadi di negara maju seperti Jepang. Studi

Kamiya (2002) menyebutkan, liberalisasi menyebabkan harga

komoditas pertanian di pasar domestik Jepang yang semula

sangat tinggi karena diproteksi menjadi terus menurun.

Penurunan harga tersebut mengakibatkan pengusahaan

komoditas pertanian menjadi tidak menguntungkan. Akibat

selanjutnya, banyak areal pertanian yang dibiarkan tidak tergarap

di samping semakin sedikit petani yang bersedia mengusahakan.

Meskipun secara teori liberalisasi perdagangan disebutkan

akan meningkatkan perolehan manfaat bagi para pelaku

perdagangan, akan tetapi pada kenyataannya implementasi

liberalisasi juga membawa dampak buruk yang mengancam pasar

domestik dan kepentingan domestik lain, khususnya menyangkut

kesejahteraan petani produsen. Beberapa kajian terdahulu telah

mengulas cukup banyak sisi positif dan negatif liberalisasi

perdagangan dari berbagai sisi perekonomian.

53bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Page 70: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Pendekatan Daya Saing dalam Pengembangan Usaha Industri Agro

Porter (1990: 19-27) menyatakan bahwa faktor-faktor

penentu yang menciptakan keunggulan bersaing adalah: 1)

Kondisi Faktor (Factor Conditions); 2) Kondisi Pemintaan (Demand

Conditions); 3) Industri Terkait dan lndustri Pendukung (Related

and Supporting Industries); 4) Strategi perusahaan, struktur, dan

persaingan (Firm Strategy, Structure and Rivalry).

Dari faktor-faktor penentu daya saing di atas dapat dinyata-

kan bahwa kemakmuran bangsa ditentukan oleh produktivitas

ekonomi, yang diukur dengan nilai barang dan jasa yang

diproduksi persatuan sumber daya manusia, modal, dan alam.

Produktivitas tergantung dari nilai produk dan jasa, diukur dengan

harga yang dapat membuka pasar dan efisiensi dalam produksinya.

Daya saing yang benar diukur dengan produktivitas.

Produktivitas memberikan kemampuan sebuah negara untuk

mendukung upah tinggi, mata uang yang kuat, dan pengembalian

modal yang menarik dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi.

Produktivitas adalah tujuan, bukan hanya sekedar ekspor. Hanya

negara yang meningkatkan ekspor produk atau jasa dengan cara

produktif akan menaikan produktivitas nasional.

Dalam lingkup mikro, daya saing perusahaan dapat

didefinisikan sebagai suatu tingkat di mana perusahaan mampu,

dalam kondisi pasar kerja yang bebas dan adil, menghasilkan

barang dan jasa yang memenuhi pasar internasional, dan secara

bersamaan meningkatkan dan memelihara penghasilan riil dari

orang-orangnya dalam jangka panjang.

Perbedaan dalam pemilikan sumber daya, penguasaan

teknologi produksi, perkembangan ekonomi dan komitmen

pemerintah untuk membela kepentingan produsen di dalam

54 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 71: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

negeri sangat menentukan kemampuan suatu negara bersaing

dalam pasar global yang makin liberal.

Analisis Kebijakan

Setiap kebijakan perlu dianalisis dalam rangka pemecahan

masalah yang terjadi. Ilmu Administrasi memberikan bantuan

untuk melakukan analisis kebijakan tersebut mulai dari tahap

formulasi, implementasi sampai dengan evaluasi kebijakan. Salah

satu analisis yang dijelaskan oleh Dunn adalah :

Analisis kebijakan yang tujuannya bersifat penandaan

(designative), penilaian (evaluatif) dan anjuran (advocative) yang

dapat diharapkan menghasilkan informasi-informasi dan

argumen-argumen yang masuk akal. (Dunn, 1995 : 50).

Dari analisis yang mengacu pada disiplin ilmu administrasi,

kebijakan dapat dilukiskan sebagai sistem dalam kerangka input

dan output melalui transformasi dan merangkum feedback yang

merupakan proses, sehingga bermakna sebagai sesuatu yang

bersifat dinamis.

Kebijakan Publik selalu mengandung tiga komponen dasar,

yaitu: tujuan, sasaran dan cara mencapai sasaran dan tujuan

tersebut. Tiga komponen ini biasa disebut sebagai implementasi.

Implementasi kebijakan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dengan sarana tertentu

dan dalam urutan waktu tertentu (Hoogerwerf, 1983:157).

Implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dan pengendalian

arah tindakan kebijakan sampai dicapainya hasil kebijakan (Dunn,

1995:80). Jones (1994:26) mengemukakan bahwa implementasi

kebijakan merupakan serangkaian aktivitas atau kegiatan yang

ditujukan untuk memberikan dampak tertentu.

55bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Page 72: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

56 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Dengan demikian, implementasi kebijakan merujuk pada

pelaksanaan kebijakan publik secara efektif, sehingga implemen-

tasi kebijakan juga memuat aktivitas-aktivitas program yang akan

dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan

dirasakan hasilnya atau manfaatnya oleh kelompok sasaran yang

dituju melalui berbagai sarana.

Berdasarkan makna tersebut, implementasi kebijakan

mengandung unsur-unsur: (1) Proses, yaitu rangkaian kegiatan

yang dilakukan untuk mewujudkan sasaran yang ditetapkan; (2)

Tujuan, yaitu sesuatu yang hendak dicapai melalui aktivitas yang

dilaksanakan; dan (3) Hasil atau dampak, yaitu manfaat yang

dirasakan oleh kelompok sasaran.

Setiap kebijakan perlu dianalisis dalam rangka pemecahan

masalah yang terjadi. Ilmu administrasi memberikan bantuan

untuk melakukan analisis kebijakan tersebut mulai dari tahap

formulasi, implementasi sampai dengan evaluasi kebijakan. Salah

satu analisis yang dijelaskan oleh Dunn adalah: “Analisis kebijakan

yang tujuannya bersifat penandaan (designative), penilaian

(evaluatif) dan anjuran (advocative) yang dapat diharapkan

menghasilkan informasi-informasi dan argumen-argumen yang

masuk akal. (Dunn, 1995:50)”.

Pembentukan AFTA dapat dianggap sebagai kebijakan

yang dikeluarkan oleh sejumlah negara yang terhimpun dalam

asosiasi. ASEAN dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi

kepentingan di kawasan Asia Tenggara (Bennet, 1984 : 348). Untuk

keperluan mensikapi lingkungan tersebut ASEAN sebagai

organisasi regional mengeluarkan kebijakan yang dipandang

perlu bagi kepentingan bersama, yang dikategorikan sebagai

kebijakan regional (Anderson, 1984 : 24).

Page 73: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

57bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

Pembentukan ASEAN dapat dianggap sebagai kebijakan

yang dikeluarkan oleh sejumlah negara yang terhimpun dalam

asosiasi. ASEAN kemudian dapat diposiskan sebagai asosiasi

regional yang memiliki kesamaan dalam mempersepsikan

lingkungan di luar kawasan Asia Tenggara (Bennet, 1984:348).

Untuk keperluan mensikapi lingkungan tersebut ASEAN sebagai

organisasi regional mengeluarkan kebijakan yang di-pandang

perlu bagi kepentingan bersama, yang dikate-gorikan sebagai

kebijakan regional (Anderson, 1984:24). Meskipun Dasar

pembentukan organisasi regional ini bervariasi, namun ASEAN

merupakan kerja sama antar negara yang dalam struktur formal

yang didasari oleh kawasan (Bennet, 1984 : 349).

Pada tataran tingkat nasional, Indonesia sebagai salah satu

negara anggota ASEAN perlu tanggap terhadap perubahan di

lingkungan ASEAN khususnya proses pelaksanaan kesepakatan

AFTA. Dengan kata lain, secara administratif pemerintah Indonesia

perlu mengimplementasikan kebijakan publik yang berkenaan

dengan implementasi AFTA di Indonesia.

Susunan kebijakan publik di Indonesia meliputi pertama, di

Indonesia kebijakan publik tertinggi dibuat oleh Legislatif. Hal ini

sejalan dengan ajaran pokok dari Montesquieu yang berkembang

pada abad ke-17 yang pada intinya mengatakan bahwa: Formulasi

kebijakan dilakukan oleh Legislatif, Implementasi oleh eksekutif,

sedangkan Yudikatif bertugas menerapkan sanksi jika terjadi

pelanggaran oleh eksekutif. Pada perkembangannya yaitu pada

abad ke-19 ajaran Montesquieu ini kemudian ditindaklanjuti

dengan teori administrasi publik yang dikenal dengan paradigma

“When the politics end administration begun” .

Bentuk kebijakan yang ke dua: Kebijakan yang dibuat secara

bersama oleh Legislatif dan Eksekutif. Hal ini mencerminkan

Page 74: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

58 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

kompleksnya masalah yang harus dihadapi yang tidak mungkin

hanya dihadapi oleh legislatif saja. Contoh: Tkt.nasional: Undang-

Undang, Perpu; Prop/Kab/Kota: Perda.

Bentuk kebijakan yang ke tiga: Kebijakan yang dibuat oleh

eksekutif saja. Sebagai konsekwensi dari kompleksnya kehidupan

masyarakat maka eksekutif pun dapat membuat kebijakan

turunan dari kebijakan tingkat atasnya.

Kaitannya dengan implementasi AFTA, tersidik bahwa

pemerintahan tingkat pusat bertindak sebagai implementor pada

tataran nasional dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan

publik dengan pola top-down yakni ratifikasi Pemerintah RI

terhadap skema CEPT dalam kerangka AFTA yang tertuang dalam

Keppress Nomor 228/M Tahun 2001; Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional;

UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri; UU

Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;

Keputusan Menlu RI Nomor SK.03/A/OT/ X/2003/2001 tentang

Panduan Umum Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh Daerah;

Keputusan Menkeu RI No. 392/KMK.01/2003 tentang Penetapan

Bea Masuk Atas Impor Barang dalam Rangka Skema CEPT.

Pada tataran tingkat daerah Jawa Barat, Lembaga Peme-

rintah dan Non Pemerintah Tingkat Jawa Barat bertindak sebagai

implementor dengan dikeluarkannya kebijakan publik Keputusan

Gubernur Jawa Barat No. 21 Tahun 2004 tentang Pedoman

Kerjasama antara Daerah Dengan Pihak Luar Negeri.

Keseluruhan kebijakan publik termaktub di atas diimple-

mentasikan kepada target (sasaran) implementasi kebijakan yakni

Page 75: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

59bab 3 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO–

komunitas komoditas pertanian di Jawa Barat termasuk di dalam-

nya para petani di tingkat akar rumput.

Dalam keberhasilan implementasi kebijakan salah satunya

adalah pemilihan model yang tepat sesuai dengan level atau isi

dari kebijakan tersebut. Dari beberapa model implementasi

kebijakan yang dikemukakan, peneliti mengambil model Edward

III sebagai pisau analisis dalam implementasi kebijakan tentang

AFTA terhadap efektivitas pelayanan publik dengan alasan: model

Edward III lebih cocok untuk dijabarkan kepada organizational

level melalui institutional arrangement. Hal ini didasari oleh

pemikiran bahwa dalam setiap kebijakan perlu dibuat organisasi

birokrasi yang akan melaksanakan kebijakan tersebut.

Institusional arrangement tersebut berkait erat dengan

memperhatikan bagaimana keterpaduan antara komunikasi, sum-

ber daya sarana dan prasarana, kecenderungan-kecenderungan

implementer (disposisi), dan struktur birokrasi pada implementasi

AFTA bidang perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat,

Indonesia.

Implementasi suatu kebijakan pada kenyataannya merupa-

kan strategi komunikasi dalam menyelaraskan semua sumber daya

sarana dan prasarana yang dimiliki dengan keadaan lingkungan di

sekitarnya yang selalu berubah. Keserasian hubungan organisasi

dengan lingkungan merupakan suatu keharusan karena organisasi

akan tetap bertahan manakala bisa menyesuaikan dengan

lingkungannya sebaliknya organisasi akan mengalami kematian

manakala tidak bisa menyesuaikan dengan lingkungan.<

Page 76: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi
Page 77: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ropinsi Jawa Barat terletak di bagian Barat Pulau Jawa pada

5° 50'– 7° 50' lintang selatan dan 104° 48' – 108° Bujur

Timur, dengan batas-batas sebagai berikut:P1. Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah

2. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Jawa Barat

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

4. Sebalah Barat berbatasan dengan Propinsi Banten dan

Selat Sunda

Berdasarkan keadaan topografinya, Jawa Barat dibagi

menjadi 3 zona ketinggian yaitu:

1. Daerah bagian utara yang merupakan dataran rendah

dengan ketinggian antara 0 – 100 m diatas permukaan laut.

2. Daerah bagian Tengah dan Selatan dengan ketinggian

antara 100 – 500 m di atas permukaan laut;

3. Daerah pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m

di atas permukaan laut.

4. Curah hujan rata-rata pada umumnya di atas 2000

mm/tahun, bahkan di beberapa daerah pegunungan

berkisar antara 3.000 – 5.000 mm/tahun.

61bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

BAB 4

Mengukur KesiapanJawa Barat

Page 78: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Propinsi Jawa Barat merupakan bagian dari rangkaian

pegunungan yang membentang dari ujung Utara Pulau Sumatera

atau Bukit Barisan melalui Pulau Jawa, Bali. Nusa Tenggara sampai

ke ujung Utara pulau Sulawesi, yang berupa deratan gunung apai

yang masih aktif maupun tidak aktif serta membentuk suatu

rangkaian pegunungan. Secara umum Propinsi Jawa Barat terbagi

menjadi wilayah pegunungan di bagian Selatan, serta wilayah

dataran dan lereng yang landai di bagian Utara. Wilayah Selatan

pada umumnya terdiri atas pegunungan yang secara morfologi

dapat dibedakan atas pegunungan batuan tua dan kerucut-

kerucut gunung api muda serta morfologi pantai yang relatif

curam apabila dibandingkan wilayah utara yang landai serta

dataran pantainya yang luas.

Kondisi geografis Jawa Barat yang strategis merupakan

keuntungan bagi daerah Jawa Barat dalam bidang komunikasi dan

perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah dataran rendah,

sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai

dan dataran bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Jawa

Barat memiliki lahan yang subur yang berasal dari endapan

vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian

besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian, sehingga

Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional.

Agribisnis sebagai salah satu core business pembangunan

Jawa Barat, berkonotasi bahwa sektor ini adalah sebagai

penggerak dan titik bertemunya sektor ekonomi lainnya yaitu

industri manufaktur dan jasa-jasa. Adanya keterbatasan

infrastruktur agribisnis akibat ketimpangan perhatian terhadap

pertanian di masa lalu, kurangnya sinkronisasi dan koordinasi

antara instasi pengemban pembangunan, serta keterbatasan

sumber daya pembangunan yang dimiliki pemerintah maupun

masyarakat dunia usaha, menjadi dasar perlunya perhatian dalam

62 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 79: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

akselerasi penataan dan pengembangan agribisnis sebagai salah

satu sumberdaya ekonomi di Jawa Barat.

Permasalahan utama yang kini dirasakan dan memerlukan

pemecahan segera dalam pengembangan agribisnis di Jawa Barat

antara lain adalah :

1. Produk agribisnis Jawa Barat masih lemah dalam tingkat

pemenuhan kuantitas, kualitas, harga yang proporsional

dan kontinuitas supply sebagaimana yang diinginkan oleh

pasar

2. Belum adanya Sistem Penjaminan/Sertifikasi Mutu produk

agribisnis yang kredibel, independen, terakreditasi dan

diakui pasar dunia internasional.

3. Masih lemahnya sistem informasi yang menghubungkan

antara kebutuhan pasar dengan produksi yang ada di

produsen (petani), sehingga segmen pasar yang tersedia

tidak dapat dimasuki oleh produk yang ada, sementara

limpahan produksi banyak terjadi stagnasi di sentra-sentra

produsen akibat dari keterbatasan informasi pasar dan

mengandalkan pasar langganan yang sudah ada, namun

jumlahnya masih terbatas

4. Terbatasnya fasilitas transaksi antara produsen dengan

segmen pasar yang ada.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat

Salah satu alternatif untuk mengakses semua permasalah-

an yang ada di dalam kegiatan Agribisnis adalah dibentuknya

Dinas Industri dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat, yang

akan berkonsentrasi dalam fasilitas pengembangan agribisnis

pada off farm.

63bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 80: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Sebagai acuan pelaksanaan tugas operasionalnya Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat mempunyai Visi dan

Misi sebagai berikut :

Visi:

Sebagai akselerator dalam mewujudkan perindustrian dan

perdagangan agro termaju di Indonesia.

Misi:

1. Mengembangkan regulasi perindustrian dan perdagangan

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran

produk agro.

2. Mengembangkan fasilitas pasar untuk meningkatkan

penyerapan pasar dalam negeri dan luar negeri.

3. Mengembangkan sistem pembiayaan dan kemitraan usaha

untuk mewujudkan kewirausahaan yang handal.

4. Mengembangkan usaha industri dan perdagangan agro

untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk di

pasar domestik dan ekspor.

Adapun program dan kegiatan Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2006-

2007 antara lain:

1. Program Pengembangan Agribisnis

Tujuan:

Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dengan perluasan

kesempatan kerja dan peningkatan nilai tambah bidang

pertanian.

Sasaran:

Peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian sebesar

3,98% Perluasan kesempatan kerja dengan penyerapan tenaga

kerja di sektor pertanian sebesar 42.000 orang.

64 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 81: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Kegiatan:

a. Peningkatan Keterkaitan dan Penguatan Jaringan Usaha

Agribisnis

b. Kegiatan Peningkatan Keterkaitan dan Penguatan Jaringan

Usaha Agribisnis

c. Pertemuan koordinasi peningkatan keterkaitan dan

penguatan jaringan usaha agribisnis

d. Workshop sinergitas pengembangan agribisnis

2. Program Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan

Sumber-daya Agro Kelautan

Tujuan:

Meningkatnya kemampuan usaha dan pemanfaatan sumber-

daya agro kelautan yang berwawasan lingkungan serta sarana

dan prasarana kelautan yang optimal

Sasaran:

a. Meningkatnya kemampuan usaha dan pemanfaatan

sumberdaya kelautan yang berwawasan lingkungan serta

tersedianya sarana dan prasarana kelautan yang optimal

b. Tercapainya produksi perikanan budidaya air tawar dan

payau 298.661 ton

Kegiatan:

a. Peningkatan Usaha Industri Agro Hasil Perikanan

b. Kegiatan Peningkatan Usaha Industri Agro Hasil Perikanan

c. Identifikasi struktur industri pengolahan ikan laut di Jawa

Barat

d. Penguatan kapasitas dan kualitas industri pengolahan ikan

laut di Jawa Barat.

65bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 82: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

3. Program Pengembangan Industri Manufaktur Agro

Tujuan:

Terwujudnya industri yang maju dan tangguh serta berdaya

saing tinggi dan mampu memasuki pasar global yang

didukung oleh kandungan bahan baku lokal dan teknologi.

Sehingga produk-produk industri yang memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif.

Sasaran:

a. Meningkatnya laju pertumbuhan sektor industri sebesar

4,28% dengan laju partumbuhan dari sektor industri

makanan, minuman dan tembakau sebesar 9,00% .

b. Meningkatnya investasi industri komoditi agro sebesar 950

Milyar

c. Terbinanya pelaku usaha IKM agro sebanyak 3.000 unit

usaha dari 18.000 unit usaha yang direncanakan

d. Perluasan kesempatan kerja dengan penyerapan tenaga

kerja di sektor industri sebesar 92.000 ribu orang

e. Meningkatnya penggunaan bahan baku/komponen lokal

dalam setiap proses produksi.

Kegiatan:

a. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Agro

1) Penerapan standar mutu pada industri manufaktur agro

- Fasilitasi sertifikasi Hazard Analysis Critical Control

Point (HACCP)

- Fasilitasi penetapan/pengujian komposisi dan umur

simpan produk industri agro

- Fasilitasi penerapan sertifikasi halal

2) Fasilitasi sistem lacak internasional (Barcode) untuk

Industri Manufaktur Agro (IMA)

66 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 83: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

3) Pengembangan pusat konsultasi desain dan teknik

kemasan produk makanan olahan

4) Pengembangan Ragam Makanan Olahan Khas Jawa

Barat

5) Feasibility Study pengembangan usaha industri

pengolahan kelapa

6) Fasilitasi alat dan bahan kemasan produk industri kecil

menengah agro

b. Pengembangan Jaringan Kerja dan Manajemen Wirausaha

Industri Agro.

1) Penguatan struktur industri dalam model Babakan

Industri Agro

2) Bimbingan teknis pengembangan klaster Industri

Manufaktur Agro (IMA) di Bandung

3) Partisipasi dalam forum konsultasi pengembangan

klaster Industri Manufaktur Agro (IMA) Tingkat Nasional

4) Fasilitasi pengembangan pengolahan komoditi agro-

Pengembangan teknik diversifikasi produk olahan

berbahan baku ubi jalar.

- Penumbuhan dan pengembangan pengolahan Keju

- Fasilitasi alat dan mesin pengolahan Industri Manu-

faktur Agro dalam model Babakan Industri Manufaktur

Agro (IMA).

5) Fasilitasi jalan usaha industri Babakan Opak di Kab.

Sumedang

6) Fasilitasi peningkatan kualitas lingkungan usaha industri

makanan ringan di Kota Tasikmalaya

7) Fasilitasi perlengkapan rumah produksi di Kabupaten

Ciamis dan Sumedang

8) Workshop pengembangan industri dengan pendekatan

klaster di Bandung

67bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 84: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

9) Bimbingan Teknis pengolahan produk Industri Manu-

faktur Agro (IMA)

10) Lokakarya pengembangan klaster Industri Manufaktur

Agro (IMA) Babakan Industri Agro (Opak, Kerupuk).

4. Program Pengembangan Perdagangan Agro Dalam dan Luar Negeri.

Tujuan:

Meningkatkan kegiatan perdagangan dalam negeri dan luar

negeri melalui peningkatan daya saing komoditas ekspor,

pengembangan pemasaran ekspor tertib tata niaga, per-

lindungan konsumen dan produsen sehingga tercipta

kestabilan harga dan terjaminnya distribusi barang dan jasa.

Sasaran:

a. Meningkatnya laju pertumbuhan sektor perdagangan

sebesar 5,23%

b. Tercapainya nilai transaksi penjualan hasil lelang produk

agro minimal sebesar 23 Milyar

c. Meningkatnya nilai ekspor tahun 2007 menjadi US$ 3,2

milyar

d. Meningkatnya penggunaan produk dalam negeri

e. Tertatanya sistem distribusi barang

f. Perluasan kesempatan kerja dengan penyerapan tenaga

kerja di sektor perdagangan sebanyak 51.000 orang

g. Meningkatnya peluang pasar melalui event promosi

dagang.

Kegiatan:

a. Pengembangan Sistem Perdagangan Produk Agro Dalam

Negeri

1) Optimalisasi pengembangan pola lelang forward

komoditi agro

68 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 85: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

2) Monitoring harga kebutuhan pokok masyarakat di 3

pasar

3) Koordinasi antisipasi pemenuhan kebutuhan pokok

masyarakat

4) Promosi produk industri dan perdagangan agro dalam

negeri

- Fasilitasi Pasar Peduli Ramadhan

- Partisipasi Pameran Jawa Barat Expo

- Partisipasi Hari Pangan Sedunia (HPS)

- Partisipasi Pekan Raya Jakarta (PRJ)

- Partisipasi Agro and Food di Jakarta

5) Pengembangan dan optimalisasi perdagangan komo-

diti agro antar pulau.

- Konsolidasi perdagangan komoditi agro antar pulau

ke Provinsi Kalimantan Barat

- Konsolidasi perdagangan komoditi agro antar pulau

ke Provinsi Riau

6) Penyusunan Neraca Perdangan

7) Pengembangan perdagangan dan pasar perdesaan

produk agro

b. Kegiatan Pengembangan Sistem Perdagangan Produk

Agro Luar Negeri

1) Penyebarluasan informasi perdagangan luar negeri

2) Pembinaan dunia usaha melalui Bimbingan Ekspor dan

Impor produk agro.

3) Sosialisasi kebijakan perdagangan luar negeri (ekspor

impor) di Bandung.

4) Peningkatan mutu produk bunga potong, ubi jalar dan

ikan hias berorientasi ekspor.

5) Partisipasi promosi dagang nasional.

69bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 86: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

- Partisipasi Pameran Produk Ekspor (PPE) di Jakarta

- Partisipasi Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED) di

Yogyakarta

- Partisipasi Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED) di

Medan

6) Partisipasi promosi dagang di luar negeri

- Promosi Dagang Produk Makanan Olahan di Malaysia

- Partisipasi pada Indonesia Solo Exhibition di Beijing

China.

c. Kegiatan Peningkatan Tertib Niaga dan Perlindungan

Konsumen

1) Sosialisasi Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Fasilitasi Sertifikat

Penyuluhan (SP) di Kab. Kuningan

2) Sosialisasi Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Fasilitasi Sertifikat

Penyuluhan (SP) di Kab. Subang

3) Sosialisasi kualitas komoditi produk agro dan fasilitasi

Sertifikat Penyuluhan (SP) di Kota Cirebon

4) Sosialisasi kualitas komoditi produk agro dan fasilitasi

Sertifikat Penyuluhan (SP) di Kab. Indramayu

5) Sosialisasi pemberlakuan Standar Mutu SNI dan

pemantauan komoditas agro dalam dan luar negeri

6) Pengawasan kualitas/mutu produk agro dalam dan luar

negeri yang beredar

7) Analisa potensi produk agro yang beredar di pasar Jawa

Barat

8) Penyusunan dan penyebarluasan leaflet/brosur standari-

sasi dan sertifikasi hasil agro.

70 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 87: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

d. Kegiatan Pengembangan dan Pendukungan Usaha Industri

dan Perdagangan Komoditi Agro

1) Pengembangan sistem pembiayaan agribisnis konsolidasi

pemanfaatan pembiayaan dengan sumber pembiayaan.

- Pengembangan dan optimalisasi pembiayaan Daka-

balarea Agribisnis

- Pengembangan sistem Pola Resi Gudang

2) Pengembangan dan penguatan jaringan pelaku usaha

industri dan perdagangan komoditi agro Jawa Barat –

Forum kerja sama tentang implementasi Surat Keterangan

Berdokumen Dalam Negeri dan Sistem Penjaminan

- Tindak lanjut kerjasama perdagangan produk agro

dengan Negara Malaysia

- Tindak lanjut kerjasama perdagangan produk agro

dengan Negara Singapura

3) Pengembangan fasilitas komoditi agro Jawa Barat.

e. Kegiatan Pengembangan Sistem Informasi, Perencanaan

dan Pengendalian Perindustrian dan Perdagangan Agro

1) Koordinasi operasional program dan kegiatan Tahun

Anggaran.

2) Koordinasi evaluasi program dan kegi-atan Tahun

Anggaran.

3) Koordinasi penyusunan rencana partisipatif pengem-

bangan usaha industri dan perdagangan agro

4) Lokakarya desain pusat perdagangan komoditi agro di

Kawasan Purwasuka

5) Partisipasi dalam forum konsultasi program pengem-

bangan perindustrian dan perdagangan

6) Optimalisasi informasi sistem internet

7) Rekonsiliasi data dan informasi perindag agro dengan

Kab./Kota

71bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 88: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

8) Pengembangan koneksitas informasi di sentra-sentra

agro.

9) Penyebarluasan informasi perindag agro

10) Pengukuran kontribusi sub bidang perindustrian dan

perdagangan agro dalam Laju Pertumbuhan Ekonomi

(LPE) Jawa Barat

11) Lokakarya kontribusi sub bidang perindustrian dan

perdagangan agro dalam Laju Pertumbuhan Ekonomi

(LPE) Jawa Barat.

Pengembangan Agrobisnis dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD) Jawa Barat 2005-2025

Misi ketiga dari Misi Pembangunan Jawa Barat 2005-2025

menyebutkan “Mewujudkan perekonomian. yang tangguh ber-

basis pada agrobisnis; adalah mengembangkan dan memperkuat

perekonomian regional yang berdaya saing global dan

berorientasi pada keunggulan komparatif, kompetitif dan

kooperatif dengan berbasis pada potensi lokal terutama dalam

agribisnis. Pengembangan ekonomi regional didukung oleh

penyediaan infrastruktur yang memadai, tenaga kerja yang

berkualitas dan regulasi yang mendukung pencapaian iklim.

investasi yang kondusif”.

Terwujudnya perekonomian yang tangguh berbasis pada

agribisnis, ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Meningkatnya keterkaitan antara sektor primer, sektor

sekunder dan sektor tersier dalam suatu sistem yang

produktif, bernilai tambah dan berdaya saing serta

keterkaitan pembangunan ekonomi antar wilayah.

72 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 89: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

2. Tersedianya jaringan infrastruktur transportasi yang handal

dan terintegrasi, terpenuhinya pasokan energi yang andal

dan efisien, tersedianya infrastruktur komunikas yang

efisien dan modern serta tersedianya infrastruktur sumber

daya air yang berkualitas.

3. Meningkatnya PDRB, laju pertumbuhan ekonomi, penye-

rapan tenaga kerja, investasi di daerah, nilai ekspor produk

serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku

impor.

4. Tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat ]awa Barat.

5. Tersedianya penunjang perkembangan ekonomi dalam

bentuk regulasi yang efektif, pembiayaan yang ber-

kelanjutan, sumberdaya manusia yang berkualitas,

teknologi tinggi dan tepat guna, jaringan distribusi efektif

dan efisien serta sistem informasi yang handal.

Sari dari RPJPD Jawa Barat Tahun 2005-2025

1. Arah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi

harus berkelanjutan dan berkualitas, dalam arti meningkatkan

kemakmuran bagi seluruh masyarakat Jawa Barat yang

didukung oleh iklim usaha yang berdaya saing secara global.

Keberhasilan pencapaian visi pembangunan sangat ditentukan

oleh kemampuan daerah untuk memanfaatkan potensi wilayah

melalui pengembangan kegiatan utama (core business).

Pembangunan ekonomi daerah Jawa Barat tahun 2005-2025

diarahkan kepada peningkatan nilai tambah segenap

sumberdaya ekonomi melalui industri pengolahan dan jasa

dalam arti luas yang berbasis pada agribisnis serta revitalisasi

pertanian dalam arti luas.

73bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 90: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Agribisnis di Jawa Barat sudah ada dan tumbuh di masyarakat

serta masih memiliki potensi yang besar dan variatif untuk

didukung agro ekosistem yang cocok untuk pengembangan

komoditas pertanian sehingga komoditas pertanian memiliki

citra yang positif dan berdaya saing baik pada tingkat lokal,

regional dan internasional.

Pengembangan agribisnis di Provinsi Jawa Barat diarahkan

pada (1) pengembangan industri input yang memadai dari segi

jumlah, kualitas dan waktu sesuai dengan tuntutan pengem-

bangan agribisnis hiIir; (2) pengembangan teknologi budidaya

dan organisasi produksi yang dapat meningkatkan produktivi-

tas tanaman, ternak dan ikan dengan menggunakan lahan

minimal dan ramah lingkungan untuk menghasilkan produk

yang berkualiatas dan aman bagi konsumen; (3) peningkatan

nilai tambah melalui pengolahan hasil produk primer; (4)

pengembangan sistem pemasaran yang berorientasi pada

perubahan permintaan konsumen; (5) pengembangan

penunjang system agribisnis yang berfungsi mengatur dan

memandu sistem agribisnis, dan (6) pengembangan jejaring

bisnis terintegrasi yang menggambarkan harmoni antar

pelaku bisnis pada tingkat institusi pemerintah terkait,

produsen dan pelaku jasa agribisnis dalam lingkup wilayah dan

lingkup fungsional.

2. Dalam rangka meningkatkan daya saing, pengembangan

industri Jawa Barat diarahkan pada; Pertama, peningkatan nilai

tambah dan produktivitas melalui diversifikasi produk

(pengembangan ke hilir), pendalaman struktur (hulu-hilir),

penguatan hubungan antar industri, dan pendukungan

infrastruktur produksi yang antara lain tersedianya sarana dan.

prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana

dan prasarana teknologi), prasarana pengukuran standardi-

74 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 91: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

sasi, pengujian dan pengendalian kualitas; serta sarana dan

prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri.

Kedua, pembangunan industri yang berkelanjutan, dimana

produksi industri harus memperhatikan faktor lingkungan

sehingga dapat menghasilkan industri produksi bersih (green

product/ecological product). Ketiga, pengembangan Industri

Kecil dan Menengah (IKM) sehingga mampu berdaya saing

baik di pasar lokal maupun internasional.

3. Pengembangan perdagangan dalam negeri diarahkan pada

peningkatan sistem informasi pasar dan penguasaan akses

pasar lokal dan regional, meningkatkan sistem distribusi yang

efektif dan efisien dengan harapan akan terjaminnya keter-

sediaan kebutuhan pokok masyarakat. Adapun untuk pengem-

bangan perdagangan luar hegeri diarahkan pada penguatan

akses dan jaringan perdagangan ekspor, sehingga diharapkan

dapat memperkuat posisi produk Jawa Darat di mata

internasional. Upaya tersebut diharapkan dapat memberikan

dampak positif terhadap pembangunan perekonomian Jawa

Barat sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah

yang sebesar-besarnya terhadap kesejahteraan masyarakat.

4. Kini dalam memasuki RJPM tahap Kedua (2008-2013)

pengembangan agribisnis terfokus pada beberapa hal dimulai

dengan penataan agribisnis yang ada dan penyelesaian

permasalahan yang dihadapi di setiap sub sistem agribisnis.

Dari segi sistem agribisnis yang perlu dilakukan pada tahap ini

yaitu (1) penataan agribisnis yang ada, (2) perbaikan subsistem

agribisnis yang bermasalah, (3) revitalisasi agribisnis untuk

pembangunan ekonomi, (4) mengubah proporsi peran

agribisnis dalam struktur PDRB Propinsi Jawa Barat, dan (5)

realokasi sumberdaya, pendanaan, dan wilayah pertumbuhan

agribisnis.

75bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 92: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Dengan menempatkan agribisnis sebagai suatu sistem,

konsekuensinya akan mengubah proporsi peran agribisnis

dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Implikasi lebih

lanjutdari reposisi ini adalah realokasi sumberdaya ekonomi

yang lebih berat ke pengembangan agribisnis. Sedangkan

pada sektor peidagangan diharapkan dapat mengoptimalkan

pasar dalam negeri, penataan distribusi barang dan

meningkatkan orientasi ekpor.

5. Pada RPJM tahap Ketiga (2013-2018) akan terjadi tahap

pemantapan mutu. Ini merupakan tahap pengembangan

teknologi agribisnis hulu dengan agribisnis hilir, diperolehnya

komitmen terhadap pembangunan agribisnis di Provinsi Jawa

Barat. Pemantapan mutu merupakan komitmen Provinsi Jawa

Barat untuk merespons setiap tuntutan konsumen, terutama

terhadap mutu, kenyamanan, keamanan, kesehatan, kelestari-

an dan isu-isu lingkungan lainnya. Tuntutan tersebut

memerlukan rekayasa teknologi di semua subsistem agribisnis.

Pada tahap ini diperIukan: (1) Supply Chain Management yang

efektif dan efisien, (2) Budaya mutu dan merk, (3) Sertifikasi

dan standardisasi produk, (4) Respons terhadap upaya

mencapai kepuasan konsumen, dan (5) Kelembagaan

penunjang yang efisien. Pada faktor industri dan perdagangan

tahapan pembangunan ini diarahkan pada penciptaan

lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif, pengembangan

kemampuan inovasi, peningkatan kemampuan sumber daya

industri dan mengembangkan industri kecil yang tangguh.

Sedangkan pada sektor perdagangan di arahkan pada

perluasan kawasan perdagangan ekspor dan penataan

distribusi barang, pemberdayaan produk dalam negeri dan

pengembangan pasar dalam negeri.

76 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 93: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

6. Pada RPJM tahap Keempat (2018-2023) pengembangan

pertanian Provinsi Jawa Barat harus sudah menguasai jaringan

bisnis yang luas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya integrasi

vertikal dan integrasi horizontal dalam sistem agribisnis. Untuk

itu diperlukan: (1) Holding Company dan integrasi integrasi

vertikal tingkat lokal, regional, dan internasional, (2) kolaborasi

bisnis di tingkat Jawa Barat dan provinsi lain, dan (3) Relasi

bisnis di pasar internasional. Pada tahap ini agribisnis Provinsi

]awa Barat sudah berkembang menembus batas-batas wilayah

provinsi dan negara. Konsekuensinya adalah pada tahap ini

persaingan global akan semakin kuat. Selama tahapan

sebelumnya dapat dilalui dengan baik, pada tahap

pengembangan jaringan ini akan dapat dilalui dengan baik.

Dalam faktor industri dan perdagangan, tahapan pemantapan

diarahkan pada peningkatan daya saing industri yang

berorientasi ekspor, menciptakan kesempatan kerja dalam

jumlah besar dan mengoptimalkan pendayagunaan potensi

dalam negeri serta perluasan perdagangan luar negeri.

7. Pada tahap Kelima (2023-2025), pertanian Provinsi Jawa Barat

harus sudah memasuki tahap pemenangan persaingan baik

nasional maupun global. Untuk itu diperlukan: (1) Penguatan

keunggulan kompetitif, (2) Terpenuhinya konsumsi Provinsi

Jawa Barat dan domestik, (3) tingginya daya terima pasar

internasional, dan (4) nilai tambah ekspor yang tinggi. Kegiatan

agribisnis pada tahap ini dicirikan dengan komitmen yang

tinggi terhadap tujuan memenangkan keunggulan kompetitip

di pasar global, dengan ciri bisnis yang berorientasi pada

efisiensi, kualitas, keamanan, dan keberlanjutan.

77bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 94: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Sentra Produksi Komoditas Agro Jawa Barat

Sentra produksi komoditi agro tersebar di berbagai daerah

sesuai dengan karakter tanaman dan potensi agroekologinya.

Berdasarkan prinsip tata niaga, semakin dekat jarak antar sentra

produksi ke tempat pemasaran/konsumen, semakin efisien tata

niaga. Dilihat dari potensi produksi komoditas agro di Jawa Barat,

maka banyak sentra komoditi komoditi agro yang potensial.

Beberapa komoditi agro yang ada di Jawa Barat dan produksi

untuk setiap sentra produksi disajikan pada uraian berikut:

1. Padi

Sentra produksi padi dan produksinya di Jawa Barat tersebar

di beberapa daerah seperti Karawang (962.424 ton), Bekasi

(518.142 ton), Subang (891.572 ton), Indramayu (1.080.306

ton), Majalengka (511.564 ton), Cirebon (449.864 ton),

Cianjur (635.567 ton), Kabupaten Bandung (609.660 ton),

Garut (647.416) dan Sukabumi (728.050 ton).

2. Jagung

Sentra produksi jagung dan produksinya di Jawa Barat adalah

Garut (265490 ton), Bandung (59747 ton), Majalengka (38.896

ton), Sumedang (37179 ton), Tasikmalaya (35975 ton), Cianjur

(27.977 ton), Kuningan (21.476 ton), Sukabumi (20.740 ton),

Ciamis (16.050 ton) dan Purwakarta (12.217 ton).

3. Kacang Tanah

Sentra produksi kacang tanah dan produksinya di Jawa Barat,

yaitu Sukabumi (13.105 ton), Cianjur (12.633 ton), dan Garut

(27.887 ton).

4. Kacang Hijau

Sentra produksi kacang hijau dan produksinya di Jawa Barat,

yaitu Garut (1.769 ton), Ciamis (1.182 ton), Cirebon (2.463

78 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 95: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ton), Majalengka (1.673 ton), Sumedang (1.042 ton),

Indramayu (1.454 ton), dan Karawang (1.216 ton).

5. Ubi Kayu

Sentra produksi ubi kayu dan produksinya di Jawa Barat, yaitu

Purwakarta (104.203 ton), Sumedang (178.438 ton), Ciamis

(219.772 ton), Tasikmalaya (248.155 ton), Garut (479.068 ton),

Bandung (212.893 ton), Cianjur (127.636 ton), Sukabumi

(134.870 ton), dan Bogor (189.421 ton).

6. Ketimun

Sentra produksi ketimun dan produksinya di Jawa Barat, yaitu

Tasikmalaya (16.701 ton), Indramayu (8.770 ton), Bogor

(13.395 ton), Sukabumi (8.169 ton), Cianjur (23.995 ton),

Bandung (21.480 ton), Garut (41.247 ton), Karawang (14.493

ton), Bekasi (12.238 ton) dan lain-lain.

7. Terong

Sentra Produksi terong dan produksinya di Jawa Barat, yaitu

Bogor (4.717 ton), Sukabumi (3.493 ton), Cianjur (15.162 ton),

Bandung (3.248 ton), Garut (6.764 ton), Tasikmalaya (5.737

ton), dan lain-lain.

8. Kangkung

Sentra Produksi kangkung dan produksinya di Jawa Barat,

yaitu Kabupaten Bogor (6.625 ton), Cianjur (2.226 ton),

Bandung (2.810 ton), Garut (3.453 ton), Tasikmalaya (2.400

ton), Ciamis (2.294 ton), Purwakarta (1.159 ton), Karawang

(5.012 ton), Bekasi (9.185 ton), Kota Bogor (1.036 ton), Kota

Bekasi (1.826 ton), Kota Depok (1.785 ton), dan Kota Banjar

(1.214 ton).

9. Kacang Panjang

Sentra Produksi kacang panjang Jawa Barat dan Produksinya,

yaitu: Kabupaten Bogor (10.768 ton) Sukabumi (6.873 ton),

79bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 96: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Cianjur (20.487 ton), Bandung (13.465 ton), Garut (8.963 ton),

Tasikmalaya (8.300 ton), Purwakarta (8.735 ton), Karawang

(34.258 ton) dan lain-lain.

10. Tomat

Sentra Produksi Tomat Jawa Barat dan produksinya, yaitu

Bogor (4.700 ton), Sukabumi (9.283 ton), Cianjur (25.198 ton),

Bandung (111.645 ton), Garut (61.825 ton), Tasikmalaya

(6.703 ton), Majalengka (7.780 ton), Sumedang (4.742 ton).

11. Bayam

Sentra Produksi bayam Jawa Barat dan produksinya, yaitu

Bogor (6.172 ton), Cianjur (1.448 ton), Bandung (1.743 ton),

Garut (1.231 ton), Tasikmalaya (1.511 ton), Ciamis (1.089 ton),

Karawang (1.171 ton), Kabupaten Bekasi (7.516 ton), dan Kota

Bekasi (1.766 ton).

12. Cabai

Sentra Produksi cabai Jawa Barat dan produksinya, yaitu

Sukabumi (7.988 ton), Cianjur (27.212 ton), Bandung (28.761

ton), Garut (41.283 ton), Tasikmalaya (19.544 ton),

Majalengka (11.037 ton), Sukabumi (7.988 ton), Indramayu

(4.224 ton) dan lain-lain.

13. Sawi/petsai

Sentra Produksi Sawi Jawa Barat dan produksinya, yaitu Kota

Sukabumi (5.829 ton), Kabupaten Sukabumi (33.972 ton),

Cianjur (46.426 ton), Ban dung (78.374 ton), Garut (26.040

ton), Kuningan (6.429 ton), Majalengka (8.860 ton).

14. Buncis

Sentra Produksi Buncis Jawa Barat dan produksinya, yaitu

Bogor (4.417 ton), Sukabumi (6.092 ton), Cianjur (29.462 ton),

Bandung (27.058 ton), Garut (13.473 ton), Tasikmalaya (8.921

ton) dan Purwakarta (2.534 ton).

80 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 97: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

15. Cabe Rawit

Sentra Produksi Cabe Rawit Jawa Barat dan produksinya,

yaitu Bogor (1.336 ton), Sukabumi (2.886 ton), Cianjur (9.826

ton), Bandung (4.494 ton), Garut (17.749 ton), Tasikmalaya

(2.449 ton), Majalengka (5.797 ton), Sumedang (1.554 ton),

dan Purwakarta (1.366 ton).

16. Lobak

Sentra Produksi lobak dan produksinya di Jawa Barat, yaitu

Cianjur (3.836 ton), Bandung (13.585 ton).

17. Bawang Putih

Sentra Produksi bawang putih Jawa Barat dan Produksinya,

yaitu Bandung (1.110 ton) dan Garut (221 ton).

18. Bawang Merah

Sentra Produksi Bawang merah Jawa Barat dan produksinya,

yaitu Bandung (40.516 ton), Garut (7.670 ton), Kuningan

(4.946 ton), Cirebon (32.144 ton), Majalengka (33.250 ton),

dan Indramayu (1.431 ton).

Produktivitas Komoditi Agro

Secara umum produktivitas komoditi agro di Jawa Barat

masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya.

Kesenjangan antara produktivitas faktual dengan produktivitas

potensial terjadi karena beberapa alasan, seperti masih belum

optimalnya pemeliharaan yang dilakukan oleh petani, adanya

serangan hama dan penyakit, kondisi lingkungan yang kurang

sesuai dengan syarat tumbuh tanaman, baik kesesuaian tanah

maupun kesesuaian iklim, penanganan panen dan pasca panen

yang masih belum optimal, dan lain-lain.

81bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 98: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Produktivitas beberapa komoditi agro di Jawa Barat dapat

dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.1.

Produktivitas Beberapa Komoditi Agro Di Jawa Barat

Sumber: Badan Pusat Statistik 2007. Diolah dari data produksi dibagi luas panen.

JENIS KOMODITI

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Padi

Jagung

Ubi Kayu

Kedelai

Kacang Hijau

Kacang Tanah

Bawang Daun

Bawang Merah

Kentang

Kubis

Lobak

Petsai/sawi

Wortel

Buncis

Bayam

Ketimun

Cabai

Kacang panjang

Tomat

Terong

labu siam

Kangkung

Bawang putih

Kacang merah

Kembang kol

Cabai rawit

5.107

4.584

17.415

1.385

1.003

1.355

13.93

9,96

19,83

25,50

18,56

17,14

21,95

13,75

7,29

14,76

11,32

10,43

21,66

13,17

47,43

10,18

13,58

6,62

18,54

8,41

NO RATA-RATA PRODUKSI/HA (TON/HA) *)

82 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 99: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Karakteristik Fluktuasi Harga Produk/Komoditi Agro

Secara umum karakteristik harga produk agro fluktuatif

tergantung pada berbagai faktor dengan elastisitas bervariasi

sesuai dengan jenis komoditinya.

Faktor paling dominan yang menentukan fluktuasi harga

produk agro adalah kondisi permintaan dan penawaran.

Permintaan yang banyak secara langsung akan mengkatrol harga

produk ke posisi yang lebih tinggi, sebaliknya penawaran yang

banyak akan menurunkan harga ke posisi yang lebih rendah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga

produk agro antara lain:

a. Per pmintaan dan penawaran.

b. Kualitas produk.

c. Musim.

d. Jarak sentra produksi ke pasar.

e. Kebijakan Pemerintah, yaitu tidak adanya sistem

pengendalian harga.

f. Tidak adanya informasi tentang jenis komoditi, waktu

tanam, serta luas tanam dari sentra produksi.

g. Tidak adanya substitusi/produk pengganti

h. Karakteristik produk agro. Beberapa karakteristik dasar dari

komoditiertanian, diantaranya :

1) Mudah rusak, tingkat kerusakan yang tinggi maka secara

substansial akan meningkatkan biaya pemasaran.

2) Bersifat volumenya besar tetapi nilainya relatif kecil, hal

tersebut akan meningkatkan biaya penyimpanan dan

transportasi

3) Bersifat musiman, jika terjadi panen dalam jangka pendek

maka biaya penyimpanan dan penanganan produk akan

meningkat.

83bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 100: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

4) Adanya perbedaan antara produk akhir dan bahan

mentah, proses pengolahan dilakukan dalam upaya

meningkatkan nilai tambah produk akan meningkatkan

biaya pemasaran.

5) Pasar konsumen terpisah dari daerah produksi sehingga

perlu adanya tindakan pemasaran untuk mengirimkan

produk pertanian sampai ke konsumen akhir.

Perilaku harga di pasar merupakan indikator penting bagi

kinerja secara keseluruhan dari pasar. Salah satu fungsi utama

pasar yang efisien aalah memberikan fasilitas bagi arus informasi

harga. Informasi harga merupakan faktor esensial bagi efisiensi

fungsi pemasaran, jika pasar menyediakan. Informasi harga secara

menyeluruh dan lengkap, tepat waktu, dan akurat bagi para

pelaku pasar. Harga yang tebentuk berdasarkan informasi

tersebut mencerminkan kondisi penawaran dan permintaan

produk.

Fungsi utama jasa informasi pasar adalah untuk

mengumpulkan, memproses, menganalisis data secara sistematis,

secara terus menerus dan tepat waktu bagi seluruh para pelaku

pasar. Informasi pasar berguna bagi pelaku pasar dalam

mengambil keputusan transaksi jual beli komoditi pertanian.

Faktor-Faktor Penentu Daya Daing Jawa Barat

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dirjen ASEAN

Departemen Luar Negeri serta kalangan pengusaha agro baik di

tingkat nasional maupun Provinsi Jawa Barat dapat dimaknakan

bahwa dengan diterapkannya otonomi daerah pembahasan

mengenai daya saing wilayah, misalnya provinsi atau wilayah

administrasi lebih rendah, di Indonesia saat ini menjadi sangat

84 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 101: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

relevan. Persaingan tidak hanya dalam perdagangan eksternal

tetapi juga dalam menarik investasi dari luar, dan persaingan juga

tidak hanya antara suatu wilayah dengan wilayah di negara

(tetangga) tetapi juga antar wilayah di Indonesia. Misalnya

pertanyaan sekarang adalah apakah Jawa Barat mampu menarik

lebih banyak investor asing dibandingkan wilayah-wilayah lain di

Indonesia. Juga, apakah Jawa Barat mampu untuk lebih banyak

mengekspor ke daripada mengimpor dari wilayah lain di dalam

negeri atau luar negeri.

Daya saing Jawa Barat ditentukan terutama oleh daya saing

dari sektor-sektor atau unit-unit kegiatan usaha, misalnya sektor

industri dan sektor pertanian di Jawa Barat. Kemudian daya saing

provinsi Jawa Barat sangat tergantung pada kapasitas

masyarakatnya (terutama pengusaha) untuk berinovasi dan

melakukan pembaharuan terus menerus, dan untuk ini diperlukan

teknologi dan SDM. Oleh karena itu, berbeda dengan keunggulan

komparatif, keunggulan kompetitif sifatnya sangat dinamis:

teknologi berubah terus, demikian juga kualitas SDM

berkembang terus.

Lebih lanjut, dalam perdagangan eksternal (atau

internasional), kemampuan Jawa Barat untuk menembus pasar

eksternal (global) atau meningkatkan ekspornya ditentukan oleh

suatu kombinasi dari sejumlah faktor keunggulan relatif yang

dimiliki masing-masing perusahaan di Jawa Barat atas pesaing-

pesaingnya dari wilayah/negara lain. Dalam konteks ekonomi/

perdagangan internasional pengertian daripada keunggulan

relatif dapat didekati dengan keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif. Suatu wilayah memiliki keunggulan bisa

secara alami (natural advantages) atau yang dikembangkan

(acquired advantages).

85bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 102: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Keunggulan alami yang dimiliki Jawa Barat adalah jumlah

tenaga kerja, khususnya dari golongan berpendidikan rendah dan

bahan baku yang berlimpah. Kondisi ini membuat upah tenaga

kerja dan harga bahan baku di Indonesia relatif lebih murah.

Keunggulan alamiah ini sangat mendukung perkembangan

ekspor komoditas-komoditas primer Jawa Barat seperti minyak

dan pertanian dan sebagian besar ekspor manufaktur khususnya

yang padat karya dan berbasis sumber daya alam (seperti produk-

produk dari kulit, bambu, kayu dan rotan) hingga saat ini.

Sedangkan yang dimaksud dengan keunggulan yang dikembang-

kan adalah misalnya tenaga kerja yang walaupun jumlahnya

sedikit memiliki pendidikan atau keterampilan yang tinggi dan

penguasaan teknologi sehingga mampu membuat bahan baku

sintesis yang kualitasnya lebih baik daripada bahan baku asli, atau

berproduksi secara lebih efisien dibandingkan wilayah/negara lain

yang kaya sumber daya alam.

Inti daripada keunggulan kompetitif adalah bahwa

keunggulan suatu wilayah atau industri di dalam persaingan

global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang

dimilikinya, yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari

pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitif-

nya. Faktor-faktor keungggulan kompetitif yang harus dimiliki

oleh setiap perusahaan/pengusaha nasional, khususnya Jawa

Barat, untuk dapat unggul dalam persaingan di pasar inter-

nasional diantaranya yang paling penting yaitu:

1) Penguasaan teknologi dan know-how;

2) SDM (pekerja, manajer, insinyur, saintis) dengan kualitas

tinggi, dan memiliki etos kerja, kreativitas dan motivasi

yang tinggi, dan inovatif;

3) Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam

proses produksi;

86 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 103: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

4) Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan;

5) Promosi yang luas dan agresif;

6) Sistem manajemen dan struktur organisasi yang baik;

7) Pelayanan teknis maupun non-teknis yang baik (service

after sale);

8) Adanya skala ekonomis dalam proses produksi;

9) Modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup;

10) Memiliki jaringan bisnis di dalam dan terutama di luar

negeri yang baik;

11) Proses produksi yang dilakukan dengan sistem just in time;

12) Tingkat entrepreneurship yang tinggi, yakni seorang

pengusaha yang sangat inovatif, inventif, kreatif dan

memiliki visi yang luas mengenai produknya dan

lingkungan sekitar usahanya (ekonomi, sosial, politik, dll.),

dan bagaimana cara yang tepat (efisien dan efektif) dalam

menghadapi persaingan yang ketat di pasar global.

13) Pemerintahan yang solid dan bersih, serta sistem

pemerintahan transparan dan efisien.

Strategi Pengembangan Ekspor Komoditas Agro dalam Kerangka AFTA

Seperti dituturkan Kasie Perdagangan Luar Negeri

Disindagagro Jawa Barat, dalam upaya menciptakan sistem

penyediaan dan distribusi pangan di Jawa Barat yang direncana-

kan, perlu melibatkan beberapa komponen sebagai berikut:

1. Fungsi/peran pemerintah daerah, mulai dari tahap

penyiapan/perencanaan dan pengoperasian pasar

2. Peran sektor swasta dan publik, mulai dari tahap

penyiapan/ perencanaan dan pengoperasian pasar

87bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 104: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

3. Indikator kinerja, yang dapat digunakan sebagai tolok ukur

keberhasilan dalam melakukan monitoring dan evaluasi

khususnya dalam pengoperasian pasar

4. Prioritas pengembangan, disesuaikan dengan sumberdaya

yang dimiliki dalam upaya mengembangkan pengelolaan

dan pengoperasian yang maksimal menuju sasaran yang

diinginkan

5. Tahapan pengembangan.

Realitas Lapangan

Dari pengamatan di lapangan, kegiatan komunikasi dalam

kerangka perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat tidak

berjalan sesuai dengan entitas dassein. Pemerintah seharusnya

menunjuk implementor yang dinilai akan menjalankan seluruh

proses komunikasi. Di tingkat propinsi Jawa Barat implementor

tersebut hanya bertumpu pada satu instansi yakni Dinas Industri

dan Perdagangan Agro. Padahal proses komunikasi yang

dijalankan berkenaan dengan implementasi AFTA bidang

komoditas pertanian di Jawa Barat memerlukan suatu institusi

yang tingkat kewenangannya dapat bersifat lintas sektoral dan

implementor yang dimaksud diharapkan dapat mengawasi dan

mengendalikan transmisi seluruh pesan yang menjadi dasar dari

pemahaman perdagangan komoditas pertanian dalam kerangka

AFTA di Jawa Barat.

Dari pengamatan di lapangan, tidak berjalannya kegiatan

komunikasi sesuai yang diharapkan misalnya terkaji dalam tataran

Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat. Tugas

komunikasi yang menjadi tanggung jawab dari instansi dimaksud

hanya berkisar pada penyuluhan kepada komunikan dengan

mempergunakan media seminar-seminar dan lokakarya. Kegiatan

88 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 105: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

seperti ini hanya diikuti oleh para pelaku pasar yang berada di

tingkat organisasi profesi seperti Kamar Dagang dan Industri

(KADINDA) atau asosiasi yang bergerak di bidang pertanian,

seperti DPD Asosiasi Pengusaha Komoditas Pertanian Jawa Barat,

KUD dan kelompok-kelompok tani. Kegiatan yang menjadi

substansi dari faktor komunikasi ini tidak dapat dilaksanakan

karena persepsi terhadap komunikasi yang lebih dipahami

sebagai suatu proses untuk menyampaikan pesan dalam tatanan

stuktural saja. Dalam pemahaman para implementor, per-

dagangan komoditas pertanian di Jawa Barat hanya berkisar pada

para pelaku pasar saja. Informasi yang disampaikan sebagai pesan

tidak dirasakan oleh para petani secara langsung, bahkan

persyaratan perdagangan bebas yang kemudian menjadi tujuan

dari informasi yang disampaikan tidak dipahami secara jelas.

Para petani juga tidak merasa berkewajiban untuk

menyesuaikan dengan kebutuhan hasil produksi mereka dalam

kerangka perdagangan bebas yang menjadi tuntutan untuk

dilaksanakannya AFTA. Hal ini merupakan bukti dari pemahaman

yang dimiliki komunikator/implementor terhadap komunikasi

yang dimaknakan hanya sebagai sosialisasi. Lebih tegasnya,

implementor merasa berkewajiban untuk mensosialisasikan

kondisi kesiapan untuk perdagangan komoditas pertanian dalam

kerangka AFTA. Sosialisasi yang dimaksud tidak dengan

pemahaman yang mendalam tentang berbagai subtansi

mendasar dari sebuah persyaratan perdagangan bebas.

Pemahaman yang terbatas terhadap situasi dan kondisi

yang menjadi persyaratan bagi pelaksanaan perdagangan bebas

dalam kerangka AFTA tersebut, berdasarkan catatan wawancara,

tidak sepenuhnya menjadi kesalahan dari para implementor.

Setidaknya, keputusan pelaksanaan AFTA merupakan sebuah

89bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 106: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kesepakatan mengikat yang menjadi hasil dari berbagai

pertemuan di tingkat tinggi antar-negara anggota ASEAN.

Kesepakatan tersebut lebih banyak merupakan hasil dari

pertemuan tingkat kepala negara anggota ASEAN atau tingkat

menteri. Bahkan apabila dilihat dari kajian pustaka yang ada, mulai

dari pembentukan ASEAN (8 Agustus 1967), KTT ASEAN IV di

Singapura sampai dengan pertemuan yang sama tahun 1997

terlihat lebih banyak pertemuan dan kesepakatan AFTA dilakukan

oleh para eksekutif di tingkat menteri luar negeri. Menteri luar

negeri dari negara-negara ASEAN ini bertindak sebagai pengambil

keputusan meneruskan struktur sistem ASEAN Secretariat yang

ada dalam tataran supra nasional dari negara-negara anggota.

Kondisi seperti itu memungkinkan terjadinya ketidak-

jelasan perintah yang ada bagi pelaksanaan komunikasi. Paling

tidak, kebijakan yang merupakan hasil dari kesepakatan ASEAN

melalui menteri luar negeri tidak akan mudah untuk disampaikan

secara langsung kepada Departemen Perdagangan. Kebijakan

tersebut harus melalui proses panjang mulai dari ratifikasi Dewan

Perwakilan Rakyat sampai kepada keputusan presiden yang

dilanjutkan kepada Departemen Perdagangan (pada masa itu

Departemen Perdagangan dan Industri).

Kesulitan selanjutnya justru berada di tingkat pemerintah

daerah yang sudah menganut pola kerja otonomi daerah. Pember-

lakukan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No 22 Ta-

hun 1999 dan direvisi UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah, memperlihatkan adanya ketimpangan hubungan instansi

departemen terhadap struktur yang sama di pemerintah daerah.

Artinya, struktur Dinas Perdagangan yang ada di pemerintah dae-

rah tidak akan sama kedudukannya dengan ketika menjadi bagian

integral dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

90 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 107: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Demikian halnya Dinas Industri dan Perdagangan Provinsi Jawa

Barat bukan merupakan ”bawahan” dari Departemen Pedagangan

Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Pola kerja yang

ada pun hanya bersifat koordinatif tidak bersifat intruksif, sehingga

masih harus berdasarkan persetujuan (tembusan) dari Kepala

Daerah atau Gubernur.

Pola hubungan yang tidak langsung seperti ini mengakibat-

kan sulitnya komunikasi yang terjadi dari Departemen Per-

dagangan kepada Dinas Industri dan Perdagangan di pemerintah

daerah. Kesulitan yang sama juga dialami oleh implementor dari

posisi Dinas Industri dan Perdagangan Agro yang oleh pemerintah

Daerah Jawa Barat dikategorikan secara mandiri terpisah dari

Dinas Industri dan Perdagangan induk. Dengan kondisi tersebut

dapat dimengerti sulitnya menemukan faktor ketegasan dalam

informasi yang diberikan oleh implementor dari pejabat di Dinas

Industri dan Perdagangan Jawa Barat. Selain posisinya sebagai

Dinas yang baru berdasarkan Perda tentang SOTK Pemerintah

Daerah Jawa Barat, implementor perdagangan agro ini

berhadapan dengan persoalan klasik dari posisi Dinas Industri dan

Perdagangan Jawa Barat yang masih memposisikan diri sebagai

induk organisasi dari Dinas Industri dan Perdagangan Agro.

Pada praktiknya, informasi kebijakan yang turun dari

Departemen Perdagangan RI mengenai kerangka pelaksanaan

AFTA sudah berhadapan dengan struktur yang ada di Departemen

Luar Negeri. Setidaknya, ejawantah dari kebijakan perdagangan

bebas sebagai kesepakatan ASEAN dari Departemen Luar Negeri

masih menjadi bagian dari proses kerja yang dihasilkan dari

Direktorat Jenderal ASEAN. Berdasarkan wawancara dengan

pejabat di lingkungan Direktorat ASEAN dinyatakan bahwa

kesulitan struktural merupakan kendala yang sering dihadapi

91bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 108: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dalam pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas ASEAN

(AFTA).

Kendati keputusan yang diambil atas nama menteri luar

negeri dan disampaikan kepada depar-temen terkait dalam

pelaksanaan AFTA, kerapkali keputusan tersebut dipandang

”sebelah mata” oleh instansi dimaksud. Hal ini sebagai akibat dari

arogansi sektoral yang berkembang dari budaya organisasi di

negeri ini. Seorang menteri pemimpin departemen tertentu tidak

akan merasa berkewajiban untuk melaksanakan kebijakan yang

datang dari struktur direktorat jenderal, apalagi dari departemen

lain. Bahkan keputusan sejenis yang datang dari menteri di

lingkungan yang berbeda pun sulit untuk dilaksanakan oleh

menteri di departemen lain.

Keadaan ini, menurut Dirjen ASEAN akan membuat

kebijakan tentang AFTA menjadi bias dan sulit dipahami sampai

pada tingkat ”akar rumput”. Masyarakat awam (man in the street)

tidak akan bisa memahami secara utuh sesungguhnya makna dari

sebuah kebijakan perdagangan bebas yang menjadi kesepakatan

ASEAN itu. Apalagi kenyataan akan adanya perdagangan bebas

dunia justru diartikan sebagai praktek liberalisasi yang negatif

sehingga terkadang maknanya sama dengan kolonialisme. Selain

substansi dari kebijakan yang terkadang bias (perintah yang tidak

jelas), tidak jarang kebijakan tersebut berjalan lambat karena

keterlambatan dari sampainya informasi tentang kebijakan itu

kepada masyarakat pelaku ekonomi dan petani yang ber-

kepentingan dengan kebijakan AFTA.

Peneliti berpendapat bahwa kondisi di atas menyiratkan

adanya bias komunikasi antara para implementor kebijakan

tingkat nasional, tingkat propinsi, para pelaku bisnis sampai

dengan tataran akar rumput. Secara teoritik isi pesan yang

92 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 109: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

disampaikan tidak diterima dengan baik oleh komunikan. Itu

berarti proses effect dari transformasi informasi yakni kesan yang

didapat oleh komunikan setelah dia mendapatkan pesan pun

tidak berlangsung semestinya.

Dalam konteks implementasi AFTA di tataran akar rumput

terlihat bahwa para petani tidak memberikan feed-back positif

yang mendukung implementasi AFTA. Hal itu dikarenakan

komunitas petani agro di Jawa Barat tidak memperoleh infomasi

berkenaan dengan manfaat apa yang secara langsung dapat

mereka dapatkan dengan adanya ikut sertanya komunitas petani

agro Jawa Barat dalam kerangka perdagangan bebas di kawasan

Asia Tenggara.

Secara demikian tidak mengherankan apabila di masa

depan implementasi AFTA di tataran akar rumput tampaknya tidak

akan mendapatkan dukungan penuh dari komunitas agro Jawa

Barat apabila sosialisasi untung ruginya impelentasi AFTA tidak

disampaikan sebagaimana mestinya.

Lebih lanjut, seperti yang disampaikan pada kajian teoritis

pada Bab II, interpretasi peneliti ini dapat dijelaskan secara lebih

mendalam seperti di bawah ini.

Faktor Transmisi dari Komunikasi

Sejak tahun 2002 kesepakatan AFTA ini sudah dilaksanakan.

Perintah kebijakan telah dikeluarkan akan tetapi komunikasi dari

kebijakan ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Berbagai hal

yang menjadi entitas transmisi dari komunikasi kebijakan ini

adalah (1) pertentangan pendapat; (2) distorsi/penyimpangan

karena informasi; dan (3) persepsi pribadi pelaksana. Tiga hal

tersebut akan dibahas secara akumulatif dan bersama-sama

dalam subjudul ini.

93bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 110: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

1. Pertentangan Pendapat

Apabila ditinjau dari hasil observasi dan wawancara dengan

berbagai informan di Dinas Industri dan Perdagangan Agro,

terlihat adanya pertentangan pendapat yang cukup tajam

antarpara pelaksana kebijakan kesepakatan AFTA. Masing-masing

informan memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang aplikasi

kesepakatan AFTA. Sebagian di tataran Sub-Dinas menilai bahwa

kebijakan AFTA ini tidak realistik sehingga akan sulit dilaksanakan

di lapangan. Kekhawatiran mereka ini diawali oleh tuduhan bahwa

perdagangan bebas akan memaksa masuknya para pelaku

ekonomi asing yang sudah pasti memiliki tingkat kemampuan

kompetisi yang tinggi. Kemampuan kompetisi yang tinggi

tersebut akan mengalahkan seluruh komponen pelaku ekonomi

khususnya pedagang komoditas agro di Jawa Barat.

Sebagian yang lain menilai bahwa kebijakan AFTA ini

merupakan kebijakan yang sempurna dan harus segera dilaksana-

kan untuk mewujudkan kemajuan bagi para petani di Jawa Barat.

Asumsi dari pendapat ini adalah bahwa perdagangan bebas tidak

mungkin dapat dibendung, sehingga yang mungkin adalah

memanfaatkan arus perdagangan bebas untuk kemakmuran

petani di Jawa Barat. Apabila pola adaptasi yang cepat dilaksana-

kan kepada seluruh jajaran petani dan pelaku ekonomi (pedagang

komoditas agro) di Jawa Barat maka ke depan perdagangan bebas

akan menguntungkan bagi seluruh komponen komunitas agro di

Jawa Barat.

Pandangan lain lagi juga muncul, bahwa perdagangan

bebas hanya akan menjadi isu regim internasional yang tidak

membawa perubahan signifikan bagi perdagangan agro di Jawa

Barat. Pandangan ini menilai bahwa perkembangan dunia tentang

perdagangan bebas tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan.

Perdagangan bebas hanya akan menjadi isu politik dari negara-

94 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 111: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

negara kaya untuk bisa menyerap sumber daya alam yang ada di

negara-negara berkembang. Akan tetapi perdagangan bebas

tersebut tidak akan berjalan lama, sehingga pada saatnya akan

pupus seperti isu-isu globalisasi yang lainnya.

Perbedaan pandangan ini menimbulkan cara-cara yang

berbeda dalam implementasi kebijakan kesepakatan AFTA di Jawa

Barat khususnya dalam bidang perdagangan komoditas agro.

Dengan perbedaan ini ketegasan untuk menentukan teknis

pelaksanaan kebijakan juga tidak terlihat. Sebagian pihak

menginginkan agar komunikasi dilaksanakan dengan mengguna-

kan penyuluhan yang mendalam dan pelatihan-pelatihan agar

pemahaman mendalam juga diperoleh dari komunikan. Akan

tetapi kemudian muncul pertentangan dari pihak yang berbeda

bahwa pelatihan dan penyuluhan akan memakan biaya mahal dan

tujuan tidak terlalu efektif. Akhirnya komunikasi hanya disepakati

dengan penyampaian pesan melalui seminar dan lokakarya yang

bertujuan untuk mengefisienkan penggunaan anggaran dan

kewajiban dasarnya sudah dilaksanakan.

2. Penyimpangan (distorsi)

Faktor kedua yang muncul adalah penyimpangan (distorsi)

karena adanya informasi melalui lapisan birokrasi yang panjang.

Yang mengemuka dalam faktor ini adalah lapisan birokrasi yang

terjadi di Dinas Industri dan Perdagangan Agro di Jawa Barat tidak

memiliki komunikasi yang cukup baik dan intensif dengan pusat

pemerintahan di Gedung Sate. Kondisi ini diakibatkan oleh posisi

Dinas Industri dan Perdagangan Agro yang merupakan struktur

baru dari ”pecahan” dari Dinas Industri dan Perdagangan Jawa

Barat. Keputusan pemisahan Dinas ini pun lebih didasarkan pada

kebijakan dari keinginan Kepala Daerah untuk meningkatkan

perdagangan dan industri agro di Jawa Barat.

95bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 112: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Dinas ini lebih banyak

overlaping dengan Dinas Industri dan Perdagangan induk

sehingga nuansa kerjanya tidak bisa maksimal untuk menyampai-

kan informasi. Berbagai institusi di masyarakat masih lebih

meletakkan kepercayaan kepada Dinas Industri dan Perdagangan

induk. Kadin dan asosiasi komoditas pertanian yang ada di Jawa

Barat lebih banyak mempercayakan komunikasi institusi mereka

kepada Dinas Industri dan Perdagangan induk. Hal seperti ini yang

mengakibatkan komunikasi dari implementor berjalan dalam

distorsi lapisan birokrasi.

3. Persepsi Pribadi Pelaksana

Faktor terakhir yang menjadi entitas komunikasi adalah

persepsi pribadi pelaksana yang selektif dan penolakan atas

persyaratan-persyaratan. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi

sumber daya manusia yang memiliki latar belakang berbeda-beda

di lingkungan Dinas industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat.

Dari kajian faktor ini dapat disebutkan bahwa peran dan posisi

Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat ini tidak diminati

oleh personil birokrasi di pemerintah daerah. Personil staf di

lingkungan pemerintah daerah memiliki persepsi yang sama

dalam pengakuan bahwa Dinas Industri dan Perdagangan Agro ini

merupakan wadah bagi personil yang sudah tidak terpakai di

lingkungan pemerintah daerah. Posisinya tidak berbeda jauh

dengan lembaga-lembaga tertentu yang dipandang sama yang

ada di lingkungan pemerintah daerah, seperti Badan Litbangda

(Penelitian dan Pengembangan Daerah).

Bahkan Dinas Industri dan Perdagangan Induk pun

memiliki nilai yang sama sebagai ”Dinas Buangan”, apalagi Dinas

Industri dan Perdagangan Agro. Semua gambaran ini memberi-

kan persepsi pribadi dari pelaksana yang selektif. Tidak setiap

96 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 113: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

personil yang berkedudukan atau ditempatkan di Dinas Industri

dan Perdagangan Agro merasa nyaman untuk berada dalam

posisi tersebut. Bahkan posisi puncak dari jajaran eselon tertinggi

di Dinas bersangkutan juga masih melakukan manuver untuk bisa

sesegera mungkin mendapat mutasi dari posisinya saat ini.

Wajar kiranya apabila berbagai persyaratan yang ada dalam

pelaksanaan kesepakatan AFTA dianggap sebagai sesuatu yang

mengganggu oleh personil yang ada di dalam Dinas Industri dan

Perdagangan. Penolakan tersebut kemudian ditularkan dengan

memberikan penetrasi kepada institusi yang bergerak di bidang

agro pula. Karena dinilai secara pribadi sebagai nilai-nilai yang

persyaratannya bertentangan dengan persepsi pribadi tersebut

maka informasi yang disampaikan tidak sepenuhnya, sehingga

tidak jarang komunikasi terjadi tidak sesuai dengan harapan dalam

komunikasi kebijakan. Persepsi yang selektif terhadap pesan yang

disampaikan mengakibatkan pesan tidak seluruhnya disampaikan

dan akibatnya kebijakan kesepakatan AFTA tidak dimengerti.

Faktor Kejelasan (Clarity)

Faktor ini mensyaratkan agar komunikasi berjalan dengan

baik maka diperlukan kejelasan dari petunjuk-petunjuk yang ada

dalam kebijakan kesepakatan AFTA. Kejelasan dalam petunjuk-

petunjuk itu menghadapi kendala sebagai akibat pula dari simpang

siur dan biasnya pesan yang ada dari kebijakan pemerintah pusat

sebagai kesepakatan AFTA sampai kepada kebijakan di bidang

perdagangan komoditas pertanian agro di Jawa Barat.

Sebagai kebijakan yang dihasilkan dari keseluruhan bentuk

kerjasama ASEAN dan menanggapi adanya perdagangan bebas

dunia, maka kebijakan kesepakatan AFTA itupun bermakna dalam

97bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 114: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kompleksitas yang cukup tinggi. Kompleksitas kebijakan itu

merupakan faktor yang sulit untuk dipahami dalam pelaksanaan-

nya mengingat di tingkat akar rumput maupun di tingkat

implementor di daerah akan berhadapan dengan kesulitan dalam

memahami makna yang terkandung secara menyeluruh dalam

kebijakan perdagangan bebas tersebut. Entitas dari perdagangan

bebas ASEAN yang mengandung barang-barang/jasa bersifat fast

track, normal track dan lain-lain bukan merupakan hal yang

mudah untuk dipahami kategorisasinya oleh masyarakat pelaku

ekonomi dan petani agro secara umum.

Selain itu, terdapat banyak keanekaragaman yang terjadi

dalam struktur masyarakat di Jawa Barat. Keanekaragaman

tersebut memunculkan berbagai kelompok kepentingan baik di

bidang sosial, ekonomi dan politik, misalnya para pemilik modal,

termasuk para tengkulak yang kerap menerapkan sistem ijon

kepada para petani agro, masuknya parpol yang berupaya

menjadikan para petani agro sebagai bagian dari konstituennya

dengan cara mengelompokkan mereka dalam organisasi-

organisasi bawahan parpol tersebut, oligarki dalam sistem

pemasaran yang dikuasai oleh kelompok etnis tertentu.

Berbagai kelompok yang ada juga memiliki kekuatan sosial

yang tidak mudah untuk ditembus atau bahkan memiliki kekuatan

penekan tertentu bagi kebijakan yang akan diambil oleh

pemerintah daerah. Oleh karena itu, tidak jarang pemerintah

daerah (dalam hal ini Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa

Barat) berhadapan dengan kepentingan kelompok ekonomi

tersebut dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi. Implementasi

kebijakan kesepakatan AFTA juga berbenturan dengan berbagai

kepentingan dari kelompok-kelompok ekonomi dimaksud. Petani

Gula, misalnya, memiliki kepentingan yang sudah diformulasikan

ke dalam kebijakan para petani gula dalam organisasi petani Tebu.

98 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 115: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Demikian juga kelompok kepentingan lainnya yang ada di Jawa

Barat dalam kaitannya dengan perdagangan komoditas agro.

Tegasnya, Dinas Industri dan Perdagangan Agro juga

merasa tidak dapat melaksanakan kebijakan kesepakatan AFTA

terhadap substansi tertentu apabila ber-hadapan dengan

kelompok masyarakat dimaksud. Bahkan keinginan untuk tidak

mengganggu kelompok masyarakat tertentu tersebut merupakan

faktor yang mengakibatkan komunikasi tidak berjalan sebagai-

mana mestinya.

Kondisi tidak berjalannya komunikasi tersebut ditambah

lagi dengan kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan

kebijakan yang tidak dipahami oleh setiap personil yang ada

dalam Dinas Industri dan Perdagangan Agro. Para staf yang ada

sebagai SDM dalam Dinas dimaksud tidak memiliki konsensus

yang kuat terhadap tujuan-tujuan dari kebijakan kesepakatan

AFTA untuk mewujudkan perdagangan bebas dan mendorong

komo-ditas agro di Jawa Barat. Bahkan banyak masalah-masalah

baru yang muncul bersamaan dengan munculnya kebijakan baru

yang tidak dapat diselesaikan di tingkat dinas.

Apabila sebuah faktor kebijakan yang ada berkaitan

dengan dinas lain di lingkungan pemerintah Jawa Barat, maka

faktor kebijakan tersebut cenderung tidak berjalan dikarenakan

tidak mendapat respon yang baik dari dinas terkait bersangkutan.

Sebagai contoh apabila informasi dari Dinas Industri dan

Perdagangan Agro mengharuskan agar produk tertentu harus

memenuhi standar perdagangan bebas yang menjadi patokan

dari komoditas pertanian agro di pasar bebas, maka Dinas

Pertanian tidak merasa berkewajiban untuk menyesuaikan dalam

substansi penyuluhan atau pengarahan kepada petani di

lapangan. Hal demikian sering terjadi sehingga arogansi lintas

99bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 116: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

sektoral ini membutuhkan penanganan yang memadai dan

berkesinambungan. Meskipun terlalu dini apabila disebutkan

bahwa dibutuhkan sebuah struktur yang memadai dalam

menangani hal demikian, lintas sektoral di antara Dinas ini baru

dapat dikoordinasikan dengan lembaga Asisten Daerah atau

setingkat Biro pelaksana koordinasi.

Dari keseluruhan paparan pada kegiatan komunikasi

termaktub di atas, peneliti dapat menginterpretasikan bahwa dari

sudut pandang faktor transmisi dan faktor kejelasan (Clarity) dari

komunikasi sebagaimana yang tertuang dalam kajian teoritis

pada Bab II dari Edward III, kegiatan komunikasi implementasi

AFTA perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat belum

berlangsung sebagaimana yang diharapkan sehingga belum

mampu mendorong tercapainya daya saing Jawa Barat di dalam

menghadapi perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara.

Keadaan Sumber Daya (Resources)

Seperti yang disampaikan kajian teoritis pada Bab II,

tampaknya, faktor sumber daya ini merupakan faktor penting yang

sangat menentukan dalam keberhasilan sebuah implementasi

kebijakan. Implementor sebagai sumber daya utama juga mem-

butuhkan sumber daya lainnya yang dianggap penting dalam

melaksanakan kebijakan. Di samping sumber daya manusia

sebagai staf dengan kriteria jumlah dan kualitas (kuantitas dan

keahlian/skill), sumber daya yang dibutuhkan implementor adalah

informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas.

Berikut ini akan dianalisis sesuai rambu-rambu kajian

teoritis pada Bab II mengenai sumber daya yang ada dalam

implementasi kebijakan perdagangan komoditas pertanian dalam

kerangka AFTA di Jawa Barat.

100 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 117: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Staf yang Melaksanakan

Faktor pertama dan utama dalam pelaksanaan sebuah

kebijakan adalah sumber daya manusia dalam pengertian staf

yang melaksanakan membantu implementor. Sejumlah staf yang

ada di jajaran Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

tergolong staf yang berada dalam taraf ”terbuang”. Jajaran staf di

bawah eselon II lebih bermakna sebagai posisi dilempar dari

dinas/instansi lain yang tak dibutuhkan. Tidak jarang SDM yang

ada merupakan personil yang ”dihukum” sebagai akibat kesalahan

tertentu dalam melaksanakan tugas, misalnya saja melanggar

disiplin bekerja, berseberangan dengan kebijakan atasan di

instansi sebelumnya.

Lebih jauh, posisi alamat kantor yang bertempat di lokasi

yang cukup jauh dari pusat pemerintahan induk memberikan

kesan jarangnya lokasi tersebut dikunjungi atau mendapat

kunjungan dari kepala daerah. Dan memang benar adanya.

Dengan demikian, sangat memungkinkan apabila staf yang ada di

jajaran eselon III ke bawah akan memiliki tingkat keaktifan yang

rendah dibandingkan dengan dinas lain yang lebih terkontrol dari

pusat pemerintahan. Mekanisme kerja staf juga diwarnai oleh

suasana tidak aktif yang biasa terjadi di instansi yang jarang sekali

melaksanakan kegiatan inti. Posisi Dinas Industri dan Per-

dagangan Agro Jawa Barat yang sangat jarang memiliki inisiatif

untuk melaksanakan kegiatan secara mandiri juga menjadi

penyebab kenapa instansi ini kurang diminati.

Kondisi ini seiring dengan struktur sumber daya manusia

yang ada di lingkungan dinas tersebut menjadi sangat rendah

kualitasnya. Meskipun secara kuantitas dinas ini memiliki struktur

yang sama dengan dinas lain di lingkungan pemerintah daerah

Jawa Barat, akan tetapi jumlah personil staf yang ada tidak

101bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 118: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

memadai dalam melaksanakan tugas seiring dengan semangat

untuk mengimplementasikan kebijakan kesepakatan AFTA di

bidang komoditas agro. Meskipun secara menyeluruh pendidikan

staf berdasarkan penjenjangan yang berlaku umum di lingkungan

pemerintah daerah, akan tetapi staf dimaksud sangat jarang

mengalami proses mutasi apabila sudah masuk di lingkungan

Dinas Industri dan Perdagangan Agro, termasuk Dinas Industri

dan Perdagangan induk. Bahkan diklat penjenjangan yang pernah

diikuti tidak berdasarkan bidang kerja yang digeluti. Staf

perdagangan luar negeri misalnya, sangat jarang mengalami

diklat tentang proses perdagangan luar negeri. Bahkan untuk

memahami proses perdagangan bebas hanya mendapat

informasi dari pelaku pasar atau informasi media massa yang

beredar dan menjadi langganan dari Dinas tersebut.

Secara menyeluruh keahlian dari staf yang ada sebagai

sumber daya manusia di lingkungan Dinas yang menangani

perdagangan komoditas pertanian agro ini sangat minim

sehingga sangat sulit untuk melaksanakan secara maksimal.

Keahlian kesarjanaan yang ada juga tidak memadai, meskipun

20% dari staf bergelar Strata 2 (termasuk Kepala Dinas), namun

keahlian yang ditempuh melalui jalur formal tersebut tidak

bersesuaian langsung dengan keahlian yang dibutuhkan. Dari

sejumlah S-2 dimaksud 85% merupakan strata 2 dengan keahlian

bidang pertanian, atau spesialisasi perika nan.

Tentu saja kondisi sumber daya manusia dengan struktur

demikian ini lebih mengarah pada semakin sulitnya pelaksanaan

kebijakan perdagangan bebas dengan mengandalkan komoditas

agro. Selain itu, sangat tidak mudah untuk menemui staf Dinas

yang ada di tempat pada jam-jam kerja. Kesibukan yang tidak

terjadwal dengan pasti semakin mempersulit intensitas

102 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 119: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pelaksanaan kebijakan apapun di lingkungan Dinas Industri dan

Perdagangan Agro Jawa Barat. Kenyataan yang sangat kerap

terjadi apabila Kepala Dinas tidak berada di tempat (atau

melakukan tugas di luar kantor) dalam waktu yang cukup lama.

Hal ini pun akan secara otomatis memberikan peluang kepada staf

di bawahnya untuk tidak masuk kantor dengan berbagai alasan

selama kegiatan Kepala Dinas tersebut tidak berada di kantor.

Sebuah kebijakan atau surat disposisi yang tersalurkan ke staf pun

akan mengalami penundaan sebagai akibat dari tidak adanya staf

di kantor.

Kesulitan dalam menyelesaikan segala surat-menyurat

yang berkaitan dengan kewenangan Dinas Industri dan

Perdagangan Agro ditemukan dalam kerangka sulitnya staf

berada di tempat. Berbagai wawancara dengan asosiasi petani

dan stake holder di bidang komoditas agro (pengurus Kadinda)

yang berkepentingan dengan dinas ini ditemukan adanya

kesulitan dalam penyelesaian persoalan perdagangan agro

sebagai konsekuensi dari jarangnya staf ada di kantor. Semua hal

di atas memperlihatkan sumber daya manusia yang terhitung

minim dari Dinas yang melaksanakan impelementasi kebijakan

kesepakatan AFTA selaku implementor.

Informasi

Sumber daya kedua yang cukup penting dalam pelaksana-

an kebijakan adalah informasi. Pengertian informasi dimaksud

sebagai sumber daya adalah petunjuk pelaksanaan kebijakan dan

data ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan

pemerintah yang dikeluarkan dalam kerangka AFTA sebagai kajian

ini. Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan diperoleh data

bahwa kebijakan tentang AFTA sampai ke tingkat pemerintah

103bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 120: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

daerah Jawa Barat didukung oleh Keputusan Gubernur No. 21

Tahun 2004. Akan tetapi kebijakan tersebut tidak didukung secara

teknis dengan petunjuk pelaksanaannya di lapangan, sehingga

masing-masing Dinas memberikan penafsiran tersendiri. Sebagai

contoh Dinas Industri dan Perdagangan Induk Jawa Barat yang

menterjemahkan bahwa kawasan perdagangan bebas diimple-

mentasi dengan membentuk zona ekonomi di lima kawasan di

Jawa Barat.

Tentu saja pembentukan zona ekonomi khusus yang

disebut sebagai langkah menuju zona perdagangan bebas inter-

nasional ini dianggap sebagai langkah tepat untuk mengimple-

mentasikan kebijakan perdagangan bebas. Kawasan perdagangan

yang sudah dilaksanakan di Kawasan Industri Cikarang-Bekasi ini

lebih merupakan langkah untuk memberikan stimulasi gerakan

kepada industri yang ada di kawasan dimaksud. Namun kebijakan

tersebut tidak mendorong persiapan aturan yang akan

memberikan dorongan bagi pelaksanaan sistem perdagangan

bebas. Sebagai sebuah gerakan, seperti halnya gerakan lainnnya

(GDN-Gerakan Disiplin Nasional) hanya merupakan kebijakan

sesaat yang tidak ber-kesinambungan. Bahkan banyak kalangan

pelaku ekonomi seperti para investor baik dalam maupun luar

negeri, distributor perdagangan, pengembang (developer) infra-

struktur perdagangan serta termasuk para pedagang menilai

gerakan tersebut sebagai kebijakan ”latah” akibat dari gencarnya

isu perdagangan bebas.

Demikian halnya dengan kebijakan kesepakatan AFTA yang

menjadikan Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

sebagai implementor langsung. Dinas ini juga tidak menerima

petunjuk pelaksanaan yang seragam sebagai bagian integral dari

kebijakan tersebut. Kebijakan yang diejawantahkan ke dalam

104 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 121: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Keputusan Gubernur No. 21 Tahun 2004 sebagai respon dari Surat

Keputusan Menteri Luar Negeri No 3 Tahun 2003 dan Keputusan

Menteri Keuangan No 392 Tahun 2003. Keputusan Gubernur

tersebut berisikan tentang pedoman daerah dalam melaksanakan

kerjasama dengan luar negeri. Keputusan tersebut tidak berisikan

petunjuk pelaksanaan teknis tentang pasar bebas yang dijalankan

sebagai derivasi dari kebijakan kesepakatan AFTA. Bahkan

Keputusan Gubernur No. 21 tahun 20004 tidak secara langsung

menyentuh kepentingan implementasi kebijakan tentang AFTA.

Apalagi menyangkut komoditas pertanian agro di Jawa Barat.

Dengan begitu dapat dipastikan bahwa petunjuk pelak-

sanaan kebijakan tentang AFTA melalui Dinas Industri dan Per-

dagangan lebih banyak didasarkan pada informasi yang diperoleh

dari tingkat kementerian luar negeri dan atau kementerian perda-

gangan. Informasi tersebut bermakna sebagai sumber daya yang

sangat lemah untuk kepentingan pelaksanaan kebijakan di tingkat

implementator. Sebab informasi tersebut hanya bersifat garis

besar saja dari sebuah kebijakan yang menjadi kesepakatan

negara-negara anggota ASEAN itu.

Lebih jauh lagi, berdasarkan hasil wawancara dengan

pelaku ekonomi di tingkat non-pemerintah, seperti pengusaha

(Kadin) dan asosiasi produksi pertanian, para pengelola pasar

induk, dan para petani, dapat disimpulkan bahwa peraturan yang

diterapkan untuk mewujudkan sebuah mekanisme pasar yang

menguntungkan bagi pihak pelaku ekonomi dinilai tidak jelas.

Petani di Karawang dan Bekasi mengetahui tentang kebijakan

AFTA sebagai kebijakan pasar bebas, akan tetapi mereka tidak

mengerti harus bagaimana mensikapinya. Petani di Indramayu,

Kuningan, Cirebon, Majalengka juga memahami mekanisme

pasar bebas, hanya saja mereka tidak mengerti peranan AFTA

105bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 122: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dalam mekanisme tersebut. Petani di Garut, Tasikmalaya, Ciamis

sampai ke Banjar tidak begitu peduli dengan kondisi pasar bebas.

Petani di Kab/Kota Bandung memahami sepenuhnya tentang

mekanisme pasar bebas AFTA tetapi tidak mendapat persiapan

yang cukup untuk menghadapinya.

Mereka yang bergerak di sektor pelaku ekonomi tidak

merasakan adanya langkah-langkah yang memadai untuk

mewujudkan kebijakan kesepakatan AFTA dalam bidang

pertanian. Bahkan pelayanan dari lembaga yang menjadi

implementor juga dirasakan belum cukup dalam membantu

pelaku ekonomi mempersiapkan diri menghadapi era pasar

bebas. Pola-pola mekanisme pasar bebas yang mengandung

unsur-unsur mekanisme pasar tidak dijelaskan dalam interaksi

pasar bebas Asia Tenggara.

Oleh karena itu pada kenyataannya banyak bagian-bagian

yang terdapat dalam ketetapan tentang pasar bebas dalam

kesepakatan AFTA yang dipilih berdasarkan kebutuhan dari

pelaku pasar sendiri. Pelaku pasar menilai tidak semua ketentuan

yang menjadi kesepakatan menguntungkan apabila dilaksanakan

sehingga harus dipilih bagian mana dari kesepakatan AFTA

tersebut yang bisa menguntungkan dalam pelaksanaannya.

Kesepakatan tentang peningkatan produk ekspor barang

komoditas pertanian yang tidak memiliki daya saing serta-merta

mendapat persetujuan dari pelaku ekonomi, akan tetapi

kesepakatan yang substansinya berkaitan dengan produk barang-

barang substitutif dengan persaingan yang ketat akan segera

mendapat penolakan, kalau tidak dikatakan tidak dihiraukan

ketetapan tersebut.

Dari observasi di lapangan ditemukan data tentang

ketaatan akan kesepakatan yang cukup rendah sehingga dapat

106 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 123: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dipastikan data ini menjadi sumber daya yang melemahkan

implementasi kebijakan AFTA di bidang pertanian. Data ini

merupakan informasi dari sumber daya yang tidak menguntung-

kan bagi pelaksanaan kebijakan pasar bebas. Beberapa pelaku

ekonomi yang ditemui memberikan pernyataan yang sama bahwa

perilaku menolak atas aturan yang tidak menguntungkan dari

kesepakatan AFTA merupakan langkah fragmatis menghadapi

persaingan usaha. Bahkan para petani sendiri menyetujui bahwa

sikap fragmatis yang dilakukan oleh asosiasi dan pengusaha

merupakan upaya untuk melindungi petani dari persaingan yang

tidak dapat dihadapi secara langsung.

Kewenangan (authority)

Faktor sumber daya yang tidak kalah pentingnya adalah

kewenangan (authority). Kewenangan dimaknakan sebagai hak

untuk memanggil dengan menggunakan surat panggilan, hak

mengeluarkan perintah kepada pejabat lain, hak menarik dana

dari suatu program, dan hak untuk menyediakan dana, staf serta

bantuan teknis pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah.

Kewenangan yang terlihat dalam hasil penelitian di Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat sangat terbatas.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya tentang komunikasi, Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat posisinya tidak sekuat

dinas/instansi lain di lingkungan pemerintahan daerah. Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat tidak memiliki

kewenangan yang kuat dalam melakukan pemanggilan terhadap

pejabat lain di luar lingkungan dinas dimaksud. Seperti telah

dijelaskan di atas, apabila terdapat persoalan dalam pelaksanaan

teknis kebijakan perdagangan bebas misalnya, maka dinas terkait

tidak memberikan respon positif dan tanggap sesuai dengan

107bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 124: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

permintaan dari Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat.

Sudah dicontohkan sebelumnya bahwa produk pertanian yang

tidak memenuhi standar perdagangan bebas pun tidak dapat

dikoordinasikan dengan mudah kepada Dinas Pertanian Jawa

Barat yang memiliki kewenangan tentang hal tersebut. Ketika

dikonfirmasi ke Dinas Pertanian Jawa Barat mengenai hal ini,

diberikan penjelasan bahwa memang hal semacam itu sering

terjadi. Menurut informan yang dihubungkan di Dinas Pertanian

Jawa Barat, kondisi tersebut sebagai akibat dari tidak sinkronnya

program kerja yang ada di Dinas Pertanian Jawa Barat dengan

program kerja yang ada di Dinas Industri dan Perdagangan Agro

Jawa Barat. Meskipun Dinas Pertanian menerima permintaan dari

Dinas Implementor dalam AFTA, namun semua tidak dapat

dilaksanakan begitu saja sebab menyangkut dana/anggaran yang

alokasinya tidak diperuntukan bagi kegiatan tersebut. Setiap mata

anggaran yang ada dalam garis kerja Dinas Pertanian Jawa Barat

sudah merupakan hasil pembahasan berdasarkan Standard

Operating Procedures.

Keterbatasan kewenangan tersebut ditambah lagi dengan

ketidakmampuan Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

dalam mengeluarkan perintah langsung kepada dinas lain yang

terkait dengan implementasi perdagangan komoditas pertanian

ini. Perintah tersebut harus dikeluarkan melalui Kepala Daerah,

Sekretaris Daerah atau Asisten, sedikitnya di tingkat Kepala Biro.

Sedangkan rekomendasi untuk melaksanakan perintah dimaksud

bisa berjalan cukup lama atau bahkan terkadang tidak mendapat

tanggapan sama sekali. Pemerintah Daerah (dalam hal ini Kepala

Daerah, Sekda dan Asisten serta Kepala Biro) lebih memfokuskan

diri pada tugas-tugas pemerintahan, ekonomi makro dan

administratif. Tugas-tugas tersebut memiliki nuansa politik yang

tinggi sehingga menarik perhatian yang tinggi dari opini

108 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 125: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

masyarakat umum. Sedangkan tugas yang bersifat teknis dalam

penanganan masalah seperti yang dihadapi oleh Dinas Industri

dan Perdagangan Agro Jawa Barat kurang bernuansa politis alias

tidak menarik perhatian publik.

Apabila dilihat dari sisi anggaran, Dinas Industri dan

Perdagangan Agro Jawa Barat tidak berbeda dengan dinas-dinas

lainnya di lingkungan pemerintah daerah Jawa Barat. Dinas ini

bergerak berdasarkan anggaran yang telah ditentukan dalam

penyusunan anggaran tahunan bersama-sama dengan pihak

legislatif. Hanya saja, seperti halnya sifat Dinas ini yang tidak

bersentuhan langsung dengan nuansa politik, maka anggaran

yang diajukan oleh dinas inipun tidak menarik perhatian. Bahkan

proposal ajuan anggaran pemerintah daerah secara menyeluruh,

apabila harus dikurangi secara gradual, maka angka pengurang-

annya dapat dipastikan akan menyentuh pada dinas-dinas bukan

penghasil seperti Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa

Barat ini.

Dengan demikian, hak untuk menarik dana dari sebuah

program terbatas pada rencana anggaran yang sudah ditetapkan

sebelumnya dalam Rencana Kerja Dinas. Selain besarnya yang

terbatas, anggaran Dinas ini juga terkadang mengalami kesulitan

dalam pengalokasian program. Hal tersebut akibat dari peren-

canaan yang berjalan lebih lambat ketimbang perkembangan

situasi dan tantangan yang menjadi bidang kerjanya. Apalagi

perencanaan dari Dinas ini juga menyertakan pula kemampuan

SDM yang tidak memadai dalam menyusun mekanisme kerja ke

depan. Yang terjadi kemudian adalah tuntutan perkembangan

situasi tidak memungkinkan untuk ditangani secara lebih cepat

dalam waktu yang bersamaan ketika masalah muncul oleh

tersedianya anggaran. Perencanaan anggaran yang akan datang

sudah tidak relevan secara menyeluruh pada saat anggaran

109bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 126: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

tersebut dikeluarkan. Hal ini terlihat misalnya langkah yang

dilakukan Sub Dinas Perdagangan Disindagro Jawa Barat untuk

melakukan pelatihan ekspor impor produk agro terakhir di empat

wilayah (Kota Cirebon, Kab. Kuningan, Kab. Bandung, Kab. Ciamis,

Kab. Purwakarta, Kota Bogor, Kab. Bekasi, Kab. Sukabumi) dengan

pembagian waktu pelaksanaan; Kota Cirebon tanggal 6-8 Maret

2006 bertempat di Jln. RA. Kartini No.60 Cirebon, Kab. Kuningan

tanggal 13-15 Maret 2006 bertempat di Jln. Raya Panauan No.98

Sangkanurip, Kuningan, Kab. Bandung 20-22 Maret 2006

bertempat di Jln. Dokter Junjunan No. 153 Bandung, Kab. Ciamis

tanggal 27-29 Maret 2006 bertempat di Jln. Jend. Sudirman

No.185 Ciamis, Kab. Purwakarta tanggal 3-5 April 2006 bertempat

di Jln. Rasamala No. 1 Jatiluhur Purwakarta, Kota Bogor tanggal

24-26 April 2006 bertempat di Jln. Sawo Jajar No. 38 Bogor, Kab.

Bekasi tanggal 8-10 Mei 2006 bertempat di Jln. Teuku Umar Km. 45

Bekasi, Kab. Sukabumi tanggal 18-20 Mei 2006 bertempat di Jln.

Cikukulu Sukabumi.

Kewenangan menyediakan dana, staf dan bantuan teknis

pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah juga merupakan

kewenangan dari Dinas Industri dan Perdagangan Agro sebagai

implementor. Akan tetapi kewenangan ini tidak otomatis

memberikan otoritas mutlak kepada Dinas ini untuk melakukan

perintah langsung kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota

se-Jawa Barat. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai distribusi

kewenangan yang ada sampai ke tingkat Kab/Kota memberikan

kesulitan lain kepada Dinas ini untuk melakukan perintah

mewujudkan implementasi kebijakan kesepakatan AFTA terutama

dalam bidang komoditas pertanian.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kewenangan Dinas ini

sebagai sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kebijakan

kesepakatan AFTA dalam bidang perdagangan komoditas

110 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 127: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pertanian agro sangat terbatas. Keterbatasan ini memperlihatkan

pula kesulitan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan.

Fasilitas-Fasilitas Fisik Material

Faktor dari sumber daya yang lain adalah fasilitas-fasilitas

(berupa bangunan-bangunan, perleng-kapan dan perbekalan).

Fasilitas yang dimiliki secara menyeluruh dalam kajian ini

merupakan fasilitas dari pelaksana kebijakan yang dimulai dari

Departemen Luar Negeri, Departemen Perdagangan sampai

Dinas Industri dan Perdagangan Agro. Fasilitas di Departemen

Luar Negeri memang tergolong memadai sebatas tugas

Departemen ini untuk melaksanakan implementasi kebijakan

AFTA sampai pada taraf penyampaian informasi. Akan tetapi

fasilitas tersebut tidak bermanfaat langsung kepada institusi

pelaksana terutama dalam tataran dinas. Demikian halnya dengan

fasilitas di Departemen Perdagangan yang sudah pasti memadai

dalam taraf penyampaian informasi dan pengukuran teknis dari

implementasi kebijakan AFTA. Sekali lagi fasilitas yang ada tidak

dapat dipergunakan dalam kondisi teknis implementasi kebijakan

terutama dalam bidang perdagangan komoditas pertanian di

Jawa Barat. Dengan demikian, secara umum sumber daya yang

ada tidak memadai sehingga implementasi kebijakan tidak

berjalan dengan baik. Dibutuhkan penyediaan sumber daya yang

memadai dalam dinas yang menjadi pelaksana (implementator)

dari kebijakan perdagangan bebas bidang komoditas pertanian di

Jawa Barat.

Kemudian juga dari segi infrastruktur, Jawa Barat sangat

minim memiliki Pusat Perdagangan Komoditas Agro (PPKA).

Terdapat beberapa masalah yang masih perlu dikaji dan

dikembangkan agar diperoleh gambaran serta arah penyelesaian

111bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 128: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

yang lebih jelas, antara lain :

1. Gambaran kondisi Pusat Perdagangan Komoditi Agro di

Jawa Barat yang ingin dicapai, atau biasa disebut visi, masih

belum jelas, sehingga arah yang akan ditujupun (misi)

belum dapat ditentukan.

2. Pasar yang ada saat ini di Indonesia, khususnya di Jawa

Barat, belum ada yang berfungsi seperti PPKA berstandar

internasional, sehingga perlu dicari acuan lain yang dapat

digunakan untuk menentukan dan menyusun regulasinya.

3. Kegiatan yang ditampung di kawasan Pusat Perdagangan

Komoditi Agro, misalnya di Purwasuka masih bersifat

umum, sehingga perlu dilakukan analisis yang lebih rinci

untuk dapat menentukan perkiraan kebutuhan fasilitasnya.

4. Dalam menyusun perkiraan kebutuhan fasilitas tersebut

dilakukan pengkajian, seperti :

a. Kegiatan utama yang akan terjadi dan perlu ditampung,

baik jenis maupun kapasitas/besarannya.

b. Besaran/volume tiap komoditi unggulan dari kawasan

perencanaan yang bisa/dapat ditampung di Pusat

Perdagangan Komoditi Agro di Jawa Barat.

Pusat Perdagangan Komoditi Agro di Jawa Barat seharus-

nya dapat dimaksimalkan menjadi Pusat Pasar lelang komoditi

agro Jawa Barat yang berdaya guna. Hal itu dikarenakan

berdirinya pasar lelang fungsi utamanya sebagai pembentuk

harga secara transparan (price discovery) dan Risk Management

dengan mempergunakan instrument hedging (lindung nilai),

karena transaksi dilakukan secara lelang terbuka. Dengan adanya

transparansi harga, maka petani sebagai produsen komoditi akan

memiliki bargaining position yang lebih baik. Dengan demikian

mereka dapat menjual komoditinya sesuai dengan harga yang

112 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 129: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

berlaku dalam kontrak, sehingga petani dapat meningkatkan

kualitas hasil produksinya dan pendistribusiannya sudah jelas.

Fluktuasi harga yang selama ini terjadi akan dapat dikendalikan

dengan baik karena adanya mekanisme pasar yang wajar. Di sisi

lain, petani juga dapat melakukan pola tanam sesuai dengan

kontrak pada pasar lelang dan akan mengakibat secara otomatis

setiap petani yang lain akan melakukan tanam berbeda dan tidak

akan terjadi panen raya, sehingga menekan kekhawatiran pada

saat panen tiba.

Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa pada

tahun 2006 terjadi 171 transaksi, 27 komoditi yang terjadi deal,

dengan jumlah Rp. 143.564.335.000,- yang paling besar terjadi

pada komoditi beras sebanyak, 73 transaksi 40.435 ton dengan

nilai Rp. 115.069.100.000,- terdiri dari 16 penjual, 8 pembeli dan 3

merangkap penjual/pembeli. Dan yang paling dominan

melakukan transaksi pembelian oleh 2 pembeli dari Provinsi DKI

Jakarta yaitu 29 transaksi dan 17 transaksi, hal ini akan sulit dalam

dalam menentukan harga karena pembeli potensial lebih sedikit

padahal penjualnya cukup banyak, hal ini akan mengakibatkan

dalam negosiasi dikendalikan oleh pembeli walaupun harga yang

ditawar dengan sistem terbuka. Kalau kita lihat hasil transaksi

dengan perdagangan sistem lelang forward yang hanya berjumlah

40.435 ton sedangkan jumlah hasil produk lokal Jawa Barat pada

tahun 2005 sebanyak 6.368.816 ton hal ini yang terserap dengan

melalui perdagangan dengan sistem lelang forward hanya berapa

persen saja yaitu sebesar 0.63%. Sedangkan dari produksi lokal

beras Jawa Barat yang keluar Jawa Barat terutama ke Provinsi

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang dilakukan pedagang besar

sebesar 191.149,01 ton berdasarkan data dari statistik apakah data

ini sudah termasuk dengan hasil transaksi lelang yang dilakukan

oleh 2 (dua) pembeli sebesar 28.451 ton?

113bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 130: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Kemudian melihat keadaan pada tahun 2007-2008

mengindikasikan tingkat presentase yang menggunakan dengan

perdagangan sistem lelang masih sangat jauh sekali dengan

perdagangan tradisional yang besar 99,37%, sedangkan

perdagangan antar provinsinya baru 14,88%, peluang ini masih

cukup besar tinggal bagaimana manajemen pasar lelang menarik

pembeli potesial dari DKI Jakarta untuk bisa mengenal/mengikuti

transaksi dengan sestem lelang forward.

Berdasarkan data dari pasar lelang forward Jawa Barat

tahun 2007-2008, kepada 61 peserta lelang dilakukan survey,

berdasarkan latar belakang, pendidikan, pekerjaan dan frekuensi

transaksi. Maka diketahui bahwa sebagian besar peserta lelang

yang mengikuti perdagangan dengan sistem lelang forward

adalah yang berpendidikan 38 Sarjana 62,4% paling tinggi, 10

D3/D4 setingkat Sarjana muda 16,4%, SLTA 19,6% dan paling

rendah ada pada SLTP 1,6%. Hal ini menggambarkan bahwa

melakukan usaha melalui perdagangan sistem lelang forward

komoditi agro diminati oleh para sarjana disebabkan karena

dengan pola lelang forward ini menawarkan peluang usaha dan

sistem perdagangan modern yang membutuhkan analisa dan

strategi pemasaran.

Latar belakang pekerjaan diketahui bahwa sebagian besar

peserta lelang adalah 27 pedagang 44,3% paling tinggi, 18 Swasta

29,5%, 8 eksportir 13,1% dan 8 petani 13,1%. Hal ini kalau dilihat

persentase dari jumlah petani 13,1% yang mengikuti perdagangan

dengan sistem lelang masih sangat kecil dibandingkan dengan

para pengusaha (pedagang, eksportir, swasta) 86,9%. Padahal

rohnya pasar lelang bertujuan mengangkat harkat martabat para

petani, perlu menjadi perhatian agar dilakukan sosialisasi terus

menerus kepada para petani ataupun kelompok tani. Sedang para

114 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 131: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pengusaha telah mendapatkan kemudahan dalam memenuhi

kebutuhan pengadaan komoditi agro dimana komoditi yang dicari

telah terdapat pada pasar lelang atau sebagai informasi baik

mengenai permintaan pasar, komoditi dan harga atau sebagai

pasar yang terorganisir, sedang petani belum memanfaatkan

secara optimal? Frekuensi yang diinginkan sebagian besar peserta

lelang yang melakukan transaksi di pasar lelang adalah mengin-

ginkan lelang sebulan sekali 30 peserta 49,2%, sebulan 2 kali 40,9%

dan sebulan 3 kali hanya 9,9%, hal ini membuktikan bahwa peserta

lelang lebih cenderung untuk melakukan transaksi dengan sistem

lelang forward lebih banyak memilih sebulan sekali dengan alasan

karena disesuaikan dengan spesifikasi hasil pertanian, masa

tanam, ketentuan pasar lelang dan kesiapan para peserta lelang

dan memudahkan melakukan konsolidasi produknya.

Melihat hasil survey pada peserta lelang adalah

berdasarkan pendidikan, pekerjaan dan frekuensi adalah sarjana

62,4%, pengusaha 86,9% dan sebulan sekali 49,2%. Ini harus

menjadi perhatiaan manajemen pasar lelang sesuai dengan

konsep pendirian awal peranannya untuk meningkatkan harkat

martabat para petani tetapi keberadaan pasar lelang forward

belum optimal bagi kepentingan petani. Jadi keunggulan

perdagangan di pasar lelang yang menggunakan sistem lelang

forward dengan perdagangan lain masih terlalu kecil, dilihat dari

transaksi tahun 2007 misalnya komoditi beras baru 0.63% atau

perdagangan keluar Jawa Barat 14,88%, ini baru satu komoditi

belum komoditi yang lain. Hal ini suatu tantang bagi manajemen

pasar lelang yang menggunakan sistem lelang forward apa yang

menjadi keunggulan tapi belum bisa menjadi kebutuhan bagi

penjual/pembeli. Apakah keberadaan pasar lelang manfaatnya

sudah dirasakan secara optimal bagi peserta lelang, sehingga ada

kebutuhan yang menimbulkan kepuasan/loyalitas peserta lelang

115bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 132: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

terhadap pasar lelang dengan sistem lelang forward. Kondisi ini

mengisyaratkan pentingnya perhatian dari penyelenggara pasar

lelang yang menggunakan sistem lelang forward apa keunggulan-

nya dengan sistem perdagangan lain yang selama ini telah

dilakukan penjual/pembeli, apakah masih ada kelemahannya, ini

diperlukan kajian secara nasional.

Dalam mempertahankan keberadaan Pasar Lelang dengan

sistem transaksi sistem lelang forward dalam globalisasi

perdagangan harus mempunyai orientasi pasar global yang telah

mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional ke arah

pendekatan kontemporer. Pendekatan konvensional menekankan

kepuasan pelanggan, sedangkan pendekatan kontemporer pada

loyalitas pelanggan. Dengan hanya melakukan pendekatan

kepuasan pelanggan (konvensional) belum bisa diandalkan,

karena para pelanggan pasar lelang hanya ada perasaan puas

bukan loyalitas. Dengan merubah pendekatan secara loyalitas

pelanggan, maka pelanggan akan melakukan transaksi ulang

dalam pasar lelang.

Konsep Pemasaran Masyarakat menegaskan bahwa tugas

organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat

dari pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan

secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dengan

tetap memelihara atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dan konsumen” Dari uraian diatas yang menjadi perhatian dari

konsep pemasaran masyarakat adalah sifatnya memperhatikan

lingkungan hidup, sumber daya serta pelayanan sosial.

Dari keseluruhan paparan di atas yang berkenaan dengan

ketersediaan sumber daya yang meliputi sumber daya manusia

dengan kriteria kuantitas dan kualitas (keahlian/skill), informasi,

dan wewenang dan fasilitas-fasilitas, peneliti dapat menginter-

116 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 133: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pretasikan bahwa adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki

Jawa Barat berdampak pada tidak maksimalnya pendayagunaan

potensi daerah Jawa Barat secara maksimal dalam implementasi

AFTA komoditas pertanian di Jawa Barat.

Dengan kata lain, peneliti juga dapat menginterpretasikan

bahwa dari sudut pandang faktor ketersediaan sumberdaya

sebagaimana yang tertuang dalam kajian teoritis pada Bab II,

implementasi AFTA perdagangan komoditas pertanian di Jawa

Barat belum berlangsung sebagaimana yang diharapkan sehingga

belum mampu mendorong tercapainya daya saing Jawa Barat di

dalam menghadapi perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara.

Secara demikian, tampaknya hal itu akan dapat meng-

hambat upaya pembangunan provinsi Jawa Barat sebagai salah

satu pusat unggulan (center of excellence) industri agrobisnis di

tingkat nasional. Ketersediaan sumberdaya yang andal, lengkap

dan terintegrasi adalah suatu keharusan bagi suatu daerah yang

ingin berkiprah maju dalam perdagangan luar negeri.

Karena itu, kaitannya dengan Jawa Barat, untuk mengantisi-

pasi kelemahan di atas, ke depan perlu ditingkatkan pengembang-

an kualitas dan kuantitas sumber daya yang dapat berdayaguna

mendukung posisi tawar Jawa Barat dalam perdagangan bebas di

kawasan Asia Tenggara.

Kecenderungan dari Para Pelaksana (Disposisi)

Penelaahan atas disposisi ini berkisar pada pelaksana

kebijakan, tidak menyentuh kepada pembuat kebijakan awal.

Disposisi dipahami sebagai kecenderungan dari para pelaksana

kebijakan dalam memahami, mengerti dan kemudian melaksana-

kan atau tidak melaksanakan kebijakan yang ada sesuai dengan

117bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 134: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

keinginan yang menjadi tujuan dari para pembuat kebijakan awal.

Dalam kajian ini, Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

merupakan pelaksana kebijakan yang menjadi pusat kajian dari

penelitian. Selain itu, Departemen Perdagangan RI dan juga Dinas

Industri dan Perdagangan Induk di Jawa Barat menjadi objek dari

kajian dimaksud pula.

Perlu diingat, apabila para pelaksana (implementor) sudah

memahami latar belakang, maksud dan tujuan kebijakan yang

ada, maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan

kebijakan tersebut sebagaimana tujuan yang diinginkan oleh

pembuat keputusan kebijakan awal. Demikian halnya dengan

kebijakan perdagangan komoditas pertanian juga apabila para

pelaksana bersifat baik kepada kebijakan tersebut maka

kemungkinan besar para implementor kebijakan tersebut akan

melaksanakan dengan baik tujuan dari pembuat kebijakan yang

sudah disepakati dalam organisasi regional negara-negara Asia

Tenggara.

Namun begitu, Kasie Perdagangan Luar Negeri Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat

mengemukakan bahwa dalam kebijakan perdagangan bebas

bidang komoditas pertanian agro ini terdapat kecenderungan dari

pelaksana yang kurang baik terhadap kebijakan dimaksud.

Implementor di tingkat staf, misalnya, tidak memiliki sense of

motivation yang setara dengan kebutuhan dari penanganan

terhadap berbagai persoalan yang timbul dari kebijakan

perdagangan komoditas pertanian ini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para pelaku ekonomi

yang menikmati pelayanan dari implementor diperoleh informasi

bahwa pelayanan yang diberikan tidak memberikan gambaran

keinginan untuk berhasilnya sebuah program dari kebijakan

118 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 135: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

perdagangan komoditas pertanian agro di Jawa Barat dalam

kerangka kesepakatan AFTA, misalnya ketika para calon investor

dan pengusaha memerlukan informasi dan data mengenai

kondisi objektif kesiapan komoditas-komoditas pertanian

unggulan Jawa Barat yang akan dipasarkan dalam kerangka AFTA,

para implementor tidak dapat memberikan informasi dan data

yang komprehensif sesuai harapan para calon investor dan

pengusaha tersebut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat semacam Zone of

Indifference (Zona Ketidakacuhan) yang diperlihatkan oleh para

staf yang ada dalam lembaga implementor. Lebih jauh lagi, dari

hasil pengamatan dalam pemberian pelayanan publik juga

memang sikap tak acuh tersebut muncul dengan perilaku malas-

malasan yang ditunjukkan dalam melakukan pelayanan langsung.

Bahkan satu keperluan pembuatan surat untuk pengolahan

produksi komoditas agro yang diajukan oleh pelaku ekonomi

tertentu (informan lain) juga membutuhkan waktu yang cukup

lama dalam prosesnya. Mereka para pelaksana kebijakan

cenderung menjanjikan waktu yang lama untuk sebuah

penyelesaian dari kebutuhan mendasar pelaku ekonomi

perdagangan komoditas pertanian tersebut.

Boleh jadi, berdasarkan pengamatan di lapangan terlihat

adanya perbedaan pandangan yang cukup tajam antar-

dinas/instansi terhadap kebijakan kesepakatan AFTA itu sendiri

dalam memahami tujuan dasar dari kebijakan tersebut. Berbagai

instansi tidak memahami secara utuh kebijakan tentang

perdagangan bebas tersebut sehingga muncul sikap yang tidak

peduli bahkan menganggap tidak penting kebijakan dimaksud.

Seperti sudah dipaparkan terlebih dahulu bahwa Dinas Pertanian

pun tidak memiliki respon yang memadai dalam menanggapi

119bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 136: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

persoalan yang berkaitan dengan Perdagangan bebas ini. Dinas

Pertanian hanya memposisikan bahwa perdagangan bebas AFTA

bukan merupakan tugas yang harus ditangani karena tidak

terdapat dalam tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Dinas tersebut.

Bahkan berdasarkan keterangan informan dari Dinas Pertanian,

dalam SOTK hanya terdapat pola koordinasi yang harus dilakukan

dengan Dinas Industri dan Perdagangan induk, tidak tercantum

pola yang sama dengan Dinas Industri dan Perdagangan Agro

sebagai implementor kebijakan perdagangan bebas. Belum lagi

dinas-dinas yang lain yang memiliki pandangan yang sama

terhadap usulan, ajakan atau bahkan permohonan bantuan dari

pihak implementor.

Perbedaan pandangan tersebut tidak diperlihatkan dalam

kebijakan (sikap) yang vulgar. Perbedaan tersebut lebih terlihat

sebagai suatu sikap yang memperlihatkan bahwa ada prioritas

yang berbeda dalam pelaksanaan tugas sehari-hari ketimbang

harus memberikan perhatian yang khusus kepada pelaksanaan

kebijakan tentang AFTA di bidang perdagangan komoditas agro.

Prioritas kebijakan yang berbeda tersebut menggiring sikap tak

acuh pula dalam memberikan respon dari permintaan yang

dilayangkan dalam bentuk surat resmi dari dinas implementor.

Tidak sedikit surat yang berhubungan dengan kebijakan AFTA

dalam perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat dari Dinas

Industri dan Perdagangan yang tidak mendapat respon sama

sekali. Bahkan kegiatan yang berupa seminar atau lokakarya yang

diadakan oleh Dinas implementor pun tidak mendapat tanggapan

berarti. Seringkali yang hadir hanya staf non eselon atau bahkan

tidak dihadiri oleh dinas-dinas terkait tersebut.

Selain itu, terdapat kebijakan lain yang mereka setujui

untuk dilakukan dan substansi bertentangan secara mendasar

dengan kebijakan kesepakatan AFTA. Sebagai contoh Dinas

120 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 137: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Pertanian Jawa Barat, akan lebih menyetujui kebijakan yang

bersifat memberikan proteksi kepada petani tebu, kepada

pengrajin rotan dan kepada petani palawija ketimbang harus

mempertemukan para petani tersebut dalam tatanan persaingan

bebas di pasar dunia. Kesepakatan terhadap kebijakan lain ini

memberikan dorongan untuk melakukan sikap ”masa bodoh”

atau bahkan penolakan terhadap kebijakan kesepakatan pasar

bebas, terutama dalam kerangka perdagangan komoditas agro.

Secara internal di lingkungan Dinas Industri dan Per-

dagangan Agro Jawa Barat juga terdapat sebab lain yang menjadi

penghambat dari implementasi kebijakan kesepakatan AFTA ini.

Hal tersebut adalah adanya sentuhan dari kepentingan pribadi

atau organisasi dari staf yang ada pada Dinas implementor ini.

Para staf implementor ini berdasarkan hasil wawancara, memiliki

kegiatan sampingan di luar kantor yang berhubungan dengan

perdagangan. Kebanyakan dari mereka menjadi konsultan dari

perusahaan pelaku ekonomi yang bergerak di berbagai bidang,

tidak jarang di luar komoditas pertanian agro. Kegiatan tersebut

merasa terancam meskipun tidak bersentuhan langsung dengan

kebijakan kesepakatan AFTA. Akan tetapi pemahaman yang salah

dari staf terhadap kebijakan perdagangan komoditas pertanian

agro justru menimbulkan pemikiran negatif yang akan mencipta-

kan sikap tak acuh kepada kebijakan tersebut. Belum lagi di antara

mereka masih memiliki keinginan yang tinggi untuk bisa

dimutasikan ke instansi lain yang lebih ”basah” sehingga

menimbulkan kesan tak acuh yang tinggi terhadap kebijakan

kesepakatan AFTA. Dalam pandangan personil yang demikian,

kebijakan AFTA hanya akan menambah kegiatan dan memastikan

bahwa mereka dibutuhkan dalam Dinas tersebut sehingga akan

sulit untuk mendapat kesempatan mutasi jabatan ke instansi/

dinas lainnya yang dikenal sebagai instansi penghasil.

121bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 138: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Memang dalam pemahaman teoritis ada upaya yang dapat

dilakukan dalam menangani disposisi yang tidak kondusif seperti

ini, yakni dengan melakukan perubahan personil birokrasi. Akan

tetapi perubahan personil birokrasi sangat tidak tepat apabila

dilakukan dengan Dinas Industri dan Perdagangan Agro, karena

secara umum personil birokrasi dari instansi manapun tidak

menginginkan untuk bisa dipindahtugaskan ke Dinas tersebut.

Apalagi untuk menggunakan tenaga profesional di Dinas

dimaksud sangat tidak memungkinkan, sebab evaluasi kinerjanya

pun tidak mendapat perhatian memadai dari pusat pemerintahan

di Gedung Sate. Seperti pernah dijelaskan bahwa staf yang sudah

masuk ke Dinas ini akan sulit keluar atau menerima mutasi ke dinas

lain.

Dengan demikian, kecenderungan dari pelaksana kebijak-

an tidak memperlihatkan adanya dukungan yang memadai untuk

melaksanakan kebijakan implementasi AFTA dalam bidang

perdagangan komoditas agro. Langkah yang paling mudah

berdasarkan saran dari pertimbangan teoritis adalah dengan

mengubah sikap implementor melalui manipulasi insentif-insentif.

Langkah ini akan sangat berguna apabila kemudian memberikan

akibat positif kepada implementor dalam melaksanakan tugasnya.

Namun begitu, Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

bukan merupakan dinas penghasil yang memiliki kewenangan

tinggi untuk mengeluarkan sejumlah dana kecuali melalui ajuan

proposal APBD. Bahkan proporsal tersebut menjadi satu dalam

pembahasan panitia anggaran eksekutif di bawah Sekretaris

Daerah dan Kepala Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat.

Tentu saja, apabila muatan untuk manipulasi insentif

tersebut dicantumkan ke dalam APBD akan mendapat tolakan

yang tinggi dari Panitia Anggaran Legislatif dan Panitia Anggaran

Eksekutif (Biro keuangan di bawah Sekretaris Daerah) karena

122 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 139: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

dianggap sebagai sesuatu yang di luar kewajaran. Kondisi ini

justru akan menghambat dari implementasi kebijakan dimaksud.

Dari keseluruhan paparan di atas yang berkenaan dengan

kecenderungan dari para pelaksana (disposisi), peneliti dapat

menginterpretasikan bahwa faktor kecenderungan dari para

pelaksana kebijakan tidak sedikitpun mengarah pada kepenting-

an untuk keberhasilan implementasi kebijakan kesepakatan AFTA.

Berbagai situasi yang mengitari posisi Dinas pelaksana implemen-

tasi kebijakan semakin mempersulit faktor ini untuk dijadikan

pendorong bagi pelaksanaan kebijakan dimaksud. Dapat

diinterpretasikan bahwa disposisi tidak menjadi pendukung

implementasi AFTA bidang perdagangan komoditas pertanian di

Jawa Barat. Artinya, terbukti bahwa untuk memanfaatkan faktor

kecenderungan pelaksana (disposisi) dalam pelaksanaan kebijak-

an kesepakatan tentang AFTA dalam kerangka perdagangan

komoditas pertanian tidak dapat diwujudkan sebagaimana yang

diharapkan.

Dari kondisi seperti demikian, peneliti memaknai bahwa

berpijak pada Gambar 4.3. perilaku pelaksana (disposisi)

implementasi AFTA bidang perdagangan komoditas pertanian di

Jawa Barat baru pada tahap pengembangan sistem informasi

industri dan perdagangan yang meliputi pengembangan jaringan

informasi pusat data dan pengembangan sistem informasi industri

dan perdagangan. Namun, pengembangan tahapan ini masih

didominasi oleh kepentingan ego sektoral masing-masing, belum

terakomodasi dalam suatu sistem keterpaduan pengembangan

ekspor komoditi agro Jawa Barat.

Dengan kata lain, peneliti juga dapat menginterpretasikan

bahwa dari sudut pandang faktor kecenderungan dari para pelak-

sana (disposisi) sebagaimana yang tertuang dalam kajian teoritis,

123bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 140: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

implementasi AFTA perdagangan komoditas pertanian di Jawa

Barat belum berlangsung sebagaimana yang diharapkan sehingga

belum mampu mendorong tercapainya daya saing Jawa Barat di

dalam menghadapi perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara.

Struktur Birokrasi (Bueraucratic Structure)

Struktur birokrasi setingkat dinas di lingkungan pemerin-

tahan Jawa Barat tidak berbeda dengan struktur birokrasi dinas

lainnya. Bahkan pembentukannya yang didasarkan Sistem Organ-

isasi dan Tata Kerja yang mendapat persetujuan dari DPRD

Provinsi Jawa Barat merupakan bentuk general yang biasa pada

lembaga teknis di lingkungan pemerintahan daerah. Dalam

struktur birokrasi dinas yang sudah baku tersebut terdapat

Standard Operating Procedures (SOP) yang bersifat rutin dan

dirancang atas dasar situasi tipikal yang terjadi di masa lalu.

Sifat dari SOP memang dimaksudkan untuk mengatasi

persoalan-persoalan yang sama seperti yang pernah dihadapi di

masa lalu. Demikian halnya dengan Dinas Industri dan Per-

dagangan Agro Jawa Barat yang memiliki struktur organisasi

mulai dari Kepala Dinas, Kepala Sub-Dinas, Kepala Seksi, Kepala

Bidang, Kepala Tata Usaha sampai staf yang memiliki kekhususan

di bawah Kepala Sub-Dinas. Perlu disebutkan di sini bahwa

Bendahara Dinas, meskipun memiliki struktur tersendiri dalam

jajaran tugas/fungsi, akan tetapi struktur ini tidak dijabat oleh staf

yang memiliki eselon. Berdasarkan ketentuan SOTK Pemerintah

Daerah, fungsi dan pembagian struktur disamakan dengan dinas-

dinas lainnya yang ada di lingkungan pemerintah daerah.

Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya kesulitan ketika

terjadi persoalan yang menyangkut pada isu-isu kekinian

124 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 141: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

(contemporary issues). Sebagaimana sifat dari SOP yang didesain

dengan asumsi dari tipikal di masa lalu, maka ketika isu per-

dagangan bebas mengemuka dan mengharuskan penanganan

yang komprehensif, Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa

Barat hanya memiliki struktur birokrasi yang berorientasi pada

situasi di masa lalu. Hal tersebut semakin didukung pula oleh

pengisian staf yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman

memadai dalam struktur di Dinas tersebut.

Seperti telah dijelaskan dalam paparan mengenai sumber

daya manusia, personil yang duduk dalam jabatan eselon di

lingkungan Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat

tergolong personil yang tidak memiliki kualifikasi terhadap tugas

yang diemban. Belum lagi ada persepsi yang menempatkan posisi

di Dinas ini sebagai posisi terbuang. Dengan demikian dapat

dipastikan bahwa secara struktural dan personil birokrasi di Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat tidak memadai untuk

mendukung implementasi kebijakan AFTA bidang perdagangan

komoditas pertanian.

Tidak hanya itu, tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan

perubahan merupakan kondisi yang wajar dalam organisasi

modern. Sedangkan SOP bersifat menghambat perubahan.

Semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-

cara yang rutin dari sutau organisasi, semakin besar peluang

Standard Operating Procedures menghambat jalannya implemen-

tasi kebijakan. Dari observasi yang dilakukan terhadap Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat juga ditemukan

kondisi yang sama. Tuntutan perubahan dari suatu kondisi pasar

bebas sesuai dengan kesepakatan yang diambil dalam AFTA

sangat dibutuhkan untuk dapat melaksanakan tugas implemen-

tasi AFTA bidang komoditas pertanian di Jawa Barat. Prosedur

standar kerja yang ada di Dinas tersebut tidak memiliki

125bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 142: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

kemampuan untuk melakukan penyesuaian dengan tuntutan

perubahan yang bersamaan datangnya dengan kebijakan AFTA

itu sendiri. Beberapa keputusan mengenai jenis barang-barang

yang dimasukkan ke dalam kategori fast track yang membutuhkan

penanganan cepat di lapangan tidak dapat dilaksanakan oleh

Dinas ini secara memadai.

Pertimbangan teoritis memang memungkinkan SOP

berguna kepada tuntutan perubahan. Akan tetapi kemungkinan

tersebut harus dipenuhi dengan syarat SOP yang dirancang

bersifat fleksibel dan memiliki kontrol yang memadai sehingga

mampu adaptif terhadap perubahan. Hanya saja, SOP sedemikian

itu biasa berada dalam struktur organisasi bisnis yang memiliki

orientasi keuntungan dalam kebijakannya. Sedangkan SOP yang

ada di Dinas Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat lebih

merupakan keseragaman yang terbentuk dari kondisi SOTK secara

umum. Untuk melakukan perubahan terhadap SOTK dibutuhkan

waktu yang cukup panjang dan berbagai liku-liku bernuansa

politik, sebab harus berhadapan dengan berbagai kepentingan

yang ada di lingkungan lembaga politik legislatif. Artinya, struktur

birokrasi yang menjadi kajian penelitian ini tidak fleksibel dan

tidak memiliki kontrol yang memadai sehingga dapat adaptif

terhadap tuntutan perubahan.

Di samping itu, apabila dilakukan pengkajian secara lebih

luas ditemukan bahwa struktur birokrasi di dalam pemerintahan

daerah Jawa Barat bersifat tumpang tindih fungsi. Masih terdapat

fungsi-fungsi yang memiliki kaitan erat akan tetapi strukturnya

tersebar dalam beberapa instansi yang berbeda. Fragmentasi ini

menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian masalah-masalah

yang menyangkut beberapa unit kerja yang tersebar di berbagai

dinas. Sumber-sumber dan kewenangan yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan masalah terdistribusikan dalam unit kerja yang

126 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 143: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

tidak dalam satu kepemimpinan sehingga keputusan yang akan

diambil akan menghadapi kesulitan ketika akan diimplemen-

tasikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di tingkat

Dinas dimaksud, sebuah keputusan untuk memberikan izin kepada

suatu lembaga/badan usaha agro untuk melakukan pengembang-

an usaha masih harus berurusan dengan Dinas Industri dan

Perdagangan induk mengenai Surat Izin Tempat Usahanya (SITU).

Contoh ini memberikan bukti bahwa penyebaran tanggung jawab

terhadap suatu wilayah kebijakan yang tersebar di beberapa unit

kerja yang berbeda memberikan kesulitan dalam implementasi

kebijakan tentang AFTA. Fragmentasi ini semakin menghambat

implementasi AFTA bidang perdagangan komoditas pertanian di

Jawa Barat ketika munculnya merupakan tekanan dari pihak

legislatif, kelompok kepentingan atau pejabat eksekutif yang

kesemuanya bermakna tidak mendukung implementasi kebijakan.

Belum lagi adanya pengaruh antar faktor SOP dan

Fragmentasi yang bisa menimbulkan keinginan yang destruktif

terhadap struktur birokrasi Dinas Industri dan Perdagangan Agro

Jawa Barat. Adanya keinginan untuk melikuidasi Dinas Industri

dan Perdagangan Agro kembali ke induknya semula adalah

merupakan tanda-tanda ke arah pengaruh langsung dari kedua

faktor tersebut. Dalam hal ini muncul kepentingan dari kelompok

tertentu yang mendapat dukungan dari pihak legislatif untuk

mengembalikan Dinas ini kepada Dinas induknya. Kondisi

tersebut semakin mempersulit upaya implementasi AFTA bidang

perdagangan komoditas pertanian di Jawa Barat. Artinya, secara

struktural pemerintah daerah tidak siap. Sebab isu keinginan

untuk mengembalikan Dinas implementor kepada Dinas induknya

sudah cukup menciptakan suasana tidak kondusif bagi

lingkungan kerja staf di Dinas tersebut. Sangat wajar apabila para

127bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 144: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pelaku ekonomi mengeluhkan pelayanan yang bisa diberikan

oleh Dinas Industri dan Perdagangan Agro terhadap berbagai

kepentingan yang berkaitan dengan usaha mereka. Hal ini

dikarenakan struktur birokrasi yang terlihat menjadi penghambat

dalam implementasi kesepakatan perdagangan bebas ASEAN

terutama pada bidang perdagangan komoditas pertanian.

Dari keseluruhan paparan di atas yang berkenaan dengan

faktor struktur birokrasi, peneliti dapat menginterpretasikan

bahwa struktur birokrasi yang ada sekarang hanya bertumpu

terlalu mengandalkan pada satu institusi teknis yakni Dinas

Industri dan Perdagangan Agro Jawa Barat untuk menangani

keseluruhan permasalahan implementasi AFTA bidang komoditas

pertanian di Jawa Barat.

Struktur birokrasi di Provinsi Jawa Barat perlu untuk

menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang ada. Secara

teoritik, lingkungan yang terdiri dari lingkungan ekonomi, sosial,

dan politik akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam imple-

mentasi kebijakan Sebagai konsekuensinya, organisasi dituntut

mampu menunjukkan kinerja atau prestasi kerja yang baik meng-

hadapi atau memenuhi tuntutan perubahan-perubahan tersebut.

Untuk kondisi implementasi AFTA bidang komoditas per-

tanian di Jawa Barat struktur birokrasi perlu untuk menyesuaikan

dengan perubahan lingkungan yang ada antara lain melalui

perubahan struktur organisasi yang lebih dinamis karena

lingkungan strategis perdagangan agro di kawasan Asia Tenggara

sudah berubah secara dinamis. Dengan kata lain, pengkajian

ulang terhadap keberadaan struktur birokrasi di Provinsi Jawa

Barat saat ini perlu dilakukan agar struktur birokrasi tersebut andal

dan adaptif dengan perubahan lingkungan perdagangan agro

dalam kerangka AFTA di kawasan Asia Tenggara.

128 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 145: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Peneliti dapat menginterpretasikan bahwa dari sudut

pandang faktor struktur birokrasi sebagaimana yang tertuang

dalam kajian teoritis, implementasi AFTA perdagangan komoditas

pertanian di Jawa Barat belum berlangsung sebagaimana yang

diharapkan, sehingga belum mampu mendorong tercapainya

daya saing Jawa Barat di dalam menghadapi perdagangan bebas

di kawasan Asia Tenggara

Implikasi Kebijakan

Lebih lanjut, berdasarkan hasil elaborasi wawancara

dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan imple-

mentasi AFTA bidang perdagangan komoditas pertanian di Jawa

Barat dari tingkat nasional sampai dengan tataran para petani,

terdapat pemikiran yang berkenaan dengan implikasi kebijakan

sebagai berikut:

Terdapat beberapa implikasi kebijakan yang kiranya perlu

diambil oleh setiap pemerintahan daerah di Indonesia, khususnya

Jawa Barat, dalam upaya membangun dan atau mengembangkan

kerjasama dengan luar negeri. Pertama, pembangunan pangkalan

data yang komprehensif dan berstandar imernasional tentang

potensi-potensi lokal apa saja yang dimiliki oleh Jawa Barat.

Kedua, menentukan skala prioritas antisipasi terhadap agenda

hubungan internasional yang mendesak dan dalam waktu

beberapa tahun lagi (immediate years) harus segera diikuti oleh

bangsa Indonesia, termasuk Propinsi Jawa Barat. Ketiga, dalam

rangka peningkatan kualitas pelayanan publik, perlu dikaji

kemungkinan adanya pembangunan struktur baru di tingkat

pemerintahan Propinsi, termasuk Jawa Barat. Keempat, pengem-

bangan mekanisme diplomasi publik melalui sistem pelayanan

informasi pemberdayaan publik, dan kelima yaitu prosedur umum

129bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 146: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

pengembangan kerjasama daerah Jawa Barat dengan luar negeri

yang berbasis kebutuhan publik (public needs).

Pembangunan Data Base Potensi Lokal

Salah satu faktor yang sangat mendesak untuk dikaji dalam

proses membangun kerjasama daerah Jawa Barat dengan luar

negeri di era otonomi daerah adalah pembangunan pangkalan

data (data base) potensi daerah Jawa Barat yang berstandar

internasional sesuai aturan dalam World Intelectual Property

Rights Organization (WIPO). Hal ini mutlak segera dibangun

terutama untuk perlindungan terhadap hak komunal (adat dan

lokal) atas kepemilikan intelektual, dimana saat ini mulai ramai

diperbincangkan dalam berbagai pertemuan dan diskusi. Upaya

ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk melindungi kekayaan

intelektual mereka dalam interaksi dengan masyarakat global,

terutama sejalan dengan kesepakatan bersama di antara negara-

negara WTO (World Trade Organization) yang mengatur berbagai

faktor intelectual property rights dalam dunia perdagangan (Trade

Related on Intellectual Property Rights/TRIPs).

Gagasan-gagasan yang terkandung dalam Trade Related on

Intellectual Property Rights (FRI Ps) oreintasinya bersifat individual

dan bercorak privatisasi. Ide dasar IPRs itu lebih menekankan pada

hak yang berkaitan dengan hukum benda yang tangible. Di lain

pihak, dalam masyarakat tradisional dan lokal yang menjadi

pedoman komunitas mereka adalah kepatuhan terhadap

pimpinan adat dengan dukungan hukum adat. Dalam hukum adat

di Nusantara ini yang paling utama adalah keterikatan hubungan

antara tanah dengan manusia. Artinya, pengaturan kekayaan

intelektual tradisional dan lokal tidak hanya memperlakukan

benda sebagai benda, tetapi juga benda itu berkaitan dengan

130 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 147: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

tanah, yang erat kaitannya dengan wilayah geografis. Dengan

kata lain, paradigma yang dianut oleh masyarakat tradisional dan

lokal tersebut berbeda dengan paradigma yang dianut IPRs

selama ini.

Maka itu, pembangunan pangkalan data potensi lokal

mutlak diperlukan terutama sebagai alat kontrol bagi daerah-

daerah di Indonesia apabila suatu ketika menghadapi perselisihan

yang berkaitan dengan TRIPs. Dewasa ini baru dua negara yang

mempunyai pangkalan data yang lengkap dan komprehensif

yakni negara India dan Brasil. Padahal keberadaan pangkalan data

ini dapat dijadikan sebagai suatu amunisi apabila negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia, berselisih dalam konteks TRIPs

dengan negara-negara maju.

Misalnya saja ada peluang terjadi perselisihan dengan

pihak asing/luar negeri apabila masyarakat Desa Cilembu,

Kabupaten Sumedang akan mengekspor produk unggulannya

yakni Ubi Manis Cilembu secara besar-besaran dan professional

bisnis sebab dewasa ini hak paten produk ubi manis (sweet

potatoes) sudah dimiliki oleh salah satu perusahaan asing di luar

negeri.

Pemikiran di atas perlu menjadi peringatan dini untuk

mempersiapkan Jawa Barat go international khususnya dalam

menghadapi peristiwa-peristiwa intemasional yang dalam waktu

dekat harus diikuti oleh bangsa Indonesia, misalnya yaitu

implementasi Bogor Declaration (Deklarasi Bogor) 2010 bagi

negara-negara anggota APEC.

131bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 148: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Skala Prioritas Agenda Hubungan Luar Negeri

Sesuai dengan namanya Deklarasi Bogor itu ditetapkan di

Kota Bogor, Indonesia. Sesuai dengan kesepakatan Deklarasi

Bogor, mulai tahun 2010 negara-negara ASEAN akan dapat

memanfaatkan preferensi atas dasar Most Favoured Nations

(MFN) dari negara-negara maju yang tergabung dalam APEC yang

akan mulai meliberalisasikan perdagangannya pada tahun 2010.

Sesudah itu, mulai tahun 2020, negara-negara ASEAN, termasuk

Indonesia, harus memberikan preferensi penuh (baca: membuka

penuh pangsa pasarnya) atas dasar MFN kepada negara-negara

lain, termasuk kepada negara-negara maju anggota APEC.

Secara bersamaan pada tahun 2020 akan berlaku juga One

World Trade (satu perdagangan dunia) oleh WTO serta akhir

penerapan dari ASEAN Vision 2020. Pada tahun 2010 juga ada

kemungkinan pengaturan ketat dari WIPO (World Intellectual

Property Rights Organization) akan mulai diimplementasikan dan

mencapai puncaknya pada tahun 2020 ketika saat itu sudah

tercipta satu pasar dunia.

Permasalahannya kini adalah sudah siapkah Pemerintah

Pusat Indonesia, termasuk Pemerintahan tingkat Provinsi Jawa

Barat memasuki peluang dan tantangan di atas? Yang paling

mendesak adalah persiapan dalam menghadapi implementasi

Deklarasi Bogor tahun 2010. Dari pengamatan peneliti, India dan

empat negara ASEAN yaitu Singapura, Thailand, Malaysia, dan

Vietnam yang sudah jauh-jauh hari siap-siap untuk menikmati

kemudahan (preferensi) liberalisasi perdagangan yang akan diberi-

kan oleh negara-negara maju anggota APEC mulai tahun 2010.

Jaringan mereka sudah dibangun sampai ke tingkat daerah-daerah

dengan dukungan teknologi dan informasi yang adikuat untuk

menggenjot pertumbuhan ekonomi nasionalnya masing-masing.

132 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 149: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Struktur Baru: Biro Kerjasama Luar Negeri di Setda Propinsi Jawa Barat

Mengkaji begitu luas dan kompleksnya peluang dan

tantangan yang dihadapi serta dalam rangka peningkatan kualitas

pelayanan publik, tampaknya sudah saatnya para elit

pemerintahan di tingkat Propinsi Jawa Barat membuka wacana

pembentukan struktur baru di Sekretariat Pemerintah Daerah

Propinsi Jawa Barat yaitu Biro Kerjasama Luar Negeri.

Biro Kerjasama Luar Negeri ini mungkin paling tidak terdiri

dari empat bagian yaitu Bagian Kerja sama Bilateral, Bagian Kerja

sama Regional dan Multilateral, Bagian Administrasi Kerja sama,

dan Bagian Humas dan antar Lembaga. Diharapkan keempat

bagian ini dapat terintegrasi secara sinergis dalam menjadi aparat

pemerintah terdepan dalam upaya pemberdayaan potensi daerah

dalam membangun kerja sama dengan luar negeri sekaligus

peningkatan kualitas pelayanan publik.

Struktur baru ini juga menuntut peningkatan keterampilan

dan kompetensi aparat pemerintah, misalnya saja pengetahuan

tentang hubungan internasional, ekonomi-politik internasional,

hukum internasional, dan keterampilan bahasa asing akan

menjadi sangat penting dalam negosiasi internasional dan dalam

setiap forum yang menuntut pengertian tentang sistem dan

kerangka pemikiran kebijakan negara lain.

Diharapkan dengan makin meningkatnya pengetahuan

dan keterampilan aparat pemerintah daerah yang terlibat dalam

pengelolaan hubungan luar negeri, maka upaya membangun

kerjasama luar negeri dalam rangka pemberdayaan potensi

daerah dapat secara maksimal didayagunakan.

133bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 150: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Pengembangan Mekanisme Diplomasi Publik melalui Sistem Pelayanan Informasi Pemberdayaan Publik

Ini merupakan sebuah model dengan gambaran sebagai

berikut :

a. Diplomasi publik dilaksanakan melalui aspek people-to

people contact atau interaksi antara kelompok swasta dan

kepentingan suatu negara dengan kelompok swasta dan

kepentingan negara lain.

b. Merupakan konsep untuk mengaktualisasikan potensi

aktor non-negara yang berupa kekuatan, kemampuan

Organisasi non-pemerintah atau kelompok masyarakat,

merevitalisasi kemampuan yang dimiliki untuk melaksana-

kan kegiatan diplomasi publik.

c. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan

yaitu proses yang menekankan kepada pemberian atau

pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampu-

an kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya, dan

proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar

masyarakat mempunyai kemampuan untuk member-

dayakan diri.

d. Pemberdayaan dimaksudkan untuk memecahkan masalah

sebagai tantangan yang harus dihadapi di bidang legitimasi

politis, legalitas, keberlanjutan finansial, kompotensi

profesionalitas, dan kredibilitas sosial LSM/NGO sebagai

aktor non-negara.

e. Pemberdayaan aktor dari LSM/Ornop sebaiknya terarah

dan disinergikan dengan rencana strategis pemerintah

pusat/daerah yang telah merumuskan strategi diplomasi.

Terkait dengan masalah tersebut, maka LSM/Ornop bahkan

kompetensi personal harus diberdayakan.

134 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 151: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Unsur-unsur non-pemerintah yang terlibat dalam

diplomasi, terlebih dahulu mengikuti pendidikan dan pelatihan

berkenaan dengan kebutuhan akan kompetensi diplomasi publik

di masa yang akan datang.

Prosedur Umum Pengembangan Kerjasama Daerah Jawa

Barat dengan Luar Negeri yang Berbasis Kebutuhan Publik (Public

Needs).

Implikasi kebijakan poin ke empat di atas sangat ererat

kaitannya dengan upaya pengembangan kerja sama daerah Jawa

Barat dengan luar Negeri, khususnya pengembangan kerjasama

daerah Jawa Barat dengan negara-negara anggota ASEAN di

bidang perdagangan komoditi agro. Hal itu selaras dengan

implementasi kebijakan publik yang berbasis kebutuhan publik

karena program-program yang dikerjasamakan sudah terlebih

melalui proses bottom-up planning yang terintegrasi melibatkan

Government to Government (Local Governments), Business to

Business, dan People to People contacts.

Pada tahap ini pengembangan kerjasama daerah Jawa

Barat dengan luar negeri sudah memiliki panduan kebijakan

publik yakni Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 21 Tahun 2004

tentang Pedoman Kerjasama antara Daerah Dengan Pihak Luar

Negeri. Dalam Keputusan Gubernur tersebut dinyatakan bahwa

inisitaif kerjasama daerah Propinsi Jawa Barat dalam melakukan

kerjasama luar negeri harus melalui prosedur umum sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlalu antara lain:

1. Dalam perencanaan setiap kegiatan Hubungan dan atau

Kerjasama Luar Negeri, pihak pembuat inisiatif Hubungan

dan atau Kerjasama Luar Negeri perlu menyiapkan Rencana

Program yang sekurang-kurangnya memuat uraian

mengenai hal-hal sebagai berikut:

135bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 152: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

a. Identitas, status dan kedudukan hukum pihak-pihak

Pelaku Hubungan atau Kerja sama;

b. Latar belakang kebutuhan, maksud, dan tujuan pem-

binaan Hubungan/Kerja sama;

c. Objek dan atau Bidang atau sub-bidang kerja sama;

d. Ruang lingkup kerja sama berdasarkan kewenangan

daerah;

e. Hak, kewajiban dan tanggungjawab utama para pihak

dalam kerja sama;

f. Pengorganisasian dan tata cara pelaksanaan kerja sama;

g. Rencana, hak dan kewajiban dalam pembiayaan;

h. Jangka waktu kerjasama;

i. (Bila dianggap perlu) Hal-hal lain yang umumnya harus

disepakati di dalam Perjanjian atau Kontrak, seperti

misalnya:

1) perumusan hak dan tanggungjawab para pihak

dalam menghadapi keadaan memaksa, perubahan

kondisi dan situasi pada saat pelaksanaan kontrak;

2) kesepakatan para pihak tentang prosedur penye-

lesaian sengketa;

3) kesepakatan mengenai kemungkinan perubahan

terhadap persyaratan kerja sama;

4) jangka waktu berlangsungnya kerja sama;

5) kondisi-kondisi dan persyaratan pemberlakuan

kerjasama.

2. Program Hubungan dan atau Kerjasama Luar Negeri

dapat dilakukan berdasarkan prakarsa dari:

a. Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota);

b. Pelaku hubungan luar negeri lainnya di daerah;

c. Pihak asing.

136 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 153: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

3. Prakarsa Hubungan dan atau Kerjasama Luar Negeri

yang diselenggarakan atas dasar prakarsa Pemerintah

Daerah dan atau Pelaku Kerjasama Luar Negeri lainnya

di Daerah dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Pihak pemrakarsa (dalam hal ini Kepala Daerah)

mengirimkan Rencana Program Kerja sama kepada

Pemerintah, serta mengajukan permohonan penye-

lenggaraan rapat koordinasi yang dihadiri oleh

Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar

Negeri, dan Departemen atau Lembaga lain di

tingkat Pemerintah Pusat yang terkait dengan

Rencana Program, dan Gubernur (untuk Rencana Pro-

gram yang ada dalam kewenangan Propinsi) atau

Bupati/Walikota yang terkait (untuk Rencana

Program yang ada dalam kewenangan Kabupaten/

Kota);

b. Dalam hal pihak pemrakarsa program Hubungan/

Kerjasama Luar Negeri adalah Pelaku Kerjasama lain

selain Kepala daerah, maka pihak pemrakarsa harus

terlebih dahulu menyampaikan Rencana Program

kepada Kepala daerah di wilayah rencana tempat

pelaksanaan program;

c. Dalam hal Rencana Program tersebut me-nyangkut

kepentingan masyarakat banyak, maka Rencana

Program tersebut harus terlebih dahulu memper-

oleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD);

d. Kepala Daerah sebelum menyampaikan kepada

Pemerintah Pusat, berkonsultasi dan berkoordinasi

dahulu tentang Rencana Program yang telah dibuat

kepada Propinsi;

137bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 154: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

e. Kepala Daerah kemudian meneruskannya kepada

Pemerintah Pusat sesuai pada butir a di atas;

f. Kepala daerah mengadakan rapat dengan mengun-

dang Departemen Dalam Negeri, departemen Luar

Negeri dan Departemen atau Lembaga lain yang

dimaksud dalam butir a, untuk membicarakan

Rencana Program. Sebelum dan sesudah penyeleng-

garaan rapat konsultasi dan koordinasi, pihak Kepala

daerah dapat melakukan komunikasi resmi melalui

surat menyurat dengan Departemen Dalam Negeri

dan atau Departemen Luar Negeri dan atau

Departemen? lembaga lain yang terkait;

g. Departemen Luar Negeri akan memberikan masukan

dan petunjuk kepada Kepala daerah mengenai

hubungan luar negeri sesuai dengan kebijakan luar

negeri Indonesia. Departemen Luar Negeri juga akan

berperan sebagai fasilitator dalam mengkomunikasi-

kan Rencana dan Pelaksanaan Kerjasama dengan

perwakilan diplomatik dan konsuler pihak asing di

Indonesia dan perwakilan Republik Indonesia di

luarnegeri;

h. Departemen Dalam Negeri akan memberikan masuk-

an dan petunjuk kepada Kepala Daerah mengenai

aspek-aspek kewenangan daerah, masalah-masalah

koordinasi, integrasi, sinkronisasi, aspek pelaksanaan

dan pengawasan internal serta pembiayaan;

i. Departemen atau Lembaga Pemerintah Pusat lain

yang terkait memberikan masukan dan petunjuk

mengenai subtansi kerjasama dan korelasi serta

konsistensinya dengan perencanaan pembangunan

nasional dalam bidang yang dikerjasamakan;

138 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 155: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

j. Dengan memperhatikan pertimbangan-pertim-

bangan yang diperoleh dari kegiatan koordinasi dan

konsultasi, Departemen Luar Negeri akan memberi-

kan keputusan final untuk menyetujui, menyetujui

dengan cata-tan, atau menolak-menyetujui peru-

bahan status Rencana Program menjadi Program

Hubungan/Kerjasama Luar Negeri. Persetujuan

Departemen Luar Negeri dibuktikan dengan

penerbitan Surat Kuasa penuh (Full Powers) oleh

Menteri Luar Negeri kepada Kepala daerah untuk

membuat kesepakatan kerjasama dengan pihak luar

negeri dalam bentuk Perjanjian Internasional dan

atau Kontrak Internasional.

Dengan kata lain upaya pembangunan kerjasama daerah

Jawa Barat dengan luar negeri dalam kaitannya dengan

perdagangan agro dalam kerangka AFTA bertumpu pada pola

bottom-up planning. Hal itu dikarenakan pada tahap awal

pembangunan kerjasama daerah dengan luar negeri proses uji

kelayakannya berada pada persetujuan Kepala Daerah yang

bersangkutan (lihat Gambar 4.3.). Secara demikian diharapkan

setiap implementasi kebijakan yang berkenaan dengan proses

pembangunan kerjasama daerah dengan luar negeri akan sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.<

139bab 4 ENGUKUR KESIAPAN JAWA BARAT– M

Page 156: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Dit

ola

k

Dis

etu

jui

Prak

arsa

dar

i Ek

seku

tif

Dae

rah

Prak

arsa

d

ari P

ihak

Lu

ar N

eger

i

Uji

Kela

yaka

n

unt

uk

Men

dap

atka

n

Pers

etu

juan

Ke

pal

a d

aera

h

Ren

can

a Pr

ogr

am

Kep

ala

Dae

rah

B

erko

nsu

ltas

i dan

B

erko

ord

inas

i d

enga

n P

rop

insi

Dis

amp

aika

n k

e p

emer

inta

h

Pusa

t D

iser

tai P

erm

oh

on

an

Peny

elen

ggar

aan

Rap

at

Koo

rdin

asi d

an K

on

sult

asi

yan

g D

ihad

iri o

leh

Dep

dag

ri,

Dep

lu, D

ep/L

em la

in

di T

ingk

at P

usa

t ya

ng

Terk

ait,

dan

Kep

ala

Dae

rah

.

Rap

at

Koo

rdin

asi

dan

Ko

nsu

ltas

i

1

2

3

Peru

bah

an

Dis

etu

jui

Dis

etu

jui

Dit

ola

k

Dit

ola

kPe

rjan

jian

Inte

rnas

ion

al

Kont

rak

Inte

rnas

ion

al

Kep

ala

Dae

rah

M

emb

uat

Ke

sep

akat

an

Kerj

asam

a d

enga

n

Luar

Neg

eri

Sura

t Ku

asa

(Ful

l Pow

ers)

d

ari M

ente

ri

Luar

Neg

eri

kep

ada

Kep

ala

Dae

rah

Dis

etu

jui d

enga

n C

atat

anH

asil

Rap

at

Gam

bar

4.3

.B

AG

AN

ALI

R T

ATA

CA

RA

UM

UM

HU

BU

NG

AN

DA

N K

ERJA

SAM

A L

UA

R N

EGER

I IN

ISIA

TIF

PEM

ERIN

TAH

DA

ERA

H D

AN

PEL

AKU

HU

BU

NG

AN

LU

AR

NEG

ERI D

I DA

ERA

H

140 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 157: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Abdullah, Syukur. 1991. Budaya Birokrasi di Indonesia. Jakarta: PT.

Pustaka Utama Grafiti.

Abidin, Z. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap

Keragaman Industri Gula Indonesia: Suatu A nalisis

Kebijakan. Disertasi, tidak dipublikasikan. Bogor: Program

Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.

Abimanyu, A 1995. Liberalisasi Perdagangan dan Biaya

Lingkungan. dalam Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan dan

Kemiskinan. Soetrisno, L. dan F. Umaya (Editor).

Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Amang, B. dan M.H. Sawit. 1997. Perdagangan Global dan

Implikasinya pada Ketahanan Pangan Nasional. Agro-

Ekonomika No. 2 Tahun XXVII: 1-14. Jakarta: Perhepi.

Anderson, James E. 1984. Public Policy and Politics in America.

California: Wadsworth, Inc. Belmont.

Anderson, James E. 1997. Public Policy Making. New York: Holt,

Rinehart and Winston.

Anugerah, I. S. 2003. ASEAN Free Trade Area (AFTA), Otonomi

Daerah dan Daya Saing Perdagangan Komoditas

141DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka

Page 158: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Pertanian Indonesia. Forum Agro Ekonomi, Volume 21 (1).

Juli 2003. Bogor: Puslilbang Sosial Ekonomi Pertanian.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmosudirdjo, Prajudi S. 1976. Beberapa Pandangan Umum

tentang Pengambilan Keputusan. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Bank Dunia. 2004. Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A

Framework for Policy and Action, Second ed., East Asia and

Pacific Region Infrastructure Development, Washington,

D.C. and Jakarta.

Bank Dunia. 2005, “Averting an Infrastructure Crisis”, Infrastructure

Policy Brief, January, Jakarta.

Bappenas. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2004-2009. Jakarta

Bellone, Carl J. 1980. Organization Theory and the New Public

Administration, Boston: Allyn and Bacon Inc.

Bennet. 1984. International Organization. New York: McGraw Hill.

BPS, BAPPENAS dan UNDP. 2001, Menuju Consensus Baru.

Demokrasi dan Pembangunan manusia di Indonesia,

Laporan Pembangunan Manusia 2001, Oktober, Jakarta:

Biro Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional dan United Nations Development Programme.

BPS, Bappenas dan UNDP. 2004. The Economics of Democracy,

Indonesia Human Development Report 2004, Jakarta.

Brian W Hogwood and Lewis A. Gunn, 1984. Policy Analysis For The

Real World. New York : Oxford University Press.

Bromley Daniel W. 1989. Economic Interest and Institutions. The

Conceptual Foundations of Public Policy. Great Britain:

Book craft (Bath) Ltd.

142 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 159: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Budiono. 2001. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Badan

Penerbitan Fakultas Ekonomi. Universitas Gadjah Mada.

Bungin, Burhan (ed.). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif:

Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian

Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Carl U Patton and David S Sawacki. 1985. “ Basic Methods Of Policy

Analysis and Planning”. New Jersey: Prentice Hall Inter-

national Inc, 1985.

Chacholiades, M. 1978. International Trade Theory and Policy. New

York: McGraw Hill.

Chadwich, Bruce A., Howard M. Bahar, Stan L. Albrecht. 1988. Social

Research Methods. Englewood cliffs, New Jersey: Prentice-

Hall.

Chaves, R.E., J.A. Frankel dan R.W. Jones. 1993. World Trade and

Payments. An Introduction. Sixth Edition. New York:

Harper Collins.

Cho, Dong-Sung dan Hwy-Chang Moon. 2003. From Adam Smith

to Michael Porter. Evolusi Teori Daya Saing, Jakarta:

Salemba Empat.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and

Quantitative Approaches. California: Sage Publications.

Crozier, Michael. 1964. The Bureaucratic Phenomenon. London:

Tavistock publication.

Daniels, John D. dan Radebaugh, Lee H. 1989. International Busi-

ness, Environments and Operation, Edisi ke 5, Addison-

Wesley Publishing Company.

David L. Weiner and Aidan R. Vinning. 1989. Policy Analysis:

Concepts and Practice. New Jersey : Prentice Hall Inc.

Davis, Keith & John W. Newstrom. 1985. Perilaku dalam

Organisasi. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

143DAFTAR PUSTAKA

Page 160: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Dollar, David dan E.N. Wolf. 1993. Competitiveness, Convergence,

and International Specialization, Cambridge, Mass.: the

MIT Press

Doz, Yves L. dan C.K. Prahalad. 1987. Multinational Mission, New

York: The Free Press.

Dunn, Willian N. 1995. Public Policy Analysis. New Jersey: Prentice

Hall International Inc.

Dye Thomas R. 1992. Understanding Public Policy. New Jersey:

Englewood Cliffs.

Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy.

Washington D.C. : Congressional Quarterly Press.

Edward III, George C. and Sarkansky. 1980. The Policy Predicament.

San Francisco: W.H. Freeman and Company.

Erwidodo dan P.U. Hadi. 1999. Effects of Trade Liberalization on

Agricultureure in Indonesia: Commodity Aspects. The

CGPRT centre. Working Paper No 48.

Erwidodo. 1999. Effects of Trade Liberalization on Agriculure in

Indonesia: Institutional and Structural Aspects. The CGPRT

Centre. Working Paper No 41.

Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-organisasi Modern (Modern

Organizations). Terjemahan Suryatin. Jakarta: UI Press.

FAO, 2003. Anti-Hunger Programme. A Twin Track Approach to

Hunger Reduction: Priorities for National and International

Action.

Farnham, Davis and Sylvia Norton, 1993, Managing in New Public

Service. London: Mc. Millans Press.

Feridhanusetyawan, T and M. pangestu, 2003. Indonesian Trade

Liberalization: Estimating The Gains. Buletin of Indonesian

Economic Studies, Volume 29 (1). 2003.

Feser & Bergman. 2000. Industrial Cluster. New York: McGraw Hill.

144 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 161: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Feser. 2001. Cluster Analysis. New York: McGraw Hill.

Finer, Herman. 1960. The Theory and Practice of Modern

Government. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Fitzsimmons, James A & Mona. J. Fitzsimmons, 1994. Service

Management for competitive Advantage. New York: Mc

GrawHill Inc.

Gannon, Marti J. 1979. Organizational Behavior: A Managerial and

Organizational Perspective. Toronto: Little Brown and Co.

Gasperz, Vincent, 1997, Management Kualitas ; Penerapan konsep

kualitas dalam Manajemen Bisnis. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

George C Edward III, “Implementing Public Policy“, Washington:

Congressional Qua rtely Press, 1980.

Gibson, L. James, John. M. Ivancevich, & James H. Jr., Donelly. 1986.

Organisasi – Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan Jorban

Wahid. Jakarta: Erlangga.

Gibson, L. James. 1984. Organization and Management. New York:

Mc. Graw-Hill.

Goodall, Merrill. 1975. Bureaucracy and Bureaucrats. Bepal:

Experience

Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the

Third World. New York: Princeton University Press.

Grossman, G.M. dan E. Helpman. 1993. Innovation and

Growth in the Global Economy, Cambridge, Mass.: the MIT

Press Gwartney, James D. dan Stroup, Richard. 1980.

Economics: Private and Public Choice. New York: Academic

Press.

Hadi, PU. 2003. Marketing Policy to Improve Competitiveness of

Agricultural Commodities Facing Trade Liberalization.

Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 1 (2). Juni 2003.

Puslitbang SosiaI Ekonomi Pertanian. Bogor.

145DAFTAR PUSTAKA

Page 162: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Hamdy, H. 2000. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan

Perdagangan Internasional. Buku Kesatu. Ghalia

Indonesia. Jakarta.

Harrison, Ford. 1992. Industrial Cluster. New York: Mc Graw Hill.

Heady, Farrel. 1991. Empowerment: The Politic of

Alternative Development. Massachusetts: Blackwell

Published.

Henry, Nicholas. 1995. Administrasi Negara dan Masalah-masalah

Publik. Terjemahan Luciana D. Lontoh. Jakarta: PT. Raja

Garfindo Persada.

Hermanto. 2002. Perspektif Implementasi Kebijakan Stabilisasi

Harga Gabah/Beras Pasca Bulog. Lokakaya Ketahanan

Pangan Pasca BuIog. Badan Bimas Ketahanan Pangan,

Departermen Pertanian, Jakarta, 22 November

Hersey, Paul, Kenneth H. Blanchard, & Dewey E. Johnson. 1995.

Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber

Daya Manusia. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta:

Erlangga.

Hidayat dan Sucherly. 1986. Peningkatan Produktivitas Organisasi

Pemerintah dan Pegawai Negeri, Kasus Indonesia. Jakarta:

LP3ES.

Hodge, Grame, 1993, Minding Everybody's Business Performance

Management in Public Sector Agency, Public Sector.

Sydney: Management Institute. Monasti University.

Hoogerwerf, A. 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Erlangga.

Hoogwood, Brian W., and Lewis A. Gunn. 1986. Policy Analysis for

the Real World. Princeton: Princeton University Press.

Howlet, Michael and M. Ramesh. 1995. Studying Public Policy:

Policy Cycles and Policy Subsystems. Oxford: Oxford

University Press.

146 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 163: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Hughes,Owen, 1998,Public Management & Administration.

Chipenham: Antony Rowe Ltd.

Husaeni, Martani. 1993. Penyusunan Strategi Pelayanan Prima

dalam Suatu Perspektif Reengineering, dalam Bisnis dan

Birokrasi. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, Budi. 1997. Total Quality Management, Panduan Untuk

Menghadapi Persaingan Global. Jakarta: Djambatan.

Ilham, Nyak. 2003. Dampak Liberalisasi Ekonomi Terhadap

Perdagangan dan Kesejahteraan Negara-Negara di

Dunia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, XI (2) 2003.

L1PI. Jakarta.

Indrawati, S.M. 1995. Liberalisasi dan Pemerataan dalam

Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan dan Kemiskinan.

Soetrisno, L. dan F. Umaya (Editor). Yogyakarta: P. Tiara

Wacana Yogya.

Indrawijaya, Adam. 1989. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru.

Irfan. Islamy, “Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara“,

Jakarta: Bina Aksara, 1984.

ISEI. 2005. Rekomendasi ISEI. Langkah-Langkah Strategis

Pemulihan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana

Ekonomi Indonesia.

Islamy M. Irfan. 2000. Prinsip-prinsip Kebijakan Negara. Jakarta:

Bumi Aksara.

Jabra, Joseph. G & Dwivendi OP. 1993. Public Service

Accountability, A. Comprehensive Perpective. New York:

Kumarian Press Inc.

Jenkins Smith, 1990. Democratic Politics and Policy Analysis: Cali-

fornia: California Publishing Company.

Jenkins, W. I., 1970. Policy Analysis : A Political and Organizational

Perspective. New York : ST. Martin Press.

147DAFTAR PUSTAKA

Page 164: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Jones, Charles O. 1994. Study of Public Policy. Belmont, California:

Wadsworth Inc.

Kaniya, M. 2002. 1990s: A DecacIe for AgricuturaJ Poley Reform in

Japan- Breakaway from the Postwar Policies. Food and

Agricultural Policy Research Center, Tokyo daIam Hadi, et

al. 2003. Dampak Implementasi Perdagangan Bebas

AFTA-2003 Terhadap Pertanian Indonesia. Laporan Hasil

Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian. Bogor.

Kariyasa. K. 2003. Dampak Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga

Dasar serta Implikasinya Terhadap Daya Saing Beras

Indonesia di Pasar Dunia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol.

1(4). Desember 2003. Puslilbang SOsial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Kast, Fremont & Rosenzweig, James E. 1985. Organization and

Management: A Systemic and Contingency Approach. New

York: Mc. Graw-Hill Book Company.

Kerlinger, Fred N, Elazar J. Pedhazur. 1987. Foundation of Behavioral.

New York: Research Half Rinehard and Wington.

Kevitt, Davit, 1998, Managing core Public Service. London: Black

Well Publisher.

Kindleberger, C.P. and P.H. Underl. 1978. International Economics.

Six Edition. Illinois. Richard D. Irwin. Inc.

Kompas. 2006. “Paket Kebijakan Infrastruktur”, Bisnis & Keuangan,

Sabtu, 18 Februari, hal. 17.

Kotler, Philip, Somkid Jatusripitak, dan Suvit Maesincee. 1997.

Pemasaran Keunggulan Bangsa, Jakarta: PT Prenhallindo.

Kotler, Philip. 1991. Marketing Management, Analysis, Planning,

Implementation & Control. London: Prentice Hall Inter-

national Edition.

148 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 165: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Kotler, Philip. 1994. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan,

Implementasi dan Pengendalian. Terjemahan Supranto.

Jakarta: Prentice Hall Edisi Indonesia.

Kristiadi, J.B. 1998. Deregulasi dan Debirokratisasi Dalam Upaya

Meningkatkan Mutu Pelayanan, Pembangunan Adminis-

trasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Kristiadi, JB. 1998. Pemberdayaan Birokrasi dalam Pembangunan.

Jakarta: Sinar Harapan.

Krugman, P.R. 1988, “Introduction: New Thinking about Trade

Policy”, dalam Krugman, P.R. dkk. (ed.), Strategic Trade

Policy and New International Economics, Cambridge,

Mass.: the MIT Press.

Krugman. 199 1.International Trade. New York: Mc Graw Hill Book

Company.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta:

Rajawali.

La Palombara. 1967. Bureaucracy and Political Development. New

Jersey: Princeton University Press.

Lane. 1993. The Public Sectors, Concepts, Models, and Approaches.

Prentice Hall, Inc.. New Jersey.

Luthans, Fred. 1992. Organization Behavior. Tokyo: Mc.

Graw Hill. Marx. 1996. Administrasi Birokrasi dan Pelayanan Publik.

Terjemahan Supriatna. Jakarta: Nimas Multima.

Maxwell, S. and T.R. Frankenberger. 1992. Household Food security:

Concepts, Indicators, Measurement. A Technical Review.

Jointly Sponsored by United Nation Children's Fund and

International Fund for Agricultural Development.

Mazmanian, Daniel A., and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation

and Public Policy. Illinois: Scoot, Foresman and Company.

Milles, Mathew B. and A. Michael Huberman. 1992.

Qualitative Data Analysis. California: Sage Publications Inc.

149DAFTAR PUSTAKA

Page 166: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Moleong Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya.

Muhadjir, Noeng. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:

Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif:

Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Nasikun. 1997. Proses Perubahan Sosial dan Pembangunan

Nasional. Jakarta: Bulan Bintang.

Newman, Lawrence W. 1997. Social Research Methods: Qualitative

and Quantitative Approaches. Boston: Allyn and Bacon Co.

Needham Heights.

Osborne, David & Ted Gabler, 1992, Reiventing Government, New

York: A William Patrick Book.

Osborne, David and Plastrik. 2001. Memangkas Birokrasi: Lima

Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. Tejemahan.

Jakarta: Pendidikan Prasetya Mulya.

Pakpahan, Arten T. 2005. “Gambaran Belanja Modal Daerah, Dana

Alokasi Khusus dan Hibah Pinjaman Luar Negeri

Pemerintah untuk Pembansunan Infrastruktur”, makalah

FGD, Jakarta: ISEI.

Pamudji, S., Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Jakarta:

Bina Aksara, 1982.

Pardede, Raden. 2005. “Infrastructure Financing: Indonesia

Challenges”, makalah FGD, Jakarta: ISEI.

Parsons, Wayne. 1993. Public Policy: An Introduction to the Theory

and Practice of Policy Analysis. Chelten han: Edward Elga r.

Pollitt & Bouchaert. 2000. Public Management Reform,

New York: Prentice Hall International edition.

Porter, 1990. Competitive Advantage. New York: McGraw Hill.

150 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 167: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage, New York: Free Press.

Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations,

New York: Free Press.

Porter, M.E. 1998a. The Competitive Advantage of Nations: With a

New Introduction, New York: The Free Press.

Porter, M.E. 1998b. On Competition, Boston: Harvard Business

School Press.

Porter, M.E. ed.. 1986. Competition in Global Industries, Boston:

Harvard Business School Press.

Porter, Michael E. 1980. Competitiveness Strategy: Techniques for

analyzing industries and companies, New York: Free Press.

Rasahan, CA 1997. Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi Era

Perdagangan Bebas. Agro-Ekonomika No. 2 Tahun XXVII:

15¬24. Perhepi. Jakarta.

Rauch, Robert. Industrial Cluster: Relocation, Investment and

Production. New York: McGraw Hill.

Rouse, Jhon and Berkley, George. 1997. The Craft of Public

Administration, New York: Brown Benchmark, McGraw-Hill.

Saliem, H.P., S.H. Hartini, A Purwoto, dan G.S. Hardono. 2003.

Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Kinerja

Ketahanan Pangan Nasional. Laporan Hasil Penelitian.

Puslitbang Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian,

Departemen Pertanian. Bogor.

Santoso, Priyo Budi. 1997. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru:

Persperktif Kultural dan Struktural. Jakarta: P.T. Grafindo

Persada.

Sarundajang. 2001. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara. Ja-

karta: Pustaka Sinar Harapan.

Sawit, MH. 2001. Globalisasi dan NJA-WTO: Pengaruhnya Terhadap

Ketahanan Pangan Indonesia. Makalah disampaikan pada

151DAFTAR PUSTAKA

Page 168: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Lokakarya “Ketahanan Pangan” diselenggarakan oIeh YLKI

dan Consumers International for Asia and Pacific (CIROAP)

28-29 Agustus 2001, Jakarta.

Sawit, MH. 2003. Indonesia dalam Perjanjian Pertanian WTO:

Proposal Harbinson. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume

I (1). Maret 2003. Puslitbang SOsial Ekonomi Pertanian.

Bogor

Schmidtz, David. 1991. The Limit of Government An Essay on The

Public Goods Argument. Colorado: Westview Press.

Schwartz, Howard, and Jerry Jacobs. 1979. Qualitative Sociology.

New York: The Free Press.

Scott, James. 1986. Introduction to Industrial Cluster. London: Mc

Graw Hill.

Simatupang, P. 2001. Food security: Basic Concepts and

Measurement in Food Security in Southwest Pacific Island

Countries. CGPRT Center Works Towards Enhanching

Sustainable Agriculure and Reducing Poverty in Asia and

The Pacific.

Simbolon, Reobert. 1998. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta:

Rajawali. Jakarta.

Simon, Harbert. 1984. Administrative Behavior: Perilaku

Administrasi, Suatu Studi Tentang Proses Pen gambilan

Keputusan dalam Organisasi Administrasi. Terjemahan St.

Dianjung. Jakarta: Bina Aksara.

Siregar, Hermanto. 2005. “Penyediaan dan Pembiayaan

Infrastruktur Dasar, “ makalah FGD, Jakarta: ISEI Pusat.

Sjahrir. 1986. Pelayanan dan Jasa-jasa Publik, Telaah Ekonomi serta

Implikasi Sosial Politik. Jakarta: LPE3S.

Skelcher, Chris, 1992. Managing For Service Quality. London:

Longman.

152 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 169: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Storper, William. 1992. Industrial Management. New York: Mc Graw

Hill.

Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 1990. Basics of Qualitative

Research: Grounded Theory Procedures and Techniques.

California: Sage Publications.

Sudarsono, Hardjosoekarto. 1994. Beberapa Perspektif Pelayanan

Prima, Bisnis dan Birokrasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Sugiyono. 1993. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfa

beta.

Suhadjo, 1996. Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan pangan

Rumahtangga. Makalah disampaikan pada Lokakarya

Ketahanan Pangan Rumahtangga. Kerjasama Departemen

Pertanian dengan UNICEF. Yogyakarta, 26-30 Mei.

Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta:

Sinar Grafika.

Supriatna, Tjahya. 1997. Administrasi Birokrasi dan Pelayanan

Publik. Jakarta: Nimas Multima.

Suradinata, Ermaya. 1997. Manajemen Pemerintahan dan

Otonomi Daerah. Bandung: Ramadan.

Suryana, A 2001. Tantangan dan Kebijakan Ketahanan Pangan.

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pember-

dayaan Masyarakat untuk Mencapal Ketahanan Pangan

dan Pemulihan Ekonomi. Departemen Pertanian, Jakarta,

29 Maret.

Susilowati, S.H. 2003. Dinamika Daya Saing Lada. Jumal Agro

Ekonomi Vol. 21 No. 2.0ktober 2003. Bogor: Puslilbang

Sosial Ekonomi Pertanian.

Syarif. 1990. Teori dan Praktek Kebijaksanaan Negara Dalam

Meningkatkan Produktivitas. Bandung: Ramadhan.

153DAFTAR PUSTAKA

Page 170: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Tambunan, Tulus. 2006. “Kondisi Infrastruktur di Indonesia”, April,

Jakarta: Kadin Indonesia

Thoha, Miftah. 1994. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan

Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Garafindo Persada.

Thomas R. Dye, “Understanding Public Policy“, New Jersey:

Prentice Hall International Inc, 1987.

Thompson, Jhon L. 1993. Strategic Management: Awareness and

Changes, 2nd Edition. New York: Chapman & Hall.

Van Meter, D.S., dan C.E. Van Horn. 1978. ”The Policy Implemen-

tation Process: A Conceptual Framework”, Administration

and Society, Vol. 6, No. 4, Sage Publications Inc.

Wahab, Solichin A. 2002. Analisis Kebijaksanaan. Dari formulasi ke

implementasi kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi

Aksara. Jakarta.

Warwick, Donal P. 1975. A Theory of Public Bureaucracy:

Massachusetts: Harvard University Press.

Weber, Max. 1997. The Theory of Economics and Social

Organization. New York: The Free Press.

Weihrich, Heinz & Koontz, Harold, 1994. Introduction to Public

Management: A Global Perspective, Tenth edition, McGraw

Hill International Edition.

Wibawa Samudera. 1994. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta:

Rajawali Press.

William N Dunn. 1987.Public Policy Analysis: An Introduction. New

Jersey : Prentice Hall International Inc, 1987.

Winoto, Joyo. 2005. Peranan Pembangunan Infrastruktur Dalam

Menggerakan Sektor Riil, makalah dalam Sidang Pleno ISEI

XI, 22-23 Maret, Jakarta.

Zeithaml, V.A. 1990. Delivering Quality Service, Balancing Customer

Perceptions and Expectations. New York: The Free Press.

154 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 171: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Hasil Penelitian

Abdullah, Awan Yuswanda. 2008. Implementasi Kebijakan Penataan

Organisasi Perangkat Daerah dalam Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus pada Dinas Kesehatan

Kabupaten Bandung). Bandung: Pasacasarjana Unpad.

Fauzi, Teddy Hikmat. 2007. Pengaruh Karakteristik Lingkungan

Eksternal dan Karakteristik Lingkungan Internal terhadap

Efektivitas Pelaksanaan Strategi Usaha (Studi Kasus pada

Bank BNI 1946 wilayah 04 Jawa Barat). Bandung: Pasca-

sarjana Unpad.

Pasha, Rachman. 2005. Pengaruh Faktor-Faktor yang Mem-

pengaruhi Pelaksanaan Penerapan Good Corporate

Governance (Studi Kasus pada Bank Rakyat Indonesia).

Jakarta: Pascasarjana Universitas Satyagama.

Sumaryadi, Nyoman. 2005. Peranan Pemberdayaan Birokrasi

Pemerintahan dalam meningkatkan efektivitas implemen-

tasi kebijakan otonomi daerah (Studi di Propinsi DKI

Jakarta). Bandung: Pascasarjana Unpad.

Dokumen-dokumen

Badan Pusat Statistik Jawa Ba rat, Tahun 2003-2007.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daera h;

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah;

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional;

UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;

155DAFTAR PUSTAKA

Page 172: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional; ASEAN

Vision 2020; ASEAN Arrangement for SMEs

Report of the ASEAN Small and Medium Enterprises Agencies

Working Group

Keputusan Presiden RI Nomor 99 Tahun 1998 tentang

Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil

dan Bidang Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha

Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan

Keppres Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Ratifikasi Pemerintah

RI terhadap skema CEPT dalam kerangka AFTA.

Keputusan Menlu RI Nomor SK.03/A/OT/X/ 2003/01 tentang

Panduan Umum Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh

Daerah;

Keputusan Menkeu RI No. 392/KMK.01/2003 tentang Penetapan

Bea Masuk Atas Impor Ba rang dalam Rangka Skema CEPT

Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 21 Tahun 2004 tentang

Pedoman Kerjasama antara Daerah Dengan Pihak Luar

Negeri.<

156 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 173: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

agregasi, 44Aagresif, 87Abidin, 47Agribisnis, 62, 63, 64, 65, 71, 74Abimanyu, 51agrobisnis, 7, 8, 9, 72, 117accomplishment, 16, 17agroindustri, 7, 8, 9adat, 130akselerasi, 63adil, 54akselerator, 64administrasi, 5, 11, 12, 15, 19, akses pasar, 49, 52, 7521, 32, 55, 56, 57aktor, 20, 24, 134administrasi publik, 32, 57akumulatif, 93administratif, 5, 57, 108alami, 33, 85, 86administrator, 26alih teknologi, 49AEM, 3, 4alternatif, 63afektif, 33AMAF, 4AFTA, 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, Amang, 5223, 44, 48, 50, 56, 57, 58, ambisius, 5059, 87, 88, 89, 90, 91, 92, analisis, 13, 15, 28, 44, 55, 56, 93, 94, 95, 97, 98, 99,

59, 112100, 102, 103, 104, 105, Anderson, 56, 57106, 107, 108, 110, 111, anggaran, 95, 108, 109117, 119, 120, 121, 122, anjuran, 55, 56123, 124, 125, 126, 127, Anugerah, 48128, 129, 139

157I N D E K S

Indeks

Page 174: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

APBD, 122 birokrasi, 22, 23, 32, 41, 42, 43,

APEC, 48, 131, 132 44, 59, 95, 96, 122, 124,

argumen, 47, 55, 56 125, 126, 127, 128, 129

ASEAN, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12, bisnis, 8, 74, 76, 77, 87, 92, 126,

56, 57, 84, 90, 91, 92, 97, 131

98, 105, 128, 132, 135 Bogor, 79, 80, 81, 110, 131, 132

ASEAN Vision, 132 Bottom-up, 17

Asia Tenggara, 2, 5, 7, 9, 56, 57, Brunei, 3, 4

98, 100, 106, 117, 118, budaya, 36, 76, 92

124, 128, 129 Budiono, 49

Asisten Daerah, 100 Bukit Barisan, 62

aspek regional, 6 Buncis, 80, 82

asumsi, 22, 29, 125

autarky, 46

authority, 107 CAyat, 6 Cabe, 81

CEPT, 2, 3, 4, 5, 10, 58

Chacholiades, 45

B Chaves, 46

badan, 6, 25, 26, 30, 36, 127 China, 70

Badan Litbangda, 96 Ciamis, 67, 78, 79, 80, 106, 110

badan pelaksana, 25, 26, 30 Cianjur, 78, 79, 80, 81

badan usaha, 6, 127 Cikarang-Bekasi, 104

bahan baku, 9, 37, 46, 66, 73, 86 Cilembu, 131

bahan kimia, 4 Cirebon, 70, 78, 81, 105, 110

Bali, 62 compensating policy, 48, 49

Bandung, 67, 69, 78, 79, 80, 81, competing, 14

106, 110 consensus, 20

Banjar, 79, 106 Cooper, 18

Banten, 61

bawang putih, 10, 81, 82

bayam, 80, 82 DBea Masuk, 58 daerah, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 41, 58,

Bekasi, 78, 79, 80, 104, 105, 110 61, 62, 73, 78, 84, 87, 90,

Bennet, 56, 57 91, 96, 98, 101, 102, 104,

Biro pelaksana koordinasi, 100 105, 107, 109, 110, 117,

158 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 175: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

124, 126, 127, 129, 130, 102, 103, 104, 107, 108,

131, 132, 133, 134, 135, 109, 110, 111, 118, 120,

136, 137, 138, 139 122, 125, 126, 127, 128

dasar hukum, 7 Dinas Perdagangan, 90, 110

dedikasi, 38 diplomasi, 7, 129, 134, 135

defisit, 49 direktorat jenderal, 92

Deklarasi Bogor, 131, 132 disiplin, 55, 101

dengan luar negeri, 5, 7, 129, diskriminatif, 38

130, 135, 139 disposisi, 40, 43, 44, 59, 103,

Departemen Dalam Negeri, 117, 122, 123

137, 138 Disposisi, 40, 117

Departemen Luar Negeri, 5, 6, distorsi, 50, 93, 95, 96

84, 91, 111, 137, 138, distribusi, 9, 37, 47, 52, 53, 68,

139 73, 75, 76, 87, 110

Departemen Perdagangan domestik, 8, 45, 46, 51, 53, 64,

Republik Indonesia, 90 77

Depok, 79 DPRD, 124, 137

deregulasi, 47, 52 Dunn, 55, 56

determinan, 46

development policy, 48, 49Edevisa, 8, 48Edward III, 32, 33, 37, 40, 41, 42, Dewan Perwakilan Rakyat, 90,

44, 59, 100137efektif, 5, 18, 19, 22, 26, 28, 37, diklat, 102

39, 40, 56, 73, 75, 76, 87, dimensi administrasi, 1195, 116dimensi politis, 11

efektivitas, 26, 47, 59, 64dinamis, 55, 85, 128efisiensi, 28, 42, 47, 49, 50, 54, Dinas, 10, 63, 64, 88, 90, 91, 94,

64, 77, 84, 8695, 96, 97, 98, 99, 100, Ekonomi, 3, 4, 6, 7, 72101, 102, 103, 104, 105, ekonomi makro, 108107, 108, 109, 110, 111, eksekusi, 16, 17, 21, 23118, 119, 120, 121, 122, eksekutif, 57, 58, 90, 122, 127123, 124, 125, 126, 127ekspor, 8, 46, 47, 48, 51, 52, 54, Dinas Industri dan Perdagang-

64, 68, 69 ,70, 73, 75 ,76, an, 63, 64, 88, 91, 94, 95, 77, 86, 106, 110, 12396, 97, 98, 99, 100, 101,

159I N D E K S

Page 176: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

elaborasi, 129 Gedung Sate, 95, 122

elastisitas, 83 General exception list, 10

elite, 14 geografis, 62, 131

empati, 38 global, 1, 45, 48, 55, 66, 72, 73,

entrepreneurship, 87 77, 85, 86, 89, 116, 130

Erwidodo, 48, 51 globalisasi, 45, 95, 116

etnis, 98 Grindle, 14, 16, 23,24

etos kerja, 86 Gubernur, 8, 58, 91, 104, 105,

evaluasi, 17, 23, 35, 55, 56, 71, 135, 136, 137

88, 122 Gudang, 71

Gula, 10, 98

Gunn, 18, 24, 25, 26, 27, 29, 30,

31Ffaktor, 8, 15, 24, 29, 32, 33, 35,

37, 40, 41, 42, 43, 48, 51,

H53, 54, 75, 76, 77, 83, 84,

85, 89, 91, 95, 96, 98, 99, HACCP, 66

100, 117, 123, 127, 128, Hadi, 47

129, 130 hak, 107, 109, 130, 131, 136

Fast Track, 2 Hak Properti Intelektual, 50

Filipina, 3, 4, 10 HAKI, 9

first track diplomacy, 7 Hambatan, 2, 5, 26, 35

Fliegel, 34 hambatan politis, 26

fluktuasi, 83, 113 harga, 46, 47, 49, 50, 51, 53, 54,

formulasi, 55, 56, 57 63, 68, 69, 83, 84, 86,

fragmatis, 107 112, 113, 115

Fragmentasi, 43, 126, 127 harmonisasi, 56

Harpowo, 33

hijau, 78G Hogwood, 18, 24, 25, 26, 27, 29, gagal, 26, 29 30, 31gagasan, 38 Holding Company, 77gap, 10,, 22 honorarium, 41Garut, 78, 79, 80, 81, 106 Hood, 19GATT, 48, 50, 51 Hoogerwerf, 31, 55GDN, 104 Howlet, 13

160 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 177: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

HPS, 69 Impor, 58, 69

hubungan, 5, 6, 7, 11, 15, 17, 23, Inclusion list, 10

28, 29, 30, 32, 39, 59, 74, India, 131, 132

90, 91, 129, 130, 133, indikator, 84

136, 138 Indonesia, 1, 2, 5, 6, 7, 10, 11,

Hubungan, 6, 7, 8, 14, 17, 25, 12, 15, 44, 45, 47, 49, 50,

30, 58, 135, 136, 137, 51, 52, 57, 61, 64, 70, 84,

139 85, 86, 90, 91, 112, 129

hubungan kausal, 28, 29 Indramayu, 70, 78, 79, 80, 105

hubungan kausalitas, 25, 30 Indrawati, 50, 51

hubungan luar negeri, 5, 6, 7, industri, 15, 49, 52, 62, 64, 65,

11, 133, 136, 138 66, 67, 69, 71, 73, 74, 75,

hukum, 6, 7, 130, 133, 136 76, 77, 85, 86, 95, 96,

117, 123

informal, 7

informan, 94, 108, 19, 120, 127Iinformasi, 9, 28, 29, 33, 34, 35, Ibrahim, 33, 34, 35

39, 55, 63, 69, 71, 72, 73, IKM, 66, 75

75, 83, 84, 89, 91, 92, 93, IMA, 66, 67, 68

95, 97, 99, 100, 102, 103, imajinasi, 38

105, 107, 111, 115, 116, immediate inclusion, 4

119, 123, 129, 132Implementasi, 2, 11, 13, 14, 17,

inovasi, 9, 38, 7619, 20, 21, 22, 30, 32, 39,

Insentif, 4157, 59, 98

insinyur, 86Implementasi kebijakan, 13,

instansi, 5, 30, 88, 90, 92, 101, 14, 19, 30, 32, 39, 98

119, 121, 122, 126implementasi liberalisasi, 53

institusi, 24, 74, 88, 97, 111, 128implementator, 16, 19, 20, 34,

Institusional, 5938, 39, 40, 41, 105

institutional arrangement, 44, implementator kebijakan, 34,

5938, 40, 41

intervensi, 46implementor, 17, 21, 58, 88, 89,

inventif, 8791, 92, 96, 98, 100, 101,

investasi, 1, 49, 50, 52, 66, 72, 103, 104, 106, 108, 118,

73, 85119, 120, 121, 122

investor, 85, 104, 119impor, 5, 52, 69, 73, 110

161I N D E K S

Page 178: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

isu, 76, 94, 95, 104, 124, 125, Kanyasa, 48

127 kapital, 37, 53

Karawang, 78, 79, 80, 105

Kawasan Industri, 104

Kawasan perdagangan, 2, 76, J104jabatan, 121, 125

kebijakan, 5, 9, 11, 13, 14, 15, jagung, 78, 82

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, Jakarta, 69, 91, 113, 114

23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, jaringan, 38, 65, 67, 71, 73, 75,

30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 77, 87, 123, 132

38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, jasa, 1, 7, 46, 53, 54, 62, 68, 73,

45, 47, 48, 49, 52, 55, 56, 74, 84, 98

57, 58, 59, 69, 90, 91, 92, Jawa Barat, 7, 8, 9, 10, 11, 58, 59,

93, 94, 95, 97, 98, 99, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 69,

100, 101, 102, 103, 104, 70, 71, 72, 73, 78, 79, 80,

105, 106, 107, 110, 111, 81, 82, 84, 85, 86, 87, 88,

117, 118, 119, 120, 121, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97,

122, 123, 125, 126, 127, 98, 99, 100, 101, 103,

128, 129, 133, 135, 138, 104, 105, 107, 108, 109,

110, 111, 112, 113, 114, 139

115, 117, 118, 119, 120, Kebijakan, 13, 19, 25, 28, 29, 39,

121, 122, 123, 124, 125, 48, 52, 55, 57, 58, 83, 90,

126, 127, 128, 129, 130, 104, 110

131, 132, 133, 135, 139 kebijakan harga, 49

Jawa Tengah, 62 kebijakan internal, 45

Jepang, 53 kebijakan proteksi, 52

Jones, 55 kebijakan publik, 11, 14, 23, 24,

25, 31, 32, 39, 56, 57, 58,

135

K kebijakan regional, 56, 57

kebijakan subsidi, 49Kabupaten, 12, 78, 79, 80, 110,

Keju, 67131, 137

Kembang kol, 82kacang, 78, 79

kemiskinan, 53Kadin, 7, 96

kendala, 9, 25, 26, 45, 46, 47, 48, KADINDA, 10, 89

91, 97kangkung, 79

162 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 179: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Kentang, 82 95, 99, 102, 103, 120,

Kepala Biro, 108, 122 121, 122

kepala daerah, 101 Komoditi, 71, 112

Kepala Daerah, 91, 95, 108, 137, komparatif, 8, 66, 72, 85, 86

138, 139 kompetensi, 41, 133, 135

kepentingan, 9, 20, 22, 24, 45, kompetitif, 41, 49, 50, 66, 72,

53, 54, 56, 57, 92, 98, 99, 77, 85, 86

105, 115, 121 kompleks, 30

kepercayaan, 17 komprehensif, 43, 119, 125,

Keppress, 58 129, 131

keputusan, 6, 13, 35, 40, 42, 46, komunal, 130

50, 89, 90, 92, 126, 127, Komunikasi, 8, 25 33, 35

129 komunikator, 34, 35, 36, 37

Keputusan Gubernur, 8, 58, kondusif, 9, 72, 76, 122, 127

104, 105, 135 Konferensi, 1

Keputusan Menkeu, 58 konsekwensi, 45, 58

Keputusan Menlu, 8, 58 konsensus, 99

kerjasama, 1, 6, 7, 12, 45, 50, 71, konsistensi, 33

105, 129, 130, 133, 135, konsumen, 40, 50, 68, 74, 76,

136, 138, 139 78, 84, 116

Keterbukaan pasar, 47 konteks, 10, 11, 23, 85, 93, 131

ketimun, 79 kontemporer, 116

keuangan, 7, 9, 122 kontrak, 116, 136

kewenangan, 25, 39, 103, 107, konvensional, 116

108, 110, 122, 126, 136, koordinasi, 7, 19, 25, 41, 43, 62,

137, 138 65, 100, 120, 137, 138,

Kindleberger, 46 139

kinerja, 37, 40, 41, 43, 84, 88, koordinatif, 91

128 kota, 53

klausul, 51 Kota, 12, 58, 67, 70, 72, 79, 80,

koalisi, 22 106, 110, 113, 132, 137

kognitif, 33 kreatifitas, 38

komitmen, 2, 15, 18, 31, 32, 48, krusial, 32

54, 76 KTT, 1, 90

Komoditas, 3, 10, 11, 111 Kubis, 82

komoditas agro, 45, 70, 78, 94, KUD, 89

163I N D E K S

Page 180: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Kuningan, 70, 78, 80, 81, 105, M110 Majalengka, 78, 79, 80, 81, 105

makro ekonomi, 9

manajer, 86L manajerial, 9, 13Labu siam, 82 manufaktur, 2, 10, 53, 62, 66, 86Lane, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22 manusia, 8, 9, 37, 40, 54, 73, 96, Legislatif, 57, 122 100, 101, 102, 103, 116, lembaga, 6, 7, 30, 96, 100, 106, 125, 130

119, 124, 126, 127, 138 Margin of Preference, 5lembaga negara, 6 Masalah, 15, 34, 35liberalisasi, 1, 45, 46, 47, 48, 49, Masyarakat, 92, 116

50, 51, 52, 53, 92, 132 mata rantai, 25, 30liberalisasi perdagangan, 1, 45, Mazmanian, 19, 22, 23

47, 49, 50, 51, 52, 53, Medan, 70132 media massa, 102

Lindert, 46 mekanisme, 46, 50, 105, 106, lingkungan hidup, 53, 116 109, 113, 129lintas kultur, 36 merk, 76lisensi, 52 mesin, 4, 37, 67lobak, 81 MFN, 132logistik, 9 mikro, 13, 54loyalitas, 116 Misi, 64, 73LSM, 6, 134 mismanajemen, 9luar negeri, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 46, monopoli, 50

64, 68, 69, 70, 77, 85, 87, Montesquieu, 5790, 92, 102, 104, 105, MOP, 5117, 129, 130, 131, 133, morfologi, 62135, 136, 138, 139 motivasi, 41, 86

Luar Negeri, 5, 6, 7, 8, 58, 68, 69, MSTQ, 984, 87, 91, 105, 111, 118, mutasi, 97, 102, 121, 122133, 135, 136, 137, 138, mutu, 9, 66, 69, 70, 76, 87139 mutually benefited, 46

164 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 181: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Pangestu, 48Nparpol, 98nasional, 5, 6, 7, 10, 15, 45, 47, partisipasi, 45, 4650, 54, 57, 58, 62, 69, 77, Pasal, 684, 86, 90, 92, 104, 116, pasar, 1, 8, 9, 45, 46, 47, 48, 49, 117, 129, 138

50, 52, 53, 54, 55, 63, 64, Nasional, 5, 8, 58, 10466, 68, 69, 70, 75, 76, 77, negatif, 47, 51, 53, 92, 12183, 84, 85, 86, 87, 88, 89, netto, 5199, 102, 105, 106, 107, networking, 9, 38112, 113, 114, 115, 116, nontarif, 45, 47, 48, 52121, 125, 132Normal Track, 2

pasar bebas, 99, 105, 106, 107, Nusa Tenggara, 62121, 125

pasar domestik, 8, 45, 46, 53,

64Opasar internasional, 1, 45, 46,

observasi, 94, 106, 113, 12547, 54, 77

oligarki, 98Paul A. Sabatier, 13, 122

Opak, 67, 68PDRB, 73, 75

opini, 108pejabat, 17, 42, 91, 107, 127

optimal, 27, 28, 36, 65, 115pekerja, 86

Organisasi, 134pelaku pasar, 84, 89, 102

organisasi masyarakat, 6pelayanan, 9, 38, 40, 59, 106,

organisasional, 23, 40, 43116, 118, 119, 128, 129,

otonomi, 5, 12, 84, 90, 130133

otonomi daerah, 5, 12, 84, 90, pelayanan publik, 38, 59, 119,

130129, 133

otoritas, 19, 43, 110pemasaran, 9, 64, 68, 74, 78, 83,

otoriter, 2384, 98, 114, 116

outcome, 14, 16, 17, 19, 21, 22pembentukan, 1, 48, 57, 90,

104, 133

pembuat kebijakan, 21, 26, 29, P117, 118

Padi, 82pemerintah, 5, 6, 7, 13, 33, 37,

pajak, 5147, 48, 49, 51, 52, 54, 57,

panen, 81, 83, 11362, 74, 86, 87, 90, 91, 96,

165I N D E K S

Page 182: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

97, 98, 99, 101, 103, 109, 102, 105, 106, 107, 108,

110, 124, 127, 133, 134 111, 115, 117, 118, 119,

pemerintah daerah, 5, 87, 90, 120, 121, 123, 124, 125,

91, 96, 98, 101, 103, 109, 127, 128, 129

110, 124, 127, 133 Pertanian, 4, 10, 11, 89, 99, 108,

Pemerintah Daerah, 6, 58, 91, 119, 120, 121

108, 124, 133, 136, 137 perubahan, 18, 20, 21, 23, 42,

pemerintah pusat, 97, 134 57, 74, 94, 122, 125, 126,

penetrasi, 97 128, 136

penilaian, 55, 56 perumusan kebijakan, 18, 19,

peralatan, 37 20

peraturan, 6, 11, 22, 51, 103, perundang-undangan, 6, 50

105, 135 perwakilan, 5, 138

percaya diri, 34 pesan, 34, 35, 36, 88, 89, 92, 93,

Perda, 58, 91 95, 97

perdagangan bebas, 2, 7, 8, 9, petani, 9, 49, 53, 59, 63, 81, 89,

32, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 92, 93, 94, 98, 99, 103,

97, 98, 99, 100, 102, 104, 105, 107, 112, 113, 14,

111, 117, 118, 119, 120, 115, 121, 129

124, 128, 129 pionir, 13

perdagangan dunia, 47, 132 plastik, 4

perilaku, 23, 33, 40, 107, 119, policy achievement, 17

123 policy level, 24

perindustrian, 64, 71, 72 policy maker, 21

perintah, 40, 90, 92, 107, 108, politik, 6, 7, 14, 15, 16, 18, 21,

110 87, 94, 98, 108, 109, 126,

perjanjian, 48 128, 133

Permasalahan, 11, 63 politis, 11, 86, 109, 134

Perpu, 58 Porter, 54

persepsi, 89, 93, 94, 96, 97, 125 potensi daerah, 6, 8, 117, 130,

personalia, 40 133

perspektif, 12, 19, 21 PPED, 70

pertanian, 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, PPKA, 111, 112

48, 49, 50, 51, 53, 59, 62, presiden, 90

64, 73, 74, 77, 83, 87, 85, primer, 72, 74, 86

86, 88, 89, 96, 97, 100, PRJ, 69

166 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 183: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Problem, 11, 38 regulasi, 64, 72, 73

produksi, 9, 37, 46, 47, 49, 50, Rencana Kerja, 109

53, 54, 63, 65, 66, 67, 71, rent seeking, 49

75, 78, 79, 83, 84, 86, 87, Resi, 71

89, 105, 113, 119 responsibility, 17

program, 13, 14, 15, 16, 18, 20, revitalisasi, 73, 75

21, 22, 24, 25, 27, 32, 56, revolusi, 46

64, 71, 108, 109, 118, rezim, 46

135, 137 5,6, 8, 58, 91, 118,

promotif, 48 Riau, 69

proposal, 109, 122 riil, 9, 54

prosedur, 5, 42, 52, 129, 135, RJPM, 75

136 rumusan kebijakan, 13, 18

proses implementasi, 5, 13, 17,

18, 20, 21, 23, 31, 41, 43

proteksi, 10, 47, 50, 52, 86, 121 Sprotektif, 48 Sabatier, 13, 14, 19, 22, 23

Pulau Jawa, 61, 62 saintis, 86

Purwakarta, 78, 79, 80, 81, 110 sanksi, 57

pusat, 5, 6, 7, 41, 49, 58, 67, 71, Santoso, 28

95, 101, 117, 118, 122, sasaran, 13, 15, 18, 22, 23, 31,

123, 134 32, 43, 50, 55, 56, 58, 88,

Putaran Uruguay, 48, 50 116

Sawi, 80

Sawit, 52

R Schermerhorn, 33, 35

Ramesh, 13 SDM, 85, 86, 99, 101, 109

ratifikasi, 48, 50, 58, 90 second track diplomacy, 7

realistik, 94 Sekda, 108

realistis, 29 Sekretariat Nasional, 5

realokasi, 75, 76 selektif, 40, 96, 97

reformasi, 5, 52 semantik, 35

reformulasi, 20 sembrono, 29

regim, 24, 94 sempurna, 19, 22, 24, 25, 30, 94

regional, 1, 6, 12, 45, 56, 57, 72, Sensitive list, 10

74, 75, 77 sentralistik, 23

167I N D E K S

Page 184: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

Sertifikasi, 63, 76 43, 44, 59, 124, 125, 126,

Simanjuntak, 37 127, 128, 129

simbolisme, 21 struktur organisasi, 15, 18, 87,

sinergi, 6 124, 126, 128

sinergitas, 65 Subang, 70, 78

Singapura, 10, 71, 90, 132 Sub-Dinas, 94, 124

sinkronisasi, 56, 62, 138 Sudiyono, 33

sistem, 15, 41, 46, 52, 55, 63, 64, Sulawesi, 62

66, 68, 71, 72, 73, 74, 75, Sumatera, 62

76, 77, 83, 87, 90, 98, sumber daya manusia, 8, 9, 40,

104, 13, 114, 115, 116, 54, 100, 101, 102, 103,

123, 129, 133 116, 135

SITU, 127 Sumedang, 67, 78, 79, 80, 81,

skala, 1, 46, 87, 129 131

skill, 20, 100, 116 Sunggono, 31

SNI, 70 Supply Chain Management, 76

solid, 87 surplus,49

SOP, 41, 42, 43, 124, 125, 126, survey, 114, 115

127 Suryana, 48

sosial, 15, 87, 98, 116, 128, 134 Susilowati, 46

Sosialisasi, 69, 70, 89 Swanson, 34

SOTK, 91, 120, 124, 126 swasta, 13, 39, 87, 14, 134

spesialisasi, 46, 102 syarat dasar, 23

stabil, 37, 39

standar, 9, 23, 51, 66, 99, 108,

125 Tstandar mutu, 9, 66 tanah, 37, 78, 81, 130, 131

strategi, 24, 44, 59, 114, 134 tanggungjawab, 17, 18, 43, 136

strategis, 37, 41, 62, 128, 134 tarif, 2, 3, 5, 10, 45, 47, 48, 52

struktur, 15, 18, 19, 20, 32, 41, Tasikmalaya, 67, 78, 79, 80, 81,

42, 43, 44, 51, 54, 57, 59, 106

65, 67, 74, 75, 87, 90, 91, Tebu, 98

92, 95, 98, 100, 101, 102, teknologi, 9, 20, 22, 39, 46, 49,

104, 124, 125, 126, 127, 51, 54, 66, 73, 74, 76, 85,

128, 133 86, 132

struktur birokrasi, 32, 41, 42, teknologi program, 20

168 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Page 185: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

telekomunikasi, 46 urbanisasi, 53

tembusan, 91 Uruguay, 48, 50

Temporary exclusion list, 10

tengkulak, 98

teori kausalitas, 25 Vteori liberalisasi, 53 Van Horn, 18

terobosan, 5, 6 Van Meter, 18

terong, 79 variabilitas, 8

Thailand, 3, 4, 10, 132 Visi, 64

timpang, 53 vulkanis, 62

Tomat, 80, 82

top-down, 14, 19, 23, 58

Top-down, 17, 22 Wtransaksi, 63, 68, 84, 112, 113, Wahab, 25, 26, 29

114, 115, 116 warganegara, 17transformasi, 55, 93 wawancara, 84, 89, 91, 94, 103, transmisi, 33, 88, 93, 100 105, 118, 121, 127, 129Transmisi, 93 Wibawa, 22transparan, 87, 112 Wildavsky, 30transportasi, 9, 46, 73, 74, 83 WIPO, 130, 132trial and error, 9 WTO, 48, 50, 130, 132TRIPs, 130, 131

trust, 17

trust side, 17 Ytujuan, 7, 12, 13, 16, 17, 18, 19, Yogyakarta, 70

20, 21, 22, 23, 25, 27, 28, Yudikatif, 57

31, 32, 38, 40, 49, 51, 54,

55, 56, 77, 89, 95, 118,

119, 136 Zzona ekonomi, 104

Uubi jalar, 67, 69

Undang-Undang, 7, 8, 58, 90

unilateral, 45

upah, 54, 86

169I N D E K S

Page 186: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

170 LIBERALISASI PERDAGANGAN AGRO

Obsatar Sinaga adalah dosen Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Lahir di

Deli Serdang 17 April 1969. Setelah menamatkan sekolah menengah di SMA

Negeri 8 Bandung, melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjajaran dalam bidang Ilmu Hubungan Internasional dan meraih

gelar sarjana ilmu politik (S.IP). Setamat S-1, melanjutkan studi ke jenjang strata 2

(S-2) dengan mengambil Administrasi Publik dan S-3 pada Program Pascasarjana

Universitas Padjajaran. Berhasil memperoleh gelar Magister Sains (M.Si), serta

gelar Doktor (Dr) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Program Pascasarjana Unpad.

Riwayat pekerjaan pria yang akrab disapa Obi ini antara lain: Wartawan HU

Mandala, Kepala Wartawan HU Bandung Pos, Pemimpin Perusahaan HU

Bandung Pos, Branch Manager Maranu International Finance, Staf Ahli Walikota

Kota Bandung, Staf Ahli Bupati Kabupaten Tabanan Bali.

Sejak studi, dikenal sebagai penulis artikel/kolumnis yang produktif, tajam

namun kadang menggelitik secara cerdas di beberapa media massa dalam dan

luar negeri. Ia semakin dikenal dan diminati luas karena sering tampil sebagai

nara sumber dalam berbagai kegiatan seminar, diskusi dan pertemuan ilmiah.

Selain itu, Obi aktif dalam berbagai kegiatan organisasi mulai organisasi

kepemudaan, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi dalam bidang

olahraga. Beberapa jabatan strategis yang pernah dan sedang dijalaninya antara

lain: Ketua KNPI Kota Bandung, Ketua Pemuda Panca Marga Bandung, Wakil

Sekretaris Pemuda Panca Marga Jawa Barat, Sekretaris Patriot Panca Marga

Jawa Barat, Sekjen Persatuan Golf Indonesia (PGI) Jawa Barat, Ketua Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) KONI Jawa Barat, Wakil Ketua Umum Pengda PSSI

Jawa Barat, Wakil Ketua Pemuda Panca Marga Jawa Barat, Wakil Ketua Depidar

SOKSI Jawa Barat dan Sekjen Ormas MKGR Jawa Barat. Sekarang menjabat Ketua

1 Koni Jabar.<

Riwayat Singkat Penulis

Page 187: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi
Page 188: OBI Liberalisasi Perdagangan AGRO Oke PDFpustaka.unpad.ac.id/.../2011/02/liberalisasi_perdagangan_agro_o.pdf · menyebutkan bahwa buku adalah gudang ilmu dan ... SOP ... iberalisasi

ISBN: 978-602-9015-01-0

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .