OBAT ILEGAL.docx

18
BAB I PENDAHULUAN I.1Latar Belakang Menurut Undang-undang No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang selanjutnya disebut UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah “Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. 1 Sedangkan pengertian kesehatan menurut WHO adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. 2 Untuk dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal maka menurut Alexandra Indriyati Dewi perlu diselenggaraakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningakatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. 3 Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Dewasa ini meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan 1

description

HUKUMOBATILEGALUNDANG-UNDANG

Transcript of OBAT ILEGAL.docx

Page 1: OBAT ILEGAL.docx

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Menurut Undang-undang No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang

selanjutnya disebut UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah “Keadaan sehat,

baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.1 Sedangkan

pengertian kesehatan menurut WHO adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental,

dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.2

Untuk dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang optimal maka

menurut Alexandra Indriyati Dewi perlu diselenggaraakan upaya kesehatan

dengan pendekatan pemeliharaan, peningakatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan.3

Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting

karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Dewasa ini

meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga

mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat

yang semakin berkualitas dan profesional.4

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 125/Kab/B.VII/1971,

tanggal 9 Juni 1971, definisi obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan

yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,

mengurangi, dan menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit,

luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan,

memperelok badan atau bagian badan manusia.5

Dalam peredarannya, obat harus memiliki nomor izin edar atau nomor

registrasi obat. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU Kesehatan) dalam pasal 106

ayat (1) yang berbunyi “Sediaaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat

diedarkan setelah mendapat izin edar”. Peraturan ini ditujukan untuk menjamin

1

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan2. Bahder Nasution, Sistem Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005, hal. 13. Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher. 2008.4. Purwanto Hardjosaputra, Daftar Obat Indonesia edisi II, Jakarta, PT.Mulia Purna Jaya Terbit, 2008, hal.5. 5Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 125/Kab/B.VII/1971, tanggal 9 Juni 1971

Page 2: OBAT ILEGAL.docx

atau melindungi para konsumen dari bahaya obat-obat yang tidak layak

dikonsumsi.6

Pada kenyataan banyak obat yang beredar dimasyarakat tidak memiliki

nomor izin edar atau belum terdaftar pada BPOM. Contohnya saja pada kasus

yang terjadi baru-baru ini, Polrestabes Surabaya mengamankan ribuan obat-

obatan pelangsing yang tidak mengantongi izin edar dari Kepala BPOM karena

ditengarai mengandung bahan kimia berbahaya yang bisa meracuni tubuh.7

Untuk menjamin komposisi obat yang benar dan tepat, maka industri farmasi

harus melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya dengan

menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat

tradisional yang Baik (CPOTB). CPOB dan CPOTB merupakan pedoman yang

dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan

syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tercapai.8

Maka dari itu penulis mencoba meneliti tentang unsur-unsur yang termasuk

dalam perbuatan peredaran obat ilegal dan bagaimana pertanggung jawaban pelaku

peredaran obat-obatan ilegal agar masyarakat dapat mengetahui hal tersebut.

Keterlibatan aktif ini perlu ditumbuhkan dengan informasi yang lengkap agar semua

stake holder (pemegang saham), termasuk masyarakat dapat memberikan kontribusi

yang berarti dalam mewaspadai, menyadari bahaya dan melawan maraknya

peredaran obat ilegal.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakng di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apa saja yang termasuk unsur-unsur perbuatan peredaran obat-obatan ilegal?

2. Bagaimana pertanggung jawaban pelaku peredaran obat-obatan ilegal?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya, maka

tujuan penulisan berdasarkan rumusan tersebut diatas yaitu:

1. Untuk mengetahui unsur-unsur perbuatan peredaran ilegal

2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pelaku peredaran obat ilegal

2

Page 3: OBAT ILEGAL.docx

I.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi penulis

sendiri maupun bagi masyarakat umum. Adapun manfaat yang diharapkan

penulis dalam penelitian ini adalah :

I.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan

pemikiran dalam ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya

mengenai peredaran obat-obatan ilegal.

I.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak

terutama masyarakat, baik masyarakat yang menjadi konsumen obat agar

lebih berhati-hati dalam membeli obat-obatan untuk dikonsumsi maupun

masyarakat yang menjadi produsen obat-obatan khususnya agar berfikir

kembali bila ingin membuat atau mengedarkan obat ilegal.

3

6. Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (edisi terjemahan oleh Farida Ibrahim). Jakarta : UI Press. 1989.7. Obat langsing ilegal beredar di pasaran. http://tv.detik.com/read/ TVRJd01qSTRNalEwSXpJd01USXZNREl2/awas-

obat-langsing-ilegaldan-beracun-beredar-di-pasaran?n993306tv. (diakses tanggal 6 Oktober 2013).8. Dhadang Wahyu Kurniawan,dkk. Teknologi Kesediaan Farmasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009 hal. 20

Page 4: OBAT ILEGAL.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Tentang Obat

II.1.1 Pengertian Macam-macam obat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat, obat adalah obat jadi

yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk

biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau

menyelidiki sistem fisiologi atau dalam keadaan patologi dalam rangka

penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan

peningkatan kesehatan.9

Menurut Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Tahun 2011 Tentang Kriteria Tata Laksana Registrasi Obat,

jenis-jenis obat antara lain:

1. Obat copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi,

kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama

dengan obat yang sudah disetujui.

2. Obat impor adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi luar negeri

dalam bentuk produk jadi atau produk ruahan dalam kemasan primer

yang akan diedarkan di Indonesia.

3. Obat kontrak adalah obat yang pembuatanya dilimpahkan kepada farmasi

lain.

4. Obat lisensi adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi lain dalam

negeri atas dasar lisensi.

5. Obat produksi dalam negeri adalah obat yang dibuat dan/ atau

dikemas primer oleh industri farmasi di Indonesia.

6. Obat yang dilindungi paten adalah obat yang mendapatkan

perlindungan paten berdasarkan Undang-Undang paten yang berlaku

di Indonesia.

4

Page 5: OBAT ILEGAL.docx

7. Obat Paten adalah obat baru yang ditemukan berdasarkan riset dan

pengembangan, diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu

dan dilindungi hak patennya selama nomimal 20 tahun.

8. Obat Generik adalah obat yang dapat diproduksi dan dijual setelah masa

paten suatu obat inovator habis. Obat Generik adalah obat yg dipasarkan

berdasarkan nama bahan aktifnya.

9. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan

untuk pengobatan.1

II.1.2 Bentuk-bentuk Obat

Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk,

diantaranya :

1. Serbuk (pulvis) merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia

yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.

2. Pulveres merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama,

dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali

minum.

3. Tablet (compresi) merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa

cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau

cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan

tambahan.

a. Tablet kempa, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.

b. Tablet cetak dibuat masa lembab dalam lubang cetakan.

c. Tablet trikurat tablet kempa atau cetak bentuk kecil.

d. Tablet hipodermik dibuat dari bahan yang mudah larut.

e. Tablet sublingual, diletakan tablet di bawah lidah.

f. Tablet bukal, digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi.

g. Tablet Effervescent, tablet larut dalam air.

h. Tablet kunyah, cara penggunaannya dikunyah.

4. Pil (pilulae) merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil

mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat

ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul.

5

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat

Page 6: OBAT ILEGAL.docx

5. Kapsul (capsule) merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam

cangkang keras atau lunak yang dapat larut.

6. Kaplet (kapsul tablet) merupakan sedian padat kompak dibuat secara

kempa cetak, bentuknya oval seperti kapsul.

7. Larutan (solutiones) merupakan sedian cair yang mengandung satu atau

lebih zat kimia yang dapat larut.

8. Suspensi (suspensiones) merupakan sediaan cair mengandung partikel

padat tidak larut terdispersi dalam fase cair.

9. Emulsi (elmusiones) merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase

dalam sistem dispersi.

10. Galenik merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal

dari hewan atau tumbuhan yang disari.

11. Ekstrak (extractum) merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat dari simplisisa nabati atau simplisia hewani.

12. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi

simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.

13. Imunoserum (immunosera) merupakan sediaan yang mengandung

imunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.

14. Salep (unguenta) merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk

pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.

15. Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,

yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.

16. Obat tetes (guttae) merupakan sediaan cair berupa larutan,emulsi atau

suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar.

17. Injeksi (injectiones) merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau

suspensi atau serbuk yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke

dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.6

II.2 Obat ilegal dan Izin edar

II.2.1. Pengertian ilegal

Suatu barang dikatakan ilegal apabila bertentangan atau dilarang

oleh hukum, khususnya hukum pidana. Jadi obat-obatan ilegal adalah

obat-obatan yang bertentangan oleh hukum baik izin edarnya ataupun

kandungannya yang tidak sesuai dengan seharusnya.2

6

Page 7: OBAT ILEGAL.docx

II.2.2 Izin Edar

Obat yang beredar di Indonesia adalah obat yang harus

memiliki izin edar. Hal ini berdasarkan pada pasal 2 ayat (1), Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 Tentang Registrasi

Obat, yang berbunyi, “Obat yang diedarkan di Wilayah Indonesia,

sebelumnya harus dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar”.

Dengan adanya regulasi ini seluruh obat yang beredar di Indonesia wajib

memiliki izin dari pemerintah, yang diberi peran untuk memberi izin

edar adalah Menteri dengan melimpahkan kepada Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini berdasarkan Pasal 2 ayat

(2) dan (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1010/Menkes/Per/XI/2008 Tentang Registrasi Obat yang berbunyi : “(2)

Izin Edar diberikan oleh Menteri. (3) Menteri melimpahkan pemberian

Izin Edar kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan”.9

Regulasi tentang izin edar bertujuan memberikan obat yang sesuai

standar mutu, memiliki keamanan, dan memiliki manfaat. Hal ini wajib

dilakukan pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat atau

melindungi masyarakat dari obat-obat yang tidak layak konsumsi. Dalam

pasal 13 ayat 1 PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan, Izin edar dapat diberikan setelah obat atau

sediaan farmasi dinyatakan melewati atau lulus dalam pengujian.10,13

Pelaksanaan pengujian obat dilakukan dengan dua tahap yaitu,

melalui pengujian laboratorium serta penilaian manfaat dan keamanan

obat tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 12 ayat 1 PP Nomor 72

Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan,

yang berbunyi: “Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan

dilaksanakan melalui:

a. Pengujian laboratorium berkenaan dengan mutu sediaan farmasi dan

alat kesehatan

b. Penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat

kesehatan.”10

7

Page 8: OBAT ILEGAL.docx

Selanjutnya pada pasal 3, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang

Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, menerangkan obat yang

memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan

melalui uji non-klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status

perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) spesifikasi dan metode

analisis terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi

dengan bukti yang sahih.

3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, objektif,

dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara

tepat, rasional dan aman.

4. Khusus psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan

dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia dan untuk

kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional

dapat dipersyaratkan.11

Begitu juga dengan obat tradisional, menurut Pasal 4 Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384

Tentang Kriteria Tata Laksanan Pendaftaran Obat Tradisional, Obat

herbal Terstandar dan Fitofarmaka tahun 2011, Untuk dapat memiliki

izin sebagai berikut:

a. Menggunakan bahan berkhasiat dan kemanfaatan/khasiat

b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik

yang berlaku.

c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat

menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka secara tepat, rasional, dan aman sesuai dengan hasil

evaluasi dalam rangka pendaftaran.12

8

9. Pasal 12 ayat 1 PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria

dan Tata Laksana Registrasi Obat

Page 9: OBAT ILEGAL.docx

Dengan adanya keterangan kriteria obat yang memiliki izin edar

diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria obat tanpa nomor izin edar

adalah:

1. Izin edar palsu.

2. Tidak memiliki nomor registrasi

3. Substandard atau obat yang kandungannya tidak sesuai dengan

seharusnya.

4. Obat impor yang masuk secara ilegal, tanpa koordinasi dengan pihak

BPOM.

5. Obat yang izin edarnya dibekukan tetapi masih tetap beredar.

6. Obat tradisional tanpa nomor izin edar.13

II.2.3 Sanksi Pidana

Sanksi pidana yang diberikan kepada pengedar obat tanpa nomor

izin edar tercantum pada pasal 197 UU Kesehatan yang berbunyi :

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan

sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.

1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah)”. Sanksi pada

UUPK tercantum pada Pasal 62 ayat (1) yang berbunyi : “Pelaku usaha

yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal

9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, hurf b,

huruf c, huruf e, ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.1,13

9

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Tata

Laksanan Pendaftaran Obat Tradisional

12. Peredaran Obat Tanpa Memiliki Nomor Izin Edar. http://www.fh.unpad.ac.id/ repo/p=318. (diakses

tanggal 6 Oktober 2013)

Page 10: OBAT ILEGAL.docx

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Kriteria obat tanpa nomor izin edar adalah izin edar palsu, tidak memiliki

nomor registrasi, substandar atau obat yang kandungannya tidak sesuai

dengan seharusnya, obat impor yang masuk secara ilegal, tanpa koordinasi

dengan pihak BPOM, obat yang izin edarnya dibekukan tetapi masih tetap

beredar, atau obat tradisional tanpa nomor izin edar.

2. Akibat hukum bagi para pengedar obat tanpa nomor izin edar menurut

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dikenal sanksi

pidana penjara paling lama lima belas tahun, dan denda paling banyak

sebesar satu setengah milyar rupiah.

III.2 Saran

1. Pemerintah harus lebih memperketat pengawasan penjualan atau produksi

obat-obatan di apotek atau di toko obat. Hal ini dimaksudkan untuk memutus

mata rantai distribusi obat tanpa izin edar.

2. Masyarakat hendaknya menerapkan teliti sebelum membeli dengan melihat

komposisi obat dan melihat izin edar dari lembaga yang berwenang yakni

BPOM.

10

13. Peredaran Obat Tanpa Memiliki Nomor Izin Edar. http://www.fh.unpad.ac.id/ repo/p=318. (diakses tanggal 6 Oktober 2013)

Page 11: OBAT ILEGAL.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

2. Bahder Nasution, Sistem Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005, hal. 1

3. Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta :

Pustaka Book Publisher. 2008.

4. Purwanto Hardjosaputra, Daftar Obat Indonesia edisi II, Jakarta, PT.Mulia

Purna Jaya Terbit, 2008, hal. 5

5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 125/Kab/B.VII/1971, tanggal 9

Juni 1971

6. Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (edisi terjemahan oleh

Farida Ibrahim). Jakarta : UI Press. 1989.

7. Obat langsing ilegal beredar di pasaran. http://tv.detik.com/read/

TVRJd01qSTRNalEwSXpJd01USXZNREl2/awas-obat-langsing-ilegaldan-

beracun-beredar-di-pasaran?n993306tv. (diakses tanggal 6 Oktober 2013).

8. Dhadang Wahyu Kurniawan,dkk. Teknologi Kesediaan Farmasi, Yogyakarta,

Graha Ilmu, 2009 hal. 20

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang

Registrasi Obat

10. Pasal 12 ayat 1 PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana

Registrasi Obat

11

Page 12: OBAT ILEGAL.docx

12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Tata Laksanan Pendaftaran Obat

Tradisional

13. Peredaran Obat Tanpa Memiliki Nomor Izin Edar. http://www.fh.unpad.ac.id/

repo/p=318. (diakses tanggal 6 Oktober 2013).

12