November 2020 RINGKASAN EKSEKUTIF...Kinerja pasar keuangan domestik di bulan Oktober menunjukkan...
Transcript of November 2020 RINGKASAN EKSEKUTIF...Kinerja pasar keuangan domestik di bulan Oktober menunjukkan...
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sembilan bulan pasca ditetapkan sebagai pandemi, sudah hampir 60 juta kasus Covid-19 tercatat di dunia dengan kasus harian yang masih dalam eskalasi di atas 500 ribu kasus per hari. Eropa dan Amerika Serikat masih menjadi episenter pandemi dunia, terutama dengan adanya gelombang baru di kedua kawasan. Tingkat kematian per hari juga terus meningkat, sehingga total kasus meninggal sudah mencapai 1,4 juta. Di tingkat domestik, Covid-19 telah mencapai angka lebih dari 500 ribu kasus, kasus harian sempat menurun pasca pemberlakuan PSBB ketat Jakarta, namun kembali naik dalam beberapa minggu terakhir yang juga didukung oleh peningkatan jumlah tes.
Relaksasi kebijakan restriksi mendorong realisasi PDB Q3-2020 di berbagai negara menunjukkan titik balik pemulihan. Pola pemulihan ekonomi digerakkan oleh sektor yang berkaitan dengan kebutuhan dasar. PMI manufaktur global berada di level 53 pada bulan Oktober, ditopang oleh ekspansi di banyak negara maju. Sementara, PMI manufaktur di beberapa negara berkembang dan Asia tercatat juga telah berada di zona ekspansif, misalnya Tiongkok dan India masing-masing pada level 53,6 dan 58,9. Meski demikian, masih terdapat negara berkembang dan Asia yang masih berada di zona kontraksi atau di bawah 50, di antaranya Malaysia (48,5), Filipina (48,5), dan Indonesia (47,8), walaupun arah dari PMI manufaktur tetap menuju ke arah perbaikan.
Kinerja pasar keuangan domestik di bulan Oktober menunjukkan peningkatan, yang antara lain ditunjukkan dengan IHSG ditutup pada level 5.128,2 atau meningkat 5,3% dibandingkan bulan September 2020. Namun angka tersebut masih mengalami penurunan hingga 18,6% (ytd) dibandingkan posisi akhir tahun 2019. Di bulan Oktober, investor asing masih mencatatkan neto penjualan (outflow) sebesar Rp3,71 Triliun, turun dibandingkan outflow di bulan September yang mencapai Rp15,6 Triliun. Sejalan dengan peningkatan kinerja pasar saham, kinerja pasar obligasi pemerintah juga mengalami perbaikan di bulan Oktober 2020, dimana investor asing mencatatkan neto pembelian (net inflow) instrumen SBN sebesar Rp21,8 Triliun, yang merupakan net inflow bulanan tertinggi sepanjang 2020. Peningkatan kinerja di pasar SBN juga terlihat dari turunnya yield dari SBN seri benchmark 5 Tahun dan 10 Tahun masing-masing ke level 5,49% dan 6,61%. Penurunan yield SBN sejalan dengan turunnya risiko investasi di instrumen pasar keuangan Indonesia yang ditunjukkan dengan level Credit Default Swap (CDS) 5 tahun yang terus turun.
Total aliran modal asing yang masuk ke Indonesia pada Oktober 2020 mencapai Rp18,1 Triliun atau berbalik arah dibandingkan September 2020. Secara kumulatif hingga Oktober 2020, investor asing masih mencatatkan neto penjualan (net foreign selling) sebesar Rp157,7 Triliun. Sejalan dengan tingginya arus modal masuk dari investor asing, nilai tukar Rupiah terapresiasi 1,5% (mtm) dan ditutup di level Rp 14.690/USD di akhir Oktober 2020, walaupun secara year-to-date (ytd) masih mencatatkan depresiasi sebesar 5,7%. Memasuki bulan November, sentimen positif di pasar keuangan masih terjaga. Faktor positif yang menopang antara lain kemenangan Joe Biden dalam pemilu Amerika Serikat yang diharapkan dapat memperbaiki arah dan kebijakan Amerika Serikat ke depan, serta perkembangan positif dari vaksin Covid-19 yang diprediksi dapat mendorong pemulihan perekonomian global lebih cepat. Hingga 20 November 2020, aliran modal asing yang masuk di pasar keuangan mencapai Rp12,3 Triliun dan nilai tukar Rupiah terapresiasi hingga di level Rp14.228/USD.
Per akhir September, pertumbuhan uang beredar M1 dan M2 masing-masing mencapai 18,0% dan 12,4% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan akhir Q3 tahun sebelumnya maupun akhir tahun 2019. Kebijakan moneter yang longgar dengan suku bunga 7 DRR diturunkan hingga 4,00%, serta penempatan dana oleh Pemerintah, mampu membantu likuiditas yang dimiliki perbankan. Penurunan suku bunga acuan juga turut mendorong penurunan tingkat bukan deposito dan kredit perbankan, khususnya suku bunga kredit investasi sehingga mendorong pertumbuhan kredit investasi yang relatif lebih baik dari jenis kredit lain. Walaupun terjadi tren penurunan suku bunga kredit dan pelonggaran likuiditas di perbankan, fungsi intermediasi perbankan bagi sektor riil masih menjadi permasalahan hingga akhir Q3-2020. Pertumbuhan kredit perbankan terus menunjukan tren pelemahan, dimana mencatat kontraksi sebesar -0,4% (yoy) di bulan September. Sementara, pertumbuhan dana simpanan terus menunjukkan tren yang meningkat yaitu menjadi sebesar 12,1% (yoy).
Laju inflasi Oktober 2020 mencapai 1,44% (yoy), melanjutkan tren peningkatan dari bulan September atau secara kumulatif mencapai 0,95% (ytd). Secara bulan ke bulan, laju inflasi mencatatkan inflasi sebesar 0,07% (mtm) setelah 3 bulan berturut-turut mengalami deflasi. Perkembangan inflasi Oktober 2020 dipengaruhi oleh berlanjutnya tren penurunan inflasi inti di tengah inflasi volatile food yang melanjutkan tren meningkat.
Selama enam bulan berturut-turut, kinerja Neraca Perdagangan melanjutkan tren positif dengan mencatatkan surplus Oktober tercatat sebesar USD3,61 miliar atau secara kumulatif, mencatatkan surplus sebesar USD17,07 miliar. Surplus masih disebabkan oleh kontraksi impor yang jauh lebih dalam dibanding ekspor. Ekspor Oktober tercatat sebesar USD14,39 miliar, tumbuh positif dibandingkan bulan sebelumnya walaupun masih terkontraksi sebesar -3,29% (yoy). Secara kumulatif, ekspor juga masih terkontraksi sebesar -5,58% (ytd) dimana ekspor migas maupun nonmigas masih mencatatkan penurunan. Sementara itu, impor Oktober 2020 mencapai USD10,78 miliar, masih tertekan sebesar -26,93% (yoy) dan -19,07% (ytd).
November 2020
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2
PEREKONOMIAN GLOBAL
Kasus Covid-19 di dunia telah menyentuh hampir 42 juta kasus
per 23 Oktober 2020, sembilan bulan pasca ditetapkan
sebagai pandemi, dan masih menjadi tantangan yang besar
bagi ekonomi dunia. Per tanggal 23 November 2020, hampir 60
juta kasus Covid-19 tercatat di dunia dengan kasus harian yang
masih dalam eskalasi di atas 500 ribu kasus per hari. Eropa dan
Amerika Serikat masih menjadi episenter terutama dengan
adanya gelombang baru di kedua kawasan. Kenaikan kasus
yang melonjak tajam memberikan beban berat bagi rumah sakit
dan tenaga kesehatan. Tingkat kematian per hari juga terus
meningkat, sehingga total kasus meninggal sudah mencapai 1,4
juta.
Di tingkat domestik, Covid-19 telah mencapai angka lebih dari
500 ribu kasus dan terus eskalatif. Kasus harian yang sempat
menurun pasca pemberlakuan PSBB ketat Jakarta, kembali naik
dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini turut didukung oleh
jumlah tes yang juga kembali meningkat. Kondisi ini membuat
kasus aktif kembali berada di atas 60 ribu serta memberi
tekanan pada tenaga kesehatan serta fasilitas kesehatan. Selain
DKI Jakarta, lonjakan kasus nampak terjadi di beberapa wilayah
seperti Jawa Tengah, seiring perkiraan terjadinya beberapa
kegiatan yang melibatkan berkumpulnya orang seperti aksi
penyampaian aspirasi, Pilkada dan liburan.
Relaksasi kebijakan restriksi di berbagai negara terus
mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Hal ini tercermin dari
realisasi PDB Q3-2020 di berbagai negara yang menunjukkan
titik balik pemulihan. Pola pemulihan ekonomi di berbagai
negara menunjukkan sektor yang berkaitan dengan kebutuhan
dasar menjadi penggerak. Sementara beberapa sektor yang
sensitif terhadap interaksi seperti sektor pariwisata
(perhotelan, catering, dsb) pola pemulihannya terlihat lebih
lambat & masih terkontraksi cukup dalam dibandingkan sektor
lain. Hal ini juga terjadi bahkan di Tiongkok yang pertumbuhan
ekonominya sudah positif dalam dua kuartal terakhir.
Ditinjau dari data high frequency seperti PMI manufaktur,
pemulihan ekonomi global melanjutkan trennya hingga Oktober
2020. PMI manufaktur global berada di level 53 di bulan
Oktober, ditopang oleh ekspansi di banyak negara maju.
Keberlanjutan tren ini ke depan perlu diwaspadai seiring
terjadinya gelombang baru Covid-19 yang membuat beberapa
negara maju kembali memberlakukan kebijakan restriksi ketat
hingga lockdown. Sementara itu, PMI manufaktur di beberapa
negara berkembang dan Asia tercatat juga telah berada di zona
ekspansif, misalnya Tiongkok (Oktober 2020: 53,6) dan India
(Oktober: 58,9). Menguatnya permintaan serta aktivitas
produksi dalam negeri berkontribusi besar bagi solidnya kinerja
PMI manufaktur di kedua negara tersebut.
Meski demikian, masih terdapat negara berkembang dan Asia
yang masih berada di zona kontraksi (angka di bawah 50),
misalnya Malaysia (Oktober 2020: 48,5), Filipina (Oktober 2020:
48,5). Penerapan restriksi di kedua negara tersebut, terutama
di rentang September hingga Oktober, sangat berpengaruh
pada tingkat permintaan maupun produksi pabrik yang masih
menunjukkan pelemahan. Meski demikian, kita juga dapat
melihat bahwa arah dari PMI manufaktur tetap menuju ke arah
perbaikan. Misalnya Indonesia sejak Bulan Mei secara konstan
terus menunjukkan perbaikan pada angka PMI manufakturnya.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 3
Walaupun pada bulan September lalu sempat turun ke angka
47,2 akibat penerapan PSBB, Indonesia kembali berhasil
mencatatkan peningkatan angka PMI manufaktur ke angka 47,8
di Bulan Oktober.
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN DAN NILAI TUKAR
Kinerja Pasar Saham dan Surat Berharga Negara
Kinerja pasar keuangan domestik di bulan Oktober
menunjukkan peningkatan, meskipun masih dibayangi tekanan
dari pasar keuangan global. Di pasar saham, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.128,2 atau
mengalami peningkatan 5,3% dibandingkan penutupan bulan
September 2020. Bila dibandingkan posisi akhir tahun 2019,
IHSG masih mengalami penurunan hingga 18,6% (ytd). Di bulan
Oktober ini investor asing masih mencatatkan neto penjualan
(outflow) sebesar Rp3,71 Triliun, turun dibandingkan outflow di
bulan September yang mencapai Rp15,6 Triliun. Secara
tahunan, investor asing masih mencatatkan neto penjualan di
pasar saham mencapai Rp47,3 Triliun.
Sejalan dengan peningkatan kinerja pasar saham, kinerja pasar
obligasi pemerintah juga mengalami perbaikan di bulan
Oktober 2020. Investor asing mencatatkan neto pembelian (net
inflow) instrumen SBN sebesar Rp21,8 Triliun, yang merupakan
net inflow bulanan tertinggi sepanjang 2020. Namun demikian,
secara kumulatif tahunan hingga akhir Oktober 2020 investor
asing mencatatkan neto penjualan (net foreign selling) di pasar
SBN sebesar Rp106,9 Triliun. Hal ini menyebabkan share
kepemilikan investor asing di SBN tradable menurun di kisaran
26,4% per Oktober, turun cukup besar jika dibandingkan share
di akhir 2019 yang mencapai 38,57% dari total SBN tradable.
Peningkatan kinerja di pasar SBN juga terlihat dari turunnya
yield dari SBN seri benchmark 5 Tahun dan 10 Tahun masing-
masing ke level 5,49% dan 6,61%. Penurunan yield SBN sejalan
dengan turunnya risiko investasi di instrumen pasar keuangan
Indonesia, yang ditunjukkan dengan level Credit Default Swap
(CDS) 5 tahun yang berada di bawah level 100 yakni 99,3.
Perbaikan kinerja di bulan Oktober ini terutama didorong oleh
respon positif dari investor atas pengesahan Undang-Undang
Cipta Kerja di awal bulan Oktober, meskipun terdapat aksi
penolakan dari beberapa pihak. Investor menilai dengan
disahkannya UU Cipta Karya tersebut, diharapkan dapat
memperbaiki ilkim investasi Indonesia ke depan. Selain itu,
kebijakan pelonggaran PSBB di DKI Jakarta juga turut
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perbaikan
perekonomian Indonesia. Namun, dinamika yang terjadi di
pasar global menjadikan menahan peningkatan lebih lanjut
kinerja pasar keuangan domestik. Faktor dinamika pasar global
tersebut antara lain situasi politik di Amerika Serikat menjelang
Pemilu Amerika Serikat di awal bulan November, masih belum
adanya persetujuan kelanjutan stimulus fiskal di Amerika
Serikat, serta tingginya lonjakan kasus baru Covid-19 di
beberapa negara terutama di Eropa dan Amerika Serikat.
Kinerja Arus Modal dan Nilai Tukar
Berdasarkan perkembangan di pasar saham dan pasar obligasi,
secara total aliran modal asing yang masuk ke Indonesia di
bulan Oktober 2020 mencapai Rp18,1 Triliun atau berbalik arah
dibandingkan bulan September 2020 yang mencatatkan total
outflow sebesar Rp24,4 Triliun. Secara kumulatif hingga
Oktober 2020, investor asing masih mencatatkan neto
penjualan (net foreign selling) sebesar Rp157,7 Triliun.
Sejalan dengan tingginya arus modal masuk dari investor asing,
nilai tukar Rupiah terapresiasi 1,5% (mtm) dan ditutup di level
Rp14.690/USD di akhir Oktober 2020. Namun, secara year-to-
date (ytd) masih mencatatkan depresiasi sebesar 5,7%.
Memasuki bulan November, sentimen positif di pasar keuangan
masih terjaga. Faktor positif yang menopang terutama didorong
oleh kemenangan Joe Biden dalam pemilu Amerika Serikat yang
diharapkan dapat memperbaiki arah dan kebijakan Amerika
Serikat ke depan, serta perkembangan positif dari vaksin Covid-
19 yang diprediksi dapat mendorong pemulihan perekonomian
global lebih cepat. Hingga 20 November 2020, aliran modal
asing yang masuk di pasar keuangan mencapai Rp12,3 Triliun
dan nilai tukar Rupiah terapresiasi hingga di level
Rp14.228/USD.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 4
Perkembangan Moneter dan Perbankan
Likuiditas dalam perekonomian hingga akhir Q3-2020 terus
melunak seiring dengan stance kebijakan moneter Bank
Indonesia dan kebijakan countercyclical dan pemulihan
ekonomi oleh Pemerintah. Perkembangan ini di antaranya
ditunjukkan oleh tren peningkatan laju pertumbuhan uang
beredar dalam perekonomian. Per akhir September,
pertumbuhan uang beredar M1 dan M2 masing-masing
mencapai 18,0% dan 12,4% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan akhir Q3 tahun sebelumnya maupun Desember
2019. Peningkatan uang beredar yang terjadi didorong oleh
meningkatnya komponen uang kartal, simpanan giro Rupiah,
maupun uang kuasi, walaupun komponen surat berharga selain
saham masih mengalami kontraksi. Faktor-faktor tersebut telah
mendorong kenaikan Net Foreign Asset (NFA) dan Net Domestic
Asset (NDA). Sementara dalam komponen NDA, terlihat
kenaikan tajam tagihan pada pemerintah pusat seiring
peningkatan belanja utang pemerintah untuk stimulus
ekonomi.
Kebijakan moneter yang longgar dengan suku bunga 7 Days
Repo rate diturunkan hingga 4,00% serta penempatan dana
oleh Pemerintah, mampu membantu likuiditas yang dimiliki
perbankan. Peningkatan likuiditas dimiliki perbankan juga
mendorong penempatan dana perbankan di BI, walaupun suku
bunga fasilitas simpanan BI juga mengalami penurunan. Dalam
hal ini, perkembangan penempatan dana tersebut menyiratkan
penyaluran dana ke sektor riil yang masih terhambat.
Sementara itu, sejalan dengan tren penurunan suku bunga
acuan dan pelonggaran likuiditas, suku bunga bunga di pasar
keuangan juga terus menurun. Bahkan suku bunga PUAB telah
turun lebih jauh dibandingkan suku bunga acuan.
Penurunan suku bunga
acuan juga turut
mendorong penurunan
tingkat bukan deposito dan
kredit perbankan. Secara
umum suku bunga depostio
dalam berbagai jangka
waktu telah menurun,
namun mengikuti tren
bulan sebelumnya,
penurunan suku bunga
deposito berjangka waktu
24 bulan relatif lebih rigid. Hal ini menandakan bahwa masih
terdapat kebutuhan sumber pendanaan untuk jangka panjang
dan juga persepsi perbankan tentang tingginya ketidakpastian
perekonomian dalam jangka panjang. Dalam hal ini, pihak
perbankan berupaya mengamankan likuiditas jangka
panjangnya.
Suku bunga kredit juga telah mengalami penurunan dimana
penurunan terbesar dialami oleh suku bunga kredit investasi.
Hal ini dapat menjadi pendorong pertumbuhan kredit investasi
yang relatif lebih baik dari jenis kredit lain. Sementara itu,
penurunan suku bunga kredit konsumsi relatif lambat. Secara
umum penurunan suku bunga kredit deposito lebih besar
daripada suku bunga kredit. Hal ini terjadi untuk menjaga net
interest margin yang ada.
Walaupun terjadi tren penurunan suku bunga kredit dan
pelonggaran likuiditas di perbankan, fungsi intermediasi
perbankan bagi sektor riil masih menjadi permasalahan hingga
akhir Q3-2020. Pertumbuhan kredit perbankan terus
menunjukan tren pelemahan, dan di bulan September 2020
mencatat kontraksi (-0,4% yoy). Secara umum, kontraksi kredit
tersebut didorong oleh lemahnya permintaan kredit oleh sektor
riil. Pertumbuhan negatif terjadi pada jenis kredit modal kerja
yang mengisyaratkan masih lemahnya sisi supply dan masih
dalam keadaan undercapacity. Selain itu, kredit investasi juga
masih sangat rendah yang mengisyaratkan perusahaan belum
akan melakukan investasi dalam waktu dekat. Sementara itu,
konsumsi masyarakat juga turun yang terlihat dari perlambatan
kredit konsumsi. Dari sisi lapangan usaha, sebagian besar kredit
lapangan usaha mengalami kontraksi tentunya sejalan dengan
kinerja sektor tersebut. Dominasi kredit lapangan usaha masih
relatif sama yaitu ke sektor perdagangan (27,3%) dan
manufaktur (22,5%).
Sementara itu, pertumbuhan dana simpanan terus
menunjukkan tren yang meningkat yaitu menjadi sebesar 12,1%
(yoy). Pertumbuhan dana simpanan terutama didorong oleh
peningkatan tabungan jenis giro yang terkait dengan
penempatan dari dana korporasi dan juga hasil dari hubungan
kelembagaan. Dilihat dari besaran rekeningnya, peningkatan
pertumbuhan dana simpanan terutama didorong oleh rekening
bernilai besar dimana hal ini mengisyaratkan kecenderungan
menabung masyarakat menengah ke atas. Sementara itu,
tabungan dengan nilai rendah relatif stabil.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 5
Secara lebih khusus, dukungan kredit perbankan terhadap
kegiatan UMKM juga mengalami penurunan dan bahkan
mencapai zona negatif. Namun, apabila dilihat lebih detail,
kredit pada sektor usaha kecil masih tumbuh positif dan cukup
stabil selama masa pandemi. Namun karena proporsi kredit
usaha kecil terhadap total kredit UMKM sekitar 30%, hal
tersebut tidak mampu menopang kredit UMKM secara
keseluruhan. Kontraksi pertumbuhan kredit kelompok Usaha
Mikro dan Menengah juga didorong oleh permintaan yang
rendah dan tekanan pada kedua kelompok usaha tersebut yang
terlalu besar. Peningkatan dukungan pendanaan bagi UMKM
sangat penting, mengingat kontribusi UMKM terhadap PDB
yang cukup besar. Di sisi lain, terdapat peningkatan dukungan
perbankan terhadap kegiatan ekspor dengan pertumbuhan
positif mencapai 12% (yoy) di bulan Agustus. Namun porsi
kredit ekspor terhadap hal-hal di atas, Pemerintah masih
berupaya merumuskan strategi yang tepat untuk mendorong
dukungan kredit bagi UMKM dan juga kegiatan ekspor guna
mendorong pemulihan ekonomi yang lebih baik.
Perlambatan pertumbuhan kredit dan peningkatan tabungan
masyarakat telah mendorong perbankan untuk melakukan
realokasi portofolio asetnya, yaitu dengan menempatkan lebih
banyak dananya di instrumen keuangan seperti SBN. Porsi
kepemilikan Bank pada instrumen surat berharga terus
meningkat dan mencapai 20,7% terhadap dana simpanan.
Selain itu, kepemilikan bank di instrumen SBN juga melanjutkan
tren peningkatan menjadi sebesar 39,2% di akhir bulan
Oktober. Secara umum kondisi perbankan relatif tetap terjaga.
Likuiditas yang longgar mendukung permodalan perbankan
yang semakin baik yang terlihat dari peningkatan CAR yang
terjadi. Namun, secara khusus, CAR di bank Buku I mengalami
penurunan. Resiko kredit macet (NPL) terlihat meningkat.
Perlambatan aktivitas ekonomi mendorong terjadinya
peningkatan NPL dimana debitur tidak dapat mengembalikan
kredit dengan lancar selama pandemi. Hal ini mendorong
ditempuhnya restrukturisasi perbankan. Selain itu, perlambatan
ekonomi yang membuat rendahnya penyaluran kredit menekan
pertumbuhan laba perbankan. Penurunan laba tersebut terjadi
di semua jenis buku bank.
Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI - Balance of Payment)
kembali mencatat surplus di Q3 -2020. Surplus di kuartal
terakhir mencapai USD2,1 miliar, lebih rendah dibanding Q2
(USD9,2 miliar). Penurunan surplus disebabkan penurunan
surplus neraca transaksi modal dan finansial di tengah
perbaikan kinerja transaksi berjalan. Namun dibalik penurunan
surplus Neraca Pembayaran, terdapat perbaikan pada neraca
transaksi berjalan yang mencatat surplus (current account
surplus), pertama kali sejak tahun 2012.
Neraca transaksi berjalan pada Q3-2020 mencatat surplus
sebesar USD 1 miliar (0,4% PDB) setelah pada kuartal
sebelumnya mencatat defisit (-1,2% PDB). Surplus ini terutama
didorong oleh peningkatan tajam surplus neraca perdagangan
barang (USD9,8 miliar), akibat kontraksi impor yang lebih dalam
dibandingkan ekspor. Sementara itu, di sektor jasa terjadi
peningkatan defisit (menjadi USD-2,6 miliar), yang terutama
didorong penurunan penerimaan jasa pariwisata yang cukup
besar akibat masih menurunnya jumlah wisatawan asing ke
dalam negeri. Neraca pendapatan primer masih tetap menjadi
sumber outflow terbesar dalam neraca transaksi berjalan, dan
defisit komponen ini kembali meningkat di kuartal tiga (menjadi
USD-7,6 miliar) terutama didorong oleh kenaikan pembayaran
kompensasi TK asing dan pendapatan investasi asing di tengah
penurunan penerimaan kompensasi TK dan pendapatan
investasi Indonesia dari LN. Lebih lanjut, komponen neraca
pendapatan sekunder relatif stabil (USD1,4 miliar) yang
terutama didorong remitansi TKI di luar negeri.
Pada sisi neraca transaksi modal dan finansial, terdapat surplus
sebesar USD1,0 miliar, menurun cukup signifikan dibanding
kuartal sebelumnya (USD10,6 miliar). Penurunan tersebut
terutama didorong munculnya defisit portfolio investment
akibat masih terjadinya outflow di pasar keuangan serta
rendahnya penerbitan global bond oleh pemerintah di banding
kuartal sebelumnya. Arus investasi langsung masih terjadi di
Q3, namun menurun dibanding realisasi kuartal sebelumnya.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 6
Selanjutnya, dengan perkembangan-perkembangan tersebut di
atas, posisi cadangan devisa pada Q3-2020 mencapai USD135,2
miliar, lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya. Namun
demikian, di akhir Oktober, cadangan devisa sedikit menurun ke
tingkat USD133,7 miliar. Penurunan cadangan devisa pada
Oktober 2020 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran net
utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan operasi pasar BI
untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah. Tingkat cadangan devisa di
bulan Oktober tersebut masih sanggup untuk membiayai 9,3
bulan impor dan pembayaran utang LN pemerintah, meningkat
dibanding bulan sebelumnya. Tingkat tersebut juga masih
cukup aman, jauh di atas batas aman strandar internasional
yaitu 3 bulan.
PERKEMBANGAN HARGA
Laju inflasi Oktober 2020 mencapai 1,44% (yoy), melanjutkan tren peningkatan dari bulan September yang mencapai 1,42% (yoy). Secara kumulatif, laju inflasi mencapai 0,95% (ytd). Secara bulan ke bulan, laju inflasi mencatatkan inflasi sebesar 0,07% (mtm) setelah 3 bulan berturut-turut mengalami deflasi. Perkembangan inflasi Oktober 2020 dipengaruhi oleh berlanjutnya tren penurunan inflasi inti di tengah inflasi volatile food yang melanjutkan tren meningkat.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, hampir seluruh kelompok masih mencatatkan tren penurunan, kecuali kelompok makanan, minuman, dan tembakau seiring mulai masuknya musim penghujan. Sementara itu, kelompok lainnya masih menunjukkan tren pelemahan yang menggambarkan bahwa tingkat permintaan secara umum masih sangat lemah sebagai dampak dari wabah Covid-19. Jika dilihat secara spasial, 66 kota mengalami inflasi secara bulan ke bulan, sementara 24 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga (Sumatera Utara), didorong oleh kenaikan harga aneka bumbu dan ikan. Sementara itu, deflasi terdalam tercatat di Manokwari (Papua Barat), dipengaruhi oleh penurunan harga ikan tangkap dan tarif angkutan udara.
Meningkatnya laju inflasi Oktober dipengaruhi oleh kelompok pangan bergejolak yang terus melanjutkan tren naik secara tahun ke tahun. Laju inflasi volatile food mengalami peningkatan, mencapai 1,32% (yoy), lebih tinggi dari angka September sebesar 0,55% (yoy). Kenaikan ini disebabkan oleh masuknya periode musim tanam beberapa komoditas pangan serta peningkatan harga produk hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah. Di tengah serapan industri yang masih rendah, komoditas aneka bumbu mengalami kekurangan pasokan karena faktor intensitas hujan yang tinggi sehingga bedampak pada gagal panen. Hal ini berbeda dengan kondisi Oktober 2019 yang mengalami panen melimpah aneka cabai dan bawang merah karena faktor cuaca yang lebih kering. Meskipun demikian, beberapa komoditas pangan masih mengalami penurunan harga, seperti produk unggas dan beberapa jenis buah musiman yang sedang mengalami panen.
Pada Oktober 2020, pelemahan laju inflasi inti masih berlanjut mencapai 1,74% (yoy), lebih rendah dari angka September yang
mencapai 1,86% (yoy). Tren inflasi inti yang menurun masih mencerminkan lemahnya tingkat permintaan masyarakat meskipun penurunan bulan ini lebih landai dibandingkan bulan sebelumnya. Tren penurunan tingkat inflasi inti secara umum tercermin pada penurunan laju inflasi pada kelompok komoditas seperti sandang, perlengkapan rumah tangga, jasa permuahan, rekreasi, kesehatan, dan jasa penyediaan makanan dan minuman/restoran. Secara umum, kelompok kebutuhan nonpangan masih mengalami tren menurun.
Inflasi administered price juga melanjutkan tren penurunan dari 0,63% (yoy) pada September menjadi 0,46% (yoy) pada Oktober 2020. Penurunan ini dipengaruhi oleh masih berlanjutnya deflasi empat bulan berturut-turut pada tarif angkutan udara. Hal ini sejalan dengan masih lemahnya mobilitas masyarakat antardaerah meskipun telah dilakukan diberlakukan kebijakan protokol kesehatan pada penerbangan. Pada bulan Oktober, tarif listrik juga menyumbang deflasi, dipengaruhi oleh penurunan tarif listrik pelanggan rumah tangga daya 1300 VA ke atas dan beberapa jenis pelanggan bisnis menengah. Penyesuaian tarif ini ditujukan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan daya saing bisnis dalam rangka mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : PERKEMBANGAN KINERJA PERDAGANGAN, TRANSPORTASI, DAN PARIWISATA
Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2020 telah
menunjukkan proses pemulihan dan pembalikan arah (turning
point) aktivitas ekonomi nasional yang kuat untuk menuju ke
zona positif.
Sektor perdagangan yang berkontribusi terhadap PDB 12,83%
mulai menunjukkan perbaikan kinerja walaupun masih di zona
kontraksi di level -5,03% (yoy). Subsektor Mobil, Motor dan
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 7
Reparasinya masih dalam level kontraksi seiring masih
tertekannya penjualan mobil dan sepeda motor. Selain itu,
Rumah Tangga (menengah-atas) masih menunda melakukan
konsumsi barang, serta mobilitas masyarakat masih terbatas.
Subsektor perdagangan besar dan eceran yang masih
terkontraksi tercermin dari omzet perdagangan ritel yang masih
rendah. Selain itu, minat masyarakat mengunjungi pusat
perbelanjaan belum sepenuhnya pulih.
Dari sisi sektor transportasi dan pergudangan, terdapat
perbaikan setelah mengalami kontraksi yang sangat dalam di
kuartal II. Transportasi dan pergudangan pada saat pandemi
diumumkan di kuartal ke II mengalami kontraksi hingga minus
30,8%.
Kemudian di kuartal III ini rebound yang cukup kuat, minus
16,7% atau naik 14% lebih baik dibandingkan kuartal
sebelumnya. Dilihat dari indikatornya, terjadi perbaikan kinerja
di pengangkutan barang, sementara pengangkutan penumpang
mengalami pelemahan. Namun demikian, secara kuartalan
kinerja pengangkutan barang dan penumpang di Q3-2020 lebih
baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan jumlah
penumpang angkutan udara, laut, dan kereta api secara
berturut-turut masih mengalami kontraksi pertumbuhan
sebesar -75,12%, -46,89% dan -67,55% (yoy).
Penurunan pertumbuhan penumpang angkutan laut dan kereta
api yang lebih rendah dibandingkan bulan sebelumya terjadi
seiring jumlah hari pada bulan September yang lebih sedikit,
serta kembali dilakukannya pengetatan PSBB mulai
pertengahan September. Secara kuartalan, pertumbuhan ketiga
jalur angkutan penumpang pada Q3 mengalami perbaikan
pertumbuhan dibanding Q2, meski dalam level kontraksi
pertumbuhan.
Pertumbuhan angkutan barang melalui laut tumbuh 3,52%,
sementara angkutan kereta api terkontraksi -2,73% (yoy),
dengan kinerja pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
bulan sebelumnya. Perbaikan kinerja angkutan barang terjadi
seiring komitmen pemerintah agar arus barang logistik terus
berjalan meski dalam protokol normal baru.
Pandemi Covid-19 mendorong masyarakat beralih memenuhi
kebutuhan melalui e-commerce. Hal ini mendorong
meningkatnya jasa pengiriman barang dan permintaan
pergudangan logistik. Secara kuartalan, pertumbuhan angkutan
barang laut dan kereta api pada Q3 mengalami perbaikan
pertumbuhan dibanding Q2, meski masih terkontraksi.
Dari sisi Pariwisata, Kunjungan Wisman ke Indonesia pada
September 2020 terkontraksi 88,95% atau lebih rendah dari
kontraksi bulan sebelumnya 89,34% (yoy). Larangan bepergian
ke luar negeri untuk non esensial travel akibat pandemi COVID-
19 masih menjadi faktor utama penurunan kunjungan wisman.
Pintu darat menjadi pintu penerimaan wisman tertinggi dengan
persentase sebesar 61,94%, disusul oleh pintu laut sebesar
31,57%, dan pintu udara sebesar 6,50% dengan dominasi Timor
Leste dan Malaysia sebagai kebangsaan wisman yang paling
banyak ke Indonesia.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) pada Hotel Berbintang di
Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan
bulan sebelumnya. Efek adanya libur panjang di bulan Agustus
menyebabkan TPK di bulan September menjadi lebih rendah
kendati tren staycation masih digemari dan didukung promo
atau diskon tarif hotel selama pandemi.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : INDIKATOR PERTUMBUHAN
EKONOMI
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 8
Indikator Konsumsi Rumah Tangga
Pada kuartal III 2020, ekonomi Indonesia mencatat
pertumbuhan negatif sebesar -3,49% (yoy) atau -5,05% (qtq).
Kondisi tersebut menunjukkan titik terendah pada kuartal II
telah dilewati dengan pertumbuhan qtq tertinggi sepanjang
sejarah Indonesia. Perbaikan ekonomi global turut
mempengaruhi perbaikan ekonomi Indonesia yang ditunjukkan
oleh kontribusi net ekspor yang mencapai 1,73%. Selain itu,
konsumsi pemerintah yang tumbuh mencapai 9,76%
berkontribusi positif sebesar 0,72% terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional. Pemberlakuan PSBB transisi juga
menyebabkan perbaikan di komponen konsumsi rumah tangga
dan investasi yang masih masing-masing tumbuh -4,04% dan -
6,48% di kuartal III tahun 2020.
Meskipun terjadi perbaikan akibat pemberlakuan PSBB transisi,
konsumsi rumah tangga pada kuartal III ini volumenya hanya
95,96% dibandingkan kuartal III tahun 2019, angka ini sudah
lebih tinggi dibandingkan keadaan kuartal II yang hanya 94,48%.
Secara yoy, pada kuartal III belanja terkait Perumahan dan
Perlengkapan Rumah Tangga serta Kesehatan dan Pendidikan
konsisten tumbuh positif di masa pandemi ini, masing-masing
sebesar 1,82% dan 2,06%. Sedangkan secara qtq, seluruh
komponen konsumsi rumah tangga tumbuh positif, dengan
pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi.
Restoran dan Hotel, Transportasi dan Komunikasi, serta
Kesehatan dan Pendidikan, masing-masing sebesar 11,38%,
7,89% dan 5,15%.
Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi)
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengalami
perbaikan dari negatif 8,6% (yoy) di kuartal II menjadi negatif
6,5% (yoy) di kuartal III-2020. Peningkatan PMTB didukung oleh
berbagai indikator investasi, seperti penjualan semen,
penjualan kendaraan niaga dan impor barang modal, yang telah
mengalami perbaikan meskipun masih di zona kontraktif.
Komponen bangunan masih sedikit melambat walaupun
keberlanjutan proyek pembangunan fisik yang sempat tertunda
sudah mulai kembali berjalan.
Berdasarkan realisasi pertumbuhan PMTB tersebut, tentu telah
ada tren membaik dari beberapa komponen, terutama
cultivated biological resources/CBR yang telah berada di teritori
positif. Namun pemilik kontribusi terbesar terhadap PMTB
adalah Bangunan yang memiliki share sekitar 70% masih
mengalami kontraksi bahkan lebih dalam dari kuartal II-2020.
Terkontraksinya barang modal jenis mesin dipengaruhi oleh
kontraksi yang terjadi pada impor maupun produksi domestik.
Menurut BPS, terkontraksinya barang modal jenis kendaraan
dipengaruhi oleh menurunnya seluruh jenis kendaraan, baik
yang berasal dari domestik maupun impor, kecuali kapal laut.
Impor kapal laut masih mengalami pertumbuhan positif. Barang
modal jenis peralatan lainnya juga terkontraksi baik yang
berasal dari domestik maupun impor. Bangunan dan konstruksi
lain mengalami kontraksi disebabkan oleh penurunan
pembangunan pada sebagian besar wilayah/provinsi. Realisasi
belanja modal APBN kuartal III-2020 lebih rendah 22,34%
dibanding belanja modal kuartal III-2019.
Namun pada bulan Oktober, indikator PMTB menunjukkan tren
yang berubah arah. Indikator PMTB Bangunan kembali
mengalami penurunan kinerja. Konsumsi semen pada bulan
Oktober mengalami penurunan yaitu negatif 15,2% (yoy)
dibandingkan realisasi pada bulan September sebesar negatif
9,2% (yoy). Impor Besi dan Baja sebagai indikator PMTB
Bangunan juga mengalami pelemahan dari bulan September
sebesar negatif 37,9% (yoy) dibandingkan dengan realisasi pada
bulan Oktober sebesar negatif 46,0% (yoy). Pelemahan
indikator ini diperkirakan disebabkan oleh perkembangan
eskalasi pandemi Covid-19 dan kebijakan yang diambil
Pemerintah dan pemerintah daerah. Kondisi ini diperkirakan
akan membaik kembali karena diperkirakan belanja modal
Pemerintah dan pemerintah daerah realisasinya akan digenjot
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 9
untuk penyelesaian proyek-proyek yang telah dimulai.
Demikian pula capex BUMN terutama yang ditargetkan harus
selesai pada akhir tahun 2020 seperti pembangunan beberapa
ruas jalan tol trans Sumatera.
Demikian pula impor barang modal sebagai indikator PMTB
Mesin dan Perlengkapan mengalami pelemahan. Setelah
mengalami penguatan pada bulan September sebesar negatif
17,7% (YoY), pada bulan Oktober kembali mengalami
pelemahan menjadi sebesar negatif 24,2% (YoY). Pelemahan
indikator ini juga diperkirakan akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan PMTB Mesin dan Perlengkapan di kuartal terakhir
tahun 2020 ini, karena hari kerja yang akan terpotong oleh libur
panjang di akhir tahun.
Selain itu, penjualan mobil niaga sebagai indikator PMTB
Kendaraan juga mengalami pelemahan pada bulan Oktober.
Setelah mengalami penguatan yang cukup signifikan pada bulan
September, pada bulan Oktober kembali mengalami
pelemahan. Pada September, penjualan mobil niaga
sebagaimana dirilis oleh GAIKINDO tumbuh pada negatif 36,7%
(YoY). Namun pada bulan Oktober kembali melemah, tumbuh
pada negatif 43,2% (YoY). Diperkirakan kondisi ini akan sangat
mempengaruhi pergerakan PMTB Kendaraan hingga akhir
tahun karena belum adanya stimulus yang menjadi pendorong
untuk indikator ini bergerak positif.
Indikator lainnya yang digunakan untuk memperkirakan
pertumbuhan PMTB secara keseluruhan adalah realisasi belanja
modal Pemerintah Pusat. Pada bulan Oktober 2020, realisasi
belanja modal Pemerintah Pusat sebesar Rp16.496 miliar.
Secara yoy, realisasi bulan Oktober tersebut terkontraksi 19,1%,
secara mtm tumbuh sebesar 12,9%. Secara kumulatif realisasi
belanja modal Pemerintah Pusat selama bulan Januari-Oktober
adalah sebesar Rp89.658 miliar. Penyerapan ini mencapai
65,3%, atau meningkat dibandingkan dengan penyerapan
Oktober 2019 sebesar 56,2%. Berdasarkan hal itu, diperkirakan
hingga akhir tahun, penyerapan belanja modal tersebut akan
terkontraksi jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2019 atau
yoy.
Kinerja Konsumsi Pemerintah
Indikator Konsumsi Pemerintah pada bulan Oktober 2020
menunjukkan realisasi belanja negara mencapai Rp200,7 triliun
atau turun 1,1% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan
bulan Oktober 2019 yang turun 2,5% (yoy). Penurunan belanja
negara ini terutama dipengaruhi kebijakan PSBB Ketat yang
dilakukan pada 1-12 Oktober 2020. Lebih lanjut, secara
kumulatif Januari-Oktober, tercatat Pemerintah telah
membelanjakan APBN sebesar Rp2.041,8 triliun atau 74,5% dari
total belanja negara, meningkat 13,6% (yoy) dibandingkan
tahun 2019 yang tumbuh 5,4% yoy. Capaian tersebut terdiri
dari belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1.343,8 triliun dan
transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp698 triliun.
Pencapaian belanja negara tersebut terutama ditopang oleh
realisasi belanja bantuan sosial, belanja barang yang mengalami
peningkatan, realisasi program PEN (diantaranya dukungan
untuk dunia usaha terutama usaha menengah kecil) serta
realisasi TKDD. Realisasi Bantuan sosial tahun 2020 tumbuh
86,3% terutama didorong oleh pelaksanaan Jaring Pengaman
Sosial masa Pandemi Covid-19 serta peningkatan nilai Premi PBI
JKN di tahun 2020. Lebih lanjut peningkatan realisasi Bansos
tersebut berdasarkan Kementerian /Lembaga di antaranya
sebagai berikut: a) pelaksanaan PKH, Kartu Sembako dan
bansos sementara lainnya (BST, Bansos beras, bansos Paket
Sembako) oleh Kementerian Sosial; b) pencairan bantuan premi
iuran JKN dengan premi iuran yang lebih besar sejak awal tahun
oleh Kementerian Kesehatan; c) realokasi KIP Kuliah dari
Kemristek/BRIN oleh Kemendikbud; dan d) pelaksanaan
kegiatan penanganan pandemi Covid-19 oleh BNPB. Sementara
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 10
itu, realisasi belanja barang tumbuh 11,7% utamanya didorong
pelaksanaan program PEN yang baru dilakukan pada tahun
2020 (penanganan kesehatan dan berbagai bantuan
Pemerintah). Realisasi TKDD meningkat searah dengan
kebijakan relaksasi percepatan penyaluran TKDD untuk
mendukung Program PEN yang bersifat TKDD, yaitu DID
Pemulihan Ekonomi serta Cadangan DAK Fisik.
Pada bulan Oktober pengeluaran konsumsi pemerintah
diperkirakan mencapai Rp 171,8 Triliun, meningkat
dibandingkan bulan September yang diperkirakan mencapai
Rp158,6 Triliun. Hal ini terutama didorong belanja barang dan
bantuan sosial untuk penanganan kesehatan dan berbagai
bantuan Pemerintah untuk pandemi covid 19. Sehingga, selama
periode Januari-Oktober 2020 diperkirakan terjadi peningkatan
konsumsi Pemerintah dibandingkan periode yang sama tahun
2019. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh
meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial serta belanja
barang yang didorong oleh realisasi PEN baik berupa
dukungan kesehatan, perlindungan sosial, bantuan upah,
maupun bantuan mikro.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 11
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 12
Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Penyusun : Thomas NPD Keraf, Yasir Niti Samudro, Roni Parasian, Rahadian Zulfadin, Lilik Surya, Iis Iskandar, Raditiyo Harya Pamungkas, Dwi Anggi Novianti, Dedy Sunaryo, Immanuel Bekti Hartanto, Restu Rinayanti, Johan Zulkarnain, Andi Yoga, Wignyo Parasian, Yayu Andini, Ika Kartika Sari, Wiranda Baihaqi, Dimas Nurdy, Adi Triyono, Dessy Kusumawardani, Rizki Saputri, Ilham Satriyo N., Hilda Choirunnisyah Layout : Patria Yoga Asmara Sumber Data : CEIC, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.