Nova

38
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang dihadapi penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat. Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa india kutha , dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi . kata lepra ada di sebut-sebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa hebraw zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya . ternyata bahwa berbagai skripsi mengenai penyakit ini sangat kabur , apalagi jika dibandingkan dengan kata kusta yang kita kenal sekarang ini . Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan 1

description

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA

Transcript of Nova

Page 1: Nova

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan

permasalahan yang sangat kompleks dan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah

yang dihadapi penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah

psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini masyarakat berupaya

menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah tersebut akan mempunyai efek atau

pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat

mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada

kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan

masyarakat.

Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa india kutha , dikenal

sejak 1400 tahun sebelum masehi . kata lepra ada di sebut-sebut dalam kitab injil,

terjemahan dari bahasa hebraw zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit

kulit lainnya . ternyata bahwa berbagai skripsi mengenai penyakit ini sangat kabur ,

apalagi jika dibandingkan dengan kata kusta yang kita kenal sekarang ini .

Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya

penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk

lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah

nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih

tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud

bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya,

keamanan dan ketahanan sosial.

Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan

sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat

keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di

bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Di

1

Page 2: Nova

Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan unit

pelayanan kesehatan.

Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga

menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri,

tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku

penerimaan penderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih

banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat

diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat

anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk

berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai

kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena

adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul

karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat

menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian

leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa

alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari

masalah kesehatan ke masalah sosial.

Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat

karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan

takhyul. Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit

dokter-dokter yang belum mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan

masih takut terhadap penyakit kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter

masih terlalu takut dan menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan

hambatan terhadap usaha penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka

tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan

masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pembahasan mengenai studi kasus penyakit kusta ?

2. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang kusta tersebut?

C. TUJUAN

1. Mengetahui pembahasan mengenai studi kasus penyakit kusta

2. Masyarakat harus mengetahui tentang kusta

2

Page 3: Nova

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Penyakit kusta adalah kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae

(M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata oto,

tulang dan testis. Disebabkan oleh kuman tahan asam yang bentuknya sangat menyerupai

tuberkulosis. Kuman ini belum berhasil dibiarkan. Infeksi memerlukan kontak erat dan

lama. Dokter dan perawat jarang sekali terkena infeksi.

Kusta dibagi menjadi 2:

Kusta saraf: secara klinis terjadi bercak bercak anestetik di kulit, bercak –bercak ini

sering berwarna agak putih sebagai panu. saraf menebal dan keras, terutama yang terletak

di bawah kulit dapat diraba menebal. Pada penampang serabut saraf, tampak jaringan

granulasi lepra. Pada lepra saraf, kuman lepra jarang ditemukan. Serabut saraf akan

menjadi rusak hingga terjadi bercak – bercak anestetik. Karena kehilangan rangsang saraf,

maka banyak oto menjadi atrofik dan mudah luka.

Kusta kulit: terjadi penebalan – peneblan atau tonjolan – tonjolan di kulit, terutama kulit

muka dan kuping. Mokroskping dalam dermis tampak jaringan granulasi seperti

tuberkulosis, tetapi tanpa perkijauan. Sel – sel epitelioid lebih merata kulit ini sering penuh

kuman. Kusta kulkit dan kusta saraf sering bercampur.

B. Etiologi

Kuman mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas,

sistem retikulo endotelial, mata oto, tulang dan testis.M.leprae merupakan basil tahan

asam (BTA), bersifat obligat intaseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain

seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf

pusat. Masa membelah diri M. Leprae 12-21 hari dan massa tunasnya antara 40 hari – 40

tahun.

3

Page 4: Nova

Dalam suatu penelitan, didapatkan dinding membren ini tetap simetrik walaupun

dilakukan suatu fiksasi dengan pewarnaan. Keadaaan ini merupakan salah satu sifat khas

dari M. Laprea yang tidak didapatakan pada mikobakterium lainnya, seperti

mikobakterium tuberkulosis atau mikobakterium aurum. Beberapa tahun terakhir ini

terlihat perkembangan dalam bidang penelitian penyakit kusta. Telah ditemukan struktur

kimia suatu antigen, terutama phenolic glycolipid (PGL), sehingga menghasilkan revolusi

dalam serodiagnosa penyakit kusta. Antigen ini ternyata dapat ditemukan pada jaringan

Armadillo yang terinfeksi dengan M.leprae. PGL terdiri dari 3 macam yakni PGL-I, PGL-

II dan PGL-III. M. Laprae adalah basil obligat intraseluler yang terutama dapat

berkembangbiak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit. Basil ini dapat

ditemukandi mana – mana , misalnya di dalamtanah, air, udara dan dan pada manusia

terdapat dipermukaaan kulit, rongga hidung, dan tenggorokan.

M. leprae ini merupakan basil Gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai

struktur yang sama dengan ini mempunyai struktur yang sama dengan basil Gram positif

yang lian, yaitu mengandung DNA dan RNA dan berkembangbiak secara perlahan dengan

cara binary fision yang membutuhkan waktu 11- 13 hari. Sifat multifikasi ini lebih lambat

dari pada Mycobacterium tuberculosis yang hanya membutuhkan waktu 20 jam.

Pertumbuhan yang sangat lambat ini tidak diragukan sebagai faktor utama yang

menyebabkan inkubasi kusta sangat lama (5-7 tahun) dan menyebabkan semua manifestasi

kliniknya menjadi kronik. Basil ini belum dapat dibiak invitro walaupun telah dapat

diinokulasi

Untuk kriteria identifikasi M.laprae ada lima sifat khas yakni:

1. M. Leprae merupakan parasit intaseluler obligat yang tidak dapat dibiarkan pada

media buatan.

2. Sifat tahan asam M. Leprae dapat diekstraksi oleh piridin.

3. M. Leprae merupakan satu – satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-

Dihydroxyphenlalanin).

4. M. Leprae adalah satu – satunya spesies mikobakterium yang menginvasi dan

bertumbuh dalam saraf perifer.

4

Page 5: Nova

5. Ekstrak terlarut dan preparat M. Leprae mengndung komponen anti genik yang stabil

dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita

tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous.

C. Patofisiologi

Cara penularan yang pasti belum di ketahui, tatapi menurut sebagian besar ahli

melalui saluran pernafasan ( inhalasi ) dan kulit ( kontak langsung yang lama dan erat).

kuman mencapai permukaan kulit melalui volikel rambut, kelenjar keringat, dan di duga

melalui air susu ibu.beberapa hipotesis telah di kemukakan seperti adanya kontak dekat

dan penularan dari udara.

Penyakit ini sering di percaya bahwa penularanya di sebabkan oleh kontak antara

orang yang terinfeksi dan orang yang sehat.Melalaui kulit yang lecet pada bagian tubuh

yang ber suhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh mycobacterium leprae ke kulit

tergantung factor imunitas seseorang ke mamapuan hidup mycobacterium leprae pada

suhu yang rendah, waktu regenerasi lama serta sifat kuman yang aviluren dan non toksis.

Mycobacterium leprae terurama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah

superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh bereaksi

mengeluarkan makrofag ( berasal dari monosit darah, histiosit )untuk memfagosit.

Setelah M. Lepae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung

pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampai tergantung pada

derajat sistem imunitas seluler ( celuler mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas

seluler tinggi, penyakit berkembangan ke arah tuberkuloid di daerah – daerah yang relatif

lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun

pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari

pada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut penyakit imunologi.

5

Page 6: Nova

WOC KUSTA

6

Microbacterium leprae (BTA)

obligat intraseluler

Menyerang saraf perifer, kulit, dan mukosa saluran pernafasan atas

Derajat imunitas tinggi Derajat imunitas rendah

Tuber kuloid

Gangguan saraf perifer dan saraf tepi

Terjadi kelemahan

Mk : indolonsansi aktivitas

Kelainan kulit berupa bercak putih

Mk: Gangguan rasa nyaman nyeri

Terjadi infalamasi lebtosa

hidung

Kelainan kulit kemerahan

telinga

Mata

Mk: gangguan intekritas kulit

Mk: Gangguan citra tubuh

Kecacatan akibat kerusakan jaringan tubuh

Kulit kering

Terjadi kerusakan jaringan

Page 7: Nova

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis penyakit kusta biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pad

stadium yang lanjut dan diagnosa cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja.

Penderita kusta adalah seseorang yang menunjukan gejala klinis kusta dengan atau tanpa

pemeriksaan, bakteriologik,dan memerlukan pengobatan. Gejala dan keluhan penyakit

bergantung pada:

Multiplikasi dan diseminasi kuman M.leprae.

Respon imun penderita terhadap kuman M. Leprae.

Komplikasi yang di akibatkan oleh kerusakan saraf perifer.

Ada 3 tanda kardinal. Kalau salah satunya ada, tanda tersebut sudah cukup untuk

menetapkan diagnosais penyakit kusra yakni:

a. Lesi kulit yang anestesi

b. Penebalan saraf perifer

c. Ditemukan M. Leprae (bakteriologia positif).

Ada klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah kiasi fikasi

menurut ridley dan jobling yang mengelompokkan penyakit kista menjadi 5 kelompok

berdasarkan gambaran klinis , bakteriologi dan imunologik . sekarang klasifikasi ini juga

secara luas di pakai d klinik dan untuk pemberantasan

1. Tipe tuberkoloid-tuberkuloid(TT)

Lesi ini mengenlai kulit maupun saraf , lesi kulit bisa satu atau beberapa . dapat berupa

maukula atau pelakat , batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang

mengalami rekresi atau penyembuhan di tengah .

2. Tipe borderline tuberkuloid(BT)

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT , yakni berupa makula anestesi atau plak yang

sering disertai lesi satelit di pinggirnya, jumlah lesi satu atau beberpa , tetapi gambaran

hipobigmentasi , kekeringan kulit atau suakma tidak jelas seperti pada tipe tuberkuloid

7

Page 8: Nova

3. Tipe boderline-boderline(BB)

Tipe BB merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua spektrum penyakit kusta .

tipe ini disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai .

4. Tipe boderline repromatos (BL)

Secara klasifikasi lesi dimulai dengan makula . awalnya hanya dalam jumlah sedikt,

kemudian dengan cepat menyebar keseluruh badan . makula disini lebih jelas dan

berfariasi bentuknya .

5. Tipe lopromatous-replomatous (LL)

Jumlah lesi sangat banyak, simetrik , permukaan halus , lebih ritem, mengkilap,berbatas

tidk tegas dan tidak di temukan gangguan anastesi dan anhidrosis pada stadium dini .

Diagnosa didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis dan histopalogis. Menurut

WHO (1995), diagnosa lusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:

1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.

Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang –

kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi

umumnya berupa makula, papul atau nodul.

Kehilangansensitif pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf

terutama saraf tepi saja tanpa disrtai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan

otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan atau

kelemahan oto juga merupakan tand akusta.

2. BTA positif

Pada beberapa kasus ditemui basil tahan asam dari kerokan jarungan kulit. Bila

ragu – ragu maka di anggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3

bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.

8

Page 9: Nova

E. Farmakologi

Tujuan utama program pemberatasan penyakit kusta adalah memutuskan rantai

penularan untuk menurunkan insidensi penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita

serta mencegah timbulnya cacat.

1. Obat – obat antikusta

1. Sulfon

a. Dapson (4,4- diamino difenil sulfon, DDS),

Hal – hal yang penting mengenai dapson adalah berikut:

Merupakan dsar terapi untuyk kusta

Bersifat bakteriostatik, tetapi cara kerjanya tidak diketahui. Dosis 100mg

bersifat bakterisidal lemah. Merupakan suatu inhibitor kompetitif PABA

dan berhubungan dengan metabolisme asam folat tetapi sensitivitas

M.leprae yang unik terhadap dapson menimbulkan perkiraan adanya

mekanisme lain yang terlibat.

Aman, mudah didapat dan harganya murah

Efek samping dapson sebagai berikut

Pada penderita defenisi G6PD menimbulkan anemia hemolitik.

Dapat timbul anemia normositik hipokromik dan lekopenia.

Dapat terjadi sianosis (methemoglobinemia)

Gangguan gastrointestinal yang rendah dan hepatitis yang ditandai oelh

anoreksia dan vomitus.

Ketertiban ginjal ditandai dengan albuminuria.

Erupsi kulit bervariasi dari rash morbiliformis sampai pemfigoid berat,

fixed drug, eritemaa multiforme, toksik epidermal nekrolisis (TEN).

b. DADDS(diasetil diamino difenil sulfon)

9

Page 10: Nova

Merupakan depot sulfon, penggunaan intramuskular 225 mg dapat aktif

sampai lebih dari 2 bulan, dapat digunakan dilapangan. Sebagai tambahan untuk

terapi oral, diberikan satu injeksi tiap 8_10 minggu.

2. Rifampisin

Beberapa yang penting mengenai rifamisin:

Suatu derivat semisintetik produk fermentasi Streptomyces mediterranei.

Kerjanya melalui inhibisi sintesis RNA bakteri.

Merupakan antikusta yang paling paten.

Dosis tunggal rifampisin 600mg akan membunuh 99,9% M. Leprae dalam

beberapa hari sehingga penderita menjaditidak infeksius lagi.

Efek samping:

a. Diskoloritasasi urin, urin menjadi nierah.

b. Erupsi kulit umumnya berupa papula - papula eritematosa,

eritemamultiforme dan kadang – kadang sinroma steven – johnson.

c. Pusing, lemah, gangguan gastrointestinal.

d. Flusing dan pruritus.

e. Flu- like syndrome.

f. Gagal ginjal, nafas pendek, syok, purpura.

3. Klofazimin (B663, Lampren)

a. Bahan aktif adalah turunan zat warna iminofenazim.

b. Kerjanya melalui interaksi degn DNA mikobaktera.

c. Bersifat bakteriostatik dan bakterisidal leah.

d. Harus diminum pada waktu makan atau degan segelas susu.

e. Efek samping:

10

Page 11: Nova

Terjadi dikolorisasi yang refersibel dari ungu samapai coklat kehitaman pada

kulit

Nyeri abdominal, mual, diare, dapat dikurangi dengan minum obat saat

makan .

Kematian pernah di laporkan karena deposit kristal pada limfatik dengan

submukosa gastrointestinal dimana dosis total klofazimin tinggi

Iktiosis, kekeringan kulit, fisura utama pada tulang kering, dapat dikontrol

dengan minyak.

Lamprenmelewati plasenta sehingga pada bayi yang lahir dari ibu yang

mendapatkan lampren, kulitnya lebih berpikmentasi .

Sedapat mungkin lampren tidak diberikan pada :

Trisemester I kehamilan

Penderita dengan nyeri abdomen berulang dan diare

Penderita dengan kerusakan hati dan ginjal

4. Protionamide dan etionamide

a. Keduanya mempunyai efek bakterisida dan efek keduanya hampir sama

b. Digunakan bila klofazimin tidak dapat diberikan

c. Dosisnya :

Etionamide : 250-500 mg/hari

Protionamide :250-375 mg/hari

d. Efek samping :

Hepatitis 40% pada penderita,tetapi protionamid lebih kurang toksin diantara

kedua obat tersebut .

2. Obat alternatif

11

Page 12: Nova

a. Ofloksasin

b. Minosiklin

c. Klaritromisin

d. Pengobatan E.N.L

e. Pengobatan reaksi reversal

f. Pencegahan cacat

g. Rehabilitas

3. Obat kombinasi kemoterapi dan imunoterapi

Pada pengobatan MDT (WHO) selama 2 tahun untuk penderita kusta tipe

multibasiler (terutama BL/LL), telah dilaporkan beberapa masalah sehubungan degan

adanya persistensi, angka relaps yang agak tinggi, dan sisa-sisa basil lepra yang mati.

Ketidakmampuan untuk mangatasi masalah tersebut mungkin disebabkan oleh tidak

adanya atau kurangnya sistem imunitas seluler yang efektif. Oleh karena itu telah

dicoba untuk mengembangkan imunoterapi bersama MDT. Dalam salah satu hasil

penelitian tersebut, dilaporkan oleh Katoch et al bahwa jika dibandingkan degan

pengobatanMD dan BCG intradermal atau MDT dan suntikan mikobakterium yang

cepat tumbuh, yaitu mycobacterium intradermal menunjukan bahwa pengobatan

tersebut dapat ditoleransi degan baik oleh penderita, yidak meningkatkan terjadinya

reaksi serta membantu mempercepat terbunuhnya basil yang hidup dan membersihkan

basil yang mati dari penderita kusta tipe BL/LL yang sebelumnya tidak pernah diobati.

F. Asuhan keperawatan

1.   Pengkajian

Pada pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:

1.  Aktivitas/ istirahat.

Tanda : penurunan kekuatan otot, gangguan massa otot dan perubahan tonus otot.

12

Page 13: Nova

2.  Sirkulasi.

Tanda : Penurunan nadi perifer

3.  Vasokontriksi perifer.

4.  Integritas ego.

Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan,

Tanda : Ansietas, menyangkal, menarik diri.

5.  Makanan/cairan.

6.  Anoreksia.

7.  Neurosensori.

Gejala : kerusakan saraf terutama saraf tepi, penekanan saraf tepi.

Tanda : peruubahan perilaku, penurunan refleks tendon.

8.  Nyeri kenyamanan.

Gejala : Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak merasakan nyeri.

9.  Pernapasan.

Gejala : Pentilasi tidak adekuat, takipnea.

10. Keamanan.

Tanda : lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang

kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat berpariasi tetapi umumnya

berupa macula, papula dan nodul.

Pemeriksaan klinis

a. Inspeksi, pasien diminta memejamakan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan

tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah semua kelainan kulit diseluruh tubuh

diperhatikan, seperti adanya macula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput,

penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis).

b. Pemeriksaan sensibilitas. Pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba),

Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri, serta air panas dan dingin dalam

tabung reaksi (rasa suhu).

13

Page 14: Nova

c.  Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: nervus Auricularis

magnus,Nervus ulnaris,Nervus radialis, Nervus medianus, nervus peroneus dan

nervus tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran,

konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia

kesakitan atau tidaksaraf-saraf diraba.

d.  Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu: memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi

akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji

gunawan).

2.  Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit/ mencapai penyembuhan tepat waktu.

No. Intervensi Rasional

1 Kaji kulit setiap hari. Catat warna,

turgor, sirkulasi dan sensasi.

Gambarkan lesi dan amati perubahan.

Menentukan garis dasar dimana

perubahan pada status dapat dibandikan

dan lakukan intervensi yang tepat.

2 Pertahankan/intruksikan dalam hygiene

kulit, misalnya membasuh kemudian

mengerinkannya dengan berhati-hati

dan melakukan masase dengan

menggunakan losion atau krim.

Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan

meningkatkan kenyamanan.

3 Gunting kuku secara teratur Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan

resiko kerusakan dermal.

4 Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka. Dapat mengidentifikasi bakteri patogen

dan pilihan perawatan yang sesuai.

5 Gunakan/berikan obat topical atau

sistemik sesuai indikasi.

Digunakan pada perawatan lesi kulit.

6 Lindungi lesi dengan salep antibiotic Melindungi area lesi dari kontaminasi

14

Page 15: Nova

sesuai petunjuk. bakteri dan meningkatkan penyembuhan.

b. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.

Tujuan : Untuk mengurangi rasa gatal sehingga tercapai kenyamanan pasien.

No. Intervensi Rasional

1 Upayakan untuk menemukan penyebab

gangguan rasa nyaman.

Membantu mengidentifikasi tindakan

yang tepat untuk memberikan

kenyamanan

2 Mencapai hasil-hasil observasi secara

rinci dengan memakai terminology

deskriftif.

Deskrifsi yang akurat tentang erupsi kulit

diperlukan diagnosis dan pengobatan.

Banyak kondisi tampak serupa tapi

mempunyai etiologi yang berbeda.

3 Mengantisipasi reaksi alergi yang

mungkin terjadi.

Lesi yang menyeluru terutama dengan

awitan yang mendadak dapat

menunjukkan reaksi alergi terhadap obat.

4 Pertahankan kelembaban kira-kira

60%. Gunakanlah alat pelembab.

Dengan kelembaban yang rendah kulit

akan kehilangan air.

5 Pertahankan lingkungan dingin.Kesejukan mengurangi gatal.

(Neutrogena, aveno ).

6 Gunakan sabun ringan (dove) atau

sabun yang dibuat untuk kulit

sensitive

Upaya ini mencakup tidak adanya larutan

detergen, zat pewarna atau bahan

pengeras.

7 Lepaskan kelebihan pakaianatau

peralatan ditemp[at tidur.

Meningkatkan lingkungan yang sejuk.

8 Cuci linen tempat tidur dan pakaian

dengan sabun ringan

Sabun yang keras dapat menimbulkan

iritasi kulit.

9 Hentikan pemajanan berulang terhadap Setiap substansi yang menghilangkan air,

15

Page 16: Nova

detergen ,pembersih dan pelarut. lipid atau protein dari epidermis akan

mengubah fungsi barier kulit.

penyembuhan.

10 Membantu pasien menerima terapi

yang lama yang diperlukan pada tahap

Tindakan koping biasanya akan

meningkatkan kenyamanan. tampa resep

dokter.

11 Menasehati pasien untuk menghindari

pemakaian salep atau lotion yang diberi

Masalah pasien dapat disebabkan oleh

iritasi atau sensitisasi karena pengobatan

sendiri.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan priritus.

Tujuan : Untuk mencapai istirahat tidur yang cukup.

No. Intervensi Rasional

1 Menasehati pasien utk menjaga kamar

tidur agar tetap memiliki ventilasi dan

kelembaban yg baik.

Udara yang kering menimbulkan rasa

gatal. Lingkungan yang nyaman

meningkatkan relaksasi.

2 Menjaga agar kulit agar selalu lembab . Tindakan ini mencegah kehilangan air.

Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak

dapat dikendalikan tetapi dapat

disaembuhkan.

3 Menjaga jadwal tidur yang

teratur.Pergi tidur pada saat yang sama

dan bangun pada saat yang sama.

Dengan jadwal tidur yang teratur akan

terpenuhi kebutuhan tidur klien.

4 Menghindari minuman yang

mengandung kafein menjelang tidur

malam hari.

Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam

sesudah dikomsumsi.

16

Page 17: Nova

5 Melaksanakan gerak badan secara

teratur

Gerak badan memberikan efek yang

menguntungkan untuk tidur jika

dilaksanakan pada malam hari.

6 Mengerjakan hal-hal yang ritual dan

rutin menjelang tidur.

Tindakan ini memudahkan peralihan dari

keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.

e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kuilit yang tidak baik.

Tujuan : Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri

No. Intervensi Rasional

1 Kaji adanya gangguan pada citra diri

pasien (menghindari kontak mata,

ucapan yang merendahkan diri sendiri,

ekspresi perasaan muak terhadap

kondisi kulitnya.

Gangguan citra diri akan menyertai setiap

penyakit atau keadaan yang tampak nyata

bagi pasien. Kesan seseorang terhadap

dirinya sendiri akan berpengaruh pada

konsep diri.

2 Identifikasi stadium psikososial tahap

perkembangan.

Terdapat hubungan antara stadium

perkenmbangan, citra diri dan reaksi serta

pemahaman pasioen terhadap kondisi

kulitnya.

3 Berikan kesempatan untuk

pengungkapan. Dengarkan (dengan

cara yang terbuka, tidak menghakimi)

untuk mengespresikan berduka atau

anseitas tentang perubahan citra tubuh.

Pasien membutuhkan pengalaman

didengarkan dan dipahami. Mendukung

upaya pasien untuk memperbaiki citra

diri.

4 Bersikap realistic selama pengobatan,

pada penyuluhan kesehatan.

Meningkatkan kepercayaan dan

mengadakan hubungan antara pasien dan

perawat.

5 Berikan harapan dalam parameter

situasi individu: jangan memberikan

keyakinan yang salah.

Meningkatkan perilaku positif dan

memberikan kesempatan untuk menyusun

tujuan dan rencana untuk masa depan

17

Page 18: Nova

berdasarkan realita.

6 Dorong interaksi keluarga dan dengan

tim rehabilitasi.

Mempertahankan pola komunikasi dan

memberikan dukungan terus menerus

pada pasien dan keluarga.

f. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh

menurunun.

Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi

No. Intervensi Rasional

1 Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu Memberikan imformasi data dasar,

peningkatan suhu secara berulang-ulang

dari demam yang terjadi untuk

menujukkan bahwa tubuh bereaksi pada

proses infeksi yang baru, dimana obat

tidak lagi secara efektive mengontrol

infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

2 Tekankan pentingnya tekhnik cuci

tanganyang baik untuk semua individu

yang dating kontak dengan pasien

Mengcegah kontaminasi silang;

menurungkan resiko infeksi.

3 Gunakan saputangan , masker dan

tekniik aseptik selama perawatan dan

berikan pakaian yang steril atau baru

Mengcegah terpajan pada organisme

infeksius

4 Observasi lesi secara periodic Untuk mengetahui perubahan respon

terhadap terapi.

5 Berikan lingkungan yang bersih dan

berventilasi yang baik. Periksa

pengunjung atau staf terhadap tanda

infeksi dan pertahankan kewaspadaan

Mengurangi patogen pada system

integument dan mengrangi kemungkinan

pasien mengalami infeksi nosokomial.

18

Page 19: Nova

sesuai indikasi.

6 Berikan preparat antibiotic yang

diresepkan dokter.

Membunuh atau mencegah pertumbuhan

mikroorganisme penyebab infeksi.

g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya imformasi terhadap perawatan

kulit.

Tujuan : Klien mendapatkan imformasih yang adekuat tentang

No. Intervensi Rasional

1 Tentukan apakah pasien mengetahui

(memahami dan salah mengerti) tentang

kindisi dirinya.

Memberikan data dasar untuk

mengembangkan rencana penyuluhan.

2 Jaga agar pasien mendapatkan informasi

yang benar, memperbaiki kesalahan

persepsi /imformasi.

Pasien harus memiliki perasaan bahwa

ada sesuatu yang dapat mereka perbuat.

Kebanyakan pasien merasakan mamfaat

dan merasa lebih.

3 Berikan imformasi yang spesifik dalam

bentuk tulisan misalnya jadwal dalam

minum obat.

Imformasi tertulis dapat membantu

mengingatkan pasien.

4 Jelaskan penatalaksanaan minum obat:

dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya

terapi dalam jangka waktu lama.

Meningkatkan partisipasi klien, mematuhi

aturan terapi dan mencegah putus obat.

5 Berikan nasehat pada pasien untuk

menjaga agar kulit tetap lembab dan

fleksibel dengan tindakan hidrasi serta

lotion kulit.

Stratum korneum memerlukan air agar

fleksibilitas kulit btetap terjaga..

pemberian lotion untuk melembabkan

kulit akan mencegah agar kulit tidak

menjadi kering, kasar, retak dan bersisik.

6 Dorong pasien agar mendapat status

nutrisi yang sehat.

Penampakan kulit mencerminkan

kesehatan umum seseorang.perubahan

19

Page 20: Nova

pada kulit dapat mendakan status nutrisi

yang abnormal. Nutrisi yang optimal

meningkatkan regenerasi jaringan dan

penyembuhan umum kesehatan.

7 Tekankan perlunya atau pentingnya

mengevaluasi perawatan atau

rehabilitasi.

Dukungan jangka panjang dengan

evaluasi ulang kontinu dan perubahan

terapi dibutuhkan untuk penyembuhan

optimal.

h. Ansietas berhubungan dengan poerubahan status kesehatan.

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerimah

perubahan status kesehatannya dengan cara sehat. Berikan penjelasan yang sering dan

imformasi tentang prosedur

No. Intervensi Rasional

1 Berikan penjelasan yang sering dan

imformasi tentang prosedur perawatan.

Pengetahuan diharapkan menurunkan

ketakutan dan ancietas, memperjelas

kesalahan konsep dan meningkatkan

kerjasama.

2 Libatkan pasien atau orang terdekat

dalam proses pengambilan keputusan.

Meningkatkan rasa control dan kerjasama,

menurunkan perasaan tak berdaya atau

putuis asa.

3 Kaji status mental terhadap penyakit Pada awalnya pasien dapat men ggunakan

penyangkalan untuk menurungkan dan

menyaring imformasi secara keseluruhan.

4 Berikan orientasi konstan dan

konsisten.

Membantu pasien tetap berhubungan

dengan lingkungan dan realitas.

5 Dorong pasien untuk bicara tentang

penyakitnya.

Pasien perlu membicarakan apa yang

terjadi terus menerus untuk membuat

beberapa rasa terhadap situasi apa yang

20

Page 21: Nova

menakutkan.

6 Jelaskan pada pasien apa yanga terjadi.

Berikan kesempatan untuk bertanya

dan berikan jawaban terbuka atau jujur.

Pernyataan kompensasi menunjukkan

realitas situasi yang dapat membantu

pasien atau orang terdekat menerima

realitas dan mulai menerima apa yang

terjadi.

7 Identifikasi metode koping atau

penanganan stuasi stress sebelumnya.

Perilaku masalalu yang berhasil dapat

digunakan untuk membantu situasi saat

ini.

8 Dorong keluarga atau orang terdekat

mengunjungi dan mendiskusikan yang

terjadi pada keluarga. Mengingatkan

pasien kejadian masa lalu dan akan

datang.

Mempertahankan kontak dengan realitas

keluarga, membuat rasa kedekatan dan

kesinambungan hidup.

9 Berikan sedative ringan sesuai indikasi.Obat ansietas diperlukan untuk periode

singkat sampai pasien lebih stabil secara

psikis.

3.    Implementasi Keperawatan

Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah

direncanakan. Dan mencatat setiap tidakan yang dilakukan pada pasien.

4.    Evaluasi

Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan

tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan

dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan

besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

G. Fungsi advokad pada pasien kusta

21

Page 22: Nova

Penyebab penyakit kusta ini adalah kuman M. ycobakterium leprae, cara pencegahan

penyakit kusta yaitu dengan melaksanakan diagnosis dini kusta degan pengobatan MDT

yang cepat dan tepat. Mengenali tanda dan gejala reaksi kusta dan gangguan saraf, agar

tidak terkena penyakit kusta.

Peran Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada pasien, memberikan

pendidikan kesehatan kepada pasien,jika pasien sudah sudah menderita penyakit kusta

pelayanan yang sebaiknya di berikan oleh seorang perawat adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang penyakit kusta

2. Perawat harus bisa menjaga privasi penyakit klien

3. Perawat harus dapat melindungi dan memfasilitas keluarga dan pasien dalam pelayanan

kesehatan tentang penyakit kusta

4. Memberikan asuhan keperawatan penyakit kusta yang melibatkan pasien dan keluarga

22

Page 23: Nova

H. Leaflet penyakit kusta

WASPADAI PENYAKIT KUSTA

A. Pengertian kusta

Penyakit menular menahun, kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang semua saraf tepi.

A. Tanda dan gejala

1. Bercak kulit yang mati rasa

2. Penebalan saraf tepi

3. Gangguan fungsi coconum

4. Ditemukannya kuman tahan asam

B. Penularan penyakit kusta

Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah

a. sekred hidung

b. kontak kulit degan kulit

c. kontak dekat dan penularan dari udara

d. faktor tidak cukup gizi

e. Kontak antara orang yang terinfesi degan orang sehat dalam jangka panjang

f. Lewat luka

g. Saluran pernafasan atau inhalasi

h. Air susu ibu

C. Jenis – jenis pada penyakit kusta

1. Penyakit kusta Pause Basiler (PB)

2. Penyakit kusta Multi basiler (MB)

3. Tuber kuloid (TT)

23

Page 24: Nova

4. Mid borderline (MB)

5. Borderline lepromatous (BL)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penyakit kusta adalah kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae

yang menyerang saraf tepi. Penyakit kusta dapat menyerang semua orang tidak

memandang umur dan jenis kelamin,ras cina, eropa dan myanmar lebih rentang terhadap

bentuk lepromatous dibandingkan degan ras afrika, india dan melanesia.

B. SARAN

Adapun saran dan kritik membangun dari para pembimbing tetap kami harapkan,

sebagai sarana motivasi yang dapat membuat kami lebih baik dari pada sebelumnya.

Dengan harapan makalah ini dapat memberi manfaat yang lebih bagi pembaca maupun

penulis.

24

Page 25: Nova

DAFTAR PUSTAKA

1. Kosasih A. Kusta. Dalam:Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

1987:61-74.

2. Djuanda A, Menaldi SL, Wisesa TW, Ashadi LN. Kusta Diagnosa dan penatalaksanaan,

Jakarta: Balai Penerbit Fakulktas Kedokteran Universitas indonesia, 1997

3. Jopling WH. Handbook of Leprosy. Redwood Press-Trowbridge, London.1985.

4. World Health Organization. Progress Towards Leprosy Elemination.Reprinted from

World. Health Organization Wkly Epidem Rec. 1997;72: 165-172

5. Browne SG:Leprosy, Acta Clinica, Ciba-Geigy, Balse, 1970

6. Leiker DL, Nunzi E and Rebore A: A Symposium on leprosy in light skinned people.

European leprosy symposium, Quaderni di Cooperazlone Sanitaria 1, (Organizzation

perla Cooperazion Sanitaria Internationale (O.C.S.I.) Bologna 1982)

7. Thangaraf RH: A manual of Leprosy; #rd ed. New Delhi;1993, The Leprosy mission

8. WHO Expert Committee on Leprosy Seventh report. Geneva, World Health

organization, 1998 (WHO Technical Report series, No.874)

25

Page 26: Nova

9. World Health Organization. WHO model prescribing information. Drug used in leprosy.

Geneva January 1998; 3-30.

26