Skripsi Bu Nova
-
Upload
anas-nazroe-dheen -
Category
Documents
-
view
55 -
download
3
description
Transcript of Skripsi Bu Nova
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu kenyataan yang sering kita lihat, sebagian besar pengajaran di sekolah –
sekolah menengah sampai perguruan tinggi diberikan secara klasikal.Artinya,
pengajar memberi penjelasan kepada sejumlah murid secara lisan.Para murid
bertugas hanya mendengarkan dan mencatatnya ke dalam buku catatan.Banyak orang
menganggap, bentuk pengajaran klasikal tersebut merupakan bentuk yang paling
tepat.Selain karena dipandang efisien, pelajaran yang diberikan secara massal, atau
kepada suatu kelompok besar, sangat efektif untuk tujuan menyampaikan
informasi.Dengan mengutarakan hanya sekali saja, suatu masalah dapat sampai
kepada banyak pendengar.Namun di samping itu perlu kita ingat bentuk pengajaran
seperti ini mempunyai keuntungan, kerugian dan keterbatasan.1
Banyak guru yang menghabiskan waktunya berjam-jam berceramah di depan
siswa tapi tidak memberi efek pengetahuan apa-apa pada siswa. Segudang
pengetahuan yang disampaikan kepada siswa seakan-akan masuk ke telinga kanan
lalu keluar melalui telinga kiri sehingga tak ada bekas apa pun dalam diri siswa.
Mengajar seolah-olah menjadi rutinitas hampa bagi pengembangan pengetahuan
siswa.
Ironisnya, banyak guru yang tidak menyadari hal tersebut. Jika ada siswa yang
memiliki deretan “angka merah”, ia segera memberinya label siswa yang kurang
1Ad. Rooijakkers, Mengajar Dengan Sukses, (Jakarta: Gramedia, 1984), h.3
1
belajar, kurang memperhatikan guru, dan pelabelan-pelabelan negatif lainnya. Tak
heran banyak sekolah banyak yang menambahkan jam belajar siswa agar siswanya
mampu mengerjakan soal ujian dengan baik.
Itulah potret buram pendidikan kita.Siswa selalu menjadi kambing
hitam.Sementara guru selalu menjadi sosok yang paling benar, tidak mau disalahkan.
Pola hubungan hierarki seperti itu hanya akan menjadikan siswa kerdil dan lambat
dalam proses pengembangan pengetahuan.
Guru yang mampu mengajar dengan baik tentu akan menghasilkan kualitas
siswa yang baik pula. Pendidikan tentu tak sekedar menyampaikan materi pelajaran,
tapi juga mentransfer nilai-nilai moral. James M. Cooper yang dikutip oleh Rudi
menegaskan, “A teacher is person charged with the reasonability of helping others to
learn and to behave in new different ways.” Seorang guru membutuhkan
keterampilan mengajar yang lebih dibandingkan dengan orang yang bukan guru.
Guru harus kaya metode dan strategi mengajar. Dan itu harus ditempa melalui proses
jenjang pendidikan.2
Proses pembelajaran dipandang sebagai proses membantu peserta didik belajar,
membantu peserta didik mengembangkan dan mengubah perilaku (kognitif, afektif
dan psikomotor), proses membantu peserta didik merangkai gagasan, sikap,
pengetahuan, apresiasi, dan keterampilan. Guru tidak sekedar bertugas mentransfer
pengetahuan, sikap, dan keterampilan, mereka membantu peserta
2 Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid, (Banguntapan Jogjakarta: Diva Press, 2013), hh. 1-2
2
didikmenerjemahkan semua aspek itu ke dalam perilaku-perilaku yang berguna dan
bermakna.
Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara efektif, guru harus
memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat dihandalkan. Kemampuan
profesionalisme yang handal tersebut tidak dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi
harus dibangun, dibentuk, dipupuk, dan dikembangkan melalui suatu proses, strategi,
kebijakan dan program yang tepat.
Model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru di
sekolah lebih didasarkan pada kebutuhan formal dari pada kebutuhan rill siswa.
Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru belum berperan
dalam mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kondisi pembelajaran seperrti
ini agaknya tidak dapat dilepaskan dari adanya kenyataan bahwa tugas yang diemban
guru sebagai kurikulum dan pengajar sangatlah kompleks dan sulit. Proses
pembelajaran sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut peran guru untuk
mengartikulasikan kurikulum atau bahan ajar serta mengembangkan dan
mengimplementasikan program-program pembelajaran dalam suatu tindakan yang
akurat dan adekuat.3
Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan
membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarananya saja, melainkan harus
dengan upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas,
yakni proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan.
3Djam’an Satori, et.al.Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.3.23
3
Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu yang mempunyai kualifikasi
dasar seperti menguasai materi atau bahan ajar, antusiasme, dan penuh kasih sayang
(loving) dalam mengajar dan mendidik.
Menurut penilaian masyarakat wilayah cidahu, Mts Antariksa sudah mulai
menjadi sekolah yang digemari diantara Mts yang ada disekitar kecamatan cidahu,
yang awalnya siswanya sedikit, dari tahun ke tahun bertambah pada saat penerimaan
siswa baru. Dilihat dari segi prestasi akademis pun mulai ada peningkatan. Akan
tetapi parasiswa mengutarakan bahwa mereka masih lemah dalam pembekalan dan
pemahaman materi salah satu contohnya geometri pada materi lingkaran.
Model pembelajaran harus terus ditingkatkan.Dengan jumlah siswa yang
banyak terdapat perbedaan-perbedaan kemapuan karakteristik siswa. Terlihat dari
tidak adanya kepedulian dan bahkan belum mampu mengapresiasikan serta
mengakomodasikan perbedaan-perbedaan individual siswa, yang artinya dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar guru memberikan layanan pembelajaran yang
sama untuk semua siswa, baik yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, atau
rendah. Dengan perlakuan demikian, siswa yang berbeda kecepatan belajarnya belum
mendapatkan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas
pembelajaran dan peningkatan kualitas pembelajaran dapat ditempuh dengan
meningkatkan pengetahuan tentang merancang metode-metode pembelajaran yang
lebih efektif, efisien, dan memiliki daya tarik.Model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) .
4
Dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction
(ATI) diharapkan seorang guru mampu memberikan layanan pembelajaran secara
optimal untuk siswa yang berbeda tingkat kemampuannya.
Maka dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
eksperimen tentang perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction
(ATI) dan model pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika
materi lingkaran di MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Sukabumi pada semester
genap tahun pelajaran 2013/2014.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka identifikasi
masalah dalam penelitian ini dapat diajukan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran
membuat siswa bosan belajar matematika?
2. Apakah model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika pada materi Lingkaran?
3. Adakah dampak positif setelah menggunakan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) dalam pembelajaran matematika pada materi
Lingkaran?
4. Adakah perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
dan model pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika pada
materi lingkaran?
5
5. Apakah siswa memahami metode Konvensional?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan untuk mempermudah penulis dalam
melakukan pengkajian teoritisnya, maka penulis membatasi permasalahan tentang
perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dan model
pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika pada materi Lingkaran
siswa kelas VIII di MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi pada
semester genap tahun pelajaran 2013/2014.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, maka masalah
dalam penelitian eksperimen ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Adakah perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dan
model pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika pada materi
Lingkaran di MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi tahun
pelajaran 2013/2014.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi siswa, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat sehingga siswa dapat
memperoleh hasil belajar lebih baik dari sebelumnya.
2. Bagi guru, sebagai tenaga professional akan memberikan pengetahuan yang luas
dalam mengembangkan berbagai macam model pembelajaran yang digunakan
6
dalam proses belajar mengajar sehingga tercipta kegiatan belajar mengajar yang
menyenangkan, aktif, kreatif dan inovatif.
3. Bagi STKIP Kusuma Negara, mencetak para sarjana yang profesional dan
berkualitas.
7
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teori
1. Hakikat Hasil Belajar Matematika
Sebenarnya, belajar adalah masalahnya setiap orang, maka tidak mengherankan
kalau banyak pihak yang berusaha mempelajari dan menerangkan apa yang disebut
dengan belajar.
Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering
disalahartikan atau diartikan secara “common sense” atau pendapat umum saja.
Belajar merupakan suatu proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Pengertian konsep belajar menurut pakar psikologi melihat
perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan
lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar
sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu
dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan.4
Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler yang
menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
4 Udin S. Winataputra, et.al.Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.4
8
mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and atittudes. Kemampuan
(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara
bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian
proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk
keterlibatannya dalam pendidikan informal, atau pendidikan nonformal. Kemampuan
belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.5
Dari pengertian tentang belajar, sangatlah jelas bahwa belajar tidak hanya
berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan
individu. Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu.
Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan (kognitif) saja tetapi
juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotorik).
2.) Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman baik yang dialami
ataupun yang sengaja dirancang. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri
individu karena adanya interaksi dirinya dengan lingkungan.
3.) Perubahan perilaku akibat adanya proses belajar akan bersifat cukup permanen.
Proses belajar mengajar diharapkan dapat menghasilkan perubahan-perubahan
kemampuan pada siswa dalam berbagai bidang yang sebelumnya tidak dimiliki siswa.
Adanya perubahan-perubahan itu akan terlihat dari hasil belajar siswa melalui
kegiatan evaluasi atau penelitian. Perubahan-perubahan itu ialah kemampuan yang
utuh mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Tentunya dengan
5Bell-Gredler, M.E. Learning and Instruction, (New York: Macmillan Publishing, 1986), h. 1
9
harapan dapat memberikan efektivitas yang tinggi terhadap proses dan pencapaian
hasil belajar siswa.
Prestasi belajar atau hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan suatu
proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan keberhasilan suatu proses
pembelajaran adalah siswa mendapat hasil belajar yang maksimal. Selain itu pula
dalam proses pembelajaran guru harus mampu memahami hakikat materi pelajaran
yang akan diajarkan.
Kemampuan belajar siswa pada tingkat pengetahuan ialah kemampuan
menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan.Pada tingkat pemahaman, siswa dituntut
untuk mengatakan masalah dengan kata-kata sendiri, memberi contoh suatu prinsip
atau konsep.Pada tingkat aplikasi, siswa dituntut untuk menerapkan prinsip dan
konsep dalam situasi yang baru.Pada tingkat analisis, siswa dituntut menguraikan
informasi kedalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan
pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat.Pada tingkat sintesis, siswa
dituntut dapat menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri
dan mengsintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, siswa diharapkan dapat
mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah editorial, teori-teori dan termasuk
melakukan penetapan atau judgement terhadap hasil analisis untuk membuat
kebijakan.Penelitian pada aspek kognitif berupa penilaian tertulis dan tidak
tertulis.Penulisan tertulis seperti formatif dan penilaian sumatif.
Kemampuan psikomotor siswa dikembangkan melalui kegiatan
praktik.Langkah pengembangan kemampuan ini dilakukan dalam bentuk
10
demonstrasi. Pada kgiatan demonstrasi siswa memperhatikan gerakan yang
dilakukan oleh guru, kemudian dengan bimbingan guru para siswa mencoba gerakan
tersebut dan secara otomatis dalam waktu singkat siswa melaukan gerakan
psikomotor. Penilaian pada aspek psikomotor terletak pada kegiatan dan hasil belajar
siswa sebagaimana yang dicontohkan guru sebelumnya.
Kemampuan afektif siswa ada yang terkait langsung dengan kemampuan
kognitif dan psikomotor, seperti minat dan sikap siswa terhadap mata
pelajaran.Sedangkan yang tidak secara langsung berhubungan dengan kemampuan
kognitif dan psikomotor seperti kelakuan, kerajinan, dan kebersihan.Kelakuan
mencakup kerjasama, perilaku sosial, saling menghormati, suka membantu dan
sebagainya.
Kemampuan afektif siswa harus dilatih secara sistematik dan
berkelanjutan.Sistematik artinya pembelajaran dengan aspek afektif dilakukan secara
bertahap dan terus menerus sehingga menjadi kegiatan dalam kehidupan seseorang.
Matematika berasal dari bahasa Yunani mathinatau mathenein yang artinya
mempelajari.Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang
dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang
mengatakan bahwa matematika itu bahasa simbol; matematika adalah bahasa
numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk,
emosional; matematika adalah metode berpikir logis; matematika adalah sarana
berpikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah sains
mengenai kuantitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik
11
kesimpulan-kesimpulan yang perlu; matematika adalah sains formal yang murni;
matematika adalah sains yang memanipulasi symbol; matematika adalah ilmu tentang
bilangan dan ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola,
bentuk, struktur, matematika adalah ilmu abstrak dan deduktif, matematika adalah
aktivitas manusia.6
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui
simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sedangkan tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan
percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Sri Wardhani mengatakan bahwa, “ kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan riil.”7Hal
ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa, adalah karena dalam
pembelajaran matematika kurang bermakna dan guru dalam pembelajarannya di kelas
tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika.Mengaitkan
pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran
dikelas sangat penting dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.
6 Panitia Pendidikandan Latihan Profesi Guru, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, (Bogor: Universitas Pakuan, 2011), h. 137
7 Sri Wardhani, Contoh silabus dan Rpp matematika SMP, (Yogyakarta: 2006), h. 4
12
Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran.
Adapun kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam
belajar matematika adalah sebagai berikut :
1) Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3) Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
4) Menunjukkan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
2. Hakikat Model Pembelajaran
Pada hakikatnya kata “Model” memiliki definisi yang berbeda-beda sesuai
dengan bidang ilmu atau pengetahuan yang mengadopsinya.Joys mengatakan;
“Model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran yang
juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan.” 8
8 Bruce Joys, Models of Teaching (Eighth Edition, Eastern Economy Edition), (New Delhi: PHILearning Private Limited, 2009), h. 30
13
Lebih jelasnya dalam simpulan B. Joyce yang dikutip Trianto
menyatakan, “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer,dan lain-lain.”9
Model pembelajaran digunakan sebagai pendekatan pembelajaran agar tujuan
pembelajaran pada setiap kompetensi dasar tersalur dengan baik sesuai dengan
kondisi pembelajar. Hal ini dinyatakan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Richard I. Arends yang menyatakan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu
pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya,
dan sistem pengolahannya.10
Dari penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
suatu sistem pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya media dan instrumen
seperti buku-buku, kurikulum, film, komputer dan media lainnya untuk mencapai
tujuan belajar tertentu.
Hampir semua penggegas teori percaya bahwa peran utama pendidikan adalah
untuk mempersiapkan warga negara yang akan mengembangkan tingkah laku
9Agus Trianto, Pasti Bisa Jilid 3 (KTSP), (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 510Ibid., hh. 5-6
14
demokratis yang terpadu, baik dalam tataran pribadi maupun sosial serta
meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis demokrasi sosial proaktif.
Ada pun tujuan model pembelajaran diterapkan di setiap pembelajaran adalah
untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Tanpa model pembelajaran
yang nyata, guru sering kali mengembangkan pola yang hanya didasarkan pada masa
lalu dan intuisinya sehingga konsep materi pembelajaran yang akan disampaikan
tidak tersalurkan dengan maksimal dan siswa sulit memahaminya.
a. Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
Upaya pemerintah untuk mereformasi sistem pembelajaran di sekolah
tampaknya telah mendapat respon yang positif pada sebagian akademisi maupun
praktisi.Hal ini bisa dilihat dengan adanya kecenderungan dari sebagian guru, untuk
berupaya menerapkan berbagai model pembelajaran yang mutakhir atau kita sebut
saja model pembelajaran inovatif di sekolahnya masing-masing, menggantikan
model-model pembelajaran konvensional.
Dari uraian diatas pendekatan pembelajaran adalah upaya penyederhanaan yang
digunakan oleh pendidik secara terprogram dalam desain intruksional melalui proses
interaksi dengan peserta didik untuk mencapai tujuan belajar mengajar.
Dengan adanya metode pembelajaran yang tepat dalam belajar mengajar akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Agar siswa dapat mengembangkan pengatahuan,
keterampilan, sikap ilmiah serta menguasai materi, memahami hipotesis, konsep,
teori, maka guru dalam pengajaran sudah barang tentu bervariasi dalam cara
mengajarkannya. Pada hakekatnya, mengajar itu adalah suatu proses di mana
15
pengajar dan murid menciptakan lingkungan yang baik, agar terjadi kegiatan belajar
yang berdaya guna.11Hal ini dilakukan dengan menata seperangkat nilai-nilai dan
kepercayaan yang ikut mewarnai pandangan mereka terhadap realitas sekelilingnya.
Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa pendekatan pembelajaran yaitu
pendekatan deduktif, dan pendekatan induktif yang keduanya merupakan pendekatan
pembelajaran konvensional dengan alat peraga visual, namun ada satu pendekatan
yang sekarang popular dalam dunia pendidikan yaitu pendekatan pembelajaran
kooperatif yang salah satu model pembelajarannya adalah model pembelajaran
Aptitude Treatment Interaction.
Secara subtantif dan teoritik Aptitude Treatment Interaction(ATI) dapat
dijadikan sebagai suatu konsep atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi
pembelajaran yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan
kemampuannya masing-masing
Dipandang dari sudut pembelajaran (Teoritik), ATI approach merupakan sebuah
konsep yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran yang sedikit banyaknya efektif
digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan karakteristik kemampuannya. Didasari
oleh asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai melalui
penyesuaian antara pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan
(aptitude) siswa.
11 Dr. M. D. Dahlan,Model-Model Mengajar (Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar), (Bandung: Diponegoro, 1984), h. 21
16
Sejalan dengan pengertian diatas, Cronbach yang dikutip Syafruddin Nurdin
mengemukakan bahwa “ATI approach adalah sebuah pendekatan yang berusaha
mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan (treatment) yang cocok dengan
perbedaan (aptitude) kemampuan siswa, yaitu perlakuan (treatments) yang secara
optimal diterapkan untuk siswa yang berbeda tingkat kemampuannya.”12
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, dapat diperoleh makna
esensial dari ATI approach, sebagai berikut :
1.) ATI approach merupakan suatu konsep atau model yang berisikan sejumlah
strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk siswa tertentu
sesuai dengan perbedaan kemampuannya.
2.) Sebagai sebuah kerangka teoritik ATI approach berasumsi bahwa optimalisasi
prestasi akademik/hasil belajar akan tercipta bila mana perlakuan-perlakuan
dalam pembelajaran disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan
kemampuan (aptitude) siswa.
3.) Terdapat hubungan timbal balik antara prestasi akademik/hasil belajar yang
dicapai siswa dengan pengaturan kondisi pembelajaran di kelas atau dengan
kata lain, prestasi akademik/hasil belajar yang diperoleh siswa tergantung
kepada bagaimana kondisi pembelajaran yang dikembangkan guru di kelas.
Dari rumusan pengertian dan makna essensial yang telah dikemukakan di atas,
terlihat bahwa secara hakiki ATI approach bertujuan untuk menciptakan dan
12 Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 38
17
mengembangkan suatu model pembelajaran yang betul-betul peduli dan
memperhatikan keterkaitan antara kemampuan (aptitude) seseorang dengan
pengalaman belajar atau secara khas dengan metode pembelajaran (treatment).
Untuk mencapai tujuan seperti yang digambarkan di atas, ATI approach
berupaya menemukan dan memilih sejumlah pendekatan, metode/cara, strategi, kiat
yang akan dijadikan sebagai perlakuan (treatment) yang tepat yaitu treatment yang
sesuai dengan perbedaan kemampuan (aptitude)siswa. Keberhasilan model
pendekatan ATI mencapai tujuan dapat dilihat dari sejauh mana terdapat kesesuaian
antara perlakuan-perlakuan (treatment) yang telah diimplementasikan dalam
pembelajaran dengan kemampuan (aptitude) siswa.
Kesesuaian tersebut akan termanifestasi pada prestasi akademik/hasil belajar
yang dicapai siswa. Semakin tinggi optimalisasi yang terjadi pada pencapaian prestasi
akademik/hasil belajar siswa, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
pengembangan model pembelajaran ATI. Demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan
utamaATI approach adalah terciptanya optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar
melalui penyesuaian pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan
(aptitude) siswa.
Agar tingkat keberhasilan model pembelajaran dapat tercapai dengan baik,
maka dalam implementasinya perlu diperhatikan beberapa prinsip yaitu :
1.) Bahwa interaksi antara kemampuan (aptitude) dan perlakuan (treatment)
pembelajaran berlangsung di dalam pola yang kompleks dan senantiasa
dipengaruhi oleh variabel-variabel tugas/jabatan dan situasi.
18
2.) Bahwa lingkungan pembelajaran yang sangat terstruktur cocok bagi siswa yang
memiliki kemampuan rendah, sedangkan lingkungan pembelajaran yang kurang
terstruktur (fleksibel) lebih pas untuk siswa yang pandai.
3.) Bahwa bagi siswa yang memiliki rasa percaya diri kurang atau sulit dalam
menyesuaikan diri (pencemas atau minder), cenderung belajarnya akan lebih
baik bila berada dalam lingkungan belajar yang sangat terstruktur. Sebaliknya
bagi siswa yang memiliki rasa percaya diri tinggi akan lebih baik dalam situasi
pembelajaran yang agak longgar (fleksibel).
Dari prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas, dapat dimengerti bahwa dalam
mengimplementasikan model pembelajaran ATI, masalah pengelompokan dan
pengaturan lingkungan belajar bagi masing-masing karakteristik kemampuan
(aptitude) siswa, merupakan masalah mendasar yang harus mendapat perhatian yang
serius.
Berdasarkan prinsip-prinsip model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction
di atas maka dapat diadaptasi beberapa langkah yang dilakukan dalam pembelajaran,
diaaptasi dari para pakar pendidikan yang telah dirangkum oleh Syafruddin Nurdin
yaitu:
“1.Melaksanakan pengukuran kemampuan masing-masing siswa melalui tes kemampuan (aptitude testing).Hal ini dilakukan guna untuk mendapatkan data yang jelas tentang karakteristik kemampuan (aptitude) siswa.2.Membagi siswa atau mengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok sesuai dengan klasifikasi yang didapatkan dari hasil aptitude testing. Pengelompokan siswa tersebut diberi label tinggi, sedang dan rendah.3.Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing-masing kelompok (tinggi, sedang dan rendah) dalam pembelajaran.4.Bagi kelompok siswa yang memiliki kemampuan (aptitude) tinggi, perlakuan (treatment) yang diberikan yaitu belajar mandiri (self
19
learning) dengan menggunakan modul atau buku-buku yang relevan. Pemilihan belajar mandiri melalui modul didasari anggapan bahwa siswa akan lebih baik jika dilakukan dengan cara sendiri yang terfokus langsung pada penguasaan tujuan khusus atau seluruh tujuan. Dengan kata lain dengan menggunakan modul siswa dapat mengontrol kecepatan masing-masing, serta maju sesuai dengan kemampuannya.5.Bagi kelompok siswa yang berkemampuan sedang dan rendah diberikan pembelajaran regular atau pembelajaran konvensional sebagaimana mestinya.6.Bagi kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rendah diberikan special treatment, yaitu berupa pembelajaran dalam bentuk re-teaching dan tutorial.Perlakuan (treatment) diberikan setelah mereka bersama-sama kelompok sedang mengikuti pembelajaran secara regular.Hal ini dimaksudkan agar secara psikologis siswa berkemampuan rendah tidak merasa diperlakukan sebagai siswa nomor dua di kelas.Re-teaching-Tutorial dipilih sebagai perlakuan khusus untuk kelompok rendah, didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka lambat dan sulit dalam memahami secara menguasai bahan pelajaran. Oleh karena itu kelompok ini harus mendapat apersiasi khusus berupa bimbingan dan bantuan belajar dalam bentuk pengulangan pelajaran kembali melalui tambahan jam pelajaran (re-teaching) dan tutorial (tutoring), sehingga dengan cara demikian mereka bisa menguasai pelajaran yang diberikan. Karena seperti diketahui bahwa salah satu tujuan pembelajaran atau program tutoring adalah untuk memberikan bantuan dalam pembelajaran kepada siswa yang lambat, sulit dan gagal dalam belajar, agar dapat mencapai prestasi akademik/hasil belajar secara optimal.”13
Agar tingkat keberhasilan (efektifitas) model pembelajaran ATI dapat dicapai
dengan baik, maka dalam implementasinya perlu diperhatikan dan dihayati tiga
prinsip yang dikemukakan oleh Fajar, ketiga prinsip tersebut diuraikan sebagai
berikut:
“Pertama bahwa interaksi antara kemampuan dan perlakuan pembelajaran berlangsung dalam pola yang kompleks, dan senantiasa dipengaruhi oleh variabel tugas, jabatan, dan situasi. Berarti dalam mengimplementasikan model ATI berbasis portofolio perlu diperhatikan dan meminimalkan bias yang diperkirakan berasal dari variabel-variabel tersebut. Kedua, bahwa lingkungan pembelajaran yang terstruktur cocok bagi siswa yang memiliki kemampuan rendah dan lingkungan pembelajaran yang fleksibel lebih cocok untuk siswa
13Ibid., hh. 42-45
20
yang pandai.Ketiga, bahwa siswa yang rasa percaya dirinya kurang, cenderung belajarnya akan lebih baik dalam situasi fleksibel.”14
Ditinjau dari prinsip-prinsip mengajar, cara yang dianjurkan para ahli
pendidikan di atas rasanya cukup beralasan. Karena, salah satu prinsip mengajar
menekankan pentingnya memperhatikan “individualitas” dalam pembelajaran.
Individualitas yang dimaksud disini adalah menyesuaikan pembelajaran yang harus
diperhatikan bukan hanya anak-anak yang lambat tapi juga anak-anak yang pandai
dan yang berkemampuan sedang. Artinya, semua kelompok kemampuan (aptitude)
siswa harus mendaat perhatian secara proposional, sehingga setiap anak dapat
berkembang sesuai dengan kecepatan dan kesanggupan masing-masing. Seperti
dinyatakan Nasution “ menyesuaikan pembelajaran dengan kesanggupan individual,
berarti bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya anak-anak lambat, tetapi juga
anak-anak yang pandai, sehingga setiap anak berkembang sesuai dengan kecepatan
masing-masing.”15
Suatu model pambelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan atau manfaat pembelajaran ATI antara lain :
1) Mengatasi kelemahan pada pembelajaran klasikal maupun individual.
2) Membantu menjadikan materi yang abstrak dan sulit mendapatkan contoh di
lingkungan sekolah menjadi lebih konkrit.
3) Memungkinkan pengulangan sampai berkali-kali tanpa rasa malu bagi yang
berbuat salah.
14 Fajar Arnie, Portofolio, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 14515 Nasution, S. Didaktik Asas-asas Mengajar, (Bandung: Jemmars), h. 13
21
4) Mendukung pembelajaran individual.
5) Lebih mengenal dan terbiasa dengan kerja tim tutor sebaya.
6) Merupakan media pembelajaran yang efektif.
7) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
Selain kelebihan tersebut model pembelajaran ATI juga memiliki kekurangan
diantaranya:
1) Membeda-bedakan kemampuan siswa yang bisa membuat siswa merasa kurang
adil.
2) Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa sehingga kurikulum bisa tidak
terpenuhi.
b. Model pembelajaran Konvensional
Konvensional berasal dari kata konvensi yang berarti pemufakatan
kesepakatan. Konvensional mempunyai arti menurut apa yang sudah menjadi
kebiasaan atau sudah menjadi tradisional.16 Jadi berdasarkan pengertian di atas,
pembelajaran matematika yang umum digunakan pada saat ini adalah metode
ceramah.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah metode ceramah adalah “Metode yang boleh
dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini tetap dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif”. 17
16 Depdiknas. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka), h.523.17 Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif. (Jakarta : Rineka
Cipta), h 205.
22
Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil baik bila didukung atau dibantu
oleh metode-metode yang lain, misalnya : Tanya jawab, tugas, latihan dan lain-lain.
Adapun kelebihan metode ceramah adalah sebagai berikut :
a. Guru mudah menguasai kelas
b. Mudah dilaksanakan
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar
d. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.
Dalam pengajaran khususnya pengajaran matematika, metode ceramah
mempunyai kekurangan sebagai berikut :
a. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
b. Anak didik yang lebih tanggap dari sisi gambar akan menjadi rugi dan anak didik
yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya
c. Bila terlalu lama membosankan
d. Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik
e. Menyebabkan anak didik pasif.
Pembelajaran konvensional memberikan tekanan perkembangan intelektual,
caranya ialah : “Dengan mengingat-ingat hal yang telah dibaca dan tugas-tugas dalam
pelajaran berhitung, sehingga kurang memperhatikan perkembangan ketrampilan
sosial, sikap, apresiasi dan lain-lain”.18
18 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar.( Jakarta: Bumi Akasara,2001), h.59
23
Melihat ciri-ciri di atas, maka dalam pelaksanaan pembelajaran konvensional
memerlukan keterampilan lebih agar penyajian tidak membosankan dan menarik
perhatian siswa.
Kelebihan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
a. Dapat menampung kelas besar, tiap murid mempunyai kesempatan yang sama
untuk mendengarkan dan karena biaya yang diperlukan relative murah
b. Bahan pelajaran yang diberikan secara lebih urut kepada siswa, konsep-konsep
yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa
c. Guru dapat memberikan tekanan-tekanan terhadap hal-hal yang penting hingga
waktu dan energy dapat digunakan sebaik mungkin
d. Isi silabus dapat diberikan dengan lebih mudah
e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak
menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.
Kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
a. Pelajaran berjalan membosankan murid menjadi pasif dan murid hanya aktif
mencatat saja
b. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak mampu
menguasai bahan yang diajarkan
c. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan
d. Ceramah mengakibatkan belajar murid menjadi “belajar menghafal” yang tidak
menghambat timbulnya pengertian.
24
3. Lingkaran dan Unsur-Unsurnya
Pada awalnya geometri merupakan sebuah hasil dari keinginan dan harapan
para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa lalu. Hal ini dimaksudkan untuk
mendirikan berbagai bangunan yang kokoh dan besar.Pada saat ini, geometri banyak
digunakan juga untuk membangun bangunan yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia.Geometri bagi dalam dua bagian yaitu bangun datar atau bangun dua
dimensi dan bangun ruang atau bangun tiga dimensi. Di Pendidikan tingkat dasar
geometri sudah diperkenalkan kepada siswa-siswanya terutama bangun dua dimensi,
diantaranya Lingkaran.
Menurut Janice Van Cleave “lingkaran adalah lengkungan tertutup sederhana.
Semua titik yang ada pada keliling lingkaran memiliki jarak yang sama dari pusat
lingkaran. Potongan garis dari titik pada keliling lingkaran ke pusatnya disebut radius
atau jari-jari.Setiap garis yang berawal dan berakhir pada keliling lingkaran disebut
tali busur. Tali busur yang melalui pusat lingkaran disebut diameter atau garis
tengah”.19 Sedangkan menurut Janu Ismadi “ Lingkaran adalah kumpulan semua titik
di bidang datar yang berjarak sama dari suatu titik tetap tersebut. Titik tetap tersebut
dinamakan pusat lingkaran, sedangkan jarak dari suatu titik pada lingkaran ke titik
pusat dinamakan jari-jari lingkaran”.20
19 Janice Van Cleave, Gembira bermain dengan Geometri, (Jakarta: Graffiti, 1996), h. 7120 Janu Ismadi, Ensiklopedia Matematika, (Jakarta: Nobel, 2008), h. 89
25
Ada beberapa bagian lingkaran yang termasuk dalam unsur-unsur sebuah
lingkaran diantaranya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1: Lingkaran dan Unsur-unsurnya
a. Titik Pusat
Titik pusat lingkaran adalah titik yang terletak di tengah-tengah lingkaran.
Titik O pada gambar adalah titik pusat lingkaran.
b. Jari-jari (r)
Jari-jari adalah garis dari titik pusat lingkaran ke lengkungan lingkaran.Pada
gambar jari-jari lingkaran ditunjukan oleh garisOA, OB, dan OC.
c. Diameter (d)
Diameter adalah garis lurus yag menghubungkan dua titik pada lengkungan
lingkaran dan melalui titik pusat.Garis AB pada gambar lingkaran merupakan
diameter lingkaran tersebut. Perhatikan bahwa AB = OA + OB. Dengan kata
lain, nilai diameter merupakan 2 x nilai jari-jarinya, ditulis bahwa d = 2r.
d. Busur
Busur adalah garis lengkung yang terletak pada lengkungan lingkaran dan
menghubungkan dua titik sembarang di lengkungan tersebut.Pada gambar, garis
26
lengkung AC, garis lengkung CB, dan garis lengkung AB merupakan busur
lingkaran.
e. Tali Busur
Tali busur lingkaran adalah garis lurus dalam lingkaran yang menghubungkan
dua titik pada lengkungan lingkaran.Berbeda dengan diameter, tali busur tidak
melalui titik pusat lingkaran O. Pada gambar.1.1 tali busur lingkaran tersebut
ditunjukan oleh garis lurus AC yang tidak melalui titik pusat.
f. Tembereng
Tembereng adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh busur dan tali
busur.
g. Juring
Juring adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari
lingkaran dan sebuah busur yang diapit oleh kedua jari-jari lingkaran tersebut.
h. Apotema
Apotema adalah garis yang menghubungkan titik pusat lingkaran dengan tali
busur lingkaran.
Sebuah lingkaran dapat dihitung keliling dan luasnya dengan menggunakan
rumus berikut:
Keliling Lingkaran = 2 π r, atau π D
Luas Lingkaran = π r2, atau 14
π D2
27
Keterangan :
π (Pi) = 3,14 atau 227
r = jari-jari
D = diameter
Adapun untuk menghitung panjang busur dan luas juring lingkaran dapat kita
lakukan dengan membandingkan nilai antara sudut pusat dengan sudut satu putaran,
panjang busur dengan keliling lingkaran, serta luas juring dengan luas lingkaran
adalah sama. Jadi, dapat dituliskan rumus perbandingan sebagai berikut:
sudut pusatsudut sa tu putaran
= panjangbusur
keliling lingkaran =
luas juringluaslingkaran
Daerah yang dibatasi oleh busur dan tali busur lingkaran merupakan pengertian
dari tembereng. Adapun langkah-langkah untuk menghitung luas tembereng adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.2: Juring AOB
a. Tentukan luas juring AOB terlebih dahulu.
b. Tentukan panjang tali busur.
28
c. Tentukan garis apotema OC.
d. Hitung luas segitiga AOC.
Luas segitiga = 12
x panjang tali busur AB x panjang apotema OC.
e. Hitung luas tembereng.
Luas tembereng = luas juring AOB – luas segitiga AOB.
Gambar 2.3: Sudut Pusat Dan Sudut Keliling Lingkaran
Sudut pusat adalah sudut yang dibentuk oleh dua buah jari-jari dan menghadap
suatu busur lingkaran. Pada gambar 2.3 titik E adalah titik pusat lingkaran, AEC
adalah sudut pusat lingkaran. Sudut keliling adalah sudut pada lingkaran yang
dibentuk oleh dua buah tali busur, ABC adalah sudut keliling lingkaran.AEC dan
ABC menghadap busur yang sama, yaitu busur AC. Jika sudut pusat dan sudut
keliling menghadap busur yang sama maka besar sudut pusat dua kali dari besar sudut
keliling.21
Berikut ini adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh sudut pusat dan sudut keliling.
a. Sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran selalu membentuk sudut 90o
atau sudut siku-siku.
21 Nuniek Avianti Agus, Mudah Belajar Matematika, (Jakarta: Pusat Perbukuan DEPDIKNAS, 2009), h.142
29
b. Sudut keliling yang menghadap busur yang sama memiliki ukuran sudut/besar
sudut sama.
c. Jumlah sudut keliling yang saling berhadapan sama dengan 180o.
Besar sudut antara dua tali busur yang berpotongan di dalam lingkaran adalah
setengah kali dari jumlah sudut-sudut pusat yang berada di depan dan di belakangnya.
Besar sudut antara dua tali busur yang berpotongan di luar lingkaran adalah setengah
kali dari selisih sudut pusat yang terletak di antara kedua kakinya.
B. Kerangka Berpikir
Dengan beberapa kelebihan model pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction(ATI) seperti mampu mengatasi kelemahan pada pembelajaran klasikal
maupun individual, dapat membantu menjadikan materi yang abstrak dan sulit
mendapatkan contoh di lingkungan sekolah menjadi lebih konkrit, memungkinkan
pengulangan sampai berkali-kali tanpa rasa malu bagi yang berbuat salah,
mendukung pembelajaran individual, lebih mengenal dan terbiasa dengan kerja
tim tutor sebaya, merupakan media pembelajaran yang efektif, serta dapat
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Menurut beberapa pendapat
Konvensional adalah model pembelajaran yang menyampaikan informasi yang
menekankan Intelektual siswa, dan merupakan metode yang sudah menjadi kebiasaan
atau tradisional.
30
Perlu diperhatiakan, bahwa konvensional (ceramah) akan berhasil baik bila
didukung atau dibantu oleh metode-metode yang lain, misalnya: Tanya jawab, tugas,
latihan, dan lain-lain.
Pembelajaran konvensional memberikan tekanan perkembangan intelektual,
caranya ialah : “Dengan mengingat-ingat hal yang telah dibaca dan tugas-tugas dalam
pelajaran berhitung, sehingga kurang memperhatikan perkembangan ketrampilan
sosial, sikap, apresiasi dan lain-lain”.22
Melihat ciri-ciri di atas, maka dalam pelaksanaan pembelajaran konvensional
memerlukan keterampilan lebih agar penyajian tidak membosankan dan menarik
perhatian siswa.
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berfikir penelitian ini diduga
terdapat perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction modl
pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar siswa pada materi lingkaran di
kelas VIII MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara yang
menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dan yang
menggunakan model pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar siswa pada
22 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar.( Jakarta: Bumi Akasara,2001), h.59
31
materi lingkaran di kelas VIII MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Kabupaten
Sukabumi.
.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui perbedaan model pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI) dan model pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar
matematika pada materi lingkaran di kelas VIII MTs Antariksa Kecamatan Cidahu
Kabupaten Sukabumi.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTs Antariksa Kecamatan Cidahu Kabupaten
Sukabumi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan yaitu pada bulan Januari sampai bulan
Maret semester genap tahun pelajaran 2013/2014.
C. Variabel Penelitian
32
Sebagai variabel X1 dari penelitian ini adalah model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (variabel bebas). Sedangkan hasil belajar matematika siswa
sebagai variabel Y (variabel terikat).
Penentuan variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel) sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai penelitian eksperimen atau prediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.Sedangkan untuk mencari hubungan maupun prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.23
D. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian
Eksperimen.Menurut Nana Sudjana metode eksperimen adalah metode yang mengungkap
hubungan dua variabel atau lebih dan mencari pengaruh antara variabel yang satu dengan
variabel lainnya.24
Menurut Latipun, Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan dengn
melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku
individu yang diamati.25
Selain itu, Hadi mendefinisikan penelitian eksperimen sebagai penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan
secara sengaja oleh peneliti.26
“Penelitian Eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Penelitian eksperimen satu-satunya tipe penelitian yang mampu menguji hipotesis yang membangun
23 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan(Kompetensi dan Praktiknya), (Yogyakarta:Bumi Aksara, 2003), h.15
24 Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian dalam Pendidikan, (Bandung: C.V. Sinar Baru, 1989), h. 1925 Latipun, Psikologi Eksperimen, (Malang: UMM Press, 2002), h. 3326 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 4, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas PsikologiUGM, 1985), h. 147
33
hubungan sebab-akibat. Dalam penelitian eksperimen, peneliti memanipulasi sekurang-kurangnya satu variabel bebas (treatment/experiment variable), mengontrol variabel lain yang relevan, serta mengamati dampak yang terjadi pada satu atau lebih variabel terikat (outcome variable)”.27
Jadi, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pemberian suatu treatment atau perlakuan terhadap subjek penelitian.
Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain
penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta
menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat
melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah
yang jelas.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Experimental
Design dengan bentuk Static Group Comparison, dimana terdapat dua kelompok
sampel yang dipilih secara random. Kelompok perlakuan menerima perlakuan dengan
model baru, sedangkan kelompok kontrol menggunakan model tradisional.
Setelahnya kedua kelompok diberi perlakuan berbeda, keduanya diakhiri dengan
post-test dan kemudian hasil post-test dibandingkan.
E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Penentuan populasi dan sampel mempunyai pengaruh yang sangat penting
terhadap hasil penelitian yang dilakukan untuk memperoleh hasil penentuan daerah
populasi dipilih pada daerah tertentu yang paling tidak setiap anggotanya memiliki
suatu sifat ciri-ciri yang sama.
27 Sri Rahayu Pudjiastuti, et.al. Pedoman Penulisan dan Bimbingan Skripsi, (Jakarta: Hartomo Media Pustaka, 2013), h. 3
34
Arikunto menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian.28Jumlah populasi pada umumnya tidak terbatas atau dapat
diketahui.Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa MTs Antariksa
Kecamatn Cidahu Kabupaten Sukabumi Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah
425 siswa.
Arikunto menyatakan pula bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti.29Penelitian hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga.Penelitian
populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua liku-liku yang ada didalam
populasi. Populasi tersebut diantaranya :
1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Antariksa Kecamatan
Cidahu Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 425 siswa.
2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Antariksa
Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi semester genap Tahun Pelajaran
2013/2014 yang berjumlah 142 siswa.
3. Sampel Penelitian
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara random sampling
dengan teknik mengundi (untung-untungan). Teknik sampling ini digunakan
peneliti dengan “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua
286 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 173 29Ibid., h. 174
35
subjek dianggap sama.30 Pada kertas kecil-kecil penulis menuliskan nomor kelas
VIIIA sampai dengan VIIID, satu nomor untuk setiap kertas, digulung satu
persatu dan dicampur. Kemudian diambil 2 gulungan kertas, sehingga nomor-
nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang merupakan
nomor subjek sampel penelitian ini.Didapatlah kelas VIIIB dan VIIIC. Kita
acak kembali dengan menggunakan teknik random sampling untuk mengetahui
kelas mana yang akan mendapatkan perlakukan sesuai dengan judul penelitian.
Kertas pertama yang terambil akan mendapatkan perlakukan dengan
menerapkan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI),
sedangkan kertas kedua yang yang terambil akan mendapatkan perlakuan
dengan menerapkan model pembelajaran Konvensional .
Tabel 3.1
Pengelompokan Kelas
KelasJumlahSiswa
Kelompok Kelas
KelasModel Pembelajaran Yang
digunakanVIII B 35 A Eksperimen Aptitude Treatment InteractionVIII C 35 B Kontrol Konvensional
F. Instrumen Penelitian
Berdasarkan masalah yang diambil maka pengumpulan data yang digunakan
adalah tes dan yang perlu untuk dipersiapkan adalah soal-soal tes. Jumlah item soal
yang diberikan disesuaikan dengan lamanya waktu yang tersedia yaitu 60 menit,
maka jumlah item soal adalah 30 soal pilihan ganda.
30Ibid., h. 180
36
G. Uji Instrumen Penelitian
1. Uji validitas butir soal
Butir soal disusun berdasarkan validitas isi maksudnya butir soal disusun untuk
mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai anak sesuai dengan tujuan
pengajarannya.
Instrumen uji coba sebanyak 30 soal. Instrumen ini diujicobakan pada kelas
non sampel yaitu kelas VIII A dengan jumlah 37 siswa. Setelah diperoleh hasil tes uji
coba hasil belajar ini dihitung dengan menggunakan rumus korelasi biserial.
rpbis = Mp−MtSt √ p
q
Keterangan :
rpbis = koofisien korelasi biserial
Mp = mean skor subjek-subjek yang menjawab betul item yang
dicari validitasnya
Mt = mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
St = standar deviasi skor total
p = proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut
q = proporsi subjek yang menjawab salah (q=1-p)
dengan kriteria pengujian : rhitung > rtabel maka data valid
2. Reliabilitas
Reliabilitas dari instrumen uji coba hasil belajar matematika materi lingkaran
dengan menggunakan rumus KR-20 (Kuder Richardson) yaitu :
37
r11 = { kk−1 }{Vt−∑ pq
Vt }Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir soal
Vt = varians total
p = proposi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proposi
yang mendapat skor 1)
q = proposi subjek yang menjawab salah mendapat skor 0 (1-p)
harga varians total (Vt) dihitung dengan menggunakan rumus:31
Keterangan:
Vt = varians total atau varians skor total
∑X = jumlah skor total
N = jumlah responden
Hasil yang diperoleh yaitu r11 dibandingkan dengan nilai dari tabel r-product
moment.Jika r11 > rtabel maka instrumen tersebut reliabel, sebaliknya jika r11 < rtabel
maka instrumen tersebut tidak reliabel.
3. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal, menggunakan rumus :
31Ibid., h. 227.
38
DP = BA
J A -
BB
J B = PA - PB
Keterangan :
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
dengan benar
PA=BA
J A = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB=BB
J B = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2Interprestasi atau penafsiran Daya Pembeda (DP)
39
Daya Pembeda (DP) Interprestasi atau penafsiran DP
DP ≥ 0,70 Baik sekali (digunakan)
0,40 ≤ DP < 0,70 Baik (digunakan)
0,20 ≤ DP < 0,40 Cukup
DP < 0,20 Jelek
4. Tingkat Kesukaran
Menentukan tingkat kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:
P= BJS
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel 3.3
berikut:
Tabel 3.3
Interprestasi Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK
TK < 0,30 Sukar
0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang
TK > 0,70 Mudah
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian merupakan data mentah yang belum
memiliki makna, sehingga perlu diolah terlebih dahulu.Karena data yang diperoleh
melalui instrumen merupakan data kuantitatif maka pengolahannya melalui teknik
40
statistik. Adapun prosedur yang dilakukan dalam menganalisis data secara garis besar
sebagai berikut:
1. Pemberian skor
Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode Right only, yaitu
jawaban benar diberi skor satu dan jawaban yang salah atau butir soal yang tidak
dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah
jawaban yang benar.pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
S = skor siswa
JS = jumlah soal
R = jawaban siswa yang benar
Smax= skor maksimal
2. Pengolahan Data Skor Hasil Pre-test dan Post-Test
a. Menentukan rentang skor (r) dengan rumus:32
r = skor maksimum – skor minimum
b. Menentukan banyak kelas interval (k) dengan rumus:33
k = 1 + 3,3 log n
c. Menentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus:34
32 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1989), h. 4733Ibid., h. 4734Ibid., h. 47
41
d. Membuat tabel daftar distribusi frekuensi
e. Menghitung Mean, Median, Modus :
(1.) Mean :
X= ∑ fi . xi
∑ f
Keterangan :
X = nilai rata-rata
∑ fi . xi = jumlah perkalian dari fi dan xi
∑ f = jumlah frekuensi
(2.) Median
Me = b+p [ 12
n−f
F ]Keterangan :
Me = nilai median
b = tepi bawah kelas median
p = panjang interval kelas
n = banyaknya data
F = frekuensi kumulatif
f = frekuensi kelas median
42
(3.) Modus
Mo = b+p [ b1
b1+b2]
Keterangan :
Mo = nilai modus
b = tepi bawah kelas modus (kelas interval dengan frekuensi
terbanyak)
b1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sebelumnya
b2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sesudahnya
p = panjang interval kelas
f. Menentukan simpangan baku (Standar Deviasi)
S = √ n∑ Fi Xi2−(∑ Fi Xi )
2
n(n−1)
g. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui dimana kelompok A (siswa yang
menggunakan modelpembelajaran Aptitude Treatment Interaction) dan kelompok B
(siswa yang menggunakan model pembelajaan Konvensional). Rumus yang
digunakan adalah :
1. Data penelitian x1, x2, x3,… xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3,…zn dengan rumus:
43
Zi = x−x
s
2. Menghitung peluang F (Zi) = P (Z<Zi)
3. Selanjutnya dihitung proposi z1, z2, z3,…zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi
dan juga proposi itu dinyatakan oleh S (Zi), maka:
S(Zi) = banyaknya Z 1 , Z 2, Z 3 … Zn yang , Z 1
n
4. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlak
5. Ambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah
harga terbesar ini Lo (Liliefors).
h. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varian populasi dengan menggunakan uji – F
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
Ho : Fhitung >Ftabel
Hi : Fhitung <Ftabel
Menghitung F hitung dengan rumus :
F = VarianterbesarVarian terkecil
Taraf Signifikan : 0,05
Menentukan tabel rumus :
F (1− 12 a )(nA−1 ;nB−1 ) =
1
F (1− 12a )(nA−1 :nB−1)
44
Fhitung harus terletak diantara nilai Ftabel baru dapat dikatakan varian sampel sama
atau homogen.
i. Uji Hipotesis penelitian menggunakan uji – t dengan taraf signifikan 0,05 yaitu :
Rumus uji- t yang digunakan :
thitung =
x− y
√ SX2
nX+ SY 2
nY
j. Hipotesis Statistik
Dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ho: tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara yang menggunakan
model Aptitude Treatment Interaction dan yang menggunakan model
pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika pada
materi lingkaran siswakelas VIII MTs Antariksa Kecamatan Cidahu.
Hi: terdapat perbedaan yang signifikan antara yang menggunakan model
Aptitude Treatment Interaction dan yang menggunakan model
pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar matematika pada
materi lingkaran siswa kelas VIII MTs Antariksa Kecamatan Cidahu.
Hipotesis statistik penelitian ini adalah :
Ho : µA = µB
Hi : µA ≠ µB
Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan kesamaaan kedua
rata-rata siswa dengan uji-t dengan rumus sebagai berikut:
45
Ho : ditolak jika thitung ≥ ttabel
Ho : diterima jika thitung ≤ ttabel
46