Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

download Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

of 12

Transcript of Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    1/12

     

    Notulensi Pertemuan 

    1

    Tanggal : 30 Maret – 1 April 2016

    Pertemuan : Konsinyering Penyusunan Standard dan Kriteria RDF di industri

    semen

    Lokasi : Hotel Padjajaran Suite and Conference - Bogor

    Peserta:

     Agenda:

    I.  Pembukaan dan sambutan dari Kemenperin 

    II.  Pemaparan “Admire Cement Nama: Reducing CO 2  and Closing the Gap:

    Encouraging Waste to Energy in the Indonesian Cement Sector”

    III.  Pemaparan "Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota" 

    IV.  Pemaparan : "Keterkaitan industri semen dengan RAN GRK dan RAD GRK dalam

    upaya penurunan emisi GRK"V.  Pemaparan : "Kebijakan Kementerian PU dalam Pengelolaan Sampah Kota

    sebagai upaya penurunan emisi GRK"

    VI.  Pemaparan : "Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Pengelolaan Sampah"

    VII.  Pemaparan : "Pengelolaan Sampah Regional di Propinsi Jawa Barat"

    VIII.  Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT.

    Indocement Tunggal Prakarsa (Citeureup Site)"

    IX.  Pemaparan : "Pemanfaatan Limbah Industri sebagai Bahan Bakar Pabrik Semen

    oleh PT. Holcim Indonesia"

    X. 

    Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT.Indocement Tunggal Prakarsa (Palimanan Site)"

    XI.  Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT. Semen

    Indonesia"

    I.  Pembukaan dan sambutan dari Kemenperin

      Ibu Lilih Handayaningrum sebagai Kepala Bidang Lingkungan Hidup, Pusat

    Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup

    (PPIHLH) Kementerian Perindustrian membuka pertemuan dengan

    menyampaikan bahwa acara ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan

    kick off yang telah dilakukan pada bulan Oktober 2015.

      Tujuan diadakannya pertemuan ini diantaranya adalah untuk membahas

    draft report  Admire Cement Nama: Reducing CO 2  and Closing the Gap:

    Encouraging Waste to Energy in the Indonesian Cement Sector   yang berisi

    hasil site visit ke industri semen (PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup

    Plant dan Palimanan Plant, PT Holcim Indonesia, PT Semen Indonesia dan PT

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    2/12

     

    2

    Semen Tonasa) dan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah

    Kota/Kabupaten Bogor, Cirebon, Gresik dan Makassar.

      Potensi pemanfaatan sampah domestik menjadi bahan bakar alternatif

    sangat besar mengingat jumlah sampah yang terus meningkat setiap tahun

    dan merupakan salah satu upaya yang cukup berpotensi dalam penurunan

    emisi CO2. Industri merupakan salah satu pengguna energi berbasis bahan

    bakar fosil cukup tinggi dan merupakan sektor yang dipandang berpotensi

    dalam memanfaatkan bahan bakar alternatif.

    II.  Pemaparan “Admire Cement Nama: Reducing CO 2  and Closing the Gap:

    Encour agi ng Waste to Energ y in the Indonesi an Cement Secto r”  

      Penurunan emisi CO2 di industri semen bisa dilakukan melalui 3 cara yaitu

    efisiensi energi, pemanfaatan bahan bakar dan material alternatif serta

    blended cement. Dari ketiga upaya ini industri semen diprediksi bisa

    mengurangi emisi CO2 sebesar 3,8 juta ton CO2 sampai tahun 2020 melalui

    penggunaan energi alternatif saja. Kondisi saat ini pemanfaatan AFR dari

    limbah masih sangat terbatas pemanfaatannya.

      NAMAs project   searah dengan Undang Undang No 18 tahun 2008 tentang

    Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah No 81 tahun 2012 tentang

    Pengelolaan Sampah Domestik.

      Target dari NAMAs adalah (1) Mengurangi emisi CO2 melalui pengurangan

    konsumsi batubara dan peningkatan pemanfaatan bahan bakar alternative

    dari limbah industri dan limbah domestic; (2) Peningkatan kemampuan

    teknis dari SDM industri semen untuk memanfaatkan bahan bakar dan

    material alternatif dan penyesuaian kebijakan, insentif dan kerangka hukumpemanfaatan limbah.

      Laporan tahap 1 ini secara garis besar berisi: (1) informasi mengenai limbah

    yang dihasilkan dan pengelolaan limbah di daerah Bandung-Bogor, Gresik,

    Makassar, Cirebon; (2) Beberapa contoh proyek dalam skala CSR untuk

    pengelolaan dan pengolahan limbah yang telah dilakukan oleh beberapa

    industri semen di Indonesia.

      Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3 Tahun 2013 dalam pasal 33

    telah diuraikan mengenai beberapa jenis teknologi pengolahan sampah

    secara fisik, kimia, biologi, termal berupa insinerasi, pirolisis dan/ataugasifikasi; dan pengolahan sampah dapat pula dilakukan dengan

    menggunakan teknologi lain sehingga dihasilkan bahan bakar yaitu Refused

    Derifed Fuel (RDF).

       Akan tetapi dalam Peraturan dimaksud tidak diuraikan secara detail

    mengenai teknologi pengolahan sampah yang menghasilkan RDF karena

    pada saat peraturan ini disusun belum ada proven technology untuk RDF di

    Indonesia.

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    3/12

     

    3

      Kondisi pengelolaan limbah domestik di Indonesia saat ini sebagian besar

    masih berupa open dumping yang dikelola oleh Pemerintah daerah, dimana

    sebagian masih bisa dimanfaatkan dan dikelola oleh sektor informal untuk

    direcycle menjadi produk lain yang bernilai jual. Dari hasil site visit juga

    ditemukan bahwa potensi pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar

    alternatif di industri semen belum diketahui secara umum oleh pemerintah

    daerah.

      Pemanfaatan AFR di beberapa industri semen di dunia cukuplah tinggi,

    sebagai contoh di Jerman pemakaian AFR mencapai 80%, sedangkan di

    Indonesia pada tahun 2015 pemakaiannya hanya rata-rata 3%;

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Bandung:

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 1,200 – 1,300

    ton/hari dimana 65,5% berasal dari sampah rumah tangga dan

    18,77% dari pasar tradisional.

    b.  Pemerintah Provinsi Jabar mentargetkan 90% dari sampah yang

    dihasilkan dapat diproses dengan distribusi 20% akan diproses

    menggunakan konsep 3R, 30% dikirim ke Final Disposal Site yang

    menggunakan teknologi ramah lingkungan dan 40% dibuang ke TPA.

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bogor:

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 2,857 ton/hari

    dimana 64% adalah sampah organic.

    b.  The Final Disposal Site (FDS) yang digunakan oleh Kabupaten Bogor

    berlokasi di Galuga, Cibungbulang.

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Kota Cirebon:

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 770 m3/day dimana76% adalah sampah rumah tangga dan 76,5% adalah sampah organic.

    b.  Lokasi TPA yang digunakan oleh Pemkot Cirebon adalah di Kopiluhur

    seluas 9.6 ha. Pada awalnya desain TPA ini adalah Controlled Landfill,

    tapi sampai saat ini belum dilengkapi dengan fasilitas pengolahan

    limbah cair khususnya leachate, pipa gas, pengendalian drainase dan

    air bersih.

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Kabupaten Cirebon:

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 2500 m3/day

    dimana 763,8% adalah sampah rumah tangga dan 56% adalahsampah organic.

    b.  Lokasi TPA yang digunakan oleh Pemkab Cirebon adalah di Gegesik,

    Gunung Santri, Ciawijapura, dan Ciledug. Dari ke 4 lokasi TPA itu

    hanya TPA Gunung Santri yang telah mengaolikasikan teknologi

    pengolahan leachate menjadi Bio-Methane, sedangkan ke 3 TPA

    lainnya hanya landfill biasa.

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Kabupaten Gresik:

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    4/12

     

    4

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 650 m3/day dimana

    80% adalah sampah organic.

    b.  Lokasi TPA yang digunakan oleh Pemkab Gresik adalah di Ngipik

    dengan memanfaatkan lahan bekas tambah PT Semen Indonesia dan

    mengolah sampah lama yang telah berusia sekitar 7 tahun.

      Garis besar Pengelolaan Sampah di Kota Makassar:

    a.  Pada tahun 2014 sampah yang dihasilkan adalah 4,494.86 m3/day

    dimana 51% adalah sampah rumah tangga, 35% adalah sampah

    komersial dan 70% adalah sampah organic.

    b.  Lokasi TPA yang digunakan oleh Pemkot Makassar adalah di TPA

    Tamangapa yang mempunyai luas 14.3 ha dan mulai beroperasi sejak

    tahun 1993 dan kontraknya akan berakhir di tahun 2018.

      Tipikal pengelolaan sampah di Indonesia adalah:

    a.  Pengurangan dari sumber : program tidak terorganisir, menggunakan

    kembali per kapita tarif limbah rendah yang umum

    b.  Pengumpulan: sporadis dan tidak efisien

    c.  Daur ulang : kebanyakan daur ulang melalui sektor informal

    d.  Kompos : jarang dilakukan secara resmi walaupun aliran limbah

    memiliki bahan organik tinggi

    e.  Insinerasi : tidak umum atau kurang berhasil karena modal dan biaya

    operasi yang tinggi, kadar air yang tinggi dalam limbah, dan

    persentase inerts yang tinggi

    f.  Landfilling : biasanya pembuangan terbuka

    g.  Biaya: Biaya pengumpulan sekitar 80 - 90 % dari total anggaran. Biaya

    limbah diatur oleh beberapa pemerintah daerah, tetapi sistempengumpulan biayanya sangat tidak efisien

      Tantangan pengelolaan sampah di Indonesia:

    a.   Aspek kelembagaan antara pusat - provinsi - kabupaten / kota

    pemerintahan .

    b.  Kelangkaan area, terutama di wilayah perkotaan, untuk pengolahan

    sampah secara konvensional .

    c.   Anggaran yang tidak memadai ( investasi dan biaya operasi

    pemeliharaan - rehabilitasi ) alokasi untuk sistem manajemen sampah

    kota.d.  Hubungan yang kurang optimal antara masyarakat - swasta -

    pemerintah - lembaga penelitian / universitas

    e.  Penegakan hukum terbatas

    III.  Pemaparan "Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota" 

    IV.  Pemaparan : "Keterkaitan industri semen dengan RAN GRK dan RAD GRK dalam

    upaya penurunan emisi GRK"

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    5/12

     

    5

      Komitmen Presiden RI dalam G20 Meeting (Pittsburg, September 2009)

    menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk secara

    sularela menurunkan emisi GRK sebesar 26% menggunakan dana nasional

    dan 41% dengan dukungan internasional;

      Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2011

    tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca sebagai

    tindak lanjut komitmen tersebut;

      Pada tahun 2015, Bappenas telah menyusun Intended National

    Determination Contribution (INDC) untuk menetapkan target penurunan

    emisi GRK pasca tahun 2020, dimana untuk sektor energi pada tahun 2030

    dalam target fair akan menurunkan emisi GRK sejumlah 253 juta ton CO2eq

    dan IPPU sebesar 3 juta ton CO2eq.

      Penetapan target dilakukan menggunakan sistem dynamic modelling dan

    asumsi yang digunakan dalam penetapan target penurunan emisi GRK dari

    sektor energi adalah (1)Trend permintaan energi di sektor transportasi dan

    rumah tangga yang dipengaruhi oleh GDP per kapita dan pertumbuhan

    populasi; (2) Proyeksi baseline yang mempertimbangkan peningkatan target

    DMO batubara sebesar 60% pada 2019; (3) Skenario kebijakan post 2020,

    mengacu pada dokumen RUPTL 2015-2024 dan Kebijakan Energi Nasional

    (KEN). Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penetapan target

    penurunan emisi GRK dari sektor IPPU adalah (1) Hitungan emisi difokuskan

    pada industri semen, pupuk dan pulp&paper dan sisanya dikelompokkan

    menjadi industri lainnya; (2) lifetime kapasitas produksi selama 20 tahun; (3)

    Bahan baku produksi masih aman hingga minimal 100 thn.

    V.  Pemaparan : "Kebijakan Kementerian PU dalam Pengelolaan Sampah Kotasebagai upaya penurunan emisi GRK"

      Sistem Penanganan Sampah diharapkan mengalami perubahan

    paradigma, dari yang sebelumnya 100% sampah dari sumber menuju ke

    TPA untuk berubah menjadi 50% ke TPS 3R dan 50% ke TPA. Dengan

    konsep 3R diharapkan hanya sebesar 15% dibuang ke TPA.

      Dalam

       Ada beberapa jenis teknologi pengolahan sampah yaitu:

    i.  Proses Biologis-Aerobik-(Berbasis Masyarakat)

    Dalam proses ini jenis sampah yang diolah adalah sampah organicdengan kapasitas pengolahan 0,6 ton sampah/hari. Kebutuhan

    luas lahan adalah 200 m2  dengan pagu biaya investasi Rp

    550.000.000/unit. Biaya pengoperasian-pemeliharaan-perawatan

    adalah Rp 30.000.000/tahun/unit dengan potensi penurunan

    emisi gas rumah kaca sebesar 0,485 ton CO2(eq)/hari.

    ii.  Proses Biologis-Anaerobik/Modul SIKIPAS-(Berbasis

    Masyarakat)

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    6/12

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    7/12

     

    7

      Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU)

    Berdasarkan Peraturan Presiden 38 Tahun 2015 dilakukan di banyak

    negara dengan beberapa alasan yaitu meningkatkan efisiensi operasional,

    meningkatkan kompetisi, akses menuju teknologi baru dan terpercaya,

    menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan proses pengadaan yang

    transparan, dan memanfaatkan dana investasi tambahan.

       Ada beberapa skema pembiayaan dalam kerjasama pemerintah dengan

    badan usaha ini yaitu 100% APBN, hybrid financing, PPP dengan

    dukungan Pemerintah (VGF) atau Creative Financing lainnya seperti PFI,

    PBAS, Bank Infrastruktur, Bank Tanah, PPP regular dan penugasan BUMN.

     Adapun persyaratan yang mendasari pemilihan pembiayaan didasarkan

    pada kelayakan proyek itu secara ekonomi dan financial.

      Bentuk bentuk kerjasama dalam Peraturan Presiden ini dibagi dalam 4

    bentuk yaitu kerjasama daerah, pengelolaan Badan Usaha Milik

    Negara/Badan Usaha Milik Desa, pengadaan barang dan jasa, dan

    kerjasama pemerintah dengan badan usaha.

      KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam

    penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu

    kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh

    Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/ BUMN/ BUMD, yang sebagian

    atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan

    memperhatikan pembagian risiko antara para pihak;

      Dalam Peraturan Presiden 38 Tahun 2015 yang dimaksud sebagai

    Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) adalah Menteri, Kepala

    Daerah dan Pimpinan BUMD/BUMN. Tugas dan wewenang PJPK antaralain adalah menganggarkan biaya pengadaan,menetapkan Tim KPBU,

    Panitia Pengadaan, HPS badan penyiapan, pemenang lelang/seleksi ,

    penunjukan langsung, memberikan persetujuan dokumen pengadaan dan

    perubahanya, Menerbitkan surat pemenang dan surat penunjukan BU

    pelaksana/ Badan penyiapan, Menyatakan proses Prakualifikasi atau

    pemilihan gagal dan Menandatangani perjanjian

      Pemerintah dalam KPBU juga dapat memberikan Jaminan Pemerintah

    dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur. Pengendalian dan pengelolaan

    risiko atas jaminan pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan,dimana untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut Menteri Keuangan

    berwenang untuk:

    a.  Menetapkan kriteria pemberian jaminan pemerintah untuk KPBU

    b.  meminta dan memperoleh data serta informasi yang diperlukan

    dari pihak-pihak yang terkait dengan Proyek KPBU yang diusulkan

    untuk diberikan jaminan pemerintah

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    8/12

     

    8

    c.  menetapkan bentuk, tata cara, dan mekanisme Jaminan

    Pemerintah untuk KPBU;

    d.  menetapkan pemberian Jaminan Pemerintah kepada Badan Usaha.

    VII.  Pemaparan : "Pengelolaan Sampah Regional di Propinsi Jawa Barat"

      Kebijakan Regionalisasi TPA Jawa Barat meliputi kabupaten dan kota

    Bogor, Bandung, dan Cirebon;

      Landasan Peraturan pembentukan Badan Pengelolaan Sampah Regional

    adalah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang

    mengatur tentang Pengurangan sampah, Pengolahan sampah, Larangan

    TPA open dumping dan Kompensasi Dampak Lingkungan; PP No. 81

    Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah

    Sejenis Sampah Rumah Tangga yang mengatur tentang Pemilahan,

    Pengumpulan, TPS 3R, Pengangkutan, Pengolahan di sumber, dan

    Pemrosesan akhir.

      Dalam peraturan dimaksud sudah sangat jelas mengenai kewajiban

    pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota dalam hal

    pengelolaan sampah dimana salah satu wewenang utama pemprov jabar

    adalah menetapkan lembaga Pengelolaan sampah regional.

      Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah juga disebutkan mengenai tugas Pemerintah Provinsi dalam

    Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan secara

    nasional dan Pengembangan sistem pengelolaan persampahan lintas

    Daerah provinsi dan sistem pengelolaan persampahan untuk

    kepentingan strategis nasional.

      Ruang lingkup tugas BPSR adalah menyelenggarakan pengelolaan TPPASRegional yang mencakup daerah metropolitan Bandung, Kawasan Bogor

    dan Depok;

      Latar belakang proyek nambo adalah situasi kritis kondisi TPA Galuga

    yang satu-satunya digunakan oleh Kota Bogor dan Kab. Bogor saat ini

    yang maksimal bisa dipakai hanya sampai tahun 2015. TPA Cipayung

    yang digunakan Kota Depok saat ini juga hanya mempunyai umur pakai

    maksimum tinggal 1 tahun.

       Akhirnya pada 29 Januari 2009 terjadi Kesepakatan Bersama Pemerintah

    Provinsi Jawa Barat, Pemkab. Bogor, Pemkot Bogor, Pemkot Depok,tentang Kerjasama pengolahan dan pemrosesan akhir sampah regional

    Nambo yang diakhiri dengan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah

    Provinsi Jawa Barat, Pemkab. Bogor, Pemkot Bogor, Pemkot Depok, 14

     Agustus 2014 tentang Kerjasama pengolahan dan pemrosesan akhir

    sampah regional Nambo.

      Dalam perjanjian ini kuantitas sampah yang akan diterima oleh TPPAS

    Nambo akan berjumlah maksimal 1700 ton/hari.

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    9/12

     

    9

      Untuk jasa pembiayaan operasional dan pemeliharaan, Pemkab Bogor,

    Pemkot Bogor dan Pemkot Depok akan membayar biaya kompensasi jasa

    pelayanan sebesar Rp 126.000/ton kepada Pemprov Jabar dan biaya

    kompensasi dampak negative sebesar Rp 12.000/ton kepada Pemkab

    Bogor.

       Adapun proses pengolahan sampah yang akan dilakukan adalah:

    a.  Sampah masuk akan disorting untuk dilakukan pemisahan sampah

    organic, sampah recyclable dan sampah non recyclable.

    b.  Sampah organic akan diproses dengan mechanical composting

    untuk menghasilkan produk kompos yang akan dimanfaatkan oleh

    Perhutani;

    c.  Sampah recyclable akan diolah kembali menjadi produk yang

    mempunyai nlai jual;

    d.  Sampah non recyclable akan diolah menggunakan proses

    Mechanical Biological Treatment (MBT) untuk menghasilkan RDF

    dan residu yang akan dikirim ke landfill.

    VIII.  Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT.

    Indocement Tunggal Prakarsa (Citeureup Site)"

      PT Indocement melakukan proses produksi Refused Derived Fuel dari

    sampah kota dalam proyek percontohan ini. Proyek percontohan

    menggunakan proses pengeringan Bio mulai bulan Oktober 2014 dan

    mereka akan melakukan uji coba dalam proyek percontohan selama 2

    tahun. Sumber Municipal Solid Waste untuk proyek ini dikumpulkan dari

    program CSR ITP yang berasal dari 12 desa di sekitarnya, TPS

    (pengumpulan sampah sementara) dan limbah padat internal.  Tantangan utama dalam proses RDF adalah karakteristik sampah di

    Indonesia, yang berisi kadar air yang tinggi (± 60%). Kendala lain adalah

    proses penyortiran karena karakteristik heterogen limbah itu sendiri.

    Oleh karena itu, limbah padat perkotaan campuran segar langsung

    dimasukkan ke dalam proses.

      Tahap pertama yang dilakukan adalah transportasi MSW dari TPS

    (pengumpulan sampah sementara) ke pabrik, proses unloading dan

    proses pencampuran. Untuk proyek percontohan, jumlah MSW yang

    memasuki batch adalah 80 ton / batch (kapasitas normal adalah 300 ton /batch). The MSW harus dicampur terlebih dahulu untuk menyamakan

    MSW.

      Metodologi yang digunakan adalah Mechanical Biological Treatment

    (MBT) dimana MSW disimpan di lapangan terbuka dengan ketinggian

    tumpukan ± 2,7 m dan kemudian ditutupi dengan membran

    semipermeabel ukuran 18 m x7 m (membran yang digunakan oleh ITP:

    "Convaero", buatan Jerman), yang dapat mencegah air hujan dan

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    10/12

     

    10

    mengurangi kelembaban dari udara terbuka untuk masuk ke tumpukan

    MSW, tanpa mengganggu proses penguapan berlangsung di dalam

    tumpukan. Dibutuhkan sekitar 20 hari sampai kadar air memenuhi

    persyaratan untuk standar RDF digunakan di ITP (± 20%). Setelah 20

    hari, bau sangat minimum. 

    IX.  Pemaparan : "Pemanfaatan Limbah Industri sebagai Bahan Bakar Pabrik Semen

    oleh PT. Holcim Indonesia"

      Latar belakang pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar alternative

    adalah Cadangan bahan baku (batu kapur, tanah liat, pasir besi, pasir

    silika) dan bahan bakar (batu bara, solar) dalam pembuatan semen

    semakin menipis dan Pelestarian sumber daya alam tak terbaharukan

      Holcim memanfaatkan limbah melalui recovery dalam Hirarki

    Pengelolaan Limbah di tahap co-processing dimana pengertian co

    processing adalah Pemanfaatan panas (recovery energy) / mineral

    (material recycling) dari limbah sebagai alternatif bahan bakar dan bahan

    baku yang menggantikan sebagian bahan baku dan bahan bakar

    tradisional dalam proses pembuatan semen

      Tidak semua limbah bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative,

    limbah yang bisa dimanfaatkan adalah limbah yang memiliki nilai kalori,

    contohnya sekam padi, majun bekas, plastik dan lain-lain. Sebagai

    perbandingan, kalori batu bara: 4000-5000 kkal/kg sedangkan sekam

    padi 3000 kkal/kg, majun 5000 kkal/kg, dan kandungan air ideal limbah

    untuk bahan bakar sekitar 15 – 20%.

      Holcim juga tidak akan memanfaatkan limbah yang masuk dalam “Banned

    Waste” seperti Limbah radioaktif, limbah yang mengandung asbes, bahanpeledak dan amunisi / senjata, limbah medis anatomi, Bagian elektronik

    dari sistem kelistrikan dan limbah elektronik (e-waste), Baterai utuh dan

    Limbah dengan komposisi yang tidak diketahui atau tidak terduga,

    termasuk sampah yang tidak disortir;

    X.  Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT.

    Indocement Tunggal Prakarsa (Palimanan Site)"

      Pada tahun 2008 Indocement telah memulai berperan serta pada

    peningkatan kesehatan masyarakat dengan mendirikan unit pengelolaan

    sampah. Dengan inisiasi pihak PT Indocement melalui program CSR,dibuat suatu Unit Pengolahan Sampah di Palimanan Selatan untuk

    menangani sampah satu desa binaan. Pengelolaan dilakukan oleh Badan

    Usaha Milik Desa (Bumdes). Pada awalnya tujuan Indocement adalah

    mengatasi permasalahan lingkungan dan sebagai media pembelajaran

    bagi masyarakat untuk membiasakan perilaku hidup sehat, mengolah

    sampah menjadi produk yang bermanfaat (kompos dan AF) dan

    menciptakan lapangan kerja baru sebagai operator pengolah sampah.

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    11/12

     

    11

      Sampai tahun 2015 unit pengelola sampah ini sudah menangani 3 desa

    binaan dan Unit Pengolahan Sampah Bumdes berkontribusi dalam

    pengelolaan sampah pemukiman sebesar 13% berasal dari desa-desa

    binaan. Kapasitas unit pengolahan sampah ini sekitar 2 ton/hari produk

    RDF.

      Kerjasama Bumdes Palimanan Barat Kecamatan Gempol dengan PT

    Indocement Tunggal Prakarsa berkembang dan setiap tahun produksi

    RDF terus mengalami peningkatan. Tahun 2013-2014 dilakukan

    modifikasi dengan mengintegrasikan pemasangan belt conveyor   dan

    instalasi mesin sampah seperti crusher dan shredder .

      Secara umum proses pengolahan sampah menjadi RDF adalah sebagai

    berikut :

    a.  Sampah yang berasal dari masyarakat yang telah dikumpukan dan

    disortir dikirimkan ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang

    berlokasi disebelah PT. Indocement Tunggal Prakasa (Plant

    Palimanan) dengan menggunakan motor yang dilengkapi dengan

    bak penampung sampah;

    b.  Sampah yang telah terkumpul di BUMDES, baik sampah organik

    ataupun non organik melalui belt conveyor  1 dimasukkan ke mesin

    pencacah 1 (crusher  1).

    c.  Hasil dari crusher   1 dimasukkan ke dalam mesin penyaring 1

    (screening 1) untuk dipisahkan antara sampah anorganik dan

    sampah organik (kompos);

    d.  Sampah anorganik yang berasal dari screening  1 melalui belt

    conveyor  2 dimasukkan kedalam mesin crusher  2 dan ditambahkandengan sampah kantong semen yang tidak terpakai.

    e.  Hasil dari crusher   2 dimasukkan ke dalam mesin penyaring 2

    (screening 2) dan menghasilkan sampah anorganik serta kompos;

    f.  Sampah anorganik dari mesin screening 2 melalui belt conveyor  3

    dimasukkan ke dalam crusher 3.

    g.  Hasil dari crusher   3 adalah sampah RDF yang sudah siap pakai

    untuk pembakaran kiln.

    XI.  Pemaparan : "Inisiatif Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah oleh PT. Semen

    Indonesia"  Latar belakang proyek CSR Pemanfaatan sampah sebagai bahan bakar

    alternative di PT Semen Indonesia didasari oleh Keterbatasan lahan untuk

    TPA sampah di TPA Ngipik, Kabupaten Gresik; Pengelolaan sampah kota

    yang belum terselesaikan secara tepat dan benar sehingga menyebabkan

    terjadinya pencemaran lingkungan dan Adanya potensi sumber energi

    baru (renewable energy) yang terkandung dalam sampah.

  • 8/18/2019 Notulensi Konsinyering RDF_30 Maret_Final

    12/12