NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 -...

39
HAK HADANAH PADA AYAH (ANALISIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG) TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pengkajian Islam Konsentrasi Syariah Oleh: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01.0119 Pembimbing: Dr. JM. Muslimin, M>A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENGKAJIAN HUKUM ISLAM KONSENTRASI SYARIAH 1438 H/ 2017 M

Transcript of NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 -...

Page 1: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

HAK HADANAH PADA AYAH

(ANALISIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Pengkajian Islam Konsentrasi Syariah

Oleh:

NORA EKA PUTRI

NIM: 13.2.00.0.01.01.0119

Pembimbing:

Dr. JM. Muslimin, M>A

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGKAJIAN HUKUM ISLAM

KONSENTRASI SYARIAH

1438 H/ 2017 M

Page 2: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

ix

KATA PENGANTAR

Bismilla>hirrah}ma>nirrah}i>m

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufiq dan inayahnya sehingga penulisan tesis dengan judul

“Hak Hadanah pada Ayah (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Agung)”

dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Buku ini merupakan hasil

penelitian penulis untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

mengambil konsentrasi Agama dan Hukum. Shalawat dan salam kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW yang selama hidupnya selalu

konsisten untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dalam setiap

perilaku, ucapan, kebijakan, dan keputusannya. Ide dalam penggarapan penelitian ini sebenarnya berawal dari

keprihatinan penulis terhadap banyaknya kejadian orang tua yang

bertindak kasar, menyiksa, bahkan sampai menghabisi nyawa darah

dagingnya sendiri padahal masih di bawah umur. Ironisnya, perbuatan

yang biadab tersebut justru kebanyakan dilakukan oleh ibu yang dikenal

memiliki sifat kasih sayang, lemah lembut, dan lebih pengertian

terhadap anak. Adanya aturan hukum positif di Indonesia yang

mengatur hak pengasuhan anak di bawah umur secara otomatis

ditetapkan kepada ibu menjadi pegangan bagi hakim tatkala

memutuskan perkara pengasuhan anak di bawah umur di pengadilan.

Selama ini, paradigma penegakan hukum lebih berorientasi kepada

kepastian hukum, bukan kepada keadilan hukum, dan kemanfaatan bagi

masyarakat. Ketentuan hak asuh anak yang terdapat dalam hukum

positif di Indonesia sangatlah merugikan anak dimana anak merupakan

masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang seharusnya mendapat

perlindungan untuk tumbuh berkembang secara baik, mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan lahirnya beberapa

yurisprudensi yang mengesampingkan ketentuan hukum positif bahwa

hak asuh anak tidak mutlak diberikan kepada ibu melainkan berdasarkan

kompetensi dengan menyandarkan kepada kepentingan terbaik bagi

anak telah membawa perubahan pembangunan hukum yang bermanfaat

bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini banyak yang

terlibat dalam memberikan bantuan baik moril maupun materil. Untuk

itu penulis mengucapan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA selaku Direktur SPs UIN

Page 3: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

x

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran pimpinan, Prof. Dr. Didin

Syaefuddin, M.A., dan Dr. JM. Muslimin, M.A. Ph.D, juga kepada

seluruh civitas akademika dan Perpustakaan SPs UIN Jakarta.

Selanjutnya, Dr. JM. Muslimin, M.A. Ph.D selaku dosen

pembimbing, penulis haturkan banyak terima kasih atas kesabaran dan

keikhlasannya dalam memberikan bimbingan yang sangat berharga

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dan terima

kasih banyak atas ilmu-ilmu yang diberikan dan insyaAllah bermanfaat.

Tidak lupa para dosen Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang telah

memberikan ilmunya, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Suwito,

M.A, Dr. Yusuf Rahman, M.A., Dr. Iik Arifin Mansurnoor, M.A., Prof.

Dr. Abd. Ghani Abdullah, S.H, M.H, Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo,

M.A, Prof. Dr. Said Agil Husain Al Munawwar, M>.A, Prof. Dr. M. Atho

Mudzhar, MSPD, Dr. Asep Saepuddin Jahar, M>A. Ph.D, Prof. Dr.

Ahmad Rodoni, M>.M, Suparto, M.Ed. Ph.D, Prof. Dr. Zulkifli, M.A, Dr.

Fase Badriah, SKM. M.Kes. Ph.D, Prof. Dr. Abudin Nata, M.A, Dr.

Arief Subhan, M.A, Dr. Yuli Yasin, M.A, serta para dosen lainnya yang

turut memberikan sumbangsih pemikiran sehingga penelitian ini dapat

diperbaiki dengan sebaik-baiknya.

Terimakasih atas segalanya untuk teman sejati di dunia,

insyAllah sampai ke akhirat nanti, zaujiy Zul Ashfi yang telah

mengizinkan penulis melanjutkan kembali bangku pendidikan di tengah-

tengah kesibukan dalam melaksanakan kewajiban mengurus rumah

tangga dan membesarkan anak-anak dengan memberikan pendidikan

dan pemeliharaan yang baik bagi masa depan mereka. Rasa ta’zhim dan

terima kasih yang sangat mendalam kepada ayahanda Alm. Samsir

semoga Allah menempatkan ayahanda pada tempat yang mulia dan

ibunda tercinta Darna Yetti yang telah memberikan waktu, pikiran, dan

tenaganya sejak penulis lahir sampai saat ini. Kesabaran, keikhlasan,

perhatian serta kasih sayang keduanya yang tak pernah habis bahkan

bermunajat tak henti-henti untuk mendoakan penulis agar mendapatkan

kesuksesan. Salam sayang untuk buah hati kami Muhammad Fairouz el-

Abqariy dan Sya>kirah Ala>i Rabbiha, semoga menjadi anak yang sholeh

dan sholehah. Merekalah obat bagi penulis dan selalu ada di hati penulis.

Kupersembahkan tesis ini untuk kalian, kehadiran kalian akan selalu

menjadi pijakan awal bagi penulis untuk terus berkarya.

Rasa terimakasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan

kepada ayahanda dan Ibunda mertua Yumarlen dan Khuzaemah,

kakanda Gusman, dan kakak ipar Yuhaini, serta keponakan penulis Alif

Fakhri, Hasbi Ashshiddiqi, dan Humaira Althafunnisa. Rasa terimakasih

Page 4: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xi

yang besar juga penulis ucapkan untuk keluarga besar penulis dan

keluarga besar suami yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak kepada teman

dan sahabat seperjuangan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, mpuang Yeni, Deffi, Roza, Yanti, Widya,

Habibah, Sonia, Rista, Rifa, Ummi Susi, Iqoh, Dewi, Iftah, Isya, Pak de

Irham, Zain, Fadhil, Munif, Hafiz, Hafez, duo Fahmi, Hengki, Ainun,

Sansan, Rahmat, Umam, dan lain-lain. Di berbagai kesempatan ngobrol

dan diskusi bersama kalian, tak jarang penulis menemukan ide dan

gagasan baru yang membuat penelitian ini semakin komprehensif.

Semoga Allah memberikan imbalan pahala yang banyak dan

kesuksesan terhadap apa yang telah dilakukan oleh semua pihak yang

telah berjasa baik secara langsung maupun tidak langsung kepada

penulis. Akhirnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini

masih jauh dari kata “sempurna” karena kekurangan dan keterbatasan

penulis. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran

sangat diharapkan untuk penyempurnaan penelitian ini.

Jakarta, 25 Juli 2017

Penulis,

Nora Eka Putri

Page 5: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xv

ABSTRAK

Nora Eka Putri, Hak Hadanah pada Ayah (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Agung), Jakarta: Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017. Tesis ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam

menetapkan hak pengasuhan anak di bawah umur kepada ayah

berlandaskan pada konsep kemashlahatan dan kepentingan terbaik bagi

anak. Tindakan hakim yang melakukan contra legem terhadap ketentuan

Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam merupakan pengejawantahan nilai

hukum yang bersifat progresif dimana hukum tidak terpaku pada

legalistik aturan hukum, serta responsif terhadap kepentingan

masyarakat. Hal demikian dapat dipahami bahwa ketentuan hukum

tentang hak pengasuhan anak pada hakikatnya bersifat relatif, alternatif,

dan komprehensif. Kesimpulan ini mendukung pendapat Abdul Manan

(2007) dan Jerome Frank yang mengatakan bahwa hakim harus mampu

berijtihad secara aktual, dan tujuan utama menciptakan hukum supaya

hukum mejadi lebih responsif terhadap kebutuhan sosial masyarakat.

Kesimpulan ini berbeda dengan pendapat Dennis Patterson Rugers

(2003) yang mengatakan bahwa hakim dalam menjalankan tugasnya

hanya sebagai pelaksana undang-undang, dan hasil ijtihad hakim tidak

dapat dijadikan sebagai dasar praktek hukum. Penelitian ini juga

menolak pendapat Soetandyo Wigjosoebroto (2010) yang mengatakan

hakim sebagai pelaksana hukum dan putusan-putusanya tidak bisa

menjadi norma hukum. Norma hukum adalah undang-undang yang

menjadi acuan yang dipakai oleh hakim untuk memutuskan sesuatu

perkara.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif/ doktrinal

dengan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis, dan

analisis-kritis. Sumber datanya adalah data hukum sekunder, yang

terdiri dari bahan hukum primer yaitu yurisprudensi Mahkamah Agung

No. 210K/AG/1996, 349K/AG/2006, dan 110K/AG/2007, dan bahan

hukum sekunder yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian, pendapat

pakar hukum, buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel yang berkaitan

dengan penelitian ini, serta bahan hukum tersier yang terdiri dari kamus

(hukum), ensiklopedi dan indeks kumulatif. Metode pengumpulan data

dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan cara meneliti dokumen putusan, mengumpulkan data teoritis,

dan menganalisis data dengan content analysis.

Kata Kunci: Hadanah, Yurisprudensi, Mahkamah Agung

Page 6: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xvi

Page 7: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xvii

مستخلصنورا إيكا فطري، حضانة األوالد على اآلباء، دراسة حتليلية على اجتهاد قضاة احملكمة العليا، جاكرتا: كلية

.7102الدراسات العليا جامعة الشريف ىداية اهلل اإلسالمية احلكومية جاكرتا، ىي و بادلصلحة منوط اآلباء على واألطفال الصبيان حضانة عن ضاةالق اتقرار أن ادلبحث ىذا يستخلص

( KHIوكانت قرارات القضاة اخلارجة عن جمموعة األحكام اإلسالمية اإلندونيسية ). كاىتمامهم مبا يليق بأوالدىم، اجملتمع يهمو دلا وجميب تهاحبرفي التوقف عدم منها يراد اليت التقدم ذاتتعد تنفيذا دلقاصد القوانني 011دة اادل

ادلنان عبد قالو دلا ادلبحث يوافقألن ىذه القوانني غري مطلقة كما أهنا قابلة للبديل وتتصف بالشمولية. بني واقعة وتطورات متطلبات يناقض ال الذي القضاء يف االجتهاد كفاءة القضاة على أن من( 2007)

. اجملتمع حلاجات جميبة تكون أن القوانني تصميم أىداف من بأن قال الذي فرانك جلريوم ويوافق. أيديهم إال عليهم ليس القضاة بأن القائل( 7112) روجترز باترسون دينيس خيالف ادلبحث ىذا أن ذلك وجبانب

أساس وال للقضاء كمصدر اعتبارىا جيوز ال اجتهاداهتم من نتج ما وأن كانت كما ادلقررة القوانني تنفيذ القضاة قرارات بأن القائل( 2010) وجينجوسربوتو سوتانديو على يرد ادلبحث أن وبالتايل. القوانني لتنفيذ

القضاة إليو يرجع ما ىي القانونية ادلعايري ألن القضاء، عليها يقرر قانونية معايري تصري أن جيوز ال االجتهادية .عليو اجتهاداهتم ال نفسو، القانون وىو حتم ا، القضاء يف

وكان ىذا مبحث ا عن القانون ادلقياسي على النهج التحليلي الوصفي مع التحليل االنتقادي الذي ي ستنت ج من بيانات القانون الثانوية اليت حتتوي على مصادر القانون األساسية، وىي اجتهادات القضاة يف

كما 110K/AG/2007 و 349K/AG/2006 و 210K/AG/1996احملكمة العليا برقم القضاة أو القانونيني اخلرباء وآراء شىت مباحث من عليها احملصول الثانوية القانون مصادر من نتجيست

وادلوسوعات القانونية كادلعاجم اإلضافية وادلصادر بادلبحث ادلتصلة العلمية وادلقاالت واجملالت والكتب بتحليل( Library Research) ادلكتيب البحث منهج علىهو ف البيانات مجع أما. ادلتجمعة والفهارس

.رايت ف ورونالد ىال أ مارك دعوأب الذي وحتليلها النظرية البيانات ومجع احملكمة قرارات

: احلضانة واالجتهاد واحملكمة العليا الكلمات األساسية

Page 8: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xix

ABSTRACT

Nora Eka Putri, Rights of Custody to Father (Analysis the

Jurisprudence of The Supreme Court), Jakarta: Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2017.

This study conclude that the consideration of judges in decide

rights of custody to father based on the concept of the best interest for

child. The application of contra legem by a judge to the provision of

Article 105 Compilation of Islamic Law is the implementation of

progressive legal values which requires the law to not be adhered to the

legalistic rule of law, and responsive to the interest of society. Such

things can be understood that legal provisions on rights of custody are

essentially relative, alternative and comprehensive. This study agrees

with Abdul Manan (2007) who stated that a judge should be able to

issue an independent reasoning of the law in accordance with the actual

needs and developments. This study also agrees with Jerome Frank

stating that the main goal of creating law is that the law becomes more

responsive to the social needs and society. This study differs from the

opinion of Dennis Patterson Rugers (2003) who stated that judge in

performing his duty is simply as the executor of the law, and the result

of judge’s independent reasoning could not be used as the bases of legal

practice. This research also rejects the opinion of Soetandyo

Wigjosoebroto (2010) who stated that judge as the executor of law and

their decisions could not be used as a legal norm. Legal norm is a law

which used by the judges to decide a case.

This study is a normative or doctrinal legal research using

qualitative research type which is descriptive-analysis, and critical-

analysis. The sources of this study are secondary legal data which

consisted of primary sources namely the jurisprudence of the Supreme

Court Number 210K / AG / 1996, 349K / AG / 2006 and 110K / AG /

2007, secondary source namely research finding, legal opinion of

experts, books, journals, articles related to this study, and tertiary

sources namely law dictionaries, encyclopedia and cumulative indices.

This study uses library research method by examining the judicial

document, collecting theoretical data, and analyzing data using content

analysis.

Keywords: Custody, Jurisprudence, The Supreme Court

Page 9: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai berikut:

A. Konsonan

Initial Romanization Initial Romanization

}D ض A ا

Ţ ط B ب

}Z ظ T ت

‘ ع Th ث

Gh غ J ج

F ف }H ح

Q ق Kh خ

K ك D د

L ل Dh ذ

M م R ر

N ن Z ز

H ه،ة S س

W و Sh ش

Y ي }S ص

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fatḥah A A

Kasrah I I

Ḑammah U U

2. Vokal Rangkap

Page 10: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xiv

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

ي ... Fatḥah dan ya Ai A dan I

... و Fatḥah dan

wau Au A da U

Contoh:

H{aul :حول H{usain :حسني

C. Vokal Panjang

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

<Fatḥah dan alif a ــا a dan garis di

atas

ي Kasrah dan ya Ī ــ I dan garis di

atas

Ḑamah dan wau Ū ــ وu dan garis di

atas

D. Ta’ Marbūţah

Transliterasi ta’ marbūţah (ة) di akhir kata, bila dimatikan ditulis h.

Contoh:

Madrasah :مدرسة Mar’ah : مرأة

(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah

diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan

sebagainya, kecuali dikehendaki lafadz aslinya)

E. Shiddah

Shiddah/Tashdīd di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.

Contoh:

Shawwa>l :شوال <Rabbana : ربنا

F. Kata Sandang Alif + La>m

Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.

Contoh: لقلما : al-Qalam

Page 11: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xxi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................ iii

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... v

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN ...................... vii

KATA PENGANTAR ...................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................... xiii

ABSTRAK ........................................................................................ xv

DAFTAR ISI .................................................................................... xxi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Permasalahan ............................................................................ 17

1. Identifikasi Masalah ......................................................... 17

2. Perumusan Masalah .......................................................... 17

3. Pembatasan Masalah ........................................................ 17

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 18

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 18

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ......................................... 18

F. Metodologi Penelitian .............................................................. 23

1. Jenis Penelitian ................................................................. 23

2. Pendekatan Penelitian ....................................................... 23

3. Sumber Data ..................................................................... 24

4. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 25

5. Teknis Analisis Data ......................................................... 25

G. Sistematika Penulisan ............................................................... 25

BAB II: HADANAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Islam dan Peraturan

Perundang-undangan ................................................................. 27

1. Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Islam ..................... 27

2. Kedudukan, Hak, dan Perlindungan Hukum terhadap Anak

Dalam Konteks Peraturan Perundangan di Indonesia ....... 38

B. Hadanah dalam Perspektif Fikih .............................................. 36

C. Kekuasaan Orang Tua dan Hak Pemeliharaan Anak dalam

Perundang-undangan di Indonesia ............................................ 60

Page 12: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xxii

BAB III: YURISPRUDENSI DALAM PENGEMBANGAN HUKUM

NASIONAL INDONESIA

A. Sistem Hukum dalam Konteks Peradilan Indonesia ................. 69

B. Dimensi Yurisprudensi dalam Bingkai Teori dan Praktek

Peradilan Indonesia ................................................................... 81

C. Penemuan Hukum dan Peranan Putusan Hakim dalam

Melindungi Anak-anak Korban Perceraian ............................. 89

BAB IV: YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG DALAM

PENYELESAIAN PERKARA HADANAH

A. Yurisprudensi Nomor 210K/AG/1996 ..................................... 101

1. Posisi Kasus dan Duduk Perkara ...................................... 101

2. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Pertama ............................................................... 104

3. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Banding ............................................................... 106

4. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Kasasi .................................................................. 108

5. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Positif ................................................. 110

6. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Islam ................................................... 117

B. Yurisprudensi Nomor 349K/AG/2006 ..................................... 128

1. Posisi Kasus dan Duduk Perkara ...................................... 128

2. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Pertama ............................................................... 130

3. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Banding ............................................................... 132

4. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Kasasi .................................................................. 133

5. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Positif ................................................. 136

6. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Islam ................................................... 144

C. Yurisprudensi Nomor 110K/AG/2007...................................... 151

1. Posisi Kasus dan Duduk Perkara ...................................... 151

2. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Pertama ............................................................... 153

3. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Tingkat Banding ............................................................... 154

4. Pertimbangan dan Putusan Hakim pada Pengadilan

Page 13: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

xxiii

Tingkat Kasasi .................................................................. 156

5. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Positif ................................................. 158

6. Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim dalam

Perspektif Hukum Islam ................................................... 167

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 183

B. Saran.......................................................................................... 184

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 185

GLOSARI ........................................................................................ 202

INDEKS........................................................................................... 206

BIOGRAFI PENULIS ..................................................................... 212

LAMPIRAN .................................................................................... 214

Page 14: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perceraian merupakan kontributor utama dalam menimbulkan

berbagai masalah-masalah sosial.1 Ironisnya, Indonesia termasuk salah

satu negara dengan tingkat perceraian tertinggi, bahkan angka

perceraian di Indonesia diangap paling tinggi di Asia-Pasifik.2 Apabila

ditilik dari fakta sejarah, angka perceraian di Indonesia bersifat

fluktuatif sebagaimana tergambar dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh Profesor Mark Cammack3 pada tahun 1950-an bahwa angka

perceraian di Asia Tenggara termasuk Indonesia tergolong yang paling

tinggi di dunia. Pada dekade tersebut dari 100 perkawinan, 50

diantaranya berakhir dengan perceraian.4 Akan tetapi, pada seperempat

abad terkahir pada tahun 1970-an hingga 1990-an tingkat perceraian di

Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara sempat mengalami

penurunan, padahal di belahan dunia lain (Barat) justru meningkat.5

1 Lihat Scott Coltrane and Michele Adams, ‚The Social Contruction

of the Divorce ‚Problem‛: Morality, Child Victims, and The Politics of

Gender,‛ Family Relation 54, No. 4 (Oct., 2003) : 363-372

http://www.jstor.org/stable/3700317 (Accessed: 16-01-2016). 2 Bkkbn Online, ‚Angka Perceraian di Indonesia Tertinggi di Asia-

Pasifik,‛ Publikasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

jakarta, 2013, http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=967

(Accesed Agustus 23, 2015). Di tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat

perceraian di Indonesia tertinggi se Asia-Pasifik, dan ternyata di tahun-tahun

berikutnya jumlah perceraian di Indonesia semakin meningkat. Baca juga

Agung Sasongko, ‚Tingkat Perceraian Indonesia Meningkat Setiap Tahun, Ini

Datanya,‛ Jakarta, 14 November, 2014, Jumat; tanpa edisi,

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/14/nf0ij7-tingkat-

perceraian-indonesia-meningkat-setiap-tahun-ini-datanya (Accessed Agustus

23, 2015). 3 Mark Cammack adalah guru besar bidang hukum dari

Southwestern University School of Law-Los Angeles, USA. 4 Hasil penelitian tersebut disampaikan dalam diskusi EMC (English

Meeting Club) yang digelar di Badilag pada hari Kamis 1 Maret 2010 dengan

menghadirkan langsung Prof. Mart Cammack sebagai pemakalah dengan

makalahnya yang berjudul Recent Divorce Trends in Indonesia. http://www.badilag.net/ http://www.pa-solok.go.id/home/3-berita-badilag/82-

diskusi-emc-dengan-prof-mark-cammack--54.html (Acceessed January 23,

2016). 5 Salah satu penyebab penurunan angka perceraian di Asia Tenggara

termasuk Indonesia dalam seperempat abad terakhir adalah pengaruh

Page 15: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

2

Setelah itu pada tahun 2000-an tren perceraian yang menurun itu

kembali berubah drastis sehingga angka perceraian di Indonesia kembali

meningkat secara signifikan pada abad 21 dan hingga sekarang angka

perceraian di pengadilan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 total perceraian dalam

kisaran 150rb -190rb kasus yang terjadi setiap tahunnya. Tahun 2009

sekitar 2.164ribu jumlah total masyarakat yang menikah, terjadi

perceraian sebanyak 216.269 kasus. Pada tahun berikutnya 2010, dari

2.209 ribu peristiwa nikah, peristiwa perceraian meningkat lagi sehingga

berjumlah 285.185 kasus. Pada tahun 2011, peristiwa nikah sebanyak

2.320 ribu sedangkan peristiwa cerai terjadi sebanyak 271.323. Pada

tahun 2012, peristiwa nikah sebanyak 2.292 ribu dan total perceraian

297.842. Pada tahun 2013, 2.219 ribu dari jumlah total pernikahan,

peristiwa perceraian terjadi sebanyak 319.067 kasus. Pada tahun 2014

total perceraian sebanyak 336.769 kasus, dan tahun 2015 total

perceraian terjadi sebanyak 349.774 kasus.6 Data-data di atas

modernisasi dan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Indonesia, Malaysia, dan

Thailand termasuk negara yang pada waktu itu dianggap sukses dalam

percepatan pertumbuhan ekonomi sehingga berdampak pada penurunan

terjadinya perceraian di negara-negara tersebut. Lihat hasil penelitian Gavin W.

Jones, Marriage and Divorce in Islamic South-east Asia (Oxford UK: Oxford

University Press, 1994). Bandingkan dengan Gavin W. Jones, ‚Modernization

and Divorce: Contrasing trens in Islamic Southeast Asia and the West,‛

Population and Development Review 23, Vol. 1 (1997) : 93-114. Charles

Hirschman and Bussarawan Teerawichitchainan, ‚Cultural and Socioeconomic

Influences on Divorce during Modernization: Southeast Asia 1940s to 1960s,‛

Population and Development Review 29, No. 2 (Jun., 2003) : 215-253

http://www.jstor.org/stable/3115226 (Accessed: 23-01-2016). Alasan lain

terjadinya penurunan perceraian di Indonesia karena pemerintah Indonesia

melalui Undang-undang (UU RI No 1 Tahun 1974) membuat perceraian

menjadi lebih sulit karena harus diproses dan diperiksa terlebih dahulu di

Pengadilan, lihat Gavin W. Jones and others, eds. ‚Divorce in West Java,‛

Journal of Comparative Family Studies 25 (1994) : 395-416, lihat juga Mark

Cammack and others, eds. ‚Why Is the Divorce Rate Declining in Indonesia?,‛

Journal of Marriage and Family 63, No. 1 (May, 2001) : 480-490

http://www.jstor.org/stable/3654607 (Accessed: 23-01-2016). 6 Data-data tersebut Penulis peroleh dari hasil penelitian ke

Mahkamah Agung dan Kantor Sekretariat Mahkamah Agung pada tanggal 03

Mei 2015. Data-data perkara dan jumlah perceraian penulis dapatkan langsung

dari Ibu Hj. Siti Zubaedah, SH yang menjabat sebagai Kasubdit Statistik dan

Dokumentasi Ditjen Badilag MA. Dari 31 jenis perkara yang diterima, jumlah

dan persentase perkara perceraian yang paling tertinggi. Jenis perceraian

tertinggi didominasi oleh cerai gugat, dan faktor-faktor penyebab perceraian

Page 16: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

3

memberikan gambaran bahwa tingkat perceraian secara nasional cukup

tinggi dan selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Tren perceraian yang terjadi dalam masyarakat Indonesia,

bertolak belakang dengan tujuan disyariatkannya perkawinan dan

pembentukan rumah tangga dalam Islam. Perkawinan menurut hukum

Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mi>tsa>qan ghali>zan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.7 Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah

tangga yang saki}>nah, mawaddah, dan rah}mah.8 Dalam rumusan Undang-

undang Perkawinan di Indonesia menjelaskan bahwa perkawinan

merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.9

Dengan maraknya fenomena perceraian maka usaha untuk membangun

keluarga yang saki>nah, mawaddah dan rah}mah masih jauh dari harapan.

Dampak utama yang paling dirasakan dari perceraian dalam

rumah tangga orang tua adalah dampak terhadap anak-anak yang

dilahirkan. Tidak sedikit anak-anak menanggung derita yang seharusnya

tidak mereka tanggung. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak telah secara tegas menyatakan bahwa anak adalah

amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus

dijaga, dipelihara, dan dilindungi karena dalam dirinya melekat harkat,

martabat, dan hak-hak kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi.10

Penjelasan tentang hak-hak anak sebagai manusia bisa jadi tidak bisa

dipenuhi karena terjadinya perceraian orang tua.

Perpisahan dan perceraian orang tua telah mempengaruhi

kehidupan anak-anak.11

Lebih dari satu juta anak setiap tahun telah

paling banyak disebabkan oleh adanya perselisihan yang menyebabkan

ketidakharmonisan dalam rumah tangga. 7 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2.

8 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 3.

9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1.

10Lihat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 3. 11

Dampak dan pengaruh perceraian bagi anak-anak dapat dilihat

dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Rhicard E. Behrman and Linda

Sandham Quinn, ‚Children and Divorce: Overview and Analysis,‛ The Future of Children 4, No. 1, Children and Divorce (Spring, 1994) : 4-14

http://www.jstor.org/stable/1602474, Paul R. Amato, ‚Consequences of

Divorce for Adults and Children,‛ Journal of Marriage and Family 62, No. 5

(Nov, 2000) : 1269-1287 http://www.jstor.org/stable/1566735, Joan B. Kelly

and Robert E. Emery, ‚Children’s and Adjustment Followin Divorce: Risk and

Page 17: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

4

mengalami perceraian keluarga. Anak-anak lebih rentan menjadi korban

dari pada orang dewasa, bukan hanya karena mereka lebih kecil dan

lebih lemah dari orang dewasa, tetapi juga karena kehidupan mereka

masih memiliki ketergantungan dan masih ditopang oleh orang

dewasa.12

Idealnya anak-anak tinggal bersama orang tua mereka, ayah

ibu yang melahirkan mereka karena pendidikan dan tumbuh kembang

anak pertama kali ditentukan melalui institusi sebuah keluarga. Institusi

keluarga dibangun atas pilar-pilar kehadiran ayah, ibu, dan anak-anak.

Dengan kelengkapan keluarga tersebut, maka sebuah keluarga dapat

menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dan ideal.13

Sebaliknya,

perceraian keluarga menimbulkan malapetaka karena keluarga tidak

dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga pada gilirannya

anak-anak menjadi korban. Akibat perceraian, sering terjadi konflik

perebutan hak asuh anak antara suami dan istri. Hak asuh diperebutkan

bagi mereka yang mempunyai anak di bawah umur, dan masing-masing

mengklaim bahwa merekalah yang paling berhak memelihara anak yang

masih di bawah umur.

Resilience Perspektives, Family Relation 52, No. 4 (Oct, 2003) : 352-362

http://www.jstor.org/stable/3700316, Lisa Strochschein, ‚Parental Divorce and

Child Mental Health Trajectories,‛ Journal of Marriage and Family 67, No. 5

(Dec, 2005) :1286-1300 http://www.jstor.org/stable/3600313, bandingkan pula

dengan Hyun Sik Kim, ‚Consequences of Parental Divorce for Child

Development,‛ American Sociological Review 76, No. 3 (June 2011) : 487-511

http://www.jstor.org/stable/23019228 (Accessed: 16-01-2016). 12

Eugene M. Lewit dan Linda Schuurman Baker, ‚Children as

Victims of Violence,‛ The Future of Children 6, No. 3, The Juvenile Court

(Winter, 1996) : 147-156 http://www.jstor.org/stable/1602602 Accessed: 15-

01-2016. 13

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi afeksi yaitu keluarga

sebagai tempat yang terbaik bagi anak untuk menerima kasih sayang yang tulus

dari orang tua mereka. Di samping itu keluarga juga berfungsi sebagai tempat

perlindungan, artinya bahwa keluarga menjadi pelindung yang pertama dan

utama dalam memberikan kebenaran dan keteladanan bagi anak, memberikan

rasa aman dan tenteram dalam keadaan yang lemah dan memerlukan

pembelaan. Keluarga juga sebagai fungsi ekonomis yaitu bahwa keluarga

mencukupi kebutuhan-kebutuhan ekonomi keluarga terutama anak-anak. Masih

banyak lagi fungsi-fungsi sebuah keluarga, dan BKKBN membagi fungsi-fungsi

keluarga sehingga sampai memiliki delapan fungsi, selengkapnya lihat Indra

Wirdhana dan tim, Buku Pegangan Kader BKR tentang Delapan Fungsi Keluarga (Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN), 2013), 5-88.

Page 18: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

5

Pemeliharaan anak di bawah umur dalam konteks Islam

disebut dengan hadanah.14

Hadanah dalam perspektif hukum Islam

menempati satu di antara beberapa konsep perwalian yang

pengaturannya sudah sangat jelas. Secara normatif, permasalahan

hadanah telah diatur dalam kitab-kitab fikih klasik maupun kontemporer

dengan beberapa perbedaan paradigma dan konsep. Ditinjau dari sisi

hak anak yang masih kecil/ di bawah umur, maka hadanah merupakan

suatu perbuatan yang wajib15

dilaksanakan oleh setiap orang tua

terhadap anak-anaknya, dan para ulama fikih pun telah sepakat

mengenai hal itu,16

karena apabila anak yang masih kecil tidak dirawat

dan dididik dengan baik maka akan berakibat buruk pada diri dan masa

depan mereka bahkan bisa mengancam eksistensi jiwa mereka, oleh

karenanya hadanah hukumnya wajib sebagaimana juga wajibnya

memberi nafkah kepada mereka.

14

Hadanah secara etimologis berarti di samping atau berada di

bawah ketiak, dada, serta pinggul. Lihat Muhammad ibn Mukarram ibn Manz}u>r

al-Afri>qi> al-Mis}ri>, Lisa>n al-‘Arab, (Beirut: Da>r S{a>dir, t.t), Vol. 13, 122. Secara

terminologis berarti perawatan anak oleh orang yang berhak hadanah, mendidik, dan menjaga orang yang tidak bia sendirian mengurusi persoalan

dirinya dari hal-hal yang akan mencederai karena tiadanya kemampuan

memilah seperti anak-anak dan orang dewasa yang gila. Menjaga dan

mengurusi makanan, pakaian, tidur, kebersihan, mandi, mencuci pakaian, dan

lain-lain pada waktu dan umur tertentu. Lihat Wahbah Al-Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1997), Vol. 10, 7295-7296.

Zainuddin al-Fana>ni (w. 987) menambahkan hadanah adalah merawat anak

yang belum mumayiz dan belum menikah, lihat Zainuddin ibn Abdil-Azi>z al-

Maliba>riy al-Fana>ni al-Sha>fi‘i >, Fath al-Mu‘i>n bi Sharh} Qurrat al-‘Aini bi Muhimma>t al-Di>n, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2015), 200.

15 Lihat QS. Al-Nisa>’ ayat 9:

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan agar setiap orang tua

memiliki rasa khawatir meninggalkan anak keturunan yang lemah. Lemah

yang dimaksud di sini adalah dalam hal fisik, psikis, moral, kesehatan,

ekonomi, intelektual, dan sebagainya. Ayat ini mengandung pesan agar setiap

orang tua menjaga dan melindungi anak cucu, bahkan yang belum lahir

sekalipun jangan sampai mereka terlahir dalam keadaan tidak sehat,

kekurangan gizi, dan terlantar tidak terpelihara. 16

Lihat Ibn Quda>mah, al-Mughni> bab Man Ah}aqqu bi Kafa>lah al-

T{ifl, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1405 H), Vol. 9, 298-299. Baca juga Mans}u>r bin

Yunus bin Idris al-Bahu>ti>, Kashsha>f al-Qina>‘ ‘an Matn al-Iqna>‘, (Beirut: Da>r al-

Fikr, 1402 H), Vol. 6, 495-496.

Page 19: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

6

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai tata hukum

berupa undang-undang yang mengatur segala sesuatu tanpa terkecuali

masalah hadanah. Undang-undang diperlukan untuk mewujudkan

kepastian hukum dan menjamin perlindungan hukum bagi anak-anak.

Dalam Hukum Positif di Indonesia, pengaturan tentang hadanah serta

hak dan kewajiban orang tua terhadapnya diatur dalam Undang-undang

perlindungan anak, Undang-undang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum

Islam. Dalam UU Perlindungan anak diatur bahwa orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara,

mendidik, dan melindungi anak, menumbuh kembangkan anak sesuai

dengan kemampuan, bakat dan minatnya.17

Senada dengan itu, Undang-

undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 juga mengatur bahwa hak dan

kewajiban orang tua terhadap anak yang dilahirkan yaitu, bahwa kedua

orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan

sebaik-baiknya.18

Kewajiban orang tua yang dimaksud berlaku sampai

anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban tersebut berlaku

terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua telah putus.19

Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai sumber pengambilan

hukum di Pengadilan Agama juga ikut andil mengatur tentang

permasalahan hadanah.20

KHI menjelaskan bahwa suami istri memikul

kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik

mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasannya dan

pendidikan agamanya.21

Seorang suami sesuai penghasilannya

menanggung biaya rumah tangga, biaya perawatan dan pengobatan bagi

istri, anak dan biaya pendidikan anak.22

Dalam hal kewajiban orang tua

terhadap anak sampai mereka dapat berdiri sendiri, dijelaskan juga

bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri/ dewasa itu adalah

17

Lihat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 26 ayat (1)

poin a-c. 18

Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

tetang Perkawinan Bab X Pasal 45 ayat 1. 19

Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1974 tetang Perkawinan Bab X Pasal 45 ayat 2. Baca juga Pasal 41 poin a

akibat putusnya perkawinan karena perceraian orang tua. 20

Kompilasi Hukum Islam meskipun bukan bertaraf undang-undang,

tetapi dari segi teknis dan formil dapat digolongkan statute law, karena secara

teknis KHI dikodifikasi dan secara formil dikukuhkan oleh Inpres No. 1 Tahun

1991. Lihat Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi (Jakarta: Kencana, 2008), 39.

21 Kompilasi Hukum Islam Pasal 77 ayat (3).

22 Kompilasi Hukum Islam Pasal 80 ayat (4) poin b-c.

Page 20: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

7

sampai umur 21 tahun, sepanjang anak tidak cacat fisik/ mental dan

belum kawin.23

Penjelasan hukum di atas menekankan bahwa kewajiban

melakukan hadanah terletak di pundak kedua orang tua yaitu ayah dan

ibu. Prinsip tersebut akan berjalan lancar manakala kedua orang tua

tetap dalam hubungan suami istri. Manakala terjadinya perceraian maka

akan mengalami permasalahan dalam pemeliharaan anak, terlebih lagi

ketika terjadi sengketa perebutan hak asuh anak, siapa yang lebih tepat

dan berhak melaksanakan hadanah anak yang masih berada di bawah

umur.

Dalam literatur fiqih, ada dua periode bagi anak dalam

kaitannya dengan hadanah, yaitu masa sebelum mumayiz, dan masa

sesudah mumayiz. Periode sebelum mumayiz merupakan periode di

mana seorang anak belum bisa membedakan antara yang bermanfaat

dengan yang berbahaya untuk dirinya sendiri. Oleh karenanya, dalam

periode ini seorang anak wajib untuk diasuh. Periode sebelum mumayiz

adalah dari waktu lahir sampai anak usia mumayiz. Penentuan batas usia

anak yang sudah mumayiz, ulama berbeda pendapat. Ulama Hanafi24

berpendapat bahwa usia mumayiz adalah sampai anak tersebut mampu

mengurus diri sendiri dalam keperluan makan, minum, pakaian, dan

bersuci yaitu kira-kira usia tujuh tahun atau delapan tahun. Namun ada

juga pendapat lain mengatakan usia mandiri itu adalah sembilan tahun.

Anak perempuan lebih utama diasuh oleh pihak wanita (ibu atau nenek)

hingga mencapai usia haid atau usia remaja karena mereka

membutuhkan pengetahuan tentang kewanitaan, akhlak wanita, dan tata

cara megurus rumah, dalam hal ini ibu lah yang lebih mampu

mendidiknya. Usia remaja bagi anak perempuan adalah sembilan atau

sebelas tahun.25

Ulama Maliki berpendapat,26

masa hadanah bagi anak

laki-laki selesai hingga ia balig, meskipun anak itu gila ataupun sakit

menurut pendapat yang masyhur. Adapun bagi anak perempuan masa

23

Kompilasi Hukum Islam Pasal 104. 24

Lihat ‘Ala>’ al-Di>n al-Ka>sa>ni>, Bada>i’ al-Sana>i‘ fi Tarti>b al-Shara>i‘ (Beirut: Da>r al-kita>b al-‘Arabi>, 1982), vol. 4, 42-44. Lihat juga Muhammad bin

Ali Muhammad bin Ali bin Abdirrahman al-H{anafi> al-H{as}kafi>, al-Durr al-Mukhta>r (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002), 255-256.

25 Wahbah Al-Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu (Damaskus:

Da>r al-Fikr, 1997), vol. 10, 7322-7323. 26

Lihat Abu> al-Baraka>t Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-

Dardi>r, Al-Sharh}} al-S{agi>r ‘ala> Aqrab al-Masa>lik ila> Madzhab al-Ima>m Ma>lik

(Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1991),Vol. 2, 755. Lihat juga Muhammad bin Ahmad

Juzai al-Kalbi> al-Gharna>t{i>, Qawa>ni>n al-Fiqhiyyah, 224.

Page 21: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

8

hadanahnya hingga ia menikah. Ulama Syafii berpendapat,27

masa

pengasuhan anak yang belum mumayiz sampai menginjak usia tujuh

tahun atau delapan tahun. Ulama Hambali sependapat dengan ulama

Syafii,28

yaitu jika anak lelaki yang normal (tidak idiot) sudah mencapai

usia tujuh tahun maka ia dipersilakan untuk memilih salah satu dari

kedua orang tuanya kalau memang kedua orang tuanya berebut untuk

mengurusnya. Adapun anak perempuan jika sudah mencapai usia tujuh

tahun maka sang ayah yang lebih berhak untuk mengurusnya tanpa

diberi kesempatan untuk memilih menurut ulama Hambali. Hal ini

berseberangan dengan pendapat ulama Syafii, alasannya karena tujuan

hadanah adalah untuk kemashlahatan dan bagi perempuan di atas tujuh

tahun bisa tercipta jika ia diurus oleh ayahnya.

Dalam sistem hukum di Indonesia, usia anak dikatakan telah

mumayiz apabila telah mencapai umur 12 tahun.29

Jika terjadi

perceraian sebelum anak berumur 12 tahun, maka pemeliharaan anak

diserahkan kepada ibu yang melahirkannya.30

Ketentuan KHI pasal 105

di atas tentang ibu lebih berhak dari ayah dalam hadanah anak di bawah

umur bersumber dari penjelasan beberapa hadist Nabi dan pendapat-

pendapat ulama fikih karena notabenenya rumusan KHI disadur dari

kitab-kitab fikih yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan

Imam Ahmad menceritakan ada seorang wanita menghadap Rasulullah

dan berkata:

ثدي لو سقاء وحجرى عن عبد اللو بن عمرو أن امرأة قالت يا رسول اللو إن ابن ىذا كان بطن لو وعاء و أنت أحق بو ما ل -صلى اهلل عليو وسلم-ل اللو ن أباه طلقن وأراد أن ي نتزعو منى ف قال لا رسو لو حواء وإ

31يت نكح

27

Lihat Abu> Isha>q Ibra>hi>m ibn Ali ibn Yu>suf al-Shira>zi>, Al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Ima>m al-Shafi‘i > (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1995), Vol. 3, 164. Baca juga Muhammad al-Khat}i>b al-Sharbi>ni>, Mughni> al-Muhta>j ila> Ma‘rifati Ma‘a>ni> Alfa>z}i al-Minha>j (Beirut: Da>r al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 2000), Vol. 5, 198. 28

Muhammad al-Khat}i>b al-Sharbi>ni>, Mughni> al-Muhta>j ila> Ma‘rifati

Ma‘a>ni> Alfa>z}i al-Minha>j, Vol. 5, 199. 29

Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 poin a. 30

Lihat Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal yang sama. 31

Abu> Da>ud>, Sunan Abi> Da>ud, No. 2276, 525. Lihat juga Ah}mad

ibn H{anbal, Musnad Ima>m Ah}mad ibn H{anbal (Beirut: Muasasah al-Risa>lah,

1999), Vol. 11, No. 6707, 310. Hadist ini adalah hadist s}ahih sebab sanadnya

tidak ada yang terputus dan terlacak semua dengan kualitas yang tsiqqah.

Page 22: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

9

dari Abdullah ibn ‘Amr, bahwa sesungguhnya seorang wanita berkata kepada Nabi, ‚ya Rasulullah, bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, dan air susukulah minumannya. Ayahnya hendak mengambilnya dariku.‛ Maka berkatalah Rasulullah,‛ Engkau lebih berhak atasnya (anak itu) selama engkau belum menikah (dengan laki-laki lain).‛

Sejalan dengan itu, keputusan Abu Bakar (572M-634M) dalam

kasus Umar bin Khattab (583M-644M) dengan istrinya Ummu As}im.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab (583M-644M) telah

menceraikan istrinya. Lantas ketika Umar (583M-644M) mendatangi

istrinya, dan melihat anaknya As}im sedang bersamanya, Umar (583M-

644M) hendak meminta As}im darinya. Namun, ia menolak sehingga

keduanya saling memperebutkan As}im. Akhirnya Umar (583M-644M)

menghadap Abu Bakar (572M-634M) dan menceritakan kejadian

tersebut. Abu Bakar (572M-634M) memberi keputusan bahwa anak

Umar itu ikut ibunya, dengan dasar yang dikemukakan dalam riwayat di

bawah ini:

زوج ف يختار لن فسو ي ت عن عكرمة قال : خاصم عمر أم عاصم ف عاصم إل أب بكر ف قضى لا بو ما ل يكب ر ، أو 32قال : ىي أعطف وألطف وأرق وأحن وأرحم

Ikrimah berkata, ‚Umar dan Ummu ‘A<s}im (mantan istrinya) memperkarakan hak asuh anak mereka (‘A<s}im) kepada Abu Bakar, maka Abu Bakar memutuskan hak asuh kepada istrinya (Ummu ‘A>s}im) sebelum ‘A<s}im remaja atau sebelum ia menikah sehingga nanti ia bisa menentukan pilihannya. Selanjutnya Abu Bakar berkata, ‚Ibu lebih cenderung (kepada anak), lebih halus, lebih pemurah, lebih penyantun, lebih baik dan lebih penyayang.‛

Berdasarkan keterangan hadist dan pernyataan Abu Bakar

(572M-634M) di atas menekankan bahwa apabila terjadi perceraian,

maka untuk kepentingan anak dalam usia tersebut, ibu lebih berhak

Mengamalkan hadist yang s}ahih adalah wajib, begitu juga menjadikannya

sebagai sandaran hukum. 32

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Shaibah. Lihat Abu Bakar Abdullah

ibn Muhammad ibn Abi> Shaibah al-Ku>fi>, al-Mus}annaf (Kairo: al-Farouq al-

H{adi>tsiyyah, 2008), Vol. 6, No. 19422, 19450-19452, 552-555. Walaupun

sebelumnya Umar bersikeras untuk mengambil anaknya ini sebelum membawa

perkara tersebut kepada khalifah Abu Bakar, namun di kemudian hari Umar

juga memberikan keputusan yang sama dalam persoalan hadanah. lihat juga

Imam Malik riwayat al-Laitsi> dalam Muwat}t}a’ al-Ima>m Ma>lik (Beirut: Da>r al-

Kutub al-‘Ilmiyyah, 2014), No. 1454, 421-422.

Page 23: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

10

untuk mengasuhnya.33

Pengasuhan seorang ibu terhadap anaknya

dianggap pengasuhan yang ideal, karena kaum hawa bisa lebih lembut,

penuh kasih sayang dan sabar dalam mendidik.34

Kasih sayang dan

keibuan menjadi faktor idealnya sebuah pengasuhan. Ibnu Qudamah

(541H-629H) seorang pakar hukum Islam dari kalangan Hambali dalam

kitabnya al-Mughni menegaskan tidak ada perbedaan pendapat di

kalangan ulama dalam masalah tersebut.35

Al-Jurjawi (1905M-1956M)36

mengemukakan hikmah

pemeliharaan anak oleh seorang ibu. Di antara hikmah tersebut yaitu,

pertama, dalam soal kehidupan kemasyarakatan, fungsi perempuan

berbeda dari laki-laki. Bantuan kasih sayang terhadap anak dan

pendidikan anak lebih utama diserahkan kepada ibu. Keistimewaan

seorang ibu dalam hal ini sangat dibutuhkan pada masa kanak-kanak.

Kedua, ibu lebih banyak bergaul dengan anak dibanding ayah dan lebih

tau dalam soal pakaian, makanan, minuman, serta kesehatan, dan lain-

lain. Hikmah pengasuhan anak laki-laki sampai tujuh tahun dan anak

perempuan sembilan tahun karena anak laki-laki pada usia tujuh tahun

telah dapat membantu dirinya untuk memulai mengetahui tentang

sesuatu, tata cara, sopan santun, dan bergaul dengan lingkungan.

Adapun anak perempuan sampai sembilan tahun karena ia memerlukan

waktu yang agak panjang untuk bisa memelihara dirinya. Dalam hal ini

ibu lebih banyak mengerti keadaan anak perempuan.

Aturan tentang ibu lebih berhak melaksanakan hadanah dari

pada ayah tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat ancaman Nabi

terhadap seseorang yang berusaha memisahkan seorang ibu dengan

anaknya sebagaimana yang dinyatakan dalam hadist Nabi:

عن أب أيوب قال : مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم يقول من فرق بني الوالدة وولدىا فرق اهلل بينو 37وبني أحبتو يوم القيامة

33

Lihat Imam al-H{aramayn Abu> al-Ma‘a>li al-Juwayni, Niha>yat al-Mat}lab fi> Dira>yat al-Madhhab bab Ayyu al-Wa>lidayn Ah}aqqu bil Walad

(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2010), vol. 9, 607-613. 34

Wahbah Al-Zuhaili> al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, (Damaskus:

Da>r al-Fikr al-Mu‘as>}ir, 1997, vol. 10, 7296. 35

Lihat lagi Ibn Quda>mah, al-Mughni> (Beirut: Da>r al-Fikr, 1405 H),

Vol. 9, 298-299. 36

Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tashri>‘ wa Falsafatuhu (Beirut:

Da>r al-Fikr 1994), 69-71. 37

Hadist riwayat Tirmidzi, Ahmad dan Hakim dari Abu Ayyub.

Derajat hadis ini s}ah}ih. Lihat al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi (Kairo: Da>r al-

H{adits, 2005), Vol. 3, No. 1283, 375. Lihat juga Ah}mad ibn H{anbal, Musnad

Page 24: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

11

Abu Ayu>b berkata, ‚saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: ‚Barang siapa yang memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara orang itu dengan kekasihnya di hari kiamat.‛

Seorang hakim dituntut untuk berhati-hati dalam memberikan

sebuah keputusan hukum. Hakim tidak hanya sebagai penegak hukum

dan keadilan tetapi hakim juga sebagai pejabat negara yang mempunyai

fungsi dan tugas mulia dalam rangka mewujudkan negara hukum dan

memberikan kepastian hukum di tengah kehidupan masyarakat melalui

putusan hukumnya di pengadilan. Menurut Jeremy Bentham, proses

persidangan harus menghasilkan putusan yang akurat, karena ada

korelasi antara proses persidangan dengan hasil persidangan dan nilai-

nilai yang terkait dengan proses hukum.38

Menilik hukum yang ada di Indonesia, para ahli hukum

berbeda dalam merumuskan substansi hukum. Dalam kajian akademis,

hukum sering dikonsepsikan sebagai peraturan perundang-undangan

yang berlaku, hukum positif, atau undang-undang,39

dengan komitmen

bahwa di luar undang-undang bukanlah hukum. Hakim dalam

menjalankan tugasnya sebagai pelaksana hukum, dalam pengambilan

putusan yang menjadi sumber hukumnya adalah undang-undang.

Soetandyo Wigjosoebroto mengatakan bahwa setiap ahli hukum

khususnya yang bertugas sebagai hakim untuk tidak menggunakan

rujukan-rujukan normatif lain selain yang terbilang sebagai norma

hukum guna menghukumi suatu perkara. Demi kepatuhan untuk

ketertiban dan kepastian hukum, hanya norma hukum yang telah

diundangkan sajalah yang secara murni dan konsekuen boleh dipakai

untuk menghukumi sesuatu perkara. Tidak lah norma hukum ini boleh

dicampuri dengan pertimbangan-pertimbangan yang merujuk ke

Ima>m Ah}mad ibn H{anbal 38, No. 23499, 486. Lihat al-H{a>kim al-Naisa>bu>ri>, al-Mustadrak ‘ala al-S{ah{i>h}ain (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002), Vol. 2,

No. 2334, 63. 38

Jaenal Arifin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 464.

39 Ketika digunakan istilah ‚perundang-undangan,‛ maka hukum

dimaksudkan terbatas pada undang-undang, peraturan pemerintah pengganti

undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, surat edaran, dan

lain-lain. Lihat H. M. Fauzan (hakim yustisial), ‚Hakim sebagai Pembentuk

Hukum Yurisprudensi di Indonesia,‛ Varia Peradilan, No. 244 (Maret 2006) :

38-45.

Page 25: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

12

sumber-sumber lain seperti norma moral, rasa keadilan, ideologi politik,

keyakinan pribadi, atau apapun lainnya.40

Begitupun dalam pandangan Montesquieu dan Kant,

sebagaimana yang dikutip oleh Masri Ali bahwa hakim dalam

menerapkan undang-undang terhadap peristiwa hukum sesungguhnya

tidak menjalankan peranannya secara mandiri. Hakim hanya lah

penyambung lidah dan corong undang-undang, sehingga tidak dapat

mengubah kekuatan hukum undang-undang, tidak dapat menambah dan

tidak dapat pula menguranginya. Hal ini disebabkan karena menurut

pandangan Montesquieu undang-undang adalah satu-satunya sumber

hukum positif. Oleh karena itu demi kepastian hukum, kesatuan hukum

serta kebebasan warga negara yang terancam oleh kebebasan hakim,

hakim harus berada di bawah undang-undang. Sejalan dengan aliran

legisme yang menganggap undang-undang merupakan kebenaran satu-

satunya , dianggap lebih lengkap dan merupakan kekuasaan tertinggi,

sehingga fungsi hakim hanya menerapkan ketentuan dalam undang-

undang.41

Hans Kelsen pun berpendapat,42

untuk mewujudkan kepastian

hukum harus berdasarkan pada substansi hukum yang menempatkan

hukum positif sebagai hukum tertinggi dibandingkan dengan interaksi

masyarakat. Prilaku masyarakat wajib menyesuaikan dengan peraturan

negara. Bahkan aliran positifisme yang menjadikan undang-undang

sebagai kebenaran utama menyatakan lebih ekstrim lagi mengenai

tujuan-tujuan hukum yang tidak dapat diamati, sehingga harus

mengabaikan aspek-aspek sosial, politik, sejarah, moral, dan etika.

Menurut aliran ini, pertimbangan-pertimbangan hakim dalam

menyelesaikan perkara dianggap sebagai sifat tertutup yang hanya

berdasarkan logika.

Kepastian hukum yang diinginkan oleh peraturan perundang-

undangan ini sejalan dengan sumber hukum bagi negara yang menganut

40

Soetandyo Wigjosoebroto, ‚Terwujudnya Peradilan yang

Independen dengan Hakim Propesional yang tidak Memihak,‛ risalah artikel

dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial dan PBNU-

LPBHNU di Jakarta 8 Desember 2006. 41

Paul Scolten, Handleiding to de Beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht Aigemen Deel (Zwolle: Tjeenk. Willink, 1954), 2-8.

42 Hans Kelsen dalam Shidarta, ‚Filosofi Penalaran Hukum Hakim

Konstitusi dalam Masa Transisi Konstitualitas,‛ Jentera Jurnal Hukum 11, No.

3 (2006), 5-25. Lihat juga dalam Zulfadli Barus, ‚Pengaruh Renaissance

tentang Pemisahan antara Hukum dan Moral serta Dampaknya terhadap

Martabat Kemanusiaan,‛ Jurnal Yuridis 2 (2004).

Page 26: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

13

civil law system. Pengembangan hukum dalam civil law system

dilakukan melalui pembentukan produk hukum peraturan perundang-

undangan formal yang dibentuk oleh badan legislatif.43

Kecendrungan

civil law system dalam mengatur sistem kekuasaan kehakiman

dirumuskan melalui aturan-aturan yang ada dalam undang-undang, yang

relatif kepentingannya untuk memenuhi kepentingan administrasi, dan

prediktabilitas yang tidak memperhatikan unsur keadilan para pihak

yang berperkara.44

Menurut Yohanes Suhardin, hakim dalam

mewujudkan tujuan hukum masih banyak yang memiliki paradigma rule making. Hal ini terlihat dari putusan-putusan yang dihasilkan hanya

mengutamakan kepastian hukum (keadilan prosedural) dan

mengenyampingkan keadilan moral dan keadilan sosial.45

Tidak selamanya hukum yang dikonsepsikan sebagai peraturan

perundang-undangan lebih menjangkau kemanfaatan dan keadilan bagi

masyarakat. Ketika hukum harus dipahami terbatas pada undang-

undang, maka kedudukan hakim terposisikan hanya sebagai juru

bicaranya undang-undang yang tidak memiliki kewenangan untuk

menafsir, atau menyimpangi undang-undang meskipun secara kasat

mata rumusannya telah usang dimakan zaman, substansinya telah

ketinggalan zaman. Sehingga atas dasar ini, muncul suatu pendapat

bahwa hukum tidak hanya terbatas pada undang-undang, hukum juga

dipahami sebagai keberlakuan empirik atau faktual dari hukum yang

hidup dalam kenyataan di masyarakat. Apa yang dinyatakan oleh hukum

haruslah sesuai dengan kenyataan di masyarakat.46

Karenanya, hukum

harus dipahami sebagai a cultural institution yang berkembang sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan realita kehidupan dalam masyarakat.

Hakim sebagai penegak hukum melalui putusannya harus

memperhatikan tujuan hukum yang akan dicapai. Sebagaimana

pendapat Benjamin Nathan Cardoso dan Roscoe Pound, kebebasan

hakim wajib memperhatikan tujuan hukum yaitu untuk kepentingan

umum, dan mempunyai daya guna bagi masyarakat supaya tercipta

43

Ach. Rubaiel, dkk, ‚Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia,‛ Jurnal Konstitusi 3, No. 1 (2006). 44

Arthur Taylor Von Mehren, ‚Theory and Practice of Adjudicatory

Authority in Private International Law: A Comparative Study of the Doctrine,

Policies and Practices of Common and Civil Law Systems,‛ The American Journal of Comparative law 52, No. 3 (2004).

45 Yohanes Suhardin, ‚Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam

Penegakan Hukum,‛ Mimbar Hukum 21, No. 2 (2009) : 349-352. 46

J.J.H Bruggink, Refleksi tentang Hukum (alih bahasa Arief

Sidarta) (Bandung: PT.Citra Adya Bakti, 1996), 163.

Page 27: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

14

kebahagian, sehingga dalam wacana akademik maupun politik hukum,

lazim digunakan ungkapan: ‚hukum sebagai sarana pembaharuan atau

hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat,‛ yang dalam istilah

Roscoe pound yaitu: hukum ‚ as a tool of social enginering.‛ 47 Senada dengan pendapat Alec Stone dalam upaya mewujudkan

hukum yang menjadi daya guna dan bermanfaat bagi masyarakat, bahwa

melakukan penafsiran hukum merupakan salah satu metode dan solusi

pemecahan sengketa atau perkara hukum dalam peradilan yang

berfungsi untuk melakukan pengurangan terhadap ketidakpastian yang

terdapat di dalam norma hukum. Solusi pemecahan sengketa atau

perkara hukum lainnya juga dilakukan melalui argumentasi hakim,

penerapan hukum, dan memperbanyak kerangka argumentasi hukum.48

Hakim dihargai sebaga manusia (bukan robot), hakim dihargai

daya nalar dan nurani ketuhanannya yang mampu menembus titik rasa

keadilan masyarakat yang terformulasi dalam putusan pertimbangan

hukumnya. Jika hukum dipandang sebagai kenyataan yang riil hidup dan

berkembang dalam kenyataan kehidupan masyarakat, maka kedudukan

hakim secara logis akan terposisikan sebagai judge made law. Hakim

dalam menjalankan tugas pokok tidak boleh menolak untuk memeriksa,

megadili, dan memutus perkara yang diajukan dengan dalih bahwa

hukum tidak ada atau kurang jelas,49

melainkan wajib untuk memeriksa

dan mengadilinya dengan cara menggali, mengikuti dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Hakim menggali hukum dan menciptakan hukum agar menghasilkan

hukum yang dapat diterapkan kepada masyarakat. Atas dasar asas ini

lah sehingga lahirnya hukum yurisprudensi di Indonesia. Hal ini sesuai

dengan sistem common law yang saat ini berkembang dalam sistem

peradilan di dunia barat dimana suatu hukum tidak terpaku hanya pada

aturan-aturan yang tertulis dalam bentuk perundang-undangan semata.50

47

Bagir Manan, Hakim sebagai Pembaharu Hukum (Jakarta: Ikatan

Hakim Indonesia (IKAHI), 2007), 5. 48

Alec Stone Sweet, The Birth of Judicial Politics: The Constitutional Council in Comparative Perspective (Oxford: Oxford University

Press, 2004) : 38-39. 49

Lihat pasal 16 Undang-undang No. 4 tahun 2004, tentang

kekuasaan kehakiman. 50

Nicola Gennaioli and Andrei Shleifer, ‚The Evolution of Common

Law‛, Journal of Political Economy 115, No. 11 (2007) : 43-68. Akses melalui

http://scholar.harvard.edu/files/shleifer/files/evolution_jpe_final.pdf tanggal

15Juni 2016.

Page 28: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

15

Yurisprudensi sebagai reformasi dan pembaharuan hukum di

Indonesia lebih potensial dalam menegakkan keadilan dan

kemashlahatan. Ada dua alasan pentingnya eksistensi yurisprudensi di

Indonesia. Pertama, yurisprudensi erat kaitannya dengan pembaharuan

dan pembinaan hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa

perundang-undangan merupakan teknik utama untuk melaksanakan

pembaharuan hukum, pembaharuan kaidah-kaidah dan asas serta

penemuan arah atau bahan bagi pembaharuan kaidah, demikian juga

menggunakan sumber-sumber hukum lain, yaitu keputusan badan-badan

peradilan (yurisprudensi), sedangkan tulisan sarjana hukum yang

terkemuka disebut pula sebagai sumber tambahan.51

Kedua,

sebagaimana pernyataan Soepomo yang menyatakan bahwa di

Indonesia, hakim tidak terikat oleh putusan-putusan hakim, akan tetapi

dalam praktik di pengadilan, sebagaimana juga dalam praktik

pengadilan di negara-negara Eropa, hakim bawahan sangat

memperhatikan putusan-putusan hakim atasan berhubung pula dengan

adanya kemungkinan permohonan banding dan kasasi. Berhubungan

dengan itu, jurisprudensi dari hakim atasan merupakan sumber penting

untuk menemukan hukum objektif yang harus diselenggarakan oleh para

hakim.52

Berbicara tentang permasalahan hadanah, erat kaitannya

dengan permasalahan anak, dan secara kolektif hal tersebut menyangkut

permasalahan masa depan generasi bangsa, negara, dan agama. Di

Indonesia, hukum tertulis dan hukum positif telah mengatur tentang hak

hadanah anak di bawar umur diberikan kepada ibu yang diperkuat

dengan beberapa hadist Nabi, pendapat para sahabat dan pendapat

ulama fikih. Putusan-putusan hakim sebelumnya baik pada pengadilan

tingkat pertama, pengadilan tingkat banding, dan pengadilan tingkat

kasasi (putusan MA) umumnya menjatuhkan putusan sesuai dengan

ketentuan perundangan-undangan yang ada. Oleh karena pesatnya

perubahan dan perkembangan sosiologis, kultur, dan karakter

masyarakat, Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hukum materil dan

Undang-undang No. 3 Tahun 2006 perubahan atas Undang-undang No.

7 Tahun 1989 ternyata belum memberikan jawaban secara limitatif

terhadap beberapa permasalahan hukum dalam menetapkan pengasuhan

anak ketika terjadinya perceraian orang tua mereka.

51

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Suatu Uraian tentang Landasan pikiran, Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum di Indonesia (Bandung: Binacipta, 1976), 12.

52 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis) (Jakarat: PT Gunung Agung, 2005), 125.

Page 29: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

16

Dalam menangani dan menetapkan siapa yang lebih berhak

untuk melakukan pengasuhan dan pemeliharaan anak pasca perceraian

harus benar-benar mempertimbangkan prinsip kemanfaatan,

kemashlahatan, dan masa depan anak. Hakim dalam hal tersebut dapat

menyimpangi kaidah undang-undang dan sekaligus berkewajiban

menggali dan menciptakan hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan,

kemanfaatan, dan kemashlahatan bagi pihak yang berperkara terutama

anak. Hakim diberi wewenang untuk menemukan hukum

(rechtsvinding) dan menciptakan hukum (rechtsschepping).53 Putusan

hakim dengan menetapkan hak pengasuhan anak dengan memberikan

hak asuh anak di bawah umur kepada ayah telah memberikan corak

hukum tersendiri dalam memberikan pertimbangan hukum pengasuhan

dan pemeliharaan anak dari yang telah ditetapkan dalam perundang-

undangan terutama KHI. Dan ternyata pula terdapat beberapa

permasalahan yang muncul di luar jangkauan yang menyebabkan

pengalihan hak asuh dari ibu kepada ayah. Kondisi ini memungkinkan

berkembangnya wacana penentuan bebagai tipikal hak asuh anak yang

diharapkan bisa berperan sebagai alternatif penyelesaian dalam sengketa

hak asuh anak, sekaligus sebagai pertimbangan hakim di persidangan

demi terpenuhinya rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara,

ataupun masyarakat secara umum tanpa terikat lagi pada ketentuan

hukum tertulis yang ada.

Penentuan tipikal kondisi psikologi, moral, serta adanya

perbedaan agama, sebagai dalil untuk memperoleh hak pengasuhan

anak. Kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang lain adanya

penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan tertulis dalam pengasuhan

anak di bawah umur, pengasuhan anak didasarkan atas pembagian hak

yang sama (satu untuk pihak istri dan satu untuk pihak suami), dan

penilaian kembali terhadap usia anak yang dapat menentukan terhadap

pilihan pengasuhan antara ayah dan ibunya, dan sebagainya. Hal ini

menuntut para hakim untuk memandang lebih jauh permasalahan dan

kondisi real secara utuh dalam menentukan hak asuh anak. Hal ini

terbukti dengan lahirnya beberapa yurisprudensi yaitu No.

210K/AG/1996, 349K/AG/2006, dan 110K/AG/2007.

Suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

(yurisprudensi) adalah menjadi milik masyarakat, dan tidak tunduk atau

menjadi hak cipta siapapun. Sehingga pada prinsipnya setiap orang

53

Lihat Bagir Manan, ‚Hakim sebagai Pembaharu Hukum,‛ Varia Peradilan, No. 254 (2007) : 5-21. Lihat juga Hasbi Hasan, ‚Dinamika

Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Bidang Perdata Islam,‛ de jure, Jurnal Syariah dan Hukum 3, No. 2 (Desember 2011) : 154-163.

Page 30: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

17

dapat melakukan analisis terhadap putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, penelitian ini akan

menganalisis dinamika putusan perkara pengasuhan anak di bawah umur

khususnya hak pengasuhan anak yang diberikan kepada ayah dengan

memperhatikan faktor-faktor penyebab pengalihan hak asuh dari ibu

kepada ayah yang telah dikukuhkan menjadi yurisprudensi. Analisis

yurisprudensi hanya pada perkara No. 210K/AG/1996, 349K/AG/2006,

dan 110K/AG/2007 karena kelangkaan kasus yang putusan perkara

hadanah diberikan kepada ayah dan kalaupun itu ada putusan tersebut

mengambil pedoman kepada ketiga yurisprudensi di atas. Dalam

menganalisis yurisprudensi di atas akan dilakukan dari berbagai sisi

yaitu dari sisi hukum normatif sebagai hukum terapan, dan dalam

tinjauan fikih Islam yang kemudian menuangkannya ke dalam sebuah

penelitian dengan judul ‚Hak Hadanah pada Ayah (Analisis

Yurisprudensi Mahkamah Agung).‛

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan,

maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

a. Sistem hukum apa yang dianut oleh Indonesia?

b. Bagaimana kedudukan yurisprudensi dalam tata hukum di

Indonesia?

c. Siapakah yang lebih berhak memelihara anak yang belum

mumayiz apabila terjadi perceraian?

d. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan

perkara pemeliharaan anak di bawah umur diberikan

kepada ayah?

e. Apakah boleh putusan hakim bertentangan dengan

undang-undang/ hukum tertulis?

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirangkap

sebuah rumusan masalah sebagai berikut, ‚bagaimana pertimbangan

hukum hakim dalam memutuskan perkara hak pemeliharaan anak di

bawah umur diberikan pada ayah dipandang dalam perspektif hukum

positif, dan dalam perspektif fikih Islam?

3. Batasan Masalah

Objek kajian penelitian ini dibatasi pada putusan-putusan

Mahkamah Agung yang telah menjadi yurisprudensi tentang perkara hak

pemeliharaan anak di bawah umur diberikan pada ayah.

Page 31: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

18

Yurisprudensi_tersebut adalah dalam perkara No. 210K/AG/1996,

349K/AG2006, dan 110K/AG/2007.

C. Tujuan

Berdasarkan masalah utama di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan

perkara hadanah anak di bawah umur yang diberikan pada ayah dalam

pemahaman yurisprudensi sebagai sumber hukum. Bagaimana

pertimbangan hakim dengan memberikan hak hadanah pada ayah

apabila dipandang dalam hukum positif. Apakah pertimbangan hakim

tersebut sudah memenuhi konsep keadilan hukum dan konsep hukum

prosedural yang berlaku. Penelitian ini juga menganalisa pertimbangan

hakim dalam memberikan hak hadanah anak di bawah umur yang jatuh

kepada ayah dan menguraikannya dalam sudut pandang fikih Islam.

D. Manfaat Penelitian

Secara akademisi, manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memperkaya penelitian di bidang hukum khususnya tentang

hadanah anak di bawah umur serta hubungannya dengan

yurisprudensi sebagai sumber hukum.

2. Memahamai tujuan dan rahasia hukum Islam yang terkait

dengan pemeliharaan anak di bawah umur.

3. Menjadi salah satu rujukan, menambah wawasan, pengetahuan

bagi semua pihak, dalam rangka memaksimalkan tujuan hukum

demi terealisasinya kemashlahatan anak.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Kajian mengenai pemeliharaan anak di bawah umur dalam

hukum keluarga Islam di Indonesia memang telah banyak dilakukan

oleh akademisi, baik dalam bentuk penelitian individu ataupun

kelompok berupa karya ilmiah, buku-buku, maupun artikel. Berdasarkan

penelusuran penulis, penulis menemukan beberapa literatur yang

membahas tema tentang hadanah anak serta penelitian terhadap

putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan hadanah yang bisa

dijadikan sebagai suatu kajian dan perbandingan oleh penulis dalam

penelitian ini.

Adapun kajian tentang hadanah antara lain disertasi Ahmad

Zaenal Fanani (2014) dalam ‚Sengketa Hak Asuh Anak dalam Hukum

Page 32: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

19

Keluarga Islam di Indonesia Perspektif Keadilan Jender.‛54

Dalam

disertasinya, Ahmad Zaenal Fanani lebih mengkritisi pasal 105 dan 156

KHI yang danggap tidak berkeadilan jender karena memberikan hak

asuh anak secara otomatis kepada ibu (berdasarkan jenis kelamin), dan

bukan berdasarkan kemampuan dan kepentingan terbaik baik anak.

Menurutnya pasal 105 dan 156 KHI harus direvisi dengan menjadikan

aspek moralitas, kesehatan dan kesempatan mendidik dan memelihara

sebagai parameter utama dalam menentukan pemegang hak asuh.

Dakwatul Chairiah (2011) dalam ‚Hak Mut‘ah, Hadanah, dan

Harta Bersama bagi Perempuan Pasca Cerai menurut Pandangan Nyai di

Pesantren Jawa Timur.‛55

Fokus penelitian dalam disertasinya adalah

berusaha untuk memahami pandangan Nyai tentang mut‘ah, hadanah, dan harta bersama pasca perceraian dengan pendekatan teori fikih dari

pendapat empat mazhab, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam kesimpulan

disertasinya, Dakwatul Chairah menyimpulkan –khususnya tentang

hadanah- bahwa pengasuhan anak sebelum baligh atau setelah baligh

pasca perceraian diserahkan kepada ibu atau kepada perempuan baik

pihak ibu atau dari pihak ayah, sedangkan ayah pada posisi tekhir

setelah perempuan. Pandangan Nyai tersebut mengisyaratkan bahwa ibu

sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap amanah dalam rangka

membimbing anak untuk kemashlahatan anak.

Agen (2015) dalam ‚Pelaksanaan Kewajiban Pemeliharaan

Anak (Alimentasi) oleh Orang Tua Pasca Putusan Perceraian di

Kabupaten Rokan Hilir.‛56

Dalam penelitiannya, Agen menyoroti

bagaimana bentuk pemeliharaan anak oleh orang tua pasa perceraian di

Rokan Hilir serta bagaimana upaya hukum apabila tidak terlaksananya

kewajiban pemeliharaan anak oleh kedua orang tua pasca perceraiaan.

Pemeliharaan anak oleh orang tua pasca putusan perceraian di Rokan

Hilir belum berjalan dengan lancar dan menunjukkan kurangnya

tanggung jawab seorang ayah/ mantan suami terhadap kewajiban

54

Ahmad Zaenal Fanani, Sengketa Hak Asuh Anak dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia Perspektif Keadilan Jender, (Disertasi pada

Program Pascasarjana (Untag) Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya). 55

Dakwatul Chairah, Hak Mut ‘ah, H }ad}anah, dan Harta Bersama bagi Perempuan Pasca Cerai menurut Pandangan Nyai di Pesantren Jawa Timur, (Disertasi Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan

Ampel Surabaya, 2011). 56

Agen, ‚Pelaksanaan Kewajiban Pemeliharaan Anak (Alimentasi)

oleh Orang Tua Pasca Putusan Perceraian di Kabupaten Rokan Hilir,‛ JOM Fakultas Hukum 2, No. 1, (Februari 2015) : 1-15.

Page 33: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

20

pemeliharaan yang harus diberikan kepada anak-anaknya. Kesimpulan

ini didasarkan bahwa sejak terjadinya perceraian, setelah beberapa

waktu perhatian orang tua terutama ayah kian berkurang sehingga

kewajiban dalam pemeliharaan anak menyangkut nafkah tidak efektif

bahkan anak dibiarkan terlantar, sama sekali tidak menunaikan

kewajiban dalam biaya pemeliharaan anak. Upaya hukum terhadap tidak

terlaksananya kewajiban pemeliharaaan anak oleh orang tua pasca

putusan perceraian dapat ditempuh dengan cara melakukan eksekusi

sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

tetap dengan cara paksa.

Firli Rasharendi, dkk (2013) dalam ‚Tinjauan Yuridis tentang

Tanggung Jawab Hukum Ayah terhadap Anak setelah terjadi Perceraian

Menurut Kompilasi Hukum Islam.‛57

Dalam penelitiannya, Firli dkk

berusaha menyoroti bentuk tanggung jawab hukum seorang ayah

terhadap anak pasca perceraian dalam tinjauan undang-undang

khususnya Kompilasi Hukum Islam. Bentuk tanggung jawab seorang

ayah terhadap anak setelah perceraian adalah menanggung biaya

pemeliharaan dan pendidikan anak atau anak-anak hingga mereka

dewasa berdasarkan pasal 156 huruf d Kompilasi Hukum Islam dan nilai

nominalnya dalam pemeliharaan ditentukan oleh hakim setelah

perkawinan dinyatakan putus di muka pengadilan. Upaya hukum yang

dapat dilakukan oleh seorang wali apabila seorang ayah atau kedua

orang tua tidak lagi menjalankan tanggung jawab hukum yaitu tidak

melakukan kewajibannya dalam memelihara dan mendidik anak-

anaknya setelah perkawinan putus pasca perceraian, maka seorang wali

dapat mengajukan penetapan hak asuh atas anak ke pengadilan. Agar

pengadilan memberi hak asuh untuk merawat, menjaga sampai anak

tersebut dewasa atau dapat berdiri sendiri, atau belum mencapai umur

21 tahun atas perwalian itu berdasarkan pasal 107 Kompilasi Hukum

Islam.

Adapun penelitian terhadap putusan-putusan pengadilan dan

putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan hadanah antara lain

Ahmad Syahrus Sikti (2015) ‚Daf‘u al-D{arar dalam Putusan Hakim

Pengadilan Agama (Studi Kasus Putusan Hakim Pengadilan Agama se-

Wilayah DKI Jakarta Tahun 2010-2014).‛58

Disertasi ini berusaha untuk

57

Firli Rasharendi, Tinjaun Yuridis tentang TanggungJawab Hukum Ayah terhadap Anak setelah Terjadi Perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam, (Artikel Ilmiah Fakultas Hukum Universtas Jember (UNEJ), 2013).

58 Ahmad Syahrus Sikti, Daf‘u al-D{arar dalam Putusan Pengadilan

Agama (Studi Kasus Putusan Hakim Pengadilan Agama se-Wilayah DKI

Page 34: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

21

memberikan gambaran tentang konsep daf ‘u al-d}arar dalam beberapa

putusan dan penetapan hakim pengadilan agama se-wilayah DKI Jakarta

sejak tahun 2010-2014 baik pada pengadilan tingkat pertama,

pengadilan tingkat banding, dan pengadilan tingkat kasasi. Salah satu

putusan yang dianalisis adalah putusan pengadilan yang berkaitan

dengan perkara gugatan hak asuh anak. Putusan gugatan hak asuh anak

pada Pengadilan Agama Jakarta Timur terdapat tiga putusan yang

diteliti. Tiga putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dua putusan

di Pengadilan Agama Jakarta Pusat, dan satu putusan di Pengadilan

Agama Jakarta Barat. Berdasarkan hasil penelitian dalam disertasinya,

semua putusan berorientasi kepada kaidah fikih dar’u al-mafa>sid muqaddamun ‘ala jalbi al-mas}a>lih} dengan memberikan hak asuh anak

yang belum mumayiz kepada ibu. Menurut Ahmad, pemberian hak asuh

anak kepada ibu lebih memberikan kemaslahatan bagi si anak dan

ibunya dalam menumbuh kembangkan anak yang belum karena anak

yang belum mumayiz lebih butuh kasih sayang ibunya dibanding

bapaknya. Pertimbangan mengenai hal-hal tersebut harus dilakukan agar

terhindar dari d}arar bagi anak.

‚Status Hukum dan Pemeliharaan Anak Akibat Perceraian

karena Perkawinan Campuran (Analisis Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Nomor 480/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel),‛59

karya Hanum

Megasari. Dalam tesisnya, Hanum menganalisis putusan No.

480/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel tentang pemeliharaan anak dan status

hukum anak akibat perceraian orang tua yang melakukan perkawinan

campuran antara warga Indonesia dan Inggris. Dalam amar putusan,

hakim memutuskan bahwa hak pengasuhan, pemeliharaan, dan

perawatan anak diberikan kepada ibu selaku penggugat berdasarkan

pertimbangan hukum hakim bahwa anak tersebut masih di bawah umur

yang sangat memerlukan pemeliharaan dan pengasuhan seorang ibu agar

anak dapat tumbuh dengan baik sampai ia dewasa. Berdasarkan analisis

dari penelitian tesisnya, Hanum menyimpulkan bahwa putusan

pengadilan negeri jakarta selatan sudah sesuai dengan UU Perkawinan

No. 1 Tahun 1974, karena itu ketentuan tentang pemeliharaan anak

tunduk pada undang-undang tersebut sebagaimana yang diatur dalam

pasal 41, 45, 47, dan 48.

Jakarta Tahun 2010-2014), (Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). 59

Hanum Megasari, Status Hukum dan Pemeliharaan Anak Akibat Perceraian karena Perkawinan Campuran (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 480/Pdt.G/2004/PN. Jak.Sel, (Tesis Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009).

Page 35: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

22

‚Law in Action: Analisis Implementasi UU No. 23 Tahun

2002 pada Putusan Hakim dalam Perkara Hadanah di Pengadilan

Agama‛60

karya Dewi Sukarti dan Hotnidah Nasution. Dalam

penelitiannya,mereka menganalisis beberapa putusan pengadilan

tentang hadanah apakah putusan-putusan tersebut sudah mengacu pada

UU No. 23 Tahun 2002 khususnya Pasal 2, 6, dan 24 tentang

dihargainya pendapat anak dalam perselisihan orang tua. Dari analisis

tersebut mereka menyimpulkan bahwa UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak belum terimplikasi dalam putusan hakim pada

perkara hadanah di peradilan agama. Hal ini disebabkan karena beberapa

faktor. Pertama , pengetahuan hakim tentang UU Perlindungan Anak

belum begitu baik sehingga sedikitnya putusan yang mengacu pada UU

No. 23 Tahun 2002. Kedua, alasan materil karena hakim pengadilan

agama telah mapan dengan paket materil hukum yang berkaitan dengan

perceraian yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI. UU No. 1 Tahun 1974

dan KHI dianggap sudah lengkap oleh hakim, meskipun dalam keadaan

tertentu hakim melengkapinya lagi dengan ijtihad. Ketiga,alasan formil

yaitu hakim harus bersikap pasif artinya bahwa hakim hanya menunggu

perkara diajukan ke pengadilan untuk diperiksa, diadili, dan diputuskan,

hakim tidak bisa memutuskan hal-hal yang tidak dimuat dalam petitum.

‚Keadilan Hukum pada Pertimbangan Hakim dalam

Memutuskan Hak Asuh Anak,‛61

karya Umar Haris Sanjaya.Dalam

penelitiannya, Umar meneliti tiga putusan hakim yang berbeda tentang

hak asuh anak yang diterbitkan pada tahun yang sama yaitu tahun 2010.

Putusan yang diteliti adalah perkara No. 232/K/Pdt/2010 hakim

memberikan hak asuh kepada ayah, putusan No. 226/K/Pdt/2010 hakim

memberikan hak asuh kepada ibu, dan putusan No. 234/K/Pdt/2010

hakim mentapkan hak asuh kepada kedua orang tua anak yaitu ayah dan

ibu. Dari hasil pengamatan dalam bentuk analisis terhadap tiga putusan

dapat disimpulkan bahwa putusan-putusan tersebut sangat dipengaruhi

unsur kepastian hukum. Hakim berpegang teguh kepada dasar hukum

yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, baik secara materil

maupun formil. Pada putusan No. 226/K/Pdt/2010 dan putusan No.

232/K/Pdt/2010 hakim mengedepankan argumen hukum dengan dasar

60

Dewi Sukarti dan Hotnidah Nasution, ‚Law in Action: Analisis

Implementasi UU No. 23 Tahun 2002 pada Putusan Hakim dalam Perkara

Hadanah di Pengadilan Agama,‛ jurnal al-Qalam 27, No. 2 (Mei-Agustus 2010)

: 305-330. 61

Umar Haris Sanjaya, ‚Keadilan Hukum pada Pertimbangan Hakim

dalam Memutuskan Hak Asuh Anak,‛ Yuridika 30, No. 2 (Mei-Agustus 2015) :

129-140.

Page 36: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

23

peraturan pasal 156 dan pasal 156 huruf (c), sedangkan putusan No.

234/K/Pdt/2010 mengambilkan kesimpulan bahwa tidak akan

memutuskan perkara yang tidak dimohon. Oleh karena itu pertimbangan

yang dilakukan hakim mencerminkan unsur kepastian hukum dan

prosedur hukum. Adapun mengkaji terhadap tepat tidaknya suatu

pertimbangan hakim kembali kepada azas dibuatnya suatu putusan

bahwa putusan harus memuat alasan dan dasar hukum. Dalam

penelitiannya, Umar mengambil kesimpulan bahwa tiga putusan hakim

yang berkaitan dengan hak asuh anak pertimbangan yang diberikan

sudah tepat dan mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif

(normative legal research). Penelitian hukum normatif merupakan

prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

penalaran/ logika keilmuan dari sisi normatifnya.62

Penelitian hukum

normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal.63

Metode

penelitian hukum normatif dalam penelitian ini adalah penelitian

yurisprudensi yang dikenal juga dengan studi putusan, karena yang

menjadi objek dalam penelitian ini adalah putusan-putusan Mahkamah

Agung yang telah menjadi yurisprudensi. Oleh karena itu tipologi

penelitian hukum normatif dalam penelitian ini adalah termasuk

penelitian inventarisasi hukum yang menkonsepsikan hukum positif

juga identik dengan putusan-putusan hakim di pengadilan.

62

Penelitian hukum normatif dapat juga diartikan penelitian yang

ditujukan untuk mengkaji kualitas dari norma hukum itu sendiri, lihat Meray

Hendrik Mezak, ‚Jenis, Metode, dan Pendekatan dalam Penelitian Hukum,‛

Law Review V, No. 3 (Maret 2006). Bandingkan juga dengan Soerjono

Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang

mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, penelitian terhadap sistematik

hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal,

perbandingan hukum dan sejarah hukum, selengkapnya lihat Soerjono Soekanto

dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 12-14. Lihat dan bandingkan juga

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Pt RajaGrafindo

Persada, 2003), 81-100. 63

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 118.

Page 37: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

24

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif64

. Berdasarkan

sifatnya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-analisis65

dan

analisis-kritis.66

Penelitian hukum normatif yang dikonsepkan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan

sebagai norma kaidah yang merupakan patokan prilaku manusia,

karenanya sumber datanya hanyalah data sekunder67

yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah putusan-putusan Mahkamah Agung yang telah menjadi

yurisprudensi terhadap perkara No. 210K/AG/1996, 349K/AG/2006, dan

110K/AG/2007. Bahan hukum sekunder yang digunakan sebagai bahan

yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer adalah

hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum, buku-buku, jurnal-

jurnal, data-data dari website Mahkamah Agung, Undang-undang No.

50 Tahun 2009 jo Undang-undang No. 3 Tahun 2006 jo Undang-undang

No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang No.

64

Penelitian kualitatif adalah istilah umum yang mencakup berbagai

teknik interpretatif yang berusaha untuk menjelaskan, menerjemahkan suatu

makna yang terjadi secara alamai dalam dunia sosial (Van Maanen, 1979).

Karakteristik dari penelitian kualitatif ini adalah dari segi fokus penelitiannya

yaitu terhadap proses, pemahaman, dan makna. Instrumen utama penelitian dari

segi pengolahan data yang bersifat analisis dengan proses induktif, dan

menghasilkan produk yang kaya deskriptif. Selengkapnya dapat dilihat dalam

Sharan B. Merriam, Qualitatve Research a Guide to Design and Implementation (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 3-17. Bandingkan juga

dengan Lexi J. Moeong yang mengatakan penelitian kualitatif merupakan

wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan suatu

kebenaran, selengkapnyaLexi J Moeong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda, 2006), 32.

65Penelitian deskriptif-analisis adalah metode pengumpulan data

melalui interprestasi yang tepat (Whitey, 1960) atau metode yang bertujuan

mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu obyek penelitian yang

diteliti melalui data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang

berlaku umum (Soegiyono, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa metode

deskriptif-analisis berorientasi pada pemecahan masalah. 66

Selengkapnya baca Donal E. Comstock, A Methode for Critical Research) (Washington: Washington State University Press, 1980). Buku ini

juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad Mahmudi

dengan judul Metode Penelitian Kritis Meneliti Dunia untuk Merubahnya. 67

Bandingkan dengan Ronny Hanitijo Soemitro, Masalah-masalah Sosiologi Hukum (Bandung: Sinar Baru 1984), 110, bandingkan juga dengan

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitin Hukum (Jakarta: UI Press, 2001), 52.

Page 38: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

25

3Tahun 2009 jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004 jo Undang-undang

No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Undang-undang No.

48 Tahun 2009 jo Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan

Kehakiman Sedangkan bahan hukum tersier sebagai bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder yaitu kamus (hukum), dan ensiklopedia.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukan

penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu meneliti dokumen-

dokumen putusan yang berkaitan dengan perkara hak hadanah pada

ayah. Mengumpulkan data teoritis tentang hadanah anak di bawah

umur, pendapat para fuqaha, serta pertimbangan-pertimbangan hakim

dalam penerapannya. Penulis akan berusaha menemukan kesimpulan

dengan melakukan pengkajian secara mendalam terhadap sumber data

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis)68yaitu

menganalisis dan mengolah data setelah dilakukan observasi terhadap

objek penelitian, melakukan studi dokumentasi, kemudian menganalisis

objek penelitian dengan menggunakan hukum positif dan hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan content analysis yang digagas oleh Mark A.

Hall dan Ronald F. Wright.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari V bab. Bab I

merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

permasalahan kasus penelitian yang terdiri dari identifikasi masalah,

68

Sebenarnya analisis isi (content analysis) merupakan metode

penelitian yang dikembangkan dalam bidang komunikasi yang diarahkan untuk

merumuskan kesimpulan umum dari teks yang dimuat media massa terutama

surat kabar, lihat dan baca Klaus Krippendorff, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi (Jakarta: Rajawali Press 1986), lihat juga J, Vredenbregt,

Metode dan Teknik Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1978), 62-67. Oleh karena

itu, analisis isi merupakan salah metode penelitian kuantitatif. Namun

demikian, ia juga dapat diadaptasi untuk digunakan dalam penelitian kualitatif

seperti penelitian terhadap sejumlah teks misal ayat al-Qur’an, hadist, dan

pemikiran ulama. Demikian pula, metode ini dapat digunakan terhadap

penelitian teks peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap (yurisprudensi), yang dikenal sebagai

analisis yurisprudensi. lihat Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 288.

Page 39: NORA EKA PUTRI NIM: 13.2.00.0.01.01 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38721/1/NORA EKA PUTRI-SPS.pdf · bagi masyarakat terutama bagi anak-anak.

26

rumusan masalah, dan batasan masalah, penelitian terdahulu yang

relevan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan.

Penelitian ini difokuskan dalam konteks hadanah dalam

perspektif hukum Islam dan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab

itu, pada bab II penulis memaparkan tentang kedudukan dan hak-hak

anak dalam Islam dan peraturan perundang-undangan, hadanah dalam

perspektif fikih, dan hadanah dan kekuasaan orang tua dalam

perundang-undangan di Indonesia.

Sebagai sebuah penelitian yang bersumber dari yurisprudensi

Mahkamah Agung, maka penelitian ini akan memaparkan tentang

segala aspek yang berkaitan dengan yurisprudensi dalam hukum

nasional Indonesia yang meliputi sistem hukum dalam konteks peradilan

Indonesia, dimensi yurisprudensi dalam bingkai teori dan praktek

peradilan di Indonesia, dan penemuan hukum dan peranan putusan

hakim dalam melindungi anak-anak korban perceraian orang tua.

Setelah mengungkapkan aspek-aspek tentang hadanah dalam

tinjauan hukum Islam dan dalam perundang-undangan di Indonesia,

serta kedudukan yurisprudensi Mahkamah Agung, maka pada bab IV

menjelaskan posisi kasus-kasus perkara hadanah dalam putusan

Mahkamah Agung (perkara No. 210K/AG/1996, 349K/AG/2006, dan

110K/AG/2007), menguraikan pertimbangan dan putusan hakim pada

pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi,

kemudian melakukan analisis perkara tersebut yang telah menjadi

yurisprudensi. Analisis dilakukan terhadap pertimbangan hakim dan

putusan hakim dalam memberikan hak asuh anak di bawah umur

diberikan kepada ayah pada tataran hukum positif, dan sudut pandang

hukum Islam.

Bab V merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang berisi

penutup yang terdiri dari kesimpulan dari permasalahan yang diajukan,

kemudian mengemukakan saran-saran dalam kasus yang diteliti yang

bertumpu pada kekuasaan kehakiman untuk memberikan rasa keadilan

dan kemashlahatan bagi masyarakat khususnya bagi para pihak yang

sedang berperkara terutama terhadap kepentingan anak.