No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap...

20
No. 8 November 2010 Inovasi Pendidikan Media Komunikasi SMP dan MTs Kunjungi website kami di www.inovasipendidikan.net PADA pelatihan BTL 4 ada sesi khusus untuk pelatihan kepala sekolah. Paran KS, PS, pejabat dari Kemendiknas dan Kemenag kabu- paten dan provinsi kepala sekolah mitra DBE3 mengidentifikasi dukungan yang perlu diberikan kepala sekolah, utamanya pada pengalokasian anggaran agar terwujud keberhasilan pembela- jaran aktif. Fakta-fakta dukungan yang diberi- kan untuk keberhasilan pembela- jaran aktif, seperti kebutuhan setiap guru mapel, kebutuhan khusus un- tuk pembina ekstrakurikuler, dan khusus untuk staf. ”Pelatihan ini memberikan gambaran nyata proses yang seharusnya terjadi di kelas,” urai Drs. Zulkifli Kepala SMPN 1 Patumbak Deli Serdang Sumut yang terkesan dengan proses pelatihan yang mendorong seluruh peserta untuk aktif. ”Kami siap mendukung kebutuhan sekolah untuk keberhasilan pembelajaran aktif,” kata Drs. Kasniady, M.Pd Kabid SMP Kemendiknas Kabupaten Soppeng yang terlibat aktif dalam pelatihan di Palopo Sulsel. Para kepala SMP/MTs bekerjasama mengidentifikasi kebutuhan pembe- lajaran setiap mapel pada pelatihan Peran KS dalam Mendukung Keber- hasilan Pembelajaran Aktif. Kepala SMP/MTs Analisis Kebutuhan Belajar Mapel PAKET Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 4 atau BTL4, melatih guru dalam mengkaji pemecahan masalah penerapan pembelajaran aktif di kelas. Pendekatan yang dipakai menekankan pentingnya kerjasama kelompok sesama guru mata pelajaran. Karena itu, paket ini memberikan pengayaan ide dan kegiatan berdaya guna untuk mengaktifkan kegiatan peningkatan mutu pembelajaran melalui forum MGMP. Peserta dilatih mengenali secara mendalam berbagai masalah dalam penerapan BTL di sekolah dan menemukan cara-cara memecahkannya secara tepat. Dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, peserta diajak untuk melakukannya dengan cara bekerjasama seperti pola “lesson study” sederhana. Kegiatan yang dila- kukan dengan bekerjasama ini akan menjadi modal dasar untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan di daerah dalam rangka peningkatan profesionalisme guru melalui kegiatan MGMP. Berdasarkan pemecahan masalah yang telah disepakati bersama, peserta melakukan ujicoba tindakan di kelas untuk mengetahui secara pasti kete- patan pemecahannya. Berita lainnya tentang pelaksanaan TOT BTL4 dapat dilihat pada halaman 2. BTL 4 Perkaya Ide Kegiatan MGMP Peserta TOT BTL 4 sedang melakukan diskusi MGMP di sekolah setelah praktik mengajar. Mereka meng- identifikasi keber- hasilan pemeca- han masalah yang dirancang sebe- lumnya. Dampak Meluas, Replikasi jadi Primadona DAMPAK Program DBE3 telah dirasakan langsung di sekolah mitra. Siswa aktif belajar secara berkelompok dan karya siswa tampak di semua kelas untuk mengapresiasi kreativitas siswa. Sekolah dan madrasah nonmitra banyak yang menginginkan replikasi program DBE3. Dengan biaya sendiri SMP dan MTs ikut berlatih membudayakan pembelajaran aktif yang bermakna. Berita keberhasilan sekolah yang melakukan perubahan dan program replikasi menjadi topik utama pada halaman utama dan beriita dari provinsi. Pembelajaran aktif yang bermakna semakin meluas, permintaan replikasi BTL juga semakin banyak.

Transcript of No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap...

Page 1: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

No. 8 November 2010

Inovasi Pendidikan Media Komunikasi SMP dan MTs

Kunjungi website kami di www.inovasipendidikan.net

PADA pelatihan BTL 4 ada sesi khusus untuk pelatihan kepala sekolah. Paran KS, PS, pejabat dari Kemendiknas dan Kemenag kabu-paten dan provinsi kepala sekolah mitra DBE3 mengidentifikasi dukungan yang perlu diberikan kepala sekolah, utamanya pada pengalokasian anggaran agar terwujud keberhasilan pembela-jaran aktif. Fakta-fakta dukungan yang diberi-

kan untuk keberhasilan pembela-jaran aktif, seperti kebutuhan setiap guru mapel, kebutuhan khusus un-tuk pembina ekstrakurikuler, dan khusus untuk staf. ”Pelatihan ini memberikan

gambaran nyata proses yang seharusnya terjadi di kelas,” urai Drs. Zulkifli Kepala SMPN 1 Patumbak Deli Serdang Sumut yang terkesan dengan proses pelatihan yang mendorong seluruh peserta untuk aktif. ”Kami siap mendukung

kebutuhan sekolah untuk keberhasilan pembelajaran aktif,” kata Drs. Kasniady, M.Pd Kabid SMP Kemendiknas Kabupaten Soppeng yang terlibat aktif dalam pelatihan di Palopo Sulsel.

Para kepala SMP/MTs bekerjasama mengidentifikasi kebutuhan pembe-lajaran setiap mapel pada pelatihan Peran KS dalam Mendukung Keber-hasilan Pembelajaran Aktif.

Kepala SMP/MTs Analisis Kebutuhan Belajar Mapel

PAKET Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 4 atau BTL4, melatih guru dalam mengkaji pemecahan masalah penerapan pembelajaran aktif di kelas. Pendekatan yang dipakai menekankan pentingnya kerjasama kelompok sesama guru mata pelajaran. Karena itu, paket ini memberikan pengayaan ide dan kegiatan berdaya guna untuk mengaktifkan kegiatan peningkatan mutu pembelajaran melalui forum MGMP.

Peserta dilatih mengenali secara mendalam berbagai masalah dalam penerapan BTL di sekolah dan menemukan cara-cara memecahkannya secara tepat. Dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, peserta diajak untuk melakukannya dengan cara bekerjasama seperti pola “lesson study” sederhana. Kegiatan yang dila-kukan dengan bekerjasama ini akan menjadi modal dasar untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan di daerah dalam rangka peningkatan profesionalisme guru melalui kegiatan MGMP. Berdasarkan pemecahan masalah yang telah disepakati bersama, peserta melakukan ujicoba tindakan di kelas untuk mengetahui secara pasti kete-patan pemecahannya. Berita lainnya tentang pelaksanaan TOT BTL4 dapat dilihat

pada halaman 2.

BTL 4 Perkaya Ide Kegiatan MGMP

Peserta TOT BTL 4 sedang melakukan diskusi MGMP di sekolah setelah praktik mengajar. Mereka meng-identifikasi keber-hasilan pemeca-han masalah yang dirancang sebe-lumnya.

Dampak Meluas, Replikasi jadi Primadona

DAMPAK Program DBE3 telah dirasakan langsung di sekolah mitra. Siswa aktif belajar secara berkelompok dan karya siswa tampak di semua kelas untuk mengapresiasi kreativitas siswa. Sekolah dan madrasah nonmitra banyak yang menginginkan replikasi program DBE3.

Dengan biaya sendiri SMP dan MTs ikut berlatih membudayakan pembelajaran aktif yang bermakna. Berita keberhasilan sekolah yang melakukan perubahan dan program replikasi menjadi topik utama pada halaman utama dan beriita dari provinsi.

Pembelajaran aktif yang bermakna semakin meluas, permintaan replikasi BTL juga semakin banyak.

Page 2: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita Utama Hal 2

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Pelatihan BTL4 Berlangsung di Semua Propinsi

Paket pelatihan BTL4 memperkenalkan pola ‘lesson study’ sederhana di mana guru-guru menganalisis dan memperbaiki pembelajaran. Pola kegiatan dibagi

menjadi lima sesi sebagai berikut:

1. Peserta pelatihan mengidentifikasi masalah yang dialami dalam pelaksanaan pembe-lajaran ‘Contextual Teaching and Learning’ (CTL), faktor penyebab, dan alternatif

pemecahannya.

2. Mereka, dalam kelompok kurang-lebih 5 orang, membuat atau memperbaiki Ren-cana Pelaksanaan Pembelajaran yang mereka miliki untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi pada kegiatan sebelumnya. Topik dalam RPP yang dipilih adalah

topik yang segera akan diajarkan di kelas.

3. Salah seorang dari kelompok mengajar di kelas dengan menggunakan RPP yang sudah dikembangkan diamati (dan dibantu) empat orang lainnya. Setelah pembela-jaran selesai, mereka melakukan refleksi tentang pembelajaran dan memperbaiki

RPP.

4. Setelah RPP diperbaiki setiap peserta membawa RPP tsb. ke kelasnya sendiri un-tuk diajarkan kepada siswanya. Kalau sempat, guru-guru didampingi fasilitator

daerah pada saat mengajar.

5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP

di kelas masing-masing.

Dalam kegiatan BTL4 ini ada dua kali praktik mengajar untuk topik yang sama. Ternyata masalah dalam RPP baru nampak pada saat praktik pertama, dan, setelah RPP diperbaiki, praktik kedua jauh lebih berhasil. Masalah yang sering nam-pak di praktik pertama adalah (i) sebagian siswa kurang aktif karena tidak terlibat dalam kegiatan; (ii) tugas yang dirancang kurang menantang siswa untuk berpikir dan berbuat. Namun, setelah dibahas dan RPP diperbaiki masalah tersebut banyak tera-

tasi dalam praktik mengajar kedua.

Beberapa foto dari pelatihan fasilitator nasional ditampilkan pada halaman ini:

1. Fasilitator kelompok Matematika menyusun RPP didampingi staf teknis DBE3.

2. Percobaan menyaring air kotor menjadi air bersih.

3. Peserta pelatihan mendampingi siswa melaksanakan tugasnya.

4, 5 & 6 Kegiatan praktis mencari rumus luas permukaan bola. (4) Siswa memotong lingkaran untuk menutupi permukaan bola. Perlu 3 lingkaran untuk menutupinya.

(5) Guru mendampingi siswa. (6) Lembar kerja yang dirancang untuk kegiatan ini.

7. Siswa di kelas lainnya menguji jumlah vitamin C di berbagai jenis buah.

Paket pelatihan dengan nama ‘Better Teaching and Learning 4’ atau BTL4 telah dikembangkan DBE3 dan dilatihkan kepada 15 orang fasilitator nasional per propinsi pada tanggal 28 s.d. 30 September 2010 di Makassar. Fasilitator

tersebut. telah melatih 15 orang fasilitator daerah, yang akan melatih guru-guru di daerah masing-masing.

Memperkuat MGMP Kegiatan sejenis ini meru-pakan pola kegiatan yang

dapat dilaksanakan di MGMP. Memang kegiatan

BTL4 di daerah untuk seko-lah mitra DBE3 akan dibagi

lima sesi seperti dijelaskan di atas untuk diselenggarakan

melalui MGMP.

6 7

1

2

3

4

5

Page 3: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita Utama Hal 3

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

GURU dan kepala sekolah SMPN7 Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, yang merupakan sekolah non-mitra DBE3, baru dilatih dalam BTL2 pada tanggal 7 s.d. 9 November 2010. Pelatihan dibiayai oleh sekolah dan guru sendiri. Guru semua mata pelajaran dilibatkan dalam pelati-

han. Guru-guru tersebut berfoto di bawah spanduk pelaksanaan pelatihan.

Ketika sekolah dikunjungi pada tanggal 12 November, hasil pelatihan su-dah mulai diterapkan di semua kelas. Sudah ada perubahan fisik di semua ke-las. Meja dan kursi sudah diatur supaya siswa duduk berkelompok dan sudah mulai ada pajangan hasil karya siswa. Tetapi perubahan tidak berhenti pada hal fisik! Kegiatan di beberapa kelas sudah dirancang untuk mendorong siswa untuk berpikir dan berbuat sendiri. Siswa di kelas Bahasa Inggris di sebelah kiri diajarkan membuat kalimat dengan meng-gunakan media konkret, misalnya: ‘The pen is on the chair.’ Kemudian siswa diminta oleh guru menyusun banyak kalimat sejenis, yang ditulis di kertas kecil. Kertas tersebut dipa-jangkan, dibaca, dan diperbaiki teman lainnya. Peran guru juga berubah di kelas yang diamati. Pada foto 2 tampak guru Bahasa Inggris, Ibu

Yanti mendampingi siswa menyusun kalimat.

Di sekolah mitra DBE3 SMPN2 Rang-kasbitung juga ada kegiatan praktik di kelas. Pada foto 3 tampak anak belajar tentang

listrik dengan menggunakan kit IPA.

Baru Saja Dilatih, Guru Sudah Menerapkannya di Kelas

PROGRAM ‘Mainstreaming Good Practices in Basic Education’ (MGP-BE), yang dikelola oleh UNICEF dan dibiayai Uni-Eropa telah bekerja di 12 kabupaten di 6 propinsi untuk meningkatkan

mutu dan manajemen pendidikan.

Mereka telah mengundang berbagai program yang mengerjakan hal yang sama untuk menye-lenggarakan pameran pada saat lokakarya akhir proyek MGP-BE pada tgl. 4 dan 5 November di Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta. Pro-gram yang berperanserta dalam pameran terse-but yaitu DBE1, DBE2, DBE3, program UNICEF

lainnya, program AUSAID, dan program JICA.

Di atas adalah foto pameran DBE3. Foto di samping kiri ada beberapa staf dan mitra daerah DBE3 yang membantu menata pameran tersebut, dari kiri ke kanan: Pak Dindin, Communications Officer DBE3, Ibu Sri Supanti, Kepala Sekolah dan fasilitator daerah dari Boyolali-Jateng, dan pak Mulyana Surya Atmaja, guru dan fasilitator daerah dari Karawang-Jawa Barat.

DBE3 Berpameran di Lokakarya UNICEF

Stand DBE 3 pada pameran MGPBE yang menampilkan ragam keberhasilan praktik pembelajaran terbaik di SMP/MTs mitra.

Tim DBE 3 yang membantu pameran.

1

2 3

Page 4: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita Utama Hal 4

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Supervisi Kelas Bersahabat di SMPN 5 Garut UNTUK meningkatkan kualitas proses belajar mengajar melalui supervisi, Drs. H. Yana Darmana, M.Pd kepala SMPN 5 Garut, melakukan supervisi kelas yang bersahabat.

Upaya pokoknya adalah memahami dan memecahkan masalah belajar-mengajar dan membantu guru memecahkan masalah itu. Dengan cara ini, supervisI kelas di SMPN 5 Garut menjadi lebih “bersahabat” dan tidak lagi menakutkan bagi guru. Justru supervisi menjadi hal yang dinanti-nanti oleh para guru.

Langkah-langkah konkret yang ditempuhnya adalah sbb.: 1. Membuat kesepakatan kapan akan dilakukan supervisi kelas dengan guru yang bersangkutan;

2. Mendiskusikan materi pelajaran apa yang akan diajarkan pada saat supervisi kelas;

3. Membantu membuat persiapan mengajar dengan memberikan masukan-masukan;

4. Meyakinkan guru bahwa kedatangan kasek sebagai supervisor bukan akan menilai atau mengawasi namun untuk memberikan bantuan teknis.

5. Membuat kesepakatan untuk membagi peran antara supervisor

dengan guru. Untuk lebih memantapkan

program supervisi, dirinya melakukan hal-hal berikut: 1. Datang lebih pagi sebelum guru masuk kelas untuk melakukan “kontrak” ulang tentang: langkah-langkah pembelajaran, peran masing-masing, dan organisasi waktu.

2. Masuk ke dalam kelas bersama-sama dengan guru yang bersangkutan, agar tidak menganggu konsentrasi dan tidak menimbulkan rasa takut.

3. Meminta guru yang bersangkutan untuk menyampaikan kepada siswa bahwa kepala sekolah datang di kelas akan membantu proses pembelajaran sehingga tidak menimbulkan rasa penasaran bagi siswa.

4. Kepala sekolah ikut berperan dalam proses pembelajaran tersebut, dan tidak lupa membuat catatan-catatan kecil tentang kelebihan maupun hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran yang memerlukan perbaikan.

5. Kepala tidak sekali-kali mengambil alih peran guru.

Setelah supervisi kelas, pak Darmana biasa melakukan: 1. Diskusi dengan guru atas dasar sikap saling menghargai;

2. Refleksi diri misalnya

melalui pertanyaan, “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu selama proses pembelajaran tadi? Apakah masih ada kekurangan yang Bapak/Ibu lakukan selama proses pembelajaran tadi, di bagian mana saja?;

3. Menanyakan peningkatan aspek apa yang ingin dilakukan oleh guru.

4. Memberikan saran atau arahan; 5. Merencanakan tindak lanjut, misalnya:

“Apa yang perlu Bapak/Ibu lakukan selanjutnya agar pembelajaran yang akan dilakukan besok lebih baik?”

Kini supervisi kelas lebih diterima oleh guru dan siswa sebagai hal yang justru dinanti-nantikan. Guru merasakan supervisi kelas sebagai sebuah kebutuhan bagi pengembangan profesionalismenya. Bahkan, saat COP DBE3 Stuart Weston dan rombongan berkunjung ke kelas-kelas di SMPN 5 Garut, guru dan siswa tampak nyaman mengikuti proses pembelajaran.

Yana Darmana,M.Pd

Siswa tidak canggung dengan kehadiran Stuart Weston COP DBE3 yang mengunjungi kelasnya.

KEPALA MTsN Binamu, Drs. Irfan melakukan beberapa langkah strategis untuk merawat belajar aktif di madrasahnya. Saat ini segenap guru ex-peserta pelatihan paket BTL2 ber-peran sebagai penggerak perubahan. Praktik pembelajaran kooperatif merata di semua kelas. Bahkan ditiru guru non lima mapel target. Siswa belajar lebih interaktif antar kelom-pok. Siswa sudah mulai terbiasa presentasi dan mendiskusikan hasil karyanya. Pajangan karya siswa di kelola sebagai sumber belajar baru dan jadi rujukan penilaian portofolio siswa.

Untuk menguatkan dan melestarikan capaian tersebut, dirinya mengoptimalkan peran wali kelas sebagai manager pengendali model pembelajaran. Pemilihan wali kelas didasar-kan pada assessment kecakapan mengelola pembelajaran aktif .

”Saya sangat yakin dengan rasa nyaman yang diciptakan saat pembelajaran akan membuat siswa rajin belajar, disiplin

tata tertib siswa, serta rajin ke se-kolah,” tukas pak Irfan.

Jika pengel-olaan kelas tidak mendukung pem-belajaran inovatif serta rasa nyaman belajar bagi siswa tidak terwujud di kelas, maka kondisi ini menjadi dasar mereview performa wali kelas. Review kinerja wali kelas di laksanakan per tri wulan. Hasil review itu menjadi rujukan kuat akan perlunya penggantian wali kelas. Sebagai apresiasi dan reward atas kinerjanya, ma-drasah memberikan insentif bulanan kepada wali kelas.

Seleksi Wali Kelas untuk Melestarikan Pembelajaran Aktif

Suasana pembelajaran di MTsN Binamu.

Page 5: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita Utama Hal 5

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Sekolah di Cilegon Mendorong Siswa Berpikir dan Berbuat

Siswa Bekerja Secara

Mandiri dan Berpikir Kritis

Apakah reaksi Anda kalau melihat guru berdiri diam di foto 1? Gu-runya pasif? Sama sekali tidak be-gitu! Pak Sutarno merancang pembelajaran yang baik dan ber-hasil mengaktifkan siswa, sehingga beliau dapat mendengarkan siswa berbicara di depan kelas (foto 2). Sebelum pembelajaran IPS, siswanya di SMP 7 Cilegon ditugaskan untuk mencari informasi dari

buku dan internet tentang beberapa hal, a.l. bank, keuangan, dan perdagangan internasional. Pada saat pembelajaran beberapa siswa maju ke depan kelas untuk menjelaskan temuan mereka. Yang luar biasa adalah keberanian dan tingkat pemahaman siswa tentang topik yang mereka pelajari. Mereka tidak hanya menyebut teori tetapi mem-

berikan contoh konkret misalnya fungsi bank.

Di SMP2 Cilegon keberanian dan tingkat pemahaman siswa juga menonjol dalam pelajaran IPA ketika mereka membahas seleksi alam dan evolusi. Siswa di foto 3 menjelaskan beberapa contoh seleksi alam, dan juga menjelaskan bahwa teori evolusi dari Charles Darwin

belum tentu 100% benar dan terbukti, karena hanya merupakan teori.

Pada foto 4 siswa di SMP3 Cilegon ditugaskan sebelum pelajaran IPS membuat sosiodrama tentang penyimpangan sosial. Pada saat pembelajaran mereka sempat memainkan sosiodrama yang sudah disiapkan, serta membahas masalah-masalah yang muncul dalam sosiodrama tersebut. Kami ucapkan selamat kepada para-

guru di Cilegon atas keberhasilan siswa yang mampu bekerja secara mandiri dan berpikir kritis.

Kerja Praktis untuk Mengembangkan Konsep

Di Cilegon juga berlangsung kegiatan praktis yang menarik. Kegiatan tersebut dapat menarik minat siswa untuk belajar, serta mengembangkan konsep mereka. Pada foto 5 dan 6 siswa SMPN3 Cilegon mengidentifikasi letak/posisi berbagai rasa makanan (asam, manis, asin, pahit,) di lidah. Gurunya Ibu Ninik Setiorini juga berseman-

gat mendampingi siswa.

Pada foto 7 terlihat kartu untuk melatih siswa dalam konsep per-samaan dan grafik. Kartu ini dikembangkan sekelompok guru di MGMP Matematika, termasuk Ibu Komarni dan Ibu Romlah (lihat foto 8)

beserta Ibu Leni.

1 2 3

4

5

6 7

8

Page 6: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita dari Provinsi Hal 6

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Sumatera Utara

DITA MANULLANG, siswa IX-C berdiri tegak di depan kelas. Dihadapan rekan sekelas, ia menyampaikan pengalaman hidupnya. “...I want telling you about my life,” tukas Dita. Dita tidak pernah kursus bahasa

Inggris. Ia hanya belajar bahasa Inggris di sekolah. Tapi Dita mampu bertestimoni lebih dari lima menit dalam bahasa negeri Ratu Elisabeth itu. Dita cuma satu dari ratusan siswa

SMPN 3 Sibolga yang cakap berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Lewat kegiatan English Morning (EM), sekolah mendorong siswa berani berbicara dalam bahasa asing. Setiap minggu, siswa bergilir berpidato di halaman sekolah. EM digagas tiga bulan lalu. Awalnya

EM dilakukan oleh guru. Secara

terjadwal, guru bergantian berpidato. Guru didorong menunjukkan kemampuan berbahasa Inggris.

Setelah dipraktikan sebulan, EM berlanjut pada siswa. Mereka diminta berpidato. Mereka juga dibebaskan memilih topik. Seperti Risty Rahma Chaniago, siswi IX-A, ia memilih dampak positif bagi pelajar sebagai topik pidatonya.

Menurut Kepala Sekolah, Muhammad Yazid, S.Pd, MAP EM bertujuan membudayakan bahasa Inggris. Proses pembudayaan ini tidak terlepas dari visi Pak Yazid membawa SMPN 3 Sibolga menjadi sekolah bertaraf internasional.

Kemitraan Selain mengembangkan kebiasan

berkomunikasi dalam bahasa Inggris, Pak Yazid juga membenahi infrastruktur sekolah. Lewat kemitraan dengan orang tua dan masyarakat, Pak Yazid berhasil mengumpulkan dana untuk memulai kelas internasional. Kelas internasional angkatan pertama

mendapat dukungan dari Bank Indonesia (BI). Sedangkan angkatan kedua, mendapat dukungan dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Dukungan didapatkan melalui program CSR (Coorporate Social Responsibilty). Menurut Pak Yazid, dukungan dari

pihak ketiga (masyarakat dan swasta) tidak mudah. Perusahan menuntut adanya jaminan kualitas.” Mereka menuntut ada prestasi yang konstan yang diraih SMPN 3 Sibolga,” tukasnya.

PBM

Lewat dukungan DBE3, proses belajar mengajar (PBM) semakin berkembang di SMPN 3 Sibolga. PBM menjadi menyenangkan dan siswa lebih

kreatif. “Pengaruh DBE3 sangat besar,” jelas Pak Yazid. Menurut Pak Yazid, model PBM dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) mendukung visi internasional SMPN 3. Model ini membuat ruang kelas lebih bersemangat dan gembira.

Dari Lokal Menuju Internasional Visi Internasional SMPN 3 Sibolga, Sumatera Utara

Keterangan Foto:

1. Karya siswa dipanjangkan di majalah dinding sekolah.

2. Siswa bekerja dalam berkelompok.

3. Dita Manullang memberi testimoni dalam bahasa Inggris dengan tajuk My Life.

4. Karya siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Karya ini mewakili

komentar siswa atas berita media massa dalam topik mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi dalam bentuk komentar dan laporan rupanya tidak selamanya berbentuk kalimat.

Muhammad Yazid, S.Pd, MAP,

1

2

3

4

Page 7: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita dari Provinsi Hal 7

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

SURYANI ROSA, siswi kelas VIII-2 mengeluh kurang mampu menghitung panjang garis singgung lingkaran. Ia diminta datang ke klinik dan mendapat dua terapi khusus dari Arfi Wahyuni, guru matematika. Ibu Arfi memberikan penjelasan mendalam soal teori garis singgung lingkaran. Setelah itu Ibu Arfi memberikan soal-soal untuk dijawab. Hasilnya, kemampuan Surayani meningkat 40 persen. Tapi Ibu Arfi belum puas.”Besok terapi kembali,” tulis Ibu Arfi dalam Buku Terapi Matematika Siswa MTs N L.Pakam.

Suryani adalah salah satu pasien klinik Matematika MTs Negeri LB. Klinik itu cuma berukuran 12 meter persegi. Di dalam ruangan terpajang ragam rumus, alay peraga dan media pembelajaran matematika. Sebuah meja kayu bersama dua kursi plastik menjadi tempat guru dan siswa melakukan terapi matematika.

Klinik ini resmi beroperasi dua tahun lalu. Gagasan awalnya diajukan guru-guru matematika. Mereka ingin membantu siswa yang lemah matematika agar mampu menjawab soal-soal.” Ini mirip proses remedial, tapi dimodifikasi,” tutur Ibu Arfi.

Menurut Ibu Arfi proses konsultasi di klinik tidak beda dengan konsultasi kesehatan dengan dokter. Langkah awal dari proses terapi dimulai dengan mengindentifikasi siswa yang lemah matematika. Biasanya guru menemukan siswa tersebut dalam proses belajar mengajar (PBM). Siswa yang terindentifikasi diminta untuk datang ke klinik di luar jam pelajaran.

Menurut Ibu Arfi lebih lanjut, siswa sengaja tidak mendapat bimbingan khusus di kelas dalam waktu PBM.

Mereka pernah mencoba melakukan di dalam waktu PBM, tapi hasilnya tidak maksimal. Siswa merasa malu dan rendah diri karena menjadi pusat perhatian siswa yang lain. Setelah itu, proses terapi diubah.”Kami berusaha menjaga privasi anak,” ujar Ibu Arfi. Proses terapi dimulai dengan mendiagnosa kelemahan si anak. Demi mempermudah proses diagnosa, guru membuat alat bantu berupa buku

catatan. Dalam buku itu tercatat tanggal, nama siswa dan kelasnya, guru yang memberikan terapi, keluhan, jenis terapi dan hasilnya.

Proses terapi membuat guru dan siswa lebih dekat. Siswa merasa nyaman untuk menyerap materi yang diajarkan guru. Guru juga lebih fokus dalam membantu si anak. Selain itu dalam proses pengerjaan soal, siswa lebih leluasa dan terbuka untuk bertanya. “Matematika itu sulit jika anak tidak menyukainya. Jadi tantangannya adalah bagaimana membuat anak menyukai matematika. Jika sudah suka, maka semua bisa jadi mudah,” terang Ibu Arfi.

Dalam mengukur hasil terapi, guru-guru matematika membuat standart. Jumlah dan jenis soal yang diberikan kepada siswa berpariasi. Keberhasilan anak menjawab soal menjadi ukuran kemajuan terapi. Jika tidak memuaskan, maka proses terapi diperpanjang pada hari berikutnya.

Misalnya bagi Suryani. Setelah diterapi dua hari berturut-turut, kemampuan Suryani menyelesaikan soal meningkat drastis.” Alhamdullilah, sudah 70 persen paham,” simpul Ibu Arfi dalam hasil terapi tanggal 5 Februari 2010.

MTs Negeri Lubuk Pakam Buka Klinik Matematika

Ruang Klinik. Ibu Arfi Wahyuni, guru matematika MTsN Lubuk Pakam, Deli Serdang menyambut siswa yang akan

diterapi di depan ruang klinik.

SAYA bisa mememenangi lomba Pidato Bahasa Indonesia Tingkat Provinsi Sumut tahun 2010, karena terbiasa berbicara di depan kelas. Di sekolah, cara

belajar kami agak berbeda. Kami belajar berkelompok dan banyak

berdiskusi. Hasil diskusi selalu dipresentasikan di depan kelas. Berbicara di depan kelas itu tidak mudah. Saya harus mampu menjelaskan hasil diskusi dengan baik. Cara menyampaikan juga harus jelas dan percaya diri.

Guru kami sering mengajak kami berkompetesi dan melemparkan pertanyaan, kemudian kami berlomba mengangkat tangan. Jawaban yang benar akan menambah nilai. Kami senang dengan itu.

Dulu kami duduk berbaris. Kami lebih banyak mendengar guru. Kami jarang berdiskusi. Kami jarang pula mempresentasikan hasil belajar kami.

Sekarang kami sudah sering berbicara di depan kelas. Saya sering mewakili kelompok untuk menyampaikan pikiran kami. Karena sering berbicara di depan kelas, saya jadi lebih percaya diri. Ketika ikut lomba pidato, saya tidak merasa takut sama sekali. Saya suka cara belajar yang sekarang.

Sering Presentasi, Menang Lomba Pidato Angga Wiranda, Siswa Kelas IX-3 SMP Negeri 1 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera

Angga Wiranda

Page 8: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 8 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

SAYA melihat secara umum program DBE3 berhasil mengubah cara berpikir (mindset) pengelola pendidikan di kota Sibolga. Perubahan itu dimulai dari kepala dinas, kepala sekolah dan guru-guru. Perubahan ini sesuai dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) dan pelaksanaan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pemerintah daerah hanya memberikan rambu-rambu. Sehingga proses utama pembelajaran itu ada di sekolah.

Kini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan. Guru dituntut berkembang menjadi fasilitator. Pendidikan tidak lagi berpusat pada guru, tetapi telah berpusat pada siswa.

Hal ini membutuhkan perubahan cara berpikir. Terkhusus dalam mengintegrasikan kecakapan hidup (life skill) dalam proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan Permendiknas Nomor 19 tahun 2005.

Manusia sejak lahir sudah punya life skill yang menuntut kreativitas, karena dengan itu manusia bisa bertahan hidup. Kalau kita lihat, orang desa biasanya lebih kreatif karena tantangan geografisnya lebih sulit.

Demi menghadapi perubahan ini, pengelola pendidikan harus berubah. KTSP berada di sekolah, maka sekolah yang harus mengembangkannya. Di mulai dari pengembangan metode pembelajaran sampai penyediaan

perangkat pembelajaran. Guru di dorong menciptakan perangkat pembelajaran dari yang sederhana sampai yang lebih rumit. Sehingga sekarang guru kita lebih percaya diri.

DBE3 telah berhasil di bidang itu. Sekolah-sekolah telah banyak berubah. Terutama dalam cara berpikir pengelola pendidikan, baik kepala sekolah dan para guru.

Kami akan melanjutkan keberhasilan ini dan mengimbaskannya. Ada dua alasan kami harus melakukannya. Pertama, kami melihat dan merasakan dampak yang bagus. Kedua, pemangku kepentingan (stockholders) yang ikut mengkonsep program ini baik DPRD, Bappeda dan sekolah punya komitmen kuat untuk mengembangkan program.

Bagi Kota Sibolga yang geografisnya tidak luas, tidak ada jalan lain di bidang pendidikan selain peningkatan kualitas pendidikan. Mau tidak mau prioritas pendidikan harus pada hal itu; peningkatan kualitas PBM.

Demi memastikan berkelanjutan, kami akan mendorong sekolah yang mengembangkan model pembelajaran yang sudah dijalankan. Kami akan melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan itu.

Ubah Cara Berpikir Pengelola Pendidikan Dampak DBE 3 versi Drs. Rustam Manalu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Sibolga

Diknas Kota Sibolga alokasikan dana sebesar Rp. 80.061.300,- untuk mereplikasi pelatihan BTL 2 di tahun 2010. Jumlah itu akan ditingkatkan

untuk tahun 2011.

Drs. Jhonson Sihombing Kepala Tenaga Pendidikan dan Pengajaran

(Kadikjar) Diknas Kota Sibolga.

Drs. Jhonson Sihombing (kaca-mata), Kepala Pendidikan dan Pengajaran (Kadikjar) dan Drs. Rustam Manalu,

Kepala Dinas Pendidikan Kota Sibolga.

Topik mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi dalam bentuk komentar dan laporan rupanya tidak selamanya berbentuk kalimat. Di SMP Negeri 3 Sibolga, Kota Sibolga, Sumatera Utara topik ini bisa menghasilkan gambar karikatur. SEPTIYAN PRATAMA, siswa kelas IX-D sumbringah

menunjukkan gambar karikaturnya. Deretan mobil dengan teks mengelitik, membuat kaya Pratama menarik perhatian. Lewat karikatur ia mengungkapkan perasaannya.”Saya mau semua orang punya kesempatan yang sama,” ujar Pratama.

Gagasan Pratama datang dari berita media massa. Ia diminta Ibu Riamin Tambunan, guru Bahasa Indonesia untuk mengindentifikasi dari laporan media massa. Pratama mencermati point penting dalam sebuah laporan.

Setelah itu, Pratama bersama kelompok diminta membuat rencana penulisan laporan. Penyusunan harus mengacu pada point yang mereka cermati dari laporan sebelumnya. Selama proses, siswa menemukan pokok-pokok laporan yang menarik.

Setelah Pratama berhasil mengidentifikasi, kemudian

dilanjutkan dengan membuat format penilaian. Format ini disusun secara partisipatif. Katagori laporan menarik disusun berdasarkan penemuan siswa.

Kemudian Ibu Tambunan meminta Pratama bekerja perorangan. Mereka diminta menggambarkan komentarnya atas laporan yang ada. Laporan dalam dibuat dalam bentuk gambar karikatur.

Menurut Ibu Tambunan, jika anak diminta menuliskan dalam bentuk kalimat, maka akan kesulitan. ”Makanya saya minta mereka menggambar,”

Menggambar Komentar

Septiyan Pratama

menunjukkan hasil karyanya.

Page 9: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 9 Berita dari Provinsi

Jawa Barat-Banten

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Kepala SMPN 1 Telagasari karawang:

DBE3 Ubah Wajah Kami

Pak SAMYUN lebih jauh menggambarkan

perubahan yang terjadi di sekolah yang

dipimpinnya, seperti tampak dalam foto:

1. Guru tidak lagi mendominasi proses belajar, tetapi lebih mendorong

siswa untuk berinisiatif dalam pembelajaran (student-oriented);

2. Guru mampu membuat ide-ide baru dalam pembelajaran, baik media,

alat peraga, dan strategi belajar itu sendiri;

3. Siswa tampak sangat bergairah mengikuti pembelajaran;

4. Siswa diberi keleluasaan untuk mengungkapkan ide dan pendapatnya;

5. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara berkelompok (kooperatif);

6 dan 7. Siswa mendapatkan apresiasi atas karya-karyanya dan diberi

kesempatan untuk menunjukkan karyanya di ruang kelas;

8. Pencapaian nilai siswa di atas KKM mengalami peningkatan pesat

dan lingkungan sekolah menjadi lebih menyenangkan dan dinamis.

Refleksi Siswa

Humaeroh Siswa Kelas VIII-A SMPN 1 Telagasari, Karawang.

Menurut pendapat saya, materi belajar yang digunakan para guru di sekolah kami lumayan mudah dan

cepat untuk dimengerti. Guru saya melakukannya dengan rinci dan langsung kepada inti pengajarannya.

Misalnya saat belajar matematika, awalnya saya kebingungan pada penggunaan Pythagoras pada bangun

datar. Sekarang, teorema Pythagoras sangat menyenangkan untuk dipelajari. Lagipula, kegiatan belajarnya

menarik dan membuat saya dan teman-teman aktif bekerjasama. Ternyata belajar berkelompok itu

sangat menyenangkan, karena kami bisa bersosialisasi dan saling bantu dengan siswa-siswa lain. Dulu saya

takut berbicara. Ternyata berbicara dan mengeluarkan pendapat itu menyenangkan.

“DBE3 benar-benar telah mengubah wajah kami. Para guru telah menunjukkan perubahan besar dalam hal profesionalisme. Para siswa pun merayakannya dengan belajar lebih giat dan berkarya lebih banyak,” kata pak Muhammad Samyun Kepala SMPN 1 Telagasari Karawang.

1

2

3 4 5

6 7 8

Muhammad Samyun

Page 10: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 10 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Otak dan Otot Berpadu saat Belajar IPA

Otot sebagai Alat Gerak Aktif

1. Perhatikan gambar di bawah ini!

Otot Polos Otot Lurik Otot Jantung

2. Bandingkan ketiga jenis otot tersebut! Apa perbedaan ketiganya dilihat dari bentuk, inti sel, kerja otot, dan letak?

3. Susunlah otot-otot berikut menjadi pasangan otot antagonis berdasarkan gerakan yang dihasilkan: fleksor, supinator, adduktor, depresor, abduktor, pronator, elevator, dan ekstensor!

4. Jelaskan tiga macam gangguan otot yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari!

MATA pelajaran IPA oleh sebagian siswa masih dianggap sebagai pelajaran

hapalan yang sangat mengganggu pikiran Ibu Atit Djuwita Guru IPA SMPN 4 Tarkit Garut. Kecenderungan siswa

menghafal materi pelajaran mengakibatkan materi tersebut mudah dilupakan. Dirinya mencoba mengubah

kebiasaan menghafal itu dengan kegiatan pembelajaran yang memadukan aktivitas intelektual dengan gerakan fisik. Berikut adalah pengalaman bu Atit yang ditulis

dengan gaya bertutur. BELAJAR intelektual berfokus

pada belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Aspek intelektual dalam belajar dapat terlatih jika siswa terlibat dalam aktivitas seperti memecahkan masalah, melahirkan gagasan yang kreatif, mengajarkan perencanaan strategis, mencari dan menyaring informasi serta merumuskan pertanyaan.

Pembelajaran menggunakan aktivitas fisik biasanya cenderung identik dengan praktik atau eksperimen. Padahal aktivitas fisik bila dimanfaatkan secara maksimal dapat membantu siswa memahami informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan fakta.

Jadi belajar menggunakan aktivitas fisik memerlukan usaha yang dapat merangsang siswa untuk melibatkan tubuhnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan suasana belajar yang membuat siswa bangkit aktif secara fisik.

Untuk kegiatan pembelajaran tersebut, saya menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja (LK) dengan mengambil topik Otot sebagai Alat Gerak Aktif. Pada kegiatan introduction, respon siswa sangat bagus. Banyak dari mereka yang pernah mengalami kram ketika selesai olah raga. Antusisme siswa merupakan langkah awal yang sangat baik.

Aktivitas intelektual mereka mulai digunakan ketika setiap kelompok mengerjakan LK. Setiap kelompok rata-rata mampu menjawabnya dengan baik dan benar. Ketika mereka latihan memperagakan kerja otot-otot antagonis, setiap anggota kelompok berlatih dengan kompak.Setelah selesai mengerjakan LK satu per satu perwakilan kelompok maju ke depan kelas untuk presentasi. Setiap kelompok diwakili oleh 2 orang untuk presentasi, seorang bertugas menjelaskan hasil diskusi dan seorang lagi memperagakan kerja otot antagonis (pertanyaan LK

no. 3). Untuk jawaban pertanyaan LK no. 2 dan 4 hampir tidak ada memberi sedikit arahan yang diperlukan. Antusiasme yang mereka perlihatkan tidak surut sampai kegiatan belajar berakhir.

Saat pembelajaran berlangsung, saya menemukan beberapa kelompok yang kurang memahami pertanyaan no. 3 pada LK. Instruksinya mungkin kurang jelas, siswa kebingungan bagaimana memasangkannya. Tapi, bila ini diubah menjadi pertanyaan menjodohkan, tentu bukan lagi pertanyaan tinggi. Mungkin siswa masih perlu waktu untuk belajar berpikir tingkat tinggi.

Pada tulisan refleksi di akhir belajar, siswa mengaku dapat memahami materi pelajaran. Saya sendiri merasa perlu terus menggali kegiatan belajar yang melibatkan aktivitas fisik. Cara belajar ini juga akan dikembangkan pada topik IPA lainnya.

Kepala MTsN Jatibarang, Indramayu, mengeluarkan kebijakan setiap guru

meminta siswa untuk menulis refleksi pada akhir pembelajaran. Refleksi siswa

menjadi bahan bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Mengacu pada refleksi siswa, guru dapat mengajar jauh lebih baik. Foto berikut menunjukkan proses penulisan refleksi, pemajangannya, dan sejumlah contoh

refleksi siswa MTsN Jatibarang,

MTsN Jatibarang, Indramayu

Refleksi Siswa Lecut Kinerja Guru

Page 11: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 11 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas IX, terdapat KD menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman

pada kesesuaian isi puisi dan suasana/irama yang dibangun. Baren

Barnabas Guru SMPN 2 Cikajang Garut mengembangkan strategi untuk pencapaian KD tersebut,

yaitu dengan Parade Band. Alokasi waktu disiapkan enam jam

pelajaran untuk tiga kali pertemuan. PEMBELAJARAN musikalisasi puisi

sebaiknya dapat dijadikan kesempatan emas untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Kesenangan para siswa akan musik, lagu, dan grup band yang diidolakannya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendukung pembelajaran musikalisasi puisi. Bukankah sebuah lagu pada mulanya

adalah sebuah puisi juga? Ya, dapat dikatakan bahwa lagu adalah puisi yang diaransemen, diberi nada dan irama, serta diiringi dengan bunyi-bunyian dari alat-alat musik tertentu. Pendek kata, antara puisi dan lagu

memiliki hubungan yang sangat erat. Kaitan inilah yang mencetuskan ide untuk menggelar musikalisasi puisi melalui sebuah acara dengan konsep parade band demokrasi: dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Pada pertemuan pertama, PBM

difokuskan pada pemahaman tujuan pembelajaran, penjelasan materi musikalisasi puisi disertai contoh-contoh, diperdengarkannya sebuah lagu puitis ”Saat Terakhir” dari grup band ST 12, kemudian bersama-sama menentukan suasana lagu tersebut ditinjau dari susunan kata, cara menyanyikan, serta iringan musiknya. Setelah itu, siswa berkelompok

dengan anggota 4-6 orang. Mereka diberikan pula LK berupa puisi berjudul

”Buat Saudara Kandung” karya Hartojo Andangdjaja (dan beberapa pertanyaan) untuk dianalisis dari segi suasananya lengkap dengan alasan yang disertai kutipan kata-kata kuncinya. Langkah berikutnya adalah menyusun

rubrik penilaian untuk menilai presentasi tiap kelompok dalam menyampaikan hasil diskusinya. Keseluruhan LK kemudian dipajang di dinding kelas dan setiap kelompok diberi kesempatan untuk saling melihat hasil kerjanya itu sambil membubuhkan komentarnya. Terakhir, siswa dan guru melakukan refleksi atas pembelajaran saat itu. Sebagai PR, setiap kelompok

ditugaskan untuk menghubungkan suasana puisi dengan nada dan irama yang pas untuk mengiringinya. Tidak lupa, untuk pertemuan berikutnya setiap kelompok ditugaskan juga untuk membawa alat-alat musik yang diperlukan. Pada pertemuan kedua, di awal

pembelajaran siswa dan guru bertanya jawab tentang menghubungkan suasana puisi dengan irama musikalisasi puisi yang telah ditugaskan. Berikutnya, setiap kelompok dipersilakan untuk bersiap-siap menampilkan musikalisasi puisi yang telah digubahnya. Agar lebih kental nuansa parade band-

nya, mereka juga diwajibkan memberi nama kelompoknya dengan nama yang mencerminkan sebuah band. Tentu saja nama yang baru, bagus, pantas, komersil, bermakna, mudah diingat, serta memiliki konotasi positif. Rubrik penilaian pun disusun bersama

-sama dilanjutkan dengan pengundian untuk urutan penampilan. Saat sebuah band menampilkan musikalisasi puisinya, kelompok band lainnya melakukan penilaian. Oleh juru bicara setiap kelompok, hasil penilaian itu kemudian dipresentasikan dan diserahkan kepada kelompok yang bersangkutan.

Selanjutnya, siswa dan guru melakukan refleksi sekaligus merencanakan pembelajaran musikalisasi puisi pada pertemuan ketiga atau terakhir. Disepakati dalam pertemuan itu, setiap kelompok diberi keleluasaan untuk menentukan sendiri puisi yang akan dimusikalisasi, baik puisi karya sendiri maupun orang lain. Sebagai motivasi kepada siswa agar

tampil lebih all out, guru berjanji untuk menampilkan band dengan musikalisasi puisi terbaik pada acara perpisahan nanti. Selain itu, mereka juga akan menerima kado berupa foto penampilan mereka ketika beraksi di kelas dalam parade band musikalisasi puisi. Pertemuan ketiga, seluruh band telah

bersiap-siap mengikuti parade band musikalisasi puisi. Bermacam-macam alat musik mereka bawa. Tampaknya, semuanya ingin menyuguhkan musikalisasi puisi yang apik dan terbaik. Guru memulai pembelajaran dengan

mengadakan tanya jawab seputar tugas yang diberikan, kendala yang dihadapi, serta tata cara penyelenggaraan parade band dalam menampilkan musikalisasi puisi. Mereka disarankan agar memperkenalkan setiap anggota kelompoknya dan fungsinya dalam kelompok itu, apakah sebagai vokalis, backing vocal, gitaris (melodi dan rhythm), basis, dan lain-lain. Penilaian difokuskan pada kesesuaian

suasana puisi dengan iringan musik, kekompakan kelompok dalam menampilkan musikalisasi puisi, serta kreativitas mereka dalam mengemas pertunjukannya. Ditinjau secara keseluruhan,

pertunjukan parade band dalam musikalisasi puisi ini sangat menggairahkan para siswa. Beberapa kendala memang ditemui. Minimnya alat musik (terutama drum) yang dimiliki. Hal ini dapat diatasi dengan merujuk pada pepatah ”tak ada rotan, akar pun berguna”, yakni dengan cara mendayagunakan alat musik atau benda lainnya yang identik, seperti gendang, galon air mineral, atau bahkan dengan meja belajar yang ada di kelas. Beberapa kelompok yang takut lupa

akan teks puisi diperbolehkan untuk membawa teks puisinya ketika tampil. Sementara itu, mengenai jenis kelompok diberi kebebasan saja, bisa homogen atau heterogen.

Musikalisasi Puisi dengan Parade Band

Para siswa tampil dengan grup bandnya dalam pembelajaran musikalisasi

puisi.

Page 12: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita dari Provinsi Hal 12

Jawa Tengah

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

BELAJAR matematika siswa tidak perlu tegang. Salah satunya bisa dilihat di MTs N Klego Kabupaten Boyolali pasca replikasi modul BTL2 bersama dengan MTsN Temon dan MTs N Sambi.

Pembelajaran Matemaitika dilaku-kan dengan aktivitas jual-beli untuk mempelajari tentang aljabar dalam aritmatika pemecahan masalah sosial.

Banon Sri Haryati,S.Pd-guru mate-matika membuka pelajaran dengan brainstorming tentang kegiatan jual beli yang pernah dilakukan oleh para siswa. Untuk mengkongkretkan pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari guru meminta siswa untuk bermain peran.

Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 berperan sebagai penjual/pemilik toko (terdiri dari 4 orang masing-masing siswa mempunyai barang dagangan yang berbeda), kelompok 2 dan 3 didapuk menjadi pembeli.

Kemudian guru membagikan daftar harga dasar dan harga jual bagi pemilik toko, sedangkan kelompok pembeli diberikan uang mainan sebagai modal untuk membeli. Sebelum permainan

dimulai guru membacakan aturan main bagi ketiga kelompok, yaitu kelompok pemilik toko harus berusaha untuk mendapatkan keuntungan maksimal sedangkan kelompok pembeli harus menawar barang semurah

mungkin. Permainan jual-beli dipraktikan se-

lama 20 menit dengan bimbingan guru. Usai jual beli, kelompok 1 bertugas untuk merekap hasil penjualannya per unit dan keseluruhan. Sedangkan kelompok 2 dan 3 dibagikan daftar harga dasar dan harga jual untuk men-getahui apakah barang yang mereka beli terlalu mahal atau masuk dalam kategori murah.

Di akhir pembelajaran setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi mengenai persentase untung dan rugi dari barang per unit, hasil sebagaian, dan hasil keseluruhan. Guru mendampingi para siswa untuk menentukan persentase untung dan rugi dari barang-barang yang telah terjual.

Salah seorang siswa berkomentar bahwa dengan kegiatan yang sudah dilaksanakannya menginspirasi dirinya untuk mencoba berjualan karena sudah bisa menentukan persentase keuntungan yang sesuai dari harga dasar barang sehingga meminimalisir

kerugian.

Pasar Kaget di MTs N Klego

Siswa asyik bermain peran dalam aktivitas jual dalam mempelajari aljabar dalam aritmatika pemecahan masalah sosial sederhana.

Kelompok pemilik toko memeriksa jumlah barang dengan daftar barang yang

diberikan oleh guru.

Page 13: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 13 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Dra. Sri Supanti Nurhayati,M.Pd Kepala SMP 2 Musuk Kabupaten Boyolali mengungkapkan bahwa sejak awal bergabung dengan DBE3 pada tahun 2009 telah banyak pe-rubahan yang terjadi di sekolahnya. Saat ini MGMP sekolah sudah aktif dilaksanakan, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, papan pajangan dan almari penyimpanan karya siswa, pajangan siswa menghiasi semua kelas, dan pem-belajaran bermakna sudah menjadi budaya.

Bagaimana agar perubahan yang terjadi tetap langgeng? Dirinya mengambil langkah strategis agar perubahan pembe-lajaran yang terjadi berkkelanjutan, yaitu dengan memberikan dukungan lewat penganggaran di RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah).

Menurut bu Nur, anggaran sekolah tersebut diprioritas-kan untuk mendukung kegiatan siswa. Pertama, untuk

mendukung kegiatan pembela-jaran di luar kelas, kegiatan ekstra kurikuler, men-girim siswa mengi-kuti lomba, dan pembentukan mathematics fans club. Kedua, men-dukung kegiatan guru, antara lain; memfasilitasi MGMP sekolah, kelompok kerja dan MGMP kabu-

paten, mengadakan replikasi BTL, dan mengadakan work-shop. Ketiga, untuk pemenuhan sarana dan prasarana pembe-lajaran aktif seperti menyediakan papan pajangan, men-yediakan almari penyimpan hasil karya siswa dan ATK.

Dukungan dana dari sekolah ternyata tidak sia-sia, hasil-nya bisa dilihat dari peningkatan hasil ujian nasional dari rata-rata 24,15 meningkat menjadi 28,21. Bahkan ada siswa yang berhasil meraih nilai matematika 10.

“Siapapun yang memimpin SMP 2 Musuk perubahan dalam pembelajaran yang telah terjadi tidak akan luntur karena telah masuk dalam penganggaran dalam RKAS,” kata kepala sekolah yang mengajar Matematika itu. Semangat me-lakukan perubahan juga dipicu semboyan sekolah yaitu Kete-

ladanan lebih berarti daripada nasehat.

MTs NU Al Hidayah adalah ma-drasah mitra DBE3 di Kabupaten Kudus sejak tahun 2006. Letaknya di Desa Getas Srabi sekitar 10 KM dari Kota Kudus. Implementasi nyata pem-belajaran bermakna sudah tampak di setiap sudut kelas. Mulai dari setting tempat duduk sampai dengan papan pajangan yang semarak dengan hasil karya siswa. MTs ini melengkapi sarana pembelajaran lab Agama, selain lab Ba-hasa, lab IPA dan lab Komputer.

Noor Azis,S.Ag-Kepala MTs NU Al Hidayah menyadari perubahan dalam pembelajaran yang telah dicapai tidak akan langgeng apabila tidak ada upaya untuk membudayakannya.

Program-program yang telah diang-garkan untuk mendukung keberhasilan pembelajaran antara lain pelatihan dan pembuatan media, penyediaan papan

pajang di tiap kelas, penyediaan ATK untuk pembelajaran, fasilitas jaringan internet, penambahan buku untuk per-pustakaan, fasilitas kepada guru untuk mengikuti kegiatan MGMP ditingkat kabupaten, kelompok kerja MTs, dan LP Ma’arif, pembiayaan untuk ekstraku-

rikuler, replikasi pelatihan BTL dan ICT, dan lainnya.

Dampaknya terhadap pembelajaran aktif adalah peningkatan kepercayaan dari masyarakat. Setiap tahun rata-rata peningkatan jumlah siswa sekitar 30

orang..

Siapapun yang Memimpin SMPN 2 Musuk,

Budaya Pembelajaran Bermakna di Kelas Takkan Luntur

Pembelajaran aktif yang bermakna di SMPN 2 Musuk sudah membudaya. Siswa difasilitasi dalam

belajar secara kooperatif, memanfaatkan beragam media termasuk lingkungan, siswa mempresenta-

sikan hasil belajarnya, dan terdapat papan pajangan karya siswa di semua kelas.

MTs NU Al Hidayah Songsong Perubahan sebagai Budaya

Media pembelajaran yang dibuat guru didukung pembiayaanya oleh madrasah.

Para siswa memanfaatkan hasil karya yang dipajangkan sebagai sumber belajar.

Page 14: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 14 Berita dari Provinsi

Jawa Timur

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Berbagi Pengalaman, Mempercepat Perubahan

DAMPAK DBE3 sudah terjadi di sekolah. Manfaatnya dirasakan langsung oleh para guru di sekolah. Hal ini yang membuat banyak sekolah non mitra yang melakukan replikasi terhadap modul DBE3. Semangat untuk melakukan peruba-han membuat SMPN 3 Krian, SMPN 2 Krian dan SMPN 1 Wonoayu melakukan replikasi terhadap modul BTL 2. Den-gan antusias yang tinggi, guru-guru dari tiga sekolah tersebut mengikuti sesi demi sesi yang difasilitasi para fasilitator.

Riuh suara mereka tak ubahnya para siswa yang sering mereka ajar di kelas. Namun justru hal itulah yang membuat jalannya pelatihan menjadi hidup. M. Agus, seorang guru Matematika yang menjai peserta pelatihan mengatakan bahwa pelatihan ini memberi perspektif baru bagi dirinya, terutama dalam mengembangkan RPP yang terintegrasi den-gan life skills.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Yayuk Dian Ma-yasari, yang sehari-hari mengajar IPA di SMPN 1 Wonoayu. Menurutnya, salah satu hal yang menonjol dari pelatihan ini adalah pengunaan pertanyaan tingkat tinggi dalam pembela-jaran di kelas. Guru-guru sering melupakan manfaat dari penggunaan pertanyaan tingkat tinggi ini, dan hal inilah yang dia rasa merupakan hal baru.

Setelah mendapatkan materi di kelas, kemudian di hari terakhir para peserta pelatihan melakukan praktik mengajar di kelas. Siswa menyambut praktik mengajar ini dengan

antusias. Walaupun bagi mereka model pembelajaran seperti ini adalah hal yang baru, para siswa tampak aktif belajar. Semua tugas dari guru praktik dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Menginspirasi Guru untuk Maju

Seorang guru praktik sedang mendampingi kelompok tentang tugas yang harus dikerjakannya secara kooperatif. Kegiatan ini dilakukan pada kegiatan praktik mengajarBTL 2.

BANYAK cara dilakukan untuk mempercepat perubahan pembela-jaran seperti yang tertera dalam indika-tor keberhasilan DBE. Salah satu hal tersebut adalah den-gan mengadakan study visit, sebuah kegiatan yang diran-cang untuk mem-pertemukan daerah satu dengan yang

lain dengan melakukan kunjungan. Kegiatan tersebut dapat dijadikan sebagai ajang untuk saling berbagi seputar praktik-praktik yang baik.

Beberapa waktu lalu, DBE3 Provinsi Jawa Timur mene-rima kunjungan dari rombongan DBE3 Provinsi Jawa Tengah yang disusul dengan kunjungan dari rombongan DBE3 Kabu-paten Tapanuli Selatan. Kedua rombongan yang datang pada waktu yang berbeda ini mengunjungi beberapa sekolah mitra DBE3 Jawa Timur di Kabupaten Sidoarjo. Rombongan DBE3 Provinsi Jawa Tengah berkesempatan mengunjungi

SMPN 2 Sedati, SMPN 2 Wonoayu, SMPN 1 Gedangan

dan MTs Nurul Huda. Setelah selesai melakukan kunjungan ke sekolah, rombongan melanjutkan agenda dengan berdia-log dengan pihak pemangku kepentingan. ”Yang menarik dari kunjungan ini adalah saya sangat terkesan dengan semangat dan antusiasme yang telah ditunjukkan oleh para guru dan murid dalam proses pembelajaran di kelas,” ungkap Aris Munandar, Kepala Sekolah SMPN Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, saat ditanya kesannya tentang kegiatan study visit ini.

Setelah mendapatkan kunjungan dari rombongan DBE3 Provinsi Jawa Tengah, kunjungan berikutnya datang dari rombongan DBE3 Kabupaten Tapanuli Selatan yang mengun-jungi SMPN 2 Sedati, SMPN 2 Wonoayu, MTs Nurul Huda dan MTsN Krian. Selama kunjungan di sekolah-sekolah tersebut, rombongan mengamati kegiatan belajar mengajar serta saling berbagi dengan dengan pihak sekolah seputar usaha untuk menghasilkan praktik pembelajaran yang baik.

Peserta study visit dari Provinsi Jawa Tengah sedang mengamati proses pembelajaran di SMPN 2 Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Peserta dari rombongan DBE3 Kabupaten Tapanuli Selatan sedang bertanya seputar praktik pembelajaran yang baik pada sesi diskusi di SMPN 2 Sedati Kab. Sidoarjo.

Page 15: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 15 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

MODEL pembelajaran aktif ala DBE3 telah menginspirasi banyak guru untuk terus melakukan inovasi dalam kegiatan belajar di kelas. Dengan menerapkan pendekatan kon-tekstual, lingkungan sekitar dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Siswa diajak untuk keluar dan berhadapan langsung dengan re-alita yang ada sehingga membuat mereka selalu berpikir kritis terhadap fenomena yang ada di sekelilingnya. Hal itu yang diterapkan para guru di SMPN 1 Beji Kabupaten Pasu-ruan.

Sejak mendapatkan pelatihan dari DBE3, para guru di sekolah ini makin terbuka untuk menciptakan pembelajaran yang lebih ber-makna bagi para siswa. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan mengajak langsung siswa untuk melakukan pembelajaran di luar kelas.

Seperti yang dilakukan dalam pembela-jaran IPS. Guru memanfaatkan mini market sebagai sumber belajar untuk siswa. Pola pembelajaran di luar kelas ini mendapat respon sangat positif dari para siswa. Mereka merasa lebih cepat dalam menangkap materi ajar yang disampaikan oleh para guru.

SMPN 1 Beji Kab. Pasuruan

Manfaatkan Mini Market sebagai Sumber Belajar

Latih Keberanian Siswa via Permainan Talking Futsal INTELLIGENCE is not to make no mistake but quickly to see

how to make them good. Artinya kecerdasan bukan berasal dari tidak berbuat kesalahan tetapi dengan cepat tahu bagaimana mengubah kesalahan tersebut menjadi sesuatu yang baik. Begi-tulah ungkapan yang memotivasi orang untuk berani mencoba hal baru. Seperti pembelajaran Bahasa Inggris di MTs Negeri 3 Kota Surabaya, siswa diajarkan untuk tidak takut salah dalam praktik “speaking” melalui permainan “talking futsal”.

Dalam permainan ini siswa mendapatkan banyak manfaat, selain melatih keberanian untuk tampil di depan publik, per-mainan ini juga melatih kerjasama antar siswa sehingga ke-cakapan sosial dapat tercapai. “Perasaan saya grogi tapi saya sangat senang sekali bisa membuat kalimat simple present

tense,” ungkap Hasanah siswa kelas 8A usai pembelajaran. Melalui Permainan talking futsal ini, siswa dikenalkan kosa-

kata sederhana tanpa mereka sadar bahwa mereka mampu menggunakan kata kata tersebut untuk membuat kalimat sim-ple present tense sederhana dalam Bahasa inggris.

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 6 orang per kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mempun-yai tugas masing-masing layaknya sebuah tim futsal yang terdiri dari goal keeper, defender ataupun striker. Peraturannya hampir sama dengan olah raga futsal, yaitu ada 2 tim yang bertanding dan saling berhadap-hadapan. Bedanya adalah yang dioper bukan bola melainkan kalimat. Setiap pemain harus mampu membuat kalimat simple present tense dengan benar. Jika mela-

kukan kesalahan maka pemain tersebut mendapat-kan kartu kuning, dan “bola” dialihkan ke tim yang lain, begitu seterusnya. Jika ada siswa yang sudah berhasil mencetak gol (bola sudah sampai ke pe-main ke 6) maka tim tersebut pemenangnya. Permainan ini membutuhkan konsentrasi karena selain sebagai pemain mereka harus memperhati-kan kalimat yang diucapkan tim lawan dan men-catat serta melakukan koreksi sehingga “bola” da-pat berpindah ke tim mereka. Pembelajaran den-gan permainan ini, bisa melatih siswa untuk berani melakukan kesalahan dan berusaha memperbaiki kesalahan yang mereka buat. Selamat mencoba.

Kiri: Siswa sedang mendapat giliran untuk merangkai kalimat simple present tense. Kanan: Hasil karya siswa setelah pembelajaran.

Siswa SMPN 1 Beji Pasuruan sedang melakukan pembelajaran di luar kelas untuk mata pelajaran IPS, dengan obyek pengamatan mini market di dekat sekolah.

Page 16: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita dari Provinsi Hal 16

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

1 2

PEMBELAJARAN IPA akan lebih mudah dipahami oleh sisiwa apabila dalam penyampaian materinya, guru menggunakan alat peraga. Hal ini juga disadari oleh Toni Joko Firmanto, guru IPA SMPN 1 Trucuk Kabupaten Bojonegoro . Dalam pelaksanaan pembelajaran yang membahas tentang sistem ekskresi pada manusia, Toni menggunakan alat bantu yang dibuatnya bersama para siswa. Alat bantu tersebut dibuat dari bahan yang mudah didapat dan berbiaya murah.

Media ini sangat berguna untuk membantu siswa menggambarkan bentuk dari dari ginjal sebagai salah satu organ ekskresi, serta memahami salah satu proses yang terjadi pada peristiwa pembentukan urine. Disamping itu media pembelajaran ini juga membantu siswa untuk mengembangkan daya per-sepsinya dalam memprediksikan gangguan pada ginjal melalui kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan model nefron.

Bahan yang dipakai untuk membuat alat peraga ini diantaranya adalah: bekas gergaji, lem kayu, limbah kertas dan cat kayu. Bermacam bahan tadi kemudian dibuat menjadi tiruan bentuk ginjal manusia, sehingga proses ekskresi dapat lebih dijelaskan kepada siswa. Setelah siswa melakukan serangkaian serangkaian percobaan dan pengamatan, akhirnya mereka

menuliskan hasil pengamatan tersebut dan memajangnya di dinding kelas. Menurut para siswa dengan bantuan alat peraga, pelajaran IPA menjadi lebih mudah dipahami dan mengasyik-

Belajar Proses Ekskresi dengan Alat Peraga Sederhana

SMPN 3 Krian Kabupaten Sidoarjo

Sekolah Non Mitra yang Telah Berubah

MESKI SMPN 3 Krian Sidoarjo bukanlah sekolah mitra DBE3, namun semangat perubahan untuk menuju pembelajaran yang bermakna dan berpusat pada siswa nampak jelas terlihat. Komitmen yang tinggi dari kepala

sekolah dan seluruh gurunya untuk melakukan perubahan patut untuk diacungi jempol. Perubahan lingkungan kelas bisa teramati pada pengelolaan hasil karya siswa.

Sekarang di setiap kelas dibuatkan papan pajangan. Tu-juannya agar siswa dapat memajang buah pikirannya setelah mengikuti pembelajaran dan mendorong siswa untuk lebih aktif. Beberapa siswa menyatakan bahwa dengan perubahan ini membuat susana bela-jar di kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan dibanding dulu, saat mereka hanya duduk diam sambil mendengarkan guru mengajar. Tak hanya itu, kini dengan model pembalajaran kooperatif, keaktifan siswa meningkat. Jika dulu mereka terkesan takut dan malu-malu untuk mengeluarkan pendapatnya, kini siswa tak segan-segan lagi untuk berpendapat. Menurut Rodhi Asa’d, Kepala Sekolah SMPN 3 Krian, DBE3 telah membuat semangat para guru untuk mengajar meningkat. Selain semangat mengajar guru yang meningkat, keaktifan siswa juga meningkat, akibatnya kini pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan. Siswa mengerjakan tugas kelompok pada pembelajaran Matematika.

Proses eskresi dapat dengan mudah dipahami siswa dengan alat peraga yang dibuat dari bahan sederhana oleh pak Toni.

Page 17: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Hal 17 Berita dari Provinsi

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Sulawesi Selatan

”Kami memandang hasil UN yang baik itu penting. Tapi, yang tak kalah pentingnya adalah peningkatan ketun-tasan belajar siswa atau Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk semua mata pelajaran,” tukas Drs. Muslimin, M.Pd Kepala SMPN 1 Tellu-limpoe, Sidrap.

Menurutnya, KKM itulah yang di-jadikan tolok ukur keberhasilan pem-belajaran bagi siswa. Bagi guru, Pen-ingkatan angka KKM juga menjadi rujukan penilaian atas perkembangan potensi siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Selaku kepala sekolah, dirinya se-lalu memotivasi semua guru untuk menetapkan target peningkatan angka KKM per semester. ”Kami sangat yakin jika grafik angka KKM bergerak naik, maka siswa mengalami kemajuan belajar. Penguasaan materi pelajaran semakin baik dan akan membantu mereka menyelesaikan soal UAN den-gan baik,” katanya mantap.

Target capaian angka KKM itu sendiri ditetapkan oleh setiap guru. Namun, mereka sangat berhati-hati menetapkannya karena jangan sampai angka tersebut membebani siswa. Untuk itu di awal sekolah melakukan analisis bersama mengenai kemam-

puan siswa termasuk nilai ujian di se-kolah dasar, kompeleksitas materi pelajaran, dan daya dukung sumber-daya pembelajaran yang disediakan.

Meningkatnya capaian target KKM beririsan langsung dengan kualitas proses pembelajaran. Karenanya, jika target peningkatan KKM tidak terca-pai, mereka mengevaluasi proses belajar mengajar, dukungan dan ketersediaan sumber daya pembela-jaran kontekstual, dan supervisi kelas.

Target supervisi di tekankan pada

penguasaan materi oleh guru dan ke-mampuan transfer pengetahuannya. Di sinilah kepala sekolah berperan memotivasi dan memfasilitasi guru melakukan inovasi metode pembela-

jarannya. ”Kami memberikan advis kepada segenap guru agar mengu-tamakan metodologi pembelajaran kontekstual. Kegiatan pengembangan metode pembelajaran ini selanjutnya diintesifkan di MGMP sekolah,” papar pak Muslimin.

Beruntung semua guru sudah punya bekal dari replikasi pelatihan BTL2 dan BTL3. “Kami intensifkan kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas profesionalisme guru, super-visi perangkat pembelajaran,

memenuhi kebutuhan pembelajaran kontekstual, mengelola karya siswa dengan baik, dan memfasilitasi pengembangan potensi siswa lewat kegiatan ekstrakurikuler,” katanya lagi.

Utamakan Pembelajaran Kontekstual untuk Ketuntasan Belajar Siswa

Siswa SMPN 1Tellulimpoe, Sidrap sedang praktik IPA mengukur besar gaya meng-gunakan neraca pegas. Para gurunya terbiasa berkegiatan dalam MGMP sekolah.

NUR HISYAM, S.Pd guru IPA SMP YP PGRI Makasar memfasilitasi pembelajaran IPA yang

membuat siswa aktif dan belajar menjadi bermakna. KD yang akan dicapai adalah mendeskripsikan alat-alat

optik dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu indikatornya yaitu menjelaskan cara kerja beberapa produk teknologi yang relevan, seperti mikroskop, berbagai jenis teropong, dan periskop. Hasil belajar yang diharapkan sehubungan dengan periskop adalah siswa dapat merancang, membuat, serta menjelaskan cara kerja (prinsip kerja) periskop sederhana tersebut.

Pada pembelajaran ini, guru mengajak siswa merancang dan membuat alat periskop sederhana. Langkah kegiatan pembelajaran yang utama adalah apersepsi, kerja kelompok, pajangan dan presentasi hasil karya, penguatan hasil karya, dan terakhir siswa merefleksi hasil dan proses pembelajaran.

Selama pembelajaran berlangsung, guru memantau jalannya aktifitas kerjasama kelompok membuat Periskop.

Setelah menyelesaikan hasil karyanya, siswa mempraktik-kan penggunaannya. Setiap kelompok kemudian mem-presentasikan periskop hasil karyanya. Menerangkan lang-kah-langkah, material yang dipergunakan, serta cara kerja dan fungsi alat optik periskop digunakan.

“Saya mengajak siswa bagaimana cara merancang, membuat alat periskop sederhana. Setelah selesai siswa mencoba menggunakan alat tersebut, sehingga mereka pun tahu prinsip kerja dari periskop tersebut. Siswapun terlihat semangat untuk membuatnya dan merasa terkesan,” tukas bu Nur.

Memahami Cara Kerja Alat Optik Periskop

Secara berkelompok siswa membuat alat periskop sederhana.

Page 18: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Berita dari Provinsi Hal 18

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

FOTO kegiatan dan situasi di se-kolah dirangkai Drs. Nasir, M.Pd guru Bahasa Indonesia SMPN 20 Makasar menjadi gambar bergerak lewat pro-gram MovieMaker. ”Saya menyebutnya film bisu, karena di dalamnya tanpa kata atau clue (petunjuk) yang menga-rahkan sekuens peristiwa yang dicerita-kan foto. Musik instrumentalia Kenny G menjadi back vocal film agar dapat menggugah suasana hati dan pikiran siswa untuk berimajinasi,” cerita pak Nasir.

Film bisu berdurasi tujuh menit itu dijadikan sumber belajar untuk men-gantar siswa mampu berkreasi menyu-sun kerangka cerita naskah drama, menentukan tokoh dan karakternya, serta menyusun naskah drama sebabak. Tujuan ini merujuk pada pencapaian KD menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan naskah drama.

Selama 60 menit kegiatan inti, siswa difasilitasi untk berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, mengem-bangkan kecakapan kerjasama, serta berkarya. “Karena itu, saya memberi-kan LK yang mendorong siswa berpikir kritis, menuntun bekerja kelompok untuk menyusun ide dan alur cerita, menentukan tokoh dan karakternya, serta menyusun naskah drama satu babak,” kata pak Nasir.

Dalam pembelajaran itu siswa dibagi menjadi delapan kelompok. Setiap kelompok bekerja dengan satu unit komputer. Naskah drama yang disusun langsung diketik dan dikoreksi

bersama dengan anggota kelompok masing-masing.

Untuk menguatkan pemahaman siswa tentang Ide dan Alur cerita, To-koh dan Pengkarakterannya, serta Naskah Drama Satu Babak yang baik, maka setiap kelompok bertanggung jawab mengkritisi satu naskah dari kelompok lain.

Di monitor mereka langsung menuliskan koreksi atas karya yang dieditnya. Untuk penjiwaan naskah drama, disesi akhir kerja kelompok, mereka melakonkan karakter tokoh ciptaannya lewat pentas di depan kelas.

Dengan sumber belajar film bisu itu, siswa mampu belajar aktif dan berkreasi sesuai imajinasi masing-masing. Naskah-naskah yang dikreasi memiliki ide yang kuat untuk dikem-bangkan, misalnya Indahnya Persaha-batan di Sekolah karya salah satu kelompok.

Di pembelajaran ini, ada beberapa hal positif yaitu, kemampuan siswa menyatukan persepsi atas ide cerita, alur, latar, tokoh dan karakternya; ke-mampuan mereka mengoreksi karya kelompok lain; kemampuan menjiwai karyanya saat mementaskan karakter tokoh imajinatifnya di depan kelas.

Mengapresiasi karya siswa, guru menyampaikan kekuatan tiap-tiap karya yang meliputi alur cerita yang runtut, naskah yang sesuai kaidah serta tokoh dan perwatakannya.

Pengelolaan waktu 80 menit pem-belajaran kooperatif ini meliputi 10 menit apersepsi, kegiatan inti 60 menit,

dan 10 menit untuk kegiatan refleksi dan penguatan. Detail langkah pembe-lajarannya sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam 8 kelompok. 2. Setiap kelompok mengoperasikan satu unit komputer.

3. Siswa menonton secara cermat ta-yangan film.

4. Masing-masing kelompok menentukan ide ceritanya masing-masing.

5. Secara berkelompok siswa berdiskusi berdasarkan ide cerita yang telah dipilih.

6. Siswa menulis dialog naskah drama berdasarkan ide cerita yang dipilih

pada komputer masing-masing. 7. Setiap kelompok saling mengunjungi dan menyunting hasil kerja kelompok lain. 8. Secara klasikal guru mengajukan pertanyaan “ Agar naskah drama menarik, hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan” 9. Setiap kelompok melaporkan hasil karya kelompoknya dan kelompok lain menanggapinya.

Menonton Film Bisu untuk Membuat Naskah Drama

Siswa berdiskusi dalam kelompok menyiapkan lakon karakter tokoh ciptaannya untuk dipentaskan di depan kelas.

Siswa juga memanfaatkan komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dan sudut sekolah dimanfaatkan siswa untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru.

Page 19: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Media Komunikasi SMP dan MTs Edisi 08/ November 2010

Berita dari Provinsi Hal 19

Amran Muhyiddin, S.Pd menugaskan siswa membuat produk bioteknologi sederhana dengan membuat tape ketan. Kegiatan ini merupakan tugas proyek untuk siswa kelas IX SMPN 4 Pinrang. Tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran ini antara lain memfasilitasi siswa mengenal dan memahami secara nyata tentang mikroorganisme dan peranannya dalam produk bioteknologi sederhana.

Untuk memastikan siswa paham tentang jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam makanan berfer-mentasi, saya memilih media tape ketan. Tape ketan adalah panganan tradisional yang dibuat dengan cara fermentasi (peragian). Makanan olahan beras ketan ini sangat mudah bagi siswa untuk dijadikan sumber belajar karena mereka selalu mengkonsumsi.

Tugas proyeknya adalah membuat tape dengan bahan yang terdiri dari beras ketan hitam atau putih 1 liter dan ragi 10 gram. Cara membuatnya:

(1) beras ketan direndam air selama 4 jam 2) Beras ketan dicuci bersih kemudian dikukus hingga masak dan menjadi sokko (Bugis: beras ketan dikukus matang) (3) Ragi dicampurkan dengan merata ke dalam sokko yang sudah dianginkan hingga dingin selama 2 jam (4) Sokko yang sudah dicampur ragi disimpan di dalam wadah tertutup lalu difermentasikan.

Tahap percobaan bermula pada proses fermentasi selama 3 hari. Untuk itu saya menugaskan siswa menyimpan sokko ke dalam 3 wadah: (1) sokko dengan ragi dalam wadah yang tertutup rapat (2) sokko dengan ragi dalam ter-buka (3) sokko tanpa ragi dalam wadah terbuka. Sementara sokko tanpa ragi di simpan

di wadah berbeda juga selama 3 hari. Analisis hasil percobaan menjadi bagian penting bagi siswa.

Alokasi waktu 2 x 45 menit dipakai siswa secara efektif untuk menjelaskan hasil tugas proyeknya yang dikerjakan secara berkelompok di rumahnya. Se-lama presentasi dan diskusi kelompok siswa tampak mampu menemukan jenis-jenis mikroorganisme yang mem-buat tape jadi manis dan sokko jadi basi. Mereka mampu berkreasi menje-laskan unsur-unsur mikroorganisme seperti jamur dan bakteri yang memicu enzim-inzim melakukan metabolisme dalam tape.

SISWA takut salah, kurang kosakata, kurang percaya diri, dan tidak tertarik berbahasa Inggris membuat Drs. Herdi-yanto tertantang untuk selalu mengkreasi pembelajaran yang menarik siswa. Dirinya membuat permainan yang di beri nama Vocamino. Istilah ini singkatan dari gabun-gan kata Inggris Vocabulary dan kata Indonesia Domino.

Vocamino game ini untuk memfasilitasi siswa berlatih berbahasa Inggris sambil bermain dengan menggunakan kosakata yang baru didapatkannya. Medianya ter-buat dari kartu domino, yang bagian de-pan mata dominonya dibuka lalu dilapisi kertas BC lux warna yang sudah ditulisi kata atau frase dari materi pembelajaran.

Game ini di gunakan untuk mencapai KD Mengungkapkan tindak makna tutur fungsional pendek sangat sederhana se-cara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Khususnya saat menyajikan Materi Pokok teks fungsional Instruction dan Shopping List.

Cara menggunakannya: (1) Siswa dibagi kelompok dengan enam orang anggota; (2) Setiap kelompok memainkan 24 kartu vocamino, terdiri dari 12 kartu kata Inggris dan 12 lain-nya adalah artinya. Kelompok kata dan frase (Instruction dan Shopping list) di kartu vocamino berbeda di setiap kelompok; (3) Enam siswa di setiap kelompok memegang empat kartu, dua kata Inggris dan 2 kata Indonesia (arti leksikal). Mereka

secara bergiliran searah jarum jam menu-runkan/ meletakkan kartu di atas meja; (4) Mengikuti aturan main, yaitu: (a) se-mua komunikasi saat bermain harus den-gan bahasa Inggris. (b) kartu kata Inggris dan kata Indonesia diturunkan secara berbalasan, layaknya main domion. Tapi, yang lebih penting adalah siswa mengu-capkan dengan jelas kata Inggris yang diturunkannya; (c) anggota sesama kelompok berkewajiban membetulkan pengucapan kata yang salah. Di akhir permainan, wakil setiap kelompok tampil merangkai kata (khusus

kata-kata dari materi Shopping List) menjadi kalimat dengan menggunakan tabel isian model papan catur pembentuk kali-mat. Tabel ini saya sediakan dari kertas karton ukuran plano dan tempelkan di whiteboard.

Permainan vocamino ini mengalokasikan waktu 10 menit untuk tiap kelompok. Khususnya membantu siswa berkomu-nikasi langsung dengan teman kelompoknya, mengoreksi pro-nunciation yang salah, dan menuntun siswa merangkai serta membacakan kalimat-kalimat yang disusunya. Membantu mereka menggunakan kalimat dan frase yang dibutuhkan dalam permainan ini, antara lain: now my or your turn; I’m look-ing for the meaning of this word; here is the meaning; O.K; sorry, pronunce it correctly; you’re right, dan ungkapan lainnya. Siswa tampak percaya diri berkomunikasi singkat dengan temannya.

Belajar Bioteknologi Sederhana melalui Tape Ketan

Speaking Through The Vocamino Game

Kartu domino kosa kata Bahasa inggris buatan pak Herdiyanto.

Hasil proyek pembuatan tape oleh siswa kelas IX SMPN 4 Pinrang.

Page 20: No. 8 Inovasi Pendidikan November 2010 Media Komunikasi ... filedaerah pada saat mengajar. 5. Tahap akhir adalah refleksi bersama oleh guru di MGMP tentang pelaksanaan RPP di kelas

Inovasi Pendidikan diterbitkan oleh DBE3 dan didanai oleh USAID untuk mendokumentasikan dan menyebarkan inovasi serta praktik-praktik yang baik yang terkait dengan pendidikan dasar. Jika anda

ingin berkontribusi, silakan kirim artikel berikut foto ke [email protected].

Praktik yang Baik Hal 20

Penyebaran Praktik yang Baik Salah satu tujuan penting dari newsletter ini adalah untuk mendokumentasikan praktik yang baik khususnya di ting-kat sekolah baik dalam manajemen sekolah maupun dalam pembelajaran. Dengan cara ini kami mengharapkan pembaca akan terinspirasi untuk meniru praktik-praktik tersebut di sekolah mereka sendiri. Pada halaman ini diceritakan dua contoh pembelajaran yang baik dari Subang, Jawa Barat dan Pinrang, Sulawesi Selatan.

MEMBUAT siswa paham tentang proses terbentuknya Harga Pasar membutuhkan kreasi. Indrayana, S.Pd guru IPS kelas VIII SMPN 4 Pinrang Sulsel, memfasilitasi siswa melalui Bermain Peran, yaitu memposisikan diri sebagai penjual dan pembeli. Metode itu dipilih untuk pencapaian KD Men-deskripsikan Permintaan dan Penawaran serta Terbentuknya Harga Pasar. ”Ini saya pilih agar siswa tidak hanya mem-peroleh pengertian verbal saja tentang Harga Pasar,” cerita bu Indra.

Alokasi waktunya 4 x 40 menit (dua kali pertemuan). Pada pertemuan pertama, dirinya membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Ada kelompok Penjual dan Kelompok Pembeli. Target yang ingin di capai adalah siswa dapat men-deskripsikan pemahamannya tentang Penawaran dan Permin-taan. Kelompok penjual dan pembeli melakukan interaksi jual beli secara aktif. Kelompok pembeli membuat permintaan atas jumlah barang dengan variasi tingkat harga. Daftar harga permintaan tersebut di buat dalam tabel grafik lalu digambar-kan dalam kurva permintaan. Begitupun sebaliknya, kelompok yang berperan sebagai penjual membuat kurva penawaran.

Gambar kurva PERMNTAAN mereka bikin mulai dari titik harga barang paling rendah yang diminita pembeli. Demikian juga kurva PENAWARAN mereka buat dari titik tingkat angka atau harga tertinggi yang ditawarkan penjual. Sampai pada pertemuan ini siswa mampu mendeskripsikan pengertian Permintaan dan Penawaran.

Kurva Permintaan dan Penawaran hasil karya siswa pada pertemuan pertama saya jadikan sumber belajar pada perte-muan kedua. Dengan kurva itu, mereka saya ajak memperba-harui pemahamannya tentang Permintaan dan Penawaran. Di sini siswa masih melakonkan peran penjual dan pembeli. Siswa berpasangan, satu sebagai penjual dan satu sebagai pembeli, melakukan tawar menawar harga. Sang penjual memberikan penawaran tertinggi, sementara sang pembeli meminta harga terendah. Di sini bu Indra mendampingi dan mencermati proses tawar menawar mereka. Saat mereka sementara tawar menawar untuk mencapai kesepakatan mengenai jumlah barang dan harga, maka saat itu siswa diin-gatkan bahwa saat itu terjadi keseimbangan pasar. Saat mereka menyepakati jumlah barang dan harga tertentu, maka diingatkan bahwa saat itu sudah terbentuk Harga Pasar.

Melalui sesi presentasi hasil karya yang dipajang, guru mendapatkan data mereka mampu membuat kesimpulan tentang Harga Keseimbangan atau Harga Pasar sekaligus me-mahami proses terjadinya Harga Keseimbangan atau Harga Pasar tersebut.

Pahami Harga Pasar Setelah Jadi Penjual dan Pembeli

DI kelas VII semester 2, Ibu Dian Purnamasari guru Bahasa Inggris SMPN 2 Jalancagak Subang, Jawa Barat, memfasilitasi siswa belajar tentang KD Merespon makna yang terdapat dalam monolog sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima, untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat dalam teks berbentuk deskriptif dan prosedur. Ia hanya bicara sebentar di awal sesi pembelajaran, yakni menjelaskan strategi pembelajaran yang akan ditempuh.

Selebihnya, kegiatan belajar berlangsung dengan siswa sebagai pengambil inisiatif. Mereka nyaris tidak membutuhkan guru. Bu Dian hanya bergerak pada dataran strategis. Ia hanya sesekali saja menghampiri siswa untuk memastikan proses belajar berjalan sesuai skenario.

Pertama, siswa bekerja kelompok membahas kosa kata yang akan muncul dalam teks. Kedua, siswa mendengarkan teks lisan monolog berbentuk teks deskriptif. Ketiga, siswa saling bertanya-jawab seputar isi monolog itu. Keempat, siswa mendiskusikan ciri-ciri kebahasaan teks deskriptif. Kelima, siswa mendiskusikan fungsi sosial teks deskriptif.

Selama proses belajar, para siswa tampak menikmati kerja kelompok. Dengan proses belajar ini, mereka dapat mengidentifikasi berbagai informasi, ciri-ciri kebahasaan, dan fungsi sosial teks deskriptif. Akhirnya, siswa dapat menghasilkan karya-karya yang kemudian dipajang di kelas.

Mandiri dan Berinisiatif dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Hasil karya siswa yang ditulis dengan kata-katanya sendiri dalam bahasa Inggris dari merespon makna sebuah monolog.

Kurva Permintaan dan Penawaran karya siswa.