No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

6
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Riset / 2133 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 2181 TOPENG REOG PONOROGO DALAM TINJAUAN SENI TRADISI Andi Farid Hidayanto (Staf Pengajar PS. Arsitektur - Jurusan Desain Produk Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak ANDI FARID HIDAYANTO: Topeng adalah salah satu hasil karya peradaban manusia. Topeng bisa menjadi ciri khas kebuadayaan suatu bangsa. Salah satunya adalah Topeng Reog yang sudah menjadi identitas Ponorogo. Reog dikenal sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat dan merupakan tarian yang menghibur. Reog termasuk seni tradisional rakyat untuk hiburan, dilakukan dalam bentuk tarian. Topeng Reog ini terus berkembang baik fungsi dan maknanya sesuai perkembangan jaman. Topeng Reog Ponorogo bisa ditinjau dari berbagai sisi. Salah satunya ditinjau dari seni tradisi. Sebagai seni asli Ponorogo, keberadaan reog lambat laun tergerus oleh budaya modern. Kesenian reog pada awalnya merupakan kesenian rakyat, kini sudah bergeser. Tulisan ini mengkaji sejauh mana pengertian topeng tersebut dalam tinjauan seni tradisi. Kata Kunci: Topeng, Reog Ponorogo, seni tradisi PENDAHULUAN Kata topeng bisa memiliki pengertian yang sempit, namun sebaliknya bisa memiliki pengertian yang luas. Pertunjukan seni yang memakai topeng seperti wayang wong tidak disebut topeng. Artinya, tidak semua pertunjukkan yang memakai topeng (bertopeng) disebut topeng. Sebaliknya ada pertunjukan yang tidak memakai topeng disebut topeng. Seperti pertunjukan di sekitar Betawi dan Banten. Tiap daerah memiliki istilah sendiri untuk topeng. Antara lain: tapuk (Jawa kuno), tapel (Bali, Lombok), kedok (Jawa, Sunda), hudog (Dayak), toping (Batak Simalungun). Karena topeng sangat beragam, sulit untuk menentukan definisi topeng yang singkat dan universal. Topeng umumnya identik dengan muka. Topeng berfungsi menutupi atau mengganti perwujudan muka pemakainya. Topeng tidak bisa didefinisikan sebagai penutup muka, karena banyak topeng yang dipakai tidak persis di depan muka. Beberapa jenis topeng banyak yang dipegang, dimainkan dengan posisi jauh dari muka pemakainya, sehingga gerak topeng tidak berhubungan lagi dengan gerak muka pemainnya. Ada topeng yang digunakan di atas kepala, ada juga di perut. Batasan topeng menurut Endo Suanda (2002) dipetakan dalam 4 kategori, yaitu: 1. Topeng besar Adalah topeng yang berukuran besar melebihi ukuran manusia. Cara memakainya bisa dipegang atau diusung. Seperti reog, ondel-ondel, barong, liong dan ogoh-ogoh. Posisi topeng tidak harus menempel di muka, bisa di depan muka pemakainya, dipakai seluruh tubuh atau di samping tubuh. 2. Boneka dan wayang Wayang memiliki ketarkaitan dengan topeng. Wayang adalah boneka, yang terdiri dalam suatu set dalam jumlah banyak. Bahasa Inggris membedakan puppet (wayang) dengan doll (boneka). Namun dalam bahasa Indonesia keduanya disebut boneka. Kata wayang, seperti halnya topeng, mengandung pengertian yang lebih luas daripada boneka, yang dapat berarti pemain dan (atau) pertunjukannya. 3. Topeng setengah muka dan topeng kecil

description

topeng reog ponorogo

Transcript of No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

Page 1: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

Riset / 2133 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181

TOPENG REOG PONOROGO DALAM TINJAUAN SENI TRADISI

Andi Farid Hidayanto

(Staf Pengajar PS. Arsitektur - Jurusan Desain Produk Politeknik Negeri Samarinda)

Abstrak

ANDI FARID HIDAYANTO: Topeng adalah salah satu hasil karya peradaban manusia. Topeng bisa menjadi ciri khas kebuadayaan suatu bangsa. Salah satunya adalah Topeng Reog yang sudah menjadi identitas Ponorogo. Reog dikenal sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat dan merupakan tarian yang menghibur. Reog termasuk seni tradisional rakyat untuk hiburan, dilakukan dalam bentuk tarian. Topeng Reog ini terus berkembang baik fungsi dan maknanya sesuai perkembangan jaman.

Topeng Reog Ponorogo bisa ditinjau dari berbagai sisi. Salah satunya ditinjau dari seni tradisi. Sebagai seni asli Ponorogo, keberadaan reog lambat laun tergerus oleh budaya modern. Kesenian reog pada awalnya merupakan kesenian rakyat, kini sudah bergeser. Tulisan ini mengkaji sejauh mana pengertian topeng tersebut dalam tinjauan seni tradisi.

Kata Kunci: Topeng, Reog Ponorogo, seni tradisi

PENDAHULUAN

Kata topeng bisa memiliki pengertian yang sempit, namun sebaliknya bisa memiliki pengertian yang luas. Pertunjukan seni yang memakai topeng seperti wayang wong tidak disebut topeng. Artinya, tidak semua pertunjukkan yang memakai topeng (bertopeng) disebut topeng. Sebaliknya ada pertunjukan yang tidak memakai topeng disebut topeng. Seperti pertunjukan di sekitar Betawi dan Banten. Tiap daerah memiliki istilah sendiri untuk topeng. Antara lain: tapuk (Jawa kuno), tapel (Bali, Lombok), kedok (Jawa, Sunda), hudog (Dayak), toping (Batak Simalungun).

Karena topeng sangat beragam, sulit untuk menentukan definisi topeng yang singkat dan universal. Topeng umumnya identik dengan muka. Topeng berfungsi menutupi atau mengganti perwujudan muka pemakainya. Topeng tidak bisa didefinisikan sebagai penutup muka, karena banyak topeng yang dipakai tidak persis di depan muka. Beberapa jenis topeng banyak yang dipegang, dimainkan dengan posisi jauh dari muka pemakainya, sehingga gerak topeng tidak berhubungan lagi dengan gerak muka pemainnya.

Ada topeng yang digunakan di atas kepala, ada juga di perut. Batasan topeng menurut Endo Suanda (2002) dipetakan dalam 4 kategori, yaitu:

1. Topeng besar

Adalah topeng yang berukuran besar melebihi ukuran manusia. Cara memakainya bisa dipegang atau diusung. Seperti reog, ondel-ondel, barong, liong dan ogoh-ogoh. Posisi topeng tidak harus menempel di muka, bisa di depan muka pemakainya, dipakai seluruh tubuh atau di samping tubuh.

2. Boneka dan wayang

Wayang memiliki ketarkaitan dengan topeng. Wayang adalah boneka, yang terdiri dalam suatu set dalam jumlah banyak. Bahasa Inggris membedakan puppet (wayang) dengan doll (boneka). Namun dalam bahasa Indonesia keduanya disebut boneka. Kata wayang, seperti halnya topeng, mengandung pengertian yang lebih luas daripada boneka, yang dapat berarti pemain dan (atau) pertunjukannya.

3. Topeng setengah muka dan topeng kecil

Page 2: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Riset / 2134

Banyak topeng yang berukuran lebih kecil dari muka manusia, dan/atau hanya menutupi sebagian dari muka pemakainya. Kebanyakan topeng jenis ini menutupi bagian muka dari hidung atau bibir keatas yang disebut tapel sibakan. Bagian bawahnya, bibir bawah dan dagu adalah muka pemakainya. Sehingga pemakai dapat berbicara dengan bebas. Tetapi, ada juga yang hanya menutupi bagian dahi, hidung, pipi atau bagian muka sebelah bawah seperti topeng anoman di Bali dan cakil di Jawa.

4. Topeng dan rias

Rias diartikan sebagai lukisan di muka, sehingga membuat wajah berbeda dengan aslinya. Dalam seni pertunjukan, rias wajah dapat mengubah wajah secara ekstrim. Bisa memperindah atau mempercantik wajah, melainkan juga bisa memburukkan, menuakan, membengiskan dan sebagainya. Ditinjau dari sisi fungsi, rias memiliki persamaan dengan topeng.

HASIL PENELITIAN

Reog adalah sendratari tradisional yang berasal dan berkembang di Ponorogo, Jawa Timur. Reog dapat segera dikenali dari irama gamelannya yang membangkitkan semangat, serta baunya yang menimbulkan rangsang dan daya tarik. Biasanya pergelaran reog didukung oleh kekuatan mistik. Hal ini mengakibatkan pertunjukkannya kadang-kadang menyeramkan.

Menurut Badudu (1994: 1160), reog dikenal sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat dan merupakan tarian yang menghibur. Di pulau Jawa, reog termasuk seni tradisional rakyat untuk hiburan, dilakukan dalam bentuk tarian. Sifatnya hiburan dan mengandung sindiran-sindiran terhadap kejadian di masyarakat.

Pengertian dari reog ini juga ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1995 : 835) yaitu:

1. Tarian tradisional dalam arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping yang semuanya laki-laki.

2. Tontonan tradisional sebagai hiburan rakyat yang mengandung unsur humor-humor sindiran.

Gambar 1. Pertunjukan reog Ponorogo.

Reog Ponorogo sudah ada sejak jaman Majapahit akhir, sekitar akhir abad XIV. Seni Reog atau Barongan bermula dari Demang Ki Ageng Kutu Suryongalam di Wengker (Ponorogo waktu itu) yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Dimasa kekuasaan Adipati Batoro Katong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat.

Reog mengacu pada beberapa babad. Salah satunya adalah babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Bantarangin, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong. Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari Bantarangin-pun menjadi korban. Bersenjatakan pusaka cemeti Samandiman, Sewondono turun ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong.

Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Bujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo.

Page 3: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

Riset / 2135 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181

Tokoh dalam seni reog adalah Singo Barong, Kelana Sewandana, Bujangganong, Jathilan, dan Warok. Dalam tulisan ini tidak mengulas tokoh tersebut secara lengkap. Namun hanya mengulas topeng yang digunakan, sebagaimana tema yang disajikan dalam tulisan.

Singo Barong

Singo Barong adalah penguasa hutan yang diwujudkan dalam sosok berupa harimau gembong dengan burung merak yang bertengger di atasnya. Sosok ini sebagai gambaran Raja Brawijaya (harimau) yang dikendalikan oleh wanita (merak).

Penggabungan dua sosok hewan harimau dan merak menjadi satu bentuk disebut dengan dadak merak. Hasilnya adalah topeng besar (35 Kg). Pamakainya dengan diusung di kepala, digigit dan dipegang. Menggerakkannya dengan menggoyang-goyangkan sesuai arah yang diinginkan. Topeng ini posisinya tidak menempel di muka. Pemain melihat kondisi disekelilingnya lewat lobang yang dibuat di gigi topeng.

Gambar 2. Asal perwujudan topeng barong pada Reog

Kelana Sewandono

Klana Sewandana adalah raja kerajaan Bantarangin. Sosok ini digambarkan dengan topeng bermahkota, wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tipis dengan rambut panjang. Selain itu ia membawa Pecut Samandiman, berbentuk tongkat lurus dari rotan berhias jebug dari sayet warna merah diseling kuning sebanyak 5 atau 7 jebug.

Topeng Kelana Sewandono merupakan topeng wayang karena menggambarkan sosok karakter. Pemakaiannya diletakkan (menempel) di muka. Pemakai melihat sekelilingnya lewat lubang mata.

Gambar 3. Kelana Sewandono

Pujangga Anom (Bujangganong)

Bujangganong adalah patih kerajaan Bantarangin. Sosok ini digambarkan dengan topeng wajah berwarna merah, mata besar melotot, dan kumis tebal dengan rambut panjang. Karakter Bujangganong bersosok lincah, trengginas dan cekatan. Dalam pementasan reog sering diperagakan oleh anak kecil, karena penuh adegan akrobatik yang memerlukan pemain bertulang lentur.

Gambar 4. Bujangganong.

Pasukan Berkuda (jathilan)

Jathilan diperankan oleh penari yang menunggang kuda-kudaan sebagai penggambaran pasukan berkuda dari kerajaan Majapahit. Pasukan ini diperankan lelaki yang dirias perempuan sebagai penggambaran pasukan kerajaan Majapahit yang telah kehilangan keberaniannya melawan pasukan musuh. Pasukan ini diperankan oleh laki-laki yang dirias cantik layaknya perempuan (gemblak). Pemain jathilan ini biasanya diambil dari gemblak. Namun sesuai perkembangan jaman dimana keberadaan gemblak semakin punah, penari jathilan sekarang diperankan oleh wanita.

Topeng yang dikenakan jathilan berupa riasan di muka, yang membantu pemain memperkuat ekspresi wajahnya. Untuk menampilkan kesan cantik, anggun dan bergairah.

Page 4: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Riset / 2136

Gambar 5. Jathilan.

Pasukan (Warok)

Warok adalah pasukan dalam cerita kesenian reog. Warok digambarkan sosok dengan memakai senjata tali kolor panjang putih, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblak. Untuk memperkuat karakter warok yang keras, sakti, peraga warok menggunakan riasan di muka. Yaitu kumis, jenggot dan make-up. Riasan ini termasuk topeng.

Gambar 6. Warok.

PEMBAHASAN

Reog di masa sekarang

Seniman Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan pada perkembangan reog Ponorogo. Mahasiswa sekolah seni memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis, maka jadilah reog Ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur cerita. Urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu: Warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog Ponorogo menjadi terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya.

Reog sebagai seni Tradisi

Sebagai seni asli Ponorogo, keberadaan reog lambat laun tergerus oleh budaya modern. Hal ini terlihat dari semakin minimnya generasi muda yang menekuni kesenian reog. Malihat hal tersebut,

pemerintah daerah berkewajiban untuk melestarikan reog agar tidak punah dan diklaim negara lain. Kesenian reog pada awalnya merupakan kesenian rakyat yang diselenggarakan pada acara tertentu. Misalnya sunatan, pernikahan, bersih desa maupun pesta rakyat lainnya. Belum ada even khusus yang menampilkan pertunjukan reog secara terorganisir.

Maka, Bupati Ponorogo Soebarkah Putrahadiwirjo pada masa jabatannya (1986 – 1991) menghidupkan kembali tradisi Grebeg Suro sebagai acara tahunan yang disertai pesta rakyat. Salah satu pengisi kegiatan tersebut adalah pertunjukan seni reog. Acara ini terus berlangsung secara rutin tiap bulan Muharram namun masih dalam lingkup lokal kabupaten Ponorogo. Agar reog mudah dikenang dan mengakar pada masyarakat, tiap pintu masuk jalan atau gang di wilayah Ponorogo didirikan gapura Reog di kiri kanannya. Juga tiap batas desa atau kecamatan didirikan gapura reog, menggantikan tugu Brawijaya sebelumnya.

Sampai pada masa Bupati Markoem Singodimejo (1996 – 2006) kegiatan pentas Reog dikembangkan menjadi lebih besar. Tidak hanya sekedar lokal, namun internasional. Secara bertahap, pentas Reog pada waktu grebeg Suro ditingkatkan ke level nasional dengan peserta seluruh Indonesia berupa Festival Nasional. Tiap malam bulan purnama dipentaskan pertunjukan reog di teater terbuka. Untuk memfasilitasi tempat pementasan, dibangun dua panggung terbuka di alun-alun dan di komplek stadion. Tiap perempatan jalan di kota dibangun bundaran yang di atasnya didirikan patung elemen reog, misalnya warok, jathilan, barong, atau putri Songgolangit. Pembinaan reog dilaksanakan di sekolah-sekolah, dimana tiap tahun diadakan lomba reog tingkat pelajar.

Dalam bukunya Sumardjo (17), kesenian teater tradisional, termasuk reog pada masyarakat religi asli difungsikan sebagai:

1. Pemanggil kekuatan gaib 2. Menjemput roh-roh pelindung untuk hadir

di tempat terselenggaranya pertunjukkan 3. Memanggil roh-roh baik untuk mengusir

roh-roh jahat 4. Peringatan pada nenek moyang dengan

mempertontonkan kegagahan maupun kepahlawannya

5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang

6. Pelengkap upacara untuk saat-saat tertentu dalam siklus waktu

Fungsi-fungsi ini beberapa diantaranya masih akan terus hidup. Tetapi bila reog ini difungsikan di luar upacara, semuanya hanya mempunyai nilai profan saja.

Page 5: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

Riset / 2137 JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181

Tarian reog dalam upacara dilakukan sebagai wujud partisipasi dalam aturan kosmos itu sehingga hidupnya menjadi otentik dan bernilai. Untuk mengungkapkan kepercayaan itu, manusia memakai lambang-lambang dan tanda, berupa mitos dan ritus. Mitos berupa cerita yang menafsirkan makna hidup berdasarkan kejadian purba (asal usul reog memberikan petunjuk bagaimana manusia harus berkelakuan sesuai dengan kosmos). Sedang ritus adalah kelakuan simbolik yang mengkonsolidasikan atau memulihkan tata alam dan menempatkan manusia dalam tata alam tersebut. Ritus ini punya banyak bentuk, seperti menceritakan kembali mitos asal, mementaskan kembali cerita mitos, upacara, selametan, korban dan sebagainya (Sumardjo, 20).

Kadang manusia modern mencampuradukkan saja mana yang harus dan mana yang tabu. Pola-pola seni seenaknya digunakan bagi keperluan modern, hanya demi estetika belaka. Orang sudah tidak tahu “apa yang harus” dan “apa yang tidak boleh”.

Fenomena seni dalam topeng Reog Ponorogo

Uraian di atas menunjukkan bahwa seni Reog Ponorogo mengandung jenis topeng, wayang dan rias. Topeng disini tidak hanya merujuk pada muka yang bisa digerakkan. Definisi topeng (Endo Suanda, 2002: 22) adalah merujuk pada muka, belum tentu menyatu dengan bagian tubuh lain, pipih (ada ruang di baliknya). Rias berupa olesan, lukisan, atau tempelan (umumnya tipis) pada muka, yang setelah dipakai, dihapus, tidak bisa dipakai lagi. Topeng pada seni reog digunakan saat dalam pertunjukan.

Topeng dalam reog Ponorogo bisa memiliki arti sebagai pengubah atau pembentuk ekspresi muka. Bentuk dan struktur bidang muka topeng tidak harus selalu sama dengan manusia (oval). Seperti topeng barong, kelana sewandono dan bujangganong yang merupakan simbolisasi karakter khayalan.

Topeng barong diwujudkan dengan bentuk campuran binatang harimau dan merak sehingga membentuk binatang khayal. Gambaran ini menunjukkan:

1. Gaya atau bentuk representasinya; 2. Tingkat abstraksinya (kejelasan dan

ketidakjelasannya) dan 3. Unsur yang direpresentasikan atau

disimbolkannya. Harimau melambangkan kekuatan, kekuasaan. Merak melambangkan kecantikan, keanggunan. Merak di atas harimau menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dibawah kendali kecantikan.

Adapun topeng yang serupa dengan muka manusia adalah topeng warok dan penari jathilan karena berupa rias wajah (make-up).

Hubungan antar bentuk seni Reog secara kontekstual

Reog Ponorogo dipertunjukkan dengan tujuan: sebagai hiburan dan bagian dari upacara (komunal, individual atau keluarga). Konteks reog menyangkut tiga permasalahan dasar:

1. Fungsi, yaitu mengenai kegunaan atau peranan seni reog Ponorogo dalam masyarakat.

2. Praktik, termasuk teknik pengaturan waktu dan tempat; yaitu bagaimana pertunjukkan reog diadakan atau bagaimana reog dibuat dan dijual.

3. Hubungan atau peranan antara kesenian, seniman, penyelenggara dan penontonnya. Misalnya apakah reog tersebut buatan sendiri, warisan leluhur, diberi atau dibeli dari orang lain. Demikian pula antara penanggap (yang mengundang) dengan pemain, penonton undangan, penonton tidak diundang, dan sebagainya.

Sebagai seni tradisi, terdapat beberapa rumusan, norma, atau aturan yang harus ditaati. Nilai kultural yang terdapat dalam masyarakat tidak bisa diuraikan secara lengkap. Nilai kultural ini merupakan warisan budaya yang didapat melalui pengalaman hidup, yang sebagian terserap tanpa disadari. Budaya merupakan identitas masyarakat, kesenian adalah bagian dari identitas tersebut. Reog sudah menajdi identitas bagi Ponorogo. Martha Graham (USA) mengungkapkan bahwa tari sebagai seni pertunjukan bisa mengungkapkan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata.

Secara umum, kesenian apapun bentuknya bukan sektor yang berdiri sendiri, melainkan bertalian erat dengan sektor-sektor lain dalam suatu lingkup budaya. Lingkup budaya tersebut terdiri:

1. Sosial dan personal 2. Individu dan komunal 3. Sakral dan sekular 4. Panggung dan forum (terbuka dan tertutup) 5. Idealisme dan ekonomi

Hal ini menunjukkan bahwa suatu hal dalam seni berkaitan dengan hal lainnya, cara memandang bisa dari beberapa sisi, dan diantara pandangan bisa tumpang tindih. Jika digambarkan dengan bagan, tampak seperti gambar 7 dibawah ini.

Bagan konteks di atas jelas memakai pendekatan sosial budaya, menampilkan pasangan-pasangan topik yang bertentangan. Misalnya komunal dengan individual, tertutup dengan terbuka. Dalam istilah kultural, hal ini disebut paradoks, yakni kedua hal yang tampak bertentangan tersebut diperlukan, dan bukan hanya salah satunya yang benar.

Page 6: No 17 - Andi Farid - 2133 - 2138 - Topeng Reog Ponorogo Dalam Tinjauan Seni Tradisi

JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Riset / 2138

Umpamanya antara peran individu dan masyarakat. Adalah penting setiap individu dapat mandiri, dapat bekerja dan hidup sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Namun, peran individu tersebut untuk membangun sistem sosial adalah penting juga. Individu dikembangkan dalam sistem sosial, dan sistem sosial ditentukan oleh peranan individu. Dalam kesenian, tarik-menarik (dinamika) antara kreatifitas individu dengan norma-norma sosial, berjalan seperti sebuah percakapan sepanjang masa. Peranan individu sangat pokok dalam melahirkan kreatifitas. Namun peranan sosial yang mewadahi dan mendukungnya juga sangat penting. Dengan kata lain, dua hal yang sangat berbeda itu sama pentingnya.

PENUTUP

Topeng Reog Ponorogo sebagai seni tradisional asli Ponorogo mengalami perkembangan sesuai jaman. Baik perkembangan fungsi dan maknanya. Dalam lingkup seni tradisi, Reog yang dulu sebagai seni tradisi komunal telah berkembang menjadi seni kontemporer yang tersebar tidak di lingkup Ponorogo, dan kini telah menjadi milik bangsa. Berkembangnya seni topeng Reog ini diperlukan standar pergelaran agar tetap dalam pakemnya dan perlu penyebaran lebih intesif agar tidak dilupakan generasi muda supaya tidak diklaim oleh negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, (1995). Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1978). Reog di Jawa Timur, Jakarta.

Suanda, Endo, (2002). Topeng, LPSN, Jakarta.

Wibowo, Joseph, (1995). Drama Tradisional Reog: Suatu Kajian Sistem Pengetahuan Dan Religi, Laporan Penelitian JARAHNITRA, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional, Yogyakarta.

Zain, Badudu, (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia