nnnnn
-
Upload
ani-martiningsih -
Category
Documents
-
view
28 -
download
4
description
Transcript of nnnnn
Kamis, 23 Desember 2010
SOP PERAWATAN LUKA BAKAR
PERAWATAN LUKA BAKAR
STANDAROPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Melakukan tindakan perawatan terhadap luka bakar
TUJUAN1. Mencegah infeksi pada luka2. Mempercepat penyembuhan pada luka
KEBIJAKAN Pasien yang mengalami luka bakar
PETUGAS Perawat
PERALATAN
1. Bak instrument yang berisi: 2. Pinset anatomis3. Pinset chirurgis4. Gunting debridemand5. Kassa steril6. Kom: 3 buah7. Peralatan lain terdiri dari:8. Spuit 5 cc atau 10 cc9. Sarung tangan10. Gunting plester11. Plester atau perekat12. Desinfektant13. NaCl 0,9%14. Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektant15. Verband16. Obat luka sesuai kebutuhan
PROSEDUR PELAKSANAA
N
A. Tahap Pra Interaksi1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien2. Mencuci tangan3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas3. Membuka peralatan4. Memakai sarung tangan5. Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan
NaCl 0,9%6. Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%7. Melakukan debridemand bila terdapat jaringan nekrotik. (Bila
ada bula jangan dipecah, tapi dihisap dengan spuit steril setelah hari ke-3)
8. Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%9. Mengeringkan luka dengan mengguanakan kassa steril10. Memberikan obat topical sesuai order pada luka11. Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang verband
dan diplester12. Memasang verband dan plester13. Merapikan pasien
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan2. Berpamitan dengan pasien3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula4. Mencuci tangan5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETRAMPILANPERAWATAN LUKA BAKAR
No ASPEK YANG DINILAIBOBO
T
NILAI
0 1 2
A ALAT
Bak instrument yang berisi:
1 Pinset anatomis 1
2 Pinset chirurgis 1
3 Gunting debridemand 1
4 Kassa steril 1
5 Kom: 3 buah 1
Peralatan lain terdiri dari:
6 Spuit 5 cc atau 10 cc 1
7 Sarung tangan 1
8 Gunting plester 0,5
9 Plester atau perekat 0,5
10 Desinfektant 1
11 NaCl 0,9% 1
12 Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektant 1
13 Verband 0,5
14 Obat luka sesuai kebutuhan 1
B Tahap Pra Interaksi
1 Melakukan verifikasi program pengobatan klien 2
2 Mencuci tangan 1
3 Menempatkan alat didekat pasien dengan benar 1
C Tahap Orientasi
1 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik 1
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
2
3 Menayakan kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan 1
D Tahap Kerja
1 Menjaga privacy 1
2 Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas 1
3 Membuka peralatan 1
4 Memakai sarung tangan 1
5 Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%
3
6 Mem,bersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9% 3
7Melakukan debridemand bila terdapat jaringan nekrotik. (Bila ada bula jangan dipecah, tapi dihisap dengan spuit steril setelah hari ke-3)
5
8 Membersihkan luka dengan NaCl 0,9% 3
9 Mengeringkan luka dengan mengguanakan kassa steril 1
10 Memberikan obat topical sesuai order pada luka 2
11 Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang verband dan diplester
1
12 Memasang verband dan plester 1
13 Merapikan pasien 1
E Tahap Terminasi
1 Mengevaluasi hasil tindakan 1
2 Berpamitan dengan pasien 1
3 Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula 1
4 Mencuci tangan 1
5 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan 1
TOTAL 50
SYOK LISTRIK 45. Dapat disebabkan oleh aliran listrik atau petir. Beratnya gejala yang timbul ter gantung dari: 1. Jenis arus – arus searah (DC) kurang berbahaya. 2. Sifat arus – kuat arus, tegangan dan frekwensi. 3. Tahanan tubuh-kulit yang lembab/basah sangat merendahkan tahanan setempa t. 4. Bagian tubuh yang dilakui arus – sangat berbahaya bila melalui jantung. 5. Lama terkena arus. GEJALA DAN TANDA Gejala yang timbul bermacam-macam, dari yang teringan: 1. Terkejut dan terjatuh. 2. Spasme dan terjatuh. 3. Kejang. 4. Penurunan kesadaran. 5. Apnea dan fibrilasi ventrikel. Pada kulit tempat kontak dapat terjadi luka bakar yang dalamnya bervariasi; samb aran petir mugkin memberikan gambaran aborescent mark (gambaran cabang ranting p ohon). PENATALAKSANAAN 1. Putuskan hubungan aliran listrik dengan penderita: - matikan aliran listrik, atau putuskan kawat dengan alat terisolasi (misa l kapak bertangkai kayu). - jauhkan/lepaskan penderita dari sumber aliran listrik. - penolong sebelumnya harus yakin bahwa dirinya terisolasi dengan baik dar i tanah (gunakan alas kaki yang kering). - gunakan benda yang tak dapat dialiri listrik, (kain, kayu kering, karet atau sabuk kulit) untuk menarik tubuh penderita/menjauhkan sumber listrik. 2. Perhatikan fungsi vital, bila perlu lakukan sesusitasi (lihat bab tentang res usitasi). 3. Cari dan atasi komplikasi lain yang mungkin ada: - luka bakar dan nekrosis jaringan. - patah tulang atau dislokasi. - perdarahan. - syok dan asidosis.
SENGATAN LISTRIK
PERTANYAAN
Apakah pasien sadar ?
Apakah pasien bernafas normal ? (Pikirkan Topik Pernafasan)
Bila sengatan dari alat rumah tangga, apakah pengering, kompor listrik atau sumber lain ?
Apakah pasien masih terhubung dengan sumber sengatan ?
Apakah ada cedera lain ? Bila ada, berupa apa ?
KIRIM BERSAMA ALS/BLS (PPGD) KIRIM BLS (PPGD)
Tidak sadar / tidak bernafas secara normalSengatan listrik alat rumah tangga tanpa gejala kritis
Penurunan tingkat kesadaran
Jriteria Kejadian Kericuhan Multipel
Dilaporkan DOA hingga penilaian oleh yang bertanggung-jawab
Luka bakar jalan nafas, hidung, mulut
Luka bakar lebih dari 20% permukaan tubuh
Luka bakar akibat sumber 220 volt atau lebih
INSTRUKSI PRA KEDATANGAN
Hati-hati massa (tanah, lantai) yang lembab / basah
Jangan sentuh pasien bila masih berhubungan dengansumber listrik
Hati-hati dengan lelehan cairan dimana bisa sebagai penghantar listrik
Bila aman dikerjakan, matikan sumber listrik
Bila kondisi pasien berubah, hubungi kami kembali
TINDAKAN SEGERA LAIN LAPORAN SINGKAT
Bila tidak sadar, lanjut ke Topik KONTROL JALAN NAFAS PASIEN TIDAK SADAR / PERNAFASAN NORMAL
Usia
Kelamin
Bila tidak sadar, TIDAK bernafas secara normal, lanjut ke RJP kelompok usia sesuai (dewasa, anak, bayi)
Lokasi spesifik
Keluhan utama
Apakah Damkar diperlukan ? Gejala terkait
Riwayat medikal / operasi bila ada
Kelompok penanggap lain
Semua bahaya bagi kelompok penanggap
SINDROM TERMAL DAN SENGATAN LISTRIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sengatan listrik (electric shock) atau yang lebih dikenal dengan kesentrum adalah sebuah
fenomena dalam kehidupan. Secara sederhana kesetrum dapat dikatakan sebagai suatu proses
terjadinya arus listrik dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat terjadi karena kontak dari tubuh
manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan arus melalui otot
atau rambut. Ketika tersengat lsitrik, terdapat beda potensial (arus dari potensial tinggi ke rendah)
sehingga muncul tegangan listrik antara tubuh dan lingkungan kita.
Taruma akibat sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran arus listrik
yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi
organ dalam. Arus listrik yang mengalir kedalam tubuh manusia akan menghasilkan pans yang dapat
membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Tanda dan gejalanya meliputi luka bakar pada kulit,
kerusakan organ dalam dan jaringan lainnya, aritmia, serta gagal nafas.
Kejadian kecelakaan karena sengatan arus listrik pada manusia lebih sering dikarenakan arus
bolak-balik (AC) dibandingkan arus searah (DC). Manusia lebih sensitif 4-6 kali terhadap arus AC
dibandingkan arus DC. Arus DC menyebabkan satu kontraksi otot, sedangkan arus AC menyebabkan
kontaksi otot yang kontinu dapat mencapai 40-110 kali/detik, sehingga menyebabkan luka yang
lebih parah. Dalam terjadinya luka akibat arus listrik ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara
lain yaitu : intensitas, voltase, tahanan, arah arus, waktu, jenis kelamin, berat badan dan kondisi
sekitar.
Angka kejadian sengatan listrik sebagian besar terjadi pada anak-anak kurang dari 6 tahun dan
sisanya pada dewasa. Sengatan listrik yang terjadi pada anak-anak biasanya terjadi saat berada di
rumah. Anak-anak mempunyai predisposisi untuk terjadinya luka akibat sengatan listrik yang
bersumber dari tegangan rendah, seperti kabel listrik karena keterbatasan mobilitas anak.
Sedangkan dewasa luka sengatan listrik biasanya bersumber dari tengangan tinggi yang dapat
menyebabkan kematian. Pasien yang dapat bertahan setelah mengalami sengatan listrik sekitar 3%
dari 100.000 pasien. Di Amerika 1200 orang meninggal dunia karena tersengat listrik tiap tahunnya.
Sengatan listrik pada anak biasanya terjadi di rumah, sedangkan pada orang dewasa lebih sering
dikarenakan kecelakaan kerja.
Sindrom termal adalah sekumpulan gejala gangguan pada termoregulasi manusia. Teori termal
berpengaruh terhadap perpindahan panas dalam tubuh manusia, terdapat empat proses dalam
perpindahan panas, yaitu konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Terjadinya gangguan
perpindahan panas dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi suhu tubuh seseorang. Terdapat tiga
jenis kelainan suhu pada manusia yaitu hipertemia, hipotermia dan heatstroke, diantara ketiga
kelainan diatas yang paling tinggi angka kejadian dan paling mematikan adalah heatstroke.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada klien sindrom termal dan sengatan listrik.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien
sindrom termal dan sengatan listrik adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep dasar dari kegawatdaruratan sindrom
termal dan sengatan listrik.
b. Mahasiswa mampu memahami penyebab dan tanda gejala dari sindrom termal dan sengatan listrik.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan sindrom termal
dan sengatan listrik.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini adalah deskriptif, tim
berusaha menjelaskan setiap point dalam makalah yang bersumber daru berbagai sumber seperi
buku-buku dari perpustakaan, internet, konsultasi pembimbing dan diskusi kelompok.
D. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sindron termal dan sengatan listirk memilki kesamaan didalam segi sifatnya, yaitu dalam segi
konduktivitas, ketika seseorang mengalami sindrom termal dan sengatan listrik sering sekali
mengalami manifestasi yang sama salah satunya adalah luka, terutama luka bakar, namun dengan
penanganan pertama darisindrom temal dan sengatan listrik berbeda, untuk itulah sindrom termal
dan sengatan listrik sering kali dibahas bersamaan untuk menunjukkan adanya persamaan dan
perbedaan diantara keduanya.
A. Konsep sindrom termal
1. Defenisi
Menurut Ing Sihanna (2010), definisi termal dapat dirunut dari bahasa Yunani “therm” yang
berarti kalor (penyebab dan efek, pembangkitan dan penggunaan), serta dari bahasa Latin “temper”
yang berarti campuran (original digunakan untuk 'suhua caeli', kombinasi langit). Sistem
didefinisikan sebagai suatu obyek, sejumlah materi dalam suatu daerah ruangan, yang ditetapkan
dalam bahasan dan dipisahkan dari sekeliling (lingkungan) oleh batas sistem. Batas sistem dapat
bersifat fisik real ataupun berupa imajiner sesuai dengan keperluan untuk membedakan elemen
sistem dan elemen lingkungan. Lingkungan dinyatakan sebagai semua elemen yang bukan
merupakan bagian dari sistem.
Sindrom termal merupakan keadaan berlebihan, yang dititikan pada suhu, diantaranya yaitu
hipotermia dan hipertermia. (Aru W, dkk. 2009).
2. Sifat
Sifat termal, meliputi konduktivitas panas, temperatur kerja maksimum, koefisien ekspansi
termal, difusivitas termal, dll. Konduktivitas adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan
kemampuannya untuk menghantarkan panas. Semua keramik boleh dikatakan dibuat dengan
melalui pemanasan pada temperatur tinggi dan sejumlah keramik dimanfaatkan karena sifat
termalnya yang unggul, seperti sifat tahan panas, hantaran panas, ketahanan terhadap kejutan
termal, dan sebagainya. Sejalan denganitu titik cair tidak dapat ditentukan dari analisa sederhana
pada fasa padat saja. Ada dua mekanisme dari penyerapan panas oleh kristal, yang pertama adalah
oleh getaran atom yang kedua oleh pergerakan elektron. Umumnya yangpertama relatif sangat
besar. Dengan mengumpamakan semua atom dalam kristal bergetar secara harmonis pada frekuensi
tunggal yang sama, secara teoritis Einstein menurunkan harga kapasitas panas volum tetap sama
dengan nol pada temperatur nol derajat Kelvin dan mendekati harga 3 R (5,96 kal.mol-1.der-1) pada temperatur
tinggi. Debye mengumpamakan bahwa ada distribusi tertentu pada frekuensi getaran atom dan
menurunkan persamaan yang menjelaskan kapasitas panas terukur lebih baik dari rumus Einstein.
3. Klasifikasi sindrom termal
a. Hipotermia
1) Pengertian hipotermia
Hipotermia diakibatkan oleh lepasnya panas karena konduksi, konveksi, radiasi, atau transpirasi.
Local cold injury dan frostbite timbul karena terjadihipotermia karena penurunan viskositas darah
dan kerusakan intraselular ( intracellular injury). (Aru W, dkk. 2009).
2) Manifestasi klinis
Manifestasi tidak seberat frostbite yang berupa luka begabung dan tidak ada jaringan yang
terlepas. Trench foot diakibatkan jaringan dilingkungan yang lembab pada suhu dingin selama
bebrapa jam sampai beberapa hari. Akan timbul hiperhidrosis jangka panjang dan insensitivitas
dingin.
Derajat pertama dan kedua frobite superficial ditandai dengan edama, luka bakar, dan
eritema, serta melepuh pada derajat kedua. Derajat ketiga frostbite ditandai dengan luka yang lebih
dalam timbul sedalam kutis dan jaringan subkutis. Derajat ketiga ditandai dengan luka yang
mencapai jaringan subkuteneus, otot, tendon, dan tulang.
Pasien datang dengan sianosis dan bias terjadi hemoragik dan nekrosis kulit. Kadang –
kadang jaringan menjadi seperti mumi.
Klasifikasi luka dingin menurut berat kasus
Derat I Derajat II Derajat III
1. Kulit membeku sebagian
eritema, edema,
hyperemia.
2. Tidak melepuh atau
nekosis.
3. Deskuamasi kulit jarang
(5 sampai 10 hari
kemudian)
Gejala
Seperti sengatan dan
rasa terbakar, berdenyut
dan bisa timbul
1. Luka jaringan kulit.
2. Eritema, vesikel
substansial dengan
cairan bening
melepuh merupakan
dekuamasi dan
jaringan kehitaman.
Gejala
Mati rasa dan
gangguan vasomotor
pada kasus berat
1. Jaringan kutis dan
subkutaneus, otot,
tendon, dan tulang
membeku.
2. Edema lokal.
3. Awalnya luka
berwarna merah tua
atau cyanosi
4. Kadang-kadang
jaringan mengering,
hitam, seperti mumi.
Gejala
hiperhidrosi. Sendi nyeri
Table 2.1 tabel klasifikasi luka hipotermi
Mild hypothermia 32o C (89,6O F) sampai 35o C (95OF) menyebabkan timbulnya menggigil,
takikardi, dan peningkatan tekanan darah. Mengigil mengakibatkan penurunan deyut jantung dan
tekanan darah ketika temperature dibawah 32o C (89,60 F). Mental melambat dan kehilangan reflex
menelan. Komplikasi yang umum terjadi adalah aspirasi.
Dengan temperature yang sangat rendah, pasien menjadi letargi dan koma. Imobilisasi
menimbulkan resiko rabdomiolisis dan gagal ginjal akut. Hemokonsentrasi dan pengurangan volume
bisa menimbulkan thrombosis intravaskuler dan koagulasi intravaskuler diseminata.
Hiperglikemia bisa terjadi walaupun lebih dari 40% penderita mengalami hipoglikemia.
Gangguan keseimbangan asam basa bisa timbul tetapi tidak mengikuti pola tertentu.
Pada EKG terlihat interval PR,QRS dan QT memanjang dan gelombang Osborn J. irama
jantung takikardia sampai bradikardi juga fibrilasi atrial ventrikuler hingga bias terjadi asistolik pada
temperature yang sangat rendah.
3) Diagnosis
Hipotermia didiagnosis bila suhu tubuh dibawah 35o C (950F) penyakit yang menyerupai
gejala hipotermia seperti :
a) Defisiensi tiroid, insufisiensi adrenal , difungsi susunan saraf pusat, infeksi, sepsis, penyakit kulit,
keracunan obat dan gangguan metabolism yang perlu dipertimbangan dan dievaluasi.
b) Cold injury yang terlokalisir didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b. Hipertermi
Keringat dan penguapan jumlahnya cukup tinggi terjadi bila temperatur mencapai 35°C (95°F)
atau lebih tinggi. Kelembaban mengurangi kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri sendiri
melalui keringat. Ketidakmampuan respon termoregulasi dan kontrol terhadap sistem peningkatan
presipitat atau depresi pusat temperatur disebabkan disfungsi organ lain, dapat menimbulkan
manifestasi klinis antara lain hipertemia. Pencegahan terjadinya peningkatan suhu abnormal
tergantung pada keseimbangan antara pelepasan panas dan pembentukan panas.
Pakaian, ventilasi, latihan dan air serta pelepasan garam ditimbulkan oleh panas dan
kesanggupan tubuh untuk mengatur temperatur tubuh.
Latihan yang berat harus disesuaikan dengan suhu udara, kelembaban udara, garam, dan yang
lebih penting lagi, pelepasan air harus cukup dan diberikan sebelum timbul gangguan gejala suhu
(heat illnes). Usia muda, usia lanjut, dan orang-orang dengan penyakit tertentu, umumnya penyakit
kardiovaskular, kemungkinan terjadi resiko sakit akibat heat stress. Salah satu akibat yang
ditimbulkan oleh heat stress adalah heat stroke.
4. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom thermis menyebabkan gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit
serta syock, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi
ini dapat dijumpai pada fase awal / akut / syock biasanya berlangsung sampat 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit pada klien yang menglamai luka bakar akan menyebabkan kehilangan fungsi
barier sehingga luka sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi
penguapan cairan tubuh yang berlebihan, penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein dan
energi sehingga terjadi gangguan metabolisme. Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin yang
dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-
organ seperti hepar dan paru yang bisa menyebabkan kematian. Reaksi inflamasi yang
berkepanjangan akibat sindrom thermal menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur
fungsional seperti peningkatan suhu yang berkepanjangan dan kehilangan cairan dalam tubuh yang
sangat banyak. (Mansjoer Arief, 2000).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kondisi pasien sindrom termal diambil contoh dari kasus hipotermi dan
hipertermi sama saja, yang membedakan nya hanya terapi suhu yang diberikan.
Saat menangani klien yang mengalami sindrom termal diambil contoh hipotermiMenurut
Brunner & Suddarth (1996),penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk mengembalikan kekurangan cairan pada klien
b. Pencairan dalam air hangat (40° C sampai 42° C) selama 10-30 menit sampai ekstremitas melunak
dan kemerahan.
c. Analgesik opioid parenteral (misalnya Morfin 0,1 mg/kg iv) untuk mengurangi nyeri
d. Jika ada ketidakstabilan kardiovaskular, dibutuhkan pemanasan yang lebih agresif (bilas lambung,
kandung kemih, lavase peritoneal dan pleural). Temperatur cairan bilas bisa sampai 42° C (107° F).
e. Pada fibrilasi ventrikular dilakukan defibrillasi sampai temperatur 30° C (86T), meskipun 3
countershock hares diukur.
f. Pemanasan kembali melalui sirkuit ekstrakorporal merupakan metode pilihan pada pasien
hipotermia berat dalam henti jantung. Jika perlengkapan tidak tersedia, resusitasi trakeostomi dan
pijat jantung dalam dan bilas mediastinal merupakan alternatif yang dapat diterima.
g. Semua pasien dengan firosbite superficial terlokalisir atau hipotermia sedang dapat dirujuk ke RS.
Pasien tidak dirawat, mereka bisa kembali pada lingkungan yang hangat.
Jika terdapat luka hal yang perlu kita lakukan adalah sebagai berikut :
a. Luka dikaki ditangani dengan pengangkatan, penghangatan, dan pembalutan jari yang luka.
Nifedipin 20 mg per oral 3 kali sehari., kortikosteroid topical prednisone, dan prostaglandin E1
(limaprost 20 mg per oral 3b kali sehari ) dapat membantu.
b. Pemanasan cepat dengan air yang mengalir pada suhu 42oC (1070F)selama 10-30 menit pada
ekstermitas yang mengalami frobite. Pasien bisa diberi narkotik, ibuprofen, dan aloevera.
Pemberian penicillin E 500.000 u setiap 6 jam selama 48 -72 jam memperlihatkan hasil yang baik.
c. Luka bersih banyak mengandung prostaglandin dan tromboksan dapat dibersihkan atau diaspirasi.
Luka yang berdarah seharusnya dibersihkan dan dirapikan kembali.
d. Teknik penghangatan termasuk penghangatan pasif, penghangatan aktif eksternal, dan
penghangatan perawatan aktif.
e. Pasien dengan hipotermia sedang dapat diatasi dengan penghangatan pasif dengan cara
memindahkannya dari lingkungan dingin dan menggunakan selimut kolasi.
f. Pasien dengan hipotermia berat, sebaiknya dipantau dengan pilse oxymetri
g. Perhatikan jalan nafas, pernafasan, dan jantung. Bila tidak ada gangguan kardiovaskular,
penghangatan aktif vaskular dapat diterapkan (radiasi panas, selimut hangat, dan objek yang
dipanaskan) dengan cairan hangat IV dan oksigen yang dihangatkan.
B. Konsep sengataan listrik
1. Defenisi
Kesetrum atau dalam bahasa ilmiah disebut sengatan listrik (electric shock) adalah sebuah
fenomena dalam kehidupan. Secara sederhana kesetrum dapat dikatakan sebagai suatu proses
terjadinya arus listrik dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat terjadi karena kontak dari tubuh
manusia dengan sumber tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan arus melalui otot
atau rambut. Ketika tersengat lsitrik, terdapat beda potensial (arus dari potensial tinggi ke rendah)
sehingga muncul tegangan listrik antara tubuh dan lingkungan kita.
Kesetrum adalah fenomena yang terjadi karena adanya arus yang resistansi dengan plasma
darah dalam tubuh kita. Arus terjadi karena ada perpindahan elektron dan proton, pergerakan arus
yang terhambat akan menghasilkan energy panas.
2. Etiologi sengatan listrik
Penyebab terjadinya sengatan listrik bukan karena tegangan listrik, tetapi karena adanya
arus listrik yang mengalir. Sebenarnya arus listrik pun memang sudah ada di tubuh kita sebagai
pengantar informasi dari indera ke otak (seperti sensor dan prosesor).
Seseorang bisa tersengat listrik karena ada banyak kemungkinan, antara lain :
a. Menyentuh kabel terbuka berarus listrik
b. Menyentuh kabel berarus yang isolasinya rusak
c. Kegagalan peralatan
d. Terkena muatan listrik statis
e. Disambar petir (akan dibahas khusus dalam proteksi petir.
3. Patofisiologi
Ketika terjadinya kontak antarabagian tubuh manusia dengan suatu sumber tegangan listrik
yang cukup tinggi, kejadian itulah yang mampu mengakibatkan arus listrik mengalir kedalam tubuh
manusia tepatnya melalui. Arus listrik memiliki sifat sifat mengalir dari pontensial tinggi ke potensial
rendah. Dalam kasus sehari- hari sumber tegangan listrik ini memilki potensial tinggi, sementara
bumi tempat berpijak memilki potensial rendah. Jadi, tegangan ini ingin mengalirkan arusnya
kebumi. Pada saat terjadi kontak antara manusia dengan sumber tegangan saat manusia ini
meninjak bumi, maka tubuh manusia ini akan menjadi suatu konektor antara sumber tegangan
dengan bumi. Perlu diingat bahwa tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, sehingga tubuh
manusia merupakan konduktor yang baik, karena air merupakan konduktur yang baik. Saat terkena
sengatan listrik, arus listrik menimbulkan, gangguan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui dapat menyebabkan luka bakar. Luka
bakar ini timbul akibat dari bunga api listrik yang suhunya dapat mencapai 2.500oC. Tegangan lebih
baru 500 volt merupakan reesiko tinggi terhadap keselamatan jiwa. Arus bolak balik menimbulkan
rangsangan otot berupa kejang – kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60
miliamper saja sudah cukup untuk menimbulkan jantung (fiblilasi ventrikel). Bila kawat berarus listrik
terpegang olh tangan, maka pegangan akan sulit dilepaskan karena arus listrik tersebut
menimbulkan kontraksi dari otot – otot jari tangan. Otot fleksor atau otot mengenggam jari lebih
kuat dari otot ekstensor. Jika arus listrik tengangan tinggi mengenai dada akan menyebabkan
gangguan pernafasan. Bila menganai kepala, dapat menyebabkan tidak sadarkan diri. Pada tegangan
rendah, arus searah tidak berbahaya dibandingkan dengan arus bolak balik.
Kelancaran arus masuk ketubuh tergantung juga basah atau keringnya kulit yang kontak
dengan arus listrik. Bila kulit basah atau lembab, arus listrik akan mudah masuk kedalam tubuh. Pada
tempat masuk arus listrik, akan tampak luka masuk yang merupa luka bakar sedangkan pada tempat
luka keluar akan terkesan loncatan arus keluar. Arus keluar biasanya sulit ditemukan. Panas yang
timbul yang mengenai pembuluh darah akan dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
semakin lama dapat menyebakan kematian jaringan.
Kadang lukabakar yang tampak dari luar tampak ringan tetapi kerusakan jaringan yang lebih
dalam, luas dan berat. Kerusakan otot yang berat dapaat terlihatpada kencing yang berwarna gelap
karena bercampur dengan mioglobin yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Akibat dari sengatan listrik bisa bermacam – macam. Mulai dari sekedar terkejut, membuat
luka bakar ditubuh, atau tergolong fatal yang merupa kematian. Salah satu efek terberat dari
sengatan listrik adalah terjadinya luka bakar.
4. Manifestasi klinis tubuh terhadap sengatan listrik
Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas
yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui dapat menyebabkan luka bakar. Luka bakar ini
timbul dapat akibat dari bunga api listrik yang suhunya dapat mencapai 2.500 derajat celcius.
Tegangan lebih dari 500 volt merupakan risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa. Arus bolak-balik
menimbulkan rangsangan otot berupa kejang-kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan
sebesar 60 milliamper saja sudah cukup untuk menimbulkan gangguan jantung (fibrilasi ventrikel).
Bila kawat berarus listrik terpegang oleh tangan, maka pegangan akan sulit dilepaskan karena arus
listrik tersebut menimbulkan kontraksi dari otot-otot jari tangan. Otot fleksor atau otot
menggenggam jari lebih kuat dari otot ekstensor. Jika arus listrik tegangan tinggi mengenai dada
akan menyebabkan gangguan pernafasan. Bila mengenai kepala, dapat menyebabkan tidak sadarkan
diri. Pada tegangan rendah, arus searah tidak berbahaya dibandingkan dengan arus bolak-balik.
Kelancaran arus masuk ke tubuh tergantung juga basah atau keringnya kulit yang kontak
dengan arus listrik. Bila kulit basah atau lembab, arus listrik akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Pada tempat masuknya arus listrik, akan tampak luka masuk yang berupa luka bakar sedangkan pada
tempat luka keluar akan terkesan loncatan arus keluar. Arus keluar biasanya sulit ditemukan. Panas
yang timbul yang mengenai pembuluh darah akan dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
yang semakin lama dapat menyebabkan kematian jaringan.
Kadang luka bakar yang tampak dari luar tampak ringan tetapi kerusakan jaringan yang lebih
dalam luas dan berat. Kerusakan otot yang berat dapat terlihat pada kencing yang berwarna gelap
karena bercampur dengan mioglobin yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Akibat dari sengatan listrik bisa bermacam-macam. Mulai dari sekedar terkejut, membuat
luka bakar ditubuh, atau yang tergolong fatal berupa kematian. Salah satu efek terberat dari
sengatan listrik adalah terjadinya luka bakar.
5. Gambaran Klinis
Listrik dapat menyebabkan kerusakan jaringan sebagai efek langsung arus listrik searah pada
sel dan oleh kerusakan termal dari panas yan diteruskan oleh jaringan. Energy terbesa rterjadi pada
titik kontak sehingga kerusakan jaringan pada daerah tersebut harus diobservasi lebih baik.
Luka keluar sengatan listrik lebih besar dari pada luka masuk. Bila sengatan listrik masuk
kedalam tubuh, kerusakan terbesar terjadi pada jaringan saraf, pembuluh darah dan otot. Sengatan
listrik dapat mengakibatkan nekrosis berupa koagulasi, kematiansaraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Luka yang ditimbulkan lebih menyerupai jaringan nekrosis atau kerak dari pada luka bakar
termal. Karena ukuran dari luka karena sengatan listrik tidak berkolerasi baik dengan kerusakan yang
ditimbulkan, pemeriksaan teliti untuk luka yang dalam sangat penting. Luka traumatic sering terjadi
bersamaan dengan sengatan listrik.
6. Diagnosis
Sengatan listrik berdasarkan riwayat penyakit . Bila riwayat penyakit tidak jelas, ciri-ciri luka
pada kulit sangat menolong. Pemeriksaan yang menyeluruh serta memperhatikan luka akibat
sengatan listrik sangat penting untuk mengesampingkan adanya suatu trauma. Pemeriksaan untuk
tulang patah dan dislokasi tetap dilakukan walaupun tanpa riwayat trauma. Tidak ditemukannya luka
sengatan listrik pada pemeriksaan jaringan mengesampingkan sengatan listrik serius.
Pemeriksaanlaboratoriumhitungdarahlengkapelektrolit, kalsium, urea nitrogen darah,
kreatinin, analisa gas darah, myoglobin (MB), kreatinin kinase (CK).
CK dan MB dapat meningkatkan pada kerusakan otot jantung tapi ada luka otot secara
ekstensif. Fungsi hati dan amylase diperiksa bila diduga ada luka abomen. EKG dapat dilakukan bila
ada indikasi ; pemeriksaan radiologis dilakukan pada sisi luka sengatan listrik. CT Scan kepala
merupakan indikasi pada luka kepala yang berat, koma atau bila ada perubahan mental.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal sebelum penderita ditangani adalah tentunya memutuskan sumber
arus listriknya. Bisa dengan mematikan peralatan yang menjadi sumber setruman atau langsung dari
MCB.
Setelah itu, segera pindahkan korban ke tempat aman serta bersirkulasi udara lancar.
Baringkan korban lalu evaluasi kesadaran penderita apakah sadar atau tidak, serta periksa denyut
nadi dan pernapasannya.
8. Komplikasi sengatan listrik
a. Kardiovaskuler
Kematian mendadak (fibrilasiventrikel, asistolik), Nyeri dada, disritonia, segmen ST-T abnormal,
blok cabang berkas, kerusakan miokardial, disfungsi ventrikel, MCI, hipotensi (volume deplesi),
hipertensi (pelepasan katekolamin).
b. Neurologis
Status mental, agitasi, koma, kejang, edema serebral, ensefalopati hipoksia, nyerikepala, afasia,
lemah, paraplegia, kuadriplegia, disfungsi sumsum tulang, pheriperal neuropati, insomnia,
emosilabil.
c. Kulit
Luka akibat sengatan listrik, akibat sekundel luka bakar.
d. Vaskuler
Thrombosis, nekrosiskoagulasi, DIC, rupture pembuluh darah, aneurisma sindrom kompartemen.
e. Pulmonal
Hentinapas (sentral atau perifermis tetanus). Pneumonia aspirasi, edema pulmonal, kontusi
pulmonal, kerusakan inhalasi.
f. Gastrointestinal
Perforasi, tukak stress (Curling Ulcer), perdarahan GIT.
g. Muscular.
Mionekrosis, sindrom kompartemen.
h. Skeletal
Fraktur kompresi vertebra, fraktur tulang, dislokasi bahu (anterior dan posterior), fraktur
scapula.
i. Optamologi
Cornel burns, delayed cataract, thrombosis atau hemoragia intraocular, uveitis, frakturorbita.
j. Pendengaran
Hilangnya pendengaran, tinnitus, perforasi, membrane timpani, mastoiditis, meningitis.
k. Oral burns
Hemoragia arteri labialis, scarring dan deformitas fasialis, gangguan bicara, perubahan bentuk
mandibula dan pembentukan gigi.
l. Obstetric
Aborsi spontan, kematian janin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURAT
SINDROM TERMAL DAN SENGATAN LISTRIK
Pada bab ini penulis akan menyajikan proses keperawatan kegawat daruratan yang dimulai
tindakan primer dan diikuti tindakan secondary.
A. Primary Survei
1. Tindakan primer sindrom termal dan sengatan listrik
a. Airway
1) Memastikan ada tidaknya sumbatan jalan nafas total: pada pasien sindrom termal dan sengatan
listrik apakah ada sumbatan yang menghambat nafas klien. Bila ada muntah/darah atau benda lain
di mulut klien, keluarkan segera
2) Adanya Distress pernafasan
3) Kemungkinan fraktur servikal (sengatan listrik akibat gerakan yang terjadi saat tersetrum)
4) Telentangkan posisi klien, tekuk kepalanya ke belakang, tarik rahangnya ke depan agar lidah tidak
menutup lubang tenggorokan.
b. Breathing
Memastikan pasien masih bernafas atau sudah tidak bernafas, diantarannya dengan 3 cara:
1) LOOK: lihat ada trauma, lihat pergerakan dada, irama, kedalaman, simetris atau tidak:
a) Kesadaran akan menurun / agitasi
Agitasi → Hipoksemia Karena sumbatan jalan nafas
Penurunan kesadaran → Hiperkarbia yang disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan nafas.
b) Pergerakan dada dan perut
Normalnya kedua bergerak sama – sama, kalau ada sumbatan jalan nafas keduanya bergerak
berlawanan.
c) Retraksi sela iga, supra klavikula / subkostal
d) Cyanosis sebagai tanda adanya hipoksemia
e) Deformitas daerah yang patah
2) LISTEN: dengarkan suara nafas dengan stetoskop
Adanya suara nafas tambahan yang didengar, berupa :
a) Dengkuran ( SNORING ) → Lidah yang menutup orofaring
b) Kumuran ( GURGLING ) → Sekret, darah, muntahan
c) Siulan ( CROWING ) → Penyempitan karena spasme, edema atau pendesakan
3) FEEL: rasakan adanya hembusan nafas dari hidung
Meraba hawa ekspirasi dari hidung / mulut dan raba getaran di leher
4) Pemberian oksigen secara manual
Jika Anda menemukan korban dalam keadaan tidak bernapas, segera beri napas bantuan,
telentangkan si korban, tekuk kepalanya ke belakang, buka mulut dan tarik nafas , kemudian tutup
mulut dan tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya sampai rongga paru-paru terangkat, pijit
hidungnya agar udara yang ditiupkan tidak keluar, amati turunnya dada kembali, faktor penentu
adalah kecepatan dalam bertindak, karena itu 3 atau 4 kali peniupan pertama dilakukan secepat
mungkin, penipuan selanjutnya diulang lebih kuarng 10 kali setiap menit.
c. Circulation
1) Memastikan ada tidaknya denyut nadi karotis, radialis, brakhialis, femoralis, dorsadipedis
2) Ada tidaknya perdarahan eksternal. Tutupi titik luka bakar yang terjadi akibat masuk dan keluarnya
arus listrik pada tubuh karena bisa mempercepat pengurangan cairan dalam tubuh. Gunakan kain,
perban atau benda apapun yang bersifat tidak mengantarkan panas.
3) Pola Nadi
B. Secondary survey
1. Penatalaksanaan sindrom termal
Menurut Brunner & Suddarth (1996),penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk mengembalikan kekurangan cairan pada klien
b. Pencairan dalam air hangat (40° C sampai 42° C) selama 10-30 menit sampai ekstremitas melunak
dan kemerahan.
c. Analgesik opioid parenteral (misalnya Morfin 0,1 mg/kg iv) untuk mengurangi nyeri
d. Jika ada ketidakstabilan kardiovaskular, dibutuhkan pemanasan yang lebih agresif (bilas lambung,
kandung kemih, lavase peritoneal dan pleural). Temperatur cairan bilas bisa sampai 42° C (107° F).
e. Pada fibrilasi ventrikular dilakukan defibrillasi sampai temperatur 30° C (86T), meskipun 3
countershock hares diukur.
f. Pemanasan kembali melalui sirkuit ekstrakorporal merupakan metode pilihan pada pasien
hipotermia berat dalam henti jantung. Jika perlengkapan tidak tersedia, resusitasi trakeostomi dan
pijat jantung dalam dan bilas mediastinal merupakan alternatif yang dapat diterima.
g. Semua pasien dengan firosbite superficial terlokalisir atau hipotermia sedang dapat dirujuk ke RS.
Pasien tidak dirawat, mereka bisa kembali pada lingkungan yang hangat.
Jika terdapat luka hal yang perlu kita lakukan adalah sebagai berikut :
a. Luka dikaki ditangani dengan pengangkatan, penghangatan, dan pembalutan jari yang luka.
Nifedipin 20 mg per oral 3 kali sehari., kortikosteroid topical prednisone, dan prostaglandin E1
(limaprost 20 mg per oral 3b kali sehari ) dapat membantu.
b. Pemanasan cepat dengan air yang mengalir pada suhu 42oC (1070F)selama 10-30 menit pada
ekstermitas yang mengalami frobite. Pasien bisa diberi narkotik, ibuprofen, dan aloevera.
Pemberian penicillin E 500.000 u setiap 6 jam selama 48 -72 jam memperlihatkan hasil yang baik.
c. Luka bersih banyak mengandung prostaglandin dan tromboksan dapat dibersihkan atau diaspirasi.
Luka yang berdarah seharusnya dibersihkan dan dirapikan kembali.
d. Teknik penghangatan termasuk penghangatan pasif, penghangatan aktif eksternal, dan
penghangatan perawatan aktif.
e. Pasien dengan hipotermia sedang dapat diatasi dengan penghangatan pasif dengan cara
memindahkannya dari lingkungan dingin dan menggunakan selimut kolasi.
f. Pasien dengan hipotermia berat, sebaiknya dipantau dengan pilse oxymetri
g. Perhatikan jalan nafas, pernafasan, dan jantung. Bila tidak ada gangguan kardiovaskular,
penghangatan aktif vaskular dapat diterapkan (radiasi panas, selimut hangat, dan objek yang
dipanaskan) dengan cairan hangat IV dan oksigen yang dihangatkan.
2. Secondary survey sengatan listrik
Menurut Long, Barbara C, 1996.Penatalaksanaan awal sebelum penderita ditangani adalah tentunya
memutuskan sumber arus listriknya .Bisa dengan mematikan peralatan yang menjadi sumber
setruman atau langsung dari stop kontak.
Menurut Aru W, dkk. 2009
a. Airway, breathing dan sirkulasi harus diperbaiki, mobilisasi spinal harus diperhatikan karena
potensial terjadi trauma spinal.
b. Pemberian O2 tekanan tinggi dengan masker.
c. Monitor jantung, pulse oksimetri, pemantauan tekanan darah non invasive.
d. Fibrilisasi ventrikel, asistolik atau takikardi ventricular dapat diterapkan dengan protocol standar
ACLS. Disritmia sering timbul tapi tidak membutuhkan tindakan langsung.
e. Cairankristoloidivdengan bolus inisial 20-40 ml/kg setela hsatu jam pertama. Perbaikan cairan
tergantung pada luasnya luka bakar pasien. Untuk mengukur output urine digunakan kateter Foley
pada kasus berat.
f. Jika terjadi rabdomiolisis, lebih banyak dibutuhkan cairan untuk mencegah gagal ginjal.
g. Profilaksis tetanus sebaiknya diberikan.
h. Antibiotic profilaksis tidak penting sekali, kecuali bila ditemukan luka terbakar yang besar.
i. Kejang diobati dengan terapi standar.
j. Fraktur dan luksasi setepat mungkin dikurangi
k. Luka bakar pada kulit dapat diobati dengan silver sulfadiazine sesudah dibersihkan.
l. Konsultasi dengan dokter bedah umum bila terjadi luka jaringan yang dalam dan luas. Pasien di atas
membutuhkan eksplorasi luka bakar, debridemen, fasiotomi, dan perawatan cukup lama. Anak-anak
dengan luka local dapat dievaluasi dengan spesialis ENT atau bedah plastic. Wanita hamil yang
mengalami sengatan listrik membutuhkan konsultasikan dungan untuk penanganan dan monitor
janin. Pasien dengan sengatan listrik yang berat dapat diisolasi di unit luka bakar atau pusat trauma.
m. Anak-anak yang mengalami luka local yang terlokalisir atau luka pada tangan dapat dipulangkan.
Orang tuanya harus diberi instruksi untuk mengontrol pendarahan arteri labialis yang dapat timbul
kemudian.
n. Pasien yang mengalami sengatan listrik 110-220V tanpa gejala/luka. EKG normal dan pemeriksaan
fisik normal dapat dipulangkan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa
otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera pada sengatan listrik dan sindrom thermal lebih dari 20%): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik);
c. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman
penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh sengatan listrik derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh;
ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara
respon pada tubuh ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; sengatan listrik
dan sindrom thermal derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya sengatan
listrik disekitar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan
proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab,
pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka
bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan
syok listrik)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema
mukosa dan hilangnya kerja silia. Sengatan listrik telah mennyebar pada daerah leher; kompresi
jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal.
Peningkatan kebutuhan: status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan.
c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
d. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
1. INTERVENSI
MenurutMarylin E. Doenges. (2000), RencanaAsuhanKeperawatanpadakliendengannsindrom
thermal dansengatanlistrikdalahsebagaiberikut:
N
o
Diagnosa
Keperaw
atan
TujuandanKriteriaHasi
l
Intervensi Rasional
1
.
Resiko
tinggi
bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubun
gan
dengan
obtruksi
trakeabro
nkial;ede
Setelahdilakukanpera
watan 2x24 jam,
bersihanjalannafaske
mbaliefektifdengankrit
eriahasil :
Bunyi nafas vesikuler
RR dalam batas
normal (18-23
x/menit)
Bebas
dispnoe/cyanosis.
1.
Awasifreku
ensi, irama,
kedalaman
pernafasan
;perhatikan
adanyapuc
at/sianosis
dan
sputum
mengandu
ngkarbonat
aumerahm
1. Takipnea, penggunaanototbantu, sianosisdanperubahan sputum menunjukkanterjadi distress pernafasan/edema
parudankebutuhanintervensimedik.
2. Obstruksijalannafas/distrespernafasandapatterjadisangatcepatataulambatcontohsampai 48 jam setelahterbakar.
3. Dugaanadanyahipoksemiaataukarbonmonoksida.
4. Meningkatkanekspansiparu, memobilisasidandrainasesekret.
5. Perpindahancairanataukelebihanpenggantiancairanmeningkatkanrisiko edema paru.
ma
mukosa
dan
hilangnya
kerja silia.
Sengatanl
istriktelah
mennyeb
arpadada
erah
leher;
kompresi
jalan
nafas
thorak
dan dada
atau
keterdata
san
pengemb
angan
dada.
uda.
2.
Auskultasip
aru,
perhatikan
stridor,
mengi/gem
ericik,
penurunan
bunyinafas,
batukrejan.
3.
Perhatikan
adanyapuc
atatauwarn
abuahceri
merahpada
kulit yang
cidera
4.
Dorongbat
uk/latihann
afasdalamd
anperubah
anposisiseri
ng.
5. Awasi 24
jamkeseim
bngancaira
Catatan :Cederainhalasimeningkatkankebutuhancairansebanyak 35% ataulebihkarena edema.
6.
O2memperbaikihipoksemia/asidosis. Pelembabanmenurunkanpengeringansaluranpernafasandanmenurunkanviskositas sputum.
Data dasarpentinguntukpengkajianlanjut status pernafasandanpedomanuntukpengobatan. PaO
PaCO2lebihbesardari 50 danpenurunan pH menunjukkaninhalasiasapdanterjadinya pneumonia/SDPD.
n,
perhatikan
variasi/per
ubahan.
6. Lakukan
program
kolaborasi
meliputi :
Berikanpel
embab
O
2melaluicar
a yang
tepat,
contoh
masker
wajah
Awasi/gam
baranseri
GDA
2
.
Resiko
tinggi
kekurang
an
volume
cairan
berhubun
gan
denga
Setelahdilakukanpera
watan 2x24 jam,
volume
cairanterpenuhidenga
nkriteriahasil :
Tidak ada manifestasi
dehidrasi,
Awasi
tanda vital,
CVP.
Perhatikan
kapiler dan
kekuatan
nadi
perifer.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah
pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
nkehilang
an cairan
melalui
rute
abnormal.
Peningkat
ankebutu
han:
status
hypermet
abolik,
ketidakcu
kupanpe
masukan.
Resolusi oedema,
Elektrolit serum dalam
batas normal,
Haluaran urine di atas
30 ml/jam.
Awasi
pengeluara
n urine dan
berat
jenisnya.
Observasi
warna
urine dan
hemates
sesuai
indikasi.
Timbang
berat
badan
setiap hari
Ukur
lingkar
ekstremitas
yang
terbakar
tiap hari
sesuai
indikasi
Lakukan
program
kolaborasi
Memperkirakanluasnyaoedema/perpindahancairan yang mempengaruhi volume sirkulasidanpengeluaran urine.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
meliputi :
Berikan
penggantia
n cairan IV
yang
dihitung,
elektrolit,
plasma,
albumin.
Awasi hasil
pemeriksaa
n
laboratoriu
m ( Hb,
elektrolit,
natrium ).
3
.
Resiko
kerusakan
pertukara
n gas
berhubun
gan
dengan
cedera
inhalasi
asap atau
sindrom
komparte
men
torakal
sekunder
terhadap
luka
bakar
Setelahdilakukanpera
watan 2x24 jam,
tidakterjadipertukaran
gas
dengankriteriahasil :
RR 12-24 x/mnt,
warna kulit normal
GDA dalam renatng
normal
Bunyi nafas bersih
Tidak ada kesulitan
bernafas
1. Pantau
laporan
GDA dan
kadar
karbon
monoksida
serum.
2. Berikan
suplemen
oksigen
pada
tingkat
yang
ditentukan.
Pasang
1. Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi
pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
2. Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan
dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
3. Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
4. Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
sirkumfisi
al dari
dada atau
leher.
atau bantu
dengan
selang
endotrakea
l dan
temaptkan
pasien
pada
ventilator
mekanis
sesuai
pesanan
bila terjadi
insufisiensi
pernafasan
(dibuktikan
dnegna
hipoksia,
hiperkapni
a, rales,
takipnea
dan
perubahan
sensorium).
3. Anjurkan
pernafasan
dalam
dengan
penggunaa
n
spirometri
insentif
setiap 2
5. Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
jam selama
tirah
baring.
4.
Pertahanka
n posisi
semi
fowler, bila
hipotensi
tak ada.
5. Untuk luka
bakar
sekitar
torakal,
beritahu
dokter bila
terjadi
dispnea
disertai
dengan
takipnea.
Siapkanpasi
enuntukpe
mbedahan
eskarotomi
sesuaipesa
nan.
4
.
Nyeri
berhubun
gan
dengan
Setelahdilakukanpera
watan 2x24 jam,
nyeriberkurangatauhil
angdengankriteriahasil
1. Berikan
anlgesik
narkotik
yang
1. Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka
bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat
kerusakan
kulit/jarin
gan;
pembent
ukan
edema.
:
Menyangkal nyeri,
Melaporkan perasaan
nyaman,
Ekspresi wajah dan
postur tubuh rileks
diresepkan
prn dan
sedikitnya
30 menit
sebelum
prosedur
perawatan
luka.
Evaluasi
keefektifan
nya.
Anjurkan
analgesik IV
bila luka
bakar luas.
2.
Pertahanka
n pintu
kamar
tertutup,
tingkatkan
suhu
ruangan
dan berikan
selimut
ekstra
untuk
memberika
n
kehangatan
.
3. Berikan
ayunan di
kehilangan panas.
3. Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan
ujung saraf pada aliran udara.
4. Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu
meinimalkan ketidaknyamanan.
atas
temapt
tidur bila
diperlukan.
4. Bantu
dengan
pengubaha
n posisi
setiap 2
jam bila
diperlukan.
Dapatkan
bantuan
tambahan
sesuai
kebutuhan,
khususnya
bila pasien
tak dapat
membantu
membalikk
an badan
sendiri.
Diposkan 5 weeks ago oleh Ners AmmaR
Jumat, 06 Februari 2009
SENGATAN LISTRIK, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Sengatan listrik (electrocution, electrical shock) terjadi jika tubuh kita dialiri arus listrik, dan itu terjadi jika tubuh kita menjadi penghubung antara dua titik yang memiliki beda potensial listrik (dinyatakan dengan Volt). Misalnya tangan kita memegang dua kabel beda fasa (Gambar 1), atau kabel fasa dan kabel netral, atau salah
satu tangan memegang kabel fasa sementara kaki telanjang kita menginjak tanah atau lantai (Gambar2). Saat itulah arus listrik mengalir dari kabel ke kabel atau dari kabel ke tanah melewati tubuh kita dan kita pun merasakan apa yang sering kita sebut sebagai "kesetrum".
Gambar 1 Gambar 2
Selain dengan cara memegang langsung kabel yang beraliran, kesetrum juga bisa terjadi jika kita menyentuh benda-benda bersifat konduktif/penghantar listrik -misalnya casing dari suatu alat listrik- yang tanpa sengaja teraliri listrik (Gambar 3). Alat-alat listrik normalnya memiliki sistem insulasi untuk mencegah mengalirnya listrik dari kabel atau sirkuitnya ke bagian lain dari alat itu. Namun terkadang sistem insulasi ini gagal menjalankan tugasnya karena mengalami kerusakan atau ketidaknormalan yang disebabkan berbagai hal, misalnya pemakaian yang kasar, umur alat yang sudah tua, atau memang kualitas insulasi dari alat itu sendiri yang memang buruk. Arus listrik yang mengalir keluar dari sirkuit alat itu disebut arus bocor. Arus bocor ini merupakan penyebab nomor satu orang kesetrum.
Gambar 3
Sistem grounding berfungsi menyalurkan arus bocor ke ground (tanah/bumi). Bagian logam atau lainnya yang bersifat konduktif dari suatu alat listrik (tetapi bukan bagian dari sirkuit dari alat itu) dihubungkan ke ground menggunakan kabel grounding. Jika ada arus bocor, maka arus itu akan mencari jalan menuju ke ground dan ia punya dua pilihan, lewat tubuh manusia yang memegangnya atau lewat kabel grounding. Dan sudah sifat alami listrik untuk mencari jalan yang paling mudah dan cepat, yaitu jalur yang tahanan listriknya paling rendah, dan itu adalah kabel grounding. Dengan demikian maka pemakai alat listrik selamat dari bahaya kesetrum karena seluruh atau sebagian besar arus bocor itu telah memilih jalan yang lain.
Sistem grounding biasa masih memiliki kelemahan, yakni dia bisa rusak atau terputus tanpa terdeteksi. Hal ini disebabkan terputusnya grounding tidak berpengaruh pada arus listrik utama alat itu (tetap mengalir). Untuk itu, penggunaan GFCI (Ground Fault Circuit Interrupter) sangat dianjurkan untuk meningkatkan keamanan pengguna alat listrik. GFCI adalah semacam circuit breaker (pemutus arus). Beda GFCI dengan MCB, fuse, atau sekring biasa terletak tujuan penggunaannya. MCB dll ditujukan untuk melindungi alat listriknya dari kerusakan akibat arus berlebih (overcurrent), sedangkan GFCI ditujukan untuk melindungi manusia pemakai alat listriknya dari bahaya kesetrum arus bocor.
GFCI bekerja dengan membandingkan antara jumlah arus dari sumber listrik yang masuk ke suatu alat melalui kabel fasa (hot wire/hot conductor) dengan arus yang kembali dari alat menuju ke sumber melalui kabel netral. Pada alat listrik yang normal (bagus insulasinya), jumlah keduanya akan selalu sama. Jika ada perbedaan (arus keluar lebih kecil dari arus masuk), itu artinya telah terjadi kebocoran arus. Jika GFCI mendeteksi ada perbedaan sebesar 5miliAmpere (0,005A) saja, maka ia akan memutus arus listrik dalam waktu 25milidetik (0,025detik). Mungkin pemakai alat listrik yang bocor masih sempat merasakan sengatan listrik, tapi kurang dari sekedipan mata, nggak sampe kriting rambutnya...
Gambar 4
Di Gambar 4, arus yang masuk besarnya 1,5A, tapi yang kembali hanya 1A karena ada kebocoran pada kabel fasa. Yang 0,5A mengalir ke exhaust ducting (terbuat dari seng), lalu menuju ke ground melalui kabel grounding dan tubuh orang yang memegang ducting. Saat inilah sistem grounding dan GFCI akan berjasa menyelamatkan jiwa orang tersebut.
Yang harus diingat, GFCI beraksi jika ada arus yang keluar dari sirkuit. Jika kita memegang kabel fasa dan kabel netral suatu alat, maka arus akan mengalir di tubuh kita dari kabel fasa ke kabel netral itu juga, tidak ada yang keluar sirkuit. Sehingga GFCI tidak mendeteksi apa-apa karena yang terjadi bukan arus bocor melainkan
short circuit (hubungan pendek, korsleting). Saat itu nyawa kita tergantung pada MCB atau fuse, bukan pada GFCI lagi. Begitu juga jika kita menyentuh kabel yang belum melewati GFCI, misalnya kabel di dalam tembok yang tanpa sengaja kita bor atau kabel dari tiang listrik, maka GFCI juga tidak bisa menolong. Tetapi paling tidak GFCI melindungi kita dari jenis kecelakaan listrik yang paling umum, yaitu kecelakaan listrik akibat arus bocor.
Catatan:
1. Tubuh manusia bersifat penghantar listrik, tetapi kulit manusia dalam keadaan kering bukan penghantar listrik, ia akan berubah menjadi penghantar jika ada kelembaban (misalnya keringat). Karena itu sebelum memakai alat listrik, ada baiknya kita mengeringkan tangan kita.
2. Arus listrik yang berusaha melalui tubuh kita, jika tertahan oleh kulit kita yang kering, maka energi listrik itu akan berubah menjadi energi panas. Jika energi listriknya (beda potensialnya) cukup besar, maka energi panas yang terjadi akan cukup besar untuk membakar dan merusak jaringan kulit yang menghalanginya (itu sebabnya korban kesetrum seringkali mengalami luka bakar) sehingga terbukalah jalan bagi arus listrik untuk mengalir di tubuh kita.
3. Faktor utama yang menentukan tingkat keparahan akibat dari kejutan listrik adalah besarnya arus yang mengalir (dinyatakan dengan Ampere), lamanya tubuh korban teraliri listrik, serta organ tubuh mana saja yang teraliri listrik. Makin besar arus dan/atau makin lama listrik mengaliri tubuh korban, serta semakin vital organ yang dilalui listrik (misalnya jantung atau system syaraf tulang belakang), maka makin parah akibat yang dirasakan oleh korban.
4. Faktor lainnya yang juga menentukan tingkat keparahan adalah besarnya beda potensial atau voltase dan juga kondisi kesehatan korban sendiri sebelum tersengat listrik.
Prosedur Pertolongan Pertama untuk Korban Sengatan Listrik
Jika ada orang yang tersengat listrik, segera hubungi pertolongan medis jika tanda-tanda atau gejala-gejala di bawah ini tampak pada korban:
Serangan jantung Masalah pada irama jantung (arrhythmias) Kegagalan bernafas Sakit dan kontraksi pada otot Epilepsi/ayan Kesemutan dan rasa geli Tidak sadar/pingsan
Sementara menunggu pertolongan datang, ikuti langkah-langkah ini:
1. Lihat dulu! Jangan sentuh! Tubuh korban mungkin masih teraliri listrik. Menyentuh korban akan menjadikan anda korban berikutnya.
2. Jika mungkin, matikan sumber listriknya dulu. Jika tidak bisa, jauhkan sumber listrik dari korban dan penolong dengan menggunakan benda-benda non konduktif, misalnya kayu atau plastik (pastikan benda-benda tersebut dalam keadaan kering).
3. Cek tanda-tanda sirkulasi darah pada korban (pernafasan, batuk, atau gerakan tubuh). Jika tidak ada, segera mulai lakukan CPR(1).
4. Cegah shock(2). Baringkan korban dan jika mungkin posisikan kepala korban sedikit lebih rendah dari pinggang, dan naikkan kakinya.
Perhatian!
Jangan menyentuh korban dengan tangan kosong jika tubuh korban masih tersentuh arus listrik.
Jangan mendekati kabel-kabel tegangan tinggi sampai aliran listrik benar-benar sudah dimatikan. Jaga jarak minimal 20 kaki (6 meter) atau bahkan lebih jauh jika kabelnya berlompatan atau mengeluarkan bunga api.
Jangan memindahkan korban kecuali jika korban masih terancam bahaya bila berada di tempatnya semula.
Keterangan:
1. CPR (Cardiopulmonary Resuscitation)
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu teknik menyelamatkan nyawa yang digunakan ketika pernafasan atau detak jantung seseorang terhenti.
Idealnya, CPR terdiri dari dua unsur: Memompa jantung (chest compressions) atau disebut juga CPR tangan, dikombinasikan dengan nafas buatan dari mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing).
Bagaimanapun juga, apa yang harus anda lakukan sebagai penolong dalam situasi darurat benar-benar bergantung pada pengetahuan dan tingkat kenyamanan anda dalam tindakan yang anda ambil:
Tidak terlatih. Jika anda tidak terlatih untuk melakukan CPR, maka lakukan CPR tangan (chest compressions) saja. Itu artinya menekan dan melepaskan dada korban sekitar dua kali tiap detik terus-menerus sampai bantuan paramedis datang (dijelaskan lebih rinci di bawah). Anda tidak perlu mencoba nafas buatan.
Terlatih tapi ragu-ragu. Jika anda pernah mengikuti pelatihan CPR, tapi anda tidak percaya diri pada kemampuan anda, maka cukup lakukan seperti yang pertama (chest compressions).
Terlatih dan benar-benar siap. Jika anda terlatih dengan baik, dan percaya diri akan kemampuan anda, maka anda bisa memilih salah satu dari dua cara: 1. Bergantian antara 30 kali chest compressions dan dua kali nafas buatan, atau 2. Cukup chest compressions saja (detail dijelaskan di bawah).
Sebelum mulai CPR, perhitungkan situasi-situasi di bawah ini:
Apakah korban sadar atau tidak? Jika korban seperti tidak sadar, tepuk atau guncang bahunya dan tanyakan dengan lantang, "kamu tidak
apa-apa?" Jika korban tidak merespon dan ada dua orang penolong, yang satu harus mencari pertolongan
(menghubungi paramedis) dan yang lainnya mulai melakukan CPR. Jika anda sendirian dan membawa telepon/hp, hubungi dulu paramedis baru kemudian lakukan CPR.
Ingat prinsip ABC, pikirkan ABC — Airway (Jalan nafas), Breathing (Nafas buatan) dan Circulation (Peredaran darah) — agar anda selalu ingat langkah-langkah yang dijelaskan berikut. Lakukan dua langkah pertama (AB) dengan cepat agar bisa segera mulai chest compressions untuk memulihkan Peredaran darah (C).
AIRWAY: Buka jalan nafas
1. Letakkan korban terlentang di atas permukaan yang stabil.2. Berlututlah di sebelah leher dan bahu korban.3. Buka jalan nafas korban dengan head-tilt chin-lift maneuver (mendongakkan kepala dan mengangkat
dagu korban): Letakkan salah satu telapak tangan anda di dahi korban dan dengan hati-hati dongakkan kepalanya ke belakang. Lalu gunakan tangan yang lain untuk mengangkat dagu korban ke depan dengan hati-hati untuk membuka tenggorokannya.
4. Periksa rongga mulut korban apakah ada benda-benda yang menghalangi jalan nafasnya (misalnya gigi palsu yang lepas, muntahan, sisa makanan, dll), jika ada singkirkan.
5. Periksa dengan cepat (tidak lebih dari 5 atau 10 detik) apakah nafas korban normal: Adakah gerakan dadanya? Dengarkan suara nafasnya, dan rasakan nafas korban dengan pipi dan telinga anda. Nafas seperti orang yang terperangah kaget tidak termasuk nafas yang normal. Jika korban tidak bernafas dengan normal dan anda terlatih CPR, lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut. Jika anda yakin korban pingsan karena serangan jantung dan anda sendiri tidak terlatih, lewati proses nafas buatan dan langsung ke proses chest compressions untuk memompa jantung dan memulihkan peredaran darah.
BREATHING: Berikan nafas buatan pada korban. Nafas buatan bisa dilakukan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung jika mulut korban terluka parah atau tidak bisa dibuka.
1. Dengan jalan nafas korban sudah terbuka (hasil dari langkah pertama) tutup lubang hidung korban rapat-rapat dengan jari telunjuk dan ibu jari dan tempelkan mulut anda (terbuka) ke mulut korban yang terbuka sedemikian rupa sehingga tidak ada celah yang memungkinkan udara keluar dari sela-sela mulut anda dan korban saat anda meniupkan udara ke mulut korban.
2. Bersiaplah untuk memberikan dua tiupan nafas buatan: Berikan tiupan pertama selama satu detik dan lihat apakah dada korban naik. Jika ya berikan tiupan yang kedua. Jika tidak berarti jalan nafas korban belum terbuka atau tertutup kembali. Ulangi langkah A (head-tilt chin-lift maneuver) dulu baru berikan tiupan yang kedua.
3. Mulai chest compressions untuk memulihkan peredaran darah korban (masuk langkah C).
CIRCULATION: Memulihkan peredaran darah dengan memompa jantung (chest compressions)
1. Letakkan salah satu pangkal telapak tangan anda di atas dada korban, di antara kedua putingnya. Letakkan telapak tangan yang satu lagi di atas yang pertama. Luruskan siku anda dan posisikan bahu anda tepat di atas kedua tangan anda.
2. Gunakan berat badan tubuh bagian atas anda (bukan hanya lengan anda) saat anda menekan dada korban. Tekan dengan keras dan cepat (sekitar 2x/detik) sampai sekitar 2 inci atau 5 cm ke bawah.
3. Setelah 30 kali chest compressions, ulangi langkah A (head-tilt chin-lift maneuver) dan B (2 nafas buatan seperti dijelaskan di atas). Itu semua adalah 1 siklus. Jika ada orang lain, mintalah agar dia yang memberikan 2 nafas buatan setelah anda melakukan 30 chest compressions.
4. Lanjutkan CPR sampai ada tanda-tanda pergerakan tubuh korban atau sampai tenaga paramedis mengambil alih.
5. Jika korban mengalami shock
Ada bermacam-macam tanda-tanda seseorang mengalami shock:
Kulit dingin dan berkerut. Mungkin terlihat pucat atau abu-abu. Detak jantung lemah dan cepat. Nafas korban bisa jadi pelan dan pendek (hypoventilation), atau
malah cepat dan dalam (hyperventilation). Tekanan darah di bawah normal. Pandangan mata kosong dan mungkin terlihat seperti memandang sesuatu. Kadang-kadang pupil
mata melebar. Korban bisa sadar bisa pingsan. Jika tidak pingsan, korban mungkin merasa kesadarannya
berkurang, atau sangat lemah atau kebingungan. Shock terkadang menyebabkan seseorang menjadi terlalu bersemangat (overly excited) atau gelisah.
Jika anda mencurigai korban mengalami shock, bahkan walaupun korban nampak normal setelah kecelakaan:
Cari bantuan medis. Baringkan korban di atas punggungnya dengan kaki lebih tinggi dari kepala. Tetapi jika hal itu
menyebabkan rasa sakit atau cedera lebih parah, baringkan mendatar saja. Tenangkan korban. Periksa tanda-tanda adanya peredaran darah (pernafasan, batuk, atau gerakan). Jika tidak ada
tanda, lakukan CPR. Jaga korban agar tetap hangat dan nyaman. Longgarkan sabuk dan pakaian yang ketat, selimuti
korban. Jangan berikan minum bahkan walaupun korban mengeluh kehausan. Miringkan tubuh korban jika korban muntah atau mengeluarkan darah dari mulutnya agar muntahan
atau darah tidak tertelan. Cari bagian tubuh korban yang cedera, dan berikan Pertolongan Pertama.
Oleh: Adiwijaya Indra Permana