Nilawati (Aspek Medikolegal Sertifikat Kematian)
-
Upload
nila-lumiere -
Category
Documents
-
view
91 -
download
8
description
Transcript of Nilawati (Aspek Medikolegal Sertifikat Kematian)
Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Referat
“ASPEK MEDIKOLEGAL SERTIFIKAT KEMATIAN”
Disusun Oleh :
Nama : NILAWATI
Stambuk : N 111 12 018
Pembimbing Klinik : dr. Anissa M., S.H., M.Kes., Sp.F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKOPALU
0
2014BAB I
PENDAHULUAN
Kelahiran dan kematian merupakan dua kejadian yang paling penting dalam
kehidupan setiap individu dimana eksistensi seseorang dimulai saat kelahirannya dan
berhenti saat kematiannya. Setiap orang mempunyai eksistensi yang legal diantara waktu
kelahiran dan kematiannya. Selain daripada kepentingan legal ini, pencatatan kelahiran dan
kematian memberikan data dasar penting untuk suatu kelompok populasi.1
Registrasi tidak hanya untuk kejadian kematian, tetapi juga penyebab dari kematian
tersebut sama pentingnya. Analisis statistik penyebab kematian membentuk statistik
penting morbiditas dan mortalitas yang merupakan tulang punggung Kebijakan dan Rencana
Kesehatan Nasional.1
Sertifikat kematian merupakan salah satu dokumen pemerintah yang mencatat
perubahan status kewarganegaraan penduduk. Sertifikat kematian berbeda dari sertifikat
kelahiran dan pernikahan dalam tiga hal penting. Sertifikat kematian mencatat penyebab
perubahan status penduduk, cara kematian dan selalu ditempatkan pada penggunaan non
arsip langsung. Fungsi dari non arsip sertifikat kematian ialah berfungsi secara langsung
sebagai surat izin pemakaman.2
Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar
prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
1
kedokteran dimana salah satu ruang lingkupnya ialah tentang penerbitan surat keterangan
kematian.2
Informasi penyebab kematian yang valid dan reliable di masyarakat penting untuk
memberikan data dasar dan informasi untuk formulasi kebijakan dan pengembangan
program, menetapkan prioritas kesehatan, evaluasi efektivitas program dan untuk riset.3
Metode yang tepat untuk memberi informasi adalah dengan membentuk/
mengembangkan sistem registrasi vital yang valid, termasuk registrasi kematian dan
sertifikasi medis pada kematian di masyarakat. Di Indonesia sistem ini sayangnya belum
memadai dan merupakan satu perhatian utama yang harusnya segera dilaksanakan.3
Adanya undang-undang No. 23 tahun 2006 tentang kependudukan (Direktorat
Jenderal Administrasi Kependudukan, Departemen Dalam Negeri 2006) bahwa setiap
kejadian kematian harus dilaporkan dalam 30 hari, yang ditetapkan oleh Dirjen Adminduk,
Departemen Dalam Negeri membuka peluang tersedianya data kematian di masyarakat
yang dapat ditindaklanjuti penyebab kematiannya oleh Kementerian Kesehatan. Oleh
karena itu pada tahun 2010 telah ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2010 Nomor 162/Menkes/PB/I/2010 Tentang
Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian. Dengan penguatan sistem registrasi kematian
dan kerjasama yang baik antara Depdagri dan Depkes, peluang mengembangkan sistem
pelaporan sebab kematian dapat dilakukan.3
Sistem pelaporan sebab kematian melalui pemantapan sistem registrasi kematian
akan menyediakan informasi berbagai indikator kematian dan penyebab kematian.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan utama registrasi sipil/registrasi penduduk adalah pembentukan dokumen legal
sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang. Data yang dihasilkan bersumber dari vital
statistik kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian dll. Sistem registrasi penduduk melalui
data kematian dimungkinkan digandengkan dengan sertifikasi medis penyebab kematian
berdasarkan standar internasional International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems (ICD) untuk mendapatkan data yang akurat.3
Dari perspektif demografi dan epidemiologi, keuntungan paling penting dari registrasi
penduduk adalah dapat memastikan registrasi dari kejadian-kejadian penting (vital) secara
universal dan terus-menerus dan memungkinkan tersedianya data atau informasi rutin vital
statistik yang esensial dalam meningkatkan program-program dalam bidang kesehatan pada
tingkat nasional maupun kabupaten/kota.3
Statistik vital adalah input kunci/utama untuk pembuatan kebijakan dan perencanaan
pembangunan manusia. Data lahir hidup yang tepat waktu berdasarkan berbagai
karakteristik ibu, merupakan dasar untuk menganalisa dinamika reproduksi. Data kematian,
diklasifikasikan oleh berbagai karakteristik dari almarhum/humah, terutama usia dan jenis
kelamin, diperlukan untuk perhitungan life table (table hidup) dan estimasi probability of
dying serta diperolehnya cause specific death rate berdasarkan kaidah atau standar
internasional. Informasi tersebut tidak terhingga nilainya untuk menaksir dan memonitor
3
status kesehatan dari kependudukan dan epidemilogi dan intervensi perencanaan dalam
bidang kesehatan.3
Dalam pelaksanaan sistem registrasi penduduk dibutuhkan keakuratan dan registrasi
terus-menerus dari kejadian vital kependudukan dari kelahiran sampai kematian, dicatat
tepat waktu berdasarkan standar yang ketat. Pada Negara-negara berkembang, registrasi
sipil masih lemah bahkan belum tersedia dan tidak dapat dipakai sebagai sumber statistik
vital.3,4
Secara medis dan secara hukum pasien dikatakan meninggal saat terjadi kematian
otak. Pada waktu yang sama pada sertifikat kematian. Kematian otak perlu disertifikasi oleh
dewan dokter yang terdiri dari:5
a. Tenaga Medis Terdaftar (RMP-Registered Medical Practitioner) yang bekerja di rumah
sakit di mana telah terjadi kematian otak.
b. Independen RMP – Spesialis
c. Neurologist/ahli bedah saraf yang dicalonkan oleh panel.
d. RMP yang mengobati pasien.
Pasien harus diperiksa oleh tim dokter setidaknya sekejap mata dengan renggang
waktu yang wajar di antaranya (setidaknya 6 jam), dan tak satu pun dari dokter yang
berpartisipasi dalam diagnosis kematian otak harus memiliki minat dalam transplantasi atau
pengangkatan organ dari kadaver.5
Kematian otak adalah penghentian lengkap dan ireversibel semua fungsi otak
termasuk batang otak yang dapat ditentukan dengan beberapa cara :5
a. Tidak ada aktivitas listrik di otak (ditentukan oleh EEG)
b. Tidak ada aliran darah ke otak (ditentukan oleh studi aliran darah)
4
c. Tidak adanya fungsi semua bagian otak - yang ditentukan oleh penilaian klinis (tidak
ada gerakan, tidak ada respon terhadap rangsangan, tidak bernapas, tidak ada refleks
otak).
Ketika dihadapkan dengan kematian seseorang, petugas medis memiliki dua tugas di
tangannya. Yang pertama adalah untuk mendiagnosis terjadinya kematian dan menyatakan
kematian tersebut. Yang kedua adalah untuk menentukan penyebab kematian dan
sertifikasi. Tugas pertama harus dilakukan di semua situasi yaitu pada kematian akibat
penyakit, usia tua, bunuh diri, pembunuhan, kecelakaan dan lain-lain.1
Setelah memutuskan kematian seseorang, dilanjutkan dengan mengisi "Laporan
Kematian" dengan kapasitas sebagai informan. Kedua format laporan kematian yaitu
Informasi Hukum dan Informasi Statistik, harus diisi untuk setiap kematian. Kedua format ini
harus dikirim ke pihak yang berwenang atas register kematian bersama dengan sertifikat
medis penyebab kematian.1
Tugas kedua yaitu menerbitkan Sertifikat Medis Penyebab Kematian, yang dilakukan
segera setelah memutuskan kematian seseorang, oleh petugas medis yang sama yang telah
menyatakan kematian orang tersebut, asalkan petugas medis benar-benar yakin penyebab
kematian dan jika itu adalah kematian alami. Kematian akibat usia tua dan kematian
karena setiap penyakit yang terjadi secara alami atau komplikasinya adalah Kematian
Alami.1
Pengetahuan yang benar tentang penyebab kematian sangat penting karena tindakan
selanjutnya akan berbeda jika kematian selain dari kematian alami atau penyebab kematian
tidak diketahui/diragukan.1
5
Jika kematian tidak jelas dari kategori kematian alami yaitu diluar dari kematian alami
atau penyebab tidak diketahui/diragukan, setelah petugas medis melakukan tugas
pertamanya yaitu mendeklarasikan kematian, kemudian ia menginformasikan pada polisi
bahwa untuk menentukan penyebab terjadinya kematian diperlukan tindakan lebih lanjut
untuk mengeluarkan sertifikat medis penyebab kematian.1
Setelah mengambil alih hak atas mayat, penyidik melanjutkan pemriksaan dan
penyebab kematian diputuskan setelah medikolegal post mortem dilakukan sebagai bagian
dari pemeriksaan tersebut.1
Sistem ini memastikan bahwa tubuh tidak diperiksa untuk investigasi yang tidak
diperlukan oleh polisi dalam penyebab dan keadaan kematian, saat kematian disebabkan
selain sebab-sebab kematian alamiah. Sertifikat medis penyebab kematian diisi baik oleh
petugas medis yang melakukan otopsi medikolegal atau oleh petugas administratif rumah
sakit yang berwenang segera pada kesimpulan otopsi.1
Karena otopsi medikolegal post mortem dilakukan atas perintah dari investigasi
polisi/koroner/hakim, sertifikat medis penyebab kematian diteruskan ke otoritas ini saja,
oleh lembaga sertifikasi, dan tidak langsung diserahkan kepada kerabat almarhum.1
Polisi sebagai pihak berwenang akan melakukan serah terima yang relevan
(memberikan potongan bagian bawah) dari sertifikat kepada kerabat sambil menyerahkan
mayat pada mereka, yang dilakukan ketika penyidik memutuskan bahwa mayat tidak lagi
diperlukan untuk investigasi. Salinan sertifikat medis diteruskan sampai pada petugas
register kematian oleh polisi bersama dengan format laporan kematian.1
Selain itu, poin-poin tertentu lainnya yang harus diingat oleh petugas medis mengenai
penerbitan sertifikat medis penyebab kematian, adalah :1
6
a. Petugas medis seharusnya tidak menunda, untuk alasan apapun, mengeluarkan
sertifikat medis penyebab kematian, setelah yakin dengan penyebab kematian.
b. Petugas medis tidak bisa mengenakan biaya apapun untuk mengeluarkan
sertifikat ini.
c. Petugas medis seharusnya tidak menahan penerbitan sertifikat medis penyebab
kematian bahkan jika pembayaran belum diselesaikan oleh kerabat mayat.
d. Tidak ada petugas medis yang harus menandatangani sertifikat medis penyebab
kematian di muka (yaitu sebelum individu meninggal) atau tanpa melihat dan
memeriksa mayat secara pribadi.
Sertifikasi kematian yang benar dimulai dengan pemahaman dasar terhadap penyebab
dan cara kematian. Selama proses sertifikasi medis penyebab kematian, tidak benar untuk
menuliskan "gagal jantung," "cardiopulmonary arrest", "respiratory arrest " dan "kematian
otak" tanpa menyebutkan penyebab patologis yang mendasari. Perlu diingat bahwa setiap
kematian yang terjadi akibat satu atau penyebab lainnya antara cardio-respiratory failure,
gagal jantung, gagal napas berarti hanya penghentian sirkulasi dan respirasi yang
menyebabkan kematian somatik dan seluler.6
Data tentang penyebab kematian yang terdapat dalam sertifikat melayani berbagai
tujuan, seperti menilai efektivitas program kesehatan masyarakat, menyediakan umpan
balik untuk kebijakan masa depan dan implementasi, perencanaan dan manajemen
kesehatan yang lebih baik, dan menentukan prioritas kesehatan dan program penelitian
medis.6
Sertifikasi medis penyebab kematian oleh seorang praktisi medis yang terdaftar sangat
penting dan merupakan bagian penting dari profesinya. Praktisi medis harus memiliki
7
pengetahuan tentang penyebab kematian pasiennya yang memprakarsai rentetan kejadian
morbiditas yang mengarah langsung pada kematian; dan sertifikasi penyebab kematian.
Penyebab kematian harus ditentukan dengan baik sebelum mayat diselesaikan secara sah
oleh hukum.6
Dalam kasus di mana penyebab kematian tidak diketahui, harus dilakukan
medikoloegal atau otopsi patologis (klinis) pada tubuh mayat untuk memastikan penyebab
kematian yang tergantung pada temuan. Hal ini akan memenuhi persyaratan International
Classification of Diseases (ICD) yang dikembangkan oleh WHO (revisi 10) ketika sertifikat
kematian dikeluarkan.6
Penyebab kematian adalah penyakit, abnormalitas, cedera atau keracunan yang
memberikan kontribusi langsung atau secara tidak langsung pada kematian. Kematian sering
terjadi karena efek gabungan dari dua atau lebih kondisi tersebut. Kondisi ini mungkin sama
sekali tidak berhubungan, yang timbul secara independen satu sama lain; atau saling
berhubungan satu sama lain.6
Penyebab yang mendasari misalnya penyakit atau cedera yang telah memulai urutan
kejadian akan dipilih untuk tujuan tabulasi/pengolahan. Kondisi morbid atau cedera
konsekuen untuk penyebab yang terkait dengan kematian disebut sebagai anteseden dan
penyebab langsung. Menurut ketentuan hukum yang dibuat dalam Pendaftaran Kelahiran
dan Kematian Act, 1969 (18 dari 1969), diperlukan sertifikasi penyebab kematian oleh
seorang praktisi medis yang telah merawat almarhum selama keadaan sakit terakhirnya.6
Sebuah sertifikat mengenai penyebab kematian akan diperoleh pada kejadian
kematian dari setiap orang yang, selama sakitnya ditangani oleh praktisi medis, praktisi
medis tersebut harus, setelah kematian orang itu, seterusnya dengan, memberikan tanpa
8
dikenakan biaya, kepada orang yang dipersyaratkan dalam Undang-undang ini untuk
memberikan informasi mengenai kematian, sertifikat dalam bentuk yang ditentukan
menyatakan yang terbaik dari pengetahuan dan keyakinannya tentang penyebab kematian;
dan sertifikat akan diterima dan disampaikan oleh orang tersebut ke register pada saat
memberikan informasi mengenai kematian seperti yang dipersyaratkan oleh Undang-
Undang ini.6
Bagian medis pada sertifikat kematian dirancang oleh WHO untuk memfasilitasi
pelaporan penyebab kematian dan memperoleh informasi dari urutan sederhana dan
patologis peristiwa yang menyebabkan kematian. Bagian medis ini terdiri dari dua bagian,
yang pertama berkaitan dengan urutan kejadian yang menyebabkan kematian, dan yang
kedua untuk kondisi penting lainnya yang berkontribusi terhadap kematian. Bagian ini harus
ditulis oleh praktisi medis yang hadir dan memiliki pengetahuan personal tentang riwayat
kasus.6
Nama penyakit ini harus ditulis secara lengkap dan terbaca untuk menghindari risiko
kesalahan dalam pembacaan. Singkatan dan bentuk pendek dari kondisi penyakit tidak
boleh digunakan. Hanya salah satu penyebab yang akan dimasukkan pada setiap baris
Bagian I. Penyebab yang mendasari kematian (kondisi yang memulai urutan kejadian antara
kesehatan normal dan penyebab langsung atau dekat kematian) harus dimasukkan pada
baris terendah yang digunakan dalam bagian ini. Berikut adalah beberapa contoh penyebab
langsung dan anteseden dari kematian:6
a. Penyebab klinis :
1. Kematian disebabkan infark miokard akibat oklusi arteri koroner sebagai akibat dari
aterosklerosis.
9
2. Kematian disebabkan peritonitis akibat perforasi sebagai konsekuensi dari ulkus
duodenum.
3. Kematian disebabkan gagal ginjal kronis sebagai akibat dari hipertensi akibat
penyakit ginjal polikistik.
4. Kematian disebabkan uremia akibat retensi urin sebagai akibat hiperplasia prostat.
5. Kematian disebabkan kekurusan sebagai akibat dari metastasis ke kelenjar getah
bening dan hati sebagai konsekuensi dari karsinoma bronkogenik dari paru-paru
kanan.
b. Penyebab medikolegal :
1. Kematian disebabkan asfiksia akibat konstriksi leher akibat gantung atau
strangulasi.
2. Kematian disebabkan iskemia otak sebagai akibat dari oklusi arteri karotis sebagai
konsekuensi dari pencekikan.
3. Kematian disebabkan asfiksia akibat aspirasi cairan pada saluran napas sebagai
akibat tenggelam basah.
4. Kematian disebabkan syok dan perdarahan akibat ruptur limpa sebagai akibat
trauma tumpul ke regio hipokondrium kiri.
5. Kematian disebabkan syok dan perdarahan akibat fraktur fossa kranial media
sebagai akibat dari trauma kepala.
Adapun dasar hukum untuk pelaporan kematian di Indonesia tercantum dalam :3
a. UU No. 23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan;
b. PP No. 37 Tahun 2007, tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006;
10
c. Perpres No. 25 Tahun 2008, tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil
d. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No.15 Tahun 2010,
tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian
Adapun contoh format surat keterangan kematian dari WHO dan beberapa Rumah
Sakit di Sulawesi Tengah serta tatacara pengisiannya ialah sebagai berikut :
11
a. Contoh surat keterangan kematian RSUD Undata Palu
12
b. Contoh surat keterangan kematian RSU Anutapura Palu
13
c. Format standar sertifikat kematian oleh WHO
Sumber : http://whqlibdoc.who.int/publications/9241560622.pdf
14
DEPARTEMEN KESEHATAN RIRSUD UNDATA
INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIKSekretariat Bersama : Jl. Suharso No. 14 Telp. (0451) 421270 – 421370 Fax 0451-421370
SURAT KETERANGAN KEMATIANNo. / /2006/SKM/RSDS
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan dengan sesungguhnya bahwa :Nama : No. VR Umur : Tahun. Jenis kelamin : Laki-laki/perempuanAgama : .................................... Warga Negara / Bangsa :........................Alamat : ............................................................................................. ............
........................................................................................... ............
Telah meninggal dunia pada :
Hari : Tanggal :
Jam : Di RSUD Undata Palu
Mengingat penyakit yang diderita Almarhum/almarhumah :
BOLEH/TIDAK BOLEH Dimandikan/dirukti di rumah.
Palu, .......................................Instalasi
A.n. Tim Medis
dr. .....................................
15
Tembusan :1. Untuk keluarga2. Untuk dikirim ke TPP3. Untuk instalasi Kamar Jenazah4. Untuk ditempel di Rekam Medik
RSUD UNDATA UNIT : NO.RM.
SURAT KETERANGAN KEDOKTERANTENTANG SEBAB KEMATIAN
Tanggal Kematian : ______________________ Bulan : ______________20___Tempat Kematian : ______________________ Tempat tinggal si mati : ___________________Rumah Sakit : ______________________ Kabupaten/Kota*) : ___________________Di (kota) : ______________________ Pekerjaan : ___________________Kabupaten : ______________________ Bangsa : ___________________No.Register Pasien : ______________________ Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)Nama : ______________________ Umur dalam : ____________tahun:_______________bulan:______________hari:____________jam/menit**)
SEBAB KEMATIANa. Penyakit atau keadaan yang
langsung mengakibatkan kematianb.c Penyakit-penyakit (bila ada) yang
menjadi lantaran timbulnya sebab kematian tersebut pada a. dengan menyebut penyakit yang menjadi pokok pangkal terakhir
a. ______________________________Penyakit tersebut dalam ruang a disebabkan oleh (atau akibat dari)
b. ______________________________Penyakit tersebut dalam ruang b disebabkan oleh (atau akibat dari)
c. ______________________________
Lamanya (kira-kira) mulai sakit hingga meninggal dunia
Penyakit-penyakit lain yang berarti dan mempengaruhi pula kematian itu, tetapi tidak ada hubungannya dengan penyakit-penyakit tersebut I.a,b,c
Disamping penyakit-penyakit tersebut di atas terdapat pula penyakit:
Keterangan-keterangan khusus untuk :a. Macam-macam rudapaksab. Cara kejadian rudapaksac. Sifat jejas (kerusakan tubuh)
MATI KARENA RUDAPAKSA (violent/death)a. Bunuh diri – Pembunuhan – kecelakaan *)b. _____________________________________c. _____________________________________
KELAHIRAN MATI (Stillbirth)
Apakah ini janin lahir-mati? _________________________________ ya/tidak*)Sebab kelahiran mati : _____________________________________________
________________________________20____
16
1. Isi dan jawablah pertanyaan dengan lengkap2. Bacalah catatan di belakang
*) Coret yang tidak dikehendaki Yang memberi keterangan sebab kematian**) Umur kurang dari 1 tahun sebutkan dalam jumlah Tanda Tangan : bulan; kurang dari 1 bulan dalam jumlah hari; kurang dari 1 hari dalam jumlah jam atau menit
Nama : ______________________________Fungsi : Dokter / Perawat / Bidan *)
CATATAN1. Formulir ini dipakai di rumah–rumah sakit untuk tiap–tiap peristiwa kematian dan kelahiran mati
disitu. Formulir–formulir yang telah diisi dikirimkan kepada Departemen Kesehatan Bagian Statistik sebulan sekali memakai surat pengantar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Bagian Statistik. Duplikat dari surat pengantar tanpa lampiran dikirimkan kepada Inspektur Kesehatan.
Beberapa petunjuk dalam mengisi formulir1. Untuk mengisi sebab–sebab kematian janganlah disebutkan “caranya” mati (made of dying)
seperti Paralysis Cordis, Cachexia, Deblitas, Astherinia dsb. Tetapi agar disebut nama penyakit, jelas atau komplikasi yang mengakibatkan kematian itu, seperti Occlusioartcria Coronaria, Malnutrition dls.
2. Sedapat mungkin diagnosa diisi selengkap–lengkapnya umpamanya: Pneumonia lobaris, Malaria tertiana, Disentri basili, Neoplasma maligna coli, dls dan janganlah ditulis nomor Klasifikasi saja.
3. Untuk mengisi ketarangan kematian karena rudapaksa.a. Jelaskan macam rudapaksa tersebut, apakah itu peristiwa Bunuh diri, Pembunuhan atau
Kecelakaan.b. Mengenai bunuh diri dan pembunuhan jelaskanlah alat apa yang dipakai dan cara bagaimana
dilakukannya.Contoh : membunuh diri dengan menerjunkan diri di sungai; dipukul kepalanya dengan besi; dan sebagainya.
c. Mengenai kecelakaan : jelaskanlah kendaraan apa atau benda-benda apakah yang tersangkut, siapakah penderita kecelakaan tersebut (penumpang mobil, petugas kereta api, orang jalan kaki dan sebagainya dan dalam hal kecelakaan alat pengangkutan, pula dimanakah terjadinya, jalan umum, lingkungan rumah, perusahaan dan sebagainya). Contoh : orang berjalan ditubruk mobil di jalan umum.
d. Setelah disebutkan cara terjadinya kecelakaan, masih perlu ditulis sifat jejas (kerusakan tubuh) sebagai akibat dari kecelakaan tersebut umpamanya : fraktur cranial, fraktur-fraktur pada tibia kanan dan calcaneus kanan dan sebagainya.
4. Yang dimaksud dengan kelahiran mati ialah janin yang sekurang–kurangnya telah berumur 28 minggu dalam kandungan dan sudah mati sebelum sempurna dikeluarkan dari badan ibu : yang diartikan mati disini ialah tidak menunjukkan salah satu tanda–tanda hidup seperti bernafas, denyut jantung atau tali pusat, atau gerakan yang nyata dari otot–otot sadar.
5. Dalam pengisisan umur janin lahir mati janganlah ditulis “baru lahir” tetapi tulislah “lahir mati” karena perkataan “baru lahir” pada ruang umur dapat diartikan adanya kelahiran hidup.
6. Pada umumnya surat keterangan ini; harus ditandatangani oleh Dokter, hanya pada rumah-rumah sakit yang dipimpin oleh seorang Perawat/Juru rawat/bidan mereka tersebut terakhir ini dapat menandatanganinya.
Ruang ini hanya khusus untuk keperluan Bagian Statistik Departemen Kesehatan.
Nomor urutTempat
Urban SumberTgl
WN
Tempat Kematian Kematian Tinggal
17
Dati I Dati II Sex Pekerjaan: Tahun Golongan umur Detailed List A. List Dift.
Umur Sebab Kematian oleh
BAB III
KESIMPULAN
1. Sertifikat kematian merupakan salah satu dokumen pemerintah yang mencatat
perubahan status kewarganegaraan penduduk. Sertifikat kematian berbeda dari
sertifikat kelahiran dan pernikahan dalam tiga hal penting. Sertifikat kematian mencatat
penyebab perubahan status penduduk, cara kematian dan selalu ditempatkan pada
penggunaan non arsip langsung. Fungsi dari non arsip sertifikat kematian ialah berfungsi
secara langsung sebagai surat izin pemakaman.
2. Prosedur medikolegal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai
aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis
besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter
dan etika kedokteran dimana salah satu ruang lingkupnya ialah tentang penerbitan
surat keterangan kematian.
3. Secara medis dan secara hukum pasien dikatakan meninggal saat terjadi kematian otak.
Pada waktu yang sama pada sertifikat kematian. Kematian otak perlu disertifikasi oleh
dewan dokter yang terdiri dari:
18
a. Tenaga Medis Terdaftar (RMP-Registered Medical Practitioner) yang bekerja di
rumah sakit di mana telah terjadi kematian otak.
b. Independen RMP – Spesialis
c. Neurologist/ahli bedah saraf yang dicalonkan oleh panel.
d. RMP yang mengobati pasien.
4. Kematian otak adalah penghentian lengkap dan ireversibel semua fungsi otak termasuk
batang otak yang dapat ditentukan dengan beberapa cara :
a. Tidak ada aktivitas listrik di otak (ditentukan oleh EEG)
b. Tidak ada aliran darah ke otak (ditentukan oleh studi aliran darah)
c. Tidak adanya fungsi semua bagian otak - yang ditentukan oleh penilaian klinis
(tidak ada gerakan, tidak ada respon terhadap rangsangan, tidak bernapas, tidak
ada refleks otak).
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kotabagi Lt Col RB, Chaturvedi Col RK, Banerjee Lt Col A. Medical Certification of Cause
of Death. MJAFI Vol.60. No.3. India: 2004; 261-72.
2. Spitz WU. Medicolegal Investigation of Death Guidelines for the Application of
Pathology to Crime Investigation. 4th ed. Charles C Thomas Publisher, Ltd. United States:
2006.
3. Lolong DB. Pengembangan Sistem Registrasi Kematian dan Penyebab Kematian di
Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9 No.4. Jakarta: 2010; 1311-9.
4. Isotalo A. Medico-legal Aspect of Medical Sertification of Cause of Death.
Bull.Org.mond.sante. Finland: 1960; 811-4.
5. Kumar Pathak Manoj, Tripathi S K, Prashant Agrawal, Rajesh Chaturvedi, Sudhir Yadav.
Medico-Legal Update Clinical Criteria for Diagnosis of Brain Death and its Medico-Legal
Applications (A Review Study). IndMedica Vol.6 No.2. Varanasi: 2006. Di akses dari :
http://www.indmedica.com/journals.php?
journalid=9&issueid=78&articleid=1015&action=article. pada tanggal 5 September
2014.
20
6. Srivastava PC, Saxena Shikha, Sahai MKB. Medical Sertification of Cause of Death. IJMU
Vol.4 No.1. India: 2009. Di akses dari : http://www.akspublication.com/letter01_jan
2009.htm. pada tanggal 5 September 2014.
21