NILAI PENDIDIKAN KEJURUAN dan PENDIDIKAN NILAI...
Transcript of NILAI PENDIDIKAN KEJURUAN dan PENDIDIKAN NILAI...
1 | P a g e
NILAI PENDIDIKAN KEJURUAN dan PENDIDIKAN NILAI BERKARAKTER INDUSTRI Di SMK
Putu Sudira Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNY
Email: [email protected] Abstrak
Penulisan paper ini bertujuan membahas nilai-nilai pendidikan kejuruan yang yang tepat dikembangkan di SMK agar SMK memiliki karakter inovatif, kreatif, produktif, kompetetif, dan tumbuh berkelanjutan dimasa depan serta prinsip-prinsip, kebijakan, strategi dan tantangan pengembangan pendidikan nilai di SMK. Pengembangan pendidikan nilai di SMK dituntut dapat membangun nilai-nilai profesional pendidikan kejuruan yang berkelanjutan dimasa depan. Pendidikan nilai kejuruan membangun kemandirian peserta didik yang rasional. Untuk menemukan manfaat yang maksimal maka SMK dapat belajar dari nilai-nilai global untuk mengembangkan nilai-nilai lokal dan mendukung perkembangan lokal dalam konteks globalisasi. Dalam melakukan serapan nilai global SMK disarankan menggunakan tiga teori yaitu: (1) teori pohon, (2) Teori Kristal, (3) Teori sangkar burung.
A. Pendahuluan
Pembudayaan nilai-nilai kejuruan dalam membentuk Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) berkarakter inovatif, kreatif, kompetitif dan berkelanjutan
memerlukan dukungan sosiokultural dan struktural. Transformasi global menuju
ekonomi berbasis pengetahuan, mendorong terjadinya peningkatan tuntutan kualitas
pengembangan manusia sebagai sumber daya, kompetisi internasional dan regional
di berbagai belahan dunia (Cheng, 2005). Dalam masyarakat industri berbasis
pengetahuan telah terjadi peningkatan keterbukaan, fleksibilitas, kompleksitas, dan
ketidakpastian (Tessaring, 2009; Heinz, 2009; Billet, 2009; Wagner, 2008).
Sehingga SMK membutuhkan pendidikan dengan nilai-nilai baru yang relevan
dengan kebutuhan individu, lokal, nasional, regional, dan berkarakter global.
Secara sosiokultural pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan di SMK
diharapkan memenuhi kebutuhan untuk: (1) mengembangkan keterampilan kognitif
dan psikomotorik individu peserta didik (Emmerik, Bekker, & Euwema, 2009;
Kellet, Humphrey, & Sleeth, 2009); (2) mengembangkan attitude (Stumpf, 2009);
(3) mengembangkan apresiasi positif terhadap pekerjaan, membangun budaya kerja
(Heinz, 2009), membangun budaya belajar, budaya inovatif, kreatif dan produktif
(Thompson,1973; Gill, Dar, & Fluitman, 2000); (4) mempersiapkan peserta didik
2 | P a g e
untuk bekerja, berwirausaha, atau meneruskan (Wardiman,1998); (5)
memberdayakan peserta didik untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang
layak (Gill, Dar, & Fluitman, 2000); (6) mengembangkan karier sesuai dengan
kompetensi keahlian yang dipilih (Kellet, Humphrey, Sleeth, 2009); (7)
memfasilitasi pemenuhan seluruh kebutuhan peserta didik baik fisik maupun non
fisik, moral, dan juga kebutuhan masa depan untuk hidup nyaman, aman dan
bahagia dalam masyarakat (Rojewski, 2009); (8) melibatkan masyarakat pemangku
kepentingan secara luas, utuh, benar, dan bertanggungjawab (McGrath S., 2009).
Secara struktural SMK adalah sistem persekolahan yang dirancang dan
diselenggarakan oleh pemerintah bukan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat dunia usaha dan dunia industri (Dedi Supriadi, 2002) sehingga
memerlukan pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan dengan konteks khusus
“Indonesia” (Herschbach, 2009). Paper ini membahas nilai-nilai kejuruan yang
seperti apakah yang tepat dikembangkan di SMK agar SMK memiliki karakter
inovatif, kreatif, produktif, kompetetif, dan tumbuh berkelanjutan dimasa depan
serta bagaimanakah prinsip-prinsip, strategi dan tantangan pengembangan
pendidikan nilai di SMK.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Kejuruan SMK
Menurut Rojewski (2009) pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan
memerlukan kerangka konseptual (conceptual framework) yang jelas dalam
memenuhi tujuan secara efektif, efisien, dan bermakna. Kerangka koseptual pola
pembudayaan nilai-nilai kejuruan di SMK di masing-masing daerah berbeda satu
sama lain karena setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik sosio-kultural
yang unik, potensi wilayah yang berbeda, keunggulan lokal yang berbeda, kebijakan
politik dan ekonomi yang berbeda pula. Pendidikan kejuruan di SMK memiliki
nilai-nilai strategis dalam hal: (1) pembangunan sumber daya manusia pendidikan
kejuruan di daerah (Herschbach, 2009); (2) pengembangan, penataan, pelestarian
potensi wilayah; (3) penguatan wawasan keunggulan lokal; (4) peningkatan
wawasan masa depan; (5) penguatan wawasan mutu; (6) peningkatan wawasan nilai
tambah; (7) pengembangan profesionalisme; dan (8) pemenuhan kebutuhan layanan
pendidikan kejuruan bagi pemilih atau pengguna pendidikan di SMK.
Restrukturisasi dan rekulturisasi pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan
3 | P a g e
kedepan diharapkan mampu mendidik seseorang tidak hanya sekedar sebagai
pekerja (Hollander & Mar, 2009), melainkan sebuah pendidikan kejuruan dengan
pendekatan holistik yang mengakomudasi seluruh kebutuhan peserta didik baik fisik
maupun non fisik, moral, dan juga kebutuhan masa depan untuk hidup nyaman,
aman dan bahagia dalam masyarakat (Rojewski, 2009). Sebagaimana keyakinan
Dewey bahwa tujuan pokok dari pendidikan publik adalah mempertemukan
kebutuhan individu peserta didik untuk pemenuhan diri pribadinya dan persiapan
menghadapi dan menjalani hidup (Rojewski, 2009). Pola pembudayaan nilai-nilai
kejuruan yang diharapkan adalah pola yang mampu menginterlanisasikan
keunggulan lokal, potensi wilayah diantara kebutuhan nasional, dan tantangan
global.
C. Pembudayaan Nilai-nilai Kejuruan
Pola pembudayaan nilai-nilai kejuruan diharapkan mampu mendudukkan arti
penting pendidikan kejuruan, fungsi pendidikan kejuruan, tujuan pendidikan,
manfaat pendidikan kejuruan, karakteristik pendidikan kejuruan, prinsip-prinsip
pendidikan kejuruan, dan landasan pendidikan kejuruan kedalam konsepsi
pembangunan pendidikan menengah kejuruan di SMK. Pola pembudayaan nilai-nilai
kejuruan di SMK harus lahir dan tumbuh dari budaya masyarakat setempat dan
menjadi bagian yang utuh dari keseluruhan budaya masyarakatnya.
Secara pragmatis pendidikan kejuruan di abad 21 dituntut membangun
manusia yang memiliki kecerdasan belajar, kecerdasan ekonomi, kecerdasan sosial,
kecerdasan budaya, kecerdasan teknologi, dan juga kecerdasan politik (Cheng,
2005). Pendidikan kejuruan akan berhasil jika mampu menumbuhkembangkan
eksistensi manusia pendidikan kejuruan yang memasyarakat, berbudaya kompetensi
dalam tatanan kehidupan berdimensi lokal, nasional, regional, dan global. Sebagai
produk masyarakat, pendidikan kejuruan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat
dimana pendidikan kejuruan dikembangkan. Pendidikan kejuruan tumbuh dari
masyarakat, berkembang bersama budaya masyarakat setempat, memperhatikan
keunggulan lokal, potensi wilayah, dukungan masyarakat, partisipasi dan kerjasama
masyarakat, ada konsensus yang kuat diantara masyarakat dengan lembaga
pendidikan kejuruan. Visi pendidikan kejuruan seharusnya kongruen dengan visi
masyarakat dimana pendidikan kejuruan dikembangkan (Tilaar, 1999).
4 | P a g e
D. Pendidikan Nilai di SMK
Dalam membangun fokus pendidikan nilai-nilai kejuruan Aspin (2007)
menyatakan bahwa sekolah (SMK) harus memberikan akses dan kesempatan kepada
peserta didik untuk mempraktekkan dan menerapkan jenis pengetahuan, kompetensi,
dan sikap dalam proses mempersiapkan mereka untuk hidup di masyarakat yang
kompleks saat ini. Sekolah harus memiliki kepedulian dan mempromosikan nilai-
nilai pendidikan kejuruan, keunggulan dan standar yang tinggi sebagai aspirasi
individu dan kelembagaan, berprestasi dan melakukan dalam semua aspek
kegiatannya. Sekolah harus humanis dan memberi kesempatan yang luas kepada
peserta didik untuk mendapatkan nilai-nilai yang akan sangat penting dalam
pengembangan pribadi dan sosial. Sekolah harus mengembangkan rasa kemerdekaan
dan harga diri peserta didik sebagai manusia, memiliki kepercayaan diri untuk
berkontribusi pada masyarakat, menjadi bagian dari masyarakat dalam tatanan
kehidupan sosial politik yang berbudaya dan bermoral.
Selanjutnya sekolah harus mempersiapkan masa depan peserta didik sebagai
anggota masyarakat dan warga negara untuk melakukan hubungan interpersonal satu
sama lain, dengan cara yang tidak bertentangan dengan kesehatan dan stabilitas
masyarakat atau individu. Sekolah harus menyiapkan peserta didik untuk memiliki
kepedulian kepada vitalitas nilai-nilai budaya, serta pengayaan ekonomi dalam
masyarakat di mana mereka akhirnya akan berperan, mempromosikan dirinya serta
menikmati pengalaman artistik dan ekspresif di samping akuisisi pengetahuan dan
kerja. Sekolah harus menggabungkan pendidikan untuk otonomi pribadi yang
rasional, pengembangan masyarakat dan berkontribusi sosial untuk kebahagiaan,
kesejahteraan, dan kedamaian sehingga setiap peserta didik dapat memperkaya
masyarakat dimana dia menjadi bagian dari masyarakat, sebagai pemberi, pemimpin
dan inovator, serta sebagai seorang pewaris dan penerima budaya adiluhung.
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa SMK harus mencari dan
menemukan sebuah pendekatan untuk membangun dan menawarkan kurikulum,
kegiatan belajar dan mengajar yang akan berkonsentrasi tidak hanya pada
kompetensi kejuruan, kapasitas ekonomi dan keterampilan manajemen tetapi juga
pada nilai-nilai manusiawi. Untuk itu semua sivitas di SMK perlu: (1) memahami
dan menghargai sejarah masyarakatnya, warisan budaya dan tradisi masyarakat; (2)
5 | P a g e
mengembangkan toleransi dan simpati untuk memiliki dan kemauan untuk bekerja
dan hidup dengan orang-orang lain dari berbagai latar belakang, kepentingan dan
gaya hidup; (3) mengembangkan rasa menghormati orang lain, mempertimbangkan
kepentingan mereka dan peka dalam melakukan hubungan interpersonal,
berkomunikasi dan menjada etika kesopanan; (4) mengambil peran dalam aktivitas
seni dan budaya, dan kesempatan yang mereka tawarkan untuk imajinasi dan
kreativitas; (5) menghargai pentingnya etika dalam bisnis, berkarya, melakukan
penciptaan, olahraga dan hubungan pribadi; (6) mandiri dan rasional; (7) menerima
pencarian makna yang ditawarkan oleh agama, budaya, adat-istiadat, humanisme,
dan lainnya yang dihargai sebagai sikap hidup bersama.
E. Tantangan dan Strategi Pengembangan Pendidikan Nilai di SMK
Dalam tatanan masyarakat industri global yang terbuka (global village),
penuh persaingan, dan berubah secara cepat karena pengaruh teknologi informasi
dan komunikasi maka pengembangan pendidikan nilai di SMK akan dihadapkan
kepada permasalahan penataan pengaruh konteks individualisasi, lokalisasi, dan
globalisasi (Pascoe, 2007; Cheng, 2005). Pengembangan pendidikan nilai kejuruan
berkarakter industri di SMK perlu memperhatikan aspek kecerdasan teknologi,
ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan budaya sebagai perspektif dasar.
Menurut Cheng (2000), dalam millennium baru ada beberapa globalisasi
yaitu: globalisasi teknologi, globalisasi ekonomi, globalisasi sosial, globalisasi
politik, globalisasi budaya, dan globalisasi belajar. Bagaimana pendidikan harus
responsif terhadap tren dan tantangan globalisasi telah menjadi perhatian utama
dalam kebijakan di tahun-tahun (Cheng,2005). Globalisasi mengacu pada transfer,
adaptasi, dan pengembangan nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan norma-norma
perilaku di seluruh negara dan masyarakat di berbagai belahan dunia. Fenomena
khas dan karakteristik yang terkait dengan globalisasi termasuk pertumbuhan
jaringan global (misalnya internet, dunia ecommunication luas, dan transportasi),
transfer global dan bersatu dalam teknologi, aliansi ekonomi, sosial, politik, budaya,
kompetisi, kerjasama internasional dan pertukaran pelajar, desa global, integrasi
multi-budaya, dan penggunaan standar internasional.
Lokalisasi mengacu pada transfer, adaptasi, dan pengembangan nilai-nilai
terkait, pengetahuan, teknologi, dan norma-norma perilaku dari/ke konteks lokal.
6 | P a g e
Implikasi dari lokalisasi pendidikan nilai adalah untuk memaksimalkan relevansi
pendidikan nilai untuk pembangunan daerah dan membawa dukungan masyarakat
dan sumber daya, kemitraan lokal, dan kolaborasi dalam belajar, mengajar, dan
sekolah. Individualisasi mengacu pada transfer, adaptasi, dan pengembangan nilai-
nilai eksternal yang terkait, pengetahuan, teknologi, dan norma-norma perilaku
untuk memenuhi kebutuhan individu..
Kendati globalisasi menciptakan banyak kesempatan untuk berbagi
pengetahuan, teknologi, nilai-nilai sosial, dan norma perilaku yang mempromosikan
perkembangan individu, organisasi, dan masyarakat, nilai-nilai lokal tetap harus
menjadi basis penyaring. Penciptaan nilai yang dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas melalui pengaruh global dan saling mendukung untuk melayani
kebutuhan lokal dan pembangunan manusia perlu dicari dan dibudayakan.
Nilai-nilai pengetahuan lokal adalah pengetahuan yang telah diuji berlaku
dalam konteks lokal dan merupakan akumulasi dari masyarakat setempat. Untuk
menemukan manfaat yang maksimal maka SMK dapat belajar dari nilai-nilai global
untuk mengembangkan nilai-nilai lokal dan mendukung perkembangan lokal dalam
konteks globalisasi. Dalam melakukan serapan nilai global disarankan menggunakan
tiga teori yaitu: (1) teori pohon, (2) Teori Kristal, (3) Teori sangkar burung.
Teori pohon mengasumsikan seperti pertumbuhan pohon. Proses pembinaan
pengetahuan lokal seharusnya berakar pada nilai-nilai lokal dan tradisi lokal tetapi
menyerap sumber daya bermanfaat dan relevan dari sistem pengetahuan dan nilai-
nilai eksternal atau global untuk menumbuhkan seluruh nilai-nilai lokal ke dalam
sistem pengetahuan. Oleh karena itu, mengembangkan nilai-nilai lokal melalui
kebutuhan pendidikan global yang beridentitas lokal dan berakar budaya lokal
membutuhkan desain kurikulum yang didasarkan pada nilai-nilai lokal dan aset
budaya lokal tetapi menyerap pengetahuan global yang cocok dan teknologi untuk
mendukung pengembangan masyarakat lokal dan individu-individu sebagai warga
negara setempat. Teori kristal berpegang kepada kunci dari proses pembinaan yaitu
dimilikinya "bibit lokal" untuk mengkristalisasikan dan menumpuk pengetahuan
global. Pembinaan nilai-nilai diarahkan untuk mengakumulasikan pengetahuan
global disekitar beberapa "bibit lokal". Teori sangkar burung berpendapat bahwa
fungsi seperti sangkar burung, proses pembinaan pengetahuan dan nilai lokal dapat
7 | P a g e
terbuka untuk pengetahuan dan nilai global masuk tetapi ada upaya harus dilakukan
untuk membatasi atau konvergen perkembangan lokal dan interaksi yang
berhubungan dengan dunia luar dalam kerangka kerja tetap (yaitu dalam sangkar
burung tersebut). Ini berarti bahwa pembinaan pengetahuan lokal dalam pendidikan
global memerlukan kerangka kerja lokal (seperti sangkar burung) untuk penyaringan
pengetahuan eksternal yang masuk dan melindungi perkembangan lokal dari
pengaruh negatif global.
F. Kesimpulan
Pendidikan nilai di SMK sangat diperlukan sebagai upaya
menumbuhkembangkan eksistensi manusia pendidikan kejuruan yang
memasyarakat, berbudaya kompetensi dalam tatanan kehidupan berdimensi lokal,
nasional, regional, dan global. Dalam rangka peningkatan posisi tawar maka SMK
kedepan harus mencari dan menemukan sebuah pendekatan untuk membangun dan
menawarkan kurikulum, kegiatan belajar dan mengajar yang berkonsentrasi tidak
hanya pada kompetensi kejuruan, kapasitas ekonomi dan keterampilan manajemen
tetapi juga pada nilai-nilai manusiawi. Nilai-nilai pengetahuan lokal adalah
pengetahuan yang telah diuji berlaku dalam konteks lokal dan merupakan akumulasi
dari masyarakat setempat. Untuk menemukan manfaat yang maksimal maka
masyarakat lokal dapat belajar dari nilai-nilai global untuk mengembangkan nilai-
nilai lokal dan mendukung perkembangan lokal dalam konteks globalisasi. Dalam
melakukan serapan nilai global disarankan menggunakan tiga teori yaitu: (1) teori
pohon, (2) Teori Kristal, (3) Teori sangkar burung.
G. Referensi
Aspin, D.N., (2007). The Ontology of Values and Values Educatio;in Aspin D.N & Chapman J.D.; Values Education And Lifelong Learning Principles, Policies, and Programs:Netherlans: Springer
Billet S.,(2009), Changing Work, Work Practice: The Consequences for Vocational Education; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Cheng, Y.C. (2005). New Paradigm for Re-engineering Education, Globalization, Localization and Individualization. Netherland: Springer
Emmerik I.J. H. V., Bakker A.B, Euwema M.C.. (2009). Explaining employees’ evaluations of organizational change with the job-demands resources model; Career Development International Journal Vol. 14 No. 6, 2009 pp. 594-613
8 | P a g e
Gill,I.S.,Fluitman.F.,& Dar.A. (2000). Vocational Education and Training Reform, Matching Skills to Markets and Budgets.Washington: Oxford University Press
Heinz .W.R (2009). Redefining the Status of Occupations; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Herschbach D.R. (2009) Overview: Navigating the Policy Landscape: Education, Training and Work, 869–890: Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Hiniker L.A. and Putnam,R.A. (2009). Partnering to Meet the Needs of a Changing Workplace; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Hollander A. & Mar N.Y (2009) Towards Achieving TVET for All: The Roleof the UNESCO-UNEVOC International Centre for Tehcnical and VocationalEducation and Training, 41–57: in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Kellett J.B, Humphrey R.H. and Sleeth R.G.(2009) Career development, collective efficacy, and individual task performance, Career Development International Vol. 14 No. 6, 2009 pp. 534-546 q Emerald Group Publishing Limited 1362-0436
McGrath S. (2009) Reforming Skills Development, Transforming the Nation: South African Vocational Education and Training Reforms, 1994–2005: Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Rojewski. J.W (2009). A Conceptual Framework for Technical and Vocational Education and Training; in Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media.
Stumpf. S.A (2009). Promotion to partnerThe importance of relationship competencies and interpersonal style. Career Development International Vol. 14 No. 5, 2009 pp. 428-440 q Emerald Group Publishing Limited 1362-0436
Tessaring M.,(2009). Anticipation of Skill Requierements: European Activities and Approaches; In Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media
Thompson, John F, (1973). Foundation of Vocational Education Social and Philosophical Concepts. Prentice-Hall: New Jersey
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Wagner T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books.