NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG …eprints.unram.ac.id/3030/1/SATRA WIRYANOTA NIM....
Transcript of NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG …eprints.unram.ac.id/3030/1/SATRA WIRYANOTA NIM....
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG
KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh
SATRA WIRYANOTA
NIM. E1C 009 002
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2016
HALAMAN JUDUL
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG
KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh
SATRA WIRYANOTA
NIM. E1C 009 002
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2016
i
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat
Balang Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”.
Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program
sarjana (S1) program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indenesia dan Daerah, Jurusan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.
Disadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud
tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap
kerendahan hati peneliti mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:
1. Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.
2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Bahasa dan
Seni Universitas Mataram.
3. Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. selaku Ketua Prodi Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah Universitas Mataram.
4. Drs. Cedin Atmaja, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun
skripsi ini.
iv
5. Murahim, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi
petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi
ini.
6. Drs. Imam Suryadi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik.
7. Para dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak
dapat disebutkan namanya satu per satu.
8. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat membantu dalam
menyempurnakan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga apa yang disajikan dalam
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan kepada pembaca umumnya.
Mataram, 2016
Peneliti
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Yen ala karyane ala panggihne, lan yen becik karyane becik panggihne”.
Jika jelek amalannya, jelek pula ganjarannya dan jika baik amalannya, maka baik
pula ganjarannya.
(Baloq Tui)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Orang tuaku tercinta Ibu dan Bapak. Terimakasih untuk doa, keringat dan air
mata yang selama ini tak henti-hentinya dicurahkan kepada ananda. Saya
berusaha untuk selalu berbakti meskipun masih jauh dari harapan Ibu dan
Bapak.
2. Seluruh Keluarga besarku, sudah kusebutkan dalam hati. Terima kasih untuk
semuanya.
3. Saudara- saudaraku yang tak mungkin tersebutkan di luar sana. Kalian sayang
saya kan? Saya juga.
4. Almamaterku tercinta kampus FKIP Universitas Mataram.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
ABSTRAK ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.4 Manfaat penelitian ....................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Penelitian yang Relevan .............................................................. 6
2.2 Landasan Teori ............................................................................ 7
2.2.1 Pengertian Folklor ..................................................... 7
2.2.2 Macam-macam Folklor ................................................ 10
2.2.3 Konsep Nilai-nilai Pendidikan ..................................... 11
2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah ................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 24
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 24
3.2 Data dan Sumber Data ................................................................ 24
3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 26
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29
vii
4.1 Analisis Nilai-nilai Pendidikan ......................................................... 29
4.1.1 Nilai Pendidikan Religius ..................................................... 29
4.1.2 Nilai Pendidikan Moral ......................................................... 35
4.1.3 Nilai Pendidikan Sosial ......................................................... 39
4.2 Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP ......................... 43
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 48
5.1 Simpulan .......................................................................................... 48
5.2 Saran ................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50
LAMPIRAN .................................................................................................
viii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG
KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBEJARAN SASTRA
DI SMP
Oleh
Satra Wiryanota
ABSTRAK
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) nilai-nilai
pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar, (2) hubungannya dengan
pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dan mengkaitkan
hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data
adalah studi kepustakaan dan catat. Metode analisis data digunakan metode
analisis deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) nilai-nilai pendidikan cerita
rakyat Balang Kesimbar terkandung nilai pendidikan agama, nilai pendidikan
moral dan nilai pendidikan sosial. Selanjutnya, (2) mengaitkan hubungannya
dengan pembelajaran sastra di SMP. Standar Kompetensi yang digunakan
adalah mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. Penelitian ini dapat
dijadikan bahan ajar dan panduan siswa SMP karena cerita rakyat tersebut
dapat memenuhi kriteria pemilihan bahan ajar. Dengan adanya aspek-aspek
yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMP, maka tujuan utama
penelitian ini dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan dan
ditargetkan dalam KTSP.
Kata kunci : Nilai-nilai Pendidikan, Cerita Rakyat, dan Pembelajaran Sastra.
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah sastra dan budaya
peninggalan nenek moyang yang tersebar di setiap daerah-daerah. Salah satu
di antaranya adalah peninggalan dalam bentuk folklor atau cerita rakyat.
Folklor tersebut dapat dijumpai hampir di setiap daerah dalam bentuk jumlah
yang tidak sedikit dan jenisnya sangat bervariasi. Folklor hendaknya dibina
dan dikembangkan guna menjunjung tinggi dan lebih memperkaya
kebudayaan nasional.
Dalam KBBI (2001: 319), folklor adalah adat-istiadat tradisional dan
cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.
Sedangkan menurut Sudjiman (dalam Endraswara, 2013: 47), menerangkan
bahwa folklor (cerita rakyat) adalah kisahan anonim yang tidak terikat pada
ruang dan waktu, beredar secara lisan di tengah masyarakat. Danandjaya
(dalam Endraswara, 2013:47), menyebutkan bahwa cerita prosa rakyat
merupakan satu genre folklor lisan Indonesia yang diceritakan secara turun
menurun, bentuknya berupa mite, legenda, dongeng, seni tradisi, ataupun
upacara tradisi.
Menurut Rafiek (2012:51), folklor adalah sebagian kebudayaan suatu
kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif
1
macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat.
Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi
folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2)
folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan
(nonverbal folklore).
Keseluruhan jenis folklor baik folklor lisan, folklor sebagian lisan
maupun folklor bukan lisan, memiliki fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Menurut Bascom dalam (Endraswara 2013:3), folklor
memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi (proyective system),
yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat
pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai
alat pendidikan (pedagogical device), dan (4) sebagai alat pemaksa dan
pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota
kolektifnya.
Atas dasar pandangan teoritik itu, kajian ini akan mengungkap cerita
rakyat yang berasal dari pulau Lombok provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Salah satu cerita rakyat yang berkembang secara lisan di pulau Lombok
adalah cerita rakyat Balang Kesimbar. Cerita rakyat Balang Kesimbar
termasuk salah satu jenis folklor lisan bergenre dongeng. Selama ini cerita
rakyat Balang Kesimbar kurang begitu diperhatikan apalagi dijadikan sebagai
2
materi pembelajaran sastra. Berdasarkan fenomena inilah, perlu diadakan
langkah yang signifikan untuk lebih mengenalkan cerita rakyat Balang
Kesimbar kepada masyarakat pada umumnya dan pelajar pada khususnya.
Untuk menjaga kelestarian cerita rakyat Balang Kesimbar tersebut
salah satu langkah yang ditempuh ialah dengan mengenalkannya kepada anak-
anak didik melalui pendidikan formal khususnya untuk anak SMP. Selama ini,
materi dalam pembelajaran sastra biasanya hanya mengangkat cerita rakyat
yang sudah berkembang secara nasional tanpa memperkenalkan secara
spesifik cerita rakyat yang berkembang di tiap-tiap daerah masing-masing.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan isi atau materi sastra, yakni
dengan menambahkan cerita rakyat Balang Kesimbar sebagai materi
pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini mencoba mengkaji cerita
rakyat ini dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang
Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”.
3
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah sangat penting dalam penelitian. Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat
Balang Kesimbar ?
2. Bagaimanakah hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat
Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di sekolah, khususnya di
SMP ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian
mempunyai arah dan sasaran yang tepat. Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita
rakyat Balang Kesimbar.
2. Untuk mendeskripasikan hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita
rakyat Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di SMP.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Upaya meningkatkan pengetahuan merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam pendidikan. Oleh sebab itu sebuah karya harus memiliki
manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Manfaat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat:
a. Menjadi sarana untuk menambah bahan referensi dan sebagai salah
satu bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti terutama yang
berminat pada bagian kesastraan.
b. Menambah variasi dokumentasi, koleksi bacaan dan inventarisasi di
Universitas Mataram, terutama FKIP jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi guru bahasa dan sastra Indonesia dalam mengajar, baik di sekolah-
sekolah formal maupun informal. Di SMP ada materi yang berkaitan
dengan penelitian ini yaitu mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan.
5
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini khususnya yang
mengangkat cerita rakyat sebagai objek penelitian, hanya beberapa yang penulis
temukan. Salah satunya yakni dalam penelitian yang dilakukan oleh Raudlatul
Jannah (2015), dengan judul “Analisis Cerita Rakyat Asal usul Desa Batu
Basong Kajian Monogenesis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di
SMP”. Dalam penelitiannya mengkaji tentang bagaimana asal usul cerita rakyat
desa batu basong dengan pendekatan kajian monogenesis.ada tiga motif cerita
yang terdapat dalam cerita rakyat Asal usul Desa Batu Batu Basong yaitu, motif
mitologi tentang asal usul suatu nama kota, motif tentang pengujian, dan motif
tentang kesetiaan.
Penelitian selanjutnya, yang dilakukan oleh Eirzikri Rentarimasa (2015),
dengan judul “Nilai Pendidikan dalam Folklor Cerita Rakyat Sumbawa
Paruma Ero dan Batu Asa serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di
SMA” yang melakukan analisis terhadap unsur yang sama yakni analisis nilai-
nilai pendidikan dalam folklor cerita rakyat. Akan tetapi, nilai pendidikan yang
dianalisis yakni berupa nilai moral, nilai keindahan, dan nilai sosial atau
kemasyarakatan.
6
Baiq Dwi Ayu Rosita (2013), dengan judul “Nilai Pendidikan Cerita
Rakyat Lombok “Loq Sesekeq” dan Hubungannya dengan Pembelajaran
Sastra di SMP”. Dalam penelitiannya, Baiq Dwi Ayu Rosita memfokuskan
sub-sub nilai pendidikan yakni nilai moral, nilai sosial, dan nilai religius.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan dalam menganalisis unsur
ekstrinsik dalam sebuah karya sastra yakni analisis nilai pendidikan dalam
cerita rakyat. Akan tetapi, dari penelitian di atas yang menjadi perbedaan yang
signifikan terdapat pada objek penelitian. Penelitian ini objek penelitiannya
adalah cerita rakyat sasak Balang Kesimbar. Oleh karena itu, penelitian ini
dikemas dengan judul Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang
Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Folklor
Secara etimologi kata “folklor” berasal dari dua kata dasar folk
dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal
fisik, sosial, dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok
lainnya. Lore adalah kebiasaan folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang
diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang
disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device ).
Menurut Rafiek (2012: 50-51 ), pengertian folklor secara keseluruhan
adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, tersebar dan diwariskan secara
7
turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam
versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Folklor berbeda dari kebudayaan lainnya, maka perlu mengetahui ciri-
ciri pengenal utama folklor pada umumnya. Adapun ciri-ciri pengenal utama
folklor menurut Brunvand, Carvalho Neto, dan Danandjaya (dalam Rafiek,
2012: 51-52) adalah sebagai berikut.
a. Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan, yaitu
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu
contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat)
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b. Folklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap
atau dalam bentuk standar. Itu disebarkan di antara kolektif tertentu
dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
c. Folklor ada dalam versi-versi, bahkan varian-varian yang berbeda. Itu
disebabkan penyebarannya secara lisan, sehingga dapat dengan mudah
mengalami perubahan. Perubahan biasanya terletak pada bagian luarnya
saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.
d. Folklor bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat
misalnya selalu mempergunakan kata-kata klise seperti bulan empat belas
hari untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis. Juga, seperti ular
8
berbelit-belit untuk menggambarkan kemarahan seseorang atau
ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat
atau kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, misalnya: sahibul
hikayat... dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya‟, atau menurut
empunya cerita...demikianlah konon‟.
f. Folklor mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama
suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya, mempunyai kegunaan sebagai
alat/media pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan
terpendam.
g. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang tidak
sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi
folklor lisan dan sebagian lisan.
h. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Ini disebabkan
penciptanya tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang
bersangkutan merasa memilikinya.
i. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali
kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti karena
banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur
manifestasinya.
9
2.2.2 Macam-macam Folklor
Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi
folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2)
folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan
(nonverbal folklore).
1. Folklor Lisan (verbal folklore)
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Bentuk-
bentuk (genre) yang termasuk ke dalam folklor lisan antara lain (a) bahasa
rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title
kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan
pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti
pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mitos, legenda,
dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat (Rafiek, 2012: 53).
1. Folklor Sebagian Lisan (partly verbal folklore)
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan
campuran lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor sebagian lisan
yang tergolong dalam kelompok besar ini adalah kepercayaan rakyat,
permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta
rakyat, dan lain-lain (Rafiek, 2012: 53).
2. Folklor Bukan Lisan (nonverbal folklore)
Folklor bukan lisan adalah folklor adalah folklor yang bentuknya
bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok
10
besar folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu yang
material dan bukan material. Bentuk-bentuk folklor ini yang tergolong
material antara lain arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk
lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan
perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan
tradisional. Sedangkan folklor bukan lisan yang termasuk bukan material
antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat traadisional , bunyi isyarat
untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya), dan musik rakyat (Rafiek,
2012: 53).
2.2.3 Konsep Nilai-nilai Pendidikan
2.2.3.1 Pengertian Nilai
Menurut Lubis (dalam Rentarimasa, 2015: 8), nilai adalah esensi yang
melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi itu
sendiri belum berarti sebelum dibutuhkan manusia, tetapi bukan berarti
adanya esensi itu karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja
kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan
daya tangkap dan pemaknaan manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut Suyitno (1986: 3), sastra dan tata nilai merupakan
dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai
sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung
nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari
pengungkapan kembali maupun yang mempunyai penyodoran konsep baru.
11
Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi
juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.
Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi
suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi,
religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo
(dalam Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan
atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117)
mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik
jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-
nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi
seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu
berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu
menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki. Dari beberapa pendapat
tersebut pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai,
berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi
kehidupan manusia.
12
2.2.3.2 Pengertian Pendidikan
Menurut Hadi (2003:17), pendidikan secara etimologis berasal dari
bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti
Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Sedangkan menurut
Setiadi (2006: 144), pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu
peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya
memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki
dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan
kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang
beradab.
Adler (dalam Arifin 1993: 12), mengartikan pendidikan sebagai proses
dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik
untuk untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan
yang baik. Menurut Sibarani (dalam Endraswara, 2013:5), pendidikan adalah
seluruh usaha mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter
yang baik warga masyarakat terutama generasi muda. Pendidikan merupakan
usaha sadar dan sistematis yang bertujuan untuk memanusiakan manusia
dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan sehingga akan tercipta
manusia seutuhnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai
pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna
bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan
13
tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran.
Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai
pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk
individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat
dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal
dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-
nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada
kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi
pekerti serta pikiran/ intelegensinya.
Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal di
antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra
khususnya humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam
pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan.
2.2.3.3 Macam-macam Nilai Pendidikan
Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi,
religi, moral dan budaya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali
maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara
tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari
kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif,
dan lain-lain, juga harus melayani misi-misi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak
saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga
14
berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya,
dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu.
Mencari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas
terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai
atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya
sastra berusaha untuk mempengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji
tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru
sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan bukan
sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya.
Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi di dalamnya
termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang
mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan.
Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini
merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia
mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal,
pikiran, dan perasaan. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk karya sastra
yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu
mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana
yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai-
nilai pendidikan dalam cerita rakyat sebagai berikut;
15
a. Nilai Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya
menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut
keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke
dalam keEsaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religius bertujuan
untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu
ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra
dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan
batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai
religius dalam sastra bersifat individual dan personal.
Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2012: 326) menerangkan bahwa,
kehadiran unsur religius dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu
sendiri. Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan pada awal mula
segala sastra adalah religius. Semi (1993: 21) menyatakan, agama merupakan
kunci sejarah, kita baru memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami
agamanya. Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-
hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama
yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu
sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nilai
religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta
bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
16
b. Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang
diisyaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk
yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam
Nurgiyantoro, 2012: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang
nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan
kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai
moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia
agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan,
apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta
suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik,
serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam
sekitar.
Uzey (dalam Rosita, 2013:13) berpendapat bahwa nilai moral adalah
suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk
dari manusia. Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai
kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Sejalan dengan pendapat Lubis (dalam Rentarimasa 2015:12), moral diartikan
sebagai ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dan sebagainya. Akhlak, budi pekerti, susila, juga diartikan sebagai
17
kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin dari isi hati, atau keadaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan
dan ajaran yang dapat diukur dari suatu cerita.
Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan
peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari
suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi
pekerti dan nilai susila. Wujud dalam pendidikan moral adalah: berbakti
kepada orang tua, jujur, sabar, ikhlas, dan lain-lain.
c. Nilai Pendidikan Sosial
Rosyadi (1995:80), Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan
dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang
dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial
berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada
hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial
bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat
dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan.
Uzey (dalam Suprayogi, 2014: 7), berpendapat bahwa nilai pendidikan
sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk
mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran,
keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan
sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang
mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai
18
pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima
secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa
yang benar dan apa yang penting.
2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah
2.2.4.1 Pengertian Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra adalah proses, cara dan perbuatan guru untuk
mengajar dan mengajarkan segala sesuatu mengenai sastra atau hasil
kreativitas manusia sastra sebagai sebuah karya memiliki sifat universal,
demikian juga dengan pemaknaan karya tersebut. Seorang apresiator
memiliki hak untuk mengulas karya dari berbagai sudut pandang masing-
masing (Wilya, 2013: 25).
Wardani (dalam Rohmadi dan Slamet Subiyantoro, 2011:67),
mengemukakan bahwa, kegiatan apresiasi sastra tidak hanya sekadar
membaca lalu menggemari membaca sastra saja, tetapi pada tahap
selanjutnya kegiatan ini diharapkan sampai pada tahap pemahaman karya
sastra sehingga nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui karya
sastra tersebut dapat dipahami pembaca.
Adapun tujuan penyajian sastra dalam dunia pendidikan adalah untuk
memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Karya sastra yang
dijadikan sebagai materi diharapkan mengandung nilai-nilai yang dapat
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu, proses ini
19
diusahakan dapat memungkinkan siswa memperoleh nilai-nilai tersebut dan
menerapkannya dalam kehidupan.
2.2.4.2 Tujuan Pembelajaran Sastra
Tujuan pembelajaran sastra dalam KTSP untuk SMP adalah
“...menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa; menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia” (BSNP,
2006:110). Menurut Moody (dalam Wilya, 2013: 26-27), tujuan
pembelajaran sastra dapat dibagi menjadi empat, yaitu;
a. Informasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman pengetahuan
dasar tentang sastra. Tercapainya tujuan ini dapat ditunjukkan oleh
kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan sastra.
b. Konsep, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap
pengertian-pengertian pokok mengenai suatu hal. Dalam hal ini, siswa
dapat mengenal terminologi dari setiap aspek. Misalnya memahami
konsep wilayah kajian sastra, dengan berbagai genre, atau wilayah jenis
sastra, ciri-ciri pembeda, dan unsur-unsur pembentuknya. Konsep yang
perlu dipahami siswa antara lain adalah: bermacam-macam aliran dalam
sastra, bermacam-macam genre sastra, bagaimana genre sastra tersebut
diciptakan; serta ciri-ciri yang membedakannya.
20
c. Perspektif, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk
memandang bagaimana sebuah karya sastra itu diciptakan menurut
perspektif pikiran siswa. Baguskah imajinasi karya yang dibacanya;
menarikkah konflik yang dikemas dan disajikan dalam cerita;
bagaimana karakter tokoh-tokohnya, bagaimana pula penokohannya;
dan lain sebagainya.
d. Apresiasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman,
penghayatan, penikmatan, dan penghargaan siswa terhadap karya sastra.
2.2.4.3 Implementasi Sastra dalam Pembelajaran
Menurut Buku Panduan Penyusunan RPP dari BNSP, dalam rangka
mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dituangkan di
dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan pegangan bagi guru
dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan atau
lapangan untuk setiap Kompetensi Dasar (KD). Oleh karena itu, apa yang
tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan
aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu
Kompetensi Dasar (KD).
Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar
Kompetensi yang memayungi Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam
RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus dimuat Tujuan Pembelajaran,
21
Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan
Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian (BSNP, 2006).
1. Standar Kompetensi (SK) adalah kemampuan minimal yang harus
dapat dilakukan atau ditampilkan siswa (Musaddat dkk, dalam Wilya,
2013: 28).
2. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (Mussadat dkk, dalam Wilya 2013:28).
3. Tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional
yang ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang
operasional dari kompetensi dasar. Apabila kompetensi dasar sudah
operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri
atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan (BSNP, 2006).
4. Dalam hal ini, Media pembelajaran dan sumber belajar, media
pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau peralatan
fisik yang mengandung materi pembelajaran di lingkungan yang dapat
merangsang siswa untuk belajar (Mussadat dkk, dalam Wilya, 2013:
28).
22
5. Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula
diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung
pada karakteristik pendekatan atau strategi yang dipilih (BSNP, 2006).
6. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-
langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah
kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/ pembuka, kegiatan inti
dan kegiatan penutup. Dimungkinkan dalam seluruh rangkaian
kegiatan (BNSP, 2006).
7. Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam
silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar
mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan
bahan (BSNP, 2006).
8. Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan
instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya
dapat dituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila
penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan
tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian
(BSNP, 2006).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Moleong (dalam
Hidayati, 2016: 38), deskriptif kualitatif maksudnya adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selanjutnya
data yang didapatkan akan diolah dan dianalisis dalam bentuk tulisan. Menurut
moleong (dalam Hidayati, 2016: 38), penelitian kualitatif adalah upaya
menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,
perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Penelitian deskriptif kualitatif ini dipergunakan untuk memperolah
deskripsi tentang tampilan aspek nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat
Balang Kesimbar.
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data adalah keterangan yang benar dan nyata (KBBI: 2001: 239).
Sedangkan menurut Djojosuroto (dalam Wilya, 2013: 31), data merupakan
hal-hal yang diketahui atau diakui, baik berupa fakta atau informasi. Wujud
data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frase, kalimat, dan wacana yang
terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar.
24
3.2.2 Sumber Data
Ratna (dalam Wilya, 2013: 31) mengemukakan bahwa sumber data
adalah berupa naskah. Hal ini dapat dirincikan sebagai berikut;
a. Sumber data primer
Sumber data primer merupakan sumber utama atau pokok data.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah cerita rakyat sasak
Balang Kesimbar terjemahan bahasa Indonesia yang terdapat dalam buku
“Bahan Ajar Muatan Lokal Gumi Sasak untuk Sekolah Dasar/ MI Kelas
V, (Tim Penyusun: Bahrie, S.Pd, H. Sudirman, S.Pd, L. Ratmaja, S.Pd,
2009, KSU Prima Guna)”.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah merupakan sumber data kedua.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang bersumber
dari buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi
objek penelitian dan perangkat pembelajaran Kurikukulum yang
ditetapkan oleh BSNP seperti silabus dan RPP.
25
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih
mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna dalam Wilya, 2013: 32).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Studi kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah teknik yang menggunakan sumber-
sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik ini diterapkan untuk
mempelajari sasaran dan kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dipecahkan dalam penelitian ini. Kepustakaan yang dimaksud
adalah buku-buku teori sastra, buku-buku sosiologi, metodologi penelitian,
dan buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan.
Salah satunya yaitu dengan membaca teks cerita rakyat Balang Kesimbar
secara keseluruhan dan untuk melengkapi data yang telah dikumpulkan
dengan mengumpulkan bahan bacaan yang berhubungan dengan
pembahasan sebagai data sekunder.
2. Teknik catat
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara mencatat
data-data yang penting kemudian melakukan pembacaan yang menyeluruh.
26
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam KBBI (2001: 43), analisis berarti penyelidikan terhadap suatu
peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan
yang sebenarnya (sebab-musabab,duduk perkaranya, dan sebagainya).
Menurut Sugiyono (2012: 335), analisis data merupakan proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.
Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
deskriptif kualitatif artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, dan
bukan angka-angka. Selanjutnya data yang didapatkan akan diolah dan
dianalisis dalam bentuk tulisan. Analisis deskriptif ini menggunakan
pendekatan pragmatik. Menurut Siswanto dan Roekhan (dalam Siswanto,
2013: 175), pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang
menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima,
memahami, dan menghayati karya sastra. Pendekatan pragmatik inilah yang
digunakan untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan yang terkandung pada
cerita rakyat Balang Kesimbar, meliputi: nilai pendidikan religius, nilai
pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial.
27
Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Mengklasifikasikan data, data yang diperoleh dari hasil analisis nilai-
nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar,
yaitu berupa : (1) Nilai Pendidikan Religius, (2) Nilai Pendidikan
Moral, dan (3) Nilai Pendidikan Sosial.
b. Data yang berupa nilai-nilai pendidikan seperti ; nilai pendidikan
religius, nilai pendidikan moral, dan nilai pendidikan sosial tersebut,
akan dianalisis pula prilaku-prilaku atau pola-pola apa saja yang
terdapat di dalamnya.
c. Mengaitkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat
Balang Kesimbar dengan penerapannya dalam pembelajaran sastra di
SMP.
d. Menyimpulkan hasil dari analisis data secara keseluruhan.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar
4.1.1 Nilai Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam
dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya
menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut
keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke
dalam keEsaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90).
Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik
menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius
yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya
tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang
bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat
individual dan personal. Adapun wujud pendidikan religius dalam cerita
rakyat Balang Kesimbar, yaitu:
a. Sholat/ sembahyang
Sholat merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat.
Melaksanakan atau menunaikan sholat lima waktu merupakan salah satu
kewajiban umat muslim. Seseorang muslim tidak boleh meninggalkan sholat
29
lima waktu. Begitu juga dengan yang ditunjukkan kawan-kawan tokoh Balang
Kesimbar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dalam kutipan berikut:
“Bagaimana pendapatmu Balang, jika sehabis sembahyang isya
kita berangkat bersama ke tempat pertunjukan wayang ?”, kata
kawan-kawannya.
Berdasarkan kutipan di atas, kawan-kawan tokoh Balang Kesimbar
dalam cerita rakyat Balang Kesimbar menunjukkan tokoh yang disiplin dalam
melaksanakan sholat. Dengan lebih mementingkan sholat atau sembahyang
isya sebelum pergi menonton wayang, kawan-kawan tokoh Balang Kesimbar
mencerminkan bahwa di dalam bathin mereka sudah tertanam nilai-nilai
religius meskipun mereka masih kanak-kanak.
Nilai religius pada pelaksanaan sholat dalam cerita rakyat Balang
Kesimbar sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik
memiliki kedisplinan dalam mengerjakan rukun syariat islam yang kedua
yaitu sembahyang atau sholat lima waktu sehari-semalam. Dalam hal ini
pelaksanaan sholat dapat memberikan nilai religius pada aspek disiplin waktu.
Setiap orang yang shalat selalu memeriksa masuknya waktu shalat, berusaha
menunaikannya tepat waktu, sesuai ketentuan, dan menaklukkan nafsunya
untuk tidak tenggelam dalam kesibukan duniawi. Tentunya, berdisiplin waktu
tidak hanya pada saat sholat, tetapi yang perlu menjadi perhatian adalah
mewujudkan perilaku disiplin waktu pada saat setelah sholat yaitu berdisiplin
waktu dalam setiap perilaku, dalam setiap keadaan, baik dalam berbicara, dan
30
dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga manfaat nilai religius dalam
pelaksaan sholat tidak serta merta terbatas pada rutinitas ritual ibadah saja.
b. Berdoa kepada Tuhan
Berdoa kepada Tuhan adalah perbuatan terpuji sebagai sarana
pendekatan manusia bermunajat dengan Tuhannya. Hal tersebut dapat
dijumpai dalam cerita rakyat Balang Kesimbar seperti pada kutipan berikut:
Dalam mengatasi kesulitan ini Balang Kesimbar memanfaatkan
bungkusan itu. Setelah memusatkan cipta sejenak, bungkusan itu
dilemparkan sekuat tenaga. Kemudian ia menggantung diri pada
benang pengikatnya. Dengan berkah Tuhan Yang Maha Kuasa
Balang Kesimbarpun terangkat ke atas, menggelantung di angkasa
sehingga berhasil menyebrangi padang yang berbahaya itu
dengan selamat.
Saat inipun Balang Kesimbar mempergunakan bungkusan yang di
bawanya.Sambil memohon dan menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bungkusan itu dilemparkan
setinggi-tingginya ke udara sambil memegang benang pengikatnya
dengan kuat. Dan ia pun berhasil meliwati padang kalajengking
itu dengan selamat.
Kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar dalam cerita rakyat Balang
Kesimbar mencerminkan tokoh yang selalu bermunajat kepada Tuhan atau
berdoa memohon pertolongan Tuhan dalam mengatasi berbagai kesulitan.
Walaupun doa yang dipanjatkan disertakan dengan perantara bungkusan yang
dibekali oleh kakeknya, tetapi sesungguhnya bungkusan (jimat) merupakan
sebuah perantara saja. Mempergunakan bungkusan dalam cerita rakyat Balang
Kesimbar merupakan sebuah usaha yang diawali dengan doa permohonan dan
berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga setelah
31
melemparkan bungkusan lalu terjadi kejadian di luar nalar, irasional, dan
tokoh Balang Kesimbar selamat dari bahaya, tentunya semua itu terjadi atas
kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.
Berdoa kepada Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat
penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki nilai
pendidikan religius yaitu selalu memohon pertolongan Tuhan di setiap
kesulitan yang dihadapinya.
c. Bersyukur kepada Tuhan
Bersyukur kepada Tuhan adalah cara seseorang mengucapkan terima
kasih kepada Sang pencipta atas rahmat atau nikmat yang telah diberikan.
Dalam cerita rakyat Balang Kesimbar rasa bersyukur dapat di lihat seperti :
Pada saat yang paling keritis ini, tiba-tiba angin puyuh dahsyat
melanda padang itu. Semua yang berada di dalamnya
diterbangkan. Demikian pula Balang Kesimbar tak luput dari
sasaran angin puyuh itu. Ia diterbangkan entah kemana. Tiba-tiba
ia meluncur jatuh dan berada di atas sebatang pohon sawo. Ketika
membuka mata ia merasa heran. Dan sadarlah ia akan apa yang
telah terjadi. Kemudian ia memanjatkan puji syukur kehadapan
Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini ia sadar bahwa perjalanannya
selalu mendapat perlindungan. Karena merasa sangat payah, ia
pun beistirahat di atas pohon itu.
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Balang Kesimbar
mencerminkan tokoh yang selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
atas perlindungan yang selalu menyertainya.
Bersyukur kepada Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat
penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki nilai
32
pendidikan religius yaitu selalu bersyukur kepada Tuhan atas apa yang telah
diberkahkan.
d. Kekuasaan Tuhan
Kekuasaan Tuhan adalah hal mutlak yang dimiliki oleh Allah. Apapun
bisa terjadi sesuai kehendaknya. Allah Maha Kuasa karena Allah adalah
pencipta semua alam semesta beserta isinya. Bentuk kekuasaan Tuhan dalam
cerita rakyat Balang Kesimbar ditunjukkan pada kutipan berikut:
Dengan berkah pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa Balang
Kesimbarpun terangkat ke atas, menggelantung di angkasa
sehingga berhasil menyebrangi padang yang berbahaya itu
dengan selamat.
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa cerita rakyat Balang
Kesimbar mengajarkan bahwa kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa mutlak
adanya. Kekuasaan Tuhan diperlihatkan tokoh Balang Kesimbar dalam
perjalanannya yang selalu diselamatkan Tuhan dari setiap rintangan.
Kekuasaan Tuhan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting
untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik meyakini akan keberadaan
kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan selalu taat dalam menjalani ajaran
agamanya masing-masing.
33
e. Istikomah
Istikomah merupakan sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.
Konsekuen di sini artinya berpegang teguh pada keyakinan yaitu tidak
menyimpang dari apa yang diputuskan. Bentuk istikomah dalam cerita rakyat
Balang Kesimbar ditunjukkan pada kutipan berikut:
Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini.
Semua rintangan dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai
keyakinan akan hasil perjalanan ini. Beberapa lama kemudian
kembalilah Balang Kesimbar berada di tepi sebuah padang.
Padang itu dipenuhi dengan ular berbisa. Semua jenis ular
berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan baru
ini, Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang
pernah dilakukannya. Dan ia pun berhasil lolos dari mara
bahaya. Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik.
Bahaya demi bahaya dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi,
rintangan dan bahaya masih belum habis juga.
Dilihat dari kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan
Istikomah. Sikap istikomah Balang Kesimbar ditunjukkan dengan selalu
berpegang teguh dan penuh keyakinan bahwa semua rintangan demi rintangan
berbahaya yang ditemukan di tengah perjalanan, akan dapat diatasinya dengan
selamat.
Sikap istikomah dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting
untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap
istikomah dalam dirinya sebagai modal untuk menghadapi kejamnya
kehidupan dunia.
34
4.1.2 Nilai Pendidikan Moral
Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan
kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai
moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia
agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan,
apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta
suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik,
serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam
sekitar.
Nilai pendidikan moral merupakan nilai yang menunjukkan peraturan-
peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu
kelompok yang meliputi perilaku. Wujud nilai pendidikan moral dalam cerita
rakyat Balang Kesimbar adalah berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, dan
bertanggung jawab.
a. Berbakti kepada orang tua
Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban seorang anak kepada
orang tuanya. Dalam cerita rakyat Balang Kesimbar perbuatan berbakti
kepada orang tua dapat di lihat pada kutipan berikut :
“Baiklah, aku memang sangat ingin menonton wayang. Tetapi
berangkatlah kalian lebih dahulu. Aku akan menyelesaikan
kebutuhan kakekku. Setelah itu barulah aku datang menyusul.
Setelah itu Balang Kesimbar segera pulang untuk mempersiapkan
kebutuhan kakeknya. Dengan cepat ia menyediakan air, menanak
35
nasi dan mempersiapkan tempat tidur. Setelah semua siap ia pun
meminta izin kepada kakeknya.”
Di lihat dari kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan
tokoh yang berbakti kepada orang tuanya yaitu pada kakeknya sendiri. Nilai
pendidikan moral berbakti kepada orang tua ditunjukkan tokoh Balang
Kesimbar dengan mengerjakan kewajiban menyelesaikan kebutuhan
kakeknya.
Berbakti kepada orang tua dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu
melaksakan perintah orang tua dan tidak membangkang kepadanya.
b. Jujur
Jujur merupakan sikap atau sifat lurus hati (tidak berbohong). Sifat
lurus hati yang dimaksud adalah mengakui, berkata, atau memberikan suatu
informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Sikap jujur
seharusnya diterapkan ketika seseorang menghadapi sesuatu atau fenomena
dan menceritakan informasinya tanpa ada perubahan atau sesuai dengan
kenyataan. Hal ini terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar
berikut:
“Apakah kau yang menggambar di tembok gerbang itu?”, tanya
raja.“Benar tuanku. Hambalah yang menggambar harimau itu”,
jawab Balang Kesimbar dengan tenang.
Berdasarkan kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan
sikap jujur atau tidak berbohong. Sikap jujur Balang Kesimbar ditunjukkan
36
dengan mengakui kesalahannya kepada raja bahwa ia telah mencoret-coret
atau menggambar harimau di tembok gerbang.
Sikap jujur dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk
diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap jujur
karena zaman sekarang sangat sulit menemukan orang jujur.
c. Sabar dan tabah
Sabar merupakan tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak
lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tabah, tenang, tidak tergesa-gesa dan
tidak terburu nafsu. Hal ini terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang
Kesimbar berikut:
Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini.
Semua rintangan dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai
keyakinan akan hasil perjalanan ini. Beberapa lama kemudian
kembalilah Balang Kesimbar berada di tepi sebuah padang.
Padang itu dipenuhi dengan ular berbisa. Semua jenis ular
berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan baru ini,
Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang pernah
dilakukannya. Dan ia pun berhasil lolos dari mara bahaya.
Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik. Bahaya demi
bahaya dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi, rintangan dan
bahaya masih belum habis juga. Dalam perjalanan selanjutnya ia
melihat seorang raksasa yang amat besar.
Dilihat dari kutipan di atas, tokoh Balang Kesimbar mencerminkan
sikap sabar dan tabah. Sikap sabar dan tabah Balang Kesimbar ditunjukkan
dengan selalu tahan menghadapi rintangan demi rintangan berbahaya yang
ditemukan di tengah perjalanannya tanpa putus asa. Berkat kesabarannya pun
Balang Kesimbar mampu melewati rintangan demi rintangan dengan baik.
37
Sikap sabar dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat penting untuk
diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu menanamkan sikap sabar
dan tabah dalam kehidupan sehari-hari, dengan begitu mereka dapat belajar
untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala cobaan.
d. Bertanggung Jawab
Bertanggung Jawab merupakan kesanggupan diri seseorang untuk
memikul dan melaksanakan tugas serta kewajiban dengan sempurna. Hal ini
terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:
“Cucuku, Balang Kesimbar. Semua tugas yang dibebankan raja
kepadamu, haruslah kau laksanakan sebaik-baiknya. Apapun yang
terjadi dan bagaimanapun sulitnya harus kau laksanakan.”
Dilihat dari kutipan di atas, nasehat Kakeknya Balang Kesimbar
mencerminkan ajaran untuk bertanggung jawab. ajaran bertanggung jawab
ditunjukkan kakek dengan memberi nasehat kepada Balang Kesimbar untuk
berkewajiban untuk memikul tugas yang dibebankan raja kepadanya selalu
tahan menghadapi rintangan demi rintangan yang ditemukan di perjalanannya.
Sikap bertanggung jawab dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat
penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu
menanamkan sikap tanggung jawab baik itu tanggung jawab sebagai siswa
maupun sebagai manusia pada umumnya.
38
4.1.3 Nilai Pendidikan Sosial
Rosyadi (1995:80), Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan
dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang
dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial
berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada
hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial
bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat
dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan.
Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari
perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap
seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya
dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar
individu. Adapun wujud nilai pendidikan sosial dalam cerita rakyat Balang
Kesimbar, yaitu:
a. Menghargai orang tua-orang tua
Menghargai orang tua-orang tua (orang yang lebih tua) merupakan
kewajiban setiap manusia dalam bergaul di tengah masyarakat. Hal tersebut
dapat terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang Kesimbar berikut:
Setelah Balang Kesimbar berusia remaja ia dapat bergaul di
tengah masyarakat dengan baik, disebabkan asuhan dan
pendidikan yang telah diterimanya. Ia selalu menghargai orang-
orang tua di desa itu. Balang Kesimbar disegani juga oleh teman
sebayanya.
39
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Balang Kesimbar
mencerminkan tokoh yang selalu menghargai orang tua-orang tua dalam
bergaul di tengah masyarakat desanya.
Menghargai orang tua-orang tua dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki
nilai pendidikan sosial atau etika sosial yaitu menghargai orang-orang tua
dalam bergaul di tengah masyarakat.
b. Memberi ucapan terima kasih
Memberi ucapan terima kasih merupakan rasa syukur yang terlahir dan
terucap sebagai bentuk balas budi setelah menerima kebaikan yang telah
diperoleh dari seseorang. Ungkapan terima kasih terlihat pada kutipan cerita
rakyat Balang Kesimbar berikut:
“Nah, sekarang cobalah katakan apa keinginanmu. Akan
kucarikan secepatnya”. “Terima kasih, kek. Carikanlah aku buah-
buahan yang masih segar. Aku sangat ingin memakannya”.
Dengan singkat diceritakan raksasa itu pun terbang ke suatu
tempat yang ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan. Tak lama
kemudian ia pun telah kembali dengan membawa berbagai jenis
buah-buahan, berupa buah manggis, salak, durian, duku, dan lain-
lain.
“Hai cucuku, aku telah berhasil memenuhi permintaanmu sebagi
tanda kasih sayangku. Aku telah berhasil memperoleh seekor
harimau yang bermata tujuh. Binatang itu telah kutambatkan di
sebelah rumah. Dan kini bergembiralah engkau”.
“Oh, terima kasih kek. Telah lama aku menginginkan harimau
semacam itu. Aku sangat bergembira dengan pemberian ini……
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Putri mencerminkan
tokoh yang selalu membalas kebaikan orang lain yaitu kepada kakek
40
angkatnya, yang tak lain ialah raksasa jahat dengan mengucapkan ungkapan
terima kasih atas kebaikan kakeknya. Ungkapan terima kasih yang pertama
yaitu ketika sang putri berterima kasih kepada raksasa karena ditawarkan
segala apa keinginan atau permintaannya. Selanjutnya, ungkapan terima kasih
yang kedua yaitu ketika sang putri berterima kasih kepada raksasa atas
harimau yang telah diberikan.
Ketika seseorang menerima kebaikan dari orang lain, rasa bersyukur
untuk membalas kebaikan orang tersebut adalah dengan mengucapkan kata
terima kasih. Rasa terima kasih dalam cerita rakyat Balang Kesimbar sangat
penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik memiliki rasa
syukur dan terima kasih sebagai bentuk balas budi atas kebaikan yang telah
diperoleh dari seseorang.
c. Kesetiaan kepada raja
Kesetiaan kepada raja merupakan kewajiban semua rakyat untuk
mempertunjukkan kesetiannya berupa wujud cinta rakyat kepada raja
(pemerintah). Kesetiaan kepada raja terlihat pada kutipan cerita rakyat Balang
Kesimbar berikut:
“Cucuku, Balang Kesimbar. Semua tugas yang dibebankan raja
kepadamu, haruslah kau laksanakan sebaik-baiknya. Apapun yang
terjadi dan bagaimanapun sulitnya. Kita harus menunjukkan
kesetiaan kepada raja yang kita cintai. Akupun tak mengetahui di
tempat mana harimau semacam itu dapat ditemukan. Mungkin
sekali harimau semacam itu tidak pernah ada. Kalaupun ada pasti
sangat sulitlah untuk menangkapnya.”
41
Dilihat dari kutipan di atas, nasehat Kakeknya Balang Kesimbar
mencerminkan ajaran untuk menunjukkan kesetiaan kepada raja. ajaran
kesetiaan kepada raja ditunjukkan kakek dengan memberi nasehat kepada
Balang Kesimbar agar berkewajiban untuk selalu setia kepada raja apapun
perintah yang ditugaskan.
Sikap kesetiaan kepada raja dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik, agar anak didik selalu
menanamkan sikap kesetiaan kepada raja atau kepada pemerintah pada zaman
sekarang.
42
4.2 Hubungan Nilai-nilai Pendidikan Cerita Rakyat Balang Kesimar dengan
Pembelajaran Sastra di SMP
Keberadaan cerita rakyat Balang Kesimbar sebagai warisan nenek
moyang di tengah-tengah kehidupan masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap pembentukan sikap serta kepribadian peserta didik. Mengingat
bahwa hidup dalam masyarakat harus memiliki aturan untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih tertib, tenteram, aman, dan damai, maka nilai-nilai
pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat dapat diaplikasikan dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari. Karena melalui cerita rakyat ini dapat
ditanamkan kesadaran tentang nilai-nilai pendidikan yang merupakan
pengaruh positif terhadap kehidupan peserta didik dengan lingkungannya.
Cerita rakyat merupakan bahan ajar sastra yang diterapkan di SMP.
Bahan ajar ini sesuai dengan Kurikulum KTSP tingkat SMP dengan standar
kompetensi “mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan” serta indikator
berdasarkan aspeknya yaitu:
a. Aspek Kognitif
Mengidentifikasikan ide-ide menarik dalam dongeng dan menunjukkan
hal-hal menarik dari dongeng.
b. Psikomotor
Membacakan di depan kelas secara bergantian ide-ide menarik yang sudah
dirangkai menjadi hal-hal menarik yang ditemukan dalam dongeng yang
dibaca.
43
c. Afektif
Dalam pembelajaran diperlukan adanya kejujuran, tanggung jawab, dan
apresiatif pada aspek afektif juga para siswa harus mampu bertanya
dengan baik dan benar, bisa menyumbang ide, mampu menjadi pendengar
yang baik, serta membantu teman yang mengalami kesulitan.
Berdasarkan indikator di atas maka penerapan bahan ajar cerita rakyat
Balang Kesimbar yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
pada kelas VII semester I dengan alokasi waktu 2 x 40 menit, sebagai berikut:
Standar Kompetensi : Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan.
1. Kompetensi Dasar : Menemukan hal-hal yang menarik dari dongeng
yang diperdengarkan.
2. Indikator : Mampu menemukan ide-ide menarik yang
terdapat dalam dongeng dan merangkai ide-ide
menarik menjadi hal-hal menarik dari dongeng.
3. Tujuan Pembelajaran : Siswa dapat mengidentifikasi ide-ide menarik
yang terdapat dalam dongeng dan dapat
merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal
menarik dari dongeng yang diperdengarkan.
4. Materi Pembelajaran : Cerita Rakyat Balang Kesimbar
5. Metode Pembelajaran : Ceramah, penugasan, dan unjuk kerja
6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal (15 menit)
44
1. Memeriksa kehadiran siswa.
2. Memotivasi siswa sebagai kegiatan apersepsi.
3. Menyampaikan kepada siswa standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran.
b. Kegiatan awal (5 menit)
1. Guru melakukan apersepsi tentang materi pembelajaran.
2. Guru menginformasikan materi pembelajaran.
3. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
c. Kegiatan inti (50 menit)
1. Siswa mendengarkan penyajian dongeng yang dibawakan oleh
guru.
2. Siswa bertanya-jawab dengan guru untuk menentukan pokok-
pokok isi dongeng.
3. Siswa membaca dan mencermati contoh ide-ide menarik yang
sudah ditemukan dan cara merangkaikannya menjadi hal yang
menarik dari dongeng yang dibawakan oleh guru.
4. Siswa menentukan dongeng menarik lain berdasarkan persediaan
dongeng yang ada.
5. Siswa membacakan dongeng yang menarik itu.
6. Siswa berdiskusi untuk menentukan ide-ide menarik dari dongeng.
7. Siswa merangkai ide-ide menarik dalam dongeng menjadi hal-hal
menarik dari dongeng.
45
8. Siswa membaca secara bergantian hal-hal menarik yang
ditemukan di dalam dongeng.
9. Siswa saling mengapresiasi terhadap tugas yang sudah mereka
kerjakan.
10. Siswa mengajukan pertanyaan dengan bahasa yang baik dan
benar bila berada dalam kondisi ragu-ragu
d. Kegiatan akhir (15 menit)
1. Siswa membuat rumusan simpulan terhadap butir-butir
pembelajaran yang sudah mereka ikuti.
2. Siswa menyampaikan kesan dengan menggunakan bahasa yang
baik dan benar terhadap pembelajaran yang baru berlangsung
sebai kegiatan refleksi.
3. Guru memberikan penguatan terhadap simpulan yang diberikan
oleh para siswa.
7. Penilaian
a. Tugas individu : menggunakan Lembar Kerja
b. Bentuk Instrumen : Tes Uraian
46
Berdasarkan pemaparan penerapan bahan ajar cerita rakyat Balang
Kesimbar yang dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil analisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat
dalam cerita rakyat Balang Kesimbar ini memiliki hubungan dengan tujuan
pembelajaran yakni, menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang
diperdengarkan, yang terdapat pada materi pembelajaran sastra di SMP,
khususnya kelas VII semester I. dengan demikian, maka hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan ajar apresiasi sastra di sekolah oleh guru yang
bersangkutan.
47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan
sebagai berikut :
1. Nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
a. Nilai pendidikan religius atau agama dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
meliputi: mengerjakan sholat, berdoa kepada Tuhan, bersyukur kepada
Tuhan, kekuasaan Tuhan, dan istikomah.
b. Nilai pendidikan moral dalam cerita rakyat Balang Kesimbar meliputi:
berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, dan bertanggung jawab.
c. Nilai pendidikan sosial dalam cerita rakyat Balang Kesimbar meliputi:
menghargai orang-orang tua, memberi ucapan terima kasih, dan kesetiaan
kepada raja.
2. Hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar
dengan pembelajaran sastra di SMP
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Balang
Kesimbar dapat dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di SMP.
Karena nilai-nilai pendidikan tersebut dapat dikaitkan dengan materi
pembelajaran yang sudah ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Hubungan nilai-nilai pendidikan tersebut dengan pembelajaran sastra di SMP
48
terdapat pada pelajaran bahasa Indonesia di SMP kelas VII semester I,
Standar Kompetensi (SK): Mendengarkan : Mengapresiasi dongeng yang
diperdengarkan, Kompetensi Dasar (KD): 5.1 Menemukan hal-hal menarik
dari dongeng yang diperdengarkan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis data yang ditemukan, melalui penelitian ini peneliti
ingin menyarankan kepada :
1. Semua pihak untuk menjadikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
cerita rakyat Balang Kesimbar ini sebagai panduan dalam berlaku. Banyak
pesan yang disampaikan dalam cerita rakyat ini.
2. Dalam pembelajaran sastra di sekolah, coba tengok lagi karya- karya sastra
lama yang sangat jarang disentuh oleh pendidik ataupun oleh siswa,
setidaknya banyak sekali yang bisa kita pelajari dari karya sastra lama
tersebut.
3. Jadikan penelitian ini referensi bagi para peneliti muda.
4. Untuk peneliti yang ingin mengkaji objek yang sama atau teori yang sama
dengan penelitian ini, kembangkan sebaik mungkin karena penelitian ini
masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya.
49
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2013. Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jannah, Raudlatul. 2015. Analisis Cerita Rakyat Asal usul Desa Batu Basong Kajian
Monogenesis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi.
Fkip Universitas Mataram.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi.. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rafiek, M. 2012. Teori Sastra (Kajian Teori dan Praktik).Bandung: PT. Refika
Aditama.
Rentarimasa, Eirzikri. 2015. Nilai Pendidikan dalam Folklor Cerita Rakyat Sumbawa
Paruma Ero dan Batu Asa serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra
di SMA. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.
Rosita, Baiq Dwi Ayu. 2013. Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Lombok “Loq Sesekeq”
dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP. Skripsi. Fkip
Universitas Mataram.
Rosyadi. 1995. Nilai-nilai Budaya dalam Naskah Kaba. Jakarta: CV Dewi Sri.
Semi, Atar. M. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Setiadi, Elly. M. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar Teori Sastra. Malang: Aditya Media
Publishing.
Soekanto, Soerjono. 1983. Pribadi dan Masyarakat (Suatu Tujuan dan Sosilogis).
Bandung: Alumni.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta: Anindita.
50
Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Edisi ketiga. Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.
Wilya, Henny. 2013. Kajian Struktural dan Realitas Sosial Novel “Keluarga
Cemara” karya Arswendo Atmowiloto serta Implikasinya dalam
Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Fkip Universitas Mataram.
LAMAN INTERNET
BNSP. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta. Melalui
https://masdwijanto.files.wordpress.com/2011/03/buku-standar-isi-smp.pdf
diakses: Sabtu, 28 Mei 2016 14.40 WITA
BSNP. 2006. PANDUAN PENGEMBANGAN RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN (RPP).
Melalui (online): http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr
rumiwiharsih-mpd/silabus-dan-rpp
Diakses: Minggu, 29 Mei 2016 13.35 WITA
Dian. 2011. Nilai-nilai Pendidikan.
Melalui (online): https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/nilai-
nilai-pendidikan/
Diakses pada tanggal 22 Maret 2016 01.44 WITA
Suprayogi. 2014. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Pincalang karya Idris
Pasaribu. Skripsi. Fkip Universitas Lakidende.
Melalui (online): http://yogieyoe.blogspot.co.id/2014/02/nilai-nilai-
pendidikan-dalam-novel.html
Diakses pada Jumat, 20 Mei 2016 14.06 WITA
51
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Cerita Rakyat Balang Kesimbar
2. Silabus
3. RPP
4. Lembar Kerja Siswa (LKS)
5. Surat Tugas
6. Kartu Seminar
7. Kartu Konsultasi
RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : …………….
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : VII /I
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
A. Standar Kompetensi
Mendengarkan: 5. Mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan.
B. Kompetensi Dasar
5.1 Menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan.
C. Indikator
1. Kognitif
a. Produk
Mengidentifikasi ide-ide menarik yang terdapat dalam dongeng.
Menunjukkan hal-hal menarik dari dongeng.
b. Proses
Mampu menemukan ide-ide menarik yang terdapat dalam
dongeng.
Mampu merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal menarik dari
dongeng.
2. Psikomotor
Membacakan di depan kelas secara bergantian ide-ide menarik
yang sudah dirangkai menjadi hal-hal menarik yang ditemukan
dalam dongeng.
3. Afektif
a. Karakter
Jujur
Tanggung jawab
Apresiatif
b. Keterampilan Sosial
Bertanya dan bahasa yang baik dan benar
Menjadi pendengar yang baik
Menyumbang ide
Membantu teman yang mengalami kesulitan
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kognitif
a. Produk
Siswa dapat mengidentifikasi ide-ide menarik yang terdapat
dalam dongeng yang diperdengarkan.
Siswa dapat merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal
menarik dari dongeng yang diperdengarkan.
b. Proses
Siswa diberikan lembar kerja yang berisi sebuah dongeng yang
terdapat dalam LK 2: proses, selanjutnya siswa
mengidentifikasi ide-ide menariknya.
Siswa dapat merangkai ide-ide menarik menjadi hal-hal
menarik dari dongeng yang terdapat dalam LK 2: proses.
2. Psikomotor
Siswa dapat membacakan di depan kelas secara bergantian ide-ide
menarik yang sudah dirangkai menjadi hal-hal menarik yang
ditemukan dalam dongeng, yang terdapat pada LK 2: proses.
3. Afektif
a. Karakter
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan
kemajuan dalam berperilaku seperti: berprilaku baik, jujur,
bertanggung jawab, dan apresiatif.
b. Keterampilan Sosial
Siswa terlihat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan
kemajuan dalam keterampilan: bertanya dengan bahasa yang baik
dan benar, menjadi pendengar yang baik, menyumbang ide, dan
membantu teman yang mengalami kesulitan.
E. Materi Pembelajaran
Cara menemukan hal menarik dari dongeng dan implementasinya.
F. Model dan Metode Pembelaran
Model pembelajaran : permodelan.
Metode pembelajaran : ceramah, penugasan, dan unjuk kerja.
G. Alat dan Bahan
Alat : spidol.
Bahan : lembar kerja, dan dongeng.
H. Kegiatan Pembelajaran
No. Kegiatan Keterlaksanaan
1. Kegiatan Awal (15 menit) 1 2 3 4
1. Memeriksa kehadiran siswa.
2. Memotivasi siswa sebagai kegiatan appersepsi.
3. Menyampaikan kepada siswa standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, dan tujuan
pembelajaran.
4. Mengarahkan pemahaman siswa tentang materi
pembelajaran.
2. Kegiatan Inti (50 menit)
Penggalan I
1. Siswa mendengarkan penyajian dongeng yang
dibawakan oleh guru.
2. Siswa bertanya-jawab dengan guru untuk
menentukan pokok-pokok isi dongeng.
3. Siswa membaca dan mencermati contoh ide-ide
menarik yang sudah ditemukan dan cara
merangkaikannya menjadi hal yang menarik dari
dongeng yang dibawakan oleh guru.
Penggalan II
1. Siswa menentukan dongeng menarik lain
berdasarkan persediaan dongeng yang ada.
2. Siswa membacakan dongeng yang menarik itu.
3. Siswa berdiskusi untuk menentukan ide-ide
menarik dari dongeng.
4. Siswa merangkai ide-ide menarik dalam
dongeng menjadi hal-hal menarik dari dongeng.
5. Siswa membaca secara bergantian hal-hal
menarik yang ditemukan di dalam dongeng.
6. Siswa saling mengapresiasi terhadap tugas yang
sudah mereka kerjakan.
7. Siswa mengajukan pertanyaan dengan bahasa
yang baik dan benar bila berada dalam kondisi
ragu-ragu.
3. Kegiatan Akhir (15 menit)
1. Siswa membuat rumusan simpulan terhadap
butir-butir pembelajaran yang sudah mereka
ikuti.
2. Siswa menyampaikan kesan dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar
terhadap pembelajaran yang baru berlangsung
sebai kegiatan refleksi.
3. Guru memberikan penguatan terhadap simpulan
yang diberikan oleh para siswa.
I. Sumber Pembelajaran
1. LK = kognitif : produk
2. LK = kognitif : proses
3. LK = afektif : perilaku yang berkarakter
4. LK = afektif : keterampilan sosial
5. Buku Ajar
6. Dongeng
J. Penilaian
Jenis Tagihan :
Tugas individu : menggunakan LK 1, LK 2, LK 3, dan LK 4
Bentuk Instrumen :
Tes Uraian
Mataram, Oktober 2016
Mengetahui,
Guru Mata Pelajaran Kepala
Sekolah
...................................
................................
Lembar Kerja I = Kognitif : Proses
Dengarkanlah pembacaan dongeng berikut ini, lalu kerjakanlah tugas di
bawah ini !
1. Temukanlah ide menarik dari dongeng yang diperdengarkan !
2. Rangkailah ide-ide menarik tersebut menjadi hal-hal yang menarik dari
dongeng yang diperdengarkan !
Lembar Kerja II = Kognitif : Produk
Bacalah dongeng berikut dengan seksama !!!
BALANG KESIMBAR
Pada zaman dahulu di pulau Lombok tinggal seorang kakek tua bersama seorang
cucunya yang bernama Balang Kesimbar. Mereka hidup dalam keadaan yang serba kekurangan
dan sangat memperhatinkan. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya mereka bekerja sebagai
penggarap tanah. Balang Kesimbar tinggal bersama kakeknya setelah kedua orang tuanya
meninggal dunia akibat wabah penyakit yang ganas menyerang desa tempat tinggalnya. Setelah
Balang Kesimbar berusia remaja ia dapat bergaul di tengah masyarakat dengan baik, disebabkan
asuhan dan pendidikan yang telah diterimanya. Ia selalu menghargai orang-orang tua di desa itu.
Dan ia pun disegani pemuda-pemuda yang lain.
Pada suatu malam Balang Kesimbar mendengar berita dari teman-temannya bahwa di
istana sedang diselenggarakan pertunjukan wayang kulit. Dalang yang tampil malam itu adalah
dalang yang sangat terkenal. Lagi pula ceritanya yang akan dibawakan adalah cerita yang sangat
bagus yaitu cerita Serat Menak yang mengisahkan Jayengrane. “Bagaimana pendapatmu
Balang, jika sehabis sembahyang isya kita berangkat bersama ke tempat pertunjukan wayang
?”, kata kawan-kawannya. “Baiklah, aku memang sangat ingin menonton wayang. Tetapi
berangkatlah kalian lebih dahulu. Aku akan menyelesaikan kebutuhan kakekku. Setelah itu
barulah aku datang”. Setelah itu Balang Kesimbar segera pulang untuk mempersiapkan
kebutuhan kakeknya. Dengan cepat ia menyediakan air, menanak nasi dan mempersiapkan
tempat tidur. Setelah semua siap ia pun meminta izin kepada kakeknya. “Kek, Izinkanlah aku
menonton wayang di istana. Kata kawan-kawan dalangnya amat terkenal dan akan melakonkan
cerita yang amat baik. Telah lama aku tak pernah menonton wayang. Inilah kesempatan baik
bagiku untuk menontonnya”. “Baiklah, cucuku. Berangkatlah ke tempat pertunjukan itu. Tetapi
jagalah dirimu baik-baik. Jangan sampai terlibat kalau terjadi sesuatu kegaduhan ataupun
yang lain-lain”.
Setelah memperoleh izin Balang Kesimbar segera berangkat ke tempat pertunjukan.
Tetapi ia datang terlambat. Pintu gerbang telah ditutup karena penonton penuh sesak. Barang
Kesimbar berusaha mencari jalan masuk lain tetapi tak berhasil, karena pintu masuk hanya satu.
Barang Kesimbarpun berteriak-teriak mengitari tembok. Tetapi tak seorangpun mendengar
teriakannya. Semua orang sedang asyik menonton. Harapan untuk masuk telah hilang baginya.
Karena itu ia pun duduk di depan pintu gerbang untuk meluangkan waktunya. Di tempat itu juga
banyak orang lalu-lalang. Melihat di dekatnya terdapat sepotong arang, Balang Kesimbarpun
mengambilnya. Ia pun mulai menggoreskan arang itu di tembok dekat gerbang. Setelah puas ia
segera pulang.
Malam larut ketika Balang Kesimbar tiba di rumah. Kakeknya pun belum tidur. Sang
kakek merasa bingung mengapa secepat itu cucunya pulang. Tetapi setelah Balang Kesimbar
menceritakan sebab-sebabnya, kakeknya pun merasa puas dan segera mengajak Balang
Kesimbar untuk tidur, agar badan tetap segar dan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan
baik.
Menjelang pagi ketika pertunjukan selesai, maka para penjaga kebersihan istana pun
mulai melakukan tugasnya. Sampah berserakan karena penonton amat ramai. Dan pedagang
makanan amat banyak. Ketika tiba di pintu gerbang, petugas istana sangat terkejut. Ia terkejut
melihat coretan pada tembok pintu. Setelah diamati ternyata coretan itu berbentuk seekor
harimau yang amat ganas, dan bermata tujuh buah. Dua buah terdapat di kepala seperti
lazimnya. Dua buah terdapat pada kedua sisi pinggang. Dua buah lainnya terdapat pada pantat,
sedang sebuah lagi terdapat pada ekor. Melihat hal itu ia berfikir dalam hati. “Siapa gerangan
berani menggambar pada tembok ini. Benar gambarnya bagus, tetapi kalau diketahui oleh
baginda raja, pasti beliau akan murka. Dari pada kena marah sendiri, lebih baik kulaporkan
hal ini”. Setelah berfikir demikian, iapun menghadap dan melaporkan apa yang dilihatnya.
“Ampun tuanku. Di tembok pintu gerbang terdapat sebuah gambar harimau yang sangat
menyeramkan. Agar hamba tidak hilap, hamba persilahkan tuanku menyaksikan sendiri benda
itu”. Mendengar laporan itu, dengan seketika raja berangkat untuk membuktikannya. Setelah
tanpak olehnya gambar itu rajapun berkata : “Siapa yang melakukan perbuatan ini. Tidakkah ia
tahu terlarang mencoreng tembok ini? Benar gambar ituhebat sekali. Siapa yang menggambar
harimau ini harus bertanggung jawab. Ia harus mencari harimau seperti yang terlihat pada
gambar itu. Hari mau bermata tujuh. Bila gagal nyawalah sebagai pengganti. Kini
kuperintahkan untuk mencari yang melakukan perbuatan ini sampai dapat”.
Sesungguhnya raja sangat kagum akan kebagusan gambar itu. Ketika melihatnya untuk
pertama kali raja terkejut dan hampir lari. Tampaknya garang seperti harimau sesungguhnya.
Menerima perintah langsung dari raja, tugas itupun mengumpulkan seluruh rakyat kemudian
ditanya satu persatu untuk mengetahui siapa yang melakukan perbuatan yang memurkakan raja.
Setelah kebanyakan menyatakan tidak tahu, muncullah seorang yang memberikan laporan
bahwa tadi malam Balang Kesimbar tampak tidak nonton. Mungkin dialah yang melakukan
perbuatan itu. Tetapi umurnya masih sangat muda. Mustahil memiliki kecakapan seperti itu.
Tetapi walaupun demikian raja memerintahkan memanggilnya untuk dimintai keterangan.
Karena itu seorang petugas berangkat memanggil Balang Kesimbar. “Hai Balang Kesimbar.
Saat ini juga kau harus menghadap ke istana. Raja kita hendak menanyakan sesuatu
kepadamu”. “Baik”. Kata Balang Kesimbar seraya bersiap dan berangkat menuju istana. Setiba
di istana Balang Kesimbar melihat banyak orang. Ia bertanya dalam hati. “Ada apa gerangan ?”
Setelah itu ia ditanya langsung oleh raja. “Siapakah kamu ini anak muda ?” “Hamba bernama
Balang Kesimbar tuanku”. “Apakah kau yang menggambar di tembok gerbang itu?”, tanya
raja. “Benar tuanku. Hambalah yang menggambar harimau itu”, jawab Balang Kesimbar
dengan tenang. “Apa sebab kau begitu berani menggambar di tempat itu? Bukankah itu tembok
gerbang istana?. Tidakkah kau mengetahui bahwa terlarang untuk mencoreng-coreng tembok
istana? Tetapi karena kau telah mengakui perbuatanmu, sekarang kau akan tugaskan mencari
seekor harimau seperti yang telah kau gambar. Harimau garang dengan mata tujuh buah.
Ingatlah kalau kau gagal nyawamu jadi penggatinya. Nah, berangkatlah !”.
Balang Kesimbar segera kembali ke rumahnya. Tak henti-hentinya ia berfikir.
Bagaimana mungkin ia berhasil mencari binatang seperti yang telah ada digambarnya. Setelah
tiba di rumah, Balang Kesimbar menceritakan hal itu kepada kakeknya. Ia pun meminta nasehat
untuk mengatasi beban yang ditimpakan kepadanya. “Cucuku, Balang Kesimbar. Semua tugas
yang dibebankan raja kepadamu, haruslah kau laksanakan sebaik-baiknya. Apapun yang
terjadi dan bagaimanapun sulitnya. Kita harus menunjukkan kesetiaan kepada raja yang kita
cintai. Akupun tak mengetahui di tempat mana harimau semacam itu dapat kia ditemukan.
Mungkin sekali harimau semacam itu tidak pernah ada. Kalaupun ada pasti sangat sulitlah
untukmenangkapnya. Tentu janganlah kau berputus asa. Berangkatlah besok pagi. Kakek akan
tetap mendoakan agar usahamu dapat bersasil. Segala keperluan perjalanan akan
kupersiapkan malam ini juga. Kini beristirahatlah dengan tenang”.
Keesokan harinya ketika pajar mulai menyingsing, Balang Kesimbar dibangunkan oleh
kakeknya. Setelah memohon restu kepada orang tua itu, Balang Kesimbarpun turun dari rumah
dan memulai pengembaraan untuk menyelesaikan tugas yang amat berat. Setelah lama dalam
perjalanan yang berat, memasuki dan meninggalkan hutan dengan berbagai rintangan, menuruni
lembah dan mendaki tebing, haus dan dahaga yang amat menyiksa, maka tibalah Balang
Kesimbar pada sebuah padang yang amat luas. Padang itu dipenuhi lipan yang amat berbisa. Ia
pun bertanya dalam hati. “Bagaimana mungkin aku akan berhasil menyebrangi padang seluas
ini?. Kalau aku melintasinya juga pasti badanku akan binasa. Jalan lain tak ada lagi di kiri
kanan ku terdapat sungai yang amat dalam. Apa akalku sekarang?”. Dalam keadaan yang sulit
itu ia teringat kepada bekal yang dipersiapkan kakeknya. Bekal itu dibungkus dengan seludang
daun pinang yang telah dihaluskan dan diikat dengan benang peninggalan ibu Balang Kesimbar.
Dalam bungkus makanan itulah tersimpan kekuatan ghaib yang dapat menolong Balang
Kesimbar mengatasi berbagai kesulitan. Dalam mengatasi kesulitan ini Balang Kesimbar
memanfaatkan bungkusan itu. Setelah memusatkan cipta sejenak, bungkusan itu dilemparkan
sekuat tenaga. Kemudian ia menggantung diri pada benang pengikatnya. Dengan berkah Tuhan
Yang Maha Kuasa Balang Kesimbarpun terangkat ke atas, menggelantung di angkasa sehingga
berhasil menyebrangi padang yang berbahaya itu dengan selamat.
Perjalanan dilanjutkan lagi. Ia tidur di mana saja kemalaman. Dan makan sehemat
mungkin untuk mencegah kehabisan bekal dalam pengembaraan yang tidak menentu ini.S
Setelah berjalan beberapa lagi tibalah Balang Kesimbar pada sebuah padang yang lain. Padang
itu dipenuhi dengan kalajengking yang amat berbisa dan tak terbilang banyaknya. Balang
Kesimbar merasa ngeri menyaksikan. “Apa akal”, pikirnya. Saat inipun Balang Kesimbar
mempergunakan bungkusan yang di bawanya. Sambil memohon dan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bungkusan itu dilemparkan setinggi-tingginya ke
udara sambil memegang benang pengikatnya denganh kuat. Dan ia pun berhasil meliwati
padang kalajengking itu dengan selamat.
Balang Kesimbarpun melanjutkan perjalanan yang berat ini. Semua rintangan
dihadapinya dengan sabar dan tabah disertai keyakinan akan hasil perjalanan ini. Beberapa lama
kemudian kembalilah Balang Kesimbar berada di tepi sebuah padang. Padang itu dipenuhi
dengan ular berbisa. Semua jenis ular berbisa terdapat di dalamnya. Untuk mengatasi kesulitan
baru ini, Balang Kesimbar pun melakukan perbuatan seperti yang pernah dilakukannya. Dan ia
pun berhasil lolos dari mara bahaya. Rintangan demi rintangan dilaluinya dengan baik. Bahaya
demi bahaya dapat diatasinya dengan selamat. Tetapi, rintangan dan bahaya masih belum habis
juga.
Dalam perjalanan selanjutnya ia melihat seorang raksasa yang amat besar. Tetapi
untunglah raksasa itu sedang tidur dengan pulasnya. Dan Balang Kesimbarpun berkata dalam
hati. “Untunglah raksasa itu sedang tidur. Kalau tidak pasti aku binasa karenanya. Tampaknya
sangat mengerikan”. Untuk mengatasi kesulitan itu Balang Kesimbar kembali pergunakan
bungkusan tadi dan berhasil dengan selamat. Ia telah melewati raksasa itu dengan aman. Dan
Balang Kesimbar pun melanjutkan perjalanan dengan cepat. Kekhawatiran masih saja melintas
dalam hatinya. Ia khawatir kalau raksasa yang tengah tidur itu tiba-tiba terjaga dan mencium
bau badannya. Tetapi akhirnya Balang Kesimbar tiba pada sebuah padang yang sangat kering.
Rumputpun tak dapat tumbuh di atasnya. Panasnya tak terkatakan lagi. Tanahnya terdiri dari
tanah sari yang sangat gembur. Padang ini harus disebrangi. Terasa keraguan dalam hati Balang
Kesimbar. Terselip juga niat untuk kembali. Tetapi perjalanan sudah amat jauh. Betapapun
padang ini harus disebrangi. Setelah membulatkan tekat dan memohon keselamatan Balang
Kesimbar pun mulai melangkahkan kakinya memasuki padang itu. Setelah berjalan beberapa
langkah, kakinya tenggelam ke dalam tanah, hingga ke lutut. Panasnya tak terkatakan lagi.
Tetapi karena tekad telah membaja, Balang Kesimbar tak mundur walau selangkah.Dengan
susah payah ia tetap melangkah maju. Kini badannya mulai tenggelam ke dalam panas itu.
Tanah telah mencapai pingan. Tetapi ia tetap berusaha untuk maju. Dan ia tenggelam makin
jauh. Akhirnya tanah telah mencapai batas leher. Kini ia hampir tak sadarkan diri. Pada saat
yang paling keritis ini, tiba-tiba angin puyuh dahsyat melanda padang itu. Semua yang berada di
dalamnya diterbangkan. Demikian pula Balang Kesimbar tak luput dari sasaran angin puyuh itu.
Ia diterbangkan entah kemana. Tiba-tiba ia meluncur jatuh dan berada di atas sebatang pohon
sawo. Ketika membuka mata ia merasa heran. Dan sadarlah ia akan apa yang telah terjadi.
Kemudian ia memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini ia sadar
bahwa perjalanannya selalu mendapat perlindungan. Karena merasa sangat payah, ia pun
beistirahat di atas pohon itu.
Beberapa saat kemudian tatkala Balang Kesimbar terbangun ia mendengar suatu suara.
“Suara apakah itu?”, tanyanya dalam hati. “Ada jugakah manusia lain di tengah hutan
belantara ini?”. Ia mencari arah suara itu. Ia memasang telinga dengan baik. Benar. Ia
mendengar suatu suara. Sumbernya tak jauh dari tempat itu. Setelah diperhatikan dengan
seksama jelaslah baginya suara itu suara alat tenun. Ketika pandangannya terarah ke bawah
pohon sawo, ia melihat seseorang. “Siapakah berada di bawah? Jin atau manusia?”, tanya
Balang Kesimbar di dalam hati. Ia berusaha menenangkan jiwanya. Setelah beberapa saat
berlalu, ia kembali memperhatikan apa yang telah dilihatnya tadi. Apa yang dilihatnya ternyata
tak berubah. Seorang wanita yang tengah menenun. Karena asyik dalam pekerjaan, ia tidak
mengetahui seseorang berada di atasnya. Balang Kesimbar mengambil sebiji buah sawo yang
kecil. Ia berniat mengganggu wanita itu. Ia ingin membuat wanita itu terkejut. Lalu
dilemparkannya buah sawo itu kearah wanita itu. Tetapi tidak mengenai sasaran. Buah itu
terjatuh di depan wanita itu. Lalu Balang Kesimbar mengambil buah yang kedua. Buah itupun
dilemparkan. Tetapi tidak mengenai sasaran lagi. Buah terjatuh disamping wanita itu. Dengan
tidak merasa curiga, wanita itu memandang buah sawo yang jatuh itu. Buah yang ketiga diambil
oleh Balang Kesimbar, dan kembali dilemparkan kepada wanita itu. Tetapi masih juga gagal.
Buah itu jatuh disamping kanan. Bersamaan dengan itu wanita itu memandang ke atas. Ia amat
terkejut melihat seorang pemuda berada di atasnya. Berbagai pikiran berkecambuk di dalam
hatinya. Dengan cepat ia berkata. “Hai lelaki, cepatlah turun sebelum kakekku kembali. Kalau
ia mengetahui ada manusia lain di tempat ini, pasti musnah dimakannya. Ketahuilah kakekku
adalah seorang raksasa”. Mendengar kata-kata itu Balang Kesimbar turun dengan segera.
“Pastilah raksasa itu yang telah kujumpai dalam perjalanan”, bisik hatinya.
Setelah saling sapa dan berkenalan, Balang Kesimbarpun menceritakan kisahnya dari
awal hingga berada di atas pohon sawo itu. Setelah itu, wanita tadi yang ternyata seorang putri,
menyuruh Balang Kesimbar agar menyiram tubuhnya dengan air jeruk, untuk mengurangi bau.
Setelah itu, Balang Kesimbar dimasukkan ke dalam sebuah peti. Tak lama kemudian raksasa itu
pun datang. Segera setelah kembali, ia merasa bahwa seorang manusia lain berada di tempat itu.
“Cucuku, aku mencium bau manusia lain di tempat ini. Aku sungguh gembira dengan tak
bersusah payah, santapan telah berada diujung hidung”. “Kek, yang kakek cium itu adalah
bauku. Kalau berniat menyantapku, santaplah sekarang juga”. “O, tidak. Aku tak akan tega
memakan dagingmu. Kau sangat kusayangi. Sukar mencari cucu secantik kau. Nah, sekarang
cobalah katakan apa keinginanmu. Akan kucarikan secepatnya”. “Terima kasih, kek.
Carikanlah aku buah-buahan yang masih segar. Aku sangat ingin memakannya”.
Dengan singkat diceritakan raksasa itu pun terbang ke suatu tempat yang ditumbuhi
berbagai jenis buah-buahan. Tak lama kemudian ia pun telah kembali dengan membawa
berbagai jenis buah-buahan, berupa buah manggis, salak, durian, duku, dan lain-lain. “Nah,
sekarang apalagi yang kau ingini cucuku?”. “Kek, kalau benar kakek sayang padaku,
carikanlah aku daging rusa yang segar. Aku sangat ingin menikmatinya. Maukah kakek?”.
“Tentu, tentu. Sekarang juga akan kucarikan. Daging rusa bukanlah daging yang sukar
diperoleh. Sebentar lagi pasti aku telah datang membawanya”. Dan raksasa itu pun
berangkatlah. Segera setelah raksasa itu berangkat, Balang Kesimbar pun dikeluarkan dari
dalam peti. Dan disuguhi hidangan secukupnya. Kemudian ia dimandikan dengan air jeruk.
Setelah itu kembali di masikkan ke dalam tempat semula.
Tak lama kemudian raksasa itu telah kembali. “Ha, cucuku. Pasti ada manusia lain di
tempat ini. Sedap benar baunya. Kini aku akan dapat menyantap daging manusia lagi”.
“Bukan, Kakek. Yang kakek cium itu pastilah bauku sendiri. Bila kakek berniat menyantapku,
santaplah”. “O, tidak. Sedikitpun tak ada niatku untuk memakanmu. Aku tidak gila memakan
cucuku sendiri. Apalagi kau cantik sekali dan amat kusayangi. Tetapi apakah yang kau ingini
lagi? Katakanlah cucuku”. “Ah, kakek, terlalu baik hati. Kakek telah terlalu payah. Lebih baik
kakek beristirahat terlebih dahulu. Bukankah makanan masih cukup banyak. Bagaimana kalau
aku mencari kutumu, kek. Bukankah telah lama aku tak pernah mencarinya. Barangkali
jumlahnya terlalu banyak”. “Baik, cucuku. Benar katamu. Kutuku pasti telah banyak”.
Demikianlah ia pun mulai mencari kutu di kepala raksasa itu. Raksasa itu pun merasa senang
dan nyaman. “Kek, kutu kakek bukan main besarnya. Sungguh luar biasa. Mengapa dibiarkan
saja, kek?” “Ah, cucuku. Kutu itu memiliki suatu rahasia. Tak seorangpun boleh
mengetahuinya. Kalau rahasia ini bocor, pastilah kakek akan binasa”. “Sungguh aneh.
Mengapa demikian, kek?”, tanya putri itu. “Nah, dengarkanlah, kata raksasa itu kemudian.
“Semua yang berada di kepalaku ini, jika dilepaskan dapat berubah menjadi semacam panah.
Kutu yang besar itu, jika dilepas dapat menjadi panah batu. Rambutku yang putih bisa berubah
menjadi panah apa saja yang diingini. Sedangkan ketombeku bisa berubah menjadi panah
kabut”. Setelah mendengar keterangan raksasa itu, ia pun melanjutkan pekerjaannya, mencari
kutu seperti biasa. Tetapi secara diam-diam ia menyembunyikan kutu, rambut dan ketombe sang
raksasa pada sebuah kantung. “Kek, aku ingin benar memiliki seekor harimau bermata tujuh.
Keinginan itu telah lama terpendam dalam hatiku. Sekarang keinginan itu tak terkatakan lagi
besarnya. Kek, tangkaplah untuk aku”. Mendengar keinginan itu sang raksasa terkejut.
“Cucuku, harimau yang kau inginkan itu sangat sulit untuk diperoleh. Kalau toh aku bisa
menemukannya, maka untuk menangkapnya pasti sangat sulit. Menurut dugaanku harimau
seperti itu mungkin terdapat di hutan belongas atau pengantap. Tetapi lebih baik kalau kau
meminta benda yang lain. “Tidak kek. Aku tidak ingin benda lain. Aku hanya menginginkan
harimau bermata tujuh. Kalau kakek tidak bisa mencarikan lebih kalau aku mati. Biarlah aku
mati karenanya. Sekarang juga”. “Jangan cucuku. Kau tidak perlu senekat itu. Sekarang juga
aku akan berangkat mencarinya”.
Maka terbanglah raksasa itu menuju hutan Belongas. Ia terbang tinggi sekali. Matanya
memandang dengan tajam ke bawah dan mengamati dengan cermat. Tak berapa lama ia melihat
sekelompok harimau yang sedang beristirahat. Di tengah-tengah kelompok itu tampak seekor
bermata tujuh. Dengan hati-hati serta kekuatan dan kecepatan luar biasa raksasa itu menukik ke
bawah. Dengan cepat disergapnya harimau itu. Ia berhasil dengan baik. Walaupun harimau itu
mengadakan perlawanan, tetapi tak berarti bagi raksasa itu. Harimau itu cepat kilat diterbangkan
ke angkasa dan menuju rumahnya.
Setelah tiba harimau itu diikat dan ditambatkan pada batang pohon sawo disamping
rumahnya. “Hai cucuku, aku telah berhasil memenuhi permintaanmu sebagai tanda kasih
sayangku. Aku telah berhasil memperoleh seekor harimau yang bermata tujuh. Binatang itu
telah kutambatkan di sebelah rumah. Dan kini bergembiralah engkau”. “O, terima kasih kek.
Telah lama aku menginginkan harimau semacam itu. Aku sangat bergembira dengan pemberian
ini. Tetapi…” “Apa lagi cucuku. Masih adakah keinginanmu yang belum kupenuhi. Katakanlah
sekarang juga. Kakek akan segera mencarinya. Nah, kalau demikian kek, aku punya satu
keinginan lagi. Kalau kakek dapat penuhi aku sangat bahagia”. “Nah, katakanlah segera
cucuku”. “Carikanlah aku permata yang indah-indah kek. Intan, berlian atau permata apa saja
yang indah. Pendeknya asal permata yang baik”. “Ha, kalau permata semacam itu yang kau
kehendaki, mudah bagiku. Mengapa tak kau katakan sejak dulu. Sekarang juga aku akan
berangkat agar segera dapat kembali”.
Maka terbanglah raksasa itu untuk mencari permata yang dikehendaki cucunya.
Sesungguhnya bagi seorang raksasa, mencari permata lebih sulit baginya dari pada mencari
benda-benda yang lain, karena harus membongkar tanah, menyelam di sungai dan sebagainya.
Karena itu untuk mencari permata ia harus mempergunakan waktu lebih lama lagi.
Segera setelah raksasa itu berangkat, ia mengeluarkan Balang Kesimbar dalam
persembunyiannya. “Balang Kesimbar, bagaimana pendapatmu kalau sekarang juga kita
melarikan diri. Kukira inilah saat yang paling tepat bagi kita saat-saat lain sulit diperoleh.
“Apa yang bagi tuan putri akan kuturut saja”, jawab Balang Kesimbar. “Baiklah. Sekarang
juga kita berangkat. Mari kita mempersiapkan diri”. Balang Kesimbar dan putri itupun segera
mempersiapkan diri. Harimau yang bermata tujuh yang terikat di batang sawo, segera diberi
pelana. Senjatapun telah dipersiapkan. Balang Kesimbar naik di atas punggung harimau itu,
kemudian disusul oleh tuan putri. Setelah itu harimau pun dipacu secepat-cepatnya. Larinya
secepat kilat. Tampaknya bagaikan terbang. Mereka telah lepas meninggalkan rumah raksasa
itu. Bersamaan dengan itu, raksasa yang mencari permata itu pun merasakan suatu firasat. Ia
merasakan bahwa ada sesuatu terjadi di rumahnya. Karena itu ia segera pulang. Setelah tiba
raksasa itu langsung berseru. “Wahai cucuku. Dimana kau berada. Cucuku,cucuku !” Suasana
tetap sepi. Tak ada suatu jawaban yang terdengar. Raksasa itu langsung memasuki rumah.
Semua sudut diteliti dengan cermat. Tentu saja ia tak menemukan seseorang. “Apakah cucuku
telah melarikan diri ?”, pikirnya. Kemudian ia pergi ke bawah pohon sawo, untuk melihat
apakah harimau kesayangan cucunya berada di kandang atau tidak. Raksasa itu sangat terkejut
ketika ia tahu harimau itu tak berada di tempatnya. Ia kini yakin cucunya pasti melarikan diri,
dengan menunggang harimau itu. “Baiklah. Ia akan segera kususul. Pasti ia belum berada jauh.
Ia segera akan kutangkap”.
Dengan sekuat tenaga ia melompat ke angkasa. Tak berapa lama sesudah itu ia
menampak sesuatu titik bergerak dengan cepat. “Mungkin itulah cucuku”, pikirnya. Ia pun
mempercepat terbangnya, dan hampir berhasil menysul cucunya. Melihat hal itu timbullah
kekhawatiran yang sangat dalam di hati tuan putri. “Balang Kesimbar, lihatlah raksasa itu
hampir dapat menyusul kita. Bila ia berhasil menyusul kita, pastilah kita binasa dibuatnya. Apa
yang kita lakukan sekarang?”. Pergunakanlah senjata itu untuk membunuhnya. Apa boleh buat.
Demi keselamatan kita berdua”. Dengan tangkas putri itupun mempergunakan senjata
simpanannya. Ia menghantam raksasa itu, sehingga gerakannya terhalang. Tetapi raksasa itu
berusaha terus untuk maju. Dan pada hantaman berikutnya akhirnya raksasa itu roboh di tengah
padang dan tidak bernapas lagi. “Kek, Apa boleh buat”, kata putri itu dengan sedih sambil
memandang bangkai raksasa itu.
Setelah itu Balang Kesimbar dan putri itu meninggalkan tempat kejadian dan kembali ke
rumah kakeknya. Setelah tiba Balang Kesimbar menjadi kecewa dan amat sedih, karena
kakeknya telah meningal dunia. Dalam keadaan duka, Balang Kesimbar menghadap raja untuk
mempersembahkan harimau bermata tujuh yang menjadi tuntutan raja. Melihat keberhasilan
Balang Kesimbar, raja sangat gembira dan kagum. Rajapun memberikan hadiah-hadiah kepada
Balang Kesimbar.
Beberapa hari kemudian, seorang pesuruh istana mengetahui kalau Balang Kesimbar
mempunyai seorang isteri yang amat cantik. Dan isterinya itu adalah seorang tuan putri. Dengan
rasa dengki dan iri hati pesuruh istana itu pun mengadukan kepada raja. “Tuanku, dengan
hormat hamba melaporkan bahwa Balang Kesimbar memiliki seorang isteri yang amat cantik.
Lebih dari itu isterinya itu adalah seorang putri. Sulit kita bisa menemukan seorang wanita
secantik itu. Menurut perasaan hamba tak pantas samna sekali Balang Kesimbar memiliki isteri
seperti itu. Seharusnya tuankulah yang paling berhak memilikinya”. “Bila demikian halnya,
aturlah suatu siasat untuk melenyapkan Balang Kesimbar”, katanya. Maka diaturlah suatu
siasat untuk membunuhnya. Ia akan diperintahkan untuk memperdalam sumur yang telah
dalam. Bila Balang Kesimbar berada di dalamnya, maka sumur itu bermai-ramai akan dijatuhi
batu. Pastilah Balang akan mati di dalamnya. Bila siasat itu gagal, Balang Kesimbar akan
diperintahkan memanjat pohon kelapa yang amat tinggi. Setelah berada di puncak pohon, orang
banyak akan menebang pohon kelapa tersebut dan pastilah Balang Kesimbar akan mati. Tetapi,
semua rencana busuk itu tercium oleh Balang Kesimbar. Berkat kesaktian dan kepintaran
isterinya. Balang Kesimbar dapat lolos dari rncana busuk itu. Ia membuat boneka dari tepung
beras. Boneka itu dihidupkan kemudian kemudian dipergunakan untuk menggatikan Balang
Kesimbar mengerjakan perintah raja. Dengan jalan itu Balang Kesimbar luput dari bahaya maut.
Mendengar hal itu tentu saja raja sangat kecewa. Karena niatnya untuk memiliki isteri
Balang Kesimbar menjadi terhalang. Tetapi, raja tidak berputus asa. Niat untuk menyingkirkan
Balang Kesimbar tetap menyala dalam hatinya. Raja memerintahkan untuk menguji warna
darah Balang Kesimbar. Apabila ternyata Balang Kesimbar berdarah merah, maka ia akan di
bunuh. Tetapi, apabila ia berdarah putih maka dia berhak menjadi raja. Dalam peristiwa ini pun
isteri Balang Kesimbar berusaha untuk menyelamatkan suaminya. Sebelum pelaksanaan
pemeriksaan darah dijalankan, Balang Kesimbar disuruh meminum santan kelapa sebanyak
mungkin. Dan perbuatan ini menyebabkan ketika pemeriksaan tiba, ternyata darah yang keluar
dari tubuh Balang Kesimbar tampak berwarna putih.
Dengan peristiwa itu, Balang Kesimbar berhak menjadi raja menggatikan raja yang
zalim itu. Rakyat dengan gembira menyambut upacara penobatannya menjadi raja. Mereka
menyelenggarakan pesta empat puluh hari empat puluh malam. Dengan demikian, Balang
Kesimbar mulai memerintah kerajaan dengan aman dan sentosa, dan didampingi oleh
permaisuri yang memang berasal dari putri. Dengan demikian rakyat hidup dengan rukun dan
damai dan negeri menjadi aman dan makmur.
TUGAS
1. Temukan ide-ide menarik dari dongeng tersebut !
2. Catatlah hal-hal menarik dari dongeng tersebut baik yang bersifat
menghibur maupun yang berisi ajaran nilai-nilai pendidikan !
Lembar Kerja III = Afektif : Perilaku Berkarakter
PETUNJUK:
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan
skala berikut:
A = Sangat Baik C = Cukup
B = Baik D = Kurang (perlu perbaikan)
FORMAT PENGAMATAN PERILAKU BERKARAKTER
No. Rincian Tugas
Kinerja Siswa
A
Sangat Baik
B
Baik
C
Cukup
D
Kurang (perlu
perbaikan)
1 Kerja sama
2 Jujur
3 Bertanggung jawab
4 apresiatif
Guru
(…………
…………)
Lembar Kerja IV = Afektif : Keterampilan sosial
PETUNJUK:
Berikan penilaian atas setiap keterampilan sosial siswa menggunakan
skala berikut:
A = Sangat Baik C = Cukup
B = Baik D = Kurang (perlu perbaikan)
FORMAT PENGAMATAN PERILAKU BERKARAKTER
No. Rincian Tugas
Kinerja Siswa
A
Sangat Baik
B
Baik
C
Cukup
D
Kurang (perlu
perbaikan)
1 Menyumbang ide
2 Menjadi pendengar
yang baik
3 Membantu teman
yang mengalami
kesulitan
Guru
(…………
…………)