NikSKAH AKAD£MIS

50

Transcript of NikSKAH AKAD£MIS

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

NikSKAH AKAD£MIS(PPsOSes REVISI)

Penyusunan

RANCANGAN UNDANG UNDANG

TENTANG BADAN LAYANAN NIRLABA

KEMENTERIAN NEGARA

PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

lVA.RriJ BLIJ. Revisi. 06.06.09

DAFTAR iSI

Bab I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Maksud Dan Tujuan 7

C. Sasaran Kegiatan 8

D. Pelaksanaan Kegiatan 8

Bab II KONSEPSI PELAYANAN PUBLIK 9A. Peran Pelayanan Publik 9

B. Layanan Umum Dan Layanan Sipil 13

Bab III KONSEPSI KORPORATISASI Dan KEWIRAUSAHAAN 15

A. Konsepsi Korporatisasi Pelayanan Publik 15B, Paradigma Kewirausahaan 18

Bab IVKONSTRUKSI BADAN LAYANAN NIRLABA 21

A. Konsepsi Badan Layanan Nirlaba 21

B. Konsepsi Hukum Badan Layanan Nirlaba 25

C. Kriteria Badan Layanan Nirlaba 31

D. Kelembagaan Badan Layanan Nirlaba 31

E. Pengembangan Pengelolaaan Satuan Kerja Layanan Umum 35

Bab IV PENDEKATAN FILGSGFIS, HISTGRIS, SGSIGLGGIS 38

A. Pendekatan Filosofis, 38

B. Pendekatan Historis 39

C. Pendekatan Sosiologis, 40

D. Pendekatan Yuridis 40

Bab V PENUTUP 42

A. Simpulan 42

B. Rekomendasi 42

Daftar Pustaka 45

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam rangka menghadapi perkembangan tuntutan reformasi

untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dewasa ini, peranan

aparatur Negara atau aparatur instansi pemerintah dirasakan semakin

penting. Salah satu kegiatan dalam peran pendayagunaan aparatur

negara, iaiah secara pro-aktif mengantisipasi dan mengakomodasi

perkembangan aspirasi reformasi, terutama dalam peningkatan kinerja

pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Harapan

masyarakat terhadap aparatur pemerintah/negara adalah terwujudnya

fungsi pelayanan masyarakat dapat berjalan secara optimal, cepat,

blaya terjangkau, mudah, berkeadllan, memiliki kepastian hukum,

transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel) sesuai

dengan perkembangan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan tata

pemerintahan yang baik (Good Governance).

Berbagai kebijakan untuk meningkatkan penyelenggaraan

pelayanan masyarakat telah dilakukan, diantaranya seperti kebijakan

untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perijinan

pada sektor usaha, perbaikan sistem dan prosedur pelayanan melalui

pengembangan model pelayanan terpadu satu-atap, pengembangan

dan penerapan e-gov. dan lainnya telah diupayakan untuk

mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan kepada

masyarakat. Tuntutan perbaikan tersebut merupakan dinamika

kebutuhan masyarakat dan perkembangan era pasar bebas yang

mendunia (globalisasi). Sehingga berbagai perbaikan kebijakan untuk

peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

(pelayanan publik) mendapat perhatian dan dianggap masih perlu

terus dilakukan. Salah satu langkah iaiah perlu berinovasi mencari

terobosan perbaikan sistem pengeiolaan pelayanan yang berorentasi

pada prinsip pelayanan yang profesional, efisien dan produktif,

akuntabel serta didukung dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang memadai.

Permasalahan yang berkembang menyangkut penyelenggaraan

pelayanan masyakat dewasa Inl, secara empiris menunjukkan antara

lain, disamping persoalan tatalaksana - prosedural dan persyaratan

pelayanan pada masing-masing sektor sering menjadi kendala

birokratis, terdapat pula persoalan lain yang lebih mendasar, terutama

yang berkaitan dengan sistem, manajemen dan status kelembagaan

dalam pengeiolaan aktivitas pelayanan. Secara struktural, pengeiolaan

lembaga penyelenggara kegiatan pelayanan masyarakat (pelayanan

publik) dilaksanakan oleh satuan kerja/unit pelaksana teknis

(satker/UPT) pada instansi pemerintah. Satker/UPT melaksanakan

pendelegasian tugas, fungsi dan kewenangan dari instansi pemerintah

untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Kendala yang dihadapi

dalam hal ingin mengoptimalkan kinerja dan mutu penyelenggaraan

pelayanan publik, antara lain menyangkut system, kelembagaan dan

manajemen pada satker/UPT penyelenggara pelayanan, antara lain :

terjadi keterbatasan-keterbatasan kewenangan, terutama yang terkait

dengan sistem pengeiolaan keuangan, yang terikat oleh ketentuan

perundang-undangan, sehingga mekanisme dan prosedur pengeiolaan

anggaran menjadi bersifat birokratis, akibatnya dalam praktik tidak

leluasa dapat menunjang kepentingan penyelenggaraan pelayanan

prima, yang hakikatnya memerlukan prosedur cepat, guna memenuhi

perkembangan tuntutan masyarakat. Kondisi struktur kelembagaan

yang hirarkhis dan birokratis, infrastruktur-sarana prasarana kerjanyaU-cirip — \/?ina terbatas.

kurang profesional, ikiim kerja — kultur birokrasi lemah kurang konclusn,

NA.RUU BLU. Revisl. 06.09

kesejahteraan kurang memadai. Lemahnya unsus-unsur manajementersebut mempengaruhi kinerja pengelolaan satker/UPT dalampenyalanggara pelayanan publik, menjadi kurang optimal, kurangproduktif, kurang efisien, etos kerja lemah dan kurang mampu berdayasaing (kompetetif). Akibatnya kurang mampu memenuhi dinamikatuntutan masyarakat. Misalnya, dalam pengalolaan keuangan,

pelaksanaan arus uang (c3sh flow) sebagai hasil perolehan jasalayanan, yang dikenal sebagai penerimaan negara bukan pajak(PNBP), seharusnya dapat langsung dimanfaatkan kembali untukkepentingan operasional kegiatan pelayanan. Dalam praktek, sesuaiketentuan, setiap penghasilan dari kegiatan pelayanan apapun yang

tergolong PNBP, sesuai prosedur harus disetor ke kas negara. dan

uang pendapatan tersebut tidak bisa secara langsung digunakan

untuk keperluan biaya operasional pelaksanaan program dan kegiatan

penyelenggaraan kegiatan pelayanan umum. Dalam pengadaan

barang/sarana atau peralatan kerja, yang terikat dengan ketentuan

yang berlaku mengenai prosedur pengadaan barang dan jasa. Dalam

kasus ini sering terjadi, karena harus mengikuti tatacara pengadaan

barang peralatan yang prosedurnya ketat, sehingga kadang bisa

menghambat kecepatan dalam proses penyelenggaraan pelayanan.

Akibatnya satker/UPT kurang bisa memanfaatkan. peluang dan

tertinggal kinerjanya untuk bersaing.

Permasalahan dalam aspek sumber daya kepegawaian, pada

satker/UPT bila ingin dipacu berperan usaha kearah seperti korporasi

dan berprinsip kewirausahaan yang lebih produktif, efisien dan

mampu berkompetetif, maka timbul kendala antara lain menyangkut

status, kapasitas kepegawaian dan etos/budaya kerja yang lemah.

Status kelembagaan satker/UPT merupakan instansi pemerintah,

sehingga dalam pembinaan administratif kepegawaiannya tunduk

pada ketentuan perundang-undangan mengenai kepegawaian negeri

(undang-undang kepegawaian), misal menyangkut pengangkatan

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

dalam jabatan, kepangkatan, eselonisasi, penggajian dan lainnya

menglkuti aturan dalam jabatan negeri. Demikian pula terdapat

kendala apabila perlu mengangkat tenaga kerja profeslonal yang

berasal non-pegawai negeri, untuk menunjang peningkatan

produktivitas pelayanan publik, karena praktik in! akan melanggar

ketentuan mengenai kepegawaian tersebut.

Kongkritnya permasaiahan yang dihadapi dalam pengelolaan

satker/UPTP, iaiah menyangkut ketentuan perundang-undangan yang

mendasari kewenangan sistem, kelembagaan dan tatakelola, maupun

pengelolaan sistem keuangan dan sarana kerja (barang peralatan)

serta pola pembinaan sumber daya kepegawaian yang masih terbatas.

Kondisi peraturan yang berlaku, menjadi permasaiahan mendasar

dalam pengelolaan satker/UPT dalam kegiatan penyelenggaraan

pelayanan publik, antara lain menyangkut ketentuan perundang-

undangan yang ketat, yang cenderung kurang menunjang fleksibelitas

dan kemandirian (prinsip otonomi) terhadap peran dan pengelolaan

usaha satker/UPT. Sehingga dalam praktlknya menimbulkan kendala

birokratis, kewenangan terbatas mengakibatkan prosedur kegiatan

pelayanan menjadi panjang, kurang cepat, kurang lancar, kurang

efektif dan cenderung statis, tidak bisa lincah memberikan pelayanan.

Dari segi ikiim dan budaya kerja, tidak ada stimulan yang mampu

memotivasi etos kerja bagi aparat - pegawai petugas untuk berinovasi

membangun kualitas penyelenggaraan pelayanan yang kompetitif,

sehingga dampaknya kurang memuaskan pada masyarakat.

Sistem pengelolaan kegiatan pada satker/UPT yang rigid, kaku

tersebut pada praktiknya menjadi hambatan dalam menunjang

penyelenggaraan pelayanan yang prima kepada masyarakat secara

optimal dan dinamis, yang memerlukan kecepatan, ketepatan,

kepastian atas hasil kerja pelayanan. Kondisi pola pengelolaan

satker/UPT yang demikian berpengaruh terhadap kinerja

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

penyslenggaraan pelayanan kepada masyarakat yang cenderungkurang maksimal, terjadi kelambanan dan kurang kompetetif.

Selanjutnya dalam perkembangan kedepan, sesuai harapan dantuntutan masyarakat, langkah kebijakan strategis dalam upaya

menlngkatkan profesionalitas penyelenggaraan pelayanan publikadalah dengan mengembangkan kebijakan dengan membangun polapengelolaan satker/UPT pelaksana pelayanan publik yang didasarkanpada sistem manajemen korporasi dengan kewenangan otonom yang

luas, fleksibel dan akuntabel, dengan mendasarkan pada penerapan

prinsip kewirausahaan (entreprenuership), yang profesional, produktif,efisien, efektif, cepat, berorientasi pada kinerja, dapat secara mandiri

mampu bersaing (kompetetif) dalam penyelenggaraan pelayanan

prima yang bermutu, dapat merespon terhadap perkembangan

tuntutan kebutuhan masyarakat.

Sejalan dengan kecenderungan perkembangan dinamika model

pelayanan publik yang prima, maka perlu langkah strategis melakukan

perubahan pola pikir ("mind set") maupun ikiim budaya

birokrasi/organisasi ('culture! set") dalam pengelolaan satker/UPT

penyelenggara pelayanan publik. Yang selama ini bersifat brokratis,

hirarkhi dan prosedur panjang, perlu dilakukan inovasi dengan

tranformasi sistem dan kelembagaan pengelolaan satker/UPT instansi

pemerintah, menuju model pengelolaan korporasi yang otonom dan

fleksibel, yang dapat menunjang aktivitas pelayanan, yang

memerlukan tingkat kegiatan yang cepat (mobilitas tinggi), sehingga

dapat maksimal memenuhi harapan kualitas pelayanan kepada

masyarakat.

Perubahan model sistem, kelembagaan dan pengelolaan

satker/UPT tersebut membawa konskuensi yuridis, diantaranya perlu

perubahan dan/atau pengembangan instrumen hukum baru sebagai

landasan hukum dalam perubahan atau pembentukan lembaga/satker

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

baru, yang memerlukan status dan karakterlstik pengelolaan yang

khusus dan berbeda dengan satker/UPT biasa yang sebelumnya.

Karakterlstik pengelolaan yang berbeda ditandai dengan

kewenangan otonomi fungsional dan sifat fleksibelitas, yang ditandai

dengan pengaturan perlakuan khusus menyangkut pengelolaan sistem

dan unsur-unsur manajemen, seperti struktur kelembagaan,

tatalaksana, sumber daya kepegawaian, keuangan dan sarana &

prasarana (peralatan kerja). Dengan demlkian perlu menyiapkan

Instrumen hukum dalam bentuk undang-undang sebagal landasan

hukum untuk perubahan, pembentukan atau pengembangan

kelembagaan satuan kerja baru. Materi landasan hukum ini sifatnya

memberlkan perlakuan khusus (speslal) dalam pengaturan mengenai

model sistem, mekanisme, prosedur pengelolaan unsur-unsur

manajemen pada satuan kerja baru yang berbentuk badan layanan

umum yang mandiri dan fleksibel.

Terkait dengan permasalahan penyelenggaraan pelayanan

publik seperti di atas, kemudian diterbitkan undang-undang No.1 tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam pasai 68 dan 69. telah

memberikan landasan hukum, terutama menyangkut aspek

mekanisme pengelolaan keuangan yang fleksibel pada satker/UPT

instansi pemerintah yang bertugas menyelenggarakan pelayanan

umum. Landasan hukum ini kemudian di tindaklanjuti dengan

penerbitan Peraturan Pemerintah No, 23 tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Pada intinya

dalam PP No23/2005, memberikan acuan dasar mengenai pola

pengelolaan keuangan pada satker/UPT BLU yang dilaksanakan

secara fleksibel. Terutama dalam pelaksanaan anggaran, pengelolaan

uang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dapat digunakan

langsung untuk keperluan biaya operasional kegiatan pelayanan

umum sesuai rencana bisnis (kegiatan usaha), dan tidak lagi harus

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

disetorkan ke kas negara, akan tetapi diganti dengan sistem pelaporanberdasarkan rencara bisnis anggarannya.

Ketentuan hukum yang memberikan fleksibelitas pengelolaan

keuangan pola BLU pada Satker/UPT tersebut, pada kenyataannyamasih ditemukan praktik yang belum konsisten menurut ketentuan

yang berlaku menyangkut status dan bentuk kelembagaan satker/UPTBLU maupun pengelolaan unsur manajenrien lainnya, seperti sumberdaya kepegawaiannya. Oleh karena itu, sejalan dengan pemikiranuntuk mengembangkan ikiim usaha satker/UPT kearah bentukpengelolaan korporasi bidang layanan umum yang lebih produktif dankompetetif, maka dipandang perlu memberikan kepastian statushukum kelembagaan serta unsur-unsur manajemen lainnya, sepertisumber daya kepegawaiannya, untuk diberikan kepastian kedudukanhukumnya, sehingga dalam pengelolaan dan pembinaannya jelas,bentuk lembaganya akan masuk dalam katagori satker apa, dan haruskonsisten tunduk serta mengikuti aturan hukum yang mana.

Agar dapat memberikan analisis yang tepat dan rekomendasi

yang benar mengenai kedudukan kelembagaan maupun sistempengelolaan unsur-unsur manajemen pada satker/UPT penyelenggara

pelayanan publik, serta landasan hukumnya, maka perlu membuat

kajian secara akademik, yang diantaranya dapat merumuskan materi-

materi landasan hukum bagi kegiatan usaha (bisnis) yang bersifat

korporasi. Pertimbangannya agar mempertegas status hukum

kelembagaan satker/UPT pola pengelolaan korporasi BLN, agar

secara operasional lebih leluasa dalam memanfaatkan sumber

dayanya untuk mampu bersaing meningkatkan kinerjanya dalam

penyelenggaraan layanan umum kepada masyarakat. Dengan

demikian perlu landasan ketentuan perundangan-undangan, yang

akan memberikan dasar kepastian status dan bentuk kelembagaan.

serta menjadi acuan dalam pendirian ataupun melakukan perubahan

status kelembagaan dan pengelolaan menjadi satker/UPT yang

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

spesifik berbentuk lembaga usaha (bisinis) korporasi yang mandiri dan

cirinya tidak mencari keuntungan (nirlaba).

Sehubungan dengan uraian latar belakang, maka perlu

dlllakukan keglatan kajian atas satker/UPT pelayanan publik, yang

sasarannya untuk membuat telaahan/analisis teoritis dan

konsepsional dalam konteks korporatlsasi untuk menghasilkan Naskah

Akademik dan penyusunan draf rancangan ketentuan perundang

undangan yang mengatur mengenai status dan bentuk kelembagaan

serta sistem pengelolaannya.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. MAKSUD

Maksud kegiatan kajian korporatlsasi unit pelaksana pelayanan. dalam

rangka menyusun analisis teoritis dan konsepsional berdasarkan praktek

empiris dalam rangka penyusunan landasan hukum yang memberikan

kepastian status dan bentuk kelembagaan- satker/UPT pelaksana

pelayanan umum instansi pemerintah, berubah status

kelembagaannya menjadi suatu badan usaha atau badan layanan

nirlaba (BLN) yang bersifat nirlaba (tidak mengutamakan keuntungan),

dengan melaksanakan prinsip-prinsip usaha korporasi (bisnis)

kewirausahaan yang sehat, dapat bersaing secara optimal dalam kinerja

dan mutu pelayanannya kepada masyarakat.

2. Tujuan

Tujuan kegiatan kajian ini, antara lain :

a. Membuat analisis teoritis dan empiris yang dijabarkan dalam draf

Naskah Akademik mengenai perumusan rancangan undang-undang

(RUU) tentang badan usaha nirlaba atau badan layanan nirlaba;b. Menyusun kerangka rekomendasi materi instrumen hukum dalam

bentuk RUU yang memberikan kerangka landasan filosofi dan

NA.RUU BLU. Revisi. 06.09

pedoman mekanisme pembentukan atau alih status dan bentukkelembagaan satker/UPT menjadi BLN yang berorientasi tidakmencari keuntungan (nirlaba).

B. Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan kajian ini, tersusunya draft Naskah Akademik dalamrangka penyusunan format ketentuan perundang-undangan (dalambentuk undang-undang) mengenai Badan layanan Nirlaba (BLN), yangberguna memberikan payung hukum pada pembentukan atau pengalihanstatus kelembagaan satker/UPT menjadi BLN.

C. Pelaksanaan Kegiatan

Penanggung jawab .pelaksanaan. kegiatan ini adalah Kantor KementerianPAN, pada Deputi Tata Laksana, bekerja sama dengan pihak konsultandan para pakar terkait, yang terpilih untuk melakukan kajian, analisis danpenyusunan. draft Naskah akademik, serta perumusan draf awal RUUtentang BLN .

Kegiatan kajian korporatisasi unit pelayanan untuk penyusunan draftnaskah akademik tentang BLN berikut draf awal RUUnya, dan

dilaksanakan mulai bulan Pebruari sampai selesai pada akhir bulan Mei

tahun anggaran 2006.

D. Pembiayaan Kegiatan

Dana yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan kajian ini

sebesar Rp 320.000.000 (tiga ratus dua puluh juta rupiah) yang

bersumber dari anggaran Kementerian PAN.

BAB II

KONSEPSI PELAYANAN PUBLIK

A. Peran Pelayanan Publik

Birokrasi pemerlntahan merupakan proses terpenting dalam suatu

pemerlntahan negara. Karena birokrasi merancang, melaksanakan dan

mengevaluasi semua tugas dan kegiatan pemerintahan, yang antara lain meliputi

penyeienggaraan layanan, administrasi pemerintahan dan pembangunan serta

membuat maupun melaksanakan berbagai norma dan ketentuan hukum yang

berlaku bagi birokrasi dan masyarakat luas. Secara umum, sering dikatakan

bahwa birokrasi pemerintahan adalah administrasi negara. Oleh karena itu,

keberadaan birokrasi / administrasi negara merupakan penentu utama dalam

keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan negara.

Birokrasi atau administrasi negara dapat digambarkan sebagai suatu mesin

pemerintahan yang besar dan sifatnya massal dengan jumlah orang yang terlibat

langsung di dalamnya sangat besar dengan ribuan atau jutaan aktivitas kegiatan

yang mempunyai dinamika yang cepat dan berlangsung secara

berkesinambungan dengan cakupan area tugas dan pelayanan yang luas di

suatu negara. Oleh karena itu, kegiatan birokrasi atau administrasi negara dalam

melaksanakan tugas dan layanannya berdimensi sangat luas dan mempunyai

dampak yang signifikan bagi masyarakat dan pemerintah di suatu negara.

Karakteristik yang lain dari birokrasi adalah bahwa jenis dan ruang lingkup

kegiatannya selalu bersifat dinamis setiap saat karena mengikuti perkembangan

di berbagai sektor, seperti ekonomi, sosial, hukum. budaya, dan lain sebagainya

yang terjadi di pemerintah dan masyarakat.

Terdapat beberapa hal lain yang merupakan ciri-ciri guna mengidentifikasi

fungsi layanan dalam administrasi negara, yaitu ̂ :

(1) Pelayanan yang diberikan oleh administrasi negara bersifat lebih urgen

dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh organisasi-

organisasi swasta. Urgensi pelayanan ini karena menyangkut kepentingan

MIftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima llmu Administrasi Negara, Rajawali Pers, 2005, hal. 47-48

semua lapisan masyarakat, dan kalau diserahkan atau ditangani oleh

organisasi-organisasi lainnya selain organisasi pemerintah maka akantidak jalan. Contoh pelayanan yang urgen ini antara lain lalu lintas,transmigrasi, kesahatan, kaamanan, partahanan, dan samua palayananyang manyangkut kapantingan dan hajat orang banyak.

(2) Palayanan yang dibarikan olah administrasi nagara pada umumnyabarsifat monopoli atau sami monopoli. Dalam ha! ini bantuk palayanan

yang dibarikan tidak bisa dibagi kapada organisasi-organisasi lainnya.Contoh palayanan yang barsifat monopoli iaiah palayanan pos dant0l0gi'ann^ kaamanan, partahanan dan kahakiman. Adapun yang barsifat

sami monopoli antaranya pandidikan, kasahatan, parhubungan, dan lainsabagainya.

(3) Dalam mambarikan palayanan kapada masyarakat umum, administrasinagara dan administratornya ralatif bardasarkan undang-undang danparaturan. Ciri ini mambarikan warna lagalistis dari administrasi nagara

tarsabut. Dangan damikian, parubahan atau parluasan palayanan kapadamasyarakat, pada umumnya sulit atau lambat manyasuaikan diri pada

tuntutan-tuntutan masyarakat. Lain halnya dangan organisasi swasta yang

dangan mudah dan cepat dapat manyasuaikan apabila didapatkan kritik

atau saran dari langganan.

(4) Administrasi nagara dalam mambarikan palayanan tidak dikandalikan olehharga pasar, tidak saparti yang tarjadi dalam organisasi parusahaan yang

tarikat olah harga pasar dan untung rugi. Oleh karana itu, parmintaan

palayanan olah masyarakat kapada administrasi nagara tidak didasarkan

akan parhitungan laba rugi. malainkan ditantukan olah rasa pangabdian

kapada masyarakat umum.

(5) Usaha-usaha dilakukan olah administrasi nagara, tarutama dalam nagaradamokrasi, iaIah dilakukan sangat targantung kapada panilaian mata

rakyat banyak. Itulah sababnya palayanan yang dibarikan olehadminsitrasi nagara handaknya adil tidak mamihak, proporsional, bersih,

dan mamentingkan kapantingan orang banyak dibandingkan kapantingan

pribadinya. Palayanan tarsabut tidak bisa melepaskan dari pelayanan

rakyat yang dilayaninya.

10

Selain itu, dari segi keuangan, birokrasi dalam melaksanakan tugas dan

pelayanannya membutuhkan biaya yang sangat besar setlap tahunnya dari

anggaran yang disedlakan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Total dana untuk keperluan birokrasi pemerintah setiap

tahunnya selalu meningkat sesual dengan kebutuhan dan dinamika dari

pelaksanaan kegiatan pelayanan. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik

birokrasi yang selalu dinamis dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dari

masyarakat dan pemerintah terhadap tugas dan jasa yang diberikan kepada

masyarakat.

Pada sektor pelayanan publik, birokrasi memegang peranan penting dan

strategis karena merupakan instrumen yang berproses dalam instansi

pemerintah yang memiliki kewenangan monopoli dalam memberikan dan

melaksanakan pelayanan (publik) kepada masyarakat. Birokrasi dalam

melakukan aktifitasnya berhadapan langsung dengan masyarakat yang

membutuhkan pelayanan. Interaksi dalam praktek antara kegiatan birokrasi dan

masyarakat dapat mencerminkan kualitas dan kuantitas pelayanan,

menggambarkan respon mengenai kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh

masyarakat,

Layanan birokrasi pemerintah diartikan sebagai pelayanan publik yang

dapat ditinjau dari berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut adalah ekonomi, politik,

hukum, maupun sosial budaya. Dari aspek ekonomi pelayanan publik adalah

semua bentuk pengadaan barang dan jasa {goods and services) oleh

pemerintah {sector public) yang diperlukan oleh warga negara sebagai

konsumen. Pengadaan barang dan jasa harus disedlakan pemerintah ini karena

sektor swasta {private) tidak mau memproduksi barang atau jasa tersebut

sebagai akibat adanya kegagalan pasar atau karena secara alamiah barang

atau jasa tersebut harus disedlakan secara eksklusif oleh Negara. Karena hanya

pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik sehingga kedudukannya

bersifat monopolistis menjadi satu-satunya lembaga penyedia barang dan jasa

publik. Namun begitu pengadaan barang dan jasa publik ini terkadang sangat

.vital dalam menggerakkan perekonomian suatu Negara, sehingga mau tidak

mau negara harus menyediakannya.

Ada pun dari sisi politik dapat dikatakan bahwa pelayanan publik

merupakan salah satu alasan sekaligus tujuan dibentuknya negara. Pelayanan

11

publik merupakan refleksi dari pelaksanaan peran negara dalam melayani warganegaranya berdasarkan kontrak sosial pembentukan negara oleh elemen-elemen warga Negara. Reran Negara dalam pelayanan publik tersebutdilaksanakan oleh suatu pemerlntahan (pemerintah) yang dijalankan olehkekuatan politik yang berkuasa {the ruliing party). Sehingga parameter aspiratifatau tidaknya kekuatan politik dalam meraih dukungan masyarakat terkadangdisandarkan pada komitmen dan pelaksanaan komitmen kekuatan politiktersebut dalam hal pelayanan publik.

Dari aspek sosial budaya pelayanan publik merupakan saranapemenuhan kebutuhan dasar masyarakat demi mencapai kesejahteraan sosialyang di dalam pelaksanaannya kental akan nilai-nilai, sistem kepercayaan, danbahkan unsure religi yang merupakan refleksi dari kebudayaan dan kearifan localyang berlaku. Dari sisi ini, pelayanan publik tidak hanya penting dari segi kualitasmaterial, seperti ketepatan waktu, melainkan tingkat penyesuaian aparaturpelayanan dengan sistem sosial budaya yang berlangsung di tempat melakukanpelayanan. Aspek yang dipuaskan bukan hanya lahir melainkan juga bathinmasyarakat, sehingga masyarakat makin memberikan kepercayaan yang tuluskepada pemerintah.

Sedangkan dari sisi hukum, pelayanan publik dapat ditinjau sebagai suatukewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundang-undangankepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara dan ataupenduduknya atas suatu pelayanan. Sehingga secara ekstrim dapat dikatakanbahwa tidak ada suatu kewajiban dari pemerintah untuk memberikan layanan

publik selama hal itu tidak tercantum dalam suatu aturan hokum. Atausebaliknya, tidak ada hak dari warga Negara atau penduduk untuk menuntutsuatu pelayanan dari pemerintah selama hak atas itu tidak tercantum dalamsuatu aturan hukum.

Pendefinisian pelayanan publik bagi pengaturan di Indonesia meng

akomodasi atas seluruh pengertian pelayanan publik dari berbagai sisi dengan

mempertimbangkan efektifitas penerapannya. Pelayanan publik dapat diartikansebagai segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparaturpemerintah dalam bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Lingkup dari layanan publik tersebut mencakup layanan publik yang bersifat

12

langsung maupun tidak langsung. Bersifat langsung artinya bahwa aparat

pemerlntah sendlri yang menyelenggarakannya. Sedangkan yang bersifat tidak

langsung artinya tugas tersebut sebetulnya kewajiban pemerintah untuk

menyediakannya namun karena pertimbangan efisiensi dan pendanaan, maka

pihak swasta ditugaskan untuk menyelenggarakannya. Pemerintah melakukan

control melalui mekanlsme tender, penerapan standarisasi mutu atau kualitas,

kuantitas, harga dan pendistribusiannya.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa layanan yang dipegang oleh pemerintah

merupakan layanan yang tidak boleh mencari keuntungan (nirlaba). Namun

dalam kaitan ini bukan berarti aspek efisiensi dan efektifitas diabaikan. Karena

paradigma baru pemerintah saat ini salah satunya adalah mewirausahakan

birokrasi.

B. Layanan Umum dan Layanan Sipil

Secara fungsional pelaksanaan fungsi dan wewenang pemerintah dalam

penyelenggaraan pelayanan publik pada masyarakat sesuai karakternya, dapat

dikelompokan menjadi layanan umum dan layanan sipil.

Layanan umum, hakikatnya merupakan bentuk pelimpahan sebagian

fungsi dan wewenang pelayanan pemerintah kepada satuan kerja, LIFT LU

dan/atau . satuan kerja pelaksana usaha layanan lainnya untuk

menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum yang fokusnya menghasilkan

atau memproduksi, menyediakan, memberikan barang dan atau jasa layanan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada produk kegiatan layanan umum

dapat dilakukan pungutan uang atau dapat dijual sebagai kompensasi biaya

proses produksi atau penyediaan jasa dan barang layanan.

Contoh kegiatan penyelenggaraan layanan umum, antara lain: layanan bidang

kesehatan pada rumah sakit, Puskemas, laboratorium, layanan bidang

pendidikan dan latihan, layanan penelitian dan pengembangan benih ataupengujian produk pada pertanian, perkebunan, perikanan, layanan penyediaan

fasilitas transportasi, layanan penyediaan kredit bergulir dan sejenisnya.

Sedangkan kegiatan layanan sipil, merupakan implementasi tugas

pelayanan yang menjadi hak dan kewajiban kepemerintahan kepada warganegara/penduduk sipil berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Bentuk

13

layanan sipil diantaranya aktivitas pemerintah atau negara dalampengaturan/pengendalian (regulasi), penataan dan perlindungan, penyediaansarana & prasarana (fasilitasi). pengadministrasian (registrasi), pengesahan(legalisasi) terhadap hak dan kewajiban atau kepentlngan warga negara dalamberaktivitas.

Contoh, pelayanan penerbitan akte keiahiran/pernikahan/cerai, KTP, SIM,Paspor, Ijin membangun, Ijin lokasi usaha/perdagangan, layanan peradllan,keamanan, penyediaan fasilitas umum dan lainnya. Konsekuensi dari kegiatanlayanan sipil, karena merupakan tugas dan kewajiban Pemerintah/negarakepada warga negara/ masyarakat, sehingga tidak lazim jasa layanannya dijualkepada masyarakat.

14

BAB

KONSEPSI KORPORATISASI DAN KEWIRAUSAHAAN

A. Konsepsi Korporatisasi Pelayanan Publik

Pada bagian terdahulu telah diuraikan peiayanan yang dilakukan oleh

birokrasi (administrasi negara). Konsep korporatisasi pelayanan publik sebuah

wacana baru yang mengenalkan paradigma baru, dimana pemerintah diarahkan

iebih berperan menjadi regulator, dan peran operator perlahan-lahan

diiaksanakan oleh dunia usaha. Meskipun pada bagian-bagian tertentu

pemerintah masih memegang peranan untuk hal-hal yang langsung berkaitan

dengan hajat hidup orang banyak.

Proses korporatisasi badan-badan milik pemerintah seperti rumah sakit

dan Perguruan Tinggi saat ini sedang berlangsung (Rhenald Khasali, 2005).

Seperti kita ketahui dengan diterbitkannya PR No 23 tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dimana Rumah Sakit Pemerintah

(eks Perjan) telah beralih status menjadi BLU. Sedangkan beberapa PTN telah

mentransformasi diri menjadi BHMN. Walaupun yang terakhir ini menimbulkan

pro dan kontra, karena tidak ada cantolan Undang-Undang yang mengaturnya.

Secara teoritis korporatisasi badan-badan tersebut dapat memberikan dampak

yang Iebih bagus pada institusi. Karena lembaga tersebut Iebih berorientasi pada

pelanggan, Iebih mengembangkan SDM-nya, dan Iebih menghargai

akuntabilitas. Korporatisasi akan menghasilkan lembaga yang Iebih efisien, Iebih

lincah bergerak, tumbuh, inovatif dan tidak lagi menjadi beban masyarakat.

Korporatisasi dapat diartikan dengan usaha pengelolaan organisasi milik

publik dengan cara-cara manajemen model perusahaan (korporate) seperti yang

berlaku pada sektor swasta. Namun status kepemilikan badan/satuan kerja tetap

di tangan pemerintah. Artinya konsep ini bukan dimaksudkan untuk membahas

proses perubahan kepemilikkan suatu organisasi/badan, akan tetapi Iebih

ditujukan kepada perubahan pola usaha atau pengelolaan kegiatan, untuk

mengikuti model dan prinsip-prinsip usaha yang dapat mendorong peningkatan

15

kinerja pada unit/satuan kerja milik publik, agar menjadi unit yang lebih efisien ,

efektlf, profesional danproduktif sebagalmana layaknya sebuah manajemen

perusahaan swasta. Konsep korporatisasi merujuk pada kegiatan peningkatan

kinerja unit organisasi pemerintah agar menjadi lebih efisien dan efektif

sebagaimana layaknya sebuah unit usaha swasta.

Perubahan paradigma model manajemen pemerintahan darl sistem

manajemen birokrasi ke manajemen wirausaha bertujuan untuk meningkatkan

daya saing (kompetetif) dan mutu pelayanan publik serta efisiensi keuangan

negara. Sistem ini sangat dibutuhkan untuk semua sektor yang merupakan

tanggung jawab pemerintah dan atau mempunyai misi sosial. Selama ini

Undang-Undang yang mengatur tugas pokok, fungsi, wewenang, dan

kelembagaan Badan Layanan Nirlaba dalam rangka penjabaran lebih lanjut UUD

1945 belum pernah ada, sehingga perlu segera disusun Undang-Undang tentang

Badan Layanan Nirlaba.

Unit-unit organisasi pelayanan tersebut perlu diberlkan kewenangan

otonomi manajemen (korporatisasi) agar dapat secara mandiri dan professional

menyelenggarakan manajemen/pengelolaan unit organisasi tanpa dicampuri

oleh birokrasi. Arahnya agar biaya operasional tidak membebani anggaran

Negara. Selain itu, unit-unit organisasi pelayanan ini mengemban kewajiban

melaksanakan tugas sosial yang diamanatkan oleh Negara dan tidak bersifat

mencari keuntungan (nirlaba). Oleh karena itu diperlukan peraturan perundangan

setingkat Undang-Undang yang mengatur mengenai status, struktur, proses dan

mekanisme, criteria pengalihan status unit-unit kerja instansi pemerintah menjadi

bentuk-bentuk badan layanan nirlaba.

Reformasi sistem dan tata kelola layanan umum dilatarbelakangi oleh

pemikiran yaitu pertama; berkembang perubahan paradigma peran pemerintah

dimana pemerintahan yang katalistik menekankan pemberian pengarahan

daripada melaksanakan sendiri pelayanan umum. Kedua, mengutamakan

pemberdayaan masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah.

Ketiga, meningkatkan pemerintahan yang kompetitif, mendorong daya saing di

bidang pelayanan masyarakat. Keempat, pemerintahan yang berorientasi

kepada pelanggan bukan pada birokrasi, kepuasan pelayanan pada pelanggan

masyarakat. Keempat, pemerintahan wirausaha, mengembangkan prinsip

menghasilkan ketimbang membelanjakan anggaran. Kelima, desentralisasi

16

pemerintahan, mengurangi hirarkhi panjang, melimpahkan kewenangan pada

organisasi tingkat bawah, struktur organlsasi datar. Keenam, pemerintahan yang

berorlentasl pada kekuatan pasar dalam pelayanan umum.

Adapun tujuannya yaitu mereformasi sistem birokrasi dengan tujuan

menciptakan good corporate governance. Perubahan mind set pengeloiaan unit

layanan umum, dari sistem manajemen birokrasi ke manajemen korporasi

secara professional. Juga untuk mengembangkan pengeloiaan layanan umum

dengan sistem manajemen dan budaya/spirit korporasi dengan dilandasi prinsip

wirausaha yang meliputi kemandirian dalam pengeloiaan, berorientasi pada

peningkatan prestasi (kinerja), pengeloiaan secara professional yang didukung

dengan skill, kompetensi/keterampilan dan moral, etika kerja yang memadai,

berusaha meningkatkan daya saing, mengoptimalkan mutu pelayanan publik dan

efisiensi keuangan Negara.

Sasaran yang diharapkan adalah mengembangkan sistem dan tata kelola

korporasi unit layanan umum yang professional, akuntabel, sehat, fleksibel dan

otonom. Selain itu juga memberikan status hukum kelembagaan yang pasti,

meningkatkan kinerja organisasi unit layanan umum. memperbaiki kesejahteraan

pegawai/ petugas layanan umum, serta merampingkan birokrasi pemerintah dan

sekaligus mewujudkan good governance serta mensinergikan peran pemerintah,

dunia usaha dan masyarakat.

Prinsip-prinsip yang dikembangkan adalah pengembangan konsep tata

kelola korporasi dengan spirit wirausaha. Usaha yang berorientasi tidak mencari

keuntungan (nirlaba), usaha pelayanan didasarkan program/rencana usaha yang

jelas, dan bukan jenis pelayanan sipil, keseimbangan dalam penerapan fungsipelayanan sosial dan pelayanan komersial.

Pemikiran inovatif perlunya melakukan transformasi peran dan fungsi dari

bureaucratic monopolistic government (pemerintah birokratis monopolistik)

mengarah pada entrepreneurial competitive government (pemerintah wirausaha

yang kompetitif) yaitu dipahami sebagai pola pemerintahan yang jeli, cerdasyang seialu berpikir keras dan mampu mengupayakan kebutuhan hidup,memecahkan permasalahannya dengan kekuatan pada dirinya sendiri denganmempertimbangkan segaia resiko, mampu melihat dan memanfaatkan peluang

yang muncul untuk memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidupmasyarakatnya.

17

Mewirausahakan kegiatan pelayanan pemerintah adalah paradigma yang

memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik. ReformasI keuangannegara mengamanatkan berbagai perubahan fundamental diantaranya konseppengelolaan keuangan Badan Layanan Nirlaba.

B. Paradigma Kewirausahaan

Reran pengelolaan satuan kerja/unit pelaksana teknis (satker/UPT)pelayanan pemerintah, agar kegiatan usahanya dapat berjalan lebih efektif,produktif dan kompetitif, diperlukan perubahan paradigma dalampengelolaannya. Langkah antisipasinya dengan melakukan proses transformasiperan dan fungsi dari bureaucratic monopolistic government (pemerintahbirokratis monopolistik) mengarah pada entrepreneurial competitive government

(pemerintah wirausaha yang kompetitif) yakni pola pemerintahan yang cerdasyang selalu berpikir dan usaha keras dan mampu mengupayakan kebutuhan

hidup, memecahkan permasalahan dengan kekuatan dirinya sendiri,mempertimbangkan segala resiko, mampu melihat dan memanfaatkan peluang

usaha, yang sasaran akhirnya memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidup

masyarakatnya.

Dengan penyempurnaan sistem, manajemen dan pola berpikir yang

mendasari sistem pengelolaan satuan kerja/UPT yang berorientasi pada

pencapaian kinerja atau pada output, outcomes, dan benefit. Untuk itu dalam

pengelolaan satuan kerja/UPT , diperlukan perubahan mindset manajemen yang

sebelumnya pada UPT-LU itu birokratis menjadi manajemen korporasi yang

profesional, menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan (entrepreneurship).

Prinsip kewirausahaan pada intinya kegitan atau usaha dilandasi jiwa, semangat,

sikap dan tindakan keberanian atau kemampuan usaha keras yang mandiri

segala daya upaya untuk memperjuangkan tujuan dan kebutuhan hidup,

memecahkan permasalahan dengan mempertimbangkan segaloa resiko, dan

memanfaatkan peluang untuk meningkatkan kualitas hasil kerja dalam

masyarakat. Karakteristik dalam prinsip-prinsip kewirausahaan atau

kewiraswastaan, antara lain:

a. Mempunyai tekad dan keberanian yang kuat dengan memperhitungkan

segala resiko (moderate risk) terhadap tugas, usaha yang dllaksanakan

secara mandiri;

b. Ketekunan menjalankan dan menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan

yang dicitakan;

c. Disiplin dan serius (konsisten) dalam melaksanakan usahanya;

d. Berorientasi ke cita-cita masa depan yang lebih baik dan selalu ingin

berprestasi;

e. Berusaha untuk bersaing (kompetitif) dalam capaian kinerja, hasil usaha yang

lebih tinggi (up ward mobility);

f. Berusaha bertindak efektif, efisien, dan produktif, tidak konsumtif dan selalu

menanamkan kembali setiap perolehan keuntungan untuk pengembangan

bidang usaha;

g. Dinamis dengan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin;

h. Mempunyai hasrat, daya kreasi (inovasi) untuk pengembangan dan

memajukan bidang usaha dan hasil kerjanya.

Sejalan dengan konsep manajemen kewirausahaan tersebut, dalam rangka

peningkatan produktifitas dan mutu pelayanan kepada masyarakat, dipandang

perlu melakukan upaya reformasi sistem dengan diiringi perubahan mind set

dalam pengelolaan UPT LU, yang sernula manajemennya bersifat birokratis,

ketat diarahkan menuju pengembangan sistem dan tata kelola menjadi Badan

Layanan Nirlaba yang dilandasi dengan manajemen yang dijiwai prinsip

kewirausahaan. Perubahan tata kelola ini dimaksudkan guna mendorong

peningkatan kinerja, profesionalitas, efisiensi dan produktifitas dalam

penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat.

Dalam pengembangan sistem dan tata kelola satuan kerja/UPT , disamping

didasarkan pada prinsip-prinsip kewirausahaan, profesional, nirlaba dan

akuntabel, pengelolaan usahanya juga memperhatikan prinsip Good Corporate

Governance, antara lain;

a. Transparansi • yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses

pengambilan keputusan dan mengungkapkan informasi yang relevan

mengenai bidang usaha.

19

Responsibilitas yaitu kesesuaian, konsistensi dalam pengelolaan usaha

terhadap peraturan perundangan ataupun prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan

pertanggungjawaban organisasi dalam pengelolaan usaha secara efektifKemandirian yaitu pengelolaan usaha secara profesional dengan

berpedoman pada prinsip-prinsip korporasi yang sehat, tanpa benturan

kepentingan atau pengaruh tekanan pihak lain.

Kewajaran yaitu konsistensi terhadap peraturan perundangan dan prinsip-

prinsip korporasi yang sehat.

20

BAB IV

KONSTRUKSI BADAN LAYANAN NIRLABA

A. Konsepsi Badan Layanan Nirlaba

Berdasarkan kajian menunjukkan bahwa dalam kenyataannya dirasakan

terjadi kekosongan landasan hukum yang mendasari sistem dan kelembagaan

bagi instansi pemerintahan dalam menjalankan kewajiban dan fungsi

penyeienggaraan layanan umum yang berprinsip tidak mengejar untung (non

profit), terutama dalam kaitan dengan sejak berlakunya UU No. 19 tahun2004

tentang BUMN. Sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 19 tahun 2004, bahwa

badan usaha berbentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) dibubarkan, selanjutkan

tugas dengan ciri sebagai penylenggara pelayanan umum yang non-profit, tidak

tertampung dalam kegiatan usaha badan hukum PERUM ataupun PERSERO

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang BUMN. Dengan demikian

konskuensinya tugas untuk melaksanakan kewajiban dan fungsi

penyeienggaraan layanan umum dengan ciri dan berprinsip tidak mengejar

untung (non profit), yang selama ini diiaksanakan dalam lembaga Perjan,

selanjutnya otomatis belurn ada sistem dan kelembagaan yang

mengakomodirnya.

Secara kelembagaan praktik penyeienggaraan layanan umum selama ini,

diiaksanakan oleh satuan kerja/unit pelasana teknis (satker/UPT) instansi

pemerintah. Kendala klasiknya iaiah sistem dan kelembagaannya masih

cenderung bersifat birokratis, pengelolaannya kurang fleksibel, sehingga kurang

produktif, kurang efisien dan prosedur tatakerjanya kaku dan hirarkhis. sehingga

kurang mendukung kecepatan proses layanan, dan berakibat kinerja pelayanan

menjadi kurang berkembang, kurang profesional, lamban, belum mampu

kompetetif memberikan jasa layanan umum yg prima, berkualitas (sesuaiharapan/tuntutan masyarakat).

Perkembangan kondisi demikian, sebagai akibat dari keterbatasaan kewenangan

kemandirian dan fleksibelitas pengelolaan usaha. Hal ini terkait karena ketentuan

perundang-undangan yang mendasari sistem maupun pengelolaan

21

kelembagaan, SDM aparatur dan keuangan serta sarana & prasarananya kurang

mendukung.

Gambaran praktik penyelenggaraan layanan umum demikian itulah yang

kemudian melatar belakangl pemikiran perlunya dilakukan reformasi manajemen

dengan menciptakan sistem maupun kelembagaan, yang bentuk pengelolaannya

menuju model "korporasi" dalam bentuk suatu badan tersendiri yang otonom

(mandiri), fleksibel dan dllandasi prinsip kewirausahaan yang lebih profesional,

lebih produktif, efisien dengan mutu layanan umum lebih balk dan mampu

berdaya saing (kompetetif).

MIsalnya.diketahui kecenderungannya bahwa satker/UPT pemerintah, termasuk

Rumah Sakit dan PTN mengharapkan otonomi dalam pengelolaan kegiatan

usaha maupun mananajemennya. Lembaga usaha yang mandiri berbentuk

Badan Layanan Nirlaba merupakan alternatif untuk mengubah sistem

manajemen pengelolaan satker/UPT pelayanan umum yang praktiknya birokratik

menjadi sistem pengelolaan yang berpola kewirausahaan.

Alternatif pola kewirausahan perlu ditunjang dengan sistem pengelolaan beserta

ketentuan perundang-undangan yang mendasarl pemisahan kewenangan

secara jelas antara peran pemerintah sebagai regulator dan peran satker/UPT

sebagai operator pelayanan public.

Secara teoritis terdapat konsep yang menata ulang peran pemerintahan

yang terkait dengan tugas penyelenggaraan pelayanan masyarakat, seperti

konsep Reinventing Government (David Osborne and Plastrik,1997) yang

mengedepankan prinsip-prinsip penataan ulang peran pemerintah sebagai

berikut:

Pertama, pemerintahan yang katalistik, yaitu pemerintah yang lebih berperan

sebagai pengarah dari pada melaksanakan sendiri dalam pemberian pelayanan.

Kedua, pemerintahan yang competitive, dengan cara mendorong semangat

persaingan dalam memberikan pelayanan. Ketiga, pemerintahan yang

berorientasi pada hasil atau kinerja yang didukung dengan misi yang jelas.Keempat, pemerintahan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dan bukan

birokrasi; Kelima, pemerintahan wirausaha (entrepreneurial government) yang

berprinsip menghasilkan ketimbang membelanjakan dengan menghabiskananggaran; Keenam, pemerintahan desentralisasi yang meninggalkan hirarkhi,

melimpahkan kewenangan pada organisasi tingkat bawah, membangun struktur

22

organisasi datar, menuju partisipasi dan tim kerja. Ketujuh, pemerintahan yang

berorientasi pada pasar (market oriented) dalam penyeienggaraan pelayanan

mendasarkan pada persaingan atau kekuatan pasar.

Berkembangnya konsepsi peran pemerintahan tersebut, tentu akan

membawa dampak perubahan yang mendasar kepada sistem dan struktur

pemerintahan, termasuk perubahan pada mind set aparatur birokrasi

pemerintahan, maupun perubahan dalam culture set pengelola pemerintahan.

Dituntut untuk berinovasi dan mengoptimalkan peran aparatur negara dalam

menghadapi suasana persaingan pasar global yang semakin kompleks.

Dengan perubahan paradigma tersebut, berkembanglah pemikiran inovatif

yaitu perlunya melakukan proses transformasi peran dan fungsi dari bureaucratic

monopolistic government (pemerintah birokratis monopolistic) menuju pada

"entrepreneurial competitive government (pemerintah wirausaha yang

kompetitif). Konsep ini dipahami sebagai pola pemerintahan yang cerdas, yang

selalu berusaha keras untuk mampu mengupayakan kebutuhan hidup. Juga

memecahkan permasalahan dengan kekuatan diri sendiri (mandiri), dengan

mempertimbangkan segala resiko, dan mampu memanfaatkan peluang untuk

memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Selama ini hanya dikenal konsep desentralisasi teritorial dalam wujud

otonomi daerah. Konsep desentralisasi fungsional belum banyak diterapkan di

Indonesia. Konsep desentralisasi fungsional inilah yang mendasari penyusunan

RUU Badan Layanan Nirlaba ini. Dengan RUU ini diharapkan DPI layanan

umum menerapkan sistem manajemen dengan spirit korporasi, produktif, efisien,

dan mampu bersaing dalam menghasilkan pelayanan bermutu sehingga dapat

memberlkan kemanfaatan yang besar bagi masyarakat dan negara dan akhirnya

berdampak juga pada peningkatan kesejahteraan karyawan.

Badan layanan nirlaba merupakan model kelembagaan atau organisasi

dalam birokrasi administrasi negara yang didasarkan atas konsep desentralisasi

fungsional, dalam arti badan tersebut merupakan badan yang mempunyai

otonomi dalam mengatur dan mengurus organisasinya (termasuk keuangan)

secara mandiri. Berbeda dengan desentralisasi teritorial yang diberikan kepada

daerah otonom yang didasarkan atas pembagian wilayah, maka desentralisasi

fungsional yang dilakukan oleh badan layanan nirlaba adalah desentralisasi yang

23

diberikan oleh Pemerintah kepada suatu organisasi satker/UPT yang didasarkan

atas kegiatan fungsional atau teknis tertentu, yaitu dalam rangka memberikanpelayanan kepada masyarakat. Contoh dari organisasi desentraiisasi fungsionalyang dipraktikkan selama ini adalah berbentuk Otorita (Otorita Batam), Subak (diBali). Waterschappen (di Belanda), Perguruan Tinggi (Universitas, Institut), danlain sebagainya.

Praktik desentraiisasi fungsional di negara-negara berkembang tercampur-baurkan dalam apa yang disebut sebagai privatization yang merupakan bagiandesentraiisasi ekonomi. dan /atau deiegation yang merupakan bagian dandesentraiisasi Administrasi.^

Desentraiisasi fungsional menurut Amrah Muslimin membawa adanya otonomibagi segolongan masyarakat hanya pada fungsi tertentu^ Sejalan denganpendapat di atas, Koswara mengartikan desentraiisasi fungsional sebagai"Peiimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapakepentingan tertentu"

Disamping itu Hoessein merujuk pustaka Indonesia mengungkapkan sebagaiberikut

"...sedangkan desentraiisasi fungsional adaiah peiimpahankekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. Bataspengaturan tersebut adalah jenis fungsi. Subak di Bail merupakancontoh dari desentraiisasi fungsional"

Seperti diakui pula oleh Hoessein' bahwa di Perancis sebutan terhadapdesentraiisasi fungsional dikenal dengan desentraiisasi teknik. Sarwotomenuliskan desentraiisasi teknik di Perancis sebagai berikut

"Desentraiisasi teknik (desentralisation technique ataudecentralization par service) menjelmakan instansi-instansi yangmengambil peranan amat penting dalam kehidupan Perancis

- Irfan Ridwan Maksum. Memahami Deseniralisasi Fungsional. Deparfemen llmu Administrasi, FISIP Ul.2006, hal. 1^ Amrah Muslimin dalam Irfan Maksum, Ibid* Bhenyamin Hoessien. dalam Irfan Maksum, Ibid' Ibid^ Sarwoto dalam Irfan Maksum, Ibid

24

modern yaitu pelbagai macam 'etablissements publics' yang

berwujud Instansl-lnstansi yang memberlkan peiayanan kepada

masyarakat dalam bidang-bidang atau sektor-sektor khusus"

Sarwoto melihat adanya berbagai lembaga modern di Perancis yang berperan

dalam sektor tertentu (khusus) dan amat penting bagi masyarakat dengan

didasari oleh instrument yang dikenal sebagai desentralisasi teknik. Belanda

menganut lebih tegas lag! bahwa disamping adanya pemerintahan daerah yang

lahir akibat desentralisasi territorial, di sana juga dikenal desentralisasi

fungsional yang melahirkan lembaga semacam pemerintahan daerah dengan

bidang yang khusus (tertentu). Antara praktik di Belanda dan di Perancis

terdapat persamaan yang besar menyangkut otonominya dan organ yang

dibentuk seperti dituliskan oleh Sarwoto berikut

"Sebagai instansi atau institusi yang diciptakan atas dasar desentralisasi (teknik)

establissement publics pada umumnya berstatus otonom, merupakan badan

hukum yang mempunyai anggaran pendapatan dan belanja sendiri, mempunyai

balk organ eksekutif maupun deliberatif (permusyawaratan) dan tunduk pada

tutelle kewenangan pemerintah Pusat. Kedudukan establissements publics

dalam memberikan peiayanan kepada masyarakat berdampingan dengan

administrasi pemerintahan."

B. Konstruksi Hukum Badan Layanan Nirlaba

Dalam penelitian mengenai badan layanan nirlaba yang akan dibentuk

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berfungsi menyelenggarakan

peiayanan kepada masyarakat, maka hal pertama yang perlu dipahami adalah

maksud dan tujuan dari pembentukan badan tersebut di Indonesia. Selain itu,

perlu diketahui makna strategisnya badan tersebut bagi kegiatan layanan umum

di masa depan dengan melandaskan pada dasar hukumnya {legal status) dan

jaminan hukumnya {legal guarantee). Secara umum, badan layanan nirlaba

'Ibid

25

yang akan dibentuk merupakan tindakan untuk melakukan transformasi unit-unit

layanan pGiriGrintah yang nriGnjadl badan-badan layanan nirlaba danganmengadopsi bentuk entrepreneur institutions yaitu : they ere leen, decentreiized,and innovative. They are flexible, adaptable, quick to learn new ways whencondition change. They use competition, customer choice, and othernonbureaucratic mechanisms to get things done as creatively and effectively aspossible"^

Keterkaitan badan yang menyelenggarakan layanan umum dengan aspekhukum, dimaksudkan untuk menunjang memberlkan landasan hukum yang pastimenyangkut status kelembagaanya maupun pengelolaannya sehinggasepenuhnya difungsikan untuk memenuhi layanan umum. Selain itu, aspekhukum juga menentukan bagaimana bentuk, hak dan kewajiban, sertatanggungjawab dari badan layanan tersebut. Apabila badan layanan nirlabatersebut berbentuk badan hukum. maka struktur organisasinya akan lebihbersifat korporasi dibandingkan birokrasi. Selain itu, dengan berstatus badanhukum. maka badan layanan nirlaba tersebut mempunyai hak. kewajiban dantanggungjawab secara perdata. Sebagai akibat dari statusnya sebagai badanhukum, maka kekayaannya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. yang

tidak tunduk pada berbagai Undang-Undang Keuangan Negara.

Dalam hal pemilihan status badan hukum bagi badan layanan nirlaba.

pemerintah dan pegawai di lingkungan badan layanan tersebut melihat

pentingnya pengembangan manfaat dan masa depan yang lebih baik daripenyelenggaraan layanan tersebut. Kebutuhan layanan umum bagi masyarakat

yang terpenuhi baik pada dasarnya ikut memberikan andil dalam meningkatkandan mengembangkan kinerja layanan yang diberikan serta meningkatkan

kualitas kerja dan produktivitas pegawai di lingkungan badan tersebut.

khususnya dalam mengembangkan hubungan kerjasama dan keterkaitan

dengan masyarakat sebagai stakeholder. Sebagai akibatnya tidak dapat

dipungkiri terjadi suatu keadaan di mana kebutuhan atas layanan umum menjadi

semakin meningkat dan membutuhkan pengelolaan yang professional, dan tidak

lagi diatur dan dilaksanakan secara birokratis seperti yang terjadi sekarang.

Dalam realitasnya, kesadaran mengenai pentingnya badan yang

menyelenggarakan layanan umum bagi masyarakat ini lebih disebabkan

David Osborne and Ted Gaebler, Op.Cit, p. 2

26

pemahaman kebutuhan layanan yang pencerminannya tidak dengan sendirinya

dapat dipisahkan dari kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa yang

dibutuhkannya. Oleh sebab itu, banyak badan di di luar pemerintah yang

menawarkan layanan-layanan yang ditujukan secara khusus untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dan badan-badan layanan tersebut mempunyai kinerja

yang lebih baik dan mampu mensejahterakan para karyawannya lebih balk dari

PNS. Contoh dari badan-badan tersebut antara lain adalah rumah sakit dan klinik

swasta, sekolah swasta, lembaga penelitian swasta. Dengan demikian,

pemahaman mengenai pembentukan badan di lingkungan pemerintah yang

membantu kebutuhan layanan umum secara lebih baik dan lebih professional

bagi masyarakat juga terkait erat dengan kepentingan pegawai dan badan itu

sendiri dalam menciptakan kesejahteraan dan penghormatan terhadap

pegawainya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa apabila badan pemerintah

melakukan kegiatan-kegiatan seperti tersebut diatas bukan berarti bahwa

pemerintah telah berbisnis, mereka hanya melakukan kegiatan wirausaha.

Berdasarkan praktik yang terjadi di banyak negara, transformasi badan-badan

layanan pemerintahan bukan berarti telah terjadinya komersialisasi pelaksanaan

tugas-tugas pemerintatian. Di negara-negara tersebut dikatakan bahwa ; the fact

that government cannot be run just like business does not mean it cannot

become more entrepreneurial, of course. ®

Akan tetapi, konsep pemberian layanan umum yang dilakukan secara

professional dan komersial namun bersifat nirlaba membutuhkan pemahaman

yang mendalam dari konsepsi badan layanan nirlaba tersebut serta maksud dan

tujuan sebenarnya dari pembentukan badan layanan tersebut dalam praktiknya.

Oleh sebab itu, perlu ada penelahaan secara khusus terhadap berbagai

peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya yang telah dilakukan oleh

unit-unit layanan pemerintah yang sudah ada selama ini dan juga

mempertimbangkan kinerja dan produktivitas dari unit layanan maupun pegawai

unit tersebut dalam menyediakan layanan umum selama ini. Dengan demikian,

dapat terlihat, kedudukan badan layanan ini dalam kaitannya dengan prospek

pengelolaan keuangan di masa depan bagi pegawai, yang bergerak sesuai

' Ibid, p. 22

27

dengan jiwa entreprenourship yang mandasari kegiatan badan layanan tarsabut

dalam memberikan layanan umum kepada warga masyarakatSacara konsaptual, badan layanan nirlaba apabila barkainginan sabagai

instansi pamarintah yang mandiri harus barbantuk badan hukum. Konsapsihukum in! labih marupakan panagasan kadudukan badan layanan nirlabaoabagai badan hukum mandiri yang mambarikan layanan umum kapadamasyarakat dan marupakan organisasi yang mambarikan manfaat labih bagipara pagawainya atas parolahan dana yang diparolah dari palayanan yangdilakukan olah badan tarsabut Sacara simultan, parolahan dana tarsabut pada

dasarnya ditujukan untuk mambarikan manfaat yang optimal bagi masyarakatdan pagawai yang bakarja pada badan layanan tarsabut. Bardasarkan haltarsabut, badan layanan yang barbantuk badan hukum tarsabut harusmanitikbaratkan pada tiga aspak yang saling barkaitan. yaitu organisasi. fungsi

dan paranan. Maksudnya adalah badan layanan nirlaba marupakan suatuorganisasi yang mamiliki kamandirian sabagai badan hukum yang mampunyaihak dan kawajiban dalam lalu lintas hukum, yang barfungsi mambarikan layananumum kapada masyarakat karja sama antara pangalola dan organisasi tarsabutmampunyai paranan untuk mangalola kauangan dana sacara mandiri bagikapantingan palayanan dan kasajahtaraan para pagawainya.

Dangan konsapsi tarsabut diatas, sudah samastinya badan hukum yangdibantuk untuk manyadiakan layanan umum kapada masyarakat mamilikibarbagai kamandirian dalam pangalolaan organisasi, parsonalia dankauangannya. Hal ini terkait arat dangan status badan layanan nirlaba sabagaibadan hukum tarsabut yang memang harus mandiri dan otonom. Dangandamikian, badan layanan nirlaba yang barstatus badan hukum ini dan barfungsimambarikan layanan umum kapada masyarakat harus mamiliki kakayaan dankauangan yang tarpisah dari pamarintah. Dangan damikian, badan ini padaakhirnya mampunyai kamampuan dalam mangalola kauangannya sandiri untukmangoptimalkan layanannya dan maningkatkan kasajahtaraan pagawainya.Sacara yuridis. pandapatan yang diparolah olah badan layanan nirlabamarupakan pandapatan yang mandiri dari badan tarsabut, dan tidak marupakanpanarimaan nagara bukan pajak (PNBP) sarta tidak wajib untuk disatorkan kakas nagara. Pandapatan tarsabut marupakan panarimaan yang akan digunakanuntuk optimalisasi palayanan yang dibarikan olah badan layanan tarsabut.

28

Kemandirian dari badan layanan nirlaba bersifat sangat penting, karena

menyangkut kepastian hukum bagi pengelolaan badan layanan nirlaba tersebut.

Tanpa adanya kemandirian organisasi, badan layanan tersebut akan tetap

bersifat birokratis seperti semula, dan inisiatif-inisiatif badan tersebut akan

terhalang oleh rambu-rambu birokrasi dan keuangan yang ada, sehingga

optimalisasi dari pelayanan publik yang diberikan oleh badan tersebut tidak akan

pernah bisa dicapai. Oleh karena itu, kemandirian dan status hukum dari badan

layanan nirlaba merupakan hal utama yang harus ditetapkan oleh pemerintah

dalam menyusun dan mengajukan Undang-Undang tentang Badan Layanan

Nirlaba.

Pendekatan konstruksl hukum badan layanan nirlaba pada dasarnya

bertujuan untuk menjelaskan mengenai perlunya dibentuk badan yang

kelembagaannya bersifat mandiri pada sektor layanan umum. Kemandirian

tersebut salah satunya ditunjang dengan pengelolaan dalam memperoleh

pendapatan dari hasil usaha dan kegiatan layanan. Berdasarkan pendekatan

hukum, konstruksl hukum yang tepat bagi badan layanan tersebut harus

merupakan badan hukum yang mandiri dan bersifat nirlaba, dalam arti badan

hukum tersebut tidak mengutamakan pencarian keuntungan (profit) bagi

shareholders, melainkan bertujuan untuk memperoleh manfaat (benefit) bagi

stakeholders.

Berdasarkan hal tersebut maka esensi dari badan layanan nirlaba adalah

memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan pegawainya.

Pendekatan atas perlunya manfaat bagi berbagai pihak yang diambil dari

penyelenggaraan layanan merupakan hal yang terpenting dalam menentukan

konstruksl hukum yang tepat bagi badan layanan nirlaba. Dalam hal ini,

keinginan badan layanan nirlaba untuk meningkatkan kesejahteraan pegawainya

harus dilakukan dengan memberikan kesempatan bagi badan hukum tersebut

untuk mengelola secara mandiri keuangan yang dimilikinya . Dengan demikian,

badan hukum ini akan memanfaatkan keuangan dan kekayaan yang dimilikinya

untuk pemenuhan kebutuhan pegawainya. Selain itu, dengan kemandirian

keuangannya, badan layanan nirlaba dapat memanfaatkannya untuk

kepentingan pelayanan umum yang dilakukannya.

Dengan demikian, badan layanan nirlaba merupakan organ hukum yang

secara aktif dan dinamis melakukan berbagai aktifitas yang berkaitan erat

29

dengan pemenuhan kebutuhan layanan umum. Hal ini berarti badan tersebut

berhak secara mandiri menetapkan kebljakan dan pengaturan tentang pelayanan

umum yang merupakan kewajibannya dan mempunyai otonomi pengeloiaan

keuangan yang dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat dan

pegawainya.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam konstruksi badan

hukum, badan layanan nirlaba mempunyai kemampuan untuk memberikan

kesejahteraan dan berbagi hak lalnnya kepada pegawainya. Sehingga dalam

aktifitasnya sehari-hari, badan layanan nirlaba dapat memungut dana dari para

pelanggannya dan memanfaatkan dana tersebut berdasarkan inisiatif dan

kebutuhannya secara mandiri untuk kepentingan organisasi dan personalia

badan tersebut.

Melalui pendekatan tersebut terkandung makna bahwa badan layanan

nirlaba berfungsi menyediakan layanan umum bagi masyarakat dan mempunyai

kemampuan yang mandiri untuk mengembangkan organisasinya dan

meningkatkan kesejahteraan pergawainya. Kemandirian merupakan hal utama

dalam organisasi badan layanan nirlaba, tanpa hal tersebut. maka berbagai

fungsi dan kemampuan sebagaimana dikemukakan diatas tidak akan pernah

dapat terwujud.

Peningkatan produktivitas dan kinerja serta kesejahteraan pegawai harus

menjadi bagian utama dari tujuan pendirian badan layanan nirlaba tersebut. Hal

tersebut dapat membantu untuk memahami pembentukan badan layanan nirlaba

dalam dua konstruksi, yaitu konstruksi pertama yang menyatakan badan layanan

nirlaba yang berfungsi sebagai penyedia jasa layanan umum kepada

masyarakat, dan konstruksi kedua, bahwa badan layanan nirlaba tersebut

merupakan suatu badan hukum nirlaba, dan konstruksi ketiga bahwa badan

layanan tersebut merupakan badan yang menerapkan prinsip entrepreneurship.

Ketiga konstruksi tersebut menunjukkan perwujudan dari prinsip dinamis dan

aktif dalam penyelenggaraan layanan umum yang dilakukan oleh badan layanan

nirlaba.

30

C. Kriteria Badan Layanan Nirlaba

Secara umum dapat dirumuskan bahwa suatu unit layanan pemerintah

untuk dapat ditetapkan menjadi suatu badan layanan nirlaba wajib memenuhi

beberapa kriteria yaitu:

1. Unit tersebut merupakan unit dari organisasi pemerintah, baik di tingkat

pusat atau daerah. Dengan demikian maka badan layanan nirlaba

merupakan bagain departemen/kementerian/LPND dan atau pemerintah

daerah.

2. Unit tersebut bertugas memberikan layanan dasar {basic service) kepada

masyarakat umum dan tidak ditujuakan untuk mencari keuntungan.

3. Unit tersebut mempunyai layanan lainnya dalam bentuk jasa atau barang

yang mempunyai nilai lebih dan dapat dijual kepada masyarakat yang

membutuhkannya secara komersial.

4. Unit tersebut secara manajemen. legal dan finansial, berdasarkan due

diligence yang dilakukan oleh lembaga independen, dinyatakan sudah

sanggup untuk membiayai kegiatan operasionalnya sehari-hari dari

layanan yang diberikannya kepada masyarakat

5. Unit tersebut memperoleh persetujuan dari pemerintah untuk diubah

statusnya menjadi badan layanan nirlaba. Dengan demikian "ada

persyaratan substansif dan teknis sebelum sebuah unit ditepakan menjadi

Badan Layanan Nirlaba.

D. Kelembagaan Badan Layanan Umum

Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan salah satunya ditentukan

oleh sejauh mana efektifitas kelembagaan pemerintah dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya. Tugas-tugas pemerintahan itu sendiri senantiasa

berkembang seiring dengan perubahan cara pandang (paradigma) dalam

penyelenggaraan pemerintahan, terutama peran pemerintah yang lebih berperan

sebagai pengarah (steering) daripada sebagai pelaksana (rowing).

Meskipun peran pemerintah lebih dititikberatkan sebagai pengarah tidak

berarti pemerintah tidak boleh sebagai pelaksana. Oleh karena itu pemerintah

31

masih melakukan tugas pelaksanaan terhadap sejumlah tugas pemerintahan

tertentu yang bersifat operasional. Tugas pemerintahan tertentu tersebut

dllakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

rangka efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas pemerintahan dan pelayanan

kepada masyakat.

Dalam tatanan kelembagaan pemerlntah yang berlaku terutama di

lingkungan Departemen atau Lembaga Pemerlntah Non Departemen (LPND),

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan diwadahi dalam suatu organisasi

tertentu sesual dengan karakteristiknya. Dalam pola penataan kelembagaan

yang ditempuh selama ini, untuk penyelenggaraan tugas pokok di tataran

perumusan kebijakan, norma, standar, dan prosedur biasanya dilaksanakan oleh

unit organik, sedangkan tugas tugas bersifat teknis baik teknis penunjang

(menunjang tugas pokok) maupun teknis operasional (secara langsung

berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat) dilaksanakan oleh satuan

organisasi yang disebut dengan satker/UPT.

Satker/UPT adalah satuan organisasi yang bersifat mandiri yang

melaksakan tugas teknis operasional dan atau tugas teknis penunjang dari

organisasi induknya. Tugas teknis operasional adalah tugas-tugas yang terkait

dengan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tugas teknis penunjang

adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis- dalam rangka mendukung

pelaksanaan tugas organisasi induk. Menyangkut sifat dan karakteristik UPT

yaitu, pertama; UPT mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis

operasional dan atau kegiatan teknis penunjang dari organisasi induknya yang

pada prinsipnya tidak bersifat pemblnaan serta tidak berkaitan langsung dengan

perumusan dan penetapan kebijakan publik. Kedua, lingkup kegiatan UPT pada

dasarnya tidak mengenal batas wilayah administrasi pemerintahan, karena sifat

kegiatannya dapat melampaui atau tanpa dibatasi wilayah administrasi

pemerintahan tertentu. Contoh: Balai Pendidikan dan Pelatihan, lingkup kegiatan

tidak dibatasi wilayah administrasi pemerintahan tertentu. Ketiga, UPT yang satu

tidak membawahkan UPT yang lain. Namun menteri atau Kepala LPND dapat

menetapkan mekanisme koordinasi pembinaan antara satu UPT dengan

satu/beberapa UPT lainnya dengan tujuan menjamin efisiensi dan efektifitas

pelaksanaan tugas yang secara teknis memerlukan jaringan kerja sistemik dalam

pelaksanaannya serta menyederhanakan rentang kendali. Keempat, UPT

32

mempunyai satker tersendiri sehingga ada kewenangan otonomi untuk

mengelola anggaran dan kepegawaian tersendiri.

Kriteria penetapan besaran organisasi dan eselon pada UPT ditentukan

berdasarkan kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, ruang lingkup dan

jangkauan pelayanan, volume/beban kerja, serta koordinasi dan hubungan kerja

dengan instansi pemerintah dan atau lembaga lainnya.

Beberapa waktu yang lalu telah diiakukan pengumpuian data terkait

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi UPT di beberapa tempat (Yogyakarta,

Surabaya, Manado, Padang). Dari pengumpuian data dan informasi tersebut

diketahui bahwa pengelolaan keuangan kurang fleksibel, budaya kerja birokratis,

serta struktur dan mekanisme kerja yang kurang fleksibel dan akuntabel. UPT

mengharapkan transparansi dan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.

Menyangkut pembinaan SDM kepegawaian UPT juga mengharapkan pola

pengembangan karir yang jelas. Selain itu juga restrukturisasi kelembagaan

sesuai perkembangan organisasi diperlukan UPT agar efisien, efektif, dan tidak

birokratis. Dalam rangka pengelolaan sarana dan prasarana, sistem pengadaan,

penganggaran, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan, agar efisien dan

tidak birokratis diperlukan perencanaan kegiatan yang terprogram dan jelas.

Struktur organisasi, sistem dan mekanisme kerja yang jelas diperlukan dalam

pengelolaan tugas, kegiatan UPT agar efektif, kualitas kerja baik dan mampu

bersaing.

Pengembangan UPT, investasi, kerja sama pihak ketiga, agar mudah dan

terkendali seharusnya membangun kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki

visi dan misi serta program kegiatan yang sejenis. Aspek lain yang perlu

perubahan yaitu budaya kerja yang berciri entrepreneurship. Dalam pengelolaan

keuangan dan anggaran pada UPT agar efektif menunjang kelancaran tugas

pelayanan umum maka perlu perubahan pola pengelolaan keuangan yang

fleksibel, otonom, dan transparan. Pembinaan SDM kepegawaian, agar kinerja

dapat maksimal menunjang tugas UPT maka perlu perubahan pola dan

mekanisme pembinaan, sistem penggajian, dan pemberian insentif kerja dan

peningkatan kesejahteraan pegawai.

Penataan kelembagaan organisasi UPT agar mekanisme kerjanya

fleksibel, efektif, dan akuntabel maka perlu perubahan struktur dan mekanisme

kerja dan sistem pengendalian serta perlu pengembangan dan penyempurnaan

33

struktur dan mekanisme kerja yang sesuai kebutuhan organisasi. Kondisi UPT

dengan pola pengelolaan seperti saat ini belum dapat menunjang kuaiitaspelayanan yang memadai karena belum dapat mengintegrasikan danmengakomodasi tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pengelolaan

UPT dapat profesional berjalan optimal dalam tugas pelayanan masyarakat agarkinerjanya leih maksimal maka perlu perubahan pola dan mekanismepembinaan, sistem penggajlan dan menumbuhkan budaya kerja yang kompetitifyang berorientasi pada usaha kewirausahaan.

Khusus untuk UPT Rumah Sakit diketahui bahwa alur pelayanan untuk

semua aspek harus lebih dipersingkat sehingga pelanggan mendapatkanpelayanan yang maksimal. Sama dengan UPT lainnya maka dalam halpengelolaan keuangan juga diharapkan bisa lebih fleksibel untukmengoptimalkan kelancaran tugas pelayanan. Diharapkan juga dana yangbersumber dari hasil imbalan jasa pelayanan dan lainnya secara langsung

sesuai rencana kerja/kegiatan keuangan yang telah ditetapkan. Kewenanganuntuk menentukan tarif jasa pelayanan sesuai kebutuhan pengembangan

layanan, daya beli masyarakat, dan persaingan yang sehat juga menjadiharapan UPT Rumah Sakit. Dikaitkan dengan struktur kelembagaan supayalebih otonom tidak memerlukan eselonisasi.

Struktur kelembagaan tidak membutuhkan eselonisasi, namun pembagian

tugas harus jelas dan berbasis kinerja-produk usaha. Dalam pengelolaanbarang-sarana dan prasarana pada UPT LU, maka perlu kewenangan otonomdalam pengelolaan barang/jasa-sarana dan prasarana dengan prinsip efisiensi.ekonomis/hemat, efektif dan akuntabel. Dalam pengadaan barang dan jasa

untuk penunjang kegiatan operasional dapat diatur ketentuan prosedur tersendiriberlandaskan prinsip efisiensi, ekonomis, efektif dan akuntabel.

Pengadaan barang dan jasa bersifat investasi tetap mengikuti ketentuanprosedur pengadaan yang berlaku. Aspek lain yang harus diperbaiki yaitu perlupengelolaan yang otonom, fleksibel dengan menerapkan prinsip kegiatankewirausahaan. Selain itu juga perlu perubahan status kelembagaan organisasi

dan sistem tata kerjanya. Perbaikan/peningkatan kompetensi pegawai yangmemadai, pengelolaan insentif kerja, dan perbaikan kesejahteraan pegawai padaUPT-LU juga perlu dilakukan. Sementara penerapan sistem dan mekanismepengendalian yang memadai serta penerapan budaya kerja/organisasi yang

34

konsisten dan efektif, dan perbaikan sarana, fasilitas pendukung kerja yang

memadaj merupakan hal yang juga tidak boleh dikesampingkan. Dengan kondisi

yang dipaparkan tersebut maka urgensi atas Undang-Undang Badan Layanan

Nirlaba menjadi sesuatu kebutuhan untuk menjawab permasalahan tersebut di

atas.

E. Pengembangan Pengelolaan Satuan Kerja Layanan Umum

Dipandang dari berbagai segi, manajemen organisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik memegang peranan

penting dan signifikan guna mencapai tujuan, misi dan arah organisasi itu

sendiri. Tidak dapat dipungkiri, fenomena tersebut menjadikan manajemen yang

terpola baik akan mendukung tujuan pelayanan publik yang diberikan, sehingga

wujud manajemen untuk mendorong kewirausahaan (entrepreneurship) menjadi

sangat krusial bagi suatu organisasi. Dalam tataran unit pelaksana teknis

layanan umum, konsep manajemen untuk mendorong kewi.rausahaan menjadi

sangat penting agar pengelolaan unit tersebut menjadi mandiri atau otonom

dengan ciri yang dinamis, kompetitif, produktif, dan berorientasi pada

prestasi/kinerja.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa Satke'r/UPT Layanan umum

(LU) memerlukan perubahan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel untuk

mengoptimalkan kelancaran tugas pelayanan. Hal ini dilakukan agar efektif

menunjang tugas pelayanan umum yang optimal di iingkungan organisasinya.

Dalam hal pengelolaan keuangan satker/UPT-LU menginginkan dana yang

bersumber dari imbalan jasa pelayanan dan lainnya secara langsung sesuai

dengan rencana kerja atau kegiatan keuangan yang telah ditetapkan. Sementara

itu, untuk menentikan tarif atau imbalan jasa layanan, satker/UPT-LU dalam

bidang kesehatan dan kerumah sakitan umumnya mengharapkan kewenangan

tersebut diserahkan secara otonom. Hal demikian terjadi didasarkan alasan

UPT-LU dalam bidang tersebut langsung berkaitan dengan pelayanan secara

langsung dan membut-uhkan penetapan yang cepat dan dinamis.

Dalam pembinaan kepegawaian, satker/UPT-LU rumah sakit dan PTN

menginginkan adanya perubahan sistem pembinaan karir yang lebih otonom,

selain diberikannya keleluasaan dalam pengangkatan tenaga profesional dengan

35

kompetensi tertentu sesuai dengan kebutuhan tugas. Dengan pengaturan ini

juga diharapkan kebijakan insentif /imbalan/tunjangan kerja bagi pegawainya.Bagi UPT-LU kerumah sakitan. perubahan sistem kepegawaian mutlak dilakukankarena sistem sekarang cenderung birokratis dan hanya berorientasi jabatan

kurang tepat diterapkan pada UPT-LU yang mengedepankan pelayanan publik.Satker/UPT-LU juga menginginkan perubahan sistem kelembagaan guna

mendukung kinerja UPT-LU agar lebih efektif dan optimal dalam menjalankantugas pelayanan umum. Dengan demikian perubahan tata kerja, mekanisme,metode, dan prosedur kerja perlu dilakukan juga. Dalam hal perlunya perubahanpola kebutuhan kelembagaan yang disesuaikan dengan semangat korporasisehingga ada fungsi pengelola dan pengawasan, hal ini perlu dilakukan sebagaiupaya perubahan sistem kelembagaan. UPT-LU di bidang kerumah sakitancenderung menyatakan status kelembagaan sekarang menjadi kendala dalammemakslmalkan pelayanan. Hal ini disebabkan organisasi dijalankanberdasarkan peraturan daerah, sehingga penetapan organisasi menjadicenderung berorientasi pada struktur organ daerah. Akibatnya. orientasipelayanan kinerja dalam struktur kelembagaan rumah sakit tidak berorientasipada pelayanan kepada pasien dan masyarakat pada umumnya.

Dalam mendukung penyelenggaraan tugasnya. satker/UPT-LUmengharapkan pengelolaan barang. sarana dan prasarana dikelola secaraotonom dengan tetap mengutamakan prinsip efisiensi, ekonomis, hemat. efektifdan akuntabel. Oleh sebab itu, ketlka UPT-LU akan melakukan pengadaanbarang dan jasa. ada prosedur tersendiri yang terlepas dari ketentuanpengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini dimaksudkan dalam rangkafleksibilitas pelayanan serta efektifitas penyelengaraan tugas yang membutuhkankecepatan dalam pengadaan barang dan jasa yang bersifat investasi tetapmengikuti peraturan perundang-undangan yang telah ada.

Mengenai aspek yang harus diperbaiki dalam mewujudkan pengelolaansatker/UPT-LU yang profesional, kompetitif, optimal dan produktif dalammemberikan pelayanan. satker/UPT-LU menghendaki perubahan yang signifikanpada semua aspek. Perubahan yang menyeluruh dalam kultur kinerja.pengelolaan, kelembagaan. kepegawaian, sistem insentif kerja. sistempengawasan, dan perbaikan sarana merupakan keinginan UPT-LU dalammewujudkan konsep satker/UPT-LU yang profesional. Dengan demikian,

36

satker/UPT-LU menginginkan perubahan yang menyeluruh untuk mewujudkan

UPT-LU yang profeslonal. Artlnya telah disadari bahwa perubahan paradigma,

konsep dan kinerja menjadi awal utama menuju perubahan kelembagaan secara

menyeluruh dan dipandang sebagal prasyarat strategis untuk mewujudkan UPT-

LU yang profeslonal sekaligus andal dalam memberikan pelayanan publik. Polapengelolaan sekarang dinilai belum mampu menunjang kinerja dan kualltas

pelayanan yang optimal. Hal Inl berlmpllkasi pada penlngkatan kesejahteraan

pegawal yang maslh rendah, sehlngga tidak mendorong penlngkatan kualltas

pekerjaan dan pelayanan yang optimal. Berdasarkan uralan yang dlpaparkan dl

atas semakin jelas pentlngnya disusun aturan tentang Undang-Undang Badan

Layanan NIrlaba.

37

BAB IV

PENDEKATAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Kajian penyusunan naskah akademis dalam rangka penyusunan

ketentuan perundang-undangan dalam bentuk Rancangan undang-undang

(RUU) tentang Badan Layanan Nirlaba (BLN), perlu didahului dengan

membuat telaahan dari berbagai aspek, guna memberikan justifikasi raslonal

sebagai iandasan konsepsional dan pertimbangan mengenai urgensi akan

disusunnya RUU mengenai BLN.

Pendekatan yang dilakuakn menelaah dalam menelaah urgnsi penyusunan

RUU mengenai BLN. didasarkan pada pertimbangan aspek filosofis,

sosiologis dan yuridis.

A. Pendekatan Filosofis

Reran dan kinerja Satuan kerja/UPT instansi Pemerintah dalam

penyeienggaraan layanan umum belum optimal sepenuhnya membawakan

peran dan Fungsi pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Kondisi demikian karena terkendala oleh lemahnya Iandasan hukum yang

menunjang kemandirian sistem kelembagaan maupun ketatalaksanaannya,

serta fleksibelitas wewenang dalam pengelolaan sumber daya dan kegiatan

usahanya;

Guna antisipasi kondisi demikian, dipandang perlu dilakukan perubahan

mind-set dan cultural-set, dengan tranformasi sistem dan kelembagaan

satuan kerja/UPT yang birokratis menjadi badan layanan umum yang sistem

pengelolaan usaha mandiri dan fleksibel. Perubahan sistem dan

pengelolaan dilengkapi dengan menyiapkan instrumen hukum dalam bentuk

undang-undang sebagai Iandasan perubahan dan pengembangan status

kelembagaan dan system pengelolaan satuan kerja - model badan layanan

umum yang mandiri dan flesibel.

Kemandirian dan fleksibelitas dalam sistem pengelolaan usaha, menjadi

prinsip dasar yg penting untuk menerapkan manajemen yang berorientasi

pada pola kewirausahaan (entrepreneurship) yang profesional, efislen,

produktif, akuntabel dan kompetetif.

Atas dasar pemiklran demikian dipandang perlu melakukan penyusunan RUU

tentang BLN, yang esensinya merupakan salah satu pilar dalam upaya

melakukan reformasi birokrasi. Terutama dalam fokus untuk melakukan

perubahan sistem, pola manajemen pelayanan umum pada satuan kerja Unit

Pelaksana Teknis layanan umum (satker UPT LU), yang selama ini

cenderung birokratis, prosedur yang kaku, kurang dinamis dan kompetetif

dalam penyelenggaraan layanan umum. Dengan kondisi demikian, perlu

reformasi dan transformasi kearah perubahan sistem, manajemen dan bentuk

pengelolaan model "korporasi" BLU yang otonom, fleksibel dan dijiwai prinsip

kewirausahaan.

Ketentuan RUU BLN akan menjadi instrumen hukum dalam perubahan dan

pembentukan sistem dan kelembagaan dalam pengelolaan satuan kerja

penyelenggara layanan umum dengan model BLU yang mandiri dan bersifat

flesibel, lebih profesional, diharapkan lebih produktif, efisien dan mutu

layanan umum lebih baik dan kompetetif;

B. Pendekatan Historis

1. Sejak beriaku UU No. 19 Tahun 2004 tentang BUMN, tidak dikenal lagi

satuan kerja atau badan usaha milik negara/ pemerintah (seperti Perjan)

yang berperan menjalankan fungsi penyelenggaraan pelayanan umum;

2. Perusahaan Jawatan (PERJAN) telah berubah status usaha menjadi

PERUM & PERSERO serta dibentuk BHMN;

3. Peran Pemerintahan dalam menjalankan kewajiban untuk

menyelenggarakan layanan umum yang berprinsip tidak mengejar untung

(non profit), tidak tertampung dalam badan hukum PERUM ataupun

PERSERO;

4. Untuk melaksanakan peran dan fungsi Pemerintahan dalam

penyelenggaraan layanan umum yang berprinsip tidak mengejar untung

39

(non profit) tersebut, perlu diciptakan sistem dan kelemba gaan yang

memadal, berbentuk badan layanan umum yang mandlri dan fleksibel,

berprinslp kewirausahaan, profesional, efisien, produktif, akuntabel dan

kompetetif;

Untuk menjamin terclptanya sistem dan kelembagaan yang mandiri,

fleksibel tersebut, perlu didukung landasan hukum yg tepat berupa

undang-undang, sebagai acuan dalam membentuk atau mengubah sistem

pengelolaan dan status kelembagaan satuan kerja instansi pemerintah

menjadi badan layanan umum.

B. Pendekatan Sosiologis (Empiris)

1. Selama ini dalam praktik pengelolaan satuan kerja/UPT penyelenggaraan

layanan umum masih cenderung bersifat birokratis, kurang fleksibel,

sehingga kurang produktif, kurang efisien dan prosedur tatakerja yang

hirarkhis, ketat kurang mendukung kecepatan proses layanan;

2. Perkembangan kondisi demikian, sebagai akibat dari keterbatsaan

kewenangan kemandirian dan fleksibelitas pengelolaan usaha, akibatnya

kinerja pelayanan menjadi kurang berkembang, kurang profesional,

lamban, belum bisa kompetetif memberikan jasa iayanan umum yg

berkualitas (sesuai harapan/tuntutan masyarakat);

3. Pada sisi lain, budaya dan etos kerja maupun kreativitas dan inovasi kerja

pada satuan/unit kerja penyelenggara layanan umum masih belum

berkembang, karena terkait dengan rendahnya gaji dan kesejahteraan

pegawai.

D. Pendekatan Yuridis

1. Sesuai Amanat Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 (amandemen kedua),

bahwa "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

40

kebutuhan dasarnya, berhak mendap pendidikan dan memperoleh

manfaat dari llmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia;

2. Amanat Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 (amandemen kedua), bahwa

"setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yg sama dalam

pemerintahan".

3. Amanat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 (amandemen kedua), bahwa

"setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan".

41

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Berbagai unit layanan pemerintah pada dasarnya sudah layak diubah

statusnya menjadi badan layanan nirlaba karena dianggap sudah

memenuhi berbagai kriteria, baik dari aspek layanan. kinerja,

tatalaksana, operasionai dan keuangan dari unit-unit tersebut.

Perubahan ini ditujukan untuk mengantisipasi perkembangan global

dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

2. Sudah saatnya unit-unit layanan pemerintah yang memenuhi kriteria

dan persyaratan diubah statusnya menjadi badan layanan nirlaba

untuk mengoptimalkan layanan publik yang diberikan oleh unit-unit

layanan tersebut. Perubahan status tersebut dapat menjadi pendorong

dan pemicu badan layanan nirlaba untuk meningkatkan kinerja

operasionai dan keuangan serta kualitas layanan publik yang diberikan

oleh badan tersebut kepada masyarakat.

3. Peralihan status unit layanan pemerintah menjadi badan layanan

nirlaba tidak berarti menjadikan pemerintah sebagai organisasi yang

komersial dalam pelaksanaan tugasnya. Peralihan tersebut

menghasilkan pemerintah yang berwirausaha {entrepreneur

government), dan bukan commercial government.

4. Walaupun terjadi perubahan status hukum dan kelembagaan dari

berbagai unit layanan pemerintah menjadi badan layanan nirlaba,

Pemerintah tetap berkewajiban memberikan layanan sosial kepada

masyarakat miskin, dan juga berkewajiban untuk memberikan Public

Service Obligation (PSO) kepada badan layanan nirlaba yang

ditugaskan untuk memberikan layanan sosial kepada masyarakat.

B. Rekomendasi

1. Pemerintah perlu segera membentuk dan mengajukan Rancangan

Undang-Undang yang mengatur tentang Badan Layanan Nirlaba di

lingkungan pemerintah. Hal ini dirasa penting dalam rangka

42

peningkatan kualitas pelayanan dan efektifitas penggunaan keuangan

negara. Nantlnya dlharapkan Penfierlntah segera menentukan status

hukum dan kelembagaan bagi badan layanan nirlaba yang akan

dibentuk .

2. Perlu segera dievaluasi dan dinilai unit-unit layanan pemerintah yang

dapat memenuhi kriteria dan persyaratan untuk ditransformasikan

menjadi badan layanan nirlaba sehingga pada saat Undang-Undang

tentang Badan Layanan Nirlaba disahkan, peralihan status hukum dan

kelembagaan badan tersebut dapat berlangsung cepat dan efektif.

3. RUU BIN dapat memayungi PP No 23 tentang Pengelolaan

Keuangan BLU yang dimaksudkan untuk membuka peluang bagi Unit

Pelaksana Pelayanan (UPP) yang mempunyai volume dan

kompleksitas kegiatan usaha pelayanan tinggi dan memerlukan

mobilitas pengelolaan keuangan maupun sumber daya organisasi

yang cepat. BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan

produktifitas ala korporasi. Nantlnya akan dijelaskan secara tegas

konsep otonom dimaksud sehingga tidak menghilangkan kesempatan

menerima suntikan dana negara (APBN/APBD).

4. Konsep RUU ini nantlnya dlharapkan dapat memberikan kepastian dan

ketentuan perundang-undangan mengenai kedudukan hukum

terhadap UPP yang akan menjadi acuan dalam melakukan perubahan

status kelembagaannya menjadi usaha (bisnis) korporasi dalam

bentuk Badan Layanan Nirlaba. yang mempunyai ciri tidak mencari

keuntungan dan bersifat nirlaba. Dijelaskan, kegiatan itu untuk

menyiapkan pembentukan landasan hukum yang tepat, sesuai dengan

sistem pengelolaan dan mekanisme kelembagaan atas badan usaha

penyelenggara layanan umum, yang berkategori Badan Layanan

Umum (BLU) pada instansi pemerintah. Sehingga ke depan

dlharapkan dapat melaksanakan aktivititas pelayanan dengan

menerapkan prinsip usaha korporasi kewirausahaan yang sehat.

Tetapi maksud, harapan, dan keinginan RUU BLN ini masih perlu

dikritisi kembali demi mendapatkan produk hukum yang sistematik.

Artinya jangan sampai keberadaan RUU ini mampu meningkatkan

43

kesejahteraan pegawai di lingkungan BUN atau organ tertentu, tetapi

justru akan melumpuhkan perkembangan ekonoml.

Keberadaan RUU BLN ini perlu disinkronisasi dengan beberapa

peraturan perundang-undangan lain, yang berkaitan dengan bidang

Kesra dan Polkam, yang menghendaki sistem ekonoml yang lebih

demokratis, tidak monopolistik, dan transparan.

Bentuk Badan Layanan Nirlaba yang akan diundangkan minimal lebih

baik dari bentuk Perusahaan Jawatan yang selama ini telah dapat

meningkatkan performance rumah sakit. Untuk itu konsep Badan

Layanan Nirlaba perlu mengakomodir komponen-komponen yang

pernah ada di perusahaan jawatan.

44

DAFTAR PUSTAKA

Albert Breton, Competitive Govemments, New York : Cambridge UniversityPress, 1998

Al Gore, Creating A Government That Works Better and Costs Less, New

York: Plume, 1993

David Osborne and Ted Gaebler, Reinventing Government, New York :

Plume, 1993

John J. Dilulio, Jr., (ed.), Dereguiating the Public Service, Can Government

Be Improved ?, Washington DC : The Brookings Institution, , 1994

Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima llmu Administrasi Negara, Jakarta :

Rajawali Press, 2005

Moko P. Astamoen, Entrepreneurship dalam Perspektif Konidisi Bangsa

Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2005

45