Nicu

20
STANDAR PENATALAKSANAAN BOX NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT 1. Indikasi Rawat 1.1. Bayi berat lahir sangat rendah (BB< 1500 gram) 1.2. Bayi baru lahir dengan masa gestasi < 32 minggu 1.3. Sindroma gawat nafas yang memenuhi kriteria: 1.3.1. Kriteria klinis: Retraksi hebat, sianosis dan frekuensi nafas >60x/menit dan merintih Apnue 1.3.2. Kriteria laboratoris: Pa O 2 < 50 – 60 mmHg dengan oksigen >60% Pa CO 2 > 50 mmHg 1.4. Paska operasi besar, misalnya torakotomi atau laparatomi 1.5. Semua bayi sakit berat yang memerlukan monitoring ketat/ventilator, misalnya syok septik, kejang terus- menerus dan lain-lain. 2. Prosedur Perawatan Penderita 2.1. Persiapan kedatangan penderita 2.1.1.Siapkan tempat tidur dengan pemanas radiant atau inkubator dan peralatan monitor suhu, tekanan darah dan saturasi oksigen 2.1.2.Pasang peralatan dan periksa apakah alat berfungsi dengan baik. Alat resusitasi darurat 1

description

Nicu

Transcript of Nicu

Page 1: Nicu

STANDAR PENATALAKSANAAN

BOX NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT

1. Indikasi Rawat

1.1. Bayi berat lahir sangat rendah (BB< 1500 gram)

1.2. Bayi baru lahir dengan masa gestasi < 32 minggu

1.3. Sindroma gawat nafas yang memenuhi kriteria:

1.3.1. Kriteria klinis:

Retraksi hebat, sianosis dan frekuensi nafas >60x/menit dan merintih

Apnue

1.3.2. Kriteria laboratoris:

Pa O2 < 50 – 60 mmHg dengan oksigen >60%

Pa CO2 > 50 mmHg

1.4. Paska operasi besar, misalnya torakotomi atau laparatomi

1.5. Semua bayi sakit berat yang memerlukan monitoring ketat/ventilator, misalnya

syok septik, kejang terus-menerus dan lain-lain.

2. Prosedur Perawatan Penderita

2.1. Persiapan kedatangan penderita

2.1.1. Siapkan tempat tidur dengan pemanas radiant atau inkubator dan

peralatan monitor suhu, tekanan darah dan saturasi oksigen

2.1.2. Pasang peralatan dan periksa apakah alat berfungsi dengan baik. Alat

resusitasi darurat (alat penghisap lendir, kantong, sungkup dan oksigen)

selalu tersedia.

2.2. Penilaian saat penderita masuk

Nilai berat ringannya sindroma gawat nafas, apakah penderita memerlukan

bantuan nafas dengan head box atau langsung menggunakan ventilator

3. Bantuan Pernafasan (Respiratory Support)

Macam pernafasan bantu:

3.1. Tekanan positif kontinyu saluran nafas / Continuous positive airway pressure

3.1.1. Indikasi:

1

Page 2: Nicu

Retraksi hebat, frekuensi nafas >60x/menit dan sianosis setelah

mendapat terapi paska oksigen intra nasal.

Paska ekstubasi

3.1.2. Macamnya (yang tersedia)

Head box

Pipa endotrakea

3.2. Ventilasi intermiten terkendali / Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)

Indikasi:

3.2.1. Kegawatan nafas/kekurangan oksigen dengan retraksi, frekuensi nafas

>60x/menit, sianosis.

3.2.2. Apnu berkepanjangan

3.2.3. PaO2 <60 mmHg dengan 60% O2, pada bayi BB < 1500 gram.

3.2.4. PaO2 <60 mmHg dengan 40% O2

3.2.5. PaCO2 > 60 mmHg

3.2.6. CPAP yang gagal (PaO2 < 45 mmHg dengan FiO2 > 95%)

3.2.7. Paska operasi besar, misalnya paska torakotomi atau paska laparatomi.

4. Intubasi Endotrakea

Intubasi pipa endotrakea untuk ventilasi mekanik adalah melalui nares anterior

(intubasi nasotrakeal). Ukuran pipa endotrakea dan jarak dari nares anterior ke

pertengahan trakea tergantung dari berat badan bayi tersebut.

Ukuran pipa endotrakea dan jarak dari nares ke mid trakea

Berat Badan Diameter pipa endotrakea Jarak nares-mid trakea

500 – 750 g 2,5 7,5

750 – 1250 g 2,5 – 3,0 8,5

1250 – 2000 g 3,0 – 3,5 9,5

2000 – 2500 g 3,5 10,5

2500 – 4000 g 3,5 – 4,0 11,0 – 12,0

5. Pengaturan Ventilator ( Ventilator Management )

Sebelum ventilator terpasang, sarana pemantauan gas darah seperti oksimetri nadi,

pipa endotrakeal dan tekanan oksigen dan gas sudah berfungsi dengan baik dan

2

Page 3: Nicu

sudah siap digunakan. Bila ventilator sudah terpasang, maka komponen parameter

ventilator yang dapat diatur adalah:

5.1. Konsentrasi oksigen

Tombol pengatur Fi O2 mengatur konsentrasi oksigen yang diberikan pada

pasien. FiO2 berkisar antara 21% - 100%

5.2. Tekanan Inspirasi puncak ( Peak Inspiratory Pressure = PIP).

Besarnya PIP tergantung pada berat bayi, jenis dan beratnya penyakit.

Digunakan istilah PIP rendah bila masih dibawah 20 cm H2O. Makin tinggi

PIP makin besar kemungkinan pecahnya alveoli / barotrauma. Bila mulai

memasang ventilator, berikan PIP terendah sekadar dada tampak naik turun,

denyut jantung normal, dan sianosis berkurang. Umumnya pada bayi dengan

paru normal PIP dimulai berkisar antara 12 – 18 cm H2O. Sedangkan pada

bayi dengan kelainan pada paru PIP dimulai berkisar antara 18 – 25 cm H2O.

Perubahan selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan gas darah atau

saturasi oksigen (bila pemeriksaan gas darah tidak dapat dilakukan).

5.3. Tekanan positif akhir ekspirasi ( Possitive end – Expiratory Pressure = PEEP )

Pada pasien yang masih bernafas spontan dan memakai CPAP, PEEP.

5.4. Frekuensi pernafasan

5.5. Ratio I : E

Pada pernafasan normal, lamanya inspirasi kurang dari separuh siklus

pernafasan. Agar pertukaran gas lebih menyeluruh, pada gawat nafas sering

diberikan fase inspirasi yg lebih panjang, misalnya dengan perbandingan 1 : 1.

Setelah 3 – 5 hari saat penyembuhan di mana biasanya resistensi paru

meningkat dan compliance membaik, mungkin lebih baik mengembalikan ratio

I : E ; 1 : 2 atau 1:3 supaya waktu ekspirasi cukup panjang. Waktu inspirasi

pada awal pemakaian ventilator umumnya 0,5 – 0,75 detik.

Setelah ventilator terpasang, periksalah gas darah atau saturasi Oksigen bila

analisa gas darah tidak bisa dilakukan (sarana tidak ada) sekitar 15 – 30 menit

kemudian. Selanjutnya sesuaikan pengaturan ventilator dengan patokan

sebagai berikut:

3

Page 4: Nicu

5.5.1. Menaikkan Pa O2:

Naikkan Fi O2

Tingkatkan PIP (dapat mencapai 30 cm H2O)

Tingkatkan PEEP (sampai 6 cm H2O)

5.5.2. Menurunkan Pa O2

Turunkan FiO2

Turunkan PIP

Turunkan PEEP

5.5.3. Menurunkan PaCO2:

Tingkatkan frekuensi pernafasan

Tingkatkan PIP

Bila Pa O2 juga rendah, naikkan juga FiO2 dan PEEP.

5.5.4. Meningkatkan Pa CO2:

Turunkan frekuensi pernafasan

Turunkan PIP

Ubahlah parameter ventilator secara bertahap, dimulai dengan menaikkan

FiO2 sambil memantau saturasi oksigen. Kemudian naikkan PIP 2-3 cm

dan PEEP 1 – 2 cm H2O tiap kali. Observasi selama kira-kira 15 – 30 menit,

lalu periksa ulang gas darah (saturasi oksigen). Bila ada sarana lakukan

pemeriksaan gas darah mendekati normal yaitu pH 7,30 – 7,45 ; PaO2 60 –

80 mmHg; PaCO2 35 – 45 mmHg. Bila analisa gas darah tidak bisa

dilakukan, maka dapat dipakai sebagai patokan adalah saturasi oksigen,

yaitu berkisar antara 85 – 92%. Bila ada asidosis metabolik harus dikoreksi

dengan pengubahan pengaturan ventilator.

6. Penyapihan Ventilator

Setelah tercapai gambaran gas darah normal, pertahankanlah pengaturan tersebut

dan periksalah gas darah tiap 4 – 6 jam, sambil menunggu perbaikan penyakit

dasarnya. Indikasi pertama adanya perbaikan biasanya kita lihat dari saturasi

oksigen pada monitor. Monitor yang terus menerus dipasang menunjukkan O2

tinggi, kemungkinan tiba saatnya untuk mulai menyapih bayi dari ventilator.

Lakukan tahap-tahap penyapihan ventilator sebagai berikut:

4

Page 5: Nicu

6.1. Mulailah dengan menurunkan FiO2 tiap 3-6% selama 10-15 menit. Setelah

penurunan FiO2 10% dan saturasi tetap baik, turunkan PIP 2-3 cmH2O. Nilai

kira-kira 15 menit kemudian, bila SaO2 tetap baik, turunkan PEEP 1 cmH2O.

Setelah 30 menit periksa gas darah. Bila hasilnya baik selanjutnya, kurangi

ketiga parameter ini perlahan-lahan dengan memantau keadaan umum,

dimulai dengan FiO2, PIP kemudian PEEP dan periksalah gas darah berkala

tiap 2 –4 jam.

6.2. Setelah FiO2 mencapai 50% dan PEEP mecapai 3-4 cmH2O tibalah waktunya

mengurangi pernafasan. Perhatikan pernapasan spontan bayi, usaha napas

harus memadai. Kurangi frekuensi napas 5 –10 x/menit tiap 30 – 60 menit,

tergantung dari kadar PaO2 dan PaCO2 serta usaha nafas spontan. Bila

frekuensi telah mencapai 10 x/menit FiO2 , 40% dan PIP < 15 cmH2O dapat

diekstubasi.

6.3. Pada penderita paska operasi, bila telah sadar penuh dan klinis baik,

penyapihan dilakukan secara cepat saja (dalam 1-2 jam setelah stabil) sudah

diekstubasi.

Paska ekstubasi masukkan bayi dalam head box atau berikan oksigen nasal

dengan FiO2 ditinggikan 5 –10%, teruskan memantau adanya:

Sianosis

Gelisah, retraksi otot pernapasan, napas tidak teratur atau sesak kembali.

Tekanan darah, denyut dan ritme jantung kemungkinan menurun.

Bila terjadi hal diatas terutama timbulnya retraksi otot pernapasan, lakukan

foto rontgen dada untuk menyingkirkan kemungkinan atelektasis dan bila

perlu pasanglah ventilator kembali.

7. Penunjang pada Pemakaian Ventilator

Hal-hal yang harus diperhatikan pada penderita yang mendapat bantuan pernapasan

mekanik adalah sebagai berikut:

7.1. Fungsi kardiovaskuler, pemeriksaan tekanan darah berulang, pemberian

volume expander dan dopamin (bila perlu)

7.2. Cairan dan kalori cukup serta pertahankan keseimbangan elektrolit.

5

Page 6: Nicu

7.3. Sedatif (morfin) dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali, dapat diulangi setiap 4-6 jam

bila perlu dan atau obat pelumpuh otot (pancuromium dengan dosis 0,02

mg/kgBB/kali dapat diulangi setiap 30 menit – 8 jam, bila bayi bernafas

melawan ventilator, dengan akibat terjadinya episode hipoksia. Pemberian

sedatif pada permulaan pemakaian ventilator sering dibutuhkan dan

dihentikan setelah tenang dengan keadaan umum membaik.

7.4. Antibiotika : pemasangan pipa endotrakea dan jalur-jalur arteri dan vena pada

yang sakit memerlukan perlindungan terhadap terjadinya infeksi. Antibiotika

yang diberikan adalah antibiotika polifragmasi (ampisilin dan gentamisin).

7.5. Penghisapan sekret melalui pipa endotrakea yang dilakukan sekitar 4 jam,

dengan cara sebagai berikut:

Masukkan 0,25 ml normal salin steril ke dalam pipa endotrakea sebelum

penghisapan.

Lakukan ventilasi dengan ventilator sebelum penghisapan selama 30

detik.

Segera lakukan penghisapan tidak boleh lebih dari 10 detik.

7.6. Pemeriksaan ultrasonografi untuk diagnosis perdarahan intrakranial dan

diagnosis PDA.

6

Page 7: Nicu

PERDARAHAN PARU

I. Definisi

Perdarahan yang terlihat pada endotracheal tube. Biasanya terjadi pada bayi-bayi

BBLR dengan ventilasi mekanik.

II. Patogenesis

Prematuritas adalah faktor yang paling banyak berhubungan dengan perdarahan paru.

Walaupun patogenesisnya belum jelas, kemungkinan perdarahan paru akibat edema

paru dimana hematokrit lebih rendah dibandingkan darah dan konsentrasi protein

lebih kecil dibandingkan plasma.

Adanya hipoksia/hipervolemia tekanan intravaskular paru meningkat

perdarahan ke dalam area intertitial dan alveolar paru.

III. Etiologi

1. Hipoksia

2. Hipervolemia

3. Gagal jantung kongestif

4. Sindroma gawat nafas

5. Inkompatibilitas rhesus

6. Pneumonia

7. Penyakit perdarahan pada bayi baru lahir karena tidak diberikan vitamin K

8. Pertumbuhan janin terhambat

9. Hipotermia

10. Pemberian surfaktan

IV. Diagnosa

a. Pemeriksaan Fisik

Tentukan adanya perdarahan dari tempat lain, gejala pneumonia atau infeksi lain

atau adanya gagal jantung kongestif

b. Pemeriksaan laboratorium

7

Page 8: Nicu

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Profil koagulasi: prothrombin time, partial thromboplastin time, trombin

time dan kadar fibrinogen

3. Analisa gas darah

4. Apt test (bila diperlukan)

V. Penatalaksanaan

a. Segera

1. Penghisapan pada jalan nafas

2. Tingkatkan konsentrasi oksigen

3. Tingkatkan PEEP sampai 6-8 cmH2O

4. Pertimbangkan untuk menaikkan PIP

5. Pertimbangkan pemberian epinefrin

b. Jika ventilasi mekanik belum dipakai, pertimbangkan untuk menggunakannya.

c. Penatalaksanaan umum

1. Perbaiki tekanan darah

2. Koreksi asidosis

3. Transfusi darah (bila perlu)

4. Obati penyebab yang mendasari

d. Terapi spesifik

1. Trauma langsung pada nasotracheal atau endotracheal : konsultasi bedah

2. Aspirasi darah ibu : tidak ada terapi khusus

3. Koagulopati: a. Penyakit perdarahan pada bayi baru lahir: vitamin K 1 mg

b. Koagulopati lain: FFP 10 ml/kg setiap 12-24 jam. Jika

trombosit rendah berikan 1 unit trombosit. Monitor kadar

trombosit, PT, aPTT dan fibrinogen

8

Page 9: Nicu

ASIDOSIS METABOLIK

Asidosis metabolik berat (pH <7,2) dengan kadar bikarbonat serum (<15-16 mEq/L) atau

adanya defisit basa yang berat. Penyebab harus segera ditentukan dan ditangani.

Penyebab paling sering adalah :

1. Kekurangan oksigen arterial

2. Perfusi jaringan yang buruk akibat rendahnya volume sirkulasi darah

3. Stres dingin

4. Hipoksia yang lama

5. Infeksi

Penyebab Asidosis Metabolik yang lain :

1. Peningkatan anion gap :

Asidosis laktat

- Hypoxemia, shock, sepsis

- Inborn errors of carbohydrat or pyruvate metabolism

- Renal failure

- Ketoacidosis : glycogen storage disease (type I)

2. Normal anion gap

a. Bicarbonat loss : acute diarrhea, drainage from small bowel, biliary or

pancreatic tube, fistula drainage, bowel augmentation cystoplasty

b. Renal tubular acidosis

c. Mineralocorticoid deficiency

d. Carbonic anhydrase inhibitors

e. Dilution of extracellular fluid compartment

Bila penyebab sudah dapat ditentukan, asidosis metabolik diterapi dengan pemberian

larutan Bikarbonat natrikus dengan dosis 2 mEq/kgBB atau 4 ml/kgBB dari pengenceran

4,2% (0,5 mEq/ml) dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat dari 1

mEq/kgBB/menit), 5-8 meq/kgBB/hari untuk defisit berat. Ventilasi yang adekuat harus

dipertahankan, bila tidak akan terjadi asidosis respiratorik

9

Page 10: Nicu

Petunjuk pemberian bikarbonat natrikus :

1. Harus ada ventilasi spontan atau bantuan ventilasi yang adekuat sebelum

pemberian bikarbonat natrikus

2. Kadar bikarbonat serum harus < 15-16 mEq/L (hampir mendekati defisit basa -5,0

atau lebih)

3. Gabungan keadaan metabolik dan respiratorik harus segera ditangani (ventilasai

sama pentingnya dengan terapi basa)

4. Dialisis bila asidosis akibat gagal ginjal

Efek samping bikarbonat : overload cairan, hipernatremia, penurunan O2 ke otak akibat

pergeseran kurva disosiasi Hb, peningkatan PCO2

Cara menghitung gangguan keseimbangan asam basa (Grogono 2005):

1. Lihat nilai pH, kurang dari 7,35 asidemia (asidosis), lebih besar dari 7,45

alkalemia (alkalosis)

2. Lihat hasil PaCO2, apakah perubahan PaCO2 sesuai dengan pH, bila sesuai

artinya respiratorik. Kecuali bila ada faktor metabolik yang menyebabkan

kompensasi

3. Lihat SBE (komponen metabolik), apakah nilai perubahan SBE (standart base

excess) sesuai dengan perubahan pH. Bila sesuai artinya metabolik, kecuali

bila ada perubahan respiratorik yang menyebabkan perubahan SBE akibat

mekanisme kompensasi

4. Lihat berat ringan kelainan dengan melihat besarnya nilai PaCO2 dan SBE

5. Hitung besar kompensasi, apakah kompensasi penuh atau tidak

6. Padankan dengan klinis pasien untuk menilai proses dan penyebab gangguan

keseimbangan asam basa

Cara kedua dari Grogono adalah dengan memakai perhitungan sederhana dengan rumus [

12 = 0,1 =6 ]. Setiap perubahan nilai pH sebesar 0,1 adalah sebagai akibat dari

perubahan respiratorik (PaCO2) sebesar 12 mmHg atau metabolik (BE) sebesar 6 meq/L

atau kombinasi keduanya (dengan asumsi menggunakan nilai normal rata-rata pH 7,4;

PaCO2 40 mmHg; BE 0 mmHg/L

10

Page 11: Nicu

pH PaCO2 SBE Interpretasi Kompensasi

Asam Asam Alkali Asidosis respiratorik kompensasi

SBE tidak penuh, kompensasi metabolik normal

Normal Asidosis respiratorik murni

SBE normal tidak ada kompensasi

Alkali Asam Asidosis metabolik kompensasi

PaCO2 tidak penuh, kompensasi respiratorik normal

Alkali Alkali Asam Alkalosis respiratorik kompensasi

SBE tidak penih, kompensasi metabolik normal

Normal Alkalosis respiratorik murni

SBE normal, tidak ada kompensasi

Asam Alkali Alkalosis metabolik kompensasi

PaCO2 tidak penuh, kompensasi respiratorik normal

pH PaCO2 SBE Interpretasi Kompensasi

Asam Asam Asam Asidosis campuran Tidak bisa dihitung

Normal Asam Asidosis metabolik murni

PaCO2 normal, tidak ada kompensasi respiratorik

Alkali Alkali Alkali Alkalosis campuran Tidak bisa dihitung

Normal Alkali Alkalosis metabolik murni

PaCO2 normal, tidak ada kompensasi respiratorik

11

Page 12: Nicu

TERAPI CAIRAN

1. RDS

Diberikan infus D 5% atau 10% dosis 60-80 mL/kgbb/hari. Pemantauan ketat

kadar glukosa darah, elektrolit, kalsium, fosfat, fungsi ginjal dan hidrasi

(ditentukan dengan berat badan dan diuresis untuk mencegah

ketidakseimbangan). Keseimbangan cairan harus diperhatikan secara ketat karena

dapat terjadi overload cairan, PDA, gagal jantung kongestif. Berikan tambahan

kalsium pada saat lahir pada cairan intravena. Mulai pemberian elektrolit segera

atau atas indikasi. Secara bertahap naikkan asupan cairan sebanyak 120-140

mL/kgbb/hari. Bayi berat lahir sangat rendah atau sangat kurang bulan

memerlukan asupan cairan yang lebih besar 200-300 mL/kgbb/hari atau lebih

karena kehilangan cairan yang tidak terlihat (IWL) terjadi lebih besar dibanding

luas permukaan tubuhnya.

Rumus pemberian kalsium gluconas :

∑ Ca Glukonas = BB x 45 cc/hari

9

∑ Ca Gluconas / kolf (500cc) = 500 x ∑ Ca Gluconas

kebutuhan cairan/hari

2. Syok

Bila penyebab syok belum jelas, mulailah dengan terapi empirik dengan ekspansi

volume dengan menggunakan koloid/kristaloid (larutan garam fisiologis atau

ringer laktat) dengan dosis 10 ml/kgbb IV diberikan dalam waktu 5-10 menit,

dapat diulang bolus 10 ml/kgbb bila perlu tergantung pada penyebab syok :

a. Bila menunjukkan respon yang baik pertimbangkan untuk melanjutkan

ekspansi volume cairan

b. Bila tidak terjadi respon, mungkin bayi memerlukan lebih banyak ekspansi

volume atau harus dimulai pemberian obat inotropik (dopamin)

12

Page 13: Nicu

c. Bila perlu berikan terapi pendukung pernapasan.

Manajemen khusus :

1. Syok hipovolemik

Ekspansi volume seperti tersebut diatas harus diberikan pertama kali

Resusitasi awal dengan 10-20 ml/kgbb volume ekspansi dapat

menggantikan ¼ dari volume darah. Jika insufisiensi sirkulasi tetap

terjadi, ulangi lagi

Pemberian koloid seperti albumin 5% kadang merupakan pilihan

meskipun kontroversial

2. Bila hamatokrit < 40% diberikan PRC 10 cc/kgb selama 30-40 menit, bila

hematokrit > 50% beri albumin 5%, plasma segar/FFP 10 cc/kgbb bila bayi

mengalami DIC atau sepsis, bila hematokrit 40-50% transfusi tukar dengan

PRC

3. Syok septik

Ekspansi volume cairan sama dengan panduan penatalaksanaan syok

hipovolemik

4. Syok kardiogenik

Pemberian ekspansi volume yang berlebihan akan sangat

membahayakan

Hematokrit bukan merupakan indikasi pemberian transfusi secara

cepat

5. Syok neurogenik

Diterapi dengan ekspansi volume cairan

3. Post Operatif

Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung dari respon bayi terhadap

cairan pre-operatif, status hidrasi, keseimbangan elektrolit. Volume cairan

elektrolit sesuai dengan umur dan berat badan bayi. Banyaknya kebutuhan cairan

post operatif 1,5 – 2 x kebutuhan cairan atau lebih besar dari kebutuhan cairan

maintenance tiap hari

13

Page 14: Nicu

14