Ni Wayan Mujiati_Perubahan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia

download Ni Wayan Mujiati_Perubahan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia

of 17

Transcript of Ni Wayan Mujiati_Perubahan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia

Perubahan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia Ni Wayan Mujiati Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Abstrak: Perubahan lingkungan bisnis yang cepat harus diantisipasi organisasi agar tetap exis dan dapat bersaing dengan yang lainnnya. Hal ini yang mendorong munculnya paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya manusia yang dimulai fungs departemen SDM tradisional ke fungs total quality. Manajemen SDM

berubah dari fungs spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungs yang terintegrasi dengan seluruh fungs lainnya untuk bersama-sama mencapai sasaran. Fungs manajemen SDM menjadi lebih bersifat strategik karena memiliki fungsi perencanaan yang Sangay strategik sehingga menghasilkan keunggulan kompetitif bagi organisasi.

A.

Pendahuluan Perubahan teknologi yang Sangat cepat, memaksa organisasi untuk memyesuaikan

diri dengan lingkungan usahanya. Perubahan tersebut telah menggeser fungsi-fungsi manajemen sember daya manusia yang yang selama ini hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi saja, yang berkaitan dengan perekrutan pegawai, staffing, coordinatingyang dilakukan oleh bagian personalia saja. Saat ini manajemen SDM berubah dari fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebig bersifat strategik. Oleh karenanya manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk : memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis, harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami dimensi internacional yang memasuki bisnis akibat informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen SDM tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya di dalam organisasi.

1

Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategis perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strategisnya dengan fungsi-fungsi SDM maka akan semakin besar pula desempatan untuk memperoleh keberhasilan. Tingkat integrasi antara perencanaan strategis dengan fungsi-fungsi SDM terwujud dalam empatmacam hubungan : 1. Hubungan Administratif Di sini manajer puncak dan manager fungsional yang lainnya menganggap fungsi SDM relatif tidak penting dan memandang manusia bukan sebagai keterbatasan maupun aset perusahaan dalam pengambilan keputusan bisnis. 2. Hubungan satu arah : terdapat hubungan sekuensial antara perencanaan strategis dengan fungsi-fungsi SDM. Fungsi SDM merancang program dan sistem untuk mendukung tujuan strategis perusahaan. Jadi SDM bereaksi terhadap inisiatif strategis tetapi tidak memiliki pengaruh, karena meskipun sudah dianggap penting namun belum dianggap sebagai mitra bisnis yang strategis. 3. Hubungan dua arah Ditandai dengan hubungan resiprokal dan saling ketergantungan antara perencanaan strategis dengan SDM. Fungsi SDM dipandang penting dan dapat dipercaya. SDM berperan dalam penentuan arah strategis perusahaan dan sudah dijadikan mitra strategis. 4. Hubungan integratif Ditandai oleh hubungan yang dinamis dan interaktif antara fungsi-fungsi SDM dan perencanaan strategis. Di sini manajer SDM dipandang sebagai sebenar-benarnya mitra bisnis strategis dan dilibatkan dalam keputusan strategis. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat akan menimbulkan perubahan paradigma manajemen sumber daya manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai : Faktor pendorong pembentukan integrasi yang efektif, paradigma lama MSDM, paradigma baru MSDM dan kesimpulan.

B. Faktor pendorong pembentukan integrasi yang efektif. Faktor yang mendorong pembentukan integrasi yang efektif meliputi : 1). Lingkungan : Kekuatan Lingkungan yang sangat berperan adalah persaingan yang semakin meningkat, perubahan teknologi dan perubahan demografi tenaga kerja. 2

2). Sejarah dan kultur organisasi : budaya organisasi yang berorientasi pada sumber daya manusia yang kuat mampu mengembangkan hubungan alamiah antara kegiatan sumber daya manusia dengan perencanaan strategis. 3). Strategi : Strategi pemusatan pada satu jenis bisnis inti dapat memacu potensi bagi terciptanya hubungan perencanaan strategis dengan sumber daya manusia yang semakin integritas karena memungkinkan dikembangkannya dan diterapkannya program dan sistem sumber daya manusia di seluruh perusahaan. 4). Struktur : penempatan unit sumber daya manusia dalam struktur organisasi, senior eksekutif sumber daya manusia diberi status sama seperti direktur fungsional lainnya. 5). Keterampilan dan nilai yang dianut eksekutif : sumber daya manusia memilki pengetahuan yang baik mengenai bisnis dan mampu memberikan masukan kedalam proses perencananaan strategis. 6). Keterampilan dan nilai yang dimiliki karyawan : bantuan fungsi SDM yang diterima manajemen untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan akan

menguatkan pentingnya fungsi SDM. 7). Sistem manajemen yang meliputi sistem imbalan, sistem komunikasi dan informasi SDM sehingga SDM dan perencanaan strategi akan semakin terintegrasi jika para senior eksekutifnya memiliki persentase yang substansial konpensasi menanggung resiko. 8). Sistem komunikasi yang memiliki tujuan membangun kesadaran manajer terhadap tujuan strategis perusahaan dan mendorong mereka mengembangkan dan memotivasi bawahannya didukung dengan database SDM yang dikembangkan dengan baik.

Evaluasi konsep manajemen sumber daya manusia melewati tiga tahap meliputi : (Nkomo 1980 dalam Eka Nuraini). 1). Defensif Stage : yaitu ketika manajer personalia menyelenggarakan programprogram yang kurang memberikan manfaat untuk mengurangi kekacauan karyawan dan kemungkinan perpecahan. 2). Perencanaan Manpower : dalam tahap ini digunakan kebutuhan pekerja dan perekrutan seleksi, training untuk menjamin terpenuhinya target manpower.

3

3). Manajemen SDM Strategis, ketika manajer SDM seharusnya lebih proaktif dalam memecahkan masalah manajemen perusahaan dan dalam memberikan kontribusi efektivitas organisasional yang lebih besar.

C. Paradigma lama manajemen sumber daya manusia Manajemen Sumber Daya Manusia yang biasanya disebut manajemen personalia, selama ini memiliki fungsi spesialisasi yang berkaitan dengan kegiatan administrasi bagian karyawan, yakni dalam masalah dengan perekrutan, pelatihan dan pengupahan dan sebagainya. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan SDM yang baik dapat dipastikan bahwa karyawan yang direkrut telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan sesuai dengan keahlian maupun pendidikannya serta telah sesuai dengan kebutuhan bagian produksi, bagian fungsional lainnya dan menerima imbalan yang sesuai. Di sini terlihat bahwa paradigma lama dari manajemen SDM lebih banyak meleyani manajemen fungsional yang lain dalam organisasi, seperti fungsi pemasaran, keuangan, produksi atau lainnya. Dengan berubahnya lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh perubahan teknologi serta dampak globalisasi, maka merupakan keharusan bagi manajemen SDM untuk merubah perannya agar memilki fungsi yang lebih strategi dalam organisasi. Oleh sebab itu departemen SDM harus menjalankan peran baru dan bekerjasama dengan manager lini lainnya untuk membuat perencanaan secara terpadu yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Perubahan tersebut terjadi berkaitan dengan (Schuler, 1990) : 1). Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan tingginya tingkat

ketidakpastian. 2). Kemauan beradaptasi secara cepat untuk meprediksi perubahan yang tidak terduga. 3). Peningkatan biaya, karena persaingan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi. 4). Perubahan teknologi yang cepat menyebabkan meningkatnya permintaan karyawan dengan skill yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan. 5). Organisasi lebih kompleks berkaitan dengan produk, geografi, fungsi bisnis maupun konsumen (pasar). 6). Respon terhadap kekuatan eksternal berkaitan dengan perundang-undangan dan regulasi, proses peradilan, serta peraturan lainnya. 7). Perubahan struktur organisasi yang lebih fleksibel, lebih rata (flater)dan lebih sempit (leaner) menyebabkan jumlah karyawan dan tipe pekerjaan yang dihadapi berbeda. 4

8). Meningkatnya persaingan dan kerjasama internasional 9). Terdapat diversitas dari angkatan kerja.

D. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat dan komplek seperti demografi, geografi, jenis bisnis, lingkungan hidup, serta dampak globalisasi, mengharuskan organisasi untuk beradaptasi secara cepat dengan lingkungannya yang turbulens dengan bersikap proaktif. Artinya manajemen SDM harus mampu mengantisipasi berbagai perkembangan yang sedang dan akan terjadi, kemudian melakukan berbagai tindakan untuk menjawab tantangan tersebut, yang pada akhirnya dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh organisasi lainnya, mengingat bentubentuk kompetisi tradisional seperti biaya produksi rendah, peningkatan teknologi, kecepatan distribusi, efesiensi produk serta pengembangan produk yang berkualitas akan mudah ditiru oleh pesaing. Dengan tuntutan seperti ini, merupakan keharusan bagi MSDM untuk merubah perannya yang berorientasi pada result. Dengan demikian Departemen MSDM harus berperan sebagai mitra bagi manajemen fungsional lainnya atau dengan manajer lini, artinya MSDM harus terlibat aktif dalam perencanaan, pengelolaan, serta pengendalian organisasi yang berkaitan dengan alokasi dan pengembangan SDM. Perubahan peran tersebut dari sistem kerja yang responsive menjadi proaktif, dan struktur fungsional ke struktur yang lebih fleksibel dan melaksanakan kebijakan strategis. Hal ini menjadi tanggung jawab antara manajer lini dan departemen SDM karena sumber daya manusia mempunyai peran penting untuk kesuksesan bisnis yang dikaitkan dengan peningkatan laba, kemampuan bersaing, daya adaptasi juga fleksibilitas. Akibat perubahan-perubahan tersebut, SDM harus mempu beradaptasi dengan cepat untuk memprediksi perubahan yang tidak terduga dengan merubah paradigma lama ke paradigma baru karena perubahan tersebut juga, menyediakan kesempatan baik bagi manajemen SDM maupun manajer lini. Perubahan paradigma yang terjadi dalam manajemen sumber daya manusia adalah perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru, faktor-faktor yang mengalami perubahan paradigma meliputi : sasaran, desain pekerjaan, struktur, komunikasi, dan dasar kompensasi. Perubahan paradigma tersebut dapat dirinci dalam Tabel D.1

5

Tabel D.1 Perubahan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia Faktor Sasaran Pardigma Lama Keuntungan Produktivitas Individu Desain Pekerjaan Efisiensi Produktivitas Standar Komunikasi Satu arah Top down Fokus ke Struktur organisasi Dasar Kompensasi Kinerja individual Team atau Group Paradigma Baru Kepuasan Konsumen Kualitas Team Kualitas Customization Desentralisasi Dua arah Botton Up Fokus ke SDM

Sumber : Diolah dari Blackburn & Rossen (1993) dan Marco (1997)

E. Kesimpulan Perubahan paradigam manajemen sumber daya manusia akan bermanfaat bagi organisasi jika benar-benar dipraktekkan dalam organisasi. Perubahan paradigma tersebut dari paradigma lama ke paradigama baru. Faktor yang mengalami perubahan paradigma meliputi : sasaran organisasi, desain pekerjaan, struktur, komunikasi dan dasar kompensasi.

6

Daftar Pustaka Blacburn, R.S & Rosen, B (1993), Total Quality and Human Resource Management : Lessons Learned from Baldgride Award-Wining Dave Urlich, Human Resources : The Next Agenda for Adding Value and Delivering Result, Harvard Businness School Pres 1997 Eka Nuraini Rachmawati, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif : Ekonisio, Yogyakarta. Marco Sumampouw (1997), Investasi Sumber Daya Manusia dan Perkembangan Perusahaan/Organisasi, Usahawan No.07, Juli Nancy Nataputra, Peran Baru Departemen SDM, Manjemen, Juni 1998 Randall S. Schuler : Repositioning The Human Resource Function : Transformation or demise ?, Academy of management Executive, 1987 Vol 1, No.3 Randall S. Schuler, James W. Walker, Human Resources Strategy : Focusing on issues and Action, Human Recources Planning. Schuler, R. S. (1990), Repositioning the Human resource Sunction, Compensation Benefit Management. Widyarto Adi PS, Perubahan Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Dilingkungan Yang Berubah, Managemen, Oktober 1996.

7

MENGELOLA KERAGAMAN ANGKATAN KERJA UNTUK MERAIH KEUNGGULAN KOMPETITIF NI WAYAN MUJIATI JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA

Abstrak : Dengan menghilangnya batas-batas negara, memudahkan angkatan kerja untuk berpindah-pindah kerja dari satu negara ke negara lainnya sesuai dengan keahliannya. Akibatnya suatu organisasi akan memilki keragaman angkatan kerja (diversitas), baik kultur ras, gender, skill, kelompok dan pendidikan. Kondisi ini memiliki dampak positif juga negatif terhadap kinerja organisasi. Oleh karenanya maka diversitas angkatan kerja harus dikelola dengan baik agar memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi, caranya dengan menciptakan organisasi yang multikultur yaitu organisasi yang anggotanya terdiri dari berbagai budaya, ras, gender, skill, maupun kelompok. Kata kunci : Keragaman angkatan kerja dan keunggulan kompetitif.

A.

Pendahuluan Globalisasi telah memberikan dampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak

terkecuali juga angkatan kerja. Dengan menghilangnya batas-batas negara, memudahkan angkatan kerja untuk bekerja di negara manapun sesuai dengan keahliannya. Akibatnya suatu organisasi akan memiliki keragaman (diversitas), baik dari kultur, ras, umur, gender, skill dan pendidikan. Kondisi ini mempengaruhi organisasi baik pengaruh positif maupun negatif. Sisi positifnya keragaman angkatan kerja (diversitas) dapat meningkatkan keefektifan organisasi, akan mempertinggi moral karyawan, memberikan akses yang lebih besar terhadap segmen-segmen pasar yang baru dan meningkatkan produktivitas. Adapun sisi negatifnya akan mempertajam ketegangan antar karyawan karena diversitas menimbulkan konflik yang disebabkan perbedaan kultur yang akhirnya akan menganggu kinerja organisasi. Untuk mengurangi dampak negatif keragaman angkatan kerja maka organisasi harus mengelola diversitas tersebut dengan baik agar memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi, caranya dengan menciptakan organisasi multikultur. 8

Menurut Cox (1991) organisasi multikultur ditentukan oleh enam dimensi, yakni : Akulturasi, Integrasi Struktural, Integrasi Formal, Bias Kultural, Identifikasi

Organisasional, Konflik antar kelompok. Dimensi pertama, Akulturasi yakni metode untuk memadukan kelompok dominan dan minoritas agar dapat beradaptasi satu dengan lainnya serta mengatasi perbedaan-perbedaan budaya antar mereka. Kedua, Integrasi Struktural mengetahui profil atau keadaan budaya anggota-anggota organisasiseperti perekrutan maupun penempatan kerja. Ketiga, integrasi formal, mengenali hubungan-hubungan penting yang berkaitan dengan kegiatan yang sering terjadi atau yang dilakukan di luar jam kerja formal. Untuk mengetahui sejauh mana kelompok minoritas dilibatkan dalam jaringan informal atau diluar jam kerja formal.Keempat, Bias kultural, terdapat dua komponen bias kultural yakni kecurigaan atau prasangka terhadap anggota-anggota organisasi yang lain, berdasarkan pada identitas budaya, sedangkan yang kedua adalah adanya diskriminasi terhadap anggota-anggota dari kelompok minoritas.Kelima,

Identifikasi organisasional, berkaitan dengan perasaan memiliki, kesetiaan dan komitmen para anggota terhadap organisasi.Keenam, konflik antar kelompok berkaitan dengan perselisihan, ketegangan maupun pertentangan antar kelompok budaya yang terdapat dalam organisasi. Dengan enam dimensi ini maka ditemukanlah ciri-ciri organisasi multikultur, yakni: 1. Pluralisme : merupakan proses akulturasi yang terjadi melalui proses pengadopsian beberapa norma antara anggota kelompok budaya mayoritas dengan minoritas atau sebaliknya. 2. Integrasi struktural secara penuh yakni kelompok minoritas terintegrasi secara penuh di seluruh fungsi, level, dan kelompok-kelompok kerja yang ada dalam suatu organisasi. 3. Integrasi secara penuh ke dalam internal network, kelompok minoritas terintegrasi dalam aktivitas-aktivitas sosial dan jaringan-jaringan informal di luar jam kerja normal organisasi. 4. Tidak adanya prasangka dan diskriminasi artinya tidak terdapat prasangka dan diskriminasi yang didasarkan perbedaan diantara anggota organisasi. 5. Tidak ada perbedaan dalam identifikasi organisasional berdasarkan pada kelompok yang beridentitas kultural : adanya rasa ikut memiliki, kesetiaan dan komitmen terhadap organisasi yang dimiliki oleh seluruh anggota organisasi. 6. Tingkat konflik antar kelompok rendah : rendahnya konflik yang terjadi antar kelompok-kelompok yang berbeda-beda di dalam organisasi. 9

Proses globalisasi akan menuntut suatu organisasi agar mampu mengelola keragaman angkatan kerja untuk meraih keunggulan kompetitif. Selain topik itu, dalam sajian ini juga diutarakan mengenai tantangan memimpin keragaman angkatan kerja, peranan fleksibilitas tempat kerja dalam mengelola keragaman, dan kesimpulan.

B.

Tantangan Memimpin Keragaman Angkatan Kerja Keragaman angkatan kerja selain memberikan keunggulan bagi perusahaan juga

memunculkan permasalahan. Oleh sebab itu pemimpin yang mengelola angkatan kerja akan menghadapi enam tantangan yang dikaitkan dengan tahap dan karakteristik organisasi yaitu, yaitu tahap intoleran dan apresiasi. Pada tahap intoleran organisasi tidak mengakui adanya manfaat diversitas, sedangkan pada tahap toleran : anggota yang beragam secara aktif dilibatkan dalam rutinitas dan aktifitas harian, namun skill dan bakat mereka belum dimanfaatkan sepenuhnya. Pada tahap Apresiasi, organisasi telah menerima dan terlibat secara aktif. Organisasi telah benar-benar berkomitmen dan menyertakan anggota yang beragam dan rutinitas pekerjaan, praktek, pemanfaatan dan partisipasi sehingga tumbeh penghargaan yang tulus. Dalam mengelola keragaman angkatan kerja terdapat enam tantangan yang muncul dalam organisasi dan memerlukan perhatian yang efektif. Keenam tantangan tersebut adalah : 1. Dinamika kekuatan yang berubah, meningkatnya keragaman maka komitmen dan keeratan antara anggota akan berkurang. Dinamika keragaman berinteraksi dengan struktur kekuasaan yang tidak stabil dan dapat mengakibatkan turunnya kinerja organisasi maupun individu. 2. Beragamnya opini, dengan meningkatnya keragaman angkatan kerja maka pemimpin harus mensintesa keragaman opini dengan tetap menghargai dan mempertahankan integritas dan wibawa. 3. Kesadaran akan kurangnya empati, pemimpin harus dapat memahami perasaan dan mengantisipasi reaksi yang mungkin timbul dari berbagai golongan. Kesuksesan ditentukan kemampuan memotivasi karyawannya. 4. Tokenisme, yang nyata dan dirasakan karena karyawan direktur untuk kepentingan tertentu. Pemimpin harus menghilangkan tokenisme dengan menentukan standar dan mengkomunikasikan ke seluruh anggota dan pelaksanaannya secara konsisten.

10

5.

Partisipasi, untuk mengatasi kekacauan partisipasi dapat diterapkan sistem rasi dengan memilih tugas dan training ke dalam langkah-langkah dan

mengidentifikasikan orang-orang yang akan bertanggung jawab memberikan wewenang dan mengkomunikasikan dengan yang lain. 6. Tantangan inertia (kelambanan), untuk mengatasi hal ini pemimpin harus mengubah cara berfikirnya, memiliki visi dan tujuan organisasi yang kuat serta dikomunikasikan dengan jelas.

Keenam tantangan ini harus mendapat perhatian bagi pemimpin yang mengelola keragaman angkatan kerja dalam suatu organisasi, sehingga dapat meraih keunggulan kompetitif.

C.

Peranan Fleksibilitas Tempat Kerja Dalam Mengelola Keragaman Angkatan Kerja. Tantangan dalam mengelola keragaman angkatan kerja dapat diatasi dengan

fleksibilitas tempat kerja. Kesamaan dan keadilan dalam konteks fleksibilitas berarti memberi mekanisme yang berbeda yang memungkinkan mereka membawa diri sepenuhnya dalam pekerjaan dan menampilkan potensi mereka sepenuhnya.Untuk merespon perhatian atau keluarga, organisasi berevolusi melalui tiga tahapan : 1. Penerapan Programmatic respon yang bersifat tentatif yang ditujukan bagi kelompok (wanita atau minoritas) 2. 3. Penerapan pendekatan terpadu untuk memenuhi kebutuhan SDM yang lebih luas. Perubahan budaya dan isu utama berkaitan dengan pekerjaan atau keluarga. Dalam menerapkan kerangka fleksibiltas, perusahaan akan dapat menerapkan keterlibatan setiap kelompok kerja, mengamati kriteria dan moral, sosial dan ekonomi yang penting serta mempertimbangkan bagaimana memadukan organisasi dengan anggota (orang) seutuhnya. Untuk memperoleh manfaat fleksibilitas tempatkerja yangpotensial, maka organisasi perlu melihat sejauh mana dan bagaiman konsep tersebut dapatmenjadikan bagian strategis dari manajemen sumber daya yang lebih efektif. Manfaat fleksibilitas tempat kerja akan membuat organisasi menjadi lebih responsif dan adptif.

D.

Mengelola Keragaman Angkatan Kerja untuk Meraih Keunngulan Kompetitf .

11

Agar keragaman angkatan kerja memberikan keunggulan bagi organisasi maka perlu dikelola dengan baik. Terdapat tiga paradigma dari pengelolaan angkatan kerja, yaitu : 1. The Discrimation and fairness Paradigm : menganggap bahwa pimpinan menilai keragaman angkatan kerja sebagai kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil. Jadi semua karyawan diberi pelakuan sejajar dan dihormati, serta tidak ada kelompok yang diberi perlakuan yang lebih dari pada yang lain. 2. The Acces-and-Legitimacy Paradigm : menjunjung tinggi adanya perbedaan cultural, ras, gender antar karyawan yang berguna membantu pencapaian segmen pasar yang bermacam-macam. 3. The Learning-and-Effectiveness Paradigm : mengakui adanya perbedaaan kultural di antara karyawan juga memberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dan kesempatan untuk berkembang secara bersama-sama.

Agar keragaman angkatan kerja dalam suatu organisasi dapat menghasilkan keunggulan kompetitif maka organisasi harus berada pada tahap sebagai multikultur organisasi. Organisasi semacam ini memiliki ciri yakni organisasi yang menghargai, mempromosikan dan secara pro-aktif mengelola keragaman kultural angkatan kerja untuk meminimumkan konflik dan memaksimalkan keunggulan-keunggulan yang dapat diperoleh dari keragaman angkatan kerja tersebut (Bruhn, 1996). Hal ini diperkuat oleh pendapat Cox dan Black, (1991) bahwa perbedaan yang muncul akibat keragaman angkatan kerja jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pertentangan di tempat kerja yang mengarah kepada konflik diantara mereka yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja organisasi.Oleh sebab itu keragaman angkatan kerja harus dikelola dengan baik agar menghasilkan keunggulan kompetitif bagi organisasi.Keunggulan kompetitif yang dapat diperoleh dari pengelolaan keragaman angkatan kerja ada enam dimensi keunggulan kompetitif bagi organisasi : biaya penguasaan sumber daya, pemasaran, kreatifitas, pemecahan masalah, fleksibilitas organisasi. Keragaman tenaga penjualan akan memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dengan memanfaatkan wawasan tenaga penjualan untuk memahami kultur konsumen dan pasar yang menjadi sasarannya. Kemampuan organisasi untuk menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan dari keragaman latar belakang budaya akan mengarahkan kepada keunggulan kompetitif dalam 12

struktur biaya, melalui pemeliharaan kualitas sumber daya yang tinngi, kreativitas, pemecahan masalah dan fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Jenis keunggulan kompetitif dan dimensi keunggulan kompetitif yang dicapai dari mengelola keragaman angkatan kerja dapat dirinci dalam Tabel D.1. Tabel D. 1. Jenis dan Dimensi Keunggulan Kompetitif dalam Mengelola Keragaman Angkatan Kerja. Dimensi Keunggulan Kompetitif Jenis Keunggulan Kompetitf

Argumen Biaya

Organisasi dengan keragaman karyawan akan menghasilkan biaya yang tinggi untuk mengintegrasikan karyawan berkaitan dengan perputaran karyawan, tingkat kepuasan kerja atau tingkat absensi. Perubahan yang dapat mengelola diversitas dengan baik, akan memperoleh keunggulan biaya dibandingkan yang tidak.

Argumen Penguasaan Perusahaan tidak dapat menghindar dari perekrutan tenaga kerja Sumberdaya wanita, kelompok minoritas. Perusahaan yang memiliki reputasi terbaik dalam menggelola diversitas ini akan memenangkan persaingan dalam mempertahankan karyawan terbaiknya. Argumen Pemasaran Dalam organisasi multinasional, diperlukan kepekaan terhadap budaya yang dimiliki masing-masing konsumen. Dengan angkatan penjualan yang multikultural perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan wawasan pekerja untuk memahami efek-efek kultur pada keputusan pembelian dan memetakan strategi untuk

meresponnya. Argumen Kreativitas Dengan adanya keragaman dalam perspektif akan

meningkatkan tingkat kreativitas karyawan dan menghasilkan keputusan terbaik baik perusahaan, karena diversitas karyawan akan meningkatkan kemampuan organisasi dalam memecah suatu masalah. Argumen Pemecahan Heterogenitas dalam kelompok pengambilan keputusan dan 13

Masalah

pemecahan masalah, mempunyai potensi untuk menghasilkan keputusan yang lebih baik melalui persepktif-persepktif yang lebih luas dan melalui analisis masalah yang yang lebih kritis sehingga organisasi dapat mendeteksi dan memecahkan problem bisnis yang menuntut cara pemecahan yang sama sekali berbeda dengan cara di masa lalu.

Argumen Fleksibilitas

Implikasi model multikultur dalam mengelola keragaman menjadikan sistem kurang terstandarisir kemudian menjadi lebih cair. Toleransi terhadap sudah pandang budaya yang berbeda akan meningkatkan keterbukaan organisasi terhadap ide-ide baru. Hal ini akan menciptakan fleksibilitas yang lebih besar dalam bereaksi terhadap perubahan lingkungan karena akan menciptakan fleksibilitas dalam kebijakan-kebijakan perusahaan.

Sumber : Cox dan Black (1991)

E.

Kesimpulan Untuk meraih keunggulan kompetitif, salah satu aspek yang harus dilakukan oleh

organisasi adalah mampu mengelola keragaman angkatan kerja yang ada dalam organisasi tersebut.

14

Jenis dan dimensi keunggulan kompetitif yang diraih melalui pengelolaan keragaman angkatan kerja meliputi : keunggulan dalam menekan biaya, mempertahankan karyawan terbaik, keunggulan dalam pemasaran, keunggulan kreativitas, keunggulan dalam pemecahan masalah dan keunggulan dalam fleksibilitas.

15

Daftar Pustaka

Budhi Cahyono(1999), Pengelolaan Diversitas SDM untuk Meningkatkan Competitif Advantage, Usahawan No.9 September.

Bruhn, John G (1996), Creating Organization Climate for Multiculturalism, Health Care Supervisor, 14 : 11-18

Cox, Taylor. Hand blake, Stacy (1991). Managing Cultural Diversity : Impliction for Organizational Competitiveness, Academy of Management Executive,Vol 5 No.3 p.45-46

Eka Nuraini Rachmawati, 2004, paradigma baru manajemen sumber daya manusia, sebagai basis meraih keunggulan kompetitif, Ekonisia, Yogyakarta.

Hall, Douglas T.And Parker, Victoria A, 1993), The Role of Workplace Flexibility in Managing Diversity Organizational Dynamic, 22 p.5-18

Janice R. W. Joplin and Catherine S.Daus, (1997), Challenges Of Leading a Diverse Workforce Academy of Management Executive, Vol 11 No.3 p.32-47

Maria Pampa K (1999), Multicultural Organization : Strategi Mengelola Keragaman Tenaga Kerja, Usahawan No.2 Februari

Thomas, David. A and Robin J. Elly (1996) Making Difference

Matter. A New

Paradigm For Managing Diversity, Harvard Business Review, September-Oktober p.70-90

16

Yun Iswanto (1999), paradigma baru pengelolaan keberagaman tenaga kerja, usahawan No.2 Februari

17