Nervus Kranial

download Nervus Kranial

of 8

Transcript of Nervus Kranial

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    1/8

    JUMAT, 10 DESEMBER 2010

    PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

    Terdapat 12 pasang syaraf kranial dimana beberapa diantaranya adalah serabut campuran, yaitu

    gabungan syaraf motorik dan sensorik, sementara lainnya adalah hanya syaraf motorik ataupunhanya syaraf sensorik.

    1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)

    Nervus olfaktorius diperiksa dengan zat-zat (bau-bauan) seperti : kopi, teh dan tembakau. Pada

    pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah adanya penyakit intranasal seperti influenzakarena dapat memberikan hasil negatif atau hasil pemeriksaan menjadi samar/tidak valid.

    Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa menutup salah satu

    lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah

    pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan denganbeberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja.

    Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium baik(normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekalidisebut anosmi.

    2. Nervus Optikus/N II (sensorik)

    Kelainan-kelainan pada mata perlu dicatat sebelum pemeriksaan misalnya : katarak, infeksikonjungtiva atau infeksi lainnya. Bila pasien menggunakan kaca mata tetap diperkenankan

    dipakai.

    a. Ketajaman penglihatanPasien disuruh membaca buku dengan jarak 35 cm kemudian dinilai apakah pasien dapat melihat

    tulisan dengan jelas, kalau tidak bisa lanjutkan dengan jarak baca yang dapat digunakan klien,

    catat jarak baca klien tersebut.Pasien disuruh melihat satu benda, tanyakan apakah benda yang dilihat jelas/kabur, dua bentukatau tidak terlihat sama sekali /buta.

    b. Lapangan penglihatanCara pemeriksaan : alat yang digunakan sebagai objek biasanya jari pemeriksa. Fungsi mata

    diperiksa bergantian. Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri berhadapan, mata yang akan

    diperiksa berhadapan sejajar dengan mata pemeriksa. Jarak antara pemeriksa dan pasien berkisar

    http://1.bp.blogspot.com/_-DemMhmaOE0/TQXBCJzdDpI/AAAAAAAAAIQ/4A9sNoNMkWE/s1600/nervus.jpg
  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    2/8

    60-100 cm. Mata yang lain ditutup. Objek digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah

    kedalam sampai pasien melihat objek, catat berapa derajat lapang penglihatan klien.

    3. Nervus Okulomotorius/N III (motorik)

    Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata ekstena, levator palpeora dan

    konstriktor pupil.Cara pemeriksaan :Diobservasi apakah terdapat edema kelopak mata, hipermi konjungtiva,hipermi sklerata kelopak

    mata jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol

    (exophthalmus).

    4. Nervus Trokhlearis/N IV (motorik)

    Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa adalah ukuran

    pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bilaukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran

    antara kedua pupil (isikor / sama, aanisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif

    bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapatperdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).

    5. Nervus Trigeminus/N V (motorik dan sensorik)

    Merupakan syaraf yang mempersarafi sensoris wajah dan otot pengunyah . Alat yang digunakan: kapas, jarum, botol berisi air panas, kuliper/jangka dan garpu penala.

    Sensibilitas wajah.

    Rasa raba : pemeriksaan dilakukan dengan kapas yang digulung memanjang, denganmenyentuhkan kapas kewajah pasien dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.

    Bandingkan rasa raba pasien antara wajah kiri dan kanan.

    Rasa nyeri : dengan menggunakan tusukan jarum tajam dan tumpul. Tanyakan pada klien apakah

    merasakan rasa tajam dan tumpul. Dimulai dari area normal ke area dengan kelainan.Rasa suhu : dengan cara yang sama tapi dengan menggunakan botol berisi air dingin dan air

    panas, diuji dengan bergantian (panas-dingin). Pasien disuruh meyebutkan panas atau dingin

    yang dirasakanRsa sikap : dilakukan dengan menutup kedua mata pasien, pasien diminta menyebutkan area

    wajah yang disentuh (atas atau bawah)

    Rasa gelar : pasien disuruh membedakan ada atau tidak getaran garpu penala yang dientuhkan kewajah pasien.

    a. Otot mengyunyah

    Cara periksaan : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat kemudian dipalpasi kedua ototpengunyah (muskulus maseter dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang atau tidak ada.

    Kemudian dilihat apakah posis mulut klier. Simetris atau tidak, mulut miring.

    6. Nervus Abdusens/N VI (motorik)Fungsi otot bola mata dinilai dengan keenam arah utama yaitu lateral. Lateral atas, medial atas,

    medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh mengikuti arah pemeriksaan

    yang dilakukan pemeriksa sesuai dengan keenam arah tersebut. Normal bila pasien dapatmengikuti arah dengan baik. Terbatas bila pasien tidak dapat mengikuti dengan baik karena

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    3/8

    kelemahan otot mata, ninstagmus bila gerakan bola mata pasien bolak balik involunter.

    7. Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit berbagai zat di 2/3 lidah bagian depan seperti

    gula, garam dan kina. Pasien disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan selama

    menentukan zat-zat yang dirasakan klien disebutkan atau ditulis dikertas oleh klien.

    8. Nervus Akustikus/N VIII (sensorik)

    1. Pendengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga pasien di ruang yang disunyi.

    Telinga diuji bergantian dengan menutup salah telinga yang lain. Normal klien dapat mendengardetik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien mengalami

    penurunan pendengaran.

    2. Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien kehilangan keseimbangan

    hingga tubuh bergoyang-goyang (keseimbangan menurun) dan normal bila pasien dapatberdiri/berjalan dengan seimbang.

    9. Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien. Timbulnya reflek

    muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek muntah.

    10. Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorik)Cara pemeriksaan : pasien disuruh membuka mulut lebar-lebar dan disuruh berkata aaah

    kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi kehidung. Dan observasi denyut jantung klien apakah

    ada takikardi atau brakardi.

    11. Nervus Aksesorius/N XI (motorik)

    Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu sisi melawan tangan pemeriksa

    sedang mempalpasi otot wajah Test angkat bahu dengan pemeriksa menekan bahu pasien kebawah dan pasien berusaha mengangkat bahu ke atas. Normal bila klien dapat melakukannya

    dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan klien mengalami parase.

    12. Nervus Hipglosus (motorik)

    Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik lidah kembali, dilakukan

    berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapatlesi pada hipoglosus.

    Sensibilitas.

    Syarat pemeriksaan : pasien harus sadar dan kooperatif, perlu diterangkan kepada pasien

    maksud, cara dan respon yang diharapkan dan dilakukan dengan rileks.Alat pemeriksaan : kapas, jarum, botol berisi air dingin dan air panas, garpu penala dan

    kaliper/jangka.

    Sensibilitas permukaan dan dalam :Rasa raba, rasa nyeri dan rasa suhu, rasa getar rasa sikap, cara pemeriksaanya sama dengan cara

    pemeriksaan sensibilitas wajah di atas. Hanya dilakukan pada seluruh tubuh dari kepala sampai

    ujung jari.

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    4/8

    Koordinasi

    a. Test hidung-jari hidung

    Dilakukan dengan cara : pasien dengan menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jaritelunjuk tersebut kejari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri. Dilakukan berulang kali.

    b. Test jari-hidung

    Dilakukan dengan cara pasien menyentuh hidung dengan kelima jarring secara bergantian.c. Test pronasi-supinasiDilakukan dengan cara pasien mengubah posisi telapak tangannya dengan cepat dengan posisi

    dan supinasi.

    Status Motorik

    Diobservasi bentuk otot pasien apakah ada perubahan bentuk otot normal, membesar/hipertrofi

    mengecil/hipotrofi. Dinilai semua otot tubuh klien.

    Tonus otot : diperiksa dengan cara pasien berbaring rileks, perhatiannya dialihkan denganmengajak klien bicara sambil pemeriksa mngengkat lengan klien dalam posisi fleksi pada siku

    dan tangan secara pasif, kemudian menjauhkan lengan tersebut. Cara jatuh lengan dinilai.

    Hipotoni bila anggota gerak jatuh dengan berat, atau tonus otot meninggi/hipertoni/spatik.Pemeriksaan ini dilakukan juga pada tungkai dengan mengangkat tungkai fleksi pada tanggal

    kemudian dijatuhkan.

    Kekuatan otot : Untuk memeriksa kekuatan otot sebaiknya dilakukan satu arah pada sendi dan

    otot langsung dinilai.Kekuatan otot dinilai dengan derajat :

    Derajat 5 : Kekuatan normal

    Seluruh gerakan dapat dilakukan otot tersebut dengan tahan maksimal dari pemeriksa yangdilakukan berulang-ulang tanpa terlihat kelelahan.

    Derajat 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melayang gaya berat dan juga melawan tahanan

    ringan dan sedang dari pemeriksa.

    Derajat 3 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tetapi tidak tidak dapatmelawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.

    Derajat 2 : Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.

    Derajat 1 : Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot bersangkutan tanpamengakibatkan gerak

    Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Parlise total

    Kekuatan gerak yang diperiksa : keempat anggota gerak

    a. Anggota gerak atas : artikulasi humeri, artikulasi kubiti, artikulasimanus dan artikulasi

    metakarpoflank.

    b. Anggota gerak bawah : artkulasi kokse, artikulasi genus, artikulasi manus dan artikulasimetaka pofalank.

    Gaya berjalan : diobservasi dengan menyuruh pasien berjalan mondar- mandir.

    Langkah normal : pasien berjalan dengan gaya biasa orang sehat.Langkah : pasien berjalan dengan mengangkat kaki tinggi-tinggi supaya jari kaki yang masih

    tertinggal menyentuh tanah dapat terangkat. Kemudian kaki seolah-olah dijatuhkan ketanah

    dengan jari lebih dulu menyentuh tanah sebelum tumit.

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    5/8

    Langkah mabuk : pasien berjalan dengan kedua kakinya terpisah jauh dan waktu, harus berjalan

    lurus ada kecenderungan terhuyung kesatu sisi.

    Langkah menggeser : Pasien berjalan dengan langkah pendek-pendek, menyeret tanah hampir-hampir kaki tidak terlepas dari tanah. Bila langkah makin pendek dan cepat pasien cenderung

    jatuh.

    Langkah spastik : biasanya terjadi pada hemipare, pasien berjalan dengan tungkai yang parasedilempar keluar membentuk lingkaran dengan jari kaki tetap menyentuh tanah.Gerakan tubuh : diobservasi apakah normal, tremor/gematar, spasme (adanya ketegangan otot

    sehingga gerakan terbatas) atau gerakan tubuh berulang tanpa kendali.

    Refleks

    Refleks merupakan jawaban motorik dari rangsangan sensorik.

    Nilai refleks :

    1. Arefleksi merupakan jawaban motorik dari rangsangan sensorik.2. Hiporefleksi berarti ada kontraksi otot tetapi tidak terjadi gerakan pada sendinya, refleks = +

    3. Refleksi normal = +

    4. Hiperefleksi bila kontaksi dan gerakan sendi berlebihan, refleks = + +

    1. Refleks Tendon

    a. Refleksi biseps

    Dalam keadaan duduk : lengan bawah dalam pronasi rileks di atas pahaDalam keadaan berbaring : lengan ditaruh di atas bantal, lengan bawah dan tangan di atas

    abdomen. Taruh ibu jari pemeriksa di atas tendon biseps, tekan bila perlu untuk meyakinkan

    regang otot optimal, sebelum mengetok.

    b. Refleks brakioradialis

    Posisi sama dengan refleks biseps. Kecuali lengan bawah harus berada antara pronasi dan

    supinasi. Ketok dengan sambil mengamati dan merasakan adanya kontraksi.

    c. Refleks triceps

    Posisi hampir sama dengan refleks biseps. Oleh karena tendon pendek, kadang-kadang sukarmengetok sejumlah seribu : sekaligus. Sebaiknya pemeriksa melakukan dari arah samping

    belakang pasien untuk memeriksa kontraksi. Ketokan dilakukan 5 cm di atas siku.

    d. Refleks Lutut / Patela

    Dalam posisi duduk : kaki tergantung dan rileks.

    Dalam posisi berbaring : tangan atau lengan bawah pemeriksa ditaruh. Di bawah lutut pasien,

    refleksi sendi lutut kira-kira 20 derajat, sedangkan tumit pasien harus tetap berada di atas tempattidur. Bila perlu tangan pemeriksa diganti bantal supaya kontraksi otot disamping terlihat dapat

    diraba pula.

    Palu refleks diketokan di atas tendon lutut berganti-ganti kanan dan kiri.

    e. Refleks archilles

    Dalam posisi duduk : sama dengan posisi refleks biseps, kaki dorsoflrkdi optimal untuk

    mendapatkan regangan otot cukup.

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    6/8

    Dalam posisi berbaring : dilakukan fleksi panggul dan lutut sambil sedikit rotasi paha keluar

    ketok tendon tumit/archilles dengan palu refleks.

    Respon refleks tendon normal :

    Refleks biseps : respon normal berupa fkleksi dari siku dan tampak kontraksi otot biseps

    Refleks triseps : ekstensi dari siku dan tampak kontraksi otot trisepsRefleks lutut : gerakan dari tungkai disertai kontraksi otot gastrokmius.

    2. Refleks patologik

    a. Refleks BabinskiDengan sebuah benda yang berujung agak tajam, telapak kaki digores dari tumit menyusur

    bagian lateral menuju pangkal ibu jari. Positif bila terjadi dari ibu jari dan biasnya disertai

    dengan pemekaran jari-jari kaki.

    b. Refleks Chaddok

    Tanda babinski timbul dengan menggoreskan bagian bawah dari maleous lateral kearah depan.

    c. Reflek OppenheimDengan mengurut tulang tibia dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah mulai dari lutut

    tengah mulai dari lutut menyusur ke bawah. Positif bila timbul tanda babinski.

    d. Refleks Gordon

    Otot gastrokmius/betis ditekan. Positif bila timbul tanda babinski.

    Fungsi Luhur

    a. KesadaranComa : keadaan tidak sadar yang terendah. Tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri, refleks

    tendon, refleks pupil dan refleks batuk menghilang, inkontinensia urin dan tidak ada aktivitas

    motorik spontan.

    Soporocoma : keadaan tidak sadar menyerupai koma, tetapi respon terhadap rangsangan nyerimasih ada,refleks tendon dapat ditimbulkan. Biasanya masih ada inkontinensia urin dan

    belum ada gerakan motorik spontan.

    Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,berteriak-teriak dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu.

    Somnolen/letargi : pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan dan akan membuat respon

    motorik dan verbal yang layak. Pasien akan cepat tertidur lagi bila rangsangan dihentikan.Apatis : pasien tampak segan berhubungan dengan sekitarnya, tampak acuh tak acuh.

    Compos Mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

    Selain cara seperti tersebut diatas, dapat juga digunakan GCS (Glasgow Coma Scale), yangdinilai yaitu :

    - Eye/membuka mata (E) :

    4 = dapat membuka mata spontan3 = membuka mata dengan dipanggil/atas perintah

    2 = membuka mata bila dirangsang nyeri

    1 = selalu tertutup walaupun dirangsang nyeri

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    7/8

    - Motorik (M) :

    6 = dapat bergerak sesuai perintah

    5 = dapat bereaksi menyingkirkan rangsangan nyeri/reaksi setempat4 = bereaksi fleksi siku pada rangsangan nyeri/menghindar

    3 = dengan rangsangan nyeri dapat bereaksi fleksi pada pergelangan tangan atau jari atau fleksi

    spastic pada tungkai atau abduksi lengan atas/fleksi abnormal2 = respon ekstensi1 = tidak bereaksi

    - Verbal/bicara (V) :5 = orientasi baik : orang, tempat, waktu

    4 = jawaban kacau

    3 = kata-kata tak berarti

    2= suara tidak komprehensif1 = tidak ada suara

    b. Reaksi emosiDinilai apakah pasien tampak tegang, depresi, cemas, rasa bermusuhan atau emosi uang tidak

    terkontrol.

    c. Fungsi intelektualMemori : pasien dapat mengingat kembali pengalaman yang dialami

    Berhitung : pasien dapat melakukan berhitung pertambahan, pengurangan, perkalian dan

    pembagian.Persamaan : pasien diminta menjelaskan persamaan benda/keaadaan, misal raja dengan kaisar

    atau presiden

    Pendapat : diminta pendapat pasien tentang beberapa pasien tentang beberapa persoalan yang ada

    di lingkungannya.Pengertian : pasien disuruh membaca suatu serita kemudian dapat menjelaskan kembali isi cerita

    tersebut.

    d. Proses pikir

    Proses pikir ini dinilai dari jawaban-jawaban pasien dari pertanyaan pemeriksa tentang hal-hal di

    atas. Kemudian disimpulkan apakah isi pikiran pasien masih baik, kurang atau kelainan.

    e. Fungsi psikomotor

    Pasien dapat melakukan perintah dengan baik tau terganggu/menurun.

    f. Fungsi ekspresif

    Yang dinilai adalah : pasien mampu mengulang kata, kalimat dengan baik, mampu mengucapkan

    nama hari, bulan, nama benda, gambar dan dapat memahami hubungan pengertian dan perkataan

    missal : ditanyakan dengan apa kita makan nasi dan jawaban pasien yang diharapkan adalahkita makan nasi dengan sendokgarpu

    g. Kemampuan baca tulisPasien mampu membaca dalam hati dan menuliskan kembali apa yang telah dibacanya. Pasien

  • 7/29/2019 Nervus Kranial

    8/8

    mampu membaca dengan suara keras dan menerang arti kalimat, pasien mampu menyalin kata

    dan kalimat yang diminta pemeriksa, dapat menulis identitasnya dan melakukan dikte.

    Derajat afasia

    Derajat 0 : afasia global yaitu pasien tidak dapat bicara ataupun mengerti pembicaraan sama

    sekali.Derajat 1 : pembicaraan mengenai soal yang mudah dapat dilakukan dengan bantuan pemeriksa.Derajat 2 : pembicaraan mengenai soal yang mudah dapat dilakukan dengan bantuan pemeriksa

    Derajat 3 : pasien dapat membicarakan persoalan sehari-hari dengan sedikit/tanpa bantuan

    pemeriksa.Derajat 4 : pasien tampak sukar dalam berbicara tetapi tidak mempengaruhi isi dan pikiran yang

    dikemukakan.

    Derajat 5 : kesukaran bicara tidak tampak nyata, tetapi subyektif pasien mengalami kesukaran.