nec (1)
-
Upload
auzia-tania-utami -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of nec (1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Necrolitizing Enterocolitis adalah kelainan pada saluran pencernaan
berupa bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang
didapat dan paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir
sangat rendah.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian NEC sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika
Serikat, berkisar antara 3–28% dengan rata-rata 6 -10% terjadi pada bayi
dengan berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia
kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden NEC, artinya semakin
cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko
terjadinya NEC.
Necrolitizing Enterocolitis lebih sering terjadi pada bayi laki–laki, dan
beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika
daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan
neonatus yang menderita NEC adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
preterm, namun 5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi
yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade
terakhir angka mortalitas yang disebabkan oleh NEC berkisar antara 10-30%
dengan trend menurun seiring dengan semakin berkembangnya advances
neonatal care.
2.3 Etiologi
Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun sebuah
literature mnyebutkan ada 4 penyebab terjadinya NEC, antara lain :
1. Lahir prematern
2. Iskemik intestinal
3. Faktor makanan
4. Kolonisasi bakteri
Keempat penyebab diatas akan dijelaskan lebih lanjut pada
patofisiologi dari nerolitiing enterocolitis.
Sumber lain menyebutkan ada beberapa faktor resiko spesifik yang
dapat menyebabkan NEC, antara lain :
1. Pemberian susu formula
2. Asfiksia (kurang O2)
3. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
4. (Polisitemia) / hiperviskositas
peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam
darah | sehingga menibulkan gesekan.
5. Pemasangan kateter umbilical
6. Gastroskisis (hernia)
7. Penyakit jantung bawaan
8. Mielomeningokel. (Penonjolan selaput pelindung tulang belakang
melalui cacat pada selubung tulang dari kolom vertebral. Cacat
tulangnya disebut spina bifida.)
Necrolitizing Enterocolitis bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau
penyakit dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan
tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella,
Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman
patogen spesifik tidak diketahui.
2.4 Patogenesis
Walaupun etiologi NEC masih kontroversi, analisis epidemiologi(Ilmu
yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta
Determinat masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta
Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya).) penyakit ini telah
mengidentifikasi beberapa penyebab yaitu prematuritas, makanan enteral,
iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir
menunjukkan hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus.
Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan mukosa juga berhubungan
dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi mediator
inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi
sistemik.
1. Prematuritas
Lebih dari 90 % kasus NEC terjadi pada bayi prematur, berat badan
lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak
perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap predileksi (kegemaran) NEC pada
kondisi NEC masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang
dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan
dalam komponen–komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi
bakteri, regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam
terjadinya kerusakan pada usus.
2. Iskemik intestinal atau asfiksia
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan
sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya NEC.
Resistensi pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan
menurun dengan signifikan segera setelah lahir, menimbulkan peningkatan
kecepatan aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada resistensi vaskular
tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida) dan
konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan
bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres
sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi
vaskuler.
Dalam respon terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan
defek tekanan-autoregulasi aliran darah, menyebabkan penurunan
penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan. Sebagai
tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir
memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah
hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna,
hipoksemia berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau
hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida.
Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin, substansi P,
norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor, regulasi
abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada
iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan.
Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh
lapisan dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya
menyebabkan peritonitis dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi
umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus
kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan kematian dapat
terjadi.
3. Pemberian makanan secara enteral
Kebanyakan kasus NEC terjadi setelah pemberian makanan secara
enteral yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang
pernah dilaporkan pada beberapa dekade yang lalu, NEC terjadi beberapa
hari setelah pemberian makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus
yang terjadi pada 1990-an NEC yang terjadi pada BBLSR, terdiagnosis
setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas telah
memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus,
seperti pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan
ditingkatkan secara perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya NEC. Walaupun hubungan antara makanan enteral dan NEC
masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi membuktikan
pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan
susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan
penurunan 50% angka kejadian NEC dengan pemberian ASI, terutama
pada bayi BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang
mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi
Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin, sitokin,
faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak jenuh
rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu
formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI,
seperti faktor pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda,
platelet activating factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif
dalam menurunkan penyakit ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya
terbukti efektif pada percobaan manusia.
4. Kolonisasi Bakteri
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril,
diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang
membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan
meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi
akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu
pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan
Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,
saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang
sedikit, dan
bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil
dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri
komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai
mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat
Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan
bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.
Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat
ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan
dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen.
Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri
pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT) pada
bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya
NEC. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian NEC
belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan
bahwa dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa
komponen aktif menyerupai reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi
mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus.
Gambar 1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing
enterocolitis
apoptosis=Suatu bentuk kematian sel yang diprogram dalam urutan
kejadian yang mengarah pada penghapusan sel tanpa melepaskan zat
berbahaya ke daerah sekitarnya. vs nekrosis
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada NEC meliputi :
1. Distensi perut atau adanya nyeri tekan.
2. Toleransi minum yang buruk.
3. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung.
4. Darah pada feses.
5. Tanda-tanda umum gangguan sistemik :
Apneu
Terus mengantuk atau tidak sadar
Demam atau hipotermi
Sedangkan menurut Gomela, manifestasi klinis dari NEC dapat
dikategorikan sesuai dengan kriteria Bell’s, yaitu:
1. Stadium 1 (suspek NEC)
a. Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik, termasuk apneu,
bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil.
b. Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi makanan, rekuren residual
lambung, dan distensi abdominal.
c. Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa normal atau tidak
spesifik.
2. Stadium 2 (terbukti NEC)
a. Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan
abdominal dan trombositopenia<.
b. Kelainan abdominal : Distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan,
edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.
c. Kelainan radiologik : Gambaran radiologi yang sering adalah
pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
3. Stadium 3 (NEC lanjut)
a. Kelainan sistemik : Termasuk asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik, gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia
dan disseminated(sebar luas) intravascular coagulation (DIC).
b. Kelainan abdominal : Distensi abdomen dengan edema, indurasi dan
diskolorasi.
c. Kelainan radiologic : Gambaran yang sering dijumpai adalah
pneumoperitoneum.
TABEL KRITERIA BELL’S
Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik
IA.
Terduga NEC
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah samar di
dalam feses
- Normal
- Ileus ringan
IB.
Terduga NEC
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah segar per
rectal
- Normal
- Ileus ringan
IIA.
NEC definitif
ringan
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah segar per
rectal
- Peristaltik (-)
- Ileus
- Pneumatosis
intestinal
- Nyeri tekan
IIB. NEC
definitif
sedang
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Asidosis metabolik
ringan
- Trombositopenia
ringan
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah segar per
rectal
- Peristaltik (-)
- Nyeri tekan
- Selulitis
- Benjolan kuadran
kanan bawah
- Ileus
- Pneumatosis
intestinal
- Udara vena porta
- Asites
IIIA. NEC
lanjut, sakit
berat, usus
utuh
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Trombositopenia
ringan
- Hipotensi
- Asidosis respirasi
- Asidosis metabolic
- Neutropenia
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah segar per
rectal
- Peristaltik (-)
- Nyeri tekan
- Selulitis
- Benjolan kuadran
kanan bawah
- Peritonitis
- Distensi abdomen
- Pneumatosis
intestinal
- Udara vena porta
Asites
IIIB. NEC
lanjut, sakit
berat,
perforasi
- Suhu tidak stabil
- Apnu
- Bradikardia
- Trombositopenia
ringan
- Hipotensi
- Residu lambung
meningkat
- Distensi abdomen
ringan
- Darah segar per
rectal
- Pneumatosis
intestinal
- Udara vena porta
- Asites
- Pneumoperitoneum
- Asidosis respirasi
- Asidosis metabolic
Neutropenia
- Peristaltik (-)
- Nyeri tekan
- Selulitis
- Benjolan kuadran
kanan bawah
- Peritonitis
Distensi abdomen
Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal
Medicine.Ed 4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap dan hitung jenis
Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan
shift to the left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering
terlihat. 50 % kasus terbukti NEC, jumlah platelet < 50.000 uL.
b. Kultur
Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya
diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang
patogen.
c. Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta
hiperkalemia sering terjadi.
d. Analisa gas darah
Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan
respiratorik mungkin terlihat.
e. Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening
koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time
memanjang, Partial Thromboplastin time memanjang, penurunan
fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin, merupakan
indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).
f. C-Reaktif protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus NEC yang lanjut karena
bayi tidak bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.
g. Biomarker
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab NEC
seperti gas hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses
dan genetic marker, tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya.
Penelitian lebih lanjut tentang genomic dan proteomic marker terus
diteliti.
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis
merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk
mendeteksi adanya kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos
ataupun dengan media kontras. Pada anak dengan NEC yang umumnya
menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut kembung, muntah–
muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan kontras,
foto polos dan tanpa persiapan.
Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek atau semierek dengan
diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa klinisi
menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak tangga
pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus.
2. Gambaran Radiografik Dini
Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya
batas dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang
terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan gambaran tersebut sangat penting
sehingga dapat dilakukan pengobatan dini dan komplikasi NEC dapat
dihindari.
3. Gambaran Radiografik Klasik
Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan
gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam
diagnosis NEC. Gas dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa
akan memberikan gambaran seperti garis (rel kereta api) pada penampang
bujur atau sebagai cincin kembar pada penampang lintang. Meskipun
tanda ini sangat penting, kadang–kadang sukar mengenalinya.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena
porta. Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai
dengan percabangan vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa
juga muncul pada post kateterisasi vena umbilikalis.
4. Gambaran Radiografik Perforasi (bolong/bocor)
Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh
karena itu penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan
menemukan tanda dini perforasi.
Gambaran radiografik perforasi yaitu:
1. Gas bebas intraperitoneal
2. Cairan bebas intraperitoneal
3. Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,
4. Lingkar usus melebar persisten
A. Intervensi Keperawatan
Prinsip dasar intervensi keperawatan NEC yaitu merencanakan asuhan
keperawatan pada akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septik.
Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan
syok. Jika NEC terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu
dipertimbangkan untuk isolasi.
1. Pengelolaan Dasar
a. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-
14 hari (pada NEC stadium 1 waktunya lebih singkat).
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.
b. Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube
atau lakukan suction berkelanjutan.
c. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen.
d. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua
cairan aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan.
e. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk
memelihara parameter gas darah yang dapat diterima.
f. Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin
dibutuhkan pada keadaan yang mengarah kepada syok.
Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga
tekanan darah dalam batas normal.
g. Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan.
Usahakan untuk mempertahankan produksi urin 1-3
mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada infus jika pasien
dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.
h. Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan
ganti dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada
keparahan penyakit.
i. Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa
hitung sel darah lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga
stabil. Lakukan kultur darah dan urin sebelum memulai pemberian
antibiotik.
j. Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari.
Mulai dengan pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau
Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian Vancomycin (sebagai
pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau curiga
infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin
untuk meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis
atau perforasi usus. Penelitian terbaru tidak menganjurkan
ataupun menolak penggunaan laktoferin sebagai adjuvant terapi
antibiotik.
k. Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada NEC stadium II dan
III dapat mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma
dan cryoprecipitate. Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga
dibutuhkan.
l. Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi
lateral dekubitus pada pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8
jam pada stadium akut untuk medeteksi perforasi usus.
m. Konsul bedah pada NEC ( stadium II dan III)
2. Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis
a. Stadium I
Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan.
Antibotik spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil
kultur.
b. Stadium IIA dan IIB
Puasa selama 2 minggu.
Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada
pemeriksaan radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-
110 kal/kgBB/hari.
Pemberian oksigen.
Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.
Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.
Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.
c. Stadium IIIA dan IIIB
Pengobatan stadium II
Ventilasi mekanik jika dibutuhkan. Jika terdapat syok, segera atasi
dengan pemberian cairan.
Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan
darah.
3. Tatalaksana Bedah
Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi
bedah. Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding
abdomen, dilatasi segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel
loop), massa abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter
terhadap tatalaksana medis.
4. Tindakan Pencegahan
Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah NEC. Hal ini
termasuk penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara
bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal,
penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian
ASI dan penggunaan probiotik.
Gambar Gas portal
B. Prognosis ( peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit)
Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis
intestinal saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post
operatif antara lain infeksi luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps,
nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur intestinal yang dapat muncul pada
lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10% pasien yang di tatalaksana
secara bedah maupun medis.
Reseksi dari striktur yang mengalami obstruksi merupakan tindakan
kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi NEC post operatif antara
lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi), komplikasi
yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic
jaundice. Bayi prematur dengan NEC yang membutuhkan intervensi bedah atau
yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan
dan outcome neuro developmental.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Necrolitizing Enteroolitis merupakan penyakit yang memiliki angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada
bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul
sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu iskemia intestinal, kolonisasi
bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur berbeda dibandingkan
bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara lain
pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi
bakteri, autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi.
Bayi prematur menjadi lebih rentan diakibatkan sistem imun yang imatur
yang mana tidak memadai dalam melindungi terhadap organisme patogen.
Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan cairan
parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid
antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI,
pemberian ASI dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling
baik dalam mencegah NEC.
B. Saran
1. Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita NEC karena
prognosis berhubungan dengan pengobatan.
2. Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai NEC agar diagnosis dan
penatalaksaan bayi dengan NEC dapat dilakukan dengan tepat dan
cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatam: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Kitterman, J. 2006. Necrolitizing Enteroolitis. Dalam: Buku Ajar Pediatri
Rudolph Vol. 1. Ed 20. Jakarta: EGC
Sukadi, A. 2002. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.
Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta:
Sagung seto