Naskah Publikasi Usulan Perbaikkan Pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body Dengan Pendekatan Lean...

download Naskah Publikasi Usulan Perbaikkan Pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body Dengan Pendekatan Lean Production

of 11

description

Hasil pembahasan penelitian skripsi yang dilakukan pada lin produksi handatsuke flute body di PT Yamaha Musical Product Pasuruan-Jatim

Transcript of Naskah Publikasi Usulan Perbaikkan Pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body Dengan Pendekatan Lean...

  • USULAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI HANDATSUKE FLUTE BODY

    DENGAN PENDEKATAN LEAN PRODUCTION

    ANISA KHARISMAWATI1*, AHMAD MUBIN2, IRWAN PAMBUDHIHARTO3

    Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang

    Jl. Raya Tlogomas 246 Malang

    E-mail: [email protected]*

    ABSTRAK

    Strategi dan sistem yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

    produksi. Begitu pula yang dibutuhkan oleh PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI), tentunya memerlukan

    strategi dan sistem yang baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja

    perusahaan. Salah satunya pada lini produksi Handatsuke Flute Body yang memproduksi Body dan Foot dari Flute.

    Pada lini produksi ini masih sering tidak tercapainya target produksi karena ketidekefisienan yang terjadi. Oleh karena

    itu, perlu dilakukan perbaikan yang dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien yaitu Lean

    Production. Pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang memberikan value bagi customer sehingga

    dapat meminimasi pemakaian sumber daya yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Value Stream Mapping

    (VSM) dan kuisioner dengan metode Borda digunakan untuk mengidentifikasi waste dominan yang terjadi, Fault Tree

    Analysis (FTA) digunakan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab waste serta Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

    untuk mengetahui masalah yang paling serius dan usulan perbaikan yang diprioritaskan. Berdasarkan hasil penelitian

    diperoleh bahwa waste dominan adalah defect (26.32%) dan waiting (22.13%).

    Kata Kunci: Failure Mode and Effect Analysis, Fault Tree Analysis, Lean Production, Value Stream Mapping, Value

    Stream Mapping Tools, Waste.

    ABSTRACT

    Strategy and a good system is needed by companies to improve the efficiency and effectiveness of production.

    Similarly with PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT YMPI ), of course, requires a good strategy and systems to

    increase efficiency and minimize costs to improve company performance. One of the production lines is a Handatsuke

    Body Flute. This production line is the manufacturing process of the Body and Foot of Flute. On this production line is

    still often do not achieve production targets due because of inefficiency happened. Therefore, the necessary repairs to

    make the production process more effective and efficient is Lean Production. This approach focuses any activities that

    provide value to the customers so as to minimize the use of resources that do not add value to the product. Value Stream

    Mapping ( VSM ) and a questionnaire with the Borda method used to identify the dominant waste that occurs, Fault Tree

    Analysis ( FTA ) is used to identify the factors that cause waste and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to

    determine the most serious problems and suggestions for improvement priority. The result showed that the dominant

    waste is defect (26.32 % ) and waiting ( 22.13 % ) .

    Keywords: Cause and Effect Diagram, Lean Manufacturing, Value Stream Mapping (VSM), Waste, Waste Assessment

    Model (WAM)

    PENDAHULUAN

    Pada dasarnya setiap perusahaan dituntut untuk memproduksi produk yang secara ekonomis dapat

    menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan proses produksi yang efektif dan efisien. Produksi

    yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan semaksimal mungkin segala sumber daya yang

    dimiliki serta mengliminasi semua pemborosan atau waste yang terjadi. Waste atau muda dalam

    bahasa Jepang bisa diartikan juga sebagai aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah

    bagi throughput perusahaan. Aktivitas yang tidak atau kurang memberikan nilai tambah merupakan

    suatu waste sehingga perlu dihilangkan agar proses produksi dapat berjalan lancar.

    PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI) merupakan perusahaan manufaktur yang

    memproduksi alat musik tiup dengan skala ekspor, tentunya memerlukan strategi dan sistem yang

    baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

    Salah satu lini produksi pada PT YMPI ini adalah lini produksi Handatsuke Flute Body. Lini produksi

  • ini merupakan proses pembuatan Body dan Foot dari Flute. Pada lini produksi ini masih sering tidak

    tercapainya target produksi seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2013, dari target produksi yang

    diharapkan yaitu 17278 pcs namun yang bisa diproduksi yaitu 16709 pcs, ada 569 pcs yang tidak

    terpenuhi (Data PPIC PT YMPI). Hal ini diakibatkan oleh ketidekefisienan yang terjadi pada sistem

    produksi. Seperti produk cacat (defect) dan proses menunggu (waiting) terlalu lama. Pada bulan

    Oktober 2013 terdapat 321 unit produk cacat kemudian mengalami peningkatan pada bulan

    November 2013 sebesar 483 unit dan pada bulan Desember 2013 masih ada produk cacat sebesar 210

    unit.

    Masih terdapatnya produk cacat ini tentu menyebabkan proses produksi perusahaan tidak efektif

    dan akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikkan yang dapat membuat

    proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu pendekatan yang relatif sederhana dan

    terstruktur dengan baik agar mudah dipahami yaitu Lean Production. Lean Production diprakarsai

    pertama kali oleh Toyota di Jepang, pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang

    memberikan Value bagi customer sehingga dapat meminimasi pemakaian resource yang tidak

    memberikan nilai tambah pada produk (Hines & Taylor, 2000). Teknik-teknik lean production dapat menolong perusahaan untuk menjadi kompetitif, terkhusus dalam hal pengurangan waste

    (pemborosan) yang terjadi pada proses produksi mereka. Dari penerapan lean production ini

    diharapkan biaya produksi lebih rendah, output meningkat, dan lead time produksi lebih pendek.

    METODE

    Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan di PT PT Yamaha Musical Products Indonesia

    (PT. YMPI). Metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu

    : kuisioner, observasi dan wawancara. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi waste, tahap ini

    digunakan untuk memperoleh informasi tentang waste yang terjadi pada sistem produksi dengan

    Value Stream Mapping (VSM) untuk memetakan aliran fisik dan aliran informasi yang terjadi pada

    lini produksi handatsuke flute body kemudian dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui

    bobot waste berdasarkan konsep borda. Kuisioner disusun berdasarkan waste yang terjadi pada lini

    produksi tersebut yaitu Over production, Defect, Unnecessary Inventory, Inappropriate Processing,

    Excessive Transportation, Waiting dan Unnecesarry Motion setelah itu melakukan pembobotan

    terhadap waste dengan kriteria skor terhadap peringkat dari tingkat keseringan yang terjadi dengan

    skala peringkat 1 untuk tingkat keseringan yang terjadi 90% sampai dengan peringkat 9 untuk tingkat

    keseringan yang terjadi 10%. Kuisioner ini ditujukan pada pihak yang terlibat langsung pada lini

    produksi yaitu Ketua Kelompok dan Wakil Ketua Kelomok lini produksi handatsuke flute body yang

    berjumlah 4 responden. Tahap kedua adalah melakukan pembobotan waste dengan tujuan untuk

    mengidentifikasi waste yang terjadi pada sistem dengan mengetahui tingkat keseringan dari

    munculnya waste yang terjadi dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan pada pihak-pihak

    operasi sistem produksi. Pada tahap ketiga menentukan tools dengan Value Stream Mapping Tools

    untuk memetakan secara lebih detail terhadap penyebab waste yang terjadi ((Hines dan Rich, 1997).

    Tahap keempat melakukan analisis faktor penyebab untuk mengetahui faktor penyebab waste yang

    dominan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Selanjutnya tahap kelima adalah

    melakukan analisis terhadap mode kegagalan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis

    (FMEA) dengan mengetahui nilai RPN yang terbesar setelah itu dapat diketahui masalah yang paling

    serius dan usulan perbaikkan yang diprioritaskan. Dimana nilai RPN ini tergantung dari seberapa

    besar tingkat keparahan efek dari suatu kegagalan/kesalahan, frekuensi atau jumlah kegagalan yang

    terjadi karena suatu penyebab dan tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi

    untuk mendeteksi kegagalan.

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Value Stream Mapping

    Berdasarkan aliran informasi dan aliran fisik pada lini produksi handatsuke flute body, maka dapat

    dibuat Value Stream Mapping untuk memperoleh gambaran dimana waste yang terjadi, serta

    menggambarkan lead time yang dibutuhkan dari masing-masing karekteristik proses yang terjadi.

    Pada lini produksi handatsuke flute body ini memproduksi body dan foot flute namun tidak

    merakitnya menjadi satu, maka Value Stream Mapping terbagi dua yaitu untuk body dan untuk foot.

    Value Stream Mapping untuk lini produksi handatsuke flute body untuk produk body flute dapat

    dilihat pada gambar 1 sedangkan untuk produk body flute dapat dilihat pada gambar 2.

    v

    Gambar 1 Value Stream Mapping Body Flute

    Keterangan:

    : Manual Information

    : Pull Arrow (Kanban)

    : Push Arrow (Shipment)

    : Physical Stream Arrow

    Production Control PT YMPIWH Raw

    Material

    PT YMJ

    IP 1

    I

    OP : 2 menMC : 2 unitCT : 162 sAT :108000 s

    Soldering Zak #3 #4 #6

    OP : -MC : 1 unitCT : 85 sAT :27000 s

    Soldering Zak F #7 #8

    OP : 1 menMC : 1 unitCT : 45 sAT :27000 s

    Soldering Nukisasi dan Ring

    COP : 1 menMC : 2 unitCT : 40 sAT : 28800 s

    Buffing

    OP : 1 menMC : 1 unitCT : 30 sAT : 27000 s

    Kencusushei zak #3 #4 #6 OP : -

    MC : 1 unitCT : 20 sAT : 27000 s

    Driling Kencu 7

    OP : 1 menMC : 1 unitCT : 80 sAT : 18000 s

    Driling 1OP : 1 menMC : 1 unitCT : 60 sAT : 27000 s

    Soldering Zag #5OP : -MC : 1 unitCT : 60 sAT : 18000 s

    Driling 2OP : -MC : 1 unitCT : 30 sAT : 18000 s

    MenkirikOP : 1 menMC :-CT : 107 sAT :54000 s

    Kensa BodyOP : -MC : -CT : 20 sAT : 27000 s

    Kencusushei zak 5OP : 1 menMC : 1 unitCT : AT : 54000 s

    Cutting with NCOP : 1 menMC : 1 unitCT : 180 sAT : 54000 s

    PerendamanOP : 1 menMC :-CT : 55AT :54000 s

    Dial Gauge

    I

    IP 3Daily Production Palnning for a month

    20 s

    40 s

    3 s

    45 s

    1188 s

    120 m17 m 1 m

    3 s

    85 s

    3 s

    162 s

    3 s

    30 s

    8s

    20 s

    8s

    60 s

    6s

    20 s

    1 m 1m 1 m 5 m 6 m 3 m20 s

    180 s

    3 s

    107s

    3 s

    80 s

    3 s

    60 s

    12 s

    30 s

    1m 1m 10 m

    10 s

    76 s

    6 s

    55 s

    8 m 18 m 1 m 3m

    Keterangan : OP : Operator MC : Machine CT : Cycle Time AT : Available Time

    Total CT 1050 seconds

    Lead Time Producition 2349 seconds

    Total Distance 197 meters

    Total Man Power per Shift 11 men

    Production Control PT YMPI

    WH Raw Material

    PT YMJ

    IP 1

    OP : 1 menMC : 1 unitCT : 29 sAT : 54000 s

    Driling kencu #1 #2 #3 #14OP : -

    MC : 1 unitCT : 17 sAT : 18000 s

    Kencusushei

    OP : -MC : 1 unitCT : 82 sAT : 18000 s

    Soldering zag #1 #2 #9

    OP : 1 menMC : 1 unitCT : 43 sAT : 18000 s

    Soldering Nukisasi dan Ring

    BOP : 1 menMC : 1 unitCT : AT : 54000 s

    Cutting with NCOP : 1 menMC : 1 unitCT : 180 sAT : 54000 s

    PerendamanOP : 1 menMC : -CT : 123 sAT : 54000 s

    Kensha Foot

    I

    IP 3

    I

    Daily Production Palnning for a month

    3 s

    43 s

    3 s

    82 s

    8 s

    17 s

    12 s

    29 s

    10 s

    52 s

    20 s

    180 s

    6 s

    123 s

    1 m 1 m 5 m

    1188 s

    120m 10 m 8 m 18 m 3 m

    Keterangan:

    : Manual Information

    : Pull Arrow (Kanban)

    : Push Arrow (Shipment)

    : Physical Stream Arrow

    Total CT 526 seconds

    Lead Time Producition 1776 seconds

    Total Distance 166 meters

    Total Man Power per Shift 5 men

    Keterangan :

    OP : Operator

    MC : Machine

    CT : Cycle Time

    AT : Available Time

    Gambar 2 Value Stream Mapping Foot Flute

  • Pada produksi body flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 2849 detik sedangkan

    pada produksi foot flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 1776 detik. Secara

    keseluruhan maka total lead time pada lini produksi handatsuke flute body adalah 4125 detik.

    Pembobotan Waste

    Tabel 1 Hasil Pembobotan Menggunakan Metode Borda

    No Waste

    Jumlah Responden

    Skor Bobot

    Skor (%)

    Bobot

    Skor

    (abs) Rank

    Tingkat Keseringan (peringkat)

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    1 Overproduction 1 3 1

    0.8% 0.008 7

    2 Waiting 3 1

    27 22.1% 0.221 2

    3 Excessive

    transportation 1 3 25 20.5% 0.205

    3

    4 Inappropriate

    processing

    3 1

    7 5.7% 0.057 6

    5 Unnecessary inventory

    3 1

    10 8.2% 0.082 5

    6 Unnecessary motion 4

    20 16.4% 0.164 4

    7 Defect 4 32 26.2% 0.262 1

    Bobot 8 7 6 5 4 3 2 1 0 122

    Berdasarkan hasil pembobotan waste pada Tabel 1, maka didapatkan bahwa waste yang dominan

    adalah waste defect dengan bobot skor sebesar 26.2% lalu diikuti dengan waste waiting dengan bobot

    skor sebesar 22.1%. Hasil pembobotan waste tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam pemilihan

    Value stream Analysis Tools yang akan digunakan.

    Value Stream Analysis Tools (VALSAT) Konsep VALSAT digunakan dalam pemilihan mapping tools dengan cara mengalikan hasil

    pembobotan waste dengan skala yang ada pada tabel VALSAT. Hasil pembobotan dengan

    menggunakan VALSAT tercantum pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 2,

    maka terdapat tiga tools dengan bobot terbesar yang sesuai dengan jenis waste yang terjadi yang akan

    digunakan, yaitu Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix (SCRM), dan

    Quality Filter Mapping (QFM).

  • Tabel 2 Hasil Pembobotan VALSAT

    Wastes

    Mapping Tool

    Process

    Activity

    Mapping

    Supply Chain

    Response

    Matrix

    Production Variety Funnel

    Quality Filter Mapping

    Demand

    Amplification

    Mapping

    Decision Point Analysis

    Physical Structure

    Overproduction 0.008 0.024 0.008 0.024 0.024

    Waiting 1.989 1.989 0.221 0.663 0.663

    Transport 1.845 0.205

    Inappropriate

    Processing

    0.513 0.171 0.057 0.057

    Unnecessary Inventory 0.246 0.738 0.246 0.738 0.246 0.082

    Unnecessary Motion 1.476 0.164

    Defect 0.262 2.358

    Total 6.339 2.915 0.638 2.423 1.425 0.990 0.287

    Rangking 1 2 6 3 4 5 7

    Process Activity Mapping (PAM)

    PAM digunakan untuk memetakan lebih detail setiap aktivitas yang terjadi pada lini produksi

    handatsuke flute body kemudian menggolongkannya ke dalam aktivitas Value Added (VA), Non

    Value Added (NVA), dan Non Value Added but Neccessary (NNVA). Hasil dari PAM pada lini

    produksi handatsuke flute body dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3 Ringkasan Aktivitas PAM Handatsuke Flute Body

    Berdasarkan Tabel 3 diatas didapatkan bahwa terdapat 59 aktivitas dengan total waktu 4581 detik.

    Aktivitas dengan waktu terbesar adalah aktivitas delay dengan waktu 2100 detik yang menandakan

    bahwa aktivitas tidak bernilai tambah masih sering terjadi pada lini produksi handatsuke flute body.

    Selanjutnya aktivitas digolongkan berdasarkan aktivitas Non value adding activity (NVA), Value

    adding activity (VA) dan Necessary non value adding activity (NNVA). Untuk aktivitas yang

    tergolong pada NVA adalah aktivitas delay sedangkan yang tergolong aktivitas VA adalah aktivitas

    operation lalu yang tergolong aktivitas NNVA adalah aktivitas transportation, inspection dan

    storage. Berikut ringkasan dan porsentase aktivitas pada lini produksi handatsuke flute body :

    Tabel 4 Ringkasan Perhitungan dan Porsentase PAM Handatsuke Flute Body

    Aktivitas Jumlah Waktu (detik)

    Operation 20 1346

    Transportation 33 895

    Inspection 2 230

    Storage 2 10

    Delay 2 2100

    Jumlah 59 4581

    Aktivitas Jumlah Waktu (detik) Porsentase

    VA 20 1346 29.382%

    NVA 2 2100 45.842%

    NNVA 37 1135 24.776%

    Total waktu (detik) 4581 100 %

  • Dari Tabel 4 didapatkan bahwa aktivitas Non value adding activity (NVA) memiliki porsentase

    yang terbesar yaitu 45.842% terdiri atas aktivitas delay sebesar 2100 detik. Aktivitas delay ini

    disebabkan karena lamanya waktu menunggu ketika mengambil material ke Initial Process 1 (IP 1)

    dan gudang. Sedangkan aktivitas Value adding activity (VA) memiliki porsentase 29.382% yang

    terdiri atas aktivitas operation dengan total waktu 1346 detik dan aktivitas Necessary non value

    adding activity (NNVA) sebesar 24.776% yang terdiri atas aktivitas transportation , inspection dan

    storage dengan total waktu 1135 detik.

    Supply Chain Response Matrix (SCRM)

    SCRM digunakan untuk menggambarkan pola inventory dan lead time untuk memperkirakan

    jumlah inventory yang dibutuhkan dalam pemenuhan order dengan lead time yang tersedia.

    Penurunan inventory dan lead time merupakan penghematan value stream pada lini produksi.

    Data yang dibutuhkan dalam pembuatan SCRM untuk mengetahui cumulative kedatangan raw

    material serta hasil produksi berupa WIP dan finished good pada lini produksi handatsuke flute body

    adalah sebagai berikut.

    Data penerimaan raw material per hari.

    Data output produksi per hari.

    Data pengiriman produk finished good per hari. Hasil perhitungan lead time dan inventory dapat dilihat pada tabel 5 dengan total waktu dalam

    supply chain lini produksi handatsuke flute body adalah 1.48 hari dengan cumulative inventory 0.85

    hari dan cumulative lead time sebesar 0.54 hari.

    Tabel 5 Perhitungan SCRM pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body

    No Item

    Days Physical Stock (hari)

    Lead Times (hari)

    Cumulative Days Physical Stock (hari)

    Cumulative Lead Time (hari)

    1 Stock Raw Material dari IP 1 0.29 0.20 0.29 0.20

    2 Stock Raw Material dari

    gudang

    0.24 0.13 0.53 0.33

    3 Stock WIP 0.18 0.08

    0.71 0.41

    4 Stock Finish Good 0.15 0.13 0.85 0.54

    Total 1.48

    Dari tabel 5 dapat dilihat perbandingan days physical stock pada stock raw material, WIP, dan

    finished good. Days physical stock terlama terdapat pada stock raw material dari IP 1 sebesar 0.29

    hari. Sedangkan untuk stock days physical stock raw material dari gudang adalah 0.24 hari. Lalu

    stock days physical stock WIP sebesar 0.18 hari dan finished good memiliki days physical stock 0.15

    hari.

    Quality Filter Mapping (QFM)

    QFM digunakan sebagai tools untuk mengidentifikasi adanya masalah kualitas (cacat) yang

    terjadi sepanjang supply chain. Cacat yang akan digambarkan pada QFM disini yaitu cacat kualitas

    pada produk body dan foot flute yang ditemukan selama proses produksi. Pada lini produksi

    Handatsuke flute Body terdapat 6 jenis defect yaitu handa oi, kizhu kenchu handatsuke, handa tare,

    handa tobi, handa tsuki, handa zara. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis defect pada body flute

    selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :

  • Gambar 3 Porsentase Defect pada Body Flute

    Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada body

    flute adalah kizu kenchu handatsuke dengan porsentase terbesar pada bulan November yaitu sebesar

    1.78%. Kizu kenchu handatsuke ini disebabkan pada saat pemindahan material terjadi gesekan antar

    body flute dan pada mesin terdapat bari atau serbuk besi. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis

    defect pada foot flute selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :

    Gambar 4 Porsentase Defect pada Foot Flute

    Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada foot flute

    adalah handa tare dengan porsentase terbesar pada bulan Desember yaitu sebesar 2.13%. Handa tare

    ini disebabkan bulu kuas yang terlepas pada saat operator menyolder foot flute.

    Fault Tree Analysis (FTA)

    Analisa penyebab waste yang terjadi pada lini produksi handatsuke flute body dilakukan dengan

    menggunakan Fault Tree Analysis. Fault Tree Analysis dibuat berdasarkan hasil observasi dan

    diskusi dengan beberapa pihak di lantai produksi. Berikut akan dijabarkan mengenai analisa

    penyebab waste.

    Analisa Penyebab Waste Defect

    Fault Tree Analysis dari waste defect terdapat pada Gambar 6. Berdasarkan pada Gambar 6,

    penyebab utama waste defect adalah human error dan tools. Pada faktor human error terdapat 3

    penyebab dasar antara lain operator kurang fokus, operator baru dan operator tergesa-gesa agar dapat

    memenuhi target produksi. Pada faktor tools terdapat 2 penyebab dasar antara lain alat pembawa

    0.012%

    0.300%

    0.791%

    0.383%

    0.060% 0.012%0.027%

    1.784%

    0.905%

    0.743%

    0.095% 0.014%

    0.013%

    1.101%1.020%

    0.443%

    0.027% 0.027%

    Handa Oi Kizu KenchuHandatsuke

    Handa Tare Handa Tobi Handa Tsuki Handa Zara

    Porsentase Defect pada Body Flute

    Oktober November Desember

    0.060% 0.036%

    1.865%

    0.287%

    0.036% 0.000%

    0.025% 0.063%

    1.952%

    0.513%

    0.150% 0.038%0.04%

    0.19%

    2.13%

    0.48%0.21%

    0.07%

    Handa Oi Kizu Kenchu Handatsuke Handa Tare Handa Tobi Handa Tsuki Handa Zara

    Porsentase Defect pada Foot Flute

    Oktober November Desember

  • material atau hanger terlalu pendek bagi body flute dan bulu kuas yang digunakan sudah terlalu lama

    atau kuas terendam lama pada cairan flux.

    Gambar 5 Fault Tree Analysis Waste Defect

    Analisa Penyebab Waste Waiting

    Fault Tree Analysis dari waste waiting terdapat pada Gambar 7. Berdasarkan pada Gambar 7,

    penyebab utama waste waiting adalah human error dan methods. Pada faktor human error terjadi

    karena operator pada saat mengambil material terlalu lama mengobrol sehingga proses tidak berjalan.

    Pada faktor method terjadi karena operator mununggu material yang sedang dipersiapkan oleh bagian

    Initial Process 1 (IP1), hal ini terjadi karena wadah material yang akan digunakan baru dikembalikan

    pada saat pengambilan tentunya ini menyebabkan terjadinya waste waiting.

    defect

    Human Error Tools

    Mesin zag gosongAdanya gesekan

    antar material saat dipindahkan

    Cairan flux melebarPemasangan

    material pada alat drill kurang tepat

    Pada mesin drill terdapat bari atau

    serbuk besi

    Proses perendaman kurang maksimal

    Pengolesan cairan flux masih kurang

    Operator kurang fokus

    Operator kurang fokus

    Operator baruOperator

    tergesa-gesa

    Operator kurang fokus

    Hanger pembawa

    produkterlalu pendek

    Kuas yang digunakan sudah lama

    Bulu kuas terlepas

    Kuas terlalu lama direndam

    pada cairan flux

    Penyetingan panas api kurang tepat

    Keterangan

    : kejadian puncak Top Event

    : gerbang kejadian OR

    : kegagalan mendasar Basic Event

  • Gambar 6 Fault Tree Analysis Waste Waiting

    Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

    Setelah menentukan penyebab waste dengan menggunakan FTA selanjutnya mengetahui

    penyebab waste yang poternsial pada suatu proses dan akibat yang ditimbulkannya pada sistem dapat

    menggunakan metode FMEA. Analisis penyebab dan pengaruh kegagalan dirinci pada tabel 6 di

    bawah ini ;

    Waiting

    Pekerja terlalu lama

    mengobrol

    Material belum di persiapkan

    Tempat material telat di kembalikan

    Human Error Methods

    Keterangan

    : kejadian puncak Top Event

    : gerbang kejadian OR

    : kegagalan mendasar Basic Event

  • Tabel 6 FMEA Lini Produksi Handatsuke Flute Body

    No Deskripsi Proses

    Mode Kegagalan

    Potensi Efek Kegagalan S Penyebab Potensial Kegagalan

    O Proses Kontrol Saat ini

    D RPN Aksi/Tindakan

    Proses berikutnya

    Peformansi Produk

    1

    Soldering

    Pengolesan cairan flux

    kurang

    Masih terdapat celah antar

    kenchu dengan

    body atau foot

    8 Operator kurang

    fokus 2

    Pemeriksaan di

    akhir keseluruhan proses

    4 64

    Membuat one point lesson atau

    presentasi secara visual dan singkat

    yang memberikan penjelasan dalam satu poin pada proses

    soldering

    Bulu kuas melebar/terlepas

    Cairan flux

    mengotori

    bagian yang lain

    8

    Kuas yang digunakan sudah

    lama atau lama

    terendam pada cairan flux

    3

    Pemeriksaan di

    akhir keseluruhan

    proses

    4 96 Pergantian kuas secara berkala.

    Pengolesan timah/

    cairan flux terlalu banyak

    Cairan flux

    mengotori bagian yang lain

    8 Operator kurang

    fokus 2

    Pemeriksaan di

    akhir keseluruhan proses

    4 64

    Membuat one point lesson atau

    presentasi secara visual dan singkat

    yang memberikan penjelasan dalam satu poin pada proses

    soldering

    2

    Pemindahan

    material Kenchu bergesekan Body tergores 8

    Hanger terlalu

    pendek 8

    Pemeriksaan di akhir keseluruhan

    proses

    4 256

    Tinggi hanger atau alat pemindahan material antar proses

    harus ditinggikan yang semula

    tingginya 160 mm menjadi 239,5 mm

    3

    Drilling

    Pada mesin terdapat

    bari atau serbuk besi

    Body atau foot

    tergores 6 Operator baru 6

    Pemeriksaan di akhir keseluruhan

    proses

    4 144

    Membuat one point lesson atau

    presentasi secara visual dan singkat yang memberikan penjelasan

    dalam satu poin pada proses

    drilling

    Pemasangan material

    pada mesin drill kurang

    tepat

    Body atau foot tergores

    6

    Operator kurang

    fokus

    6

    Pemeriksaan di

    akhir keseluruhan

    proses

    4 144

    Membuat one point lesson atau

    presentasi secara visual dan singkat

    yang memberikan penjelasan dalam satu poin pada proses

    drilling dan operator yang baru

    harus diberi penjelasan mengenai SOP (Standart Operating

    Procedure) serta harus dilakukan

    pengontrolan oleh KK atau WKK

    4

    Pengambilan

    material

    Menunggu material

    proses buffing

    tidak bias

    dilakukan

    1 Pekerja terlalu lama mengobrol

    5

    Terkadang

    diingatkan oleh

    KK/WKK

    3 15 menetapkan waktu maksimal saat mengambil material

    Menunggu material

    proses buffing

    tidak bias dilakukan

    1

    Material belum

    dipersiapkan karena tidak ada wadahnya

    7

    Operator

    membawa wadah sendiri

    9 63

    menggunakan tenaga mizusumashi yaitu operator khusus yang

    digunakan untuk mengantar atau

    mengambil material

  • Dari hasil analisa FMEA pada Tabel 6 diketahui bahwa nilai RPN terbesar pertama sebesar

    256 terjadi karena alat pemindahan material atau hanger yang terlalu pendek untuk itu rencana usulan

    yang diberikan adalah menambah tinggi hanger. Nilai RPN terbesar kedua sebesar 144 terjadi karena

    operator kurang fokus dan operator baru pada proses drilling maka rencana usulan yang diberikan

    adalah membuat one point lesson atau presentasi secara visual dan singkat yang memberikan

    penjelasan dalam satu poin pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan mengenai

    SOP (Standart Operating Procedure) serta harus dilakukan pengontrolan oleh KK atau WKK.

    Operator kurang fokus dan operator baru yang belum paham dengan SOP menyebabkan body atau

    foot tergores. Sedangkan RPN terbesar ketiga sebesar 96 disebabkan oleh kuas yang digunakan untuk

    pengolesan sudah lama atau lama terendam pada cairan flux maka rencana usulan perbaikkan adalah

    pergantian kuas secara berkala.

    SIMPULAN

    Hasil identifikasi waste yang paling dominan pada lini produksi handatsuke flute body adalah

    defect (26.32%) dan waiting (22.13%). Mapping Tools yang terpilih berdasarkan bobot Value Stream

    Analysis Tool (VALSAT) adalah Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix

    (SCRM) dan Quality Filter Mapping (QFM). Usulan perbaikkan yang menjadi prioritas adalah

    menambah tinggi hanger yang semula 160 mm menjadi 239.5 mm kemudian membuat one point

    lesson atau presentasi secara visual pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan

    mengenai SOP (Standart Operating Procedure) serta pergantian kuas secara berkala.

    DAFTAR PUSTAKA

    Gaspersz, V. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000,

    MBNQA dan HACCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

    Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT. Gramedia

    Pustaka Utama.

    Hines, P. dan Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of

    Operation & Production Management. Vol. 17 Iss: 1 pp. 46-64.

    Hines, P. dan Taylor, D. 2000. Going Lean. Lean Interprise Research Centre. Cardiff Business

    School.

    Kalsaas, B. 2002. Value Stream Maaping An Adequate Method For Going Lean. Departement of

    Industrial Economics and Technology Management, Norwegian University of Technology and

    Science.

    Pandey, M. 2005. Engineering and Sustainable Development: Fault Tree Analysis. Waterlo:

    University Waterlo.