Naskah Akademik Raperda RTRW KKU 2011
-
Upload
jawas-dwijo-putro -
Category
Documents
-
view
222 -
download
9
description
Transcript of Naskah Akademik Raperda RTRW KKU 2011
-
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN KAYONG UTARA TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2011 - 2031
DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KAYONG UTARA
TAHUN 2011
-
Kata Pengantar Laporan Pendahuluan ini adalah laporan pertama yang dikerjakan oleh Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan
PT.Cipta Asri Manunggal sebagai konsultan perencana.
Laporan pendahuluan ini merupakan laporan awal penyusunan RAPERDA
Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengacu pada ketentuan penyusunan
tentang pedoman penyusunan peraturan perundangan, dalam hal ini Undang-
Undang No.12 tahun 2011
Atas Selesainya Laporan Pendahuluan ini kami sebagai konsiltan perencana
mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu tersusunnya RAPERDA Rencana Tata Ruang Wilayah.
Sukadana, Oktober 2011
Pemerintah Kabupaten Kayong Utara
Dinas Pekerjaan Umum (PU)
ii
-
Kata Pengantar Laporan Interim ini merupakan laporan kedua yang dikerjakan oleh Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan
PT.Ziar Estetika Consultant sebagai konsultan perencana.
Laporan Interim ini berisikan RAPERDA Ijin Mendirikan Bangunan yang mengacu pada ketentuan penyusunan tentang pedoman penyusunan
peraturan perundangan, dalam hal ini Undang-Undang No.12 tahun 2011
Atas Selesainya Laporan Interim ini kami sebagai konsiltan perencana
mengucapkan banyak-banyak terimakasih.
Sukadana, November 2011
Pemerintah Kabupaten Kayong Utara
Dinas Pekerjaan Umum (PU)
ii
-
Kata Pengantar Laporan Pendahuluan ini adalah laporan pertama yang dikerjakan oleh Dinas
Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kayong Utara yang bekerja sama dengan
PT.Cipta Asri Manunggal sebagai konsultan perencana.
Laporan Pendahuluan ini Naskah Akademis yang penyusunannya mengacu
pada ketentuan penyusunan tentang pedoman penyusunan peraturan
perundangan, dalam hal ini Undang-Undang No.12 tahun 2011.
Atas Selesainya Laporan Pendahuluan ini kami sebagai Konsultan perencana
mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu tersusunnya RAPERDA Rencana Tata Ruang Wilayah.
Sukadana, Oktober 2011
Pemerintah Kabupaten Kayong Utara
Dinas Pekerjaan Umum (PU)
ii
-
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ I - 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. I - 1
1.2 Dasar Hukum .................................................................................... I - 2
1.3 Tujuan dan Sasaran Penyusunan Peraturan Daerah ............................. I - 4
1.4 Tujuan dan Manfaat Naskah Akademis................................................. I - 5
1.5 Pentingnya Naskah Akademis dalam pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah .............................................................................. I - 6
1.6 Ruang Lingkup .................................................................................. I - 6
1.7 Metode Penyusunan Naskah Akademis .. I - 6
1.8 Sistematika Naskah Akademis.......................... I - 7
BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS.................................. II - 1
2.1 Pengembangan Wilayah ..................................................................... II - 1
2.1.1. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah .................................. II - 1
2.1.2. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah ............................. II - 2
2.1.3. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan ......................................... II - 6
2.1.4. Pembangunan Daerah .............................................................. II - 7
2.1.5. Potensi Wilayah sebagai Sumber Daya ....................................... II - 10
2.2 Struktur Ruang .................................................................................. II - 12
2.2.1. Definisi Struktur Ruang ............................................................. II - 12
2.2.2. Bentuk dan Model Struktur Ruang .............................................. II - 13
2.2.3. Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota ......................... II - 15
2.2.4. Faktor-faktor Timbulnya Pusat Pelayanan ................................... II - 16
2.2.5. Perkembangan Kota dan Struktur Ruang .................................... II - 17
2.3 Sistem Transportasi ............................................................................ II - 15
2.3.1. Jaringan Transportasi ................................................................ II - 22
2.3.2. Klasifikasi Jalan ......................................................................... II - 23
2.3.3. Fungsi Jalan Berkaitan dengan Pembangunan ............................. II - 26
2.3.4. Arah Perkembangan Jaringan Transportasi ................................. II - 27
2.4 Sumber Daya Lahan ........................................................................... II - 28
2.4.1. Pengertian Lahan ..................................................................... II - 28
2.4.2. Tata guna Lahan dan Perubahan Guna Lahan ............................. II - 29
2.4.3. Kesesuaian Lahan ..................................................................... II - 30
ii | N a s k a h A k a d e m i k
-
2.4.4. Perubahan Penggunaan Lahan .................................................. II - 35
2.5 Konsep Pembangunan Berkelanjutan ................................................... II - 36
2.5.1. Definisi Konsep Pembangunan Berkelanjutan .............................. II - 36
2.5.2. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan ......................................... II - 39
2.5.3. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ........................................... II - 41
2.5.4. Indikator Pembangunan Berkelanjutan ....................................... II - 42
2.6 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ...................................................... II - 43
2.7 Perizinan Pemanfaatan Ruang ............................................................. II - 47
2.8 Parsipatori Planning ............................................................................ II - 48
2.9 Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintah di Daerah... II - 49
2.9.1. Pemerintah sebagai Pelaksana Birokrasi Pemerintahan ................ II - 49
2.9.2. Pemerintah Daerah sebagai Pelaksana Biroikrasi Daerah
berdasarkan otonomi Daerah..................................................... II - 51
2.10 Praktek Empiris .................................................................................. II - 55
BAB 3 EVALIASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT................................................................... III - 1
3.1 Penyelenggaraan Pemerintah Daerah................................................... III - 1
3.2 Penataan Ruang dan Penggunaan Lahan.............................................. III - 2
3.2.1. Penataan Ruang . III - 2
3.2.2. Penggunaan Lahan .. III - 3
3.3 Sumber Daya Alam dan Penanggulangan Bencana . III - 7
3.3.1. Sumber Daya Alam .. III - 7
3.3.2. Penanggulangan Bencana III - 7
3.4 Infrastruktur . III - 9
3.4.1. Jaringan Jalan dan Sempadan Jalan .. III - 9
3.4.2. Kepelabuhan III - 11
3.4.3. Bandar Udara .. III - 13
3.4.4. Telekomunikasi .. III - 14
3.5 Peran Serta Masyarakat .. III - 16
BAB 4 LANDASAN FILOSOFIS, SOSILOGIS DAN YURIDIS ...................... IV - 1
4.1. Landasan Filosofis ............................................................................... IV - 1
4.2. Landasan Sosiologis ............................................................................. IV - 2
4.3. Landasan Yuridis ................................................................................. IV - 3
4.4. Asas-asas Pembentukan Peraturan Daerah ............................................ IV - 4
iii | N a s k a h A k a d e m i k
-
iv | N a s k a h A k a d e m i k
BAB 5 JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH....................................... V - 1
5.1. Sasaran yang Akan Diwujudkan ........................................................... V - 1
5.2. Arah dan Jangkauan Pengaturan. V - 2
5.3. Ruang Lingkup Materi .. V - 3
5.3.1. Ketentuan Umum .. V - 3
5.3.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah . V - 10
5.3.3. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten . V - 12
5.3.4. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten . V - 16
5.3.5. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten V - 18
5.3.6. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten . V - 21
5.3.7. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang .. V - 23
5.3.8. Ketentuan Peralihan . V - 31
BAB 6 PENUTUP....................................................................................... VI - 1
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... VI - 1
5.2. Saran VI - 1
Daftar Pustaka
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Akil, S. 2001. Penataan Ruang dalam Rangka Mendorong Pengembangan Ekonomi Wilayah. Tangerang: Cipta. Arikunto, Suharsimi (1994), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. , Jakarta: Bina Aksara. Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD 1945, disertasi, Bandung,: UNPAD, 1990 Catanese, Anthony J. dan James C. Snyder (1992), Perencanaan Kota Edisi 2. Surabaya: Penerbit Erlangga. Budihardjo, Eko (2005), Tata Ruang Perkotaan. Bandung: PT. Alumni. _________ (1997), Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi. _________ (1997), Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni. Darmawan, Edy (2003), Teori dan Implementasi Perancangan Kota. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Dunn, William N (2001), Analisis Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Library. Hadi, Sutrisno (1984), Metodologi Riset I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hadjisaroso, 1994. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia, dalam Prisma No. 8 Agustus. Hettne, Bjorn. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Jayadinata, Johara T. (1986), Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah (2004), Perencanaan Pembangunan Daerah Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia. Sandy, I Made (1977), Tata Guna Lahan Perkotaan dan Perdesaan. Jakarta: Penerbit Bharata Anindya. Salim, H.A. Abbas. 1998. Manajemen Transportasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. SF Marbun dan Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Liberty, 2006 Soefaat, et.al (1997), Kamus Tata Ruang Edisi 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Wahjono, Padmo, Indonesia Negara Berdasar Atas Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia,1986 Syarif Hidayat, Persoalan Mendasar Implementasi Otonomi Daerah, Harian Umum Media Indonesia tanggal 23 Februari 2000. Karya Departemen PU/Ikatan Ahli Perencana Indonesia. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Undang Undang Nomor No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Bahan Galian Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No 07 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan Peraturan Pemerintan No 34 Tahun 2006 tentang Jalan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung Keputusan Presiden No 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri Permen PU No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor ; 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai; Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi BUKU/DATA LAPORAN Kabupaten Kubu Raya Dalam Angka Tahun 2010. BPS/Bappeda Kabupaten Kubu Raya
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Kayong Utara merupakan kabupaten terkecil di Provinsi Kalimantan Barat
dengan Ibukota kabupaten yang terletak di Sukadana. Kabupaten ini merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Ketapang berdasarkan UU No. 6 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Kayong Utara. Luas Wilayah Kabupaten Kayong Utara sebesar
4.568,26 km2 atau 3,11 % dari luas Wilayah Provinsi Kalimantan Barat (146.807 km2).
Kabupaten Kayong Utara terdiri dari 5 kecamatan, yang terbentuk dari 43 kelurahan/ desa.
Jumlah penduduk Kabupaten Kayong Utara pada tahun 2007 berjumlah 90.239 jiwa sedangan
jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 92.848 jiwa atau meningkat sebesar 2,89 persen.
Sebagai daerah otonom yang baru, agar Kabupaten Kayong Utara dapat berkembang
sebagai satuan kehidupan fisik, sosial dan ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, diperlukan upaya pembangunan yang terarah, terkendali, dan mampu
memanfaatkan seluruh potensi wilayah yang ada secara optimal tanpa mengganggu
kelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang dimilikinya. Salah satu dokumen
perencanaan yang diperlukan Kabupaten Kayong Utara adalah rencana penataan ruang.
Penataan ruang merupakan alat bagi pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan
dengan memperhatikan keunggulan komparatif di suatu wilayah, dan mengurangi
kesenjangan pembangunan antar kawasan. Pengembangan wilayah merupakan suatu upaya
untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah secara harmonis melalui pendekatan
yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Adanya
dokumen perencanaan tata ruang, dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengantisipasi
permasalahan sosial, tetapi juga instrumen untuk pengembangan ekonomi dan pengelolaan
sumber daya alam yang menjamin kesinambungan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber daya alam.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, Kabupaten Kayong Utara sebagai daerah
otonom yang baru memerlukan rencana penataan ruang yang diwujudkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. RTRW ini diharapkan dapat memberikan nilai
tambah bagi terwujudnya pengembangan wilayah Kabupaten Kayong Utara yang berlanjutan
dan kompetitif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I2
Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat
(2) mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan
ruang wilayah kabupaten yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah kabupaten,
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten meliputi proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten dalam bentuk
Peraturan Daerah. Penyusunan RTRW kabupaten ini dilakukan dengan berasaskan pada
kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian, keterpaduan,
kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antarwilayah baik di dalam kabupaten
bersangkutan maupun dengan kabupaten sekitarnya. Dalam rangka perencanaan tata ruang
wilayah kabupaten, perlu disusun Rancangan Peraturan Daerah RTRW kabupaten sebagai
acuan bagi semua pihak terkait untuk melaksanakan kegiatan Penataan Ruang di wilayah
kabupaten.
Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dirumuskan bahwa penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi hal yang
sangat penting dilakukan. Begitu juga halnya dengan belum terbentuknya perangkat hukum
yang mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara. Peraturan daerah
tentang RTRW Kabupaten ini juga nantinya berfungsi sebagai dasar dan acuan penerapan
rencana tata ruang wilayah yang lebih detail.
Hasil penyusunan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kayong Utara ini berperan penting dalam beberapa kegiatan perkembangan dan
pembangunan wilayah seperti proses perizinan prinsip dan izin lokasi, sebagai dasar dalam
penyusunan perangkat penataan ruang lainnya seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota
Kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Kecamatan, Rencana Detail Tata Ruang,
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan serta Rencana Kawasan Strategis. Rancangan perda
yang pada prinsipnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari materi Teknis Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara dapat menjadi pengarah dalam kegiatan
pembangunan wilayah dan arahan investasi wilayah.
1.2. Dasar Hukum
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah ini, dilandasi oleh beberapa peraturan perundangan yang
terkait, yakni :
a. Undang Undang :
1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I3
2) Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
3) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
4) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
6) Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
7) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
8) Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
9) Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
10) Undang Undang Nomor No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
11) Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Ke Undang
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
12) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
13) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
14) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
15) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
16) Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
b. Peraturan Pemerintah/Keputusan Presiden;
1) Keputusan Presiden Nomor 32Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
Penataan Ruang
3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketelitian Peta
4) Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2001 Tetang Kepelabuhan
5) Peraturan Pemerintah No 07 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan
6) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
7) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
8) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
9) Peraturan Pemerintan No 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
10) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2006 Tentang Kepelabuhan
11) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota;
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I4
12) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
13) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri
14) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang
c. Peraturan Menteri / Keputusan Menteri ;
1) Keputusan Presiden No 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan
Industri
2) Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung;
3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan
dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai;
4) Permen Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia No.02/2008 Tentang
Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
5) Permen PU No. 16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten
1.3. Tujuan dan Sasaran Penyusunan Peraturan Daerah
Tujuan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kayong Utara adalah sebagai pengarah kegiatan pembangunan agar kegiatan
pembangunan sesuai dengan Potensi dan Permasalahan baik fisik, sosial budaya maupun
ekonomi serta mewujudkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara yang telah
disusun dalam bentuk materi Teknis RTRW Kabupaten.
Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah
daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka
panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah sebagi berikut:
1. Memberikan kepastian hukum sehubungan dengan legalitas Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
2. Mengarahkan perkembangan kegiatan wilayah kabupaten seperti perkembangan pusat-
pusat kegiatan, system transportasi dan system prasarana lainnya serta system
perekonomian wilayah lainnya;
3. instrumen pengendalian perkembangan dan pengembangan wilayah/kawasan/lingkungan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I5
1.4. Tujuan dan Manfaat Naskah Akademis
1.4.1. Tujuan Penyusunan Naskah Akademis
Sebagai bahan acuan untuk merumuskan pokok-pokok pikiran, konsep-konsep, asas-asas dan
norma-norma hukum dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong
Utara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara.
1.4.2. Manfaat Naskah Akademis
Menyusunan Naskah Akademis ini berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapun manfaat dari naskah
akademis ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan bahan acuan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kayong Utara sebagai
pemrakarsa pengajuan usulan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara
b. Memberi bahan informasi kepada Pemerintah Daerah, Dinas-Dinas terkait dan Warga
Masyarakat Kabupaten Kayong Utara mengenai urgensi dan substansi pembentukan
Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara
c. Mempermudah perumusan, asas-asas dan norma pasal-pasal Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara
d. mempertegas tanggungjawab dan kewenangan Pemerintah Kabupaten Kayong Utara
dalam hal penyelenggaraan Penataan Ruang;
e. mempertegas hak dan kewajiban penyelenggara/penanggungjawab Penataan Ruang
Wilayah ;
f. menjadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Kayong Utara untuk melakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan atas penyelenggaraan
penataan ruang menurut wewenang, tugas, dan tanggungjawabnya;
g. menjadi pedoman bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kayong Utara untuk
berperan dalam perencanaan, dan pengawasan atas penyelenggaraan penataan ruang
menurut wewenang, tugas, dan tanggungjawabnya;
h. menjadi pedoman bagi penyelenggara/penanggungjawab penyelenggaraan penataan
ruang untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan, menurut kewajiban dan haknya;
dan
i. menjadi pedoman bagi masyarakat untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan atas penyelenggaraan penataan ruang, menurut hak dan kewajibannya.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I6
1.5. Pentingnya Naskah Akademik dalam Pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah
Adapun pentingnya Naskah akademis dalam proses pembentukan Peraturan Daerah antara
lain:
a. Peraturan Daerah merupakan media bagi pemerintah daerah dan peran masyarakat
untuk menuangkan kebijakan-kebijakan dan atau aspirasi masyarakat untuk tujuan
pembangunan daerah. Diharapkan dari peraturan daerah tersebut mampu diterapkan
aturan-aturan yang dapat menunjang pembangunan daerah kearah yang lebih maju.
b. Pada tahap implementasi, sebuah peraturan daerah harus tepat pada sasaran yang
diinginkan dari diberlakukannya peraturan daerah tersebut dan juga bermanfaat bagi
masyarakat. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundangan yang meliputi antara lain pedayagunaan dan keberhasilgunaan.
c. Naskah akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang
mengenai hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga
sangat penting dan mendesak untuk diatur dalam peraturan daerah
d. Naskah akademik memberikan gambaran mengenai substansi, materi dan lingkup dari
peraturan daerah yang akan dibuat.
e. Naskah akademik memberikan pertimbangan dalam rangka mengambil keputusan
bagi pihak eksekutif dan legislative mengenai pembentukan peraturan daerah
mengenai permasalah yang dibahas dalam naskah akademik.
1.6. Ruang Lingkup
Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun di
Kabupaten. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan
Peraturan Perundangundangan yang pada dasamya dimulai dari perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Adapun Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah disusun
berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan-
perundangan. Sedangkan wilayah penyusunan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten adalah seluruh wilayah Kabupaten Kayong Utara serta wilayah-
wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten.
1.7. Metode Penyusunan Naskah Akademis
Penyusunan Naskah Akademis ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, analisis
isi peraturan perundang-undangan, studi dokumen, rapat koordinasi, rapat konsultasi dan
rapat kerja di lingkungan pemerintah Kabupaten Kayong Utara. Melalui studi literatur dan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I7
analisis isi peraturan perundang-undangan akan dihasilkan konsep-konsep, landasan filosofis,
landasan yuridis, asas-asas, urgensi, tujuan dan norma-norma hukum yang tepat bagi
pembentukan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong
Utara. Melalui studi dokumen, akan dihasilkan informasi dan data sekunder berkenaan dengan
Pengembangan Wilayah Kabupaten Kayong Utara, sehingga dapat dijadikan acuan dalam
penyusunan Naskah Akademis dan rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kayong Utara. Melalui rapat koordinasi, konsultasi dan rapat kerja,
diharapkan akan diperoleh kesatuan pemikiran, persamaan persepsi, pendapat, aspirasi,
informasi dan data yang diperlukan untuk diolah dan disusun secara sistematik ke dalam
Naskah Akademik serta Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kayong Utara.
Pembentukan Peraturan Daerah ini, menggunakan metode pendekatan :
a. Pendekatan Regulatif, yaitu mengindahkan, mentaati, dan mempedomani seluruh
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pembentukan Peraturan
Daerah ini dan memperhatikan peraturan perundang-undangn yang berkaitan;
b. Pendekatan Ilmiah, yaitu mempertimbangkan dan menerapkan seluruh temuan ilmu dan
teknologi yang relevan berdasarkan kondisi alami dan masyarakat Kabupaten Kayong
Utara; dan
c. Pendekatan Kultural, yaitu mempertimbangkan dan memanfaatkan seluruh unsur budaya
lokal yang berkaitan.
Metode penelitian yang digunakan yuridis dengan metode pendekatan deskriptif
analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu peraturan perundang-
undangan, peraturan pemerintah, peraturan daerah, buku-buku referensi, makalah dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penyusunan rancangan peraturan daerah ini.
1.8. Sistematika Naskah Akademik
BAB 1 Pendahuluan
Berisikan uaraian mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran penyusunan
Rancangan perda, tujuan dan manfaat penyusunan Naskah Akademik, metode
penyusunan Naskah akademik dan sistematika Naskah Akademik.
BAB 2 Kajian Teoritis dan Praktek Empiris
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, dari pengaturan
dalam suatu Peraturan Daerah Kabupaten.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I8
BAB 3 Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait
Bab ini berisikan tentang Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah,
Kebijakan Pembangunan, kajian normatif mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kayong Utara, ketentuan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dan lain-lain.
BAB 4 Landasan Filosofis, Sosiologis Dan Yuridis
Dalam Pembentukan Peraturan Daerah paling sedikit harus memuat 3 (tiga) landasan
yaitu: Landasan filosofis sebagai landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi
Negara, Landasan sosiologis sebagai landasan yang berkaitan dengan kondisi atau
kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau
tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat;
dan Landasan yuridis sebagai landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk
membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur
tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
BAB 5 Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan
Daerah Kabupaten
Bab ini membahas beberapa kajian inti seperti Sasaran yang akan diwujudkan, Arah
dan jangkauan pengaturan, Ruang Lingkup Materi, Ketentuan Umum Memuat
Rumusan Akademik Mengenai Pengertian Istilah, Dan Frasa, Materi Yang Akan Diatur,
Ketentuan Sanksi dan Ketentuan Peralihan.
BAB 6 Penutup
Pada bagian penutup ini berisikan simpulan dan saran. Simpulan memuat rangkuman
pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori,
dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Saran memuat beberapa hal
seperti perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu Peraturan
Perundang-undangan atau Peraturan Perundangundangan di bawahnya, rekomendasi
tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Undang-Undang/Rancangan Peraturan
Daerah dalam Program Legislasi Nasional/Program Legislasi Daerah dan kegiatan lain
yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik
lebih lanjut.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara I9
Daftar Pustaka
LAMPIRAN berisikan draft Naskah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kayong Utara.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II1
BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoritis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari
pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah Mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kayong Utara.
2.1. Pengembangan Wilayah
2.1.1. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Bidang kajian perencanaan pengembangan wilayah mempunyai ruang lingkup dari
berbagai disiplin keilmuan, yaitu ilmu-ilmu fisik (geografi, geofisik), ilmu sosial ekonomi
(sosiologi, ekonomi), ilmu manajemen, hingga seni/estetika. Menurut Rustiadi at al. (2009),
perencanaan pengembangan wilayah merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan
berbagai cabang ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek
politik, manajemen, dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi ruang atau
wilayah.
Proses kajian perencanaan dan pembangunan wilayah memerlukan pendekatan-pendekatan
yang mencakup:
(1) aspek pemahaman, yaitu aspek yang menekankan pada upaya memahami fenomena
fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan antar wilayah. Oleh karena itu
diperlukan pemahaman pengetahuan mengenai teknik-teknik analisis dan model-
model sistem sebagai alat (tools) untuk mengenal potensi dan memahami
permasalahan pembangunan wilayah. Selanjutnya
(2) aspek perencanaan, mencakup proses formulasi masalah, teknikteknik desain dan
pemetaan hingga teknis perencanaan, dan
(3) aspek kebijakan, mencakup pendekatan evaluasi, perumusan tujuan pembangunan
dan proses pelaksanaan pembangunan seperti proses politik, administrasi, dan
manajerial pembangunan.
Dengan demikian bidang kajian ini ingin menjawab tidak saja pertanyaan mengapa
keadaan wilayah demikian adanya, tetapi juga menjawab bagaimana wilayah dibangun.
Oleh karenanya akan mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II2
planning), tataguna lahan (land use planning), hingga perencanaan kelembagaan (structural
planning) dan proses perencanaan itu sendiri (Rustiadi at al. 2009).
Adanya kesadaran kritis tentang semakin terbatasnya sumber daya alam yang tersedia
dan kebutuhan manusia yang terus meningkat mengharuskan pendekatan pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien. Lebih dari itu, pemanfaatan sumber daya tidak boleh
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Dalam konteks
perencanaan dan pengembangan wilayah, konsep ini dikenal sebagai pembangunan
berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu konsep pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang
(Rustiadi at al. 2009).
2.1.2. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure yang terkait
kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau
aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut
satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu
bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah
mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta
bentukbentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit
geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam
Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam
tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogeny (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal
(nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region).
Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan
fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi :
1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan
keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang
seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan
politik.
2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan
interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah
tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II3
satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling
berkaitan.
3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan
keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang
antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab
wala-yuwali-wilayah yang mengandung arti dasar saling tolong menolong, saling
berdekatan baik secara geometris maupun similarity. Contohnya: antara supply dan demand,
hulu-hilir. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah
pendelineasian unit geografis erdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan
fungsional (tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu
dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan
pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan
lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4)
kemandirian; dan (5) keberlanjutan.
Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan
kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non
alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah
perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk
menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian
aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005),
pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang
mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi
dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan
dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi
pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan
kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic
need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan
(suistainable development).
Wilayah merupakan suatu sistem atau organisme yang bersifat dinamis, didalamnya
terdapat interaksi antara sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia dan
kegiatan usaha. Pengembangan wilayah merupakan upaya membangun dan mengembangkan
suatu wilayah berdasarkan pendekatan spasial dengan mempertimbangkan aspek sosial-
budaya, ekonomi, lingkungan fisik dan kelembagaan dalam suatu kerangka perencanaan dan
pengelolaan pembangunan yang terpadu (Alkadri, 1999). Hal senada juga diungkapkan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II4
Nugroho dan Dahuri (2002) bahwa perumusan suatu kebijakan ekonomi dan program
pembangunan harus mempertimbangkan aspek wilayah, lingkungan dan sosial sebagai satu
kesatuan sehingga tercapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah
tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hukum, politik, lingkungan, dan
kesejahteraan masyarakat yang langgeng (sustainable welfare) (Handayani, 2006). Tujuan
tersebut dapat dicapai apabila wilayah yang bersangkutan mempunyai kondisi yang dinamis
untuk menghadapi persaingan. Untuk itu konsep pembangunan suatu wilayah harus tetap
mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (Alkadri, 1999).
Salah satu konsep pengembangan wilayah yang dikemukakan oleh Mangiri dan
Widiati (dalam Alkadri, dkk, 1999) adalah pengembangan wilayah berbasis sumberdaya.
Konsep tersebut digunakan karena kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dimiliki satu
wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Maka, konsep ini dapat dilaksanakan dengan
beberapa pilihan strategi berikut ini:
a. Pengembangan wilayah berbasis input, tetapi surplus sumberdaya manusia
b. Pengembangan wilayah berbasis input, tetapi surplus sumberdaya alam
c. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya modal dan manajemen
d. Pengembangan wilayah berbasis seni, budaya dan keindahan alam
e. Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang (lokasi strategis)
Konsep pengembangan wilayah berbasis sumberdaya dapat dikembangkan menjadi
local economic development (LED). Blakely (dalam Pamungkas, 2004) menyatakan bahwa
LED memiliki ciri yang utamanya adalah adanya kebijakan-kebijakan endogenous development
yang menggunakan potensi lokal sumberdaya manusia, institusi dan sumberdaya alam (fisik).
Berkaitan dengan pengembangan ekonomi lokal, Coffey dan Polese (dalam Pamungkas, 2004)
memberikan gambaran bahwa pengembangan lokal dapat diartikan sebagai peningkatan
peran elemen-elemen endogenous dalam kehidupan sosial-ekonomi suatu lokalitas, dengan
tetap melihat keterikatan serta integrasinya secara fungsional dan spasial dengan wilayah
(region) yang lebih luas. Inti dari LED adalah mendorong munculnya semangat kewirausahaan
lokal serta bertumbuhkembangnya perusahaan-perusahaan lokal.
Konsep pengembangan wilayah yang lainnya adalah pengembangan wilayah yang
berbasis ekologi. Konsep ini mulai berkembang sejak adanya kesadaran bahwa pembangunan
wilayah yang hanya dinilai dari segi ekonominya saja telah mengakibatkan kerusakan pada
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Rees (dalam Carley and Christie,
2000), sementara masyarakat bergantung pada bermacam-macam sumberdaya ekologi dan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II5
fungsinya untuk memenuhi kebutuhannya, daya dukung lingkungan pada akhirnya ditentukan
oleh satu sumberdaya yang vital atau fungsi penyediaan ekologi yang paling sedikit. Hal ini
merupakan bukti dari Teori Malthus yang menyatakan bahwa pertambahan pangan mirip
deret hitung sedangkan pertambahan populasi mirip deret ukur sehingga terjadi kekurangan
sumberdaya atau lack of resources. Dampak eksternalitas yang terjadi juga semakin besar
dan menimbulkan biaya-biaya sosial yang luas.
Konsep pengembangan wilayah berbasis ekologi merupakan suatu konsep yang
memperhatikan aspek ekologis dalam perencanaan wilayah. Seberapa besar wilayah yang
harus dimanfaatkan atau disisakan untuk kepentingan ekologis. Mana saja fungsi ekologis
yang tetap harus dipertahankan serta bagaimana peran dan fungsi masing-masing ruang
ditinjau dari aspek ekologis. Konsep pembangunan yang ekologis dapat dilakukan melalui :
preservasi lingkungan alam, memanfaatkan dan memanfaatkan kembali material, energi, air seefisien mungkin dan meminimalkan limbah
penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan bersih melalui ekstraksi dan pengolahan
preservasi dan memperluas pilihan untuk masa kini dan mendatang melalui penyediaan informasi dan alternatif disain yang mendorong penggunaan sumberdaya,
teknologi dan metode yang berkelanjutan dan sesuai dengan lingkungan dan budaya
setempat
Konsep-konsep pengembangan wilayah yang dibahas di atas memiliki persamaan yang
menitikberatkan pemanfaatan sumberdaya untuk mengembangkan suatu wilayah.
Perbedaannya, konsep pengembangan wilayah berbasis sumberdaya dan LED cenderung
berorientasi pada aspek ekonomi sedangkan konsep pengembangan wilayah berbasis ekologis
berorientasi pada aspek ekologis. Dari uraian mengenai konsep pengembangan wilayah dapat
disimpulkan bahwa pengembangan wilayah menjadi lebih baik apabila mempertimbangkan
potensi yang ada di wilayah tersebut, seperti sumberdaya alam yang dimiliki wilayah itu
sendiri.
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat
beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah
serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan.
Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan
akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003).
Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih
rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II6
Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip dasar dalam
pengembangan wilayah adalah :
1. Sebagai growth center: Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah,
namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang
dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.
2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah
dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.
3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-
daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.
4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi
perencanaan pengembangan kawasan.
Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan
diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat
dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya
(Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003)
2.1.3. Teori Lokasi dan Pusat Pertumbuhan
Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (1933) dan dikenal
sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan
kota tergantung spesialisasinya dalam fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat
permintaan akan pelayanan perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan
pertumbuhan kota (tempat pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan
timbulnya pusat-pusat pelayanan :
(1) faktor lokasi ekonomi,
(2) faktor ketersediaan sumberdaya,
(3) kekuatan aglomerasi, dan
(4) faktor investasi pemerintah.
Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949
oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai pusat dari pancaran
gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal. Menurut Rondinelli (1985) dan Unwin (1989)
dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa
pemerintah di Negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II7
kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat
kota.
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar
bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan
menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke
pedesaan. Menurut Stohr (1981) dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu
pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa
sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu,
yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple
effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan
urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sector
industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin
ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect
atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai
dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah
seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki
perkotaan dan perusahaanperusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect
(dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi yang
diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di
wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah
hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado, 2002).
2.1.4. Pembangunan Daerah
Ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti
penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar
pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis
perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang
menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).
Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting
sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang
bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode analisis ini kemudian
dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil
guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui,
menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang
sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian di antaranya:
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II8
a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan
pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk
analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian
daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut
menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah
sukar diperoleh.
d. Bagi Negara Sedang Berkembang, di samping kekurangan data sebagai kenyataan
yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang
relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang
memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
Ada beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan kajian akademis
ini adalah sebagai berikut:
a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson yang menyatakan
bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 1999). Dalam
penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan
sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan
kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan
pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut
dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor (Suyatno, 2000).
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-
perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam
perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi
(economic base theory). Menurut Glasson (1990), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sector yaitu:
1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke
tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan
barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan
perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II9
2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang
lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor
tersebut terdapat hubungan sebab-akibat di mana keduanya kemudian menjadi pijakan dalam
membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan
menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah
permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume
kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan
permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan
yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai
peran sebagai penggerak utama.
b. Teori Tempat Sentral
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat
dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan
sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman
yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral
memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu
membentuk suatu system regional kota-kota (Supomo, 2000).
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di
daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan
fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi
wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang
ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan
peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
c. Teori Interaksi Spasial
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang,
penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya hubungan antardaerah satu
dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antarwilayahaka suatu daerah akan saling
melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam
teori ini didasarkan pada teori gravitasi, di mana dijelaskan bahwa interaksi antardua daerah
merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II10
jarak keduanya. Di mana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi
spasial ini mempunyai kegunaan untuk:
1) Menganalisa gerakan antaraktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu daerah.
2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat pertumbuhan
terhadap daerah sekitarnya.
Interaksi antarkelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai
produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan.
Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis,
sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.
2.1.5. Potensi Wilayah sebagai Sumberdaya
Sumberdaya adalah sesuatu yang mempunyai daya, yaitu kemampuan atau
kapasitas untuk berbuat, kata lainnya adalah energi (Prawiro, 1983). Tetapi kata energi ini
sekarang lebih banyak digunakan untuk mengatakan tenaga atau kekuatan. Bahasa Inggris
memberi istilah resources untuk sumberdaya yang mempunyai beberapa perumusan
definisi. Salah satunya berbunyi: kapasitas untuk mengambil keuntungan dari kesempatan,
atau untuk membebaskan diri dari kesulitan (Ziemmermann, 1951 dalam Prawiro, 1983).
Resources atau sumberdaya menurut definisi tersebut dapat berupa benda atau keadaan yang
memiliki kapasitas untuk memungkinkan berbuat sesuatu, yang dalam definisi di atas sesuatu
tersebut adalah untuk mengambil keuntungan dari kesempatan yang tersedia, atau untuk
membebaskan diri dari kesulitan.
Istilah sumberdaya yang lain dikemukakan oleh Reksohadiprodjo dan Pradono
(1988): Sumberdaya adalah sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi di
mana kita menemukannya. Menurut Spencer dan Thomas (dalam Jayadinata, 1999),
sumberdaya adalah setiap hasil, benda, atau sifat/keadaan, yang dapat dihargai bilamana
produksinya, prosesnya, dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya alam bisa meliputi
semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun benda mati, berguna bagi manusia,
terbatas jumlahnya dan penggunaannya memenuhi kriteria-kriteria teknologi, ekonomi, sosial
dan lingkungan. Menurut mereka sumberdaya merupakan suatu konsep yang dinamis,
sehingga ada kemungkinan bahwa perubahan dalam informasi, teknologi dan relatif
kelangkaannya dapat berakibat sesuatu yang semula dianggap tidak berguna menjadi
berguna dan bernilai. Sumberdaya juga mempunyai sifat jamak dan karena itu mempunyai
dimensi jumlah, kualitas, waktu dan tempat.
Suparmoko (2006) melihat sumberdaya sebagai bahan baku atau sumber bahan
mentah untuk produksi dan konsumsi. Untuk mengukur kelangkaan sumberdaya alam juga
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II11
bisa dilihat dari biaya produksi. Apabila biaya produksinya semakin meningkat dan semakin
mahal, dapat diartikan bahwa sumberdaya alam tersebut semakin langka. Sebaliknya, bila
ternyata biayanya semakin murah, maka dapat diartikan bahwa sumberdaya tersebut semakin
banyak jumlahnya. Kenaikan biaya produksi dapat dilihat dari kenaikan harga jual apabila
permintaannya tidak berubah. Lebih lanjut, Suparmoko (2006) menilai pengukuran
kelangkaan sumberdaya alam dengan cara tersebut sebenarnya kurang tepat, mengingat
kenaikan harga lebih ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
Berdasarkan uraian mengenai definisi sumberdaya, dapat disimpulkan bahwa
sumberdaya memiliki cakupan yang luas. Prawiro (1983) membagi sumberdaya dalam
lingkungan hidup menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan
sumberdaya kebudayaan. Prawiro (!983) juga mengemukakan bahwa tinggi-rendah nilai
sumberdaya banyak tergantung dari interaksi dari tiga aspek, yaitu: alam, manusia dan
kebudayaan. Suatu benda atau bahan alam baru berfungsi sebagai sumberdaya apabila
menjadi kebutuhan manusia. Bahan itu menjadi kebutuhan apabila ada kepentingan manusia
terhadapnya dan ada teknologi yang dapat memanfaatkan.
Dalam hal pasok sumberdaya alam terdapat istilah stock dan flow. Sumberdaya
alam yang tersedia dalam jumlah, kualitas, tempat dan waktu tertentu disebut stock
sumberdaya alam, sedangkan flow merupakan komoditi sumberdaya alam yang dihasilkan
dari stock sumberdaya alam. Stock menunjukkan apa yang diketahui tersedia untuk
penggunaan sampai masa tertentu, sedangkan flow merupakan indikasi penggunaan saat ini
(Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988). Jumlah, keadaan, dan interaksi sumberdaya-
sumberdaya yang terdapat dalam lingkungan senantiasa berubah, oleh karena itu nilai
penghargaan terhadap sejenis sumberdaya juga berubah. Nilai sumberdaya sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan dan permintaan masyarakat (Prawiro, 1983).
Sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) (Hagget dalam Jayadinata
1999), yaitu: sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resources), sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbarui (nonrenewable resources) dan sumberdaya alam lainnya
seperti: pemandangan alam untuk pariwisata, iklim dan sebagainya. Sumberdaya alam yang
dapat diperbarui adalah sumberdaya alam yang bisa dihasilkan kembali baik secara alami
maupun dengan bantuan manusia. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui adalah
sumberdaya lama yang habis sekali pakai.
Voght (dalam Jayadinata, 1999) mengemukakan bahwa istilah renewable resources
itu hanya merupakan pengertian teoritis saja, sebab sumberdaya yang dapat diperbaharui itu
hanya dapat diperbaharui jika pengelolaan peremajaannya didasarkan kepada asas produksi
yang tetap, di mana panen hasil (pengambilan hasil) dibatasi hanya pada sejumlah kapasitas
peremajaan saja. Menurut Reksohadiprodjo dan Pradono (1988), konsekuensi dari pembagian
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II12
sumberdaya alam antara yang renewable dan nonrenewable adalah diperlukannya
pendekatan dan model yang berbeda. Namun tujuan akhir dari pendekatan tersebut tetap
sama yaitu bagaimana mengelola sumberdaya alam secara optimal dan lestari.
Tarigan (2006) menyatakan bahwa potensi wilayah (sumberdaya) berupa pemberian
alam maupun hasil karya manusia di masa lalu adalah aset yang harus dimanfaatkan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat permanen. Untuk
mencapai hal ini maka pemanfaatan aset tersebut haruslah direncanakan secara menyeluruh
dengan cermat. Ia juga mengemukakan bahwa banyak di antara sumberdaya tersebut selain
terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau diperbarui. Kalaupun ada yang masih
mungkin untuk diperbarui, memerlukan waktu yang cukup lama dan biayanya cukup besar.
Dari berbagai uraian di atas, yang dimaksud dengan sumberdaya dalam penelitian ini adalah
sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai yaitu sebagai faktor produksi untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Sesuai dengan sifatnya yang jamak, sumberdaya memiliki dimensi
jumlah, waktu, kualitas dan tempat. Dimensi dimensi ini erat kaitannya dengan stock dan
flow sumberdaya tersebut yang nantinya mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran
pada sumberdaya itu sendiri. Hal itu dapat mengubah nilai sumberdaya tersebut karena
adanya faktor kelangkaan dimana sebagian besar sumberdaya yang ada bersifat terbatas.
Adanya keterbatasan sumberdaya menuntut efisiensi penggunaan dan pemanfaatan yang
optimal.
Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya yang baik dan bijaksana dapat
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan serta meminimalisir kerusakan lingkungan
yang terjadi akibat kegiatan manusia. Sumberdaya alam banyak dimanfaatkan dalam kegiatan
pembangunan, salah satunya berupa lahan. Penggunaan lahan ini sangat erat kaitannya
dalam pengembangan wilayah. Efisiensi dan pengelolaan penggunaan lahan yang tepat
sangat penting bagi keberlanjutan kegiatan pembangunan.
2.2. Struktur Ruang
2.2.1. Definisi Struktur Ruang
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta
sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-
ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural
dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural
pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan
satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II13
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005: 97, yaitu:
Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
2.2.2. Bentuk Dan Model Struktur Ruang
Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi
menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)
1. Monocentric city : Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah
penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang
sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).
2. Polycentric city : Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat
pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari
satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota.
Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub
pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara
berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks
kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup
bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah
pengaruh kota.
CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre)
akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple nuclei
city yang terdiri dari:
CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya dilayani oleh
CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih
dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II14
Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota
Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota
Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke
bentuk pedesaan (rural area)
3. Kota metropolitan : Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota
satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi
semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah
metropolitan.
Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat pusat pelayanannya
diantaranya:
1. Mono centered : Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling
terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.
2. Multi nodal : Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang
saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub
pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
3. Multi centered : Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu
sama lainnya.
4. Non centered : Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat.
Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan
yang lainnya.
Model Struktur Ruang
Sumber : Sinulingga 2005
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II15
Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur sebagai gambar berikut:
Tipologi Struktur Ruang Sumber : Wiegen (2005)
2.2.3. Pengertian Pusat Dan Sub Pusat Pelayanan Kota
Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial
budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota merupakan tempat
sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah di belakangnya,
mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun
menurut urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan.
Pusat kota terbagi dalam dua bagian:
1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business District) :
Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop, office
building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh bangunan
yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang besar antara lain
pasar dan pergudangan.
Sedangkan menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat keruangan dan
administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu
1. Pusat kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan perubahan-
perubahan waktu.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II16
2. Pusat kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan energi, dengan
tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk balai kota, toko-
toko besar, dan bioskop.
3. Pusat kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka
pergi ke luar.
4. Pusat kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan
umum.
5. Pusat kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha, kantor
pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan kerja,
wilayah ekonomis metropolitan.
6. Pusat kota merupakan penghasilan pajak yang utama, meskipun kecil namun nilai
bangunan yang ada di pusat kota merupakan proporsi yang besar dari segala
keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana yang diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi.
7. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar,
mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan jasa,
gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil yang
swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar mencakup
pusat-pusat administratif dan transportasi yang diperlukan.
Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang memberikan
pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota, dimana ia memiliki hirarki,
fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi
dari pusat lingkungan.
2.2.4. Faktor-faktor Timbulnya Pusat Pelayanan
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya suatu pusat-pusat pelayanan, yaitu
1. Faktor Lokasi : Letak suatu wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat
menjadi suatu pusat pelayanan.
2. Faktor Ketersediaan Sumber Daya :Ketersediaan sumber daya dapat menyebabkan
suatu wilayah menjadi pusat pelayanan.
3. Kekuatan Aglomerasi : Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang
mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada sutu lokasi karena
adanya suatu keuntungan, yang selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-
pusat kegiatan.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II17
4. Faktor Investasi Pemerintah : Ketiga faktor diatas menyebabkan timbulnya pusat-
pusat pelayanan secara ilmiah, sedangkan faktor investasi pemerintah merupakan
sesuatu yang sengaja dibuat (Artificial).
2.2.5. Perkembangan Kota Dan Struktur Ruang
Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari
suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan
tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang
sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996: 87), perkembangan kota dipandang
sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan,
kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.
Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek
zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan
perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone
tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut Branch (1995), bentuk kota secara
keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch
juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk
ilustrasi seperti :
e) kepadatan bangunan, a) topografi,
f) iklim lokal, b) bangunan,
g) vegetasi tutupan dan c) jalur transportasi,
h) kualitas estetika. d) ruang terbuka,
Secara skematik Branch,menggambarkan 6 pola perkembangan kota, sebagai berikut :
Pola Umum Perkembangan Perkotaan Sumber : Branch, 1996
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II18
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang
ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota.
Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
(a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama
dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan
efisien;
(b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan
kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke
dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat
rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
(c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama
yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;
(d) bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh
di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas di
sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati
bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
(e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih
didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi
banyak bangunan pada areal kecil;
(f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan
kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai
grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
(g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di
bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada
permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian
yang tetap hijau.
2.3. Sistem Transportasi
Sistem transportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas: sistem, yakni
bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variable dengan variable lain dalam tatanan
yang terstruktur, serta transportasi, yakni kegiatan pemindahan penumpan dan barang dari
satu tempat ke tempat lain. Dari dua pengertian di atas, pengertian sistem transportasi dapat
diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral antara berbagai variable
dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain.
Maksud adanya sistem transportasi adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II19
pergerakan penumpang dan barang yang bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses
pergerakan tersebut.
bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan bawah tanah Beberapa Alternatif Bentuk Kota
(Sumber : Hudson, 1999)
Dalam sistem transportasi terdapat 2 (dua) aspek yang sangat penting, yakni:
1. Aspek sarana, berhubungan dengan jenis atau piranti yang digunakan dalam hal
pergerakan manusia dan barang, seperti mobil, kapal, kereta api (KA) dan pesawat
terbang. Aspek ini juga sering disebut dengan moda atau jenis angkutan.
2. Aspek prasarana, berhubungan dengan wadah atau alat lain yang digunakan untuk
mendukung sarana, seperti jalan raya, jalan rel, dermaga, terminal, bandara, dan
stasiun kereta api.
Transportasi merupakan bagian integral dari suatu fungsi masyarakat yang sangat erat
kaitannya dengan gaya hidup, keterjangkauan dari lokasi kegiatan produktif, dan selingan
serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia untuk dikonsumsi (Morlok, 2005). Sistem
transportasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan cabang-cabang ilmu lain. Beberapa
hubungan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Ekonomi; sistem transportasi berhubungan dengan proses dan analisis perhitungan
manfaat dan biaya (cost and benefit) yang timbul akibat adanya sistem pengangkutan.
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II20
b. Planologi; transportasi memungkinkan penduduk berubah dari makhluk yang hidup
secara nomad menjadi penghuni pemukiman permanen dan akan menciptakan suatu
peradaban. Sistem transportasi berhubungan erat dengan pertumbuhan suatu daerah,
fasilitas umum, pusat-pusat kegiatan, daerah industri dan pariwisata. Dalam
perencanaan dan pengembangan kota, sistem transportasi memiliki fungsi yang
sangat urgen.
c. Sosial-Politik; dari segi sosial sistem transportasi berkaitan dengan konektivitas antar
daerah (misalnya daerah terisolir), serta pemerataan pembangunan. Dari segi politik,
sistem transportasi berkaitan erat dengan wawasan nusantara dan sistem Hankamnas
(pertahanan dan keamanan nasional).
d. Lingkungan; sistem transportasi selalu identik dan bersinggungan dengan aspek
lingkungan, seperti polusi udara dan suara. Polusi udara sebagian besar disebabkan
oleh kendaraan yang merupakan bagian dari sistem transportasi.
e. Hukum; sistem transportasi berkaitan erat dengan hukum dan perundang-undangan
sebagai aspek legal dalam hal pengaturan teknis seluruh sistem transportasi. Misalnya
UU No.22/2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
f. Budaya; sistem transportasi dapat mempermudah pengembangan budaya, serta dapat
memberikan andil dalam hal aglomerasi pluralism budaya yang berdampak positif
dalam hal kesatuan berbangsa dan bernegara.
g. Geografi; dalam hal kependudukan, sistem transportasi berkaitan erat dengan
kebutuhan sarana transportasi pada lingkup area dengan tingkat kependudukan yang
tinggi. Dalam hal topografi, sistem transportasi berhubungan dengan kondisi daerah
(pegunungan, dataran). Dalam hal iklim, dapat berkaitan dengan curah hujan, banjir,
dan struktur konstruksi jalan. Jenis dermaga dan kapal yang digunakan juga
berhubungan erat dengan kondisi iklim dan jenis ombak.
Transportasi juga sangat membantu dalam menyediakan berbagai kemudahan seperti :
1. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok
2. Pertukaran untuk penyampaian informasi
3. Perjalanan untuk bersantai
4. Perluasan jangkauan perjalanan sosial
5. Pemendekan jarak antara rumah dan tempat kerja
6. Bantuan dalam memperluas kota atau memencarkan penduduk menjadi kelompok
yang lebih kecil (Warpani, 1990).
-
Naskah Akademik RTRW
RancanganPeraturanDaerahTentangRTRWKabupatenKayongUtara II21
Transportasi bukan suatu tujuan akhir (ends), melainkan timbul akibat adanya
permintaan (derived demand), yaitu permintaan akan pergerakan orang atau barang dari satu
lokasi ke lokasi lain, pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Permintaan pergerakan tersebut
ditunjang dan dipengaruhi oleh fasilitas dan layanan transportasi. Secara keseluruhan
transportasi sebagai suatu sistem terdiri dari sistem/sub sistem kegiatan, jaringan, dan
pergerakan (Kusbianto, 2005).
Sistem transportasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sistem Kegiatan : Sistem kegiatan adalah penduduk dengan kegiatannya (demand
system). Makin tinggi kuantitas dari kualitas penduduk dengan kegiatannya, makin
tinggi pula kegiatan yang dihasilkannya, baik dari segi jumlah (Volume). Frekuensi,
jarak, moda, maupun tingkat pemusatan temporal dan atau spatial (Kusbiantoro,
2005).
b. Sistem Jaringan : Sistem jaringan adalah jaringan infrastruktur d