My cerpen "Kotak Buah"

4
SEHARUSNYA DIA TAK MENEMUIKU ”Sebuah Pertemuan merupakan momen terindah walau akhirnya bertemu dengan sebuah Perpisahan” Deras air yang mengalir dari langit menambah pilu luka yang tergores. Sakit sakit sakit sekali. Hari ini mungkin adalah hari terparahku, kecepatan Minu yang kunaiki saat itu melampaui kecepatan biasaku. Tiba-tiba lampu rem mobil didepanku menyala. Kini aku terbaring tak dapat berdiri , tetesan keras langit menghujamku mamandikan setiap sakitku. Semuanya gelap gelap gelap dan gelap. 19 Januari 2015 Langit pagi itu merupakan langit teristimewa berteman tujuh warna indah dan kabut dingin. Matahari yang masih malu-malu menampakan senyumnya terlihat samar tertutup awan putih. Pergi ditemani sahabat setiaku yang merah mengkilap terlihat indah bersinar terpantul sinar langit, terutama spion yang baru kemarin ku pasang menambah kejantanan Minu-ku. Setelan merah merupakan setelan paling pas untukku jika berdampingan dengannya. (Brum brum brum) melaju dengan kecepatan handalku 70km/jam Berangkat ke kampus tak lupa singgah ketempat sabu- sabu khas kota Bandung. Abah yang terbiasa dengan kedatanganku , sudah tahu racikan yang pas untukku. “ Neng , aya kuliah naon poe ieu.” Sapa Abah dengan senyum lebarnya. “ Wih... bahasa Prencis Abah mulai keluar. Hari ini ada kuliah pemodelan bah, doain aja bah calon programmer kesayangan abah ini cepet lulus deh.” Balasku “ Hahaha, iya atuh neng harus, mumpung ada batur ngobrol.” Ucap Abah sambil membawa pesananku. Setelah melahap tuntas mengisi volume kosong perutku dengan semangkuk hangat nasi lembut ditaburi ayam, kecap, cakue, telur, bawang dan kacang lengkap dengan segelas air teh hangat menambah keindahan di pagi itu.

Transcript of My cerpen "Kotak Buah"

Page 1: My cerpen "Kotak Buah"

SEHARUSNYA DIA TAK MENEMUIKU

”Sebuah Pertemuan merupakan momen terindah walau akhirnya bertemu dengan sebuah Perpisahan”

Deras air yang mengalir dari langit menambah pilu luka yang tergores. Sakit sakit sakit sekali. Hari ini mungkin adalah hari terparahku, kecepatan Minu yang kunaiki saat itu melampaui kecepatan biasaku. Tiba-tiba lampu rem mobil didepanku menyala. Kini aku terbaring tak dapat berdiri , tetesan keras langit menghujamku mamandikan setiap sakitku. Semuanya gelap gelap gelap dan gelap.

19 Januari 2015

Langit pagi itu merupakan langit teristimewa berteman tujuh warna indah dan kabut dingin. Matahari yang masih malu-malu menampakan senyumnya terlihat samar tertutup awan putih. Pergi ditemani sahabat setiaku yang merah mengkilap terlihat indah bersinar terpantul sinar langit, terutama spion yang baru kemarin ku pasang menambah kejantanan Minu-ku. Setelan merah merupakan setelan paling pas untukku jika berdampingan dengannya.

(Brum brum brum) melaju dengan kecepatan handalku 70km/jam

Berangkat ke kampus tak lupa singgah ketempat sabu-sabu khas kota Bandung. Abah yang terbiasa dengan kedatanganku , sudah tahu racikan yang pas untukku.

“ Neng , aya kuliah naon poe ieu.” Sapa Abah dengan senyum lebarnya.

“ Wih... bahasa Prencis Abah mulai keluar. Hari ini ada kuliah pemodelan bah, doain aja bah calon programmer kesayangan abah ini cepet lulus deh.” Balasku

“ Hahaha, iya atuh neng harus, mumpung ada batur ngobrol.” Ucap Abah sambil membawa pesananku.

Setelah melahap tuntas mengisi volume kosong perutku dengan semangkuk hangat nasi lembut ditaburi ayam, kecap, cakue, telur, bawang dan kacang lengkap dengan segelas air teh hangat menambah keindahan di pagi itu.

Setibanya di tempat menuntut ilmu khas para mantan siswa, terlihat beragam ciri khas anak masing masing fakultas. Mulai dari yang terlihat royal dan mewah, si sosialis yang senang berkumpul, hina anak kaca mata yang membawa tas kelebihan muatan dan buku-buku bawaannya. Disini pula tempatku bersama anak-anakpembawa komputer dengan ribuan koding didalamnya.

Dibelakang gedung jurusanku ada sebuah tempat yang letaknya yang menyudut melewati jalam yang gelap dan banyak pepohonan membuat orang lain tak pernah berani untuk menjamahinya. Namun untuk orang aneh sepertiku , tempat indah ini merupakan tempat yang istimewa jauh dari orang dan keramaian kotor. Kebingungan menhujamku saat kulihat seseorang memakai pakaian lusuh tak beralas kaki membawa tas kecil dan kotak buah. Akhirnya kuberanikan diri mendekatinya.

“ Permisi , maaf sedang apa anda disini? ” Kataku sambil melihat kearahnya. Dari wajahnya terlihat seumuran denganku wajahnya putih pucat bertubuh kurus sedikit oriental.

Page 2: My cerpen "Kotak Buah"

“ Sedang duduk.” Balasnya dengan tersenyum. Namun singkatnya membuatku jemuh.

“ Iya aku tahu itu. Baru kali ini aku melihatmu disini, dan kau menempati tempat yang biasa ku pakai.” Kataku sembari kesal. Karena tempat yang dulunya sepi, hari ini akan dihuni 2 makhluk tak saling kenal.

“ Tenang saja aku tak akan mengganggumu. Oh ya perkenalkan namaku Raka.” Sambil mengulurkan tangan putihnya berharap aku kan menyambutnya.

“ Hmm.. Aku Ara.”

Malas sekali aku menjawabnya dalam batinku berharap besok dan seterusnya dia tak akan kembali lagi. Tak lama kemudian seorang suster datang menuju arah kami sambil berlari menyusuri jalan yang serupa denganku tergesa-gesa.

“ Rakaa raka, sudah saya bilang den Raka tidak boleh keluar kamar.” Ucap sang suster sambil mengatur napasnya.

“ Maafkan aku tapi aku sudah bosan disana.”

Setelah itu Raka pergi dan mungkin dia lupa telah meninggalkan kotak buahnya disampingku. Akibat lupanya , akhirnya aku terpaksa membawanya.

20 Januari 2015

Semalaman tanpa sadar aku memikirkannya. Raka Raka Raka dan semua keanehan kemarin serta kebodohanku yang harus repot-repot membawakan kotaknya. Berharap dia akan kembali ketaman itu , jujur saja aku mulai penasaran dengannya banyak pernyataan mengapa yang berdesak dikepalaku.

Sesampainya ditaman , aku melihatnya lagi tepat dikursi yang kemarin ku pakai namun kali ini penampilannya yang lebih rapi dan bisa dikatakan tampan.

“Hai Ara.” Ucapnya seraya tersenyum memberikan isyarat memintaku mengembalikan kotaknya.

“ Dari mana kau tahu aku membawanya.”

“ Karena kau orang yang baik.” Jawab Raka yang terdengar menggantung ditelingaku.

Hari itu aku berbicara banyak dengannya tentangnya hanya untuk membunuh rasa penasaranku. Dari informasi yang aku dapatkan darinya, Raka adalah anak tunggal seorang dosen kampusku. Sejak kecil ia menjadi selalu diproteksi sehingga sampai saat ini Raka tak memiliki teman selain suster-susternya. Kotak yang aku bawa adalah kotak makan siangnya setiap hati.

Pertemuan selanjutnya

Sejak hari itu aku sering bertemu dengannya berbagi cerita serta berbagi kotak buah miliknya, Raka ternyata orang yang menyenangkan dan senang terhadap hal-hal baru. Namun makin hari tubuh Raka terlihat semakin kecil namun wajahnnya semakin bersih dan tampan. “Aku suka berteman dengannya” batinku.

21 Januari 2014

Page 3: My cerpen "Kotak Buah"

Hari ini adalah hari ulang tahunku dan hari ini pula Raka mengajakku bertemu dengannya ditempat biasa kami bertemu. Aku tiba ditaman lebih akhir 15 menit dari waktu yang ditentukan karena aku yakin Raka kan datang lebih awal seperti biasa namun tenyata Raka belum datang. Tumben sekali Raka seperti ini membuatku menunggu padahal dia tahu aku tidak suka menunggu. Setelah menunggu hampir 2 jam , kuputuskan untuk pergi dari tempat itu dan tak bertemu Raka lagi untuk selamanya. Kesal hari ini aku dibuatnya. Tiba-tiba suster yang menjaga Raka berlari menghampiriku.

“ Non non Ara, maaf non Raka non Raka meninggal non.” Sambil tersengah dan menangis. “Kemarin penyakit jantung den Raka kumat lagi.”

“ Apaa pasti suster bohong kan? Raka sehat-sehat saja kok dia tak pernah cerita mengidap penyakit apapun.”

“Raka tak ingin memberitahukannya karena takut non Ara akan menjauhinya. Sejak umur 10 tahun Raka sudah memiliki komplikasi kebocoran jantung. Kemarin saya melihat Raka sangat senang sekali akan merayakan ulang tahun non Ara hari ini, mungkin karena terlalu senang kecepatan jantung Raka meningkat, kini Raka meninggal non.” Ucap suster sambil tak hentinya menangis.

“Sekarang Raka dimana sus?” Aku tak bisa terima ini kebohongan dan sesak yang akan membunuhku secara perlahan membuatku tak berhenti menangis.

“Sekarang Raka masih di RS.Advent non.”

Secepat kilat aku menerobos melewati senja kemerehan yang akan menghilang tergantikan gelap. Air yang berlomba keluar dari mataku tak bisa aku bendung sakit sekali. Jika aku tak bertemu dengannya mungkin kini ku tak akan mengharapkannya. Senyumnya cerita dan wajahnya masih membayang membuat lamunanku.

Deras air yang mengalir dari langit menambah pilu luka yang tergores. Sakit sakit sakit sekali. Hari ini mungkin adalah hari terparahku, kecepatan Minu yang kunaiki saat itu melampaui kecepatan biasaku. Tiba-tiba lampu rem mobil didepanku menyala. Kini aku terbaring tak dapat berdiri , tetesan keras langit menghujamku mamandikan setiap sakitku. Semuanya gelap gelap gelap dan gelap.

Akhirnya aku bertemu Raka, dia telah pergi sama sepertiku yang berada disini diruangnya bersamanya.