MUSIBAH DALAM AL-QURAN -...

82
MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN (STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN IBN KATSÎR ATAS SURAT AL-H ADÎD AYAT 22 DAN 23) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh MUTMAINAH NIM: 206034004220 PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Transcript of MUSIBAH DALAM AL-QURAN -...

Page 1: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN

(STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB

DAN IBN KATSÎR ATAS SURAT AL-HADÎD

AYAT 22 DAN 23)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)

Oleh

MUTMAINAH NIM: 206034004220

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

1431 H./2010 M.

Page 3: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 Juni 2010

ii

Page 4: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

iii

MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN

(STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB

DAN IBN KATSÎR ATAS SURAT AL-HADÎD

AYAT 22 DAN 23)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh MUTMAINAH

NIM: 206034004220

Pembimbing

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. NIP: 19690822 199703 1 002

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H./2010 M.

Page 5: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN (STUDI

KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN IBN KATSÎR ATAS

SURAT AL-HADÎD AYAT 22 DAN 23) telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2010. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi

Islam (S.Th.I.) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 10 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Agus Darmaji, M. Fils. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.

NIP: 19610827 199303 1 002 NIP: 19690822 199703 1 002

Anggota,

Dr. M. Suryadinata, M. Ag Dr. Lilik Ummi Kultsum, M. Ag

NIP: 19600908 198903 1 005 NIP: 19711003 199903 2 001

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. NIP: 19690822 199703 1 002

iv

Page 6: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

PEDOMAN TRANSLITERASI

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangkan ا b be ب t te ت ts te dan es ث j je جh ح h dengan garis bawah

kh ka dan ha خ d de د dz de dan zet ذ r er ر z zet ز s es س sy es dan ye شs ص es dengan garis di bawah

d ض de dengan garis di bawah

t te dengan garis di bawah طz ظ zet dengan garis di bawah

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع gh ge dan ha غ f ef ف q ki ق k ka ك l el ل m em م n en ن w we و h ha ه apostrof ′ ء y ye ي

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

v

Page 7: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a fathah i kasrah u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ai a dan i au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan â a dengan topi di atas î i dengan topi di atas

û u dengan topi di atas

Kata sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (-) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

vi

Page 8: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

ABSTRAK

MUTMAINAH Musibah dalam al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr atas Surat al-Hadîd Ayat 22 dan 23) Skripsi ini membahas tentang musibah dalam al-Qur’an dengan pendekatan studi komparatif terhadap penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr atas surat al-Hadîd Ayat 22 dan 23. Karya Sayyid Qutb dipilih untuk mewakili tafsir modern yang menggabungkan metode bi al-ra’yi dan metode bi al-ma’tsur sementara karya Ibn Katsîr yang masyhur dan telah diakui kualitasnya dipilih untuk mewakili tafsir periode klasik dengan metode bi al-ma’tsur. Tema tentang musibah relevan untuk diangkat karena banyaknya bencana yang terjadi di tanah air yang mengakibatkan kerugian materi dan immateri yang tidak sedikit termasuk dampak psikologis berupa rasa putus asa dan patah semangat untuk melanjutkan kehidupan yang menunjukkan bahwa sebagian manusia kurang memahami atau lupa tentang hakikat musibah. Kedua mufassir menyatakan bahwa musibah terjadi atas kehendak Allah SWT dan sudah ditetapkan kejadiannya bahkan sebelum penciptaan alam semesta. Sayyid Qutb mendefinisikan musibah sebagai segala sesuatu yang menimpa baik itu berupa kebaikan maupun keburukan. Keduanya berasal dari Allah SWT dan merupakan bagian dari perencanaan Allah SWT dalam penciptaan alam semesta di mana manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang lemah dan membutuhkan kasih sayang dan pentunjuk dari Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan hidup. Sementara itu Ibn Katsîr menafsirkan musibah sebagai bencana yang menimpa alam semesta maupun diri manusia yang dapat berupa kemarau panjang, rasa lapar maupun rasa sakit. Definisi musibah oleh Sayyid Qutb lebih mewakili makna musibah dalam al-Qur’an karena mencakup makna musibah dalam ayat-ayat lain di dalam al-Qur’an. Pemahaman yang benar tentang makna musibah dapat memudahkan manusia untuk bersikap sabar ketika tertimpa bencana sebagaimana anjuran kedua penafsir dan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang efektif dalam memperkuat ketahanan mental untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan tegar dalam menghadapi musibah.

vii

Page 9: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menurunkan al-Quran kepada nabi

Muhammad SAW melalui malaikat-Nya sebagai petunjuk bagi manusia dalam

mengarungi kehidupan, sebagai penjelas dari petunjuk dan sebagai pembeda

antara kebenaran dan kebatilan. Salawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan

kepada imam orang-orang yang bertaqwa, teladan umat Islam, dan penutup para

nabi, rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya

yang setia hingga akhir jaman.

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah

menghendaki penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Selanjutnya, skripsi ini penulis dedikasikan kepada suami dan ananda tercinta

yang telah banyak memberikan pengorbanan dan bantuan selama penulis belajar

dan berusaha menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi

ini. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, bapak Prof. Dr.

Zainun Kamal, M.A., beserta para Pembantu Dekan.

2. Ketua Program Ekstensi Program Studi Tafsir-Hadis Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, bapak Drs. Ahmad Rifqi

Muchtar, M.A.

3. Ketua dan sekretaris Jurusan Program Studi Tafsir-Hadis Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, bapak Dr. Bustamin, MBA.

viii

Page 10: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

dan bapak Rifqi Muhammad Fathi, M.A.

4. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku pembimbing yang

senantiasa memotivasi, mengarahkan dan meluangkan waktunya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah terutama Jurusan Tafsir-Hadis.

6. Kepala perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Kepala Perpustakaan

Ushuluddin yang telah membantu penulis melalui referensi yang

menjadi rujukan penulis.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakak tercinta, Tholhah Nuhin, Lc.

dan kakak-kakak yang lain yang telah memberikan kasih sayangnya

kepada penulis, yang tidak akan pernah penulis lupakan. (Semoga

Allah memberikan kasih sayang di dalam hidupnya).

8. Kepala Sekolah SDIT Nur Fatahilah Serpong, bapak H. Hasan

Anwar, S.Pd serta rekan-rekan staf dan guru SDIT Nur Fatahillah.

9. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Program Ekstensi dan Reguler

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. Kalian adalah sahabat

terbaik yang pernah Allah berikan kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu dalam

kata pengantar yang terbatas ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang tidak terhingga.

Terakhir, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada siapa saja

yang membacanya.

ix

Page 11: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................................vii

KATA PENGANTAR..........................................................................................viii

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..............................................6

C. Kajian Pustaka.................................................................................7

D. Tujuan Penelitian.............................................................................8

E. Metode penelitian............................................................................8

F. Sistematika Penelitian.....................................................................9

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG SAYYID QUTB DAN IBN

KATSÎR

A. Deskripsi Tentang Sayyid Qutb................................................... 11

1. Biografi Sayyid Qutb.................................................................11

2. Pemikiran dan Karya-karya Sayyid Qutb..................................13

3. Metode dan Corak Tafsir Sayyid Qutb......................................18

B. Deskripsi Tentang Ibn Katsîr.........................................................20

1. Biografi Ibn Katsîr.....................................................................20

2. Pemikiran dan Karya-karya Ibn Katsîr......................................21

3. Metode dan Corak Tafsir Ibn Katsîr..........................................24

C. Perbandingan antara Tafsir Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr..............25

BAB III MUSIBAH DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A. Pengertian Musibah.......................................................................28

B. Pendapat Ulama Tentang Musibah................................................33

C. Macam-Macam Musibah...............................................................34

D. Musibah dan Gejala Alam..............................................................40

x

Page 12: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

xi

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN SAYYID QUTB

DAN IBN KATSÎR ATAS TERHADAP SURAT AL-HADÎD AYAT

22 DAN 23

A. Pandangan Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr Tentang Musibah.............44

B. Kehendak Allah dalam Kehidupan Manusia..................................49

C. Pengaruh Keimanan dalam Menghadapi Musibah........................54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................63

B. Saran..............................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................66

Page 13: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Hal ini

dinyatakan Allah SWT di dalam al-Qur’an Surat Âli ‘Imrân/3:3-4.

⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ⌦

“Dia menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan (siksa).”1

Menurut Yûsuf al-Qardawî, berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan

sebelumnya al-Qur’an mempunyai beberapa keistimewaan, diantaranya: Pertama,

ia adalah kitab yang dipelihara langsung oleh Allah SWT, sementara kitab-kitab

sebelumnya dijaga oleh orang-orang yang menerimanya. Kedua, ia merupakan

mukjizat terbesar bagi Muhammad SAW. Ketiga, ia mencakup seluruh aspek

kehidupan manusia. Keempat, ia adalah kitab yang berlaku sepanjang jaman.

1 Lihat juga sûrah al-Baqarah/2:2, al-Baqarah/2:185

11

Page 14: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Kelima, ia merupakan kitab yang berlaku untuk seluruh umat manusia.2

Sebagai kitab petunjuk yang diturunkan Pencipta manusia, al-Qur’an berisi

petunjuk yang paling sesuai bagi kehidupan manusia. Manusia akan memperoleh

kesuksesan hidup apabila mengikuti petunjuk al-Qur’an. Sebaliknya, manusia

akan terjerumus dalam kesesatan apabila mengabaikannya. Rasulullah SAW

mewasiatkan hal ini dalam khutbah Haji Wada’.

اهللا صلى اهللا عليه و سلم خطب أن رسول : عن بن عباس رضي اهللا عنهما

الناس في حجة الوداع فقال يا أيها الناس أني قد ترآت فيكم ما إن اعتصمتم به

فلن تضلوا أبدا آتاب اهللا وسنة نبيه “Dari Ibn ‘Abbâs r.a Sesungguhnya Rasulullah SAW. berkhutbah di hadapan manusia pada haji Wada’,“Sesungguhnya telah saya tinggalkan kepada kamu, jika kamu berpegang teguh maka kalian tidak akan tersesat selamanya. Yaitu kitabullah dan sunah Rasulullah.”3

Kesuksesan hidup tidak mudah untuk diraih. Tidak setiap orang dapat

meraih kesuksesan hidup. Upaya manusia untuk meraih kesuksesan dengan

mengikuti petunjuk akan diuji oleh Allah SWT dengan cobaan. Manusia tidak

dibiarkan mengklaim dirinya sebagai orang beriman tanpa diuji sebelumnya.

Allah SWT berfirman tentang hal ini dalam Surat al-‘Ankabût/29 ayat 2:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”

Bahkan para nabi dan rasul pun menerima ujian dari Allah SWT. Ibn al-

Jauzî mengatakan,” Seandainya dunia bukan medan musibah, di dalamnya tidak

2 Yûsuf al-Qardawî, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Quran. Penerjemah Kathur Suhardi

(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000), h. 14. 3 Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 10, No. 114

22

Page 15: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa

para nabi dan orang-orang pilihan.”4 Nabi Adam A.S. diuji oleh Allah SWT

hingga dikeluarkan dari surga, nabi Nuh A.S. diuji kesabarannya dengan

berdakwah selama tiga ratus tahun, dan nabi Ibrahim A.S. diuji dengan bara api

dan penyembelihan putranya sendiri. Allah SWT berfirman tentang beratnya

cobaan bagi para nabi di dalam Surat al-Baqarah/2:214 sebagai berikut:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Bangsa Indonesia pun mengalami ujian yang datang silih berganti. Salah

satu kejadian yang meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi bangsa ini

adalah peristiwa tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Kejadian

tersebut telah meluluhlantakkan provinsi Aceh dan sekitarnya dengan kerugian

yang mencapai 4.5 Milyar Dolar Amerika dan ratusan ribu nyawa melayang.5

Peristiwa besar lain yang belum lama terjadi adalah bobolnya tanggul Situ

4 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian. Penerjemah

Muhammad Suhadi (Jakarta: Mizan Publika, 2007), h. 4. 5 Biro Humas & Luar Negeri BPK, “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”, artikel diakses pada 10 Januari 2010 dari http://www.bpk.go.id/web/?p=3958

33

Page 16: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Gintung di kecamatan Ciputat menjelang Subuh hari Jumat tanggal 27 Maret

2009.6

Setiap manusia merasakan kepedihan atas terjadinya musibah yang

merenggut kesenangan hidup tersebut. Tetapi manusia menghadapi musibah yang

menimpanya dengan sikap yang berbeda-beda. Sikap manusia terhadap musibah

dapat dikelompokkan sebagai berikut. Pertama, kelompok yang menganggap

musibah sebagai bagian dari warna kehidupan yang harus diterima. Mereka

meyakini setiap orang akan mengalami musibah dan mereka tidak larut dalam

kesedihan dan melanjutkan hidupnya seperti biasa. Kedua, kelompok yang

menganggap musibah sebagai akibat dari perbuatan orang lain terhadap dirinya.

Sikap ini dapat menciptakan pribadi yang pendendam, cenderung menyalahkan

orang lain dan akan membawa kerugian bagi yang bersangkutan. Ketiga,

kelompok yang menyalahkan dan mempertanyakan keadilan Tuhan Sang

Pencipta. Kelompok ini mengakui bahwa musibah adalah kehendak Sang

Pencipta. Tetapi, pada saat yang sama, mereka merasa tidak layak untuk ditimpa

musibah tersebut. Sikap semacam ini dapat membawa manusia kepada kekufuran.

Pada umumnya, semakin besar kehilangan yang dirasakan semakin sulit bagi

manusia untuk dapat menerimanya.

Berdasarkan uraian di atas, alasan penulis memilih topik musibah dalam

penelitian ini adalah pertama, karena musibah sebagai sebuah ujian dari Allah

SWT selalu menghiasi kehidupan manusia. Terlebih, sejak beberapa tahun

terakhir banyak musibah yang terjadi di Indonesia sebagaimana telah diuraikan di

atas. Kedua, kebanyakan manusia tidak mengetahui atau lupa tentang hakikat

6 Kompas, “Bencana Situ Gintung, Kerugian UMJ Rp 10 Miliar.” 10 Maret 2009.

44

Page 17: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

musibah. Hal ini tampak dari sikap negatif kebanyakan manusia ketika ditimpa

musibah yang menjadikan hidup mereka menjadi terasa semakin sempit. Oleh

karena itu penulis ingin mengetahui hakikat yang sebenarnya tentang musibah

menurut al-Qur’an. Pemahaman yang benar tentang hakikat musibah diharapkan

dapat membantu melahirkan sikap dan perilaku yang benar ketika musibah

menimpa.

Allah Mahakuasa atas hidup manusia. Tidak ada yang berlaku di muka bumi

ini kecuali atas kehendak-Nya, termasuk di dalamnya musibah yang menimpa

seseorang di belahan manapun di dunia ini. Allah SWT sebagai pencipta manusia

mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT

jauh lebih banyak dari ujian yang diberikan. Semua peristiwa yang terjadi adalah

atas kehendak Allah SWT dan sudah ditulis di dalam kitab di al-Lauh al-mahfuz.

Hal ini telah dinyatakan Allah SWT dalam Surat al-Hadîd ayat 22-23 sebagai

berikut:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauh al-Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Kedua ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa pada hakikatnya musibah

55

Page 18: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

yang menimpa manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT dan ditulis di dalam

kitab di al-Lauh al-Mahfuz. Selanjutnya ayat tersebut menyatakan bahwa

semestinya manusia tidak putus asa apabila ditimpa musibah dan sebaliknya

semestinya manusia tidak terlalu bergembira dan menjadi lupa diri ketika meraih

prestasi dalam hidupnya. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat lain yang

berbicara tentang musibah, tetapi Surat al-Hadîd ayat 22-23 di atas secara tegas

menerangkan tentang hakikat musibah. Sedangkan ayat-ayat lain menjelaskan

aspek-aspek lain dari musibah, di antaranya Surat al-Hajj ayat 11 menjelaskan

tentang sikap manusia ketika ditimpa musibah.

☺ “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”

Dengan alasan di atas penulis memilih Surat al-Hadîd ayat 22-23 untuk

memahami lebih jauh hakikat musibah. Penelitian terhadap kedua ayat tersebut

akan mengacu kepada kitab tafsir Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dan kitab

Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm karya Ibn Katsîr.

Kedua kitab tafsir tersebut dipilih dengan alasan keduanya mewakili periode

dan metode penafsiran yang berbeda. Karya Sayyid Qutb dipilih dan didahulukan

dalam pembahasan karena karya ini termasuk dalam kategori tafsir periode

modern yang menggabungkan metode bi al-ra’yi dan metode bi al-ma’tsur yang

66

Page 19: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

penafsirannya lebih sesuai dengan kehidupan masa kini. Tafsir Sayyid Qutb kaya

dengan pemikiran sosial kemasyarakatan dan mengkaji masalah-masalah sosial

serta memberikan solusi yang dibutuhkan masyarakat. Sementara karya Ibn Katsîr

dipilih untuk mewakili tafsir periode klasik dengan metode bi al-ma’tsur. Tafsir

ini menyajikan penafsiran berdasarkan sumber-sumber lain yang dapat dipercaya.

Tafsir Ibn Katsîr lebih dipilih daripada kitab klasik yang lain karena kitab ini

adalah salah satu kitab tafsir klasik bi al-ma’tsur yang masyhur dan telah diakui

kualitasnya. Dengan menggunakan dua kitab tersebut diharapkan dapat diperoleh

pemahaman yang lebih komprehensif tentang hakikat musibah.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian tentang hakikat musibah dalam al-Qur’an ini akan dibatasi

dengan meneliti ayat al-Qur’an Surat al-Hadîd ayat 22-23. Penelitian tentang

makna ayat-ayat tersebut akan dibatasi dengan memilih dua buah kitab tafsir.

Kitab Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dipilih untuk mewakili karya tafsir

modern, sementara kitab Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm karya Imâm al-Dîn abî al-

Fida’ Ismâ’îl bin Katsîr yang lebih dikenal dengan nama Ibn Katsîr dipilih

mewakili karya tafsir klasik. Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan,

permasalahan yang akan dibahas dirumuskan dengan pertanyaan berikut:

Bagaimana Penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr tentang musibah yang

ada dalam Surat al-Hadîd ayat 22-23 ?

C. Kajian Pustaka

Penelitian ini membandingkan penafsiran Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr atas

Surat al-Hadîd ayat 22-23. Sebatas penelitian penulis, tidak banyak karya tulis

77

Page 20: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

yang membahas tentang musibah dalam al-Qur’an. Penulis menemukan sebuah

skripsi yang berjudul “Musibah Menurut Kajian Surat Al-Baqarah Ayat 155-157”

karya Layli, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah tahun 2003. Skripsi tersebut lebih banyak membahas tentang

bentuk-bentuk musibah sebagaimana yang disebutkan oleh ayat-ayat al-Qur’an

yang menjadi topik utama penelitian, dan janji Allah SWT bagi mereka yang sabar

menghadapi musibah. Demikian juga karya-karya lain seperti karya Muhammad

al-Manjibi al-Hanbali yang berjudul “Menghadapi Musibah Kematian”, lebih

banyak membahas tentang musibah kematian secara khusus.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

penelitian ini menfokuskan penelitian pada Surat al-Hadîd ayat 22-23 dan

membahas tentang hakikat musibah dengan membandingkan penafsiran tokoh

pergerakan Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, dan seorang ulama tafsir klasik, Ibn

Katsîr. Sementara penelitian sebelumnya mengangkat Surat al-Baqarah ayat 155-

157 yang membahas tentang macam-macam musibah dan tidak menfokuskan

penelitian pada tafsir tertentu.

D. Tujuan Penelitian

Diharapkan, dengan penelitian ini dapat dicapai tujuan-tujuan sebagai

berikut:

• Memahami makna musibah.

• Mengetahui sikap yang benar dalam menghadapi musibah

• Mengetahui pengaruh positif penyikapan yang benar terhadap musibah

dalam kehidupan seorang muslim.

• Mengubah pola pikir dan sikap yang salah dalam menghadapi musibah

88

Page 21: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Selain itu, secara akademik, penelitian ini juga bertujuan untuk memenuhi

sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata I.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan metode

kajian pustaka menggunakan kitab tafsir, buku, majalah, jurnal dan artikel yang

relevan dengan tema pembahasan. Adapun sumber data primer untuk penelitian

ini adalah al-Qur’an, baik berupa mushaf maupun perangkat lunak (software)

komputer, kitab tafsir Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dan Tafsîr Al-Qur’ân

al-‘Azîm karya Ibn Katsîr, dan hadis nabi SAW, baik berupa kitab maupun

perangkat lunak (software) komputer. Sedangkan sumber data sekunder yang

digunakan antara lain adalah buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-

Qur’an, buku-buku Islam yang membahas tentang musibah, dan sumber-sumber

lain yang relevan dengan topik pembahasan.

Pengolahan data akan dilakukan dengan metode deskriptif analitis. Metode

deskriptif digunakan untuk menggambarkan data terpilih yang relevan secara

obyektif dan apa adanya. Selanjutnya metode analitis dipakai untuk menganalisis

secara kritis data yang diperoleh dan menghubungkannya dengan realita yang ada

untuk dapat memberikan jawaban kepada permasalahan yang dibahas.

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk. dan

diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tahun 2008.

99

Page 22: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

F. Sistematika Penulisan

Supaya penelitian lebih terarah dan hasilnya dapat dengan mudah dipahami

oleh para pembaca, penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika sebagai

berikut:

Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II menerangkan tentang dua orang mufassir, yaitu Sayyid Qutb dan Ibn

Katsîr, yang karyanya dijadikan acuan dalam penelitian ini dan meliputi biografi,

pemikiran dan karya-karya yang dihasilkan, metode serta corak tafsir yang

digunakan, dan perbandingan antara tafsir Sayyid Qutb dan tafsir Ibn Katsîr.

Bab III membahas tentang pengertian musibah, macam-macam musibah dan

pendapat para ulama tentang musibah.

Bab IV secara rinci membahas surat al-Hadîd ayat 22-23 dengan

membandingkan pendapat Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr tentang definisi musibah,

kehendak Allah dalam kehidupan manusia dan pengaruh keimanan dalam

menghadapi musibah.

Bab V merupakan Penutup yang berisi kesimpulan yang didapat dari

pembahasan dan merupakan jawaban dari pertanyaan pada perumusan masalah

dan juga berisi saran-saran penulis.

1010

Page 23: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

1111

Page 24: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG SAYYID QUTB DAN IBN KATSÎR

A. Deskripsi Tentang Sayyid Qutb

1. Biografi Sayyid Qutb

Sayyid Qutb mempunyai nama lengkap Sayyid Qutb Ibrâhîm Husain

Syadzili. Beliau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 di Mausyah, sebuah

wilayah di Provinsi Asyut, di dataran tinggi Mesir.1

Kakek keenam beliau, Abdullah, berasal dari India. Abdullah menetap di

Mausyah setelah selesai melaksanakan ibadah haji di Mekah dan merasa

takjub dengan pemandangan dan kesuburannya. Ayah Sayyid Qutb adalah

orang terpandang dengan status sosial yang tinggi di lingkungannya.

Sayyid Qutb menempuh pendidikan dasar di desanya. Sayyid

menamatkan hafalan al-Qur’an pada usia 10 tahun.2 Setelah Revolusi

Rakyat Mesir pada tahun 1919 Sayyid pindah ke Kairo dan tinggal di rumah

pamannya, Ahmad Husain ‘Utsmân. Melalui pamannya inilah Sayyid

berkenalan dengan seorang sastrawan besar, ‘Abbas Mahmûd al-‘Aqqâd.

Sayyid banyak mempelajari berbagai hal melalui perpustakaan yang dimiliki

al-‘Aqqâd disamping berdiskusi dengannya. Selain itu, Sayyid dikenalkan

1 Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân.

Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Intermedia, 2001), Cet. Ke-1, h. 23. 2 Republika, “Sayed Qutb, Sang Syahid Kontroversial”, Republika Online, artikel diakses

pada 17 Januari 2010 dari http://www.republika.co.id/node/72910

11

Page 25: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

pula dengan Partai Wafd.3 Di kemudian hari Sayyid keluar dari Partai Wafd

karena menganggap partai tersebut memihak kepada pemerintah Inggris dan

bergabung dengan Partai Sa’diyyin selama dua tahun sebelum

mengundurkan diri dari politik praktis secara total.

Pada tahun 1930, Sayyid menjadi mahasiswa di Institut Darul Ulum dan

meraih gelar Lc. dalam bidang sastra dan Diploma dalam bidang pendidikan

pada tahun 1933. Selama menjadi mahasiswa Sayyid terlibat dalam kegiatan

sastra, politik dan pemikiran melalui sejumlah penerbitan dan forum-forum

diskusi.4

Setelah lulus, Sayyid bekerja di Departemen Pendidikan sebagai

pengajar selama enam tahun kemudian sebagai pengawas selama delapan

tahun. Pada tahun 1948 Departemen Pendidikan mengirimkan Sayyid ke

Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikannya. Sayyid tinggal di

Amerika selama dua setengah tahun untuk belajar di Wilson’s Teacher

College dan Stanford University dan berhasil memperoleh gelar M.A di

bidang pendidikan. Sayyid kemudian mengundurkan diri dari pekerjaannya

sebagai pengawas pendidikan karena tidak cocok dengan kebijakan

pemerintah Mesir yang dianggapnya terlalu menuruti kemauan pemerintah

Inggris.

Pengalaman hidupnya di Amerika Serikat telah membuka mata Sayyid

akan kekurangan peradaban barat yang maju di bidang teknologi. Pada saat

yang sama Sayyid mulai tertarik dengan pemikiran Hasan Al-Bana dan Abul

3 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 27. 4 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 27-28.

12

Page 26: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

A’la Maududi dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin. Sejak itu Sayyid

mulai memasukkan nilai-nilai Islam dalam karyanya.

Ketika Ikhwanul Muslimin menentang kebijakan pemerintah pada awal

tahun 1954, Sayyid termasuk yang ditangkap dan kemudian dijatuhi

hukuman penjara selama lima belas tahun. Atas desakan pemimpin Irak, Abd

al-Salam Arif, Sayyid dibebaskan setelah sepuluh tahun mendekam di

penjara. Namun pada tahun 1965, Sayyid kembali ditangkap atas tuduhan

makar terhadap pemerintah dan dijatuhi hukuman mati. Sayyid menolak

mengakui kesalahan-kesalahan yang dituduhkan kepadanya untuk kemudian

mendapatkan ampunan dari penguasa. Beliau mengatakan:”Sesungguhnya

jari telunjuk yang tunduk kepada Allah SWT dengan menunjukkan keesaan-

Nya dalam shalat sudah pasti menolak untuk menuliskan satu huruf pun

untuk mengakui kekuasaan tiran.”5 Pada tanggal 29 Agustus 1966, Sayyid

Qutb menjalani eksekusi hukuman gantung bersama al-‘Abd al-Fattâh

Ismaîl dan Muhammad Yûsuf Hawwâsy.

2. Pemikiran dan karya-karya Sayyid Qutb

Merujuk kepada pendapat Abu al-Hasan al-Nadawi dan Al-Khalidi, fase

pemikiran dan kehidupan Sayyid dapat dibagi dalam beberapa tahapan

sebagai berikut:

1. Fase tradisi keislaman di rumah dan di desa.

2. Fase kebimbangan hakikat agama yang terjadi setelah Sayyid pindah

ke Kairo dan terlepas dari tradisi-tradisi keislaman di kampung

halaman.

5 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 35.

13

Page 27: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

3. Fase keislaman bernuansa seni.

4. Fase keislaman umum. Pada fase ini Sayyid tertarik kepada konsep

keadilan dan reformasi sosial dalam Islam dan relevan dengan situasi

Mesir pada saat itu.

5. Fase keislaman terorganisasi dan haraki. Pada fase ini Sayyid

bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sekembalinya dari Amerika

Serikat hingga pertentangannya dengan pemerintah Mesir yang

berakhir dengan hukuman mati bagi Sayyid.6

Sayyid merupakan seorang pemikir yang produktif menuangkan

pemikirannya dalam bentuk tulisan. Diantara karyanya adalah sebagai

berikut.7

1. Bidang Sastra

a. Muhimmat al-Sya‘îr fî al-Hayah wa Syi‘r al-Jil al-Hadhir (Peran

Penyair dalam Kehidupan dan Syair Generasi Kontemporer,

diterbitkan tahun 1933)

b. Al-Syathi’ al-Majhul (Pantai yang Tak Dikenal, sebuah kumpulan

sajak, diterbitkan tahun 1935)

c. Naqd Kitab “Mustaqbâl al-Tsaqafah fî Mishr” li al-Duktur Taha

Husain (Kritik Buku: Masa Depan Budaya di Mesir karya Dr.

Taha Husain, diterbitkan tahun 1939)

6 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 39-40. 7 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 41-43.

14

Page 28: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

d. Al-Atyâf al-Arba‘ah (Empat Jiwa, sebuah karya bersama dengan

saudara-saudaranya; Aminah, Muhammad dan Hamidah,

diterbitkan tahun 1945)

e. Tifl min al-Qaryah (Anak dari Desa, berisi gambaran tentang

desanya dan catatan masa kecilnya di desa, diterbitkan tahun

1946)

f. Al-Madînah al-Mansurat (Kota yang Indah, sebuah buku cerita

fiksi seperti cerita Seribu Satu Malam, diterbitkan tahun 1946)

g. Raudat al-Tifl (Taman Anak)

h. Asywak (Duri-Duri, diterbitkan tahun 1947)

i. Al-Jadîd fî al-Lughah al-‘Arabiyah (Yang Baru dalam Bahasa

Arab)

j. Al-Jadîd fî al-Mahfûzhât (Yang Baru dalam Mahfudzat)

k. Kutub wa al-Syakhsyiyah (Buku dan Pengarangnya, sebuah studi

Sayyid terhadap karya-karya pengarang lain, diterbitkan tahun

1946)

2. Bidang Keislaman Umum

a. Al-Qasas al-Dînî (Kisah-Kisah Agama, disusun bersama Aminah

al-Sa’id dan Yusuf Murad, diterbitkan dalam dua edisi)

b. Al-Taswîr al-Fanni fî al-Qur’ân (Ilustrasi Artistik dalam Al-

Qur’an, merupakan buku keislaman yang pertama, diterbitkan

tahun 1945)

c. Masyâhid al-Qiyâmah fî al-Qur’ân (Bukti-Bukti Kiamat dalam

Al-Qur’an, diterbitkan tahun 1947)

15

Page 29: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

d. Al-‘Adâlah al-Ijtimâ‘iyah fî al-Islâm (Keadilan Sosial dalam

Islam, buku pertama dalam pemikiran Islam, diterbitkan tahun

1949)

e. Ma’rakat al-Islâm wa al-Ra’s al-Maliyah (Perang antara Islam

dan Kapitalisme, diterbitkan tahun 1951)

f. Al-Salâm al-‘alami wa al-Islâm (Perdamaian Dunia dan Islam,

diterbitkan tahun 1951)

3. Bidang Pergerakan Islam

a. Fî Zilâl al-Qur'ân (Di Bawah Naungan Al-Qur’an, cetakan

pertama juz pertama, 1952)

b. Dirâsat Islâmiyah (Studi Islam, berisi kumpulan berbagai artikel,

dihimpun oleh Muhib al-Din al-Khatib, diterbitkan tahun 1953)

c. Al-Mustaqbâl lî Hâdzâ al-Dîn (Masa Depan di Tangan Islam,

penyempurnaan dari Hâdzâ al-Dîn, diterbitkan setelah tahun

1954)

d. Al-Islâm wa Musykilât al-Hadhârah (Islam dan Problematika

Peradaban, diterbitkan setelah tahun 1954)

e. Khasâis al-Tasawwûr al-Islâm wa Muqawwimâtuhu

(Karakteristik Islam dan Pilar-Pilarnya, diterbitkan tahun 1960)

f. Ma‘âlim fî al-Tarîq (Petunjuk Jalan, berisi ringkasan pemikiran

Sayyid yang menyebabkan penulisnya dijatuhi hukuman

gantung, diterbitkan tahun 1964)

16

Page 30: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Penulisan tafsir Fî Zilâl al-Qur'ân dilatarbelakangi oleh kondisi sosial

dan politik Mesir setelah Perang Dunia ke-2 dan terjadinya kudeta militer

tahun 1952 serta perubahan fase pemikiran Sayyid Qutb. Penulisan tafsir ini

dapat dibagi menjadi beberapa tahap sesuai dengan perkembangan kondisi

sosial politik saat itu yang mempengaruhi pemikiran Sayyid Qutb.8

Pertama, Penulisan Zilâl dalam Majalah Al-Muslimun. Penulisan ini adalah

atas permintaan pemilik majalah, yaitu Sa’id Ramadhan kepada Sayyid Qutb

untuk menulis artikel bulanan dalam sebuah rubrik pada majalah tersebut.

Sayyid menamakan rubrik tersebut Fî Zilâl al-Qur'ân dan menulis tafsir al-

Qur’an selama tujuh episode dari Surat al-Fâtihah/1 hingga Surat al-

Baqarah/2:103. Kedua, Penulisan Zilâl sebelum Sayyid masuk penjara.

Setelah penerbitan dalam majalah sejumlah tujuh episode, Sayyid

memutuskan untuk menerbitkan Zilâl secara utuh dalam bentuk kitab tafsir

dan diluncurkan secara berkesinambungan juz demi juz. Kitab ini diterbitkan

oleh Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah hingga juz ke-16. Ketiga, Penulisan

Zilâl ketika Sayyid dalam penjara. Selama di dalam penjara, Sayyid

menyelesaikan penulisan tafsir sampai dengan juz 27, yaitu juz tujuh belas

dan delapan belas pada masa penahanan pertama selama empat bulan dan

juz-juz berikutnya pada masa penahanan kedua selama sepuluh tahun.

Kesempatan merenung yang cukup lama dan siksaan yang berat selama

masa penahanan kedua mempengaruhi pemikiran Sayyid Qutb, termasuk

pendekatan beliau dalam menafsirkan al-Qur’an. Hal ini mempengaruhi

penafsiran beliau pada tahap berikutnya yang dimulai pada juz 28 sampai

8 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 54-57.

17

Page 31: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

dengan 30 dan penafsiran ulang juz satu hingga tigabelas. Sayyid Qutb tidak

dapat melakukan penulisan ulang juz empat belas hingga 27 karena

menjalani eksekusi hukuman mati.

Bagi Sayyid Qutb, menulis tafsir bukan bertujuan untuk berkhidmat

kepada ilmu tafsir itu sendiri, seperti yang dinyatakan al-Syaukani, penulis

tafsir Fath al-Qadîr, ataupun Sayikh al-Maraghi.9 Tetapi beliau bermaksud

menjadikan tafsir beliau sebagai sarana untuk mendekatkan ummat Islam

kepada al-Qur’an dan mengaplikasikan kandungannya dalam kehidupan

ummat. Tentang hal ini beliau mengatakan sebagai berikut.

”Sesungguhnya saya serukan kepada para pembaca Zilâl jangan sampai Zilâl ini yang menjadi tujuan mereka, akan tetapi hendaklah mereka membaca Zilâl agar bisa dekat kepada al-Qur’an. Selanjutnya agar mereka mengambil al-Qur’an secara hakiki dan membuang Zilâl ini. Mereka tidak akan bisa mengambilnya secara hakiki kecuali jika mereka menjadikan seluruh kehidupan mereka untuk mewujudkan kandungan-kandungannya dan juga untuk berperang melawan kejahiliyahan dengan nama al-Qur’an dan di bawah benderanya.”10

3. Metode dan Corak Tafsir Sayyid Qutb

Sayyid Qutb menafsirkan al-Qur’an dengan metode tahliliy11, yaitu

sebuah metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an

9 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 122. 10 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 128. 11 Dr. Abd al-Hayy membagi metode penafsiran menjadi empat: 1. al-Ijmali (global) yaitu

metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. 2. Tahliliy (Analisis) yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan menyampaikan semua aspek yang terkandung di dalam ayat yang ditafsirkan dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir. 3. Muqarin (komparatif) yaitu membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; atau membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW, yang pada lahirnya terlihat bertentangan; atau membandingkan berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an. 4. Mawdhu’iy (Tematik) yaitu menafsirkan al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dihimpun, kemudian diteliti secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait seperti asbâb al-nuzûl, kosa kata dan sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta

18

Page 32: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

meliputi seluruh aspeknya, yaitu aspek bahasa, kosakata, makna global,

munasabah (korelasi) ayat, asbab al-nuzûl dilengkapi dengan sunnah Nabi

SAW, pendapat sahabat, tabi’in dan pendapat mufasir sendiri.

Keunikan tafsir Sayyid Qutb terletak pada corak tafsirnya yang

dipengaruhi oleh latar belakang beliau sebagai sastrawan, keadaan

masyarakat Mesir pada waktu itu dan keterlibatan beliau dalam Ikhwanul

Muslimin. Kepakaran Sayyid di bidang sastra membuat bahasa yang

digunakan dalam tafsirnya menjadi indah dilengkapi dengan penggambaran

yang terasa hidup dan nyata. Keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat

saat itu mendorongnya untuk menulis tafsir ijtima’i sebagai solusi bagi

permasalahan masyarakat. Sedangkan keterlibatannya dalam Ikhwanul

Muslimin dan pertentangannya dengan kebijakan pemerintah Mesir pada

saat itu membuatnya menuliskan tafsir bernafaskan haraky atau pergerakan.

Dengan demikian, tafsir Sayyid Qutb dapat disebut sebagai tafsir tahlily

yang bercorak adabi ijtima’i haraky.

Dalam menuliskan tafsirnya Sayyid Qutb menggunakan pemahamannya

terhadap ayat-ayat al-Quran sebagai rujukan utama. Adapun sumber-sumber

rujukan lain yang bersifat sekunder meliputi kitab-kitab tafsir bi al-ma’tsur

(tafsir Ibn Katsir, tafsir al-Thabari, tafsir al-Tsa’labi, tafsir al-Baghawi, tafsir

al-Qurtubi, dll.), kitab-kitab sirah karya Ibn Hisyam, al-Maqrizi, Ibn Hazm,

dan Ibn Qayyim al-Jauziyah, kitab-kitab hadis, kitab-kitab sejarah umat

Islam dan dunia Islam masa kini, buku-buku ilmiah, kelimuan Islam,

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari Al-Qur’an dan Hadis, maupun pemikiran rasional. Dr. Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidâyah fî Al-Tafsîr Al-Maudhu’iy (Kairo:Al-Hadharah Al-Arabiyah, 1977), Cet.II, h. 23.

19

Page 33: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

pengetahuan dan pengalaman pribadi serta pemikiran yang bersumber dari

jamaah Ikhwanul Muslimin.12

B. Deskripsi Tentang Ibn Katsîr

1. Biografi Ibn Katsîr

Ibn Katsîr dilahirkan di Bashra pada tahun 700 H (1300 M) dengan

nama lengkap Imâduddîn Abu al-Fida’ Ismâîl bin ‘amir bin Katsîr. Beliau

wafat di Damaskus pada tahun 774 H. Beliau dikenal sebagai ahli tafsir,

hadis, sejarah dan fiqh.13 Keluarga Ibn Katsîr merupakan keluarga terhormat

di masanya. Ayahnya, Syihab al-Din Abu Hafsh ‘Amr Ibn Katsîr Ibn Dhaw’

Ibn Zara’ al-Quraisy adalah seorang ulama terkemuka.

Setelah orang tuanya wafat, dalam usia tujuh tahun Ibn Katsîr pergi ke

Damaskus bersama sudaranya untuk menimba ilmu.14 Pesatnya kemajuan

pusat-pusat studi Islam di bawah pemerintah dinasti Mamaluk pada masa

tersebut menguntungkan Ibn Katsîr yang sedang menuntut ilmu. Banyak

ulama ternama yang menjadi tempat beliau berguru.15 Guru utama Ibn

Katsîr adalah Bahrudin al-Farazi (660-729 H) dan Kamal al-Din Ibn Qadi

Syuhbah. Dari keduanya beliau mempelajari ilmu fiqih dengan menelaah

kitab al-Tanbih karya al-Syirazi dan Mukhtashar Ibn Hajib hingga menjadi

ahli fiqih yang menjadi rujukan para penguasa dalam persoalan hukum.16

12 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 182. 13 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn (Mesir: Maktabah Wahbah,

1985), h. 242. 14 Mani’ Abd al-Halim Mahmûd, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehesif Metode Para Ahli

Tafsir. Penerjemah Syahdianor dan Faisal Saleh (Jakarta: Rajagrafindo, 2003), h. 64. 15 Nur Maizin Maswan, Kajian Deskriptif Tafsir Ibn Katsîr (Yogyakarta: Menara Kudus,

2002), h. 35-36. 16 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Van Horve, 1993), Jilid III, h. 157-

158.

20

Page 34: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Kemudian beliau berada dalam bimbingan Ibn Taimiyah (wafat 728 H). Ibn

Katsîr menyelesaikan hafalan al-Qur’an pada usia sebelas tahun dan

memperdalam qira’at dan studi tafsir dari Ibn Taimiyyah.

Ibn Katsîr berguru hadis kepada para ulama Hijaz dan mendapatkan

ijazah dari al-Wani. Beliau menghafal 100.000 hadits dan mendapat gelar al-

Hafîz.17

Ibn Katsîr juga mendapat sebutan al-Mu’arrikh karena kepakarannya

dalam bidang sejarah. Guru beliau dalam bidang ini adalah Al-Hafîz al-

Birzali (w.739 H), seorang sejarawan dari kota Syam. Kitab sejarah al-

Bidâyah wa al-Nihâyah karya Ibn Katsîr banyak merujuk kepada karya

gurunya tersebut.18

Imam al-Dzahabi menilai Ibn Katsîr sebagai “Imam, mufti, dan pakar

hadis. Spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang kritis.”

Setelah al-Dzahabi wafat, Ibn Katsîr menggantikannya sebagai syaikh di Um

al-Shaleh. Beliau juga memimpin Dar al-Hadits al-Syarafiyyah setelah al-

Subki meninggal dunia.19

2. Pemikiran dan karya-karya Ibn Katsîr

Ibn Katsîr memandang perbedaan para ulama dalam penafsiran al

Qur’an bukanlah perbedaan prinsipil dan masih menyisakan banyak

persamaan sehingga dapat dikompromikan. Kitab tafsir yang disusun oleh

belaiu merangkum dan mengkompromikan banyak pendapat ahli tafsir.

Tentang sikap kompromi ini beliau menyatakan sebagai berikut.

17 Muhammad Ajjaj al-Khatib, UUsul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H), h. 448. 18 Ibn Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid XIV, h.148. 19 Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 65-66.

21

Page 35: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

”Memang sering dijumpai perbedaan pengungkapan dalam banyak pernyataan mereka. Namun pada kenyataannya perbedaan tersebut bukan merupakan perbedaan yang prinsipil. Mereka yang tidak memahami berkesimpulan tentang adanya perbedaan. Kemudian menyatakan perbedaan-perbedaan tersebut dan mengesankannya sebagai pendapat-pendapat yang berbeda. Padahal kesemua pendapat tersebut memiliki kesamaan dalam banyak hal. Namun kesamaan yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang mampu memahami.”20

Beliau juga berpendapat bahwa penafsiran bi al-ra’yi dapat dilakukan

oleh mereka yang mempunyai disiplin ilmu bahasa dan syariat dan melarang

mereka yang tidak memiliki dasar pengetahuan tentang tafsir.21

Pemikiran beliau di bidang tafsir telah menempatkan karya tafsirnya

sebagai salah satu tafsir terbaik yang menjadi rujukan banyak ulama

sesudahnya.

Ibn Katsîr dikenal tidak hanya sebagai ahli tafsir, tetapi juga sebagai ahli

hadis, fiqh dan sejarah. Karena itu, karya-karya beliau pun cukup beragam.

Diantaranya adalah:

1. Bidang Al-Qur’an.

a. Fadhâ’il al-Qur’ân (Keutamaan al-Qur’an, berisi ringkasan

sejarah al-Qur’an, banyak dipengaruhi kitab al-Siyasah al-

Syari’ah karya Ibn Taimiyah)

b. Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm (lebih dikenal dengan nama Tafsir Ibn

Katsîr, diterbitkan pertama kali di Kairo pada tahun 1342 H atau

1923 M).

2. Bidang Sejarah

20 Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 62. 21 Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 62.

22

Page 36: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

a. Al-Bidâyah wa al-Nihâyah (merupakan rujukan terpenting bagi

sejarawan22 yang memaparkan berbagai peristiwa sejak awal

penciptaan sampai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun

768 H, sejarah dalam kitab ini dibagi menjadi dua bagian besar:

Pertama, sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat

penciptaan sampai kenabian Muhammad SAW. dan kedua,

sejarah Islam mulai dari periode Nabi SAW. di Makkah sampai

pertengahan abad 8 H. Kejadian-kejadian setelah hijrah disusun

berdasarkan tahun kejadian. Kitab ini terdiri dari 14 jilid)

b. Al-Fusulât fî Sirât al-Rasul (Sirah Nabi)

c. Tabaqât al-Syafî ‘iyah

d. Manâqib al-Imâm al-Syafî‘i.

3. Bidang Fiqih

a. Al-Ijtihâd bi Talab al-Jihâd (ditulis untuk menggelorakan

semangat jihad mempertahankan pantai Libanon dari serbuan

Raja Franks dari Ciprus, ditulis tahun 1368-1369 M)

b. Kitab Ahkâm (Kitab Hukum, berisi hukum-hukum fikih)

c. Al-Ahkâm ‘ala Abwab al-Tanbîh.

4. Bidang Hadis

a. Al-Takmîl fî Ma‘rifat al-Tsiqah wa al-Du‘afa’ wa al-Majâhil

(Pelengkap Mengenal Perawi Tsiqah, Lemah dan Kurang

Dipercaya, berisi riwayat perawi hadis, terdiri dari lima jilid)

22 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS (Jakarta:

Lentera Antar Nusa, 2006), cet. Ke-5, h. 528.

23

Page 37: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

b. Jami‘ al-Masânid wa al-Sunan (Kumpulan Musnad dan Sunan,

berisi nama para sahabat yang meriwayatkan hadis dalam

musnad Imam Hanbali, terdiri dari delapan jilid)

c. Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts

d. Takhrij ahâdîts adillah al-Tanbîh li ‘ulûm al-Hadîts

e. Syarah Shahih Bukhari (dilanjutkan oleh Ibn Hajar al-Asqalani).

Karakteristik tafsir Ibn Katsîr adalah adanya rangkuman pendapat yang

luas dari para mufassir terdahulu dan usaha beliau untuk mengkompromikan

pendapat-pendapat yang kelihatan berbeda. Apabila tidak mungkin untuk

digabung, maka beliau akan melakukan tarjih diantara pendapat-pendapat

tersebut. Oleh karena itu tafsir ini diletakkan sebagai tafsir terbaik kedua

setelah tafsir al-Thabari.23 Kelebihan lain dari tafsir Ibn Katsîr adalah sikap

kritis beliau terhadap riwayat dan cerita israiliyat sehingga disebut sebagai

pengguna cerita israiliyat terbaik.24

3. Metode dan Corak Tafsir Ibn Katsîr

Seperti halnya Sayyid Qutb, Ibn Katsîr menggunakan metode tahliliy25

dalam menafsirkan al-Qur’an. Tafsir Ibn Katsîr termasuk jenis tafsir bi al-

ma’tsur, dengan urutan prioritas rujukan penafsiran sebagai berikut:26

1. Penafsiran sebuah ayat dengan ayat yang lain, sebab banyak ayat al-

Qur’an yang bersifat umum dijelaskan secara lebih rinci dalam ayat

23 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, h. 202. 24 Muhammad Husain al-Dzahabi, Israiliyat dalam Tafsir dan Hadits (Jakarta: Lentera antar

Nusa, 1993), h. 132. 25 Lihat catatan kaki nomor 9, h. 18. 26 Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 60.

24

Page 38: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

yang lain.

2. Apabila tidak dijumpai penjelasan dari ayat lain, maka dilakukan

penafsiran dengan hadits nabi SAW. Dalam hal ini beliau mengutip

pendapat imam syafi‘i yang mengatakan: “Setiap hukum yang

ditetapkan rasulullah SAW merupakan hasil pemahamannya terhadap

al-Qur’an.”27

3. Apabila tidak ditemukan penjelasan dari kedua sumber di atas, maka

penafsiran merujuk kepada pendapat para sahabat nabi SAW. Hal ini

karena para sahabat menyaksikan secara langsung kondisi dan latar

belakang penurunan ayat serta kualitas mereka dari sisi pemahaman,

keilmuan dan amal shaleh. Diantara mereka yang terkenal adalah

empat khalifah pertama, ‘Abd Allâh ibn Mas‘ûd, dan ‘Abd Allâh Ibn

‘Abbâs.

4. Rujukan selanjutnya adalah pendapat para tabi’in yang mendapatkan

informasi langsung dari para sahabat nabi SAW, seperti Mujâhid bin

Jabr, Sa’id bin Jabir, ‘Ikrimah, Atha’ bin Rabbah, Hasan al-Basri,

Sa’id bin al-Musayyab, Rabi’ bin Anas dan Dahhak bin Muzahim.

C. Perbandingan antara Tafsir Sayyid Qutb dan Tafsir Ibn Katsîr

Setelah melakukan kajian terhadap kedua tafsir di atas, yaitu tafsir Fî Zilâl

al-Qur'ân dan Ibn Katsîr akan terlihat perbedaan antara keduanya. Masing-masing

memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang,

lingkungan dan kondisi saat itu. Tafsir Sayyid Qutb merupakan tafsir kontemporer

yang aktual dengan pendekatan sosial kemasyarakatan sehingga membahas dan

27 Mahmûd, Metodologi Tafsir, h. 60.

25

Page 39: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

memberikan solusi secara langsung atas problematika umat. Kitab tafsir ini

mewakili pemikiran Jamaah Ikhwanul Muslimin dalam memahami al-Qur’an

sebagai petunjuk yang harus diimplementasikan dalam kehidupan. Dalam tafsir

Sayyid Qutb ini tidak banyak terdapat pengulangan pendapat ulama tafsir

sebelumnya. Hal ini membuatnya menjadi tidak selengkap tafsir Ibn Katsîr.

Tafsir Ibn Katsîr merupakan yang terbaik di antara tafsir yang ada pada

zaman ini karena mengandung beberapa keistimewaan yang nyaris tidak dimiliki

oleh tafsir lainnya. Di antara keistimewaan itu adalah ia merupakan penafsiran al-

Qur’an dengan al-Qur’an, kemudian dengan sunnah, kemudian dengan pendapat

ulama salaf , dan berpegang teguh pada semantik bahasa Arab. Tafsir Ibn Katsîr

tidak mengandung permusuhan diskusi, golongan, dan mazhab. Ibn Katsîr

memilih kebenaran dan membelanya pada siapa saja kebenaran itu berada. Dia

mengajak kepada persatuan dan menjauhkan perpecahan. Tafsir ini banyak

memuat pendapat ulama tafsir terdahulu dan mencoba menyatukan perbedaannya.

Walaupun demikian tafsir ini tidak terlepas dari hal-hal yang mengeruhkan dalam

mengkaji kejernihannya. Di antara yang mengeruhkan itu ialah adanya hadis da‘if,

pengulangan hadis sahih dan adanya cerita israiliyat.

Kedua mufassir mempunyai kelebihan masing-masing dalam menafsirkan

al-Qur’an. Gaya bahasa dan pendekatan yang dipilih oleh Sayyid Qutb

mempunyai kekuatan lebih untuk menyentuh hati pembaca. Sementara

pendekatan Ibn Katsîr memberikan informasi yang lebih lengkap karena

merangkum pendapat para ulama sebelumnya. Tetapi keluasan pendapat tersebut

tidak dapat ditemukan di setiap kitab tafsir versi ringkas atau mukhtasarnya.

Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian, untuk mendapatkan gambaran

26

Page 40: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

27

yang akurat tentang karya seseorang perlu diambil data-data primer dari sumber-

sumber rujukan yang asli, bukan versi mukhtasar atau ringkasan, baik dalam

bahasa asli (dalam hal ini bahasa Arab) maupun bahasa terjemahan. Untuk

mengetahui lebih lanjut lingkup pengurangan yang dilakukan oleh versi ringkasan

terhadap versi lengkap pada penafsiran sebuah ayat, perlu dilakukan perbandingan

secara langsung penafsiran yang terdapat pada naskah lengkap dan naskah

ringkasannya. Namun demikian, versi ringkasan layak dibaca bagi pembaca yang

tidak ingin melakukan penelitian, tetapi ingin mendapatkan pemahaman dengan

mudah. Keberadaan versi ringkasan edisi terjemahan telah membantu

memudahkan masyarakat untuk memahami al-Qur’an dengan lebih mudah.

Page 41: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

BAB III

MUSIBAH DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

A. Pengertian Musibah

Dalam bahasa Indonesia kata “musibah” diartikan sebagai malapetaka atau

bencana, yaitu segala kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa

manusia, seperti gempa, banjir, kebakaran dan lain-lainnya. Peristiwa-peristiwa

tersebut pada umumnya menimbulkan kerugian berupa harta benda maupun jiwa

manusia.1 Sedangkan dalam bahasa Arab kata musîbah ( مصيبة ) berasal dari kata

dasar yang terdiri dari huruf sad, wau dan ba’; صوب (sawaba) yang mempunyai

makna الرمية atau lemparan.2 Salah satu derivasi bentuk dan makna dari kata

tersebut adalah kata يصيب -اصاب (asâba – yusîbu) yang berarti sesuatu yang

kedatangannya tidak disukai oleh manusia. Makna ini dapat dijumpai dalam hadis

berikut:

حدثنا عبد اهللا بن يوسف أخبرنا مالك عن محمد بن عبد اهللا بن عبد الرحمن بن

أبي صعصعة أنه قال سمعت سعيد بن يسار أبا الحباب يقول سمعت أبا هريرة

به خيرا يصب منهمن يرد اهللا:يه و سلم قال رسول اهللا صلى اهللا عل: يقول

“Mengabarkan kepada kami ‘Abd Allâh bin Yûsuf mengabarkan kepada kami Mâlik dan Muhammad bin ‘Abd Allâh bin ‘Abd al-Rahman bin Abiy Sa‘sa‘ah sesungguhnya dia berkata aku mendengar Sa‘id bin Yasâr Abu al-Hubâb berkata aku mendengar Abu Hurairah berkata,”Berkata Rasulullah SAW,”Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah SWT untuk mendapat

1 Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 22 Mei 2009

dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php 2 Al-Râghib al-Asfahâni, Mu’jam Mufradât fî alfâdz al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Kutub al-

‘ilmiyah, 2004), h. 322.

28

Page 42: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Kata يصب منه dalam hadis tersebut diartikan Ibn Manzur sebagai sesuatu

yang turunnya atau kedatangannya tidak disukai oleh manusia.4 Imam Bukhâriy

dalam Sahihnya menjelaskan lebih lanjut bahwa sesuatu yang akan ditimpakan

kepada manusia (musibah) bertujuan mensucikannya dari dosa agar kelak

berjumpa kepada Allah dalam keadaan suci.

Menurut Ahsin W. Al-Hafidz, kata musibah di dalam al-Qur’an disebut

sebanyak sepuluh kali5, yaitu:

1. Surat al-Baqarah/2:155-156. Allah SWT menyebutkan berbagai macam

musibah yang akan ditimpakan kepada manusia sebagai ujian dalam

kehidupan di dunia,yaitu: ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa

dan buah-buahan.

2. Surat Âli ‘Imrân/3:165. Allah SWT menggunakan kata musibah untuk

menggambarkan kekalahan umat Islam dalam perang Uhud dan

kekalahan orang kafir Quraisy dalam perang Badar.

3. Surat al-Nisâ’/4:62. Allah SWT menyebut balasan bagi orang-orang

munafik sebagai sebuah musibah bagi mereka.

4. Surat al-Nisâ’/4:72 Allah SWT menyebut balasan bagi orang-orang yang

enggan untuk ikut berperang sebagai musibah bagi mereka.

5. Surat al-Mâ’idah/5:49. Allah SWT menyebutkan tentang musibah yang

akan menimpa orang-orang yang berpaling dari hukum yang telah

ditetapkan Allah SWT.

6. Surat al-Taubah/9:50. Allah SWT menerangkan sikap orang-orang

3 Imam al-Bukhâriy, Sahîh al-Bukhâriy (Beirut: Dar al-Fikr, tt), hadis no. 5321. 4 Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab (Beirut: Dar Sâdir, tt), fashl ص, Juz 1, h. 536. 5 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006), cet. ke-2, h. 204.

29

Page 43: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

munafik yang bergembira apabila Rasulullah SAW tertimpa musibah.

7. Surat al-Qasas/28:47. Allah SWT menerangkan musibah yang menimpa

orang-orang kafir Quraisy yang membuat mereka menyesali

perbuatannya di dunia.

8. Surat al-Syûrâ /42:30. Allah SWT menerangkan bahwa musibah adalah

akibat dari perbuatan manusia sendiri.

9. Surat al-Hadîd/57:22. Allah SWT menyebutkan tentang hakekat

musibah.

10. Surat al-Taghabûn/64:11. Allah SWT menjelaskan bahwa musibah tidak

akan terjadi kecuali atas ijin Allah SWT.

Selain kata musibah, al-Qu’ran menggunakan kata بالء (balâ’), عداب

(‘adzâb) dan فتنة (fitnah) untuk menyatakan bencana yang menimpa manusia.

Dalam hal ini kata فتنة ditulis dengan huruf miring dan bertransliterasi untuk

membedakannya dengan kata “fitnah” yang ada dalam bahasa Indonesia dan

mempunyai makna berbeda. Kata “fitnah” dalam bahasa Indonesia berarti

menuduh dengan tidak benar.

Secara literal, al-balâ’ bermakna al-ikhtibâr (ujian). Di dalam al-Qur’an,

istilah balâ’ digunakan untuk menggambarkan ujian berupa kebaikan maupun

keburukan. Dalam kitab al-Tibyân fî Tafsîr Gharîb al-Qur’ân dinyatakan, bahwa

balâ’ itu memiliki tiga makna, yaitu sebagai ni’mah (kenikmatan), sebagai

ikhtibâr (cobaan atau ujian), dan sebagai makrûh (sesuatu yang tidak disenangi).6

6 Syihâb al-Dîn Ahmad, al-Tibyân Fî Tafsîr Gharîb al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 1,

h. 85.

30

Page 44: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Di dalam al-Qur’an, kata balâ’ disebutkan di enam tempat dengan makna yang

berbeda-beda, yaitu: Surat al-Baqarah/2:49, al-A‘râf/7:141, al-Anfâl/8:17,

Ibrâhîm/14: 6, al-Shaffât/37:106, dan al-Dukhân/44:33.

Balâ’ dengan makna ujian berupa keburukan terdapat di dalam Surat al-

Baqarah/2:49 sebagai berikut ini:

⌧ ⌧

⌦ ⌧

“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.”

Balâ’ dalam ayat di atas adalah ujian terhadap Bani Israil yang berupa

penindasan Fir’aun dan pengikutnya yang membunuh setiap bayi laki-laki Bani

Israil dan membiarkan hidup bayi perempuan. Surat al-A‘râf/7:141 dan

Ibrâhîm/14: 6 menerangkan hal yang sama dengan redaksi yang mirip. Pada

ketiga ayat di atas, ujian terhadap Bani Israil disebut juga sebagai ‘adzâb.

Menurut Quraish Shihab, balâ’ dalam ketiga ayat tersebut juga dapat diartikan

sebagai ujian kebaikan, yaitu diselamatkannya nabi Musa A.S. dan pengikutnya

dari pengejaran Fir‘aun.7 Adapun balâ’ dalam konteks ujian berupa kebaikan

terdapat dalam Surat al-Anfâl/8:17.

7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke-8, , vol. 1, h. 233.

31

Page 45: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

⌧ ☺ .

“Maka sebenarnya, bukan kamu yang membunuh mereka. Akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik (balâ’an hasanâ). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dalam ayat di atas, kemenangan umat Islam pada peperangan Badar disebut

sebagai balâ’an hasanâ atau ujian berupa kebaikan atau anugerah. Kemenangan

umat Islam atas orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar menjadi ujian bagi

umat Islam. Keikhlasan para sahabat Rasulullah SAW dalam berjihad di jalan

Allah SWT diuji dengan harta dunia. Perselisihan terjadi diantara para sahabat

Rasulullah SAW tentang pembagian rampasan perang. Sebagian sahabat merasa

lebih berhak untuk mendapatkan rampasan perang daripada sahabat yang lain.

Para sahabat Rasulullah SAW akhirnya tunduk kepada ketentuan Allah SWT dan

Rasul-Nya yang disebutkan dalam Surat al-Anfâl/8. Surat al-Shâffât/37:106

menyebut ujian bagi nabi Ibrahim A.S. untuk menyembelih nabi Ismail A.S.

sebagai balâ’. Sedangkan Surat al-Dukhân/44:33 menyebut ni’mat yang diberikan

kepda bani Israil sebagai balâ’, yaitu ketika mereka diselamatkan Allah SWT dari

pengejaran Firaun.

Kata ‘adzâb secara literal berarti al-nakâl wa al-‘uqûbah (peringatan dan

hukuman).8 Kata al-’adzâb biasanya digunakan dalam konteks hukuman atau

siksaan kelak di hari akhir.9 Hal ini dapat dilihat pada pada ayat-ayat di dalam al-

Qur’an yang berisi ancaman kepada orang-orang kafir, di antaranya adalah seperti

8 A.W Munawwir, Kamus Arab –Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet. Ke-25, h.

1463. 9 Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arab, Juz 1, h. 585.

32

Page 46: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

yang terdapat pada Surat al-Baqarah/2:7.10 Sedangkan kata fitnah di antaranya

seperti yang terdapat pada surat al-Anfal/8:25.11

Dengan demikian, musibah dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang

menimpa manusia dengan bentuk yang bermacam-macam baik berupa bencana

atau malapetaka yang sifatnya tidak menyenangkan dengan tujuan sebagai ujian

atau adzab bagi manusia.

B. Pendapat Ulama tentang Musibah

al-Qurtubi menyatakan bahwa musibah adalah segala sesuatu yang

mengganggu orang mukmin dan menjadi bencana baginya.12 Demikian juga

Hamka menyatakan bahwa musibah adalah bencana, baik bencana besar yang

terjadi pada alam, seperti gunung meletus, banjir, gempa bumi dll., maupun

bencana kecil yang terjadi pada manusia seperti sakit dan tenggelam.13 Menurut

Quraish Shihab kata musibah tidak selalu berarti bencana, tetapi “...mencakup

segala sesuatu yang terjadi, baik positif maupun negatif, baik anugerah maupun

bencana...”.14 Menurut Imam al-Baidhâwiy, musibah adalah semua kemalangan

10 Sûrah al-Baqarah/2:7

⌧ Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT menutup hati, pendengaran dan

penglihatan orang-orang kafir karena mereka enggan menerima iman. Allah membiarkan mereka larut dalam kesesatan sesuai dengan keinginan hati mereka sendiri. Mereka tidak mau mendengarkan peringatan dari Rasulullah SAW dan tidak mau menggunakan potensi yang diberikan oleh Allah SWT untuk memahami dan mengikuti petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mereka dijanjikan ‘adzâb yang berat di akhirat kelak. (Lihat Tafsir al-Mishbah, Juz 1, h. 116)

11 Surat al-Anfal/8/25

☺ ☺ ⌧

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

12 al-Hambali, Hiburan, h. 10. 13 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXVII (Jakarta: Pustaka Panjimas, tt), h. 299. 14 Shihab, al-Mishbah, vol. 14, h. 43.

33

Page 47: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

yang dibenci dan menimpa umat manusia.15 Manusia akan mengalami keburukan

dalam hidupnya manakala menjauh dari manhaj atau aturan Allah SWT.

Kehidupan ini telah diciptakan Allah SWT dengan manhaj tertentu agar terjadi

keharmonisan dalam berbagai hal, baik dalam meniti karir, kerja, menata

kehidupan keluarga dan rumah tangga, mendidik anak-anak, mencari rizqi dan

dalam semua dinamika kehidupan lainnya.16 Menurut al-Hanbali, Imam Nawawi

berpendapat bahwa musibah adalah segala sesuatu yang menimpa manusia,

berupa kesedihan, kepayahan, kesusahan dan lain-lain. Allah sedang

mengangkatnya dan menghapus kesalahannya. Di dalamnya terdapat pesan

tentang turunnya kebahagiaan agung bagi umat Islam yang ditimpa musibah.

Tidak ada kabar terindah yang mampu membahagiakan seorang muslim, kecuali

terhapusnya dosa dan kekeliruan.17

Dapat disimpulkan bahwa para ulama sepakat untuk mengartikan musibah

sebagai bencana yang menimpa manusia, kecuali Quraish Shihab yang

mengartikan musibah dapat berupa kebaikan maupun keburukan. Pendapat beliau

ini lebih dekat kepada pengertian balâ’ sebagaimana telah dibahas pada sub-bab

Pengertian Musibah.

C. Macam-Macam Musibah

Dilihat dari akibat yang ditimbulkan, musibah dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu musibah agama dan musibah dunia.18 Musibah agama adalah

musibah yang mempengaruhi keimanan ahl al-musîbah (orang yang terkena

15 Imam al-Baidâwiy, Tafsir al-Baidâwiy (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 1, h. 431. 16 Mutawalli al-Sya’rawi, Baik danBuruk, Penerjemah Tajuddin (Jakarta: Pustaka Kautsar,

1994), cet. Ke-1, h. 33 17 16 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian, Penerjamah Muhammad Suhadi (Jakarta: Hikmah, 2007), cet. Ke-1, h. 12

18 al-Hambali, Hiburan, h. 34.

34

Page 48: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Allah SWT menciptakan manusia dalam berbagai suku dan bangsa untuk

saling mengenal dan saling membantu dalam kehidupan ini. Setiap manusia diberi

potensi yang sama untuk kehidupannya, baik kehidupan dunia maupun

akhiratnya. Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan prioritas hidupnya

dalam menggunakan potensinya. Tetapi, Allah SWT menggunakan parameter

35

Page 49: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

keimanan dan ketaqwaan dalam menilai manusia.

Musibah agama terbesar yang menimpa umat Islam adalah wafatnya

Rasulullah SAW. Wafatnya Rasulullah SAW dirasakan berat oleh umat Islam pada

waktu itu. Umar bin Khattab yang dikenal sebagai orang yang tegar dan keras

pada awalnya tidak dapat menerima kematian Rasulullah SAW hingga diingatkan

oleh Abu Bakar dengan Surat Âli ‘Imrân/3:144.

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”19 Wafatnya Rasulullah SAW berarti terputusnya wahyu dari langit dan

dimulainya kerusakan. Hal ini ditandai dengan murtadnya sebagian orang Islam

19 Hal ini dikutip oleh al-Buthy dari riwayat Ibnu Ishaq sebagai berikut: “Abu Bakar keluar

dari rumah Rasulullah SAW sementara Umar r.a. tengah berbicara kepada orang-orang bahwa Rasulullah SAW tidak mati tetapi sedang pergi menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa bin Imran dan beliau tidak akan mati sampai orang-orang munafiqin punah. Kemudian Abu Bakar mendatanginya seraya berkata: Tunggu sebentar wahai Umar, diamlah! Tetapi Umar tidak menggubrisnya dan terus berbicara emosional. Melihat Umar tidak mau berhenti maka Abu bakar pergi menemui orang-orang dan merekapun mendatangi Abu Bakar serta meninggalkan Umar. Abu Bakar lalu berkata: Amma ba’du, wahai manusia! Barang siapa di antara kalian menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal dan barang siapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah Mahahidup dan tidak mati. Allah berfirman: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (al-Imran:144). Sebelum Abu Bakar membaca ayat ini seolah-olah mereka tidak tahu kalau Allah telah menurunkan ayat tersebut, sehingga semua yang mendengarkan bacaan Abu Bakar tersebut dengan serentak ikut membacanya. Umar ra. Berkata: “Demi Allah, setelah kudengar Abu Bakar membaca ayat tersebut aku merasa tidak berdaya, kedua kakiku lemas sehingga aku terduduk ke tanah karena aku mnedengar dia membacakan bahwa Nabi SAW telah meninggal dunia.”“ M Sai’d Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah, Penerjemah Aunur Rafiq Sahleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 2000), cet. Ke-2, h. 451.

36

Page 50: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا أبو جمرة قال سمعت زهدم بن مضرب قال سمعت

خيرآم :قال النبي صلى اهللا عليه و سلم: عمران بن حصين رضي اهللا عنهما قال

قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم “Menceritakan kepada kami Adam menceritakan kepada kami Syu’bah menceritakan kepada kami Abu Jamrah dia bekata aku mendengar Dzahdam bin Mudrab dia berkata saya mendengar Imran bin Husain RA. berkata telah bersabda Rasulullah SAW,”Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang mengikutinya, kemudian generasi yang mengikutinya.”20 Seperti dijelaskan di atas musibah agama akan terus terjadi menimpa

kalangan kaum muslimin selama iblis masih ada. Karena musuh kaum muslimin

dan orang-orang yang beriman, yakni iblis dan sekutu-sekutunya akan terus

mengajak mereka sampai tercatat menjadi orang-orang yang mendustakan agama

dan ayat-ayat Allah SWT. Iblis telah bersumpah akan menyesatkan dan

melalaikan orang-orang yang mentauhidkan Allah SWT dari agama tauhid.

20 Imam Bukhari, Sahîh al-Bukhariy, Juz 2, h. 938, hadis no. 2508. Rasulullah mengajarkan sebuah do’a bagi umatnya untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari musibah agama dan tidak menjadikan dunia sebagai cita-cita tertinggi dalam hidup. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:

ن أبي عمران أن ابن بن أيوب عن عبيد اهللا بن زحر عن خالد بحدثنا علي بن حجر أخبرنا ابن المبارك أخبرنا يحيى

آان رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم يقوم من مجلس حتى يدعو بهؤالء الدعوات ألصحابه اللهم اقسم لنا من ما: عمران قال

ك ما تبلغنا به جنتك ومن اليقين ما تهون به علينا مصيبات الدنيا ومتعنا خشيتك ما يحول بيننا وبين معاصيك ومن طاعت

تجعل وال بأسماعنا وأبصارنا وقوتنا ما أحييتنا واجعله الوارث منا واجعل ثأرنا على من ظلمنا وانصرنا على من عادانا

يرحمنا في ديننا وال تجعل الدنيا أآبر همنا وال مبلغ علمنا وال تسلط علينا من المصيبتنا

Menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hajr mengabarkan kepada kami Ibn al-Mubârak menceritakan kepada kami Yahyâ bin Ayûb dari ‘Abd Allah bin Zahr dari Khâlid bin Abi ‘Imrân sesungguhnya Ibn ‘Imrân berkata tidaklah Rasulullah SAW berdiri dari majlis hingga berdo’a untuk pada sahabatnya” Ya Allah anugrahkanlah bagi kami rasa takut yang menjauhkan kami dari bermaksiat kepada-Mu, ketaatan yang menyampaikan kami ke surga-Mu, keyakinan yang meringankan janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai cita-cita tertinggi kami dan bukan pula tujuan ilmu kami”). Sunan al-Tirmidziy, Juz 5 h. 528, hadis no. 3502.

37

Page 51: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Musibah dunia adalah musibah yang menimpa diri manusia berupa

kematian, ketakutan, dan kekurangan harta dan makanan. Allah SWT berfirman

dalam Surat al-Baqarah/2:155.

“dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Musibah jiwa atau kematian merupakan musibah dunia yang terbesar,

karena jiwa tidak dapat tergantikan. Sedangkan harta yang hilang karena

terjadinya musibah, dapat diganti oleh Allah SWT. Dengan kematian, Allah SWT

menarik kembali kesempatan yang diberikan kepada manusia untuk beramal di

dunia dan mengumpulkan bekal untuk kehidupan abadi di akhirat. Kematian

adalah pintu masuk kepada kehidupan abadi di mana setiap manusia akan

mempertanggungjawabkan perbuatan masing-masing. Musibah kematian adalah

musibah yang akan menimpa setiap manusia sebagaimana firman Allah SWT

dalam sûrat Âli ‘Imrân/3:185.

☺ ☺

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Ayat di atas sekaligus mengingatkan manusia bahwa kehidupan dunia adalah

38

Page 52: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

kesenangan yang melalaikan, yaitu melalaikan manusia dari hakekat

kehidupannya di dunia. Manusia diciptakan Allah SWT dengan tujuan untuk

beribadah kepada-Nya. Namun demikian manusia dapat menjadi lalai dengan

tugasnya ketika keimanan sedang lemah dan menghadapi kesulitan yang berat

ataupun menikmati kesenangan secara yang berlebihan.

Adapun musibah dunia lainnya tidak dirasakan oleh setiap manusia secara

sama dan merata. Sebagai contoh, sebagian orang mengalami musibah banjir

setiap tahun sementara sebagian orang yang lain tidak pernah tertimpa musibah

banjir tetapi mereka tertimpa musibah dalam bentuk lain yang tidak menimpa

orang yang tertimpa musibah banjir. Sebagian manusia diuji dengan kekurangan

harta atau kemiskinan sehingga beban hidupnya terasa berat; kebutuhan primer

berupa pangan, sandang, dan papan pun tidak dapat dicukupi meskipun hanya

dalam batas minimal. Musibah dunia yang demikian berat dapat berubah menjadi

musibah agama ketika orang yang tertimpa musibah tidak bersabar dalam

menghadapinya. Kemiskinan atau kefakiran dapat membuat seseorang menjadi

kufur. Itu terjadi ketika ia dihadapkan kepada kebutuhan yang penting dan

mendesak sementara keimanan sedang lemah. Terkait hal ini Rasulullah SAW

mengingatkan umat Islam dengan sabdanya yaitu “Kâda al-faqru an yakûna

kufran” (“hampir-hampir kefakiran itu menjadikan kekufuran”).21 Kekufuran

dalam hadis tersebut tidak selalu identik dengan kemurtadan, tetapi dapat

diartikan sebagai kufur atau mengingkari ni’mat-ni’mat Allah SWT yang telah

dilimpahkan tanpa dapat dihitung oleh manusia. Kriminalitas juga merupakan

bagian dari kekufuran. Allah menyatakan hal ini dalam Surat Ibrâhîm/14:34 yaitu:

21 Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz 1, h. 235.

39

Page 53: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

“wa in ta‘uddû ni‘mata Allah lâ tuhsûhâ” (“dan jika kalian menghitung ni’mat

Allah kalian tidak akan dapat menghitungnya”).

Ketakutan adalah sebuah ujian atau musibah dunia yang bersifat immateri

tetapi terasa berat bagi manusia. Rasa aman dan takut tidak mempunyai ukuran

yang pasti sehingga sulit untuk dikendalikan. Kebahagiaan hidup dapat diperoleh

ketika seseorang merasa aman dalam hidupnya. Seorang yang mempunyai harta

yang banyak tidak akan dapat hidup bahagia ketika dia selalu merasa was-was

dengan keamanan harta dan jiwanya. Rasa takut tersebut tidak dapat dengan

mudah dihilangkan dengan adanya penjagaan yang ketat di luar rumah hingga dia

merasa tentram dengan keadaan diri dan hartanya. Seorang yang beriman kepada

Allah SWT dapat merasakan ketentraman dan keamanan dalam hidupnya apabila

dia bertawakal kepada Allah SWT. Seorang mukmin yang bertawakal kepada

Allah SWT adalah seseorang yang memahami bahwa kewajiban manusia adalah

berusaha sebaik-baiknya untuk meraih yang dinginkan dan berdoa kepada Allah

SWT untuk mengabulkan keinginannya. Selanjutnya, dia menunggu takdir Allah

SWT atas perkara tersebut dan menerima dengan hati yang ikhlas. Sikap tawakal

seperti ini akan mendatangkan rasa aman dan tentram dalam hati manusia dan

menjauhkan dirinya dari rasa ketakutan dalam hidup.

D. Musibah dan Gejala Alam

Allah SWT menciptakan alam semesta dalam sebuah harmoni dan

keseimbangan tanpa ada cacat dan kekurangan. Alam semesta bekerja sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.22

22 Allah SWT berfirman tentang hal ini di dalam al-Qur’an, diantaranya pada sûrat al-

Mulk/67:3 dan Yâsîn /36:38-40. ☺

40

Page 54: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Keseimbangan dan keteraturan ini dapat ditemukan pada alam makrokosmos

maupun mikrokosmos. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan tertentu,

demikian juga bulan mengelilingi bumi dengan kecepatan tertentu, dan keduanya

berputar mengelilingi matahari pada kecepatan dan garis edar yang telah

ditentukan oleh Allah SWT sehingga tercipta keseimbangan antara siang dan

malam, serta musim panas dan dingin sesuai dengan kebutuhan hidup manusia.

Jarak antara bumi, matahari dan bulan telah ditentukan oleh Allah SWT sehingga

temperatur bumi tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas bagi manusia dan

makhluk lain yang berada di muka bumi. Demikian juga lapisan atmosfer telah

didesain sedemikian rupa bagi manusia untuk dapat bernafas, untuk melindungi

manusia dari sengatan sinar matahari yang terlalu panas yang merusak kulit

manusia dan makhluk lainnya serta melindungi bumi dari benda-benda angkasa

yang meluncur menabrak bumi. Allah SWT juga telah meciptakan tubuh manusia

dengan keseimbangan antar seluruh bagian tubuh yang memungkinkan manusia

untuk hidup sehat dan menjalankan aktifitas-aktifitasnya. Bahkan, Allah SWT

telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk.23

Ketentuan Allah SWT pada alam semesta ini dikenal dengan nama

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada

ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Al-Mulk/67:3)

☺ ☺

☺ ⌧ ☺

⌧ ☺

“dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa

lagi Maha mengetahui. dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Yâsîn/36:38-40)

23 lihat sûrah al-Tîn/95:4

41

Page 55: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

sunnatullah. Ia adalah ketentuan yang sudah baku untuk memastikan

berlangsungnya kehidupan di dalam alam semesta ini dalam harmoni dan

seimbang. Allah SWT menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan-Nya tidak akan

pernah berubah.24

Ketika manusia berikhtiar untuk mengolah alam semesta tanpa memahami

sunnatullah yang telah ditetapkan, maka terjadilah ketidakseimbangan yang

mengakibatkan gejala alam yang dapat merugikan kehidupan manusia. Sebagai

contoh, penebangan pohon tanpa disertai dengan upaya reboisasi yang terencana

dengan baik dapat membuat hutan menjadi gundul yang berakibat pada tanah

longsor, banjir, menipisnya sumber air tanah dan kekeringan.

Pada hakikatnya bertambahnya ilmu pengetahuan manusia tentang alam

semesta ini, dalam upayanya untuk memanfaatkan sumber daya alam, akan

membuat manusia lebih memahami sunnatullah di alam ini. Bagi orang-orang

yang tidak melihat Allah SWT sebagai Pencipta, maka sunnatullah tersebut

disebut hanya sebagai hukum alam. Dari pemahaman tentang sunnatullah inilah

manusia dapat meningkatkan taraf kehidupannya sesuai dengan ilmunya. Dengan

demikian, musibah yang terjadi akibat adanya gejala alam dapat diketahui sebab-

sebabnya apabila sunnatullah dipahami. Bagi orang-orang yang beriman

pemahaman tentang sunnatullah di alam ini dapat meningkatkan keimanan kepada

Allah SWT. Sunnatullah menjadi bukti nyata akan keberadaan dan kekuasaan

Allah SWT. Dengan pemahaman tersebut, orang-orang beriman diharapkan dapat

menerima musibah yang diakibatkan oleh gejala alam sebagai ketentuan dari

Allah SWT dan mensikapinya dengan benar sehingga memberikan efek yang

24 lihat sûrah al-Fâtir/35:43

42

Page 56: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

⌧ ⌧ ⌧

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”

Terkait dengan peristiwa-peristiwa yang menimpa manusia di alam semesta

ini, al-Sya’rawi mengelompokkannya dalam tiga kelompok peristiwa. Pertama,

peristiwa yang terjadi pada seseorang tanpa ada ikhtiar dari yang bersangkutan.

Ini adalah takdir Allah SWT yang tidak dapat ditolak oleh yang bersangkutan.

Kedua, peristiwa yang menimpa seseorang yang datang dari pihak lain. Ketiga,

peristiwa yang terjadi dengan ikhtiar manusia. Ia dapat memilih untuk

mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya.25 Dalam kaitannya dengan perintah

dan larangan Allah SWT, ikhtiar manusia kelak akan dihisab untuk diberikan

imbalan pahala maupun siksa. Tiga kelompok peristiwa ini terjadi tetap tidak

terlepas dari kehendak Allah SWT.

Musibah dalam bentuk bencana alam seringkali bersifat massal. Dalam hal

ini Allah tidak membedakan siapa yang akan tertimpa musibah. Apabila seseorang

25 al-Sya’rawi, Baik danBuruk, h. 84.

43

Page 57: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

44

berada dalam daerah yang terkena musibah, dia akan tertimpa musibah, kecuali

mendapatkan perlindungan dari Allah SWT secara khusus. Kemudian manusia

akan dibangkitkan sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Hal ini disebutkan

dalam Surat al-Anfâl/8:25.26 Ayat tersebut merupakan peringatan bagi manusia

bahwa Allah SWT dapat menimpakan musibah kepada semua orang, orang-orang

shalih maupun orang-orang zalim. Untuk mencegah musibah seperti ini,

kerusakan yang diakibatkan oleh orang-orang zalim harus dihentikan. Dengan

demikian, peran amar ma’ruf nahi mungkar dalam sebuah masyarakat atau

komunitas menjadi penting. Salah satu sebab ditimpakannya bencana bagi Bani

Israil adalah keengganan sebagian dari mereka untuk beramar ma’ruf nahi

mungkar kepada sesama.

26 Surâh al-Anfâl

☺ ☺

⌧ “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

Page 58: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

BAB IV

ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN IBN KATSÎR TERHADAP SURAT AL-HADÎD AYAT 22-23

A. Pandangan Sayyid Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr Tentang Musibah

Surat al-Hadîd ayat 22 dan 23 berkaitan erat dengan ayat-ayat sebelum dan

sesudahnya. Quraish Shihab membagi surat al-Hadîd menjadi empat kelompok

ayat dan memasukkan ayat 22 dan 23 ke dalam kelompok ketiga yang dimulai

dari ayat 16 dan diakhiri pada ayat 24. Menurut Quraish Shihab, ayat 22

merupakan sebuah peringatan kepada manusia supaya tidak risau dengan dampak

dari berinfaq yang dianjurkan pada ayat 18.1 Menurut penulis, ayat 22 tersebut

juga merupakan penegas bagi ayat 20 yang menyatakan bahwa kehidupan dunia

adalah permainan belaka, dimana perhiasan dan anak keturunan yang saling

dibangga-banggakan akan dengan mudah dimusnahkan oleh Allah SWT

sebagaimana tanaman kebanggaan para petani yang tumbuh di musim hujan akan

dihancurkan oleh Allah SWT. Hal ini adalah karena setiap kejadian yang

menimpa manusia telah ditentukan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, pada ayat 21

Allah SWT menyuruh manusia untuk berlomba-lomba mendapatkan ampunan

dari-Nya karena telah dilalaikan dengan kehidupan dunia. Sedangkan ayat 23

diterangkan lebih lanjut oleh ayat sesudahnya, yaitu ayat 24.

1 M.Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet ke-8 vol. 13, h. 443-

447

44

Page 59: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

“(Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. dan Barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Ayat di atas menerangkan bahwa salah satu sifat orang yang sombong dan

membanggakan diri seperti yang disebut dalam ayat 23 adalah bersifat kikir dan

menyuruh orang lain bersifat kikir sehingga dirinya mempunyai teman ketika

mendapatkan kecaman atas kekikirannya.2 Dengan demikian, dapat dipahami

dengan mudah adanya kesinambungan antara ayat 22 dan 23 dengan ayat

sebelumnya maupun sesudahnya.

Sayyid Qutb dalam pengantar tafsirnya atas surat al-Hadîd menyatakan

bahwa secara keseluruhan Surat al-Hadîd menyeru umat Islam untuk

mengaktualisasikan hakikat keimanan dalam kehidupan sehari-hari. Keimanan

bukan sebatas olah rohani. Sayyid Qutb membagi surat al-Hadîd menjadi dua

bagian utama. Bagian pertama mengingatkan manusia tentang hakikat ketuhanan

yang Mahaberkehendak dan Mahaberkuasa (ayat 1 sampai dengan 6) dan seruan

untuk beriman dan berkorban di jalan Allah (ayat 7 hingga 15). Bagian kedua

berisi penegasan kembali seruan-seruan keimanan untuk berkorban (ayat 16

sampai dengan 24) dan sejarah singkat akidah dan tujuannya (ayat 25 hingga 29).

Sayyid Qutb memilah bagian penegasan kembali seruan keimanan dan

pengorbanan (ayat 16 sampai dengan 24) menjadi empat sub-bagian yang disebut

sebagai sentuhan, yaitu sentuhan kepada hati orang-orang yang beriman. Sentuhan

pertama adalah seruan kepada orang-orang beriman untuk menundukkan hatinya

dengan mengingat Allah SWT, memahami hakekat ketuhanan, dan tidak meniru

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet.ke-8 vol. 13, h. 443-447.

45

Page 60: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

ahli kitab hingga hatinya menjadi keras karena lalai mengingat Allah SWT.

Sentuhan kedua merupakan dorongan kepada orang-orang beriman untuk

memberikan pinjaman kepada Allah Yang Mahakaya dengan pinjaman yang baik

yang akan mendapatkan pahala yang mulia. Sentuhan berikutnya adalah sebuah

peringatan dari Allah SWT bahwa sesungguhnya kehidupan dunia adalah

permainan apabila diukur dengan timbangan akhirat. Sentuhan keempat

menerangkan dengan mendalam bahwa segala sesuatu telah tertulis dalam al-Lauh

al-Mahfuz3, termasuk di dalamnya adalah musibah yang menimpa manusia yang

merupakan pokok bahasan skripsi ini.

Sayyid Qutb mendefinisikan musibah sebagai segala sesuatu yang menimpa

manusia baik berupa kebaikan maupun keburukan. Menurut Sayyid Qutb, kata

musibah dalam surat Al-Hadid ayat 22 tidak difokuskan pada salah satu diantara

kedua makna tersebut, sehingga makna musibah dalam ayat tersebut mencakup

kedua-keduanya, yaitu kebaikan maupun keburukan yang menimpa manusia.

Sementara itu Ibn Katsîr menafsirkan musibah sebagai bencana. Ibn Katsîr

menafsirkan firman Allah SWT “mâ asâba min musîbah fî al-ard wa lâ fî

anfusikum...dst.” (“tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada

dirimu...dst.”) sebagai bencana yang menimpa di cakrawala atau alam semesta

dan pada diri manusia. Ibn Katsîr memperkuat pendapatnya dengan menyebutkan

pendapat Qatadah yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah

SWT “mâ asâba min musîbah fî al-ard” (“tidak ada suatu bencana pun yang

menimpa di bumi”) adalah kemarau yang panjang. Sedangkan yang dimaksud

dengan firman Allah SWT “fî anfusikum” (”pada dirimu”) berarti rasa lapar dan

3 Sayyid Qutb, Fî Zilâll al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Syuruq, 1978), jilid 6, h. 3475.

46

Page 61: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

rasa sakit.4 Dengan demikian kata ”musibah” didefinisikan oleh Sayyid Qutb

secara lebih luas dari pada definisi Ibn Katsîr. Pendapat Sayyid Qutb di atas

kemudian disepakati oleh mufassir Indonesia masa kini, Dr. Quraish Shihab dalam

tafsir al-Misbah yang menyatakan hal yang sama, yaitu bahwa musibah dapat

berupa anugrah maupun keburukan seperti disebutkan pada Bab II.

Menurut penulis, pendapat Sayyid Qutb tersebut lebih tepat karena

mencakup seluruh makna kata ”musibah” yang ada di dalam al-Quran. Apa yang

menimpa manusia dapat berupa kebaikan maupun keburukan. Dari 10 ayat al-

Quran yang menggunakan kata ”musibah”, tujuh ayat diantaranya secara spesifik

menyebutkan musibah sebagai suatu bencana, keburukan atau pun kemalangan

dalam hidup. Surat al-Baqarah/2:155 menyebutkan bentuk-bentuk bencana atau

keburukan dalam kehidupan sebagai sebuah ujian bagi manusia yang hidup di

dunia. Surat Âli ‘Imrân/3:165 menyebut kekalahan ummat Islam pada perang

Uhud sebagai musibah sebagaimana kaum kafir Quraisy ditimpa musibah

kekalahan pada perang Badar. Sayyid Qutb menyebutkan dalam tafsirnya bahwa

ummat Islam berhasil membunuh 70 oarng pemuka Quraisy pada perang Badar.

Sebaliknya, ummat Islam mengalami kekalahan pada perang Uhud karena

sebagian tentara Islam tergoda dengan harta rampasan perang dan tidak menyadari

kesalahan yang dilakukan sehingga mereka bertanya-tanya, “Dari mana

datangnya kekalahan ini?”. Maka Allah SWT mengingatkan bahwa, “itu dari

kesalahan dirimu sendiri” yaitu tidak taat kepada perintah Rasulullah SAW

khususnya dalam strategi perang.

4 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm (Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1985), juz 4, h. 313.

47

Page 62: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Surat al-Nisâ’/4:62 memakai kata musibah untuk siksa yang ditimpakan bagi

orang munafik di akhirat kelak karena ketidaktaatan mereka terhadap perintah

Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikian juga surat al-Mâ’idah/5:49 menggunakan

kata musibah untuk siksa yang ditimpakan kepada orang-orang yang berpaling

dari hukum Allah SWT. Sedangkan pada surat al-Nisâ’/4:72 kata musibah

digunakan untuk kekalahan yang dapat terjadi pada peperangan yang dilakukan

oleh Rasulullah SAW.

Pada surat al-Taubah/9:50 yang dimaksud dengan musibah adalah cobaan

berupa keburukan yang diterima oleh orang-orang beriman dan Rasul SAW yang

membuat orang-orang munafik merasa senang. Sebaliknya, mereka bersedih hati

ketika Rasul SAW mendapatkan kebaikan. Menurut Sayyid Qutb, hal ini terjadi

karena penilaian baik dan buruk bagi orang-orang munafik hanya berdasarkan

fenomena yang kasat mata saja. Sedangkan orang-orang beriman meyakini apa

yang menimpanya, baik berupa kebaikan maupun keburukan (musibah) tidak akan

terlepas dari takdir Allah SWT.5 Pada surat al-Qasas/28:47, musibah diartikan

sebagai adzab atau siksa bagi kafir Quraisy yang membuat mereka menyesali

kehidupannya dan berharap diutusnya nabi kepada mereka.

Sedangkan pada surat al-Syûrâ /42:30 musibah diartikan sebagai sesuatu

yang menimpa manusia dan merupakan akibat dari perbuatannya sendiri. Secara

tidak langsung ayat tersebut berbicara tentang musibah berupa keburukan karena

ayat tersebut diakhiri dengan pernyataan Allah SWT yang memberikan maaf atas

sebagian besar kesalahan manusia.

5 Qutb, Fî Zilâl, jilid 3, h. 23

48

Page 63: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Sementara itu terdapat dua ayat yang lain, yang tidak menerangkan secara

tegas musibah sebagai bencana atau keburukan, melainkan hanya sebagai sesuatu

yang menimpa manusia. Ayat pertama adalah surat al-Hadid/57:22 yang menjadi

pokok bahasan skripsi ini. Ayat kedua adalah surat al-Taghabûn/64:11 yang

menyatakan bahwa apa saja musibah yang menimpa manusia tidak akan terjadi

tanpa ijin Allah SWT. Dalam hal ini musibah tidak secara spesifik dimaksudkan

sebagai bencana atau keburukan, karena segala seusuatu, baik anugrah maupun

keburukan tidak akan terjadi tanpa ijin Allah SWT.

يء ما أصاب من مصيبة إلا بإذن الله ومن يؤمن بالله يهد قلبه والله بكل ش عليم

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 64:11)

Sayyid Qutb menyatakan bahwa ayat tersebut di atas merupakan hakikat

iman, yang mengharuskan seorang mukmin mengembalikan segala sesuatu yang

terjadi pada dirinya kepada Allah SWT. Dia berkeyakinan bahwa apa yang

menimpa dirinya, baik berupa kebaikan maupun keburukan adalah atas kehendak

Allah SWT.6

Dengan demikian, definisi Sayyid Qutb tentang musibah lebih mewakili

makna musibah di dalam ayat-ayat al-Quran secara keseluruhan, yaitu bahwa

musibah adalah segala sesuatu yang menimpa manusia baik berupa kebaikan

maupun keburukan.

6 Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 2323

49

Page 64: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

B. Kehendak Allah Dalam Kehidupan Manusia

Kehidupan manusia adalah sebuah kehidupan yang bertujuan, bukan sebuah

kesia-siaan. Allah SWT yang Mahakuasa telah menetapkan segala sesuatu yang

akan menimpa manusia di dunia ini. Sayyid Qutb dalam menafsirkan surat al-

Hadid ayat 22 dan 23 tentang musibah menjelaskan bahwa musibah merupakan

bagian integral dari penciptaan alam semesta yang telah dirancang dan

diperhitungkan oleh Allah SWT dengan cermat dan menyeluruh. Tidak ada suatu

peristiwa yang terjadi secara kebetulan ataupun serampangan. Segala sesuatu telah

ditetapkan oleh Allah SWT dan akan terlihat oleh makhluk pada waktu yang telah

ditetapkan.7 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Âli

‘Imrân/3:191 yang menyatakan “Rabbanâ mâ khalaqta hâdzâ bâtilâ” (“Ya Allah

tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”). Hal ini diperkuat dengan surat

al-Mu’minûn/23:115 dan surat Sâd/38:27 sebagai berikut.

☺ ☺

⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧

“dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”

⌧ “Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan

kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?”

7 Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 3493.

50

Page 65: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Selanjutnya Sayyid Qutb menyatakan bahwa pemahaman manusia terhadap

segala sesuatu dibatasi oleh dimensi waktu dan ruang sementara Allah SWT dapat

melihat segala sesuatu tanpa batasan dan ikatan. Allah mengetahui setiap peristiwa

sejak permulaan hingga akhir kejadian.

Senada dengan pendapat Sayyid Qutb, Ibn Katsîr menyebutkan bahwa

dengan kedua ayat di atas Allah SWT memberitahukan kepada manusia bahwa

Dia telah menetapkan taqdir atas ciptaan-Nya sebelum penciptaannya selesai.

Menurut Ibn Katsîr, ada tiga pendapat terkait firman Allah SWT “min qabl an

nabra’ahâ (“sebelum kami menciptakannya”), yaitu pertama, sebelum Kami

menciptakan manusia dan memulai penciptaan makhluk lain, kedua, sebelum

Kami menciptakan manusia, ketiga, sebelum Kami menciptakan musibah. Ibn

Katsîr memilih salah satu pendapat yang dianggap kuat, yaitu pendapat pertama,

dan mengemukakan dalil untuk mendukung pendapatnya berupa sebuah hadis

yang diriwayatkan oleh Ibn Jarîr sebagai berikut.

حدثني يعقوب حدثنا ابن علية عن منصور بن عيد الرحمن قال آنت جالسا

ماأصاب من مصيبة في األرض ( مع الحسن فقال رجل يسئله عن قوله تعالي

فسألته عنها فقال سبحان اهللا ومن ) وال في أنفسكم إال في آتاب من قبل أن نبرأها

في هدا؟ آل مصيبة بين السماء واألرض ففي آتاب اهللا من قبل أن نبرأ يشك

النسمة

“Telah menceritakan kepadaku Ya‘qûb telah menceritakan kepada kami Ibn ‘Ulyah dari Masûr bin ‘Abd al-Rahman berkata aku sedang duduk bersama al-Hasan maka berkata seorang laki-laki bertanya kepadanya tentang firman Allah SWT “mâ asâba min musîbah fî al-ard wa lâ fî anfusikum illâ fî kitâb min qabl an nabra’ahâ” (“tidaklah menimpa seuatu musibah di bumi dan pada dirimu kecuali telah tertulis di dalam Kitab sebelum penciptaannya”) maka aku bertanya kepadanya tentang hal tersebut maka dia berkata,”Subhanallah, dan apa yang

51

Page 66: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

meragukanmu tentang hal ini? Setiap musibah (yang terjadi) di antara langit dan bumi telah tertulis dalam kitab Allah sebelum Allah mencptakaan makhluk.”8

Kemudian firman Allah SWT “Inna dzâlika ‘ala Allâh yasîr”

(“Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”) diartikan oleh Ibn Katsîr

bahwa dengan ilmu-Nya, mudah bagi Allah yang Mahapencipta mengetahui

segala sesuatu sebelum tercipta, yang akan terjadi, yang telah terjadi yang pasti

sesuai dengan catatan-Nya.9

Pengakuan akan kehendak Allah terhadap apa yang akan terjadi atas diri

manusia tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa manusia

mempunyai kebebasan untuk menentukan nasibnya dan memilih jalan hidupnya

sebagaimana disebutkan dalam surat al-Insân/76: 2-3 sebagai berikut.10

☺ ☺

☯ ⌧ ⌧

“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat. Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”

8 Ini adalah salah satu contoh keluasan penafsiran Ibn Katsîr yang tidak dapat dijumpai secara

utuh dalam kitab tafsir versi ringkas atau mukhtasar. Al-Sâbûniy dalam mukhtasarnya menyebutkan ketiga pendapat tersebut tetapi tidak menuliskan sanad hadis secara lengkap. Sementara al-Rifa’i hanya menuliskan pendapat yang dianggap kuat oleh Ibnu Katsir tanpa menyebutkan pendapat lain dan tidak pula menuliskan hadis di atas. Muhammad ‘Aliy al-Sâbûniy, Mukhtasar Ibn Katsîr (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 234, Muhammad Nasib al-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Cet. Ke-1, jilid IV, h. 606.

9 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313. 10 Lihat juga Surat al-Ra’d/13:11, al-Syams/:7-10, dll

52

Page 67: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Hal ini apabila qadha dan qadar Allah SWT dipahami sebagaimana

pemahaman ahlussunah wal-jamaah.11 Ibn Katsîr menyatakan bahwa surat al-

Hadîd ayat 22 merupakan dalil yang paling nyata untuk membantah paham

Qadariyah yang menafikan campur tangan Allah dalam perbuatan manusia.12 Ibn

Katsîr memperkuat pendapatnya dengan menuliskan sebuah hadis Rasulullah

SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad sebagai berikut.

حدثنا أبو عبد الرحمن ثنا حيوة وبن لهيعة قاال أنا أبو هانئ الخوالني قال االمام احمد

أنه سمع أبا عبد الرحمن الحبلي يقول سمعت عبد اهللا بن عمرو يقول سمعت رسول اهللا

المقادير قبل أن يخلق السماوات واألرض قدر اهللا: صلى اهللا عليه و سلم يقول

بخمسين ألف سنة

“Berkata Imam Ahmad telah menceritakan kepada kami Abû ‘Abd al-Rahman menceritakan kepada kami Haiwah dan Ibn Luhai‘ah berkata keduanya menceritakan kepada kami Hâni’ al-Khaulâniy sesungguhnya dia mendengar Abu ‘Abd al-Rahman al-Habliy berkata aku mendengar ‘Abd Allah bin ‘Umar berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Allah telah menetapkan beberapa ketetapan 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi”).”13

11 Terkait dengan persoalan qadla dan qadar ini dikenal adanya empat golongan. Pertama,

golongan Qadariyah berpendapat bahwa semua tindakan manusia adalah atas kemauan dan perbuatan manusia sendiri. Golongan ini bermaksud membersihkan Allah SWT dari perbuatan yang tidak sepantasnya datang dari Allah SWT yang Mahasuci. Allah SWT terbebas dari perbuatan keji dan tidak baik yang dikerjakan manusia. Dengan demikian golongan ini menolak adanya Qadla dan Qadar Allah SWT terhadap makhluk. Manusia bebas melakukan apa saja dan pasti akan terjadi karena tidak ada campur tangan dalam hidupnya. Kedua, golongan Jabariyah yang merupakan kebalikan dari Qadariyah. Golongan ini berpendapat bahwa semua tindakan manusia, kebaikan maupun keburukan, merupakan qadla dan qadar Allah SWT. Manusia tidak mempunyai kehendak atas apa yang terjadi pada dirinya. Pendapat ini membuat seseorang menjadi pasrah atas nasib yang menimpanya di dunia. Ia merasa tidak perlu untuk berusaha mengubah nasibnya karena semua telah ditentukan oleh Allah SWT. Ketiga, golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa semua perbuatan buruk dan jahat yang dilakukan oleh manusia adalah atas kemauan manusia. Sedangkan setiap perbuatan baik manusia adalah atas Qadla dan Qadar Allah SWT. Keempat, golongan ahlu sunnah wal jamaah mempunyai pendapat yang menggabungkan pemahaman Qadariyah dan Jabariyah. Golongan ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kehendak atau qudrah yang biasa disebut kasab atau ikhtiar. Keberhasilan dan kegagalan usaha manusia bergantung kepada Qadla dan Qadar Allah SWT. Bey Arifin, Mengenal Allah (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006), cet. ke-11, h. 55

12 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313. 13 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313.

53

Page 68: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Adapun Qadla dan Qadar Allah SWT merupakan sesuatu yang ghaib bagi

manusia. Oleh karena itu Qadla dan Qadar Allah SWT tidak seharusnya membuat

manusia enggan untuk berusaha ataupun pasrah menerima kehidupan yang sulit.

Sebaliknya manusia mesti berusaha keras untuk mencapai keinginannya dan

mendapatkan qadar Allah SWT atas dirinya. Tidak ada seorang pun yang

mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya sampai sesuatu itu benar-benar

terjadi. Pendapat ini diperkuat oleh banyak firman Allah SWT yang mendorong

manusia untuk berbuat kebaikan bagi dirinya dan orang lain dan menjanjikan

balasan kebaikan di akhirat. Sebaliknya, Allah SWT menjanjikan keburukan bagi

orang-orang yang berbuat keji dan mungkar di dunia.

Menurut Imam Gazali, Qadla dan Qadar Tuhan yang berhubungan dengan

manusia selalu berhubungan dengan salah satu dari empat hal sebagai berikut.

1. Qadla yang berupa Ketaatan. Apabila manusia berada dalam ketaatan,

hendaklah ia mengikhlaskan dirinya di dalamnya sehingga dapat tetap

dalam ketaatan tersebut.

2. Qadla yang berupa Maksiat. Apabila manusia melakukan maksiat,

hendaklah segera dia iringi dengan perbuatan baik untuk menghapuskan

dosa-dosanya.

3. Qadla yang berupa Nikmat. Apabila manusia mendapatkan kebahagiaan

hidup atau keberuntungan hendaklah ia iringi dengan rasa syukur kepada

Allah SWT.

4. Qadla yang berupa Balaa (kesusahan). Apabila manusia mendapatkan

cobaan hendaklah ia iringi dengan kesabaran dan sikap tawakal kepada

Allah SWT.14

14 Bey Arifin, Mengenal Allah, h. 55.

54

Page 69: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

C. Pengaruh Keimanan dalam Menghadapi Musibah

Keimanan bagi kehidupan manusia ibarat fondasi bagi sebuah bangunan.

Keberhasilan penyebaran Islam dan kemajuan peradaban yang dicapai pada masa

lalu merupakan hasil dari kokohnya keimanan umat Islam terdahulu. Telah

tercatat dalam sejarah bahwa modal terbesar umat Islam generasi awal dalam

menegakkan Islam dan mengalahkan kafir Quraisy adalah keimanan kepada Allah

SWT. Demikian juga ketabahan para nabi sebelum Rasulullah SAW menghadapi

kaumnya yang membangkang adalah karena keimanannya yang kokoh akan janji

Allah SWT. Keimanan dan keyakinan terhadap janji Allah SWT menjadi energi

internal dan daya dorong yang kuat dalam diri orang-orang yang beriman.

Sebaliknya, ummat Islam ditimpa kekalahan ketika takjub dan bangga dengan

kekuatannya yang banyak dan mengurangi keyakinannya bahwa kemenangan

yang didapatkan adalah karena keimanannya kepada Allah SWT.15

Keimanan dan keyakinan seperti ini muncul dari ma’rifah atau

pengenalannya tentang hakikat ketuhanan; bahwa Allah SWT adalah Pencipta

alam semesta dan Mahamengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk ciptaannya.

Seorang mukmin meyakini bahwa qadla dan qadar Allah SWT yang ditetapkan

untuknya merupakan hal yang terbaik baginya. Demikian juga seorang mukmin

meyakini bahwa pada hakekatnya segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT bagi

dirinya. Keberhasilan yg diperoleh dalam hidup tidak membuat seorang mukmin

menjadi sombong dan membanggakan diri. Sikap yang bertolak belakang antara

seorang mukmin dan seorang yang ingkar terhadap nikmat Allah SWT dapat

dijumpai dalam al-Quran pada kisah Qarun dan Nabi Sulaiman A.S. ketika Allah

15 Surat al-Qasas/28:85 menggambarkan keadaan umat Islam yang membanggakan jumlah

tentara yang banyak dan akhirnya mengalami kekalahan.

55

Page 70: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

SWT memberikan karunia berupa kekayaan. Qarun menganggap bahwa kekayaan

yang diterimanya adalah semata karena ilmu yang dimilikinya.16 Sedangkan nabi

Sulaiman A.S. menyatakan bahwa kerajaan dan kekayaan yang diterima adalah

karena karunia Allah SWT.17

Demikan juga keburukan yang menimpa tidak membuat seorang mukmin

menjadi putus asa. Ia meyakini ada kebaikan dari Allah SWT dalam keburukan

yang menimpa dirinya meskipun ia tidak mengetahuinya.18 Hal ini tampak dalam

kisah perjalanan nabi Musa A.S. bersama Khidzir A.S. Perbuatan yang terlihat

buruk oleh nabi Musa A.S. sesungguhnya menyimpan kebaikan di masa yang

akan datang yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan nabi Khidzir A.S. atas

petunjuk Allah SWT.19

Sayyid Qutb dalam tafsir surat al-Hadid ayat 22-23 ini menyatakan bahwa

manusia yang memahami hakikat penciptaan dan kejadian seperti tesebut di atas

akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam dirinya ketika menghadapi

bermacam peristiwa dalam hidupnya, baik peristiwa yang membawa kebaikan

maupun keburukan. Hati manusia tidak akan gundah, sedih maupun menyesal

ketika mendapatkan kesulitan. Sebaliknya, kegembiraan tidak akan membuat

manusia lupa diri. Setiap kejadian dipahami sebagai sesuatu yang berjalan seirama

dengan gerakan alam semesta. Kejadian yang menimpa manusia bagaikan sebuah

atom di alam semesta yang luas yang telah dirancang dan diketahui dalam ilmu

Allah SWT. Hakikat musibah tidak dapat dipahami dengan baik apabila

16 Lihat sûrah al-Qasas/28:78 17 Lihat sûrah al-Naml/27:40 18 Lihat sûrah al-Baqarah/2:216 19 Lihat sûrah al-Kahf/18: 66-82

56

Page 71: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

dilepaskan dari hakikat taqdir Allah SWT dalam penciptaan makhluk dan

perencanaan global yang telah dirancang oleh Allah SWT.20

Menurut Sayyid Qutb, ini adalah derajat yang hanya dapat dicapai oleh

sedikit orang, sedangkan orang-orang beriman lainnya dituntut untuk dapat

menjaga keseimbangan dan sikap proporsional dalam menghadapi suka dan duka.

Beliau mengutip perkataan Akramah RA. yang berkata,”Tiada seorang pun

melainkan dia mengalami kegembiraan dan kesedihan. Namun jadikanlah

kegembiraan sebagai syukur dan kesedihan sebagai kesabaran. Inilah jalan tengah

Islam yang dimudahkan bagi orang-orang yang stabil.”21

Terkait hal ini, dalam menafsirkan penggalan surat al-Hadîd ayat 23, yaitu

“Supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya

kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu” Ibn

Katsîr menyatakan bahwa Allah SWT telah memberitahukan tentang Ilmu-Nya

dan catatan-Nya tentang segala sesuatu sebelum berwujud dan terjadi agar

manusia mengetahui bahwa apa yang menimpanya bukan untuk menyalahkan

dirinya dan segala sesuatu yang tidak ditujukan kepada dirinya tidak akan

menimpanya sehingga manusia tidak berputus asa atas sesuatu yang luput dari

dirinya. Karena jika Allah SWT mentaqdirkan suatu perkara pastilah terjadi.

Sebaliknya, manusia dilarang oleh Allah SWT menyombongkan diri ketika

mendapatkan ni’mat karena ni’mat itu datang bukan karena usaha dan jerih

payahnya tetapi karena Allah SWT telah menetapkannya atas dirinya. Allah SWT

melarang manusia berbuat keburukan dan kesewenang-wenangan di muka bumi

20 Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 2493. 21 Qutb, Fî Zilâl, jilid 6, h. 3493.

57

Page 72: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

karena ni’mat yang diterimanya serta membuat dirinya menjadi orang yang

sombong karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong.22

Ibnu Katsir menyatakan bahwa ni’mat hendaknya disambut dengan rasa

syukur, sedangkan kesedihan disambut dengan rasa sabar. Beliau mengutip

perkataan Akramah RA. yang berkata,”Tiada seorang pun melainkan dia

mengalami kegembiraan dan kesedihan. Namun jadikanlah kegembiraan sebagai

syukur dan kesedihan sebagai kesabaran. Inilah jalan tengah Islam yang

dimudahkan bagi orang-orang yang stabil.”23

Menurut penulis, kedua mufasir telah mendorong umat Islam untuk bersikap

sabar ketika menghadapi musibah dan bersyukur ketika mendapatkan ni’mat dari

Allah SWT. Ini adalah sikap terbaik yang dapat dilakukan oleh seorang mukmin

dalam kedua keadaan tersebut. Kedua sikap tersebut akan mendatangkan kebaikan

dalam diri orang mukmin tersebut. Sikap tersebut adalah sikap yang terpuji dan

dikagumi oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagaimana terekam dalam salah

satu hadis beliau sebagai berikut.

حدثنا هداب بن خالد األزدى وشيبان بن فروخ جميعا عن سليمان بن المغيرة

حدثنا سليمان حدثنا ثابت عن عبد الرحمن بن أبى ليلى عن - واللفظ لشيبان -

مؤمن إن أمره عجبا ألمر ال« -صلى اهللا عليه وسلم-سول الله صهيب قال قال ر

آله خير وليس ذاك ألحد إال للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن

.»أصابته ضراء صبر فكان خيرا له

“Telah menceritakan kepada kami Haddâb bin Kh âlid al-Azdiy dan Syaibân bin Farrûkh dari Sulaimân bin al-Mughîrah – dengan lafal syaibân – telah menceritakan kepada kami Sulaimân telah menceritakan kepada kami Tsâbit dari ‘Abd al-Rahman bin Abi Laila dari Suhaib berkata Rasulullah

22 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 313. 23 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 4, h. 314.

58

Page 73: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

SAW bersabda,”Urusan seorang mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya semua urusannya baik dan tidak ada yang memiliki sifat seperti itu kecuali orang yang beriman. Jika mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur, maka jadilah hal itu kebaikan bagi dirinya. Dan apabila ditimpa kesusahan dia bersabar maka hal itu baik bagi dirinya.”24

Sabar mempunyai nilai yang tinggi dalam perspektif agama maupun akhlak.

Dalam Al-Quran terdapat 103 kata sabar atau derivatifnya yang dimuat dalam 90

ayat dan tersebar dalam 45 surat.25 Pentingnya sikap sabar dalam menghadapi

musibah dapat dilihat pada surat al-Baqarah/2:153 dimana Allah SWT menjadikan

sikap sabar sebagai sarana bagi manusia untuk mendapatkan pertolongan dalam

menghadapi masa-masa sulit ketika musibah sedang menimpa.26

Sabar adalah sarana kebaikan yang penting yang dibutuhkan sepanjang

hidup. Sebagian besar sifat-sifat jiwa yang baik tergantung pada sifat sabar;

misalnya dalam menahan ketergesaan, menahan amarah, menahan nafsu syahwat,

mengekang keserakahan dan lain sebagainya. Ia adalah karakteristik esensial dari

orang-orang yang berkualitas tinggi dalam hal spritualitas, keimanan, dan

kedekatannya dengan Allah SWT. Dan ia merupakan salah satu akhlak Qur’ani

yang paling utama dan ditekankan.

Dalam menafsirkan surat al-Baqarah/2:153 tersebut Ibn Katsîr membagi

sabar menjadi tiga. Pertama, sabar dalam meninggalkan semua hal yang

diharamkan oleh Alah SWT. Kedua, sabar dalam melakukan bermacam bentuk

ketaatan dan kedekatan kepada Allah SWT. Ketiga, sabar dalam menghadapi

24 Imam Muslim, Sahîh Muslim (Beirut, Dar al-Haya’, 1972), Bab 14, Juz 8, h. 227, hadis no.

7692. 25 Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar (Solo: Tiga Serangkai, 2009), cet. Ke-1, h. ix.

26 sûrah al-Baqarah/2:45.

”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu

sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”

59

Page 74: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

bencana atau musibah.27 Bersikap sabar dalam menghadapi musibah akan menjadi

lebih mudah manakala manusia memahami hakikat musibah sebagaimana

diuraikan dalam pembahasan sebelumnya.

Hasan al-Basrî seorang tabi’in berkata, “Sabar adalah satu di antara

khazanah kebajikan. Allah tidak akan memberikan kecuali kepada seorang hamba

yang mulia.” Sementara Imam Ja’far al-Sâdiq mengatakan, bahwa sabar adalah

salah satu dari tujuh prinsip akar tingkah laku terhadap Allah SWT. Prinsip-

prinsip tingkah laku terhadap Allah SWT tersebut adalah memberikan hak-Nya,

menjaga batas-batas-Nya, bersyukur atas karunia-Nya, patuh kepada titah-Nya,

sabar menghadapi cobaan-cobaan-Nya, memuliakan kesucian-Nya, dan

merindukan-Nya. Dalam al-Qur’an sabar berarti menahan diri terhadap apa yang

tidak kita sukai dengan tujuan memperoleh keridhoan Allah SWT. Firman Allah

dalam surat al-Ra’ad/13:22.

⌧ ☺

“dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),”

Sabar ditujukan kepada segenap makhluk jenis manusia dan secara khusus

sasarannya adalah orang-orang beriman. Sudah menjadi sunatullah, orang-orang

beriman akan menghadapi ujian, cobaan, gangguan, yang menuntut pengorbanan

27 Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm, juz 1, h. 203

60

Page 75: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

harta jiwa dan benda yang berharga bagi mereka. Tidak ada manusia yang bebas

dari kesedihan hati, terganggu kesehatan tubuhnya, ditinggal mati orang yang

dicintai, kerugian harta, gangguan manusia lain, kesulitan hidup atau musibah

bencana alam. Al-Qur’an memerintahkan orang yang beriman agar menjadikan

sabar dan shalat sebagai penolong dalam menghadapi cobaan dan ujian.28 Adanya

cobaan bagi ahli iman merupakan suatu kepastian yang mengandung tujuan dan

hikmah. Di antaranya adalah:29

1. Mendidik kaum beriman mengasah permata iman dan menjernihkan hati

mereka. Mereka akan menjadi matang melalui ujian. Keimanan yang

kokoh adalah keimanan yang teruji dengan berbagai macam cobaan

dimana pemiliknya berhasil mengatasinya dengan kesabaran dan tidak

terpeleset dengan sikap ingkar.

2. Meningkatkan kedudukan orang-orang beriman disisi Allah. Allah SWT

meninggikan derajat mereka, melipatgandakan pahala mereka.

Al-Qur’an menjelaskan berbagai kebaikan di dunia dan di akhirat sebagai

balasan atas sabar. Yaitu sukses di dunia dan kemenangan di akhirat, terhindar dari

api neraka, dimasukkan ke dalam surga serta memperoleh kebaikan yang

diinginkan tiap orang. Kebaikan-kebaikan yang dijelaskan dalam al-Qur’an di

antaranya adalah:

1. Allah menyertai orang-orang sabar

Firman Allah SWT. Surat al-Baqarah

28 Lihat Surat al-Baqarah /2:153. 29 Yûsuf al-Qardawî, Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar (Jakarta: GIP, 2000), Cet ke-16, h. 26-2

61

Page 76: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

2. Allah sayang kepada mereka yang sabar

Firman Allah SWT. Surat Ali Imran: 146

⌧ ⌧

☺ ☺

“dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama

mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”

3. Orang sabar pahalanya dicukupkan tanpa batas

Firman Allah SWT. Surat az-Zumar: 10

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Dalam menghadapi ujian atau cobaan, selain sabar juga dibutuhkan

tawakkal. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena manusia dalam mencapai

tujuannya tergantung kepada dua faktor. Faktor pertama dari dirinya sendiri yaitu,

62

Page 77: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

63

kemampuannya untuk berusaha dan berupaya serta memikul beban juga dalam

menghadapi dan mengatasi segala kendala serta hambatan. Semua itu memerlukan

kesabaran. Faktor kedua ialah, yang diluar jangkauan dan kemampuannya. Itu

merupakan rahasia ghaib dan taqdir Allah SWT. Menghadapi hal ini, seorang

mukmin harus bertawakkal kepada Allah, berlindung kepada-Nya, dan percaya

akan segala rencana Allah SWT.

Tawakkal merupakan sikap seseorang yang merupakan hasil dari

keyakinannya yang bulat kepada Allah SWT. Ia meyakini bahwa Allah yang

menciptakan segala-galanya, kekuasaannya tak terbatas, pengetahuan-Nya

Mahaluas. Keyakinan inilah yang mendorong ia menyerahkan urusannya kepada

Allah, hatinya tenang dan tentram dan tidak ada rasa ragu sedikitpun. Tawakkal

tidak begitu saja meninggalkan usaha sama sekali, dan meyerahkan urusan bulat-

bulat kepada Allah, tetapi harus melalui suatu usaha atau ikhtiar sungguh-sungguh

yang kemudian baru diserahkan kepada Allah SWT. Rasululah SAW merupakan

contoh nyata pribadi penyabar tanpa mengenal batas.

Page 78: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bagian kesimpulan ini dapat dituliskan jawaban dari rumusan masalah

bahwa Sayyid Qutb dan Ibn Katsîr bersepakat bahwa pada hakikatnya musibah

merupakan bagian dari rencana keseluruhan Allah SWT dalam penciptaan alam

semesta, termasuk manusia. Dan Allah SWT yang Mahakuasa telah

menetapkannya sebelum penciptaan manusia dan alam semesta ini. Dengan Ilmu-

Nya, Allah SWT mengetahui tanpa ada batasan dalam pengetahuan-Nya tentang

apa yang terjadi, apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi dan semua itu

telah tercatat dalam Kitab di al-lauh al-mahfuz.

Kedua mufassir juga sepakat bahwa sikap terbaik dalam menghadapi

musibah adalah dengan bersabar dalam menghadapinya. Demikian juga

sebaliknya, sikap terbaik ketika memperoleh kenikmatan adalah dengan

mensyukurinya. Manusia tidak perlu menyalahkan diri sendiri ketika tertimpa

musibah. Demikian juga, manusia tidak perlu menyombongkan diri ketika

memperoleh kenikmatan karena semua terjadi atas kehendak Allah SWT.

Namun demikian, kedua mufassir berbeda pendapat tentang batasan dari

musibah. Sayyid Qutb mendefinisikan musibah sebagai segala sesuatu yang

menimpa manusia, baik berupa kebaikan maupun keburukan. Sedangkan Ibn

Katsîr membatasi musibah sebagai keburukan atau bencana yang menimpa

manusia.

64

Page 79: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

65

B. Saran

Dengan penelitian yang telah dilakukan tentang topik ini penulis

mengajukan saran bahwa penelitian dengan topik ayat-ayat al-Qur’an harus

dilakukan dengan mengacu langsung pada sumber aslinya yang masih utuh, bukan

kitab-kitab versi ringkasan atau mukhtasar. Demikian juga, sebaiknya tidak

mengacu kepada kitab hasil terjemahan, tetapi kepada kitab dalam bahasa aslinya.

Dengan demikian, akan didapatkan data-data primer yang akurat. Versi ringkasan

layak dibaca bagi pembaca yang tidak ingin melakukan penelitian, tetapi ingin

memahami tafsir al-Qur’an dengan mudah. Selain itu perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana sebuah kitab versi ringkasan atau

mukhtasar mengurangi informasi yang terkandung dalam karya aslinya.

Page 80: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syihâb al-Dîn. al-Tibyân Fî Tafsîr Gharîb al-Qur’ân. Beirut: Dar al-Fikr, tt. Juz 1.

Arifin, Bey. Mengenal Allah. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2006, cet. ke-11. al-Asfahâni, Al-Râghib. Mu’jam Mufradât fî alfâdz al-Qur’ân. Beirut: Dar al-

Kutub al-‘ilmiyah, 2004. al-Baidâwiy. Tafsir al-Baidâwiy. Beirut: Dar al-Fikr, tt. al-Baihaqi. Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ. Beirut:Dar al-Fikr, tt. Biro Humas & Luar Negeri BPK. “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”. Artikel diakses pada 10 Januari 2010 dari http://www.bpk.go.id/web/?p=3958

al-Bukhâri. Sahîh al-Bukhâriy. Beirut: Dar al-Fikr, tt. al-Buthy, M Sai’d Ramadhan. Sirah Nabawiyah. Penerjemah Aunur Rafiq Sahleh

Tamhid. Jakarta: Robbani Press, 2000, cet. Ke-2. Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Cipta

Media, tt. Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Van Horve, 1993, Jilid III. al-Dzahabi, Muhammad Husain. Israiliyat dalam Tafsir dan Hadits. Jakarta:

Lentera antar Nusa, 1993. al-Dzahabi, Muhammad Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Mesir: Maktabah

Wahbah, 1985. al-Farmawi, Abd al-Hayy. Al-Bidâyah fî Al-Tafsîr Al-Maudhu’iy. Kairo: Al-

Hadharah Al-Arabiyah, 1977, Cet.II. al-Hafidz, Ahsin W.. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006, cet. ke-2. Hamka. Tafsir Al-Azhar, Juz XXVII. Jakarta: Pustaka Panjimas, tt. al-Hanbali, Muhammad al-Manjibi. Menghadapi Musibah Kematian. Penerjemah

Muhammad Suhadi. Jakarta: Mizan Publika, 2007. Ibn, Katsîr. al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Beirut: Dar al-Fikr, tt, Jilid XIV.

66

Page 81: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

Ibn, Katsîr. Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm. Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1985, juz 4. Ibn, Manzûr. Lisân al-‘Arab. Beirut: Dar Sâdir, tt. al-Khalidi, Salah Abdul Fatah. Pengantar Memahami Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân.

Penerjemah Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Intermedia, 2001, Cet. Ke-1. al-Khatib, Muhammad Ajjaj. UUsul al-Hadits. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H. Kompas. “Bencana Situ Gintung, Kerugian UMJ Rp 10 Miliar.”. 10 Maret 2009. Mahmûd, Mani’ Abd al-Halim. Metodologi Tafsir: Kajian Komprehesif Metode

Para Ahli Tafsir. Penerjemah Syahdianor dan Faisal Saleh. Jakarta: Rajagrafindo, 2003.

Maswan, Nur Maizin. Kajian Deskriptif Tafsir Ibn Katsîr. Yogyakarta: Menara

Kudus, 2002. Munawwir, A.W.. Kamus Arab –Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 2002,

cet. Ke-25. Muslim, Imam. Sahîh Muslim. Beirut: Dar al-Haya’, 1972. Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia Diakses tanggal 22

Mei 2009 dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php al-Qardawî, Yûsuf. Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar. Jakarta: GIP, 2000, Cet ke-

16.. al-Qardawî, Yûsuf. Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Quran. Penerjemah

Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000. al-Qattân, Mannâ‘ Khalîl. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS.

Jakarta: Litera Antar Nusa, 2006, cet. Ke-9. Qutb, Sayyid. Fî Zilâl al-Qur’ân. Beirut: Dar al-Syuruq, 1978. al-Razi, Imam. Mukhtar al-Sihah. Beirut: Dar al-Fikr, tt. Republika. “Sayed Qutb, Sang Syahid Kontroversial”. Republika Online, artikel

diakses pada 17 Januari 2010 dari http://www.republika.co.id/node/72910 al-Rifa’i, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah

Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 2003, Cet. Ke-1, jilid IV. al-Sâbûniy, Muhammad ‘Aliy. Mukhtasar Ibn Katsîr. Beirut, Dar al-Fikr, tt. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet.ke-8.

67

Page 82: MUSIBAH DALAM AL-QURAN - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4615/1/... · MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN ... PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS . ... menafsirkan

68

Sholikhin, Muhammad. The Power of Sabar. Solo: Tiga Serangkai, 2009, cet. Ke-1.

al-Sya’rawi, Mutawalli. Baik danBuruk. Penerjemah Tajuddin. Jakarta: Pustaka Kautsar, 1994, cet. Ke-1.

Tirmidzi, Imam. Sunan al-Tirmidziy. Beirut: Dar al-Fikr, tt.