museum+taman
-
Upload
daniel-prawnja -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of museum+taman
Daniel. PVIII-2/5
LAPANGAN BANTENGJalan Lapangan Banteng BaratKel. Pasar Baru, Kec. Sawah BesarKota Jakarta Pusat 10710Sawah Besar
Sejarah: lapangan banteng dulu bernama Waterloo-plein (plein=lapangan) Weltevreden Batavia, yaitu lapangan dekat Gereja Kathedral. Pada masa itu, lapangan banteng dikenal dengan sebutan Lapangan Singa karena ditengahnya terpancang tugu peringatan kemenangan pertempuran di Waterloo, dengan patung singa di atasnya. Seperti diketahui, bahwa pertempuran Waterloo terjadi tanggal 18 Juni 1815 di dekat kota Waterloo sekitar 15 km selatan ibukota Belgia, Brussels, merupakan pertempuran terakhir Napoleon dengan Pasukan Inggris-Belanda-Jerman. Pertempuran ini juga dicatat dalam sejarah sebagai penutup dari seratus hari sejak larinya Napoleon dari pulau Elba.
Sedangkan Tugu Singa tersebut didirikan pada jaman pemerintahan pendudukan tentara Jepang (1942-1945). Setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadi Lapangan Banteng, rasanya memang lebih tepat, bukan saja karena singa mengingatkan kita pada lambang penjajah, tetapi juga tidak terdapat dalam dunia fauna kita. Sebaliknya, banteng merupakan lambing nasionalisme Indonesia. Disamping itu, besar kemungkinan pada jaman dahulu tempat yang kini menjadi Lapangan itu dihuni berbagai macam satwa liar seperti macan, kijang, dan banteng. Pada waktu J.P. Coen membangun kota Batavia di dekat muara Ci Liwung, lapangan tersebut dan sekelilingnya masih berupa hutan belantara yang sebagian berpaya – paya.
TAMAN MENTENG Jalan HOS. CokroaminotoKel. Menteng, Kec. MentengKota Jakarta Pusat 10310MentengJumlah Desa/kelurahan=5
Sejarah : Menteng merupakan perumahan villa pertama di kota Jakarta (dulu Batavia), yang dikembangkan antara tahun 1910 dan 1918. Perancangnya adalah tim arsitek yang dipimpin oleh P.A.J. Mooijen, seorang arsitek Belanda yang merupakan anggota tim pengembang yang dibentuk pemerintah kota Batavia. Rancangan awalnya memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri namun terintegrasi dengan suburban lainnya. Thomas Karsten, seorang pakar tata lingkungan semasanya, memberi komentar bahwa Menteng memenuhi semua kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.
Proyek Menteng dinamakan Nieuw Gondangdia dan menempati lahan seluas 73 ha. Pada tahun 1890 kawasan ini dimiliki oleh 3.562 pemilik tanah. Batas selatannya adalah Banjir Kanal Baratyang selesai dibangun 1919. Rancangan Mooijen dimodifikasi oleh F.J. Kubatz dengan mengubah tata jalan dan penambahan taman-taman hingga mencapai bentuk yang tetap antara 1920an dan 1930an.
Sebagai kota taman, di kawasan ini banyak dijumpai taman-taman terbuka. Yang terbesar adalah Taman Suropati, yang terletak di antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro. Kemudian terdapat Taman Lawang yang terletak di Jalan Sumenep, Situ Lembang di Jalan Lembang, serta Taman Cut Meutia di Jalan Cut Meutia. Di kawasan ini dulu pernah berdiri Stadion Menteng, yang kini telah beralih fungsi menjadi Taman Menteng.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Menteng menjadi daerah elite di Jakarta. Banyak tokoh-tokoh penting dan konglomerat ternama tinggal di wilayah tersebut, termasuk tokoh proklamator Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta. Selain kedua tokoh tersebut, yang berdomisili disini
adalah Soeharto, Mohammad Natsir, A.H Nasution, Ali Sadikin, Rosihan Anwar, Subandrio,Kemal Idris, dan Soedarpo Sastrosatomo. Menteng juga menjadi tempat tinggal masa kanak-kanak Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama. Beliau pun pernah menuntut ilmu di sekolah-sekolah lokal yakni SDN Besuki dan SD Santo Fransiskus Assisi
DAFTAR KELURAHAN
1.Menteng dengan kode pos 103102.Pegangsaan dengan kode pos 103203.Cikini dengan kode pos 103304.Kebon Sirih dengan kode pos 103405.Gondangdia dengan kode pos 10350
DAFTAR TEMPAT PENTING
Masjid Cut Meutia Entertainment X'nter Gedung Joeang 45 Gedung Perintis Kemerdekaan Stasiun Gondangdia Grand Hyatt Hotel Indonesia, hotel mewah pertama di Indonesia
dan tempat penting di Jakarta. Jakarta Theater Hoteln Mandarin Megaria Theater (dulunya Menteng Theater) Menara Thamrin Taman Menteng (merupakan peninggalan dari situs
sejarah Stadion Menteng) Tugu Proklamasi(Monumen Proklamator) Monumen Selamat Datang, terdapat di Bundaran HI
(Hotel Indonesia) Museum Perumusan Naskah Proklamasi Hotel Nikko Sarinah (Graha Mataram) Gereja St. Theresia Masjid Sunda Kelapa Taman Suropati Taman Ismail Marzuki, berisi planetarium dari Jakarta
Tugu Tani
TAMAN SUROPATI Jl. Jalan Imam BonjolKel. Menteng, Kec. MentengKota Jakarta Pusat 10310Menteng
Sejarah: Taman Suropati (awalnya bernama Burgemeester Bisschopplein) adalah nama sebuah taman di Jakarta. Pada awalnya nama taman ini diambil dari nama Walikota (Burgemeester) Batavia yang pertama G.J. Bisshop (1916-1920). Taman ini merupakan pusat kawasan Menteng, berada tepat di antara pertemuan tiga jalan utama yaitu Menteng Boulevard (Jl. Teuku Umar), Orange Boulevard (Jl. Diponegoro) dan Nassau Boulevard (Jl. Imam Bonjol). Pada mulanya berbentuk bukit, kemudian dipangkas dan sebagian tanahnya dibuang ke Jl. Besuki. Lapangan ini mulai ditanami pohon maupun bunga sejak 1920. Lapangan yang kini disebut sebagai Taman Suropati ini sejak tahun 1920 sudah menggantikan lapangan bundar yang luas dalam Rencana Moojen. Taman Suropati yang rindang, sejak beberapa tahun yang lalu dihiasi dengan patung-patung karya pematung dari seluruh ASEAN.
1)Gedung Joang '45 atau Museum Joang. Saat ini pengelolaannya dilaksanakan oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya
31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng,Jakarta Pusat. Museum ini diresmikan pada
tahun 1974 oleh Presiden Soeharto, setelah dilakukan direnovasi.
Sejarah:
Gedung yang dibangun pada sekitar tahun 1920-an yang saat ini dipergunakan sebagai
Museum Joang 45 ini pada mulanya adalah hotel yang dikelola oleh keluarga “L.C. Schomper”,
seorang berkebangsaan Belanda yang sudah lama tinggal di Batavia. Hotel ini diberi
nama Schompersesuai nama pemiliknya. Hotel tersebut saat itu termasuk yang cukup baik
dan terkenal di kawasan pinggiran Selatan Batavia, dengan bangunan utama yang berdiri
megah di tengah dan diapit deretan bangunan kamar-kamar penginapan di sisi kiri dan
kanannya untuk menginap para tamu.
Bangunan kamar penginapan yang tersisa saat ini tinggal beberapa yang ada di sisi utara
gedung utama, saat ini dipergunakan sebagai ruangperpustakaan, ruang kreativitas anak
(children room)dan kantor Wirawati Catur Panca.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia (1942-1945) dan menguasai Batavia, hotel tersebut diambil
alih oleh para pemuda Indonesia dan beralih fungsi sebagai kantor yang dikelola Ganseikanbu
Sendenbu (Jawatan Propaganda Jepang) yang dikepalai oleh seorang Jepang, “Simizu”. Di
kantor inilah kemudian diadakan program pendidikan politik yang dimulai pada tahun 1942
untuk mendidik pemuda-pemuda Indonesia dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah Jepang.
Di museum ini dapat dilihat jejak perjuangan kemerdekaan RI dengan koleksi benda-benda
peninggalan para pejuang Indonesia. Di antaranya adalah mobil dinas resmi Presiden dan
Wakil Presiden RI Pertama yang dikenal dengan mobil REP 1 dan REP 2, dan Mobil Peristiwa
Pemboman di Cikini. Selain itu ada pula koleksi foto-foto dokumentasi dan lukisan yang
menggambarkan perjuangan sekitar tahun 1945-1950-an. Beberapa tokoh perjuangan
ditampilkan pula dalam bentuk patung-patung dada.
Museum Joang 45 terbuka untuk umum dalam aktivitasnya, pengunjung atau peserta aktivitas
dapat mendaftarkan diri untuk dapat terlibat dalam aktivitas museum. Dalam hal ini Museum
Joang 45 bertindak sebagai Fasilitator. Beberapa aktivitas Museum yang terus dikembangkan
diantaranya: Aktivitas Reguler:
1. Paket Kunjungan A, Tour Museum, Pemandu, Menonton Film, Kuis Berhadiah Doorpize
2. Paket Kunjungan B, Peserta 20 anak (Mengenakan kostum pejuang, Tour Museum
dengan Pemandu, Games Terpandu, aksi Teater, Menonton Film, Kuis Doorpize),
3. Paket Kunjungan C, Menonton Film Perjuangan Pilihan Pengunjung, maksimum 100
orang
4. Paket Kunjungan D, Kunjungan biasa, pengunjung tidak dibatasi jumlahnya
Aktivitas Temporer:
1. Pekan Museum Joang, terbuka untuk umum (Lomba Pidato, Lomba Puisi, Lomba
Melukis, Lomba Mewarnai, Lomba Sejarah dan Budaya)
2. Diskusi tentang Tokoh dan Peristiwa Sejarah.
3. Pameran Temporer, Pameran Keliling.
Fasilitas yang tersedia bagi pengunjung Museum Joang '45 adalah
1. Ruang Pameran Tetap dan Temporer dengan pojok multi media,
2. Bioskop Joang 45, Studio penayangan film-film dokumenter dan film perjuangan lama.
3. Perpustakaan referensi sejarah ilmiah, dilengkapi komik-komik perjuangan untuk
bacaan anak,
4. Childrenroom, ruang khusus untuk kreativitas anak dilengkapi game komputer
pahlawan, mewarnai, puzzle, dan permainan knock-down,
5. Foto Studio, menyediakan kostum para pejuang untuk dikenakan pengunjung dan foto
instan.
6. Souvenir Shop.
7. Plaza untuk aktivitas outdoor berupa Teater Anak.
Sejarah:
Gedung yang dibangun pada sekitar tahun 1920-an yang saat ini dipergunakan sebagai
Museum Joang 45 ini pada mulanya adalah hotel yang dikelola oleh keluarga “L.C. Schomper”,
seorang berkebangsaan Belanda yang sudah lama tinggal di Batavia. Hotel ini diberi
nama Schompersesuai nama pemiliknya. Hotel tersebut saat itu termasuk yang cukup baik
dan terkenal di kawasan pinggiran Selatan Batavia, dengan bangunan utama yang berdiri
megah di tengah dan diapit deretan bangunan kamar-kamar penginapan di sisi kiri dan
kanannya untuk menginap para tamu.
Bangunan kamar penginapan yang tersisa saat ini tinggal beberapa yang ada di sisi utara
gedung utama, saat ini dipergunakan sebagai ruangperpustakaan, ruang kreativitas anak
(children room)dan kantor Wirawati Catur Panca.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia (1942-1945) dan menguasai Batavia, hotel tersebut diambil
alih oleh para pemuda Indonesia dan beralih fungsi sebagai kantor yang dikelola Ganseikanbu
Sendenbu (Jawatan Propaganda Jepang) yang dikepalai oleh seorang Jepang, “Simizu”. Di
kantor inilah kemudian diadakan program pendidikan politik yang dimulai pada tahun 1942
untuk mendidik pemuda-pemuda Indonesia dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah Jepang.
2) Museum Bank Indonesia= sebuah museum di Jakarta, Indonesia yang terletak di Jl. Pintu
Besar Utara No.3, Jakarta Barat (depan stasiun Beos Kota), dengan menempati area bekas
gedung Bank Indonesia Kota yang merupakan cagar budaya peninggalan De Javasche
Bank yang beraliran neo-klasikal, dipadu dengan pengaruh lokal, dan dibangun pertama kali
pada tahun 1828.
Museum ini menyajikan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa
yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di Nusantara hingga terbentuknya Bank
Indonesia pada tahun 1953 dan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia, meliputi pula latar
belakang dan dampak kebijakan Bank Indonesia bagi masyarakat sampai dengan tahun 2005.
Penyajiannya dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi
media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama sehingga
menciptakan kenyamanan pengunjung dalam menikmati Museum Bank Indonesia. Selain itu
terdapat pula fakta dan koleksi benda bersejarah pada masa sebelum terbentuknya Bank
Indonesia, seperti pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, antara lain berupa koleksi uang
numismatik yang ditampilkan juga secara menarik.
Peresmian Museum Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahap, yaitu peresmian tahap I dan
mulai dibuka untuk masyarakat (soft opening) pada tanggal 15 Desember 2006 oleh Gubernur
Bank Indonesia saat itu, Burhanuddin Abdullah, dan peresmian tahap II (grand opening)
oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 21 Juli 2009.
Museum Bank Indonesia buka setiap hari kecuali Senin dan hari libur nasional dan
mengunjunginya tidak dipungut biaya.
3)Museum Fattahillah Jl. Taman Fatahillah No. 1 Jakarta BaratTelp (62-21) 6929101, 6901483Fax. (62-21) 6902387email: [email protected]
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum
Batavia adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta
Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun pada
tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Bangunan itu
menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di
bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang
pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika
peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di
Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya
Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan batu prasasti.
Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang
Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH
Thamrin.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan
kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa
keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di
perempatan Harmoni danmeriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain
itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat
digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
Sejarah Gedung
Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jendral Jan
Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada tahun 1626 (balai kota pertama
dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini
hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648
kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung
menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi menaikkan lantai
sekitar 2 kaki (56 cm). Menurut suatu laporan 5 buah sel yang berada di bawah gedung
dibangun pada tahun 1649. Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan menambah masing-
masing satu ruangan di bagian Barat dan Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan
perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya terus dilakukan hingga menjadi bentuk
yang kita lihat sekarang ini.
Selain digunakan sebagai stadhuis, gedung ini juga digunakan sebagai ‘’Raad van Justitie'’
(dewan pengadilan). Pada tahun 1925-1942, gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor
PemerintahProvinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan
logistik Dai Nippon. Tahun 1952 gedung ini menjadi markas Komando Militer Kota (KMK) I, lalu
diubah kembali menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968, gedung ini diserahkan kepada
Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret
1974.
Seperti umumnya di Eropa, gedung balaikota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan
‘’stadhuisplein'’. Menurut sebuah lukisan uang dibuat oleh pegawai VOC ‘'’Johannes Rach”’
yang berasal dari ‘'’Denmark”’, di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah air mancur yang
merupakan satu-satunya sumber air bagi masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran
Glodok yang dihubungkan dengan pipa menuju stadhuiplein. Pada tahun 1972, diadakan
penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap dengan
pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar Johannes
Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973 Pemda DKI
Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu ‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta.