Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Al (Selesai Edit)

21
1 RINGKASAN Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala (bentuk fi’il madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian”. Di dalam islam memang tidak diharamkan untuk menjadi pengemis, akan tetapi harus memenuhi tiga syarat unutk menjadi pengemis yaitu orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi’), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi’), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji’) .” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194). Dan orang yang keadaannya ada diluar ketiga keadaan tersebut haram hukumnya jika mengemis. Akan tetapi nampaknya hal ini sama sekali tidak dihiraukan oleh para pengemis profesi. Mereka lebih memilih bermalas-malasan dengan mengadahkan tangan kepada setiap orang yang merasa iba kepadannya. Memang serang muslim mempunyai kewajiban untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuan tapi bukan berarti setiap orang dapat memanfaatkan kebaikan itu untuk kepentingan pribadi yang tidak semestinya. Ketika seorang pengemis profesi beraksi ia tidak hanya sedang melakukan dosa besar karena telah meminta yang bukan haknya tapi ia juga sedang melakukan dosa karena terdapat unsur kebohongan di dalamnya, ia telah menipu melalui tingkah laku dan penampilan hanya untuk sekedar kepentingan pribadinya. Padahal Allah sangat membenci orang–orang yang melakukan kebohongan seperti yang terdapat dalam surat Al- Jatsiyah ayat 7, yang mana artinya “ Celakalah bagi orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa”.

description

MUSABAQAH KARYA TULIS ILMIAH A

Transcript of Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Al (Selesai Edit)

1

14

RINGKASANMengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan tasawwul . Di dalam Al- Mujam Al-Wasith disebutkan: Tasawwala (bentuk fiil madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian. Di dalam islam memang tidak diharamkan untuk menjadi pengemis, akan tetapi harus memenuhi tiga syarat unutk menjadi pengemis yaitu orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji). (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194). Dan orang yang keadaannya ada diluar ketiga keadaan tersebut haram hukumnya jika mengemis.Akan tetapi nampaknya hal ini sama sekali tidak dihiraukan oleh para pengemis profesi. Mereka lebih memilih bermalas-malasan dengan mengadahkan tangan kepada setiap orang yang merasa iba kepadannya. Memang serang muslim mempunyai kewajiban untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuan tapi bukan berarti setiap orang dapat memanfaatkan kebaikan itu untuk kepentingan pribadi yang tidak semestinya.Ketika seorang pengemis profesi beraksi ia tidak hanya sedang melakukan dosa besar karena telah meminta yang bukan haknya tapi ia juga sedang melakukan dosa karena terdapat unsur kebohongan di dalamnya, ia telah menipu melalui tingkah laku dan penampilan hanya untuk sekedar kepentingan pribadinya. Padahal Allah sangat membenci orangorang yang melakukan kebohongan seperti yang terdapat dalam surat Al-Jatsiyah ayat 7, yang mana artinya Celakalah bagi orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang cerdas sebaiknya harus mengetahui indikator pembeda apa saja yang bisa membedakan yang mana pengemis profesi dan yang mana pengemis yang benar-benar membutuhkan uluran tangan masyarakat dermawan sesuai dengan gagasan penulis.Banyak upaya yang telah di tempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan ini namun masih belum membuahkan hasil sesuai yang di harapkan karena upaya apapun yang dilakukan tidak maksimal jika tanpa keterlibatan masyarakat di dalamnya. Bahkan MUI juga pernah mengeluarkan fatwa haram untuk memberi efek jera pada masyarakat agar pengemis di kalangan umum tidak menyebar luas. Tapi pada kenyataannya, hal itu tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat sehingga permasalahan kesejahteraan sosial belum mampu tertangani dengan baik. Oleh karena itu, penulis berusaha menggagas rancangan indikator agar masyarakat dapat mempraktekkan secara langsung dan dapat membuat perbandingan sendiri bukan berasal dari anggapan orang sehingga tidak menimbulkan perbedaan pendapat antar sesama.PENDAHULUAN

Latar BelakangMengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan tasawwul . Di dalam Al- Mujam Al-Wasith disebutkan: Tasawwala (bentuk fiil madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian. Secara global, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. (Anon., 1980). Dalam Perpu no. 30 tahun 1980 pengemis diartikan sebagai orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.Tidak dapat di pungkiri bahwa setiap fenomena yang terjadi di masa lalu akan mempengaruhi pola pikir generasi berikutnya. Ketika seseorang yang sudah merasa nyaman dengan suatu kondisi maka tidak menutup kemungkinan ia juga akan menularkannya pada orang lain dan orang lain tersebut juga bisa saja menularkan pada temantemannya yang lain seterusnya secara berkesinambungan sehingga fenomena tersebut dapat berpengaruh pada mental generasi selanjutnya, salah satu fenomena yang banyak menarik perhatian di kalangan masyarakat saat ini adalah mental untuk memintaminta atau biasa dikenal dengan istilah pengemis profesi. Karena sudah terbiasa dan merasa ada kenyamanan dengan kebiasaan memintaminta mereka merasa memiliki hak untuk meminta sebagian dari harta orang lain meski hidup mereka sebenarnya sudah cukup layak. Mental pengemis yang apabila diberi, akan semakin keasyikan mencari rejeki dengan jalan mengemis (Miftahul Huda,2013).Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang kehidupan gelandangan melihat bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik ataupun cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak geografis.Di satu sisi banyak orang yang berkoarkoar untuk membagian sebagian hartanya pada orang lain bahkan orang yang berilmu tinggi pun membenarkan hal tersebut. Namun di sisi lain, banyak orang yang memanfaatkan hal itu hanya sebagai modus atas suatu bentuk penyerahan hidupnya pada takdir. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang bahkan melibatkan anakanak dan keturunannya untuk menekuni profesi tersebut dengan menyampingkan pendidikan hanya karena faktor penghasilan yang cukup menjanjikan. Mereka tidak berfikir jika hal itu terus dilakukan lantas apa yang terjadi pada Indonesia beberapa tahun ke depan dengan generasi tanpa pendidikan dan mental peminta-minta. Lantas bagaimana dengan orang kaya dan dermawan yang ingin berbagi pada sesamanya yang benarbenar memerlukan uluran tangan. Bukankah jika seorang dermawan tersebut salah langkah dengan memberikan pada orang yang hanya modus belaka justru akan menimbulkan masalah baru pada mental orang yang di beri karena adanya efek ketagihan. Di era yang sekarang ini orang mulai sulit membedakan manakah orang yang benarbenar meminta untuk tetap hidup ataukah orang yang hidup untuk memintaminta. Cara berpenampilan tidak lagi bisa di jadikan patokan bahwa ia adalah seseorang yang sedang perlu untuk di kasihani karena bisa saja hal itu merupakan modus dengan beberapa alasan tertentu. Oleh karena itu di perlukan adanya indikatorindikator yang nantinya dapat di jadikan parameter sebagai bahan kajian agar orang yang dermawan dapat memberi pada orang yang berhak serta menyelamatkan bumi ini dari permasalahan sosial seperti berkembangnya mental pengemis, agar kelak mental untuk berusaha dan menjadi pekarja keras tetap terjaga.Oleh karena itu, dengan adanya karya tulis ilmiah ini penulis ingin memberikan gambaran beberapa indikator yang dapat di jadikan bahan pertimbangan untuk ranah masyarakat yang ingin bersedekah agar tetap mendapatkan keduanya yakni pahala dari Allah tanpa harus merusak mental generasi selanjutnya.

Tujuan PenulisanTujuan yang hendak dicapai dari penulisan Karya Tulis Ilmiah Kandungan al-Quran ini adalah sebagai berikut:1. Mengetahui dampak negatif pada generasi mendatang jika mental pengemis terus di biarkan menjamur.1. Mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang perilaku dermawan serta gambaran orang yang perlu untuk di sedekahi ala Islam.1. Merumuskan indikator pembeda terhadap pengemis yang menjamur di Indonesia.

Manfaat PenulisanManfaat yang ingin diperoleh dari penulisan Karya Tulis Ilmiah Kandungan al-Quran ini adalah sebagai berikut:1. Bagi PenulisMemberikan kesempatan penulis untuk mengembangkan kemampuan menulis karya tulis ilmiah dengan menjadikan Al Quran sebagai dasar penunjangnya.1. Bagi peneliti lainSebagai titik awal untuk melakukan penelitian telaah lebih lanjut dan mendalam, serta sebagi sarana untuk bertukar pikiran dalam pengembang generasi baru yang peduli pada kehidupan sosial tanpa melupakan Al Quran sebagai kitab wajib bagi setiap muslim.1. Bagi masyarakat:Sebagi landasan pengetahuan bagi pembaca agar tidak sembarangan memberikan uluran tangan yang sebenarnya tujuannya baik tapi dampaknya hanya akn menjadi generasi perusak kehidupan sosial yang hanya akan berujung pada kebaikan semu.1. Bagi pemerintahKarya tulis ini dapat membantu pemerintah menanggulangi masalah yang timbul akibat semakin menjamurnya pengemis di kalanga masyarakat karena jika setiap orang selektif sebelum memberikan santunan pada orang yang benar benar membutuhkan maka sedikit banyak mental pengemis di Indonesia dapat diminimalisir sehingga lama kelamaan gaya hidup yang menginginkan serba instan itu sedikit demi sedikit diharapkan akan punah.

GAGASAN

Kondisi Kekinian Pencetus GagasanPandangan islam terhadap sikap memberi dan meminta - mintaDalam konteks islam sangat dianjurkan untuk membantu sesama yang membutuhkan dengan menafkahkan sebagian harta yang di milikinya untuk orang lain yang lemah dalam perekonomiannya. Apabila suatu masyarakat-bebas tidak dapat membantu banyak orang yang miskin, masyarakat tersebut akan gagal menyelamatkan sedikit orang kaya (John F. Kennedy , 1961 ). Terdapat dalil As-Sunnah sabda Nabi SAW, Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah). (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373).Dari pemaparan tersebut nampak jelas anjuran untuk menafkahkan serbagian harta yang dimiliki untuk orang yang membutuhkan.Namun disisi lain, memberi juga dapat menjadi hal yang batil ketika pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan tertentu. Sabda Nabi SAW,Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan : orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji). (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). Dari dalil tersebut dapat diketahui bahwa apabila seorang pengemis sebenarnya bukan orang miskin, maka haram baginya meminta-meminta.Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta. Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet, maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api seperti yang diterangkan scara tegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api.Ketika seorang pengemis profesi beraksi ia tidak hanya sedang melakukan dosa besar karena telah meminta yang bukan haknya tapi ia juga sedang melakukan dosa besar karena terdapat unsur kebohongan di dalamnya, ia telah menipu melalui tingkah laku dan penampilah hanya untuk sekedar kepentingan pribadinya. Padahal Allah sangat membenci orang orang yang melakukan kebohongan seperti yang terdapat dalam surat Al-Jatsiyah ayat 7: Yang mana artinya Celakalah bagi orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.Imam Shadiq As bersabda untuk menolong pada anak-anak, para wanita, orang-orang yang terlantar, orang-orang lemah, orang-orang tua dan melarang memberikan bantuan kepada orang-orang gila. Dalam riwayat juga disebutkan untuk tidak membantu orang-orang yang menentang kebenaran atau memenuhi ajakan untuk melakukan pekerjaan salah dan batil. Dalam hal ini pengemis yang menjadikan memintaminta sebagai profesi atau hanya sebagai modus belaka merupakan tindakan yang menentang kebenaran dan telah melakukan pekerjaan yang salah dan batil karena memanfaatkan belas kasihan orang lain padahal sebenarnya ia cukup mampu.Demikian pula pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya. Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan : Man aana ala mashiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207).Oleh sebab itu Allah melarang untuk memintaminta karena terdapat keburukan yang dalamnya sehingga menyebabkan semakin bertambahnya permasalahan sosial di kalangan masyarakat sehingga sangat diperlukan kejelian masyarakat untuk menyikapi permasalahan tersebut.

Solusi yang Pernah Ditawarkan SebelumnyaSelama ini telah banyak usaha yang di lakukan pemerintah mulai dari cara yang keras dengan di tangai oleh satpol PP hingga dipenjarakan selama satu hari tapi semua itu bahkan tidak membuat mereka jerah sedikitpun. Menurut Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufrie pada tahun 2008 Badan Pusat Statistik (BPS) mendata ada kenaikan sebayak 20 persen untuk gepeng di Indonesia, dan jumlah itu bisa saja naik lagi tergantung dari keadaan ekonomi. Jika musim PHK, bisa naik hingga 40 persen. Jika ekonomi stabil, tumbuh 20 persen per tahun. Istilah gepeng merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut Departemen Sosial R.I (1992).Selain itu MUI juga telah meluncurkan fatwa haram tidak hanya bagi yang meminta-minta di pinggir jalan tapi juga orang yang memberi (Samsul Maarif,2013). Hal itu merupakan suatu bentuk kekecewaan terhadap kasus gepeng yang terus mewabah. Fatwa MUI tersebut bahkan di sambut dengan baik oleh pemprof DKI Jakarta dengan dimasukkannya dalam Perda Khusus DKI nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, Bab VIII terkait Tertib Sosial, pasal 39-40, yang membahas larangan menjadi, menyuruh, dan atau memberi pada Gepeng/PMKS.Namun, MUI sendiri menilai bahwa selama ini pelaksanaan Perda tersebut tidak maksimal, karena masih banyak pengemis bertebaran di perempatan jalan dan mengganggu ketertiban umum. Selain itu, tidak sedikit pula orang yang kontra dengan fatwa yang telah di luncurka MUI sehingga semua aturan yang tujuan mulanya adalah agar membuat pengemis jerah tidak berlaku bagi orang yang kontra dengan fatwa MUI.Untuk menghindari kesalahan sasaran sangat diperlukan kejelian masyarakat untuk menyikapi permasalahan sosial. Meski telah banyak dibuat lembaga yang menangani masalah kesejahteraan sosial tapi disisi lain setiap orang tidak tahu kapan ia akan terpuruk hingga sampai kapan ia harus meminta pada orang lain. Selain itu juga keterbatasan lembaga dan yayasan yang menangani permasalahan sosial orangorang fakir yang menyebabkan tidak semua orang yang membutuhkan terjaring dan memperoleh penghidupan yang layak. Selain itu tidak sedikit dari orang-orang penyandang kasus kesejahteraan sosial yang kemudian di pulangkan karena keterbatasan lembaga yang menangani dibanding dengan jumlah penyandang yang semakin bertambah dimana hal itu tidak menutup kemungkinan bagi penyandang untuk kembali menjalankan kegiatan mengemis karena alasan yang menguntungkan. Oleh sebab itu, diperlukan indikator yang membedakan sekaligus kejelian masyarakat untuk membedakan manakah orang yang perlu di belas kasihani ataukah orang yang hanya modus belaka.

Seberapa Jauh Kondisi Kekinian Gagasan dapat Diperbaiki Melalui Gagasan yang DiajukanMelalui rancangan indikator yang gagas penulis diharapkan masyarakat memiliki gambaran untuk membedakan manakah orang yang perlu untuk di tolong dan orang yang mengemis bukan atas dasar tidak mampu tapi lebih karena alasan tertentu yang tidak berdasar. Ketika masyarakan sudah memiliki gambaran maka mereka akan lebih berhati-hati untuk begitu saja memberikan uluran tangan pada pengemis karena takut apa yang mereka berikan jatuh pada oknum oknum yang tidak bertanggung jawab. Ketika ruang oknum-oknum tidak bertanggung jawab tersebut dipersempit maka mereka akan sedikit demi sedikit mulai meninngalkan pekerjaan tersebut karen tidak lagi menguntungkan, sehingga masalah kesejahteraan sosial sedikit demi sedikit dapat tertangani.

Pihak-pihak yang Dipertimbangkan dapat Membantu Mengimplementasikan Gagasan dan Uraian Peran Masing-masing

Untuk mengimplementasikan rancangan indikator pembeda pada pengemis ini, diperlukan pihak-pihak yang dapat membantu implementasi gagasan ini, berikut adalah peran masing-masing elemen atau pihak-pihak yang terkait tersebut, yaitu:1. PemerintahPeran pemerintah disini didasarkan pada UUD45 yang isinya menjelaskan jika fakir miskin dan orang-orang terlantar dipelihara oleh Negara, jika masih ada pengemis (yang tidak memepunyai jalan lain selain mengemis) hal itu menunjukkan jika pemerintah belum melaksanakan kewajibannya dengan optimal. Hal yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan menegakkan hukum dengan adil, membangun kesadaran masyarakat agar tidak menyuburkan keberadaan pengemis-pengemis ini. sehingga secara tidak langsung akan menurunkan jumlah pengemis profesi yang ada.2. Dinas Sosial Dinas sosial disini berperan sebagai lembaga yang agar dapat memberikan penyuluhan dan melaksanakan program-program pemerintah dalam menangani masalah pengemis tersebut.3. Dinas PendidikanDinas pendidikan diharapkan memberikan kesempatan untuk kepada masyarakat miskin dapat mengakses pendidikan agar dapat mendapatkan pendidikan yang layak untuk meningkatkan kesejahteraannya, sehingga tidak perlu menjadi pengemis guna memenuhi kebutuhan hidup.4. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)Organisasi LSM ini dapat membantu pemerintah untuk mengurangi masalah sosial yang ada di Indonesia dengan visi dan misi LSM yang bertujuan untuk mendidik manusia agar memiliki rasa tolong-menolong dan solidaritas antar sesama manusia. Selain itu LSM juga bisa membuka jalan bagi para pengemis yang ingin meninggalkan pekerjaan meminta-minta dengan memberikan keterampilan yang telah disesuaikan dengan usia dan kemampuan yang dimiliki.5. BPS (Badan Penanggulangan Sosial)BPS sebagai pihak yang memberikan data yang actual tentang kemiskinan agar dapat diprediksi potensi bertambahnya. Gelandangan dan Pengemis, juga agar masyarakat miskin tersebut dapat menerima bantuan-bantuan dari pemerintah.6. MasyarakatPeran masyarkat disini sangat mendominasi, mengingat para pengemis ini memperoleh pendapatan dari belas kasihan masyarakat, sehingga masyarakat harus bersikap lebih selektif saat bersedekah, atau alangkah baiknya jika penyaluran dana untuk sedekah melalui yayasan atau lembaga-lembaga yang mengurusi sedekah. Juga dengan mengingatkan kepada orang-orang terdekatnya pentinganya rancangan indikator yang penulis gagas.

Langkah Strategis agar Tujuan Tercapai Melalui Gagasan yang DiajukanImplementasi rancangan indikator ini dilakukan sesuai dengan teknis berikut: (1)Pemerintah dengan pemerintah adalah dengan menegakkan hukum dengan adil, membangun kesadaran masyarakat agar tidak menyuburkan keberadaan pengemis-pengemis ini. sehingga secara tidak langsung akan menurunkan jumlah pengemis profesi yang ada. (2) Dinas Sosial sebagai lembaga yang agar dapat memberikan penyuluhan dan melaksanakan program-program pemerintah dalam menangani masalah pengemis tersebut. (3) Dinas Pendidikan sebagai pihak yang memberikan kesempatan kepada para pengemis untuk mengakses pendidikan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. (4) LSM sebagai pembuka jalan bagi para pengemis yang ingin meninggalkan pekerjaan meminta-minta dengan memberikan keterampilan yang telah disesuaikan dengan usia dan kemampuan yang dimiliki.(5) BPS memberikan data yang actual tentang kemiskinan agar dapat diprediksi potensi bertambahnya, sehingga bisa lebih cepat menerima bantuan dari pemerintah. (6) Masyarakat sebagai pihak yang penyalur dan pembagi informasi tentang rancangan indikator pembeda pada pengemis sehingga masyarakat bisa bersikap lebih selektif saat bersedekah.Untuk mensukseskan gagasan yang diajukan penulis perlu diadakannya sosialisasi baik secara langsung maupun melalui jejaring sosial di ranah masyarakat luas agar mereka tau dan faham tentang pentingnya membedakan orang yang benar-benar perlu di tolong dengan orang malas yang hanya memanjakan kemalasannya dengan cara-cara yang instan. Pada era sekarang ini, sebagian besar masyarakat Indonesi telah mengerti dan faham bahkan tergabung dalam jejaring sosial. Oleh karea itu jejaring sosial dapat menjadi salah satu target untuk menggugah kesadaran masyarakat Indonesia untuk tetap berbagi agar tidak termasuk orang yang kikir tapi juga dengan pertimbangan yang tepat hingga mampu memperkecil kesempatan bagi orang yang berniat buruk dengan menjadikan kebohongan sebagai modus atas kemalasannya sehingga tidak menimbukan masalah kesejahteraan sosial di kalangan masyarakat.

KESIMPULANGagasan yang DiajukanAdapun indikator yang dapat dirancang penulis adalah sebagai berikut:NoRancangan indikator orang yang perlu di tolongRancangan indikator orang yang hanya modusDasar acuan

1Berwajah melas dan lemah sehingga hanya dengan melihatnya merasa ibaMemiliki tubuh yang sehat dan cukup kuat untuk melakukan pekerjaan yang lainDalam sebuah riwayat, Imam Shadiq As ditanya perihal seorang pengemis yang datang dan meminta bantuan. Apabila tidak diketahui yang sebenarnya (apakah ia benar-benar seorang pengemis atau berlagak pengemis saja) apa yang harus dilakukan? Imam Shadiq As menjawab, Tolonglah orang yang ketika melihatnya ada rasa prihatin terhadapnya.

2Berusaha sebisa mungkin menutupi kemiskinannya dan tidak secara terang-terangan meminta dan memohon

Dengan sengaja rela merombak total penampilan agar terdapat kesan yang sangat menyedihkan dalam dirinya meski pada dasarnya bukanlah kondisi yang sebenarnyaDefenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain. Dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim)

3Lebih lapang dada Terdapat unsur yang memberikan kesan memaksaAdanya ambisi yang kuat dengan menggantungkan hidupnya dengan meminta secara instan sehingga ia terdorong untuk mewajibkan orang yang di temuinya agar memberikan santunan kepadanya

4Tidak pandai merangkai kata-kataPandai bermain kata-kataPengemis yang sudah handal akan melakukan apapun agar tujuannya dapat tercapai

5Terdapat guratan ketakutan dan kehawatiran yang nampak di wajahnyaJustru terlihat damai dan tenangPada dasarnya ketenangan menunjukkan adanya kenyamanan di posisi yang di tempatinya

6Tidak memiliki tempat khusus yang menjadi incaran karena sesungguhnya ia juga tidak ingin menggantungkan hidup pada orang lainSelalu menetap pada tempat yang samaKondisional yang terjadi di lapangan

7Tidak memiliki jam jam tertentu tang di khususkanAda waktu khusus (terjadwal)Pada dasarnya orang yang sudah terbiasa dengan profesi tersebut telah memiliki gambaran dan target tertentu yang di rasa dapat menguntungkan. Misalnya pada jam jam orang pulang bekerja dan beraktivitas.

Disini lapang dada dan tampak tenang memiliki makna yang berbeda. Masih terdapat beberapa indikator memerlukan dasar yang juga banyaknya kesalahan yang terjadi karena keterbatasan penulis.Teknik Implementasi yang Akan DilakukanImplementasi rancangan indikator ini dilakukan sesuai dengan teknis berikut: (1)Pemerintah dengan pemerintah adalah dengan menegakkan hukum dengan adil, membangun kesadaran masyarakat agar tidak menyuburkan keberadaan pengemis-pengemis ini. sehingga secara tidak langsung akan menurunkan jumlah pengemis profesi yang ada. (2) Dinas Sosial sebagai lembaga yang agar dapat memberikan penyuluhan dan melaksanakan program-program pemerintah dalam menangani masalah pengemis tersebut. (3) Dinas Pendidikan sebagai pihak yang memberikan kesempatan kepada para pengemis untuk mengakses pendidikan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. (4) LSM sebagai pembuka jalan bagi para pengemis yang ingin meninggalkan pekerjaan meminta-minta dengan memberikan keterampilan yang telah disesuaikan dengan usia dan kemampuan yang dimiliki.(5) BPS memberikan data yang actual tentang kemiskinan agar dapat diprediksi potensi bertambahnya, sehingga bisa lebih cepat menerima bantuan dari pemerintah. (6) Masyarakat sebagai pihak yang penyalur dan pembagi informasi tentang rancangan indikator pembeda pada pengemis sehingga masyarakat bisa bersikap lebih selektif saat bersedekah.

Prediksi Hasil yang Akan DiperolehRancangan indikator pembeda terhadap pengemis ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan guna membedakan mana pengemis profesi dan mana pengemis sungguhan. Saat sudah diketahui jika A merupakan seorang pengemis profesi maka akan difikirkan dua kali untuk memberi sedekah pada A. Ketika para pengemis profesi ini tidak mendapatkan pemasukkan yang sesuai dengan yang diharapkan, maka para pengemis tersebut akan mengerjakan pekerjaan awal mereka. Sehingga jumlah pengemis profesi akan berkurang dengan sendirinya.

DAFTAR PUSTAKA

Alkotsar, Artidjo. 1984. Advokasi Anak Jalanan. Jakarta: Rajawali.

Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194.

Muhammad bin Hasan Hurr al-Amili, Wasil al-Syiah, jil. 9, hal. 415 dan 418, Muassasah Ali al-Bait, 1409 H

Langkarani, Fadhil, Jami al-Masail, jil. 2, hal. 374, Site Hadhrat Ayatullah Fadhil Langkarani, www.lankarani.ir/fa

Huwaizi, A.A Abdu, 1415 H, Tafsir Nur al-Tsaqalain, jil. 5, hal. 597, Cetakan Keempat, Intisyarat-e Ismailiyyan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.http://jakarta.kompasiana.com/sosial-budaya/2013/10/04/dilema-gepeng-dan-perda-dki-nomor-8-598426.html, diakses pada tanggal 19 Oktober 2014.

Surat Keputusan Walikota Yogyakarta No: 1040/KD/1993.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum

Indonesia, Republik (1992). Peraturan Pemerintah No. 31 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Tugas Rehabilitasi Sosial. Jakarta.

Anonimus. 1980. Peraturan Pemerintah No. 31/1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Jakarta.

Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163

Steven J. Stein dan Howard E. Book. Tanpa Tahun.The EQ Edge : Emotional Intelligence and Your Successhlm : 154.