MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN...

87
i KONSEP MATLA’ FI WILAYAH AL-HUKMI MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah Oleh: MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT 052111140 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Transcript of MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN...

Page 1: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

i

KONSEP MATLA’ FI WILAYAH AL-HUKMI

MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL

BULAN KAMARIYAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah

Oleh:

MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT 052111140

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

Page 2: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

ii

Page 3: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

iii

Page 4: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

iv

KEMENTRIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG

Jl. Raya Ngaliyan Boja Km. 02 Semarang Telp/Fax. (024) 601291

PENGESAHAN

Skripsi saudara : Muhammad Syarif Hidayat

NIM : 052111140

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : AS

Judul : Konsep Matla’ Wilayah Al-Hukmi Muhammadiyah Dalam

Penentuan Awal Bulan Kamariyah

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

1 Juni 2011

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1

(S1) tahun akademik 2009/2010

Page 5: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

v

M O T T O

���� ���� � ���� ������� ������� ���������� ����� �!���"�#�� �$%&��'�( �����)���*� �+�"�, �-%'./� �0��/�1���� ��( �2�)�3 �4)� �5��6 �%7 .2�1��%8 9 .:�;�< �=��<>�� ?@����� �A����)���<

Artinya : ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar, bulan bersinar dan

ditetapkannya manzilah manzilah bagi perjalanan bulan itu,

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan diperhitungkan”

(Q.S Yunus 5)1

1 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm

306.

Page 6: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

vi

PERSEMBAHAN

Dalam perjuangan mengarungi samudera Ilahi tanpa batas, dengan

keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang

yang selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka

yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:

o Syukurku kehadirat Allah SWT yang senantiasa mengabulkan doaku.

Dan hanya dialah yang mampu mengubah dan mewujudkan semua ini.

o Ayah dan Bunda ku tercinta. Yang telah mengenalkan ku pada sebuah

kehidupan dengan sebuah kasih sayang yang tak bertepi. Ridlamu

adalah semangat hidup ku, doamu adalah Penjaga langkahku.

o Serta seluruh keluarga ku tercinta, semoga kalian temukan istana

kebahagiaan di dunia serta akhirat, semoga semuanya selalu berada

dalam pelukan kasih sayang Allah SWT.

o KH Sirodj Khudhori, KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag serta keluarga besar

PP Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang

o Teman-temanku paket ASB 2005.

o “adek” yang selalu memberi semangat dan motivasi untuk

menyelesaikan skirpsi ini.

o Dan seluruh teman-teman saya yang tidak dapat saya sebutkan satu-

persatu yang sudah mendukung dalam menyelesaiakan skripsi saya

baik secara langsung maupun tidak langsung.

Page 7: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

vii

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang telah pernah ditulis oleh

orang lain atau diterbitkan. Demikian juga

skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-

pemikiran orang lain, kecuali informasi yang

terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

DEKLARATOR

M. Syarif Hidayat

Page 8: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

viii

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya konsep penentuan awal bulan

dan kebijakan mengenai hasilnya di kalangan Muhammadiyah. Dalam

menentukan awal bulan, apabila terjadi perbedaan hasil pandang terhadap bulan,

maka di kalangan Muhammadiyah diberlakukan konsep pemberlakuan hasil untuk

suatu wilayah hukum yang sama atau dikenal dengan istilah matla’ fi wilayatil

hukmi. Penelitian ini ditujukan untuk mengeksplorasi tentang bagaimana

penentuan awal bulan melalui konsep matla’ fi wilayatil hukmi sekaligus juga

untuk mengetahui dasar pemikiran dalam penggunaan konsep tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Himpunan Putusan Fatwa

Muhammadiyah, khususnya tentang implementasi konsep matla’ fi wilayatil

hukmi. Sedangkan sumber sekundernya adalah referensi yang berhubungan

dengan teori-teori falak. Oleh karena sumber datanya berupa kepustakaan (literer),

maka dalam proses pengumpulan data digunakan metode dokumentasi. Analisa

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif..

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode penentuan awal bulan

Kamariyah yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah menggunakan metode hisab.

Penggunaan metode ini menitikberatkan pada penghitungan saat wujudul hilal

Sehingga apabila telah ditemukan penghitungan mengenai waktu wujudul hilal,

maka dapat dipastikan bahwa akan datang bulan Kamariah yang baru.

Pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dalam konsep matla’ fi wilayatil hukmi PP

Muhammadiyah kurang sesuai dengan kaidah penentuan awal bulan yang

dijadikan dasar oleh PP Muhammadiyah, khususnya manakala terjadi perbedaan

wilayah karena terbelah oleh garis wujudul hilal. Konsep matla’ fi wilayatil hukmi

Muhammadiyah dilatarbelakangi untuk menghilangkan perbedaan pendapat

mengenai masuknya bulan Kamariyah yang baru. Konsep tersebut secara tidak

langsung mengindikasikan upaya Muhammadiyah untuk tetap menjaga persatuan

umat Islam, khususnya dalam menghadapi perbedaan penghitungan awal bulan

Kamariyah. Penerapan konsep matla’ fi wilayatil hukmi Muhammadiyah memiliki

keunggulan dalam hal fleksibilitas. Meskipun memiliki keunggulan dalam hal

fleksibilitas konsep matla’ fi wilayatil hukmi, dengan adanya madlarat terkait

dengan pelaksanaan keputusan dengan konsep matla’ fi wilayatil hukmi dalam

penentuan awal bulan Syawal maka pelaksanaan konsep tersebut masih

terkandung madlarat. Hal ini tentu kurang sesuai dengan kaidah hukum Islam

yang mengharuskan menghilangkan madlarat dalam pelaksanaan hukum Islam

Page 9: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah kepada hambanya. Shalawat serta

salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad

SAW. Beserta kerabat dan sahabatnya, semoga kita mendapatkan syafaatnya,

amin.

Berkat pertolongan dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat

menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Konsep Matla’ Wilayah Al-Hukmi

Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah”, ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

(S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. DR. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini.

2. Bapak Drs.H. Slamet Hambali dan Bapak Rupi’i Amri, M.Ag selaku Dosen

Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Para Dosen Pengajar dilingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, yang

telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi.

4. Pimpinan Perpustakaan Institut dan Pimpinan Perpustakaan Fakultas yang

telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu yang telah mengenalkan dan mengantarkan pada dunia

keilmuan.

6. Teman-teman yang tanpa bosan terus memberikan dukungan penuh kasih

sayang

7. Pihak-pihak yang telah membantu pelaksanaan penulisan skripsi yang tidak

mungkin disebutkan secara satu persatu.

Page 10: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

x

Tiada kata lain yang dapat penulis haturkan selain ungkapan terima kasih

dan doa semoga Allah Yang Maha Mengetahui membalas setiap kebaikan yang

telah diperbuat kepada penulis.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum

mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca

pada umumnya.

Semarang, 27 April 2011

Penulis

Page 11: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi

DEKLARASI ............................................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................... ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................... .. 1

B. Permasalahan…. ..................................................................... .. 10

C. Tujuan Penulisan .................................................................... .. 10

D. Telaah Pustaka ……………………………………………….. 10

E. Metode Penulisan Skripsi ....................................................... .. 13

F. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... .. 15

BAB II : FIQH HISAB RUKYAH

A. Tinjauan umum tentang hisab rukyah ................................. 17

B. Dasar hukum hisab rukyah .................................................. 22

C. Sejarah hisab rukyah ........................................................... 24

D. Metode Hisab rukyah Indonesia ......................................... 30

E. Konsep Matla’ dalam hisab dan rukyah.............................. 33

BAB III : METODE HISAB RUKYAH MUHAMMADIYAH

A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majlis Tarjih ............ 37

B. Metode Hisab Rukyah Muhammadiyah dalam Penentuan

Awal Bulan Kamariyah dalam konsep Matla’ Fi Wilayah

Al-Hukmi ............................................................................. 43

Page 12: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

xii

C. Latar belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Bulan Kamariyah tentang konsep Matla’

fi Wilayah Al-Hukmi ............................................................ 50

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN

KAMARIYAH DALAM KONSEP MATLA’ FI WILAYAH AL-

HUKMI

A. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam

penentuan awal bulan kamariyah tentang konsep

Matla’ Fi Wilayah Al-Hukmi ........................................ 54

B. Analisis latar belakang pemikiran Muhammadiyah

dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah tentang

Konsep Matla’ Fi Wilayah Al-Hukmi ........................... 60

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 68

B. Saran-saran .................................................................... 69

C. Penutup .......................................................................... 70

DAFATAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 13: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu falak atau biasa disebut ilmu hisab merupakan salah satu ilmu

keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh

ilmuwan-ilmuwan muslim sejak abad pertama Hijriah bukan hanya untuk

pengembangan ilmu itu sendiri tetapi juga lebih penting untuk kepentingan

praktis menjalankan perintah-perintah agama yang sangat berkaitan dengan

waktu seperti sholat, puasa, dan haji. Dengan ilmu falak setiap muslim dapat

memastikan ke mana arah qiblat bagi suatu tempat di permukaaan bumi yang

jauh dari Mekkah, dengannya pula setiap muslim dapat mengetahui waktu

shalat sudah tiba atau matahari sudah terbenam (ghurub) untuk berbuka puasa,

dengannya juga orang yang melakukan rukyah dapat mengarahkan

pandangannya ke posisi hilal yang lebih mendekati ketetapan. Dengan

demikian ilmu falak atau ilmu hisab dapat mendatangkan keyakinan bagi

setiap muslim dalam melakukan ibadah sehingga ibadahnya akan lebih

khusu’.2

Berawal dari hal ini maka disusunlah sebuah kalender yang merupakan

manifestasi dari satuan waktu yang satuan-satuan tersebut dinotasikan dalam

ukuran hari, bulan, tahun dan sebagainya. Satuan-satuan inilah yang memberi

peran penting bagi kepentingan ibadah umat manusia.

2 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, cet

I 2004, hlm.1

Page 14: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

2

Dalam satu tahun kita mengenal tahun Syamsiyah (Masehi)3, tahun

Kamariyah (Hijriah)4 dan tahun jawa (saka)

5. Satu tahun Syamsiyah lamanya

365 hari untuk tahun pendek dan 366 hari untuk tahun panjang6. Sedangkan

untuk tahun Kamariyah lamanya 354 hari untuk tahun pendek dan 355 hari

untuk tahun panjang7. Dengan demikian perhitungan tahun Kamariyah akan

lebih cepat 10 sampai 11 hari setiap tahun jika di bandingkan dengan tahun

Syamsiyah. Sedangkan untuk tahun Jawa penetapan hari dan bulannya adalah

sebagaimana tahun Kamariyah secara Urfi8.

Begitu juga dengan tahun Jawa, tahun Kabisatnya terdiri atas 355 hari

dengan menambahnya 1 hari pada bulan ke 12 (Besar) yang di adakan 3 kali

dalam 8 tahun (Sewindu)9. Untuk bulan pada tahun Syamsiyah, jumlah

harinya sudah dapat diketahui secara pasti yaitu 30 atau 31 hari setiap

bulannya kecuali untuk bulan Februari jumlah harinya adalah 28 hari untuk

tahun Basitoh dan 29 hari untuk tahun Kabisat. Sedangkan untuk tahun

3 Dinamakan tahun Syamsiyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran Matahari.

Lihat dalam badan hisab dan rukyat departemen agama, lihat dalam Almanak Hisab Rukyat,

Jakarta: Departemen Agama: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, hlm 40 4 Dinamakan tahun Kamariyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran bulan. Ibid,

hlm.42 5 Dinamakan tahun jawa karena perhitungan pertama di dasarkan pada sistem jawa hindu

yang terkenal dengan tahun “SOKO”yang sistem perhitungannya berdasarkan pada peredaran

matahari. Ibid, hlm 44 6 Istilah lain untuk tahun panjang adalah tahun Kabisat dan tahun Basitoh untuk tahun

pendek. Untuk mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Syamsiyah, angka tahun di bagi 4 jika

tidak ada sisa maka dinamakan tahun Kabisat umur bulan Februari 29 hari. Sedangkan jika ada

sisa dinamakan tahun Basitoh umur bulan Februari 28 hari. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, Ilmu

Falak Dalam Teori Dan Praktik, Yogyakarta: buana Pustaka cet.I 2004, hlm.107 7 Untuk Mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Kamariyah angka tahun di bagi 30

jika sisanya ada 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,29 maka dinamakan tahun Kabisat, umur Dzulhijjah

30 hari, Lihat dalam Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN walisongo, tt,

hlm 5 8 Slamet Hambali, ibid hlm 5 9Sehingga satu bulan rata rata jumlah harinya adalah 29,53125. lihat dalam

Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta: PT Pembangunan, 1960, hlm 75

Page 15: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

3

Kamariyah jumlah hari dalam tiap bulannya sama dengan satu synodic10

sehingga selama satu tahun jumlah hari dalam satu bulan akan bergantian

antara 29 atau 30 hari, sehingga penentuannya memerlukan perhitungan yang

jelas.

Sistem hisab awal bulan Kamariyah dapat diklasifikasikan pada dua

jenis yaitu:

1. Hisab Urfi adalah sistem penghitungan kalender yang didasarkan pada

peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara

konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah

Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender islam

abadi.11

2. Hisab Haqiqi adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan

dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah

konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap

awal bulan.12

Dalam perkembangan selanjutnya sistem hisab haqiqi dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu hisab haqiqi taqribi, hisab

haqiqi bi tahqiqi, hisab kontemporer. Hisab dan Rukyah sebenarnya saling

berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Hisab dijadikan sebagai

10 Synodic atau dalam istilah falak Ijtima’ adalah durasi yang dibutuhkan oleh bulan

berada dalam suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. Adapun waktu yang dibutuhkan

adalah 29,530588 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Lihat dalam Susiknan Azhari

Ensiklopedi Hisab Rukyah Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005, hlm 29 11 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah (edisi Revisi), Yogyakarta; Pustaka

Pelajar, hlm. 79 12 Ibid,hlm.78

Page 16: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

4

pembantu pelaksanaan rukyah karena tujuannya adalah perkiraan terhadap

posisi hilal sedangkan rukyah digunakan untuk menguji hasil perhitungan

yang sifatnya masih hipotetic verificative, Namun dalam prakteknya antara

hisab dan rukyah tersebut sering tidak berjalan seiring bahkan sering terjadi

perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Kamariyah.13

Perbedaaan tidak hanya terjadi antara mazhab hisab dengan mazhab

rukyah saja, tapi kini hisab pun dipertentangkan dengan hisab. Kriteria hisab

mana yang akan dijadikan pedoman. Di Indonesia setidaknya terdapat kriteria

hisab yang di anut yaitu Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal

(bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di

seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan hukum). Sementara itu, NU

menggunakan ketinggian minimal 2 derajat dengan prinsip menunggu hasil

rukyat.14

Muhammadiyah sering kali di anggap sebagai manifestasi dari mazhab

hisab. Sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan keputusan Pimpinan

Pusat Muhammadiyah tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah

melalui Departemen Agama dalam penentuan awal bulan Kamariyah terutama

menyangkut penentuan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Perbedaan tersebut

terjadi pada Syawal 1427/2006 dan 1428/2007.15

Hal ini tidak terlepas dari

13 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarata: Erlangga, 2007, hlm.6 14 Thomas Djamaluddin, “ Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal”, Media Indonesia,

10 Oktober 2007 15 Wawancara dengan Thomas Djamaluddin (Anggota Badan Hisab Rukyah Departemen

Agama) via email pada tanggal 5 Nopember 2009

Page 17: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

5

kriteria yang di pakai Muhammadiyah yaitu Wujudul Hilal16

(bulan telah

wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di seluruh

Indonesia sebagai satu kesatuan hukum).

Kebijakan Muhammadiyah mengenai masalah hisab rukyah menjadi

wewenang Majelis Tarjih17

. Melalui mekanisme ijtihad yaitu mencurahkan

segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar'i yang

bersifat zanni dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh

Majelis Tarjih baik secara metodologis maupun permasalahan yang ada yaitu

mengenai masalah penentuan awal bulan Kamariyah.

Kebijakan mengenai hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam

keputusan Muktamar Khususi di Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun

1972 yang berbunyi:

1. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih untuk

berusaha mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kesempurnaan

penentuan hisab dan mematangkan persoalan tersebut untuk kemudian

membawa acara ini pada muktamar yang akan datang.

2. Sebelum ada ketentuan hisab yang pasti, mempercayakan kepada PP

Muhammadiyah untuk menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1

Dzulhijjah.

16

Wujudul hilal di sini cukup di hitung dari satu bagian wilayah Indonesia, jadi hilal

sudah positif meski derajatnya baru 1 derajat atau bahkan kurang bisa diputuskan masuk bulan

baru 17 Majelis Tarjih salah satu dari 9 majelis Muhammadiyah yang bertugas menguatkan

salah satu dalil sehingga dalil tersebut menjadi lebih utama untuk di amalkan. Asmuni

Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah,Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2004, hlm 4.

Page 18: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

6

3. Selambat-lambatnya 3 bulan sebelumnya, PP Muhammadiyah Majelis

Tarjih sudah mengirimkan segala perhitungannya kepada Pimpinan

Muhammadiyah Wilayah untuk mendapatkan koreksi yang hasilnya

dikirimkan pada PP Muhammadiyah majelis Tarjih.

4. Tanpa mengurangi keyakinan atau pendapat para ahli falak di lingkungan

keluarga Muhammadiyah, maka untuk menjaga ketertiban organisasi

setiap pendapat yang berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah

supaya tidak disiarkan18

.

Muhammadiyah berpedoman bahwa hisab mempunyai kekuatan yang

sama dengan rukyah di dalam menentukan datangnya awal bulan Kamariyah.

Dengan demikian jika secara hisab hilal telah wujud sekalipun dalam

pelaksanaan rukyah tidak dapat melihat hilal, maka awal bulan masih bisa

ditetapkan.19

Argumentasi yang digunakan adalah hadis Nabi:

4�), B� C)D B� $�E� $�# $�# ��F', B� G�� ��, H8� H, I� !��J KL ��(�:J MN A���,� O/J �F�� �P� Q)E�

4���"#�N QR�), QS A�N !��J KL ���T;J)Q)/( !���(WX

Artinya :" Bulan itu hanya 29 hari maka jangan kamu berpuasa kecuali

telah melihat tanggal dan (kelak) janganlah kamu berbuka

kecuali setelah melihatnya. Jika kalian di tutupi mendung maka

kadarkanlah".(H.R Muslim)

18 PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah,

Yogyakarta:cet III, tt, hlm 370 19 Thomas Djamaluddin, Op.cit, hlm.2 20 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm,

481.

Page 19: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

7

Muhammadiyah menafsirkan bahwa lafadz faqduru lah dalam hadis

tersebut yang artinya hitunglah atau kadarkanlah pelaksanaannya dengan

perhitungan astronomi (hisab). berbeda dengan sebagian ulama yang

menafsirkannya dengan menyempurnakan bilangan hari menjadi 30 hari21

.

sehingga perbedaan dalam hal penafsiran inilah yang kemudian menjadi

pangkal perbedaan dalam menentukan awal bulan Kamariyah, terutama

menyangkut ketinggian hilal yang kurang dari kriteria Imkanurrukyah

sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah.22

Pendekatan yang dilakukan Muhammadiyah adalah pendekatan secara

astronomis bahwa hilal adalah penampakan bulan terkecil yang menghadap

bumi beberapa saat setelah ijtima. Inilah yang kemudian menjadi kriteria

hisabnya bahwa awal bulan baru ditandai dengan Wujudul Hilal, yaitu apabila

matahari terbenam lebih dahulu dari bulan.23

Dalam perkembangan ijtihadnya, penggunaan kriteria wujudul hilal

patut dihargai. Karena hal itu merupakan syarat perlu untuk mengetahui

munculnya hilal. tetapi syarat itu belum cukup. Hilal telah wujud bisa juga

terjadi sesudah ijtima’, monset after sunset (bulan terbenam sesudah matahari)

dan wujudul hilal. Hal itu terjadi di Indonesia pada Dzulhijjah 1423 H. Di

Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Papua,

bulan telah wujud pada saat maghrib 1 Februari, tetapi belum terjadi ijtima’.

21 Asmuni Abdurrahman, Op.cit, hlm 224-225 22 Ibid, hlm.225 23 Thomas Djamaludin, Redefinisi Hilal, titik temu kalender hijriah I. Dalam kolong

berakhir pekan dengan Thomas Djamaludin, Pikiran rakyat tanggal 20-21 februari 2004. hlm.3

Page 20: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

8

Kasus yang ekstrem terjadi pada bulan Sya’ban 1423 H (Oktober 2002). Saat

itu sebagian besar Indonesia bulan telah wujud tetapi belum terjadi ijtima’24

Sekalipun tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah, namun

keputusan dari PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjihnya tetap eksis

sampai saat ini terbukti dengan banyaknya warga Muhammadiyah yang

mengikuti putusan tersebut sehingga tidak jarang pula kita jumpai adanya dua

hari raya.

Muhammadiyah selain menggunakan kriteria wujudul hilal, juga

menggunakan matla’ fi wilayatil hukmi yaitu keberlakuan hilal untuk satu

wilayah dimana pun di wilayah kawasan nusantara dianggap berlaku di

seluruh wilayah Indonesia. Konsekuensinya meskipun wilayah Indonesia

dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasional, garis ini tidak

memperhitungkan faktor jarak antara dua tempat sehingga awal dan akhir

puasa kedua tempat tersebut bisa jatuh pada tanggal yang sama tetapi bisa juga

berbeda oleh karena itu Muhammadiyah tidak otomatis memberlakukan

wujudul hilal atau matla’ fi wilayatil hukmi akan tetapi menyerahkan

kewenangan tersebut kepada kebijakan pimpinan pusat muhammadiyah.

Walaupun secara geografis dua buah tempat saling berdekatan. Jika keduanya

berada pada sisi yang berlainan dari garis tanggal Kamariyah maka awal dan

akhir ramadhan ditempat itu berbeda namun karena Indonesia menganut

24 Ibid. hlm.3

Page 21: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

9

prinsip matla’ fi wilayatil hukmi maka penanggalan Kamariyah harus sama di

seluruh wilayah hukum Republik Indonesia.25

Dari dua kriteria tersebut terdapat peluang adanya inkonsistensi

Muhammadiyah. Wujudul hilal seharusnya memungkinkan satu daerah

dengan daerah yang lainnya terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan

Kamariyah baru sekalipun masih dalam satu negara, sedangkan dengan

konsep matla’ fi wilayatil hukmi kemungkinan perbedaan tersebut dengan

sendirinya akan hilang. Dalam beberapa kasus misalnya, saat penentuan Idul

Adha 1423, masalah ini teratasi dengan konsep matla' fi wilayatul hukmi.

Namun bila kasus ekstrem seperti Syakban 1423 dengan garis ijtima' saat

magrib bergeser ke arah barat, ke luar Indonesia, konsep matla’ fi wilayatul

hukmi tidak dapat mengatasi wujudul hilal sebelum terjadi ijtima'. Kriteria

wujudul hilal kemudian perlu ditambahkan dengan kriteria ijtima’ sebelum

magrib (ijtima’ qablal ghurub)26

. Penggunaan konsep matla’ fi wilayatil

hukmi yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut menyebabkan timbulnya

perbedaan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah dalam hal ini

Departemen Agama.27

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode hisab yang

25 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah”Telaah Syari’ah, Sains dan

Teknologi”, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm.18-19 26 Ijtima’ qabla al-ghurub yaitu apabila ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka

pada malam harinya sudah di anggap sebagai bulan baru.lihat dalam, Susiknan Azhari, op.cit,

hlm.75 27 M. Taufiq, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah Dalam Penetapan

Awal Bulan Kamariyah, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo 2005, hlm.77

Page 22: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

10

dikembangkan oleh Muhammadiyah beserta dasar hukum yang digunakannya.

Mengingat saat ini Muhammadiyah mempunyai basic massa yang cukup kuat.

B. Permasalahan

Dengan berdasarkan pada uraian dalam pendahuluan maka dapat

dikemukakan disini pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi

ini. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan

Kamariyah dalam konsep mathla’ fi wilayatil hukmi?

2. Apakah latar belakang pemikiran yang digunakan oleh Muhammadiyah

dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep mathla’ fi wilayatil

hukmi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan

Kamariyah dalam konsep matla’ fi wilayatil hukmi.

2. Untuk mengetahui latar belakang yang digunakan oleh Muhammadiyah

dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla’ fi wilayatil

hukmi.

D. Telaah Pustaka

Adapun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah hisab rukyah

adalah Fiqh Hisab rukyah Indonesia (Sebuah upaya penyatuan mazhab

rukyah dengan mazhab hisab) karya Ahmad Izzuddin yang memberikan

Page 23: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

11

deskripsi tentang kedua madzhab dalam term hisab rukyah beserta sebuah

upaya penawaran penyatuan antara hisab dan rukyah, Ilmu Falak Dalam

Teori Dan Praktik karya Muhyiddin Khazin buku ini menerangkan tentang

penentuan awal bulan Kamariyah dan perhitungannya, dan juga Ilmu Falak

(Perjumpan Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari,

MA. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa syari’at rukyat yang telah

diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw dapat dimodifikasikan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan (sains) modern. Modifikasi tersebut

diwujudkan dalam bentuk metode hisab untuk mengetahui wujudul hilal

dalam menentukan awal bulan Kamariyah.

Skripsi Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin

Tentang Keharusan Mengikuti Matla’ Masing-Masing Negeri Dalam

Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al Mukthar yang menguraikan

tentang keharusan mengikuti matla’ dalam penentuan awal bulan Kamariyah

menurut Ibnu Abidin. Pendapat Ibnu Abidin ini didasarkan pada atsar sahabat

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menjelaskan tentang perbedaan

wujudul hilal yang mana kemudian diterapkan oleh Mu’awiyah.28

Skripsi Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi’i Shaghir

Tentang Rukyah Pada Dua Negara Yang Berbeda Matla’nya Dalam

Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al-Muhtaj yang

menguraikan tentang bagaimana rukyah yang berbeda matla’-nya menurut

28 Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin Tentang Keharusan

Mengikuti Matla’ Masing-Masing Negeri Dalam Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al

Mukthar, Skripsi sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 1999

Page 24: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

12

Syafi’i Shaghir.29

Menurut Syafi’i Shagir, perbedaan matla’ antar negara

menjadi hal penting. Maksudnya adalah meskipun jarak kedua negara dapat

menyebabkan kebolehan meng-qashar shalat, namun jika kedua negara

tersebut memiliki perbedaan matla’ maka syarat jarak qashar tidak dapat

dijadikan sebagai pedoman untuk menyamakan matla’.

Skripsi M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan

Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di

Indonesia yang menerangkan tentang perbedaan awal bulan Kamariyah antara

Muhammadiyah dan Pemerintah dalam perspektif hisab rukyah di Indonesia.

Perbedaan awal bulan tersebut karena adanya perbedaan metode hisab.

Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab wujudul hilal

yaitu apabila hilal sudah positif di atas ufuk,maka awal bulan sudah dapat

ditetapkan.meskipun ketinggian hilal belum mencapai ketentuan

imkanurrukyah sebagaimana yang digunakan pedoman oleh Pemerintah yaitu

ketinggian hilal minimal harus dua derajat.30

Dalam kajian pustaka tersebut menurut penulis belum ada tulisan yang

membahas secara spesifik tentang penentuan (hisab) awal bulan Kamariyah

menurut Muhammadiyah dalam konsep matla’ fi wilaytil hukmi, sedangkan

penelitian penulis lebih memfokuskan pada penentuan awal bulan Kamariyah

Muhammadiyah dalam konsep matla’ fi wilayatil hukmi. Oleh sebab itulah

29 Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi’i Shaghir Tentang Rukyah Pada Dua

Negara Yang Berbeda Matla’nya Dalam Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al-

Muhtaj, Skripsi sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 1999 30 M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut

Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di Indonesia, Skripsi sarjana Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo Semarang, 2005

Page 25: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

13

penulis merasa yakin untuk melakukan penelitian ini tanpa adanya

kekhawatiran adanya asumsi plagiat.

E. Metode Penulisan

Agar di dalam penulisan skripsi ini lebih mengarah pada obyek kajian

dan sesuai dengan tujuan, penulisan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah library research yaitu suatu penelitian

kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dengan

bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan, seperti

buku-buku, majalah, koran, naskah, catatan, dokumen, dan lain-lain.31

2. Sumber Data

Adapun data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli

yang memuat data-data atau informasi tersebut. Data primer ini

diperoleh dari Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan

Manhaj Tarjih Muhammadiyah, serta hasil Musyawarah Nasional

Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Muktamar Muhammadiyah.

b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang

bukan asli memuat informasi atau data tersebut. Adapun sumber-

sumber data sekunder yang digunakan adalah Ilmu Falak (Perjumpaan

31Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju, 1996,

hlm. 26.

Page 26: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

14

Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari dan

sumber lain serta kitab dan buku lainnya yang berkaitan dengan

masalah penentuan awal bulan Kamariyah.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode pengumpulan data library research

(penelitian kepustakaan). Adapun teknik pengumpulan data dengan

melakukan penelusuran dan penelaahan pada literatur dan bahan pustaka

yang relevan dengan latar belakang yang diangkat.

Penulis juga mengadopsi banyak pendapat yang diungkapkan oleh

astronom dari LAPAN Thomas Djamaludin yang merupakan hasil

wawancara penulis via Facebook. Serta pendapat pakar lain baik yang

diterbitkan maupun tidak.

4. Metode Analisis Data

Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara

mendalam. Menurut Lexy J. Moloeng proses analisa dapat dilakukan pada

saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun

pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul.32

Guna memperoleh

gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan

data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif

kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk

32 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002,

hlm. 103.

Page 27: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

15

mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara

sistematis dan akurat.33

Metode deskriptif kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif dan eksploratif yang merupakan data yang

diambil dari penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

atau status fenomena dengan menerangkan apa adanya atau apa yang ada

sekarang secara mendalam.34

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas tiga bagian yakni

bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

Bagian awal memuat halaman judul, nota pembimbing, halaman

pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstraksi

dan daftar isi.

Sedangkan bagian isi terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai

berikut:

Bab I adalah Pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang masalah,

permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

33 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 41

34 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta ,

1998, hlm. 245.

Page 28: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

16

Bab II adalah teori tentang Fiqh Hisab Rukyah yang isinya meliputi

Pengertian hisab rukyah, dasar hukum hisab rukyah, sejarah hisab rukyah,

metode hisab rukyah Indonesia dan konsep matla’ dalam hisab dan rukyat.

Bab III merupakan gambaran tentang Metode Hisab dan Rukyah

Muhammadiyah yang isinya meliputi tentang sejarah singkat Muhammadiyah,

metode hisab dan rukyah Muhammadiyah dan konsep matla’ fi wilayatul

hukmi Muhammadiyah.

Bab IV adalah Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah

Dalam Konsep Matla’ Fi Wilayatil Hukmi yang isinya meiputi analisis metode

yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan

Kamariyah dalam konsep matla’ fi wilayatul hukmi dan analisis terhadap latar

belakang penerapan konsep matla’ fi wilayatil hukmi.

Bab V adalah Penutup yang isinya meliputi kesimpulan, saran dan kata

penutup.

Bagian akhir adalah bagian yang isinya meliputi daftar pustaka,

lampiran dan biografi penulis.

Page 29: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

17

BAB II

FIQH HISAB DAN RUKYAH DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Hisab dan Rukyah di Indonesia

Pada dasarnya istilah Hisab Rukyah adalah persoalan penentuan

waktu-waktu ibadah umat Islam. Perosalan-persoalan itu pada umumnya

terdiri atas penentuan arah kiblat dan bayangan arah kiblat, waktu-waktu

sholat, gerhana dan awal bulan Kamariyah.35

Sebelum membahas awal bulan Kamariyah penulis akan memaparkan

dulu apa penentuan arah kiblat, waktu shalat, dan gerhana. Penentuan arah

kiblat pada dasarnya adalah menghitung besaran sudut yang diapit oleh garis

meredian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan

lingkaran besar yang melewati tempat tersebut dan ka’bah, serta menghitung

jam berapa matahari itu memotong jalur menuju ka’bah.36

Sedangkan penentuan waktu shalat pada dasarnya adalah menghitung

tenggang waktu ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu

ketika matahari berkedudukan pada awal waktu shalat, sementara gerhana

adalah menghitung waktu terjadinya kontak antara matahari dan bulan, yakni

kapan bulan menutupi matahari dan lepas darinya pada gerhana matahari,

35 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka,

2004, hlm. 4. 36 Ibid, hlm. 4

Page 30: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

18

serta kapan pula bulan mulai masuk pada umbra bayangan bumi serta keluar

darinya pada gerhana matahari.37

Di Indonesia penentuan awal bulan Kamariyah didominasi oleh 2

mazhab yaitu;

1. Mazhab Rukyah

Secara etimologi (bahasa) istilah rukyah berasal dari Bahasa Arab

yaitu ���Y Y�< Z<[� yang berarti melihat dengan mata.38

Adapun yang

dimaksud adalah melihat bulan baru sebagai tanda masuknya awal bulan

Kamariyah baru dan dilaksanakan pada saat matahari terbenam pada tiap

tanggal 29 bulan Kamariyah.39

Mazhab ini berlandaskan pada hadis Nabi

SAW:

�� �� ����� � � ��� ��� ��� ���� � �� � ���� ���� ��� ��� ! � ��"�#$� �%�& !� �

��"�#$� ��' � (� #) �*��� �+, -.�. )" �� ��/%(01

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a berkata, Nabi menjelaskan tentang hilal,

kemudian beliau bersabda :”jika kalian melihatnya maka

berpuasalah dan jika kamu melihatnya (lagi) maka

berbukalah. Jika kalian di tutupi mendung maka hitunglah

(bulan Sya’ban) 30 hari” (H.R Muslim).

37 Ibid. hlm.5 38 M. Warson Munawir, Kamus Al Munawir, Surabaya:Pustaka Progresif, 1996, hlm. 460. 39 Hal ini karena menurut Taqwim Islam permulaan hari dimulai pada saat matahari

terbenam 40Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Al Jamius Shahih, jilid 3 , Beirut: Darl al Fikr, tt hlm

124 - 125

Page 31: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

19

2. Mazhab Hisab.

Secara etimologi (bahasa) kata hisab berasal dari Bahasa Arab

yaitu \/L \/] �8�/L41 yang artinya menghitung. Sedangkan dalam Bahasa

Inggris kata ini disebut Arithmatic yaitu ilmu pengetahuan yang

membahas tentang seluk beluk perhitungan.42

Jadi hisab itu sendiri berarti

hitung, jadi ilmu hisab adalah ilmu hitung.

Hisab melandaskan pada firman Allah swt :

2�3� 45678 9:2,2; 2<=#>?8 @A�2�5 2�2#9�B8 2� C��3D 3"2�>+9�2� 9�EF�2�2% �3#9�=,2$58 2G2+2� 2-E�H/8 2I�2/5JB8 2� �2% 2K9�2L 3�7�8 2M589� �78E!

HK2JB8�EN O:H&9P3� 5Q�2�RB8 ST=�9�58 9(�3#9�=,2�

Artinya : ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar, bulan bersinar dan

ditetapkannya manzilah manzilah bagi perjalanan bulan itu,

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan diperhitungkan”

(Q.S Yunus 5)43

Kata Hisab dalam Al Qur’an dapat mempunyai beberapa arti antara

lain:

a Perhitungan, sebagaimana Firman Allah dalam surat an Nisa’ ayat 87

9�E!2� =�3$�H�3U VW>�5J2$EN �X�2J9 2�2/=U9YEN �2Z=�5% =�9� �2��XG3� 7(E! 2�7�8 9(�9� 9�2� [:O� \A=]2 �C_�/2U

Artinya : “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan,

balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau

balaslah (dengan serupa). Sesungguhnya Allah selalu

41 Loewis Ma’luf, Al-Munjid,. cet. 25,Beirut: Darl Masyriq, 1975, hlm. 132. 42

Badan Hisab Rukyah Depag RI, Al Manak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan

Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 14. 43 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm 306.

Page 32: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

20

membuat perhitungan atas segala sesuatu”(Q.S al Nisa’:

87) 44

b Memeriksa, sebagaimana Firman Allah dalam surat al Insyiqoq ayat 8

2a=�2/9 3b2��2J3� �CN�2/5U Cc/2� Artinya : “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”(Q.S

al Insyiqoq: 8)45

c Pertanggung jawaban, sebagaimana Firman Allah dalam surat al

An’am ayat 69

�2%2� 9�2� 2��5678 9(�O�>$2� =�5% =�EZEN�2/5U =�5% \A=]2 =�5*982� d2�B�5� =�3Z7�2,98 (�O�>$2�

Artinya : “Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang

yang bertaqwa terhadap dosa mereka, akan tetapi kewajiban

mereka telah mengingatkan mereka agar mereka bertaqwa.”)Q.S

al An’am: 69)46

Hisab artinya menghitung perjalanan matahari dan bulan pada bola

langit. Dengan hisab orang dapat mengetahui dan memperkirakan kapan

awal dan akhir bulan Kamariyah tanpa harus melihat hilal.47

Dalam

perkembangan selanjutnya istilah Hisab dan Rukyah sering disebut dengan

ilmu falak,48

yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda

44 Ibid, hlm. 73. 45 Ibid, hlm. 471. 46 Ibid, hlm. 108. 47 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996,

hlm 29 48 Ilmu falak berasal dari dua kata yaitu ilmu yang berarti pengetahuan atau kepandaian,

dan falak yang berarti lengkung langit, lingkaran langit, cakrawala, dan juga dapat berarti

Page 33: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

21

langit tentang fisiknya, ukurannya, dan segala sesuatu yang berhubungan

dengannya.49

Ilmu falak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a Theoritical astronomy yaitu ilmu yang membahas teori dan konsep

benda-benda langit50

yang meliputi:

1) Kosmogoni yaitu teori tentang asal usul benda-benda langit dan

alam semesta51

2) Kosmologi yaitu cabang astrologi yang menyelidiki asal- usul

struktur dan hubungan ruang waktu dari alam semesta52

3) Kosmografi yaitu pengetahuan tentang seluruh susunan alam,

pemerian (penggambaran) umum tentang jagat raya termasuk

bumi53

4) Astrometrik yaitu cabang astronomi yang kegiatannya melakukan

pengukuran terhadap benda-benda langit dengan tujuan

mengetahui ukurannya dan jarak antara satu dengan lainnya.54

5) Astromekanik yaitu cabang astronomi yang mempelajari gerak dan

gaya tarik benda-benda langit dengan cara dan hukum mekanik.55

pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan, dan sebagainya) bintang, ilmu

perbintangan (astronomi), lihat dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan

Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 325 49 Badan Hisab Rukyah RI, op.cit, hlm. 22. 50 Muhyidin Khazin, op.cit, hlm 4 51 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hlm 527 52 Ibid, hlm. 528. 53 Ibid. hlm. 529 54 Badan Hisab Rukyah RI, op.cit, hlm. 221.

Page 34: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

22

6) Astrofisika yaitu bagian astronomi tentang benda-benda angkasa

dari sudut ilmu alam dan ilmu fisika.56

b Practical Astronomy yaitu ilmu yang melakukan perhitungan untuk

mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara satu

dengan yang lain.57

Ilmu falak inilah yang kemudian dikenal dengan

ilmu falak atau ilmu hisab.

a. Dasar Hukum Hisab Rukyah

1. Dasar hukum Al Qur’an, antara lain

a. Surat Ar Rahman ayat 5

������� ���������� A��_�/�1%8 Artinya : “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungannya” (Q.S

Ar Rahman :5)58

Surat Yunus ayat 5

���� ���� � ���� ������� ������� ���������� ����� �!���"�#�� �$%&��'�( �����)���*� �+�"�, �-%'./� �0��/�1���� ��( �2�)�3 �4)� �5��6 �%7 .2�1��%8 9 .:�;�< �=��<>�� ?@����� A����)���<

Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahaya dan ditetapkannya manzilan-manzilah bagi

perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun

dan perhitungan”(Q.S Yunus: 5).59

b. Surat al Baqarah ayat 189

�5� �9��/�< %H�, �Z)����� � 9# �G�� �a��#����( %b��')� c�1����

55 Ibid. Hlm. 165 56 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hlm 62 57 Muhyidin Khazin, op.cit, hlm 4 58 Depag RI, op.cit, hlm. 885. 59 Ibid, hlm. 306.

Page 35: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

23

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah

bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan

(bagi ibadah) haji”.(Q.S al Baqarah :189)60

c. Surat Ar Ra’ad ayat 2

ª!$# “Ï% ©! $# yì sùu‘ ÏN≡uθ≈uΚ ¡¡9$# Î�ö� tóÎ/ 7‰uΗxå $ pκtΞ÷ρ t� s? ( §Ν èO 3“ uθtGó™$# ’n?tã Ä ö�yèø9$# ( t�¤‚y™uρ }§ ôϑ ¤±9$# t�yϑ s) ø9$#uρ ( @≅ ä. “ Ì�øgs† 9≅y_ L{ ‘ wΚ |¡ •Β 4 ã�În/y‰ãƒ t�øΒ F{$# ã≅Å_Áx� ãƒ

ÏM≈tƒFψ $# Ν ä3= yès9 Ï!$s) Î=Î/ öΝ ä3 În/u‘ tβθãΖ Ï%θè? ∩⊄∪

Artinya: ”Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana)

yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy,

dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing

beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur

urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-

Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan

Tuhanmu.”(Q.S Ar Ra’ad:2)61

d. Surat Yasin ayat 38-40

ߧôϑ ¤±9$#uρ “ Ì�øgrB 9h�s) tGó¡ ßϑ Ï9 $ yγ ©9 4 y7Ï9≡sŒ ã�ƒÏ‰ ø) s? Í“ƒÍ• yèø9$# ÉΟŠ Î=yèø9$# ∩⊂∇∪ t�yϑ s) ø9$#uρ

çµ≈tΡ ö‘ £‰ s% tΑΗ$ oΨtΒ 4 ®Lym yŠ$tã Èβθã_ó& ãèø9$%x. ÉΟƒÏ‰s) ø9$# ∩⊂∪ Ÿω ߧôϑ ¤±9$# Èöt7 .⊥ tƒ

!$ oλ m; β r& x8Í‘ ô‰è? t�yϑ s) ø9$# Ÿωuρ ã≅ø‹ ©9$# ß,Î/$ y™ Í‘$ pκ ¨]9$# 4 @≅ä. uρ ’Îû ;7 n=sù šχθßst7 ó¡ o„

∩⊆⊃∪

Artinya: Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah

ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(38)Dan

60 Ibid, hlm.46 61 Ibid, hlm.56

Page 36: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

24

Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga

(Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah

dia sebagai bentuk tandan yang tua.(39)Tidaklah mungkin

bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat

mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis

edarnya.(40). (QS. Yasin:38-40)

1. Dasar Hukum dari hadis, antara lain

a. Hadis Riwayat Muslim dari Ibn Umar

H, H8� ��, G�� B� ��F', $�# $�# $�E� B� C)D B� 4�), Q)E� �P� �F�� O/J A���,� MN ��(�:J KL !��J I� ���T;J KL !��J NdA

QS QR�), 4���"#�N )!��� Q)/((٦٢ Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu

bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum

melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan

jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim)

b. Hadis Riwayat Bukhari

H, ON� H, B�"_, H8 ��, G�� B� ��F', eA $�E� B� C)D B� 4�), Q)E� �f6 A�g(� $��N : I ��(�:J iL ���J $Mj� I� ���T;J iL !��J A�N QS QR�), 4���"#�N )!��� Y��k_�٦٣(

Artinya : “Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah

saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau

bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat

hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuak sebelum

melihatnya lagi.jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR

Bukhari)

62

Sahih Muslim

, Jilid

I, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 481. 63 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Sahih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr ,tt, hlm.

34.

Page 37: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

25

c. Hadis riwayat Bukhori

�'l"L "��E H8 ���, 4 � Om H8� ��, G�� B� ��F', H, n'� C)D B� 4�), Q)E� e4 $�# 7� eZ( eZ�( \*R I \/oI� ���F ��R� ��R��

p�< Z�/Jq�( A���,� q�(� -lMl ) !��� Y��k_� ٦٤.( Artinya : “ Dari Said bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibn Umar ra

dari Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kami

adalah umat yang Ummi tidak mampu menulis dan

menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitu

kadang 29 hari dan kadang 30 hari (HR Bukhari)

B. Sejarah Hisab Rukyah

Menurut catatan sejarah, penemu ilmu astronomi adalah Nabi Idris.65

Baru sekitar abad ke- 28 Sebelum Masehi (SM) embrio ilmu falak mulai

nampak sebagaimana digunakan dalam penentuan waktu pada penyembahan

berhala seperti yang terjadi di Mesir untuk menyembah dewa Osiris, Isis dan

Amon, serta di Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah dewa Astoroth

dan Baal66

Pengetahuan tentang nama- nama hari dalam satu minggu baru ada

pada 5000 tahun Sebelum Masehi yang masing- masing diberi nama dengan

nama- nama benda langit. Yaitu Matahari untuk hari Ahad, Bulan untuk hari

Senin, Mars untuk hari Selasa, Mercurius untuk hari Rabu, Yupiter untuk hari

Kamis, Venus untuk hari Jum’at dan Saturnus untuk hari Sabtu67

.

64 Ibid. Hlm.34 65 Sebagaimana sering dijumpai dalam muqadimah kitab-kitab falak seperti dalam Zubair

Umar al Jailany, Khulasoh al Wafiyah, Surakarta: Melati, tt, hlm. 5. 66 Thantawy al-Jauhary, Tafsir al Jawahir, Juz VI, Mesir: Mustafa al Babi al Halabi,

1346 H, hlm. 16 – 17. 67 Ibid . 16-17

Page 38: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

26

Pada masa sebelum masehi, perkembangan ilmu ini dipengaruhi oleh

teori geosentris68

Aristoteles. Kemudian teori ini dipertajam oleh Aristarchus

dari Samos (310-230 SM) dengan hasil pengukuran jarak antara bumi dan

matahari, kemudian eratosthenes dari mesir juga sudah dapat menghitung

keliling bumi.69

Setelah Masehi perkembangan ilmu ini ditandai dengan temuan

Claudius Ptolomeus (140 M) berupa catatan tentang bintang – bintang yang

diberi nama Tibril Magesthi dan berasumsi bahwa bentuk semesta alam adalah

geosentris.70

Pada masa permulaan Islam, ilmu astronomi belum begitu masyhur di

kalangan umat Islam. Hal ini tersirat dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh

Bukhari inna ummatun ummiyatun la naktubu wa la nahsibu71

. Namun

demikian mereka telah mampu mendokumentasikan peristiwa- peristiwa pada

masa itu dengan memberikan nama-nama tahun sesuai dengan peristiwa yang

paling monumental.72

Wacana mengenai hisab rukyah baru muncul pada masa pemerintahan

Khalifah Umar Bin Khattab ra. Ia menetapakan kalender hijriyah sebagai

dasar melaksanakan ibadah bagi umat Islam. Penetapan ini terjadi pada tahun

68 Teori geosentris adalah teori yang yang berasumsi bahwa bumi adalah sebagi pusat

peredaran benda-benda langit. lihat dalam Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta: PT

Pembangunan, 1960, hlm 8 69 Ibid. hlm. 8. 70 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Sebuah Upaya Penyatuan Antara Madzhab

Rukyah dan Madzhab Hisab),Yogyakarta: Logung Pustaka,2004, hlm. 43. 71 Lihat hadis selengkapnya dalam dasar hukum hisab rukyah dari hadis. 72 Hal ini dapat kita temukan dalam literatur sejarah islam dimana kita mengenal istilah

tahun gajah karena ketika Nabi lahir terjadi penyerangan oleh pasukan bergajah, disebut Tahun

Ijin karena merupakan tahun diijinkannya hijrah ke Madinah, disebut Tahun Amr di mana umat

Islam diperintahkan untuk menggunakan senjata. Selain itu juga ada Tahun Jama’ah, dan

sebagainya. Ahmad Izzudin, op. cit., hlm. 49.

Page 39: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

27

17 H. Tepatnya pada tanggal 20 Jumadil Akhir 17 H dan di mulai sejak Nabi

hijrah dari Mekkah ke Madinah.73

Perhitungan tahun Hijriyah dilatarbelakangi oleh pengangkatan

beberapa gubernur pada masa pemerintahan Umar bin Khattab ra, di antaranya

pengangkatan Abu Musa al Asy’ari sebagai gubernur Basrah. Surat

pengangkatannya berlaku mulai Sya’ban tetapi tidak jelas tahunnya. Karena

tidak diketahui tahunnya secara pasti, maka Umar bin Khattab ra merasa perlu

menghitung dan menetapkan tahun Islam. Kemudian Umar bin Khattab ra

mengundang para sahabat untuk bermusyawarah tantang masalah ini. dan

kemudian disepakati kalender hijriyah sebagai kalender negara.74

Perkembangan hisab rukyah mencapai titik keemasan pada masa

pemerintahan dinasti Abbasyiah yang ditandai dengan adanya penerjemahan

kitab Sindihind dari India pada masa pemerintahan Abu Ja’far al Manshur,75

selain itu pada masa al Makmun di Baghdad didirikan observatorium pertama

yaitu Syammasiyah 213 H/ 828 M yang di pimpin oleh dua ahli astronomi

termashur Fadhl ibn al Naubakht dan Muhammad ibn Musa al Khawarizmi76

yang kemudian diikuti dengan serangkaian observatorium yang dihubungkan

73 Slamet Hambali, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Shalat dan Penentuan

Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), Semarang: t.p, 1998, hlm. 5. 74 Ahmad Izzudin, op. cit., hlm. 50. 75 Muh Farid Wajdi, Dairotul Ma’arif, juz VIII, Cet II, Mesir: tp,1342 H, hlm. 483. 76 Observatorium pada masa ini telah meninggalkan teori yunani kuno dan membuat teori

sendiri dalam menghitung kulminasi matahari dan menghasilkan data-data dari kitab Sindihind

yang di sebut dengan table of Makmun dan oleh orang Eropa di kenal dengan astronomos/

astronomy. Lihat dalam Mehdi Nakosteen,Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual

Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah Gusti,

1996, hlm. 230-233.

Page 40: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

28

dengan nama ahli astronomi seperti observatorium al Battani di Raqqa dan

Abdurrahman al Shufi di Syiraz.77

Puncak dari zaman keemasan astronomi ini dicapai pada abad ke-9

H/15 M ketika Ulugh Beik cucu Timur Lenk mendirikan observatoriumya di

Samarkand yang bersama dengan observatorium Istambul dianggap sebagai

penghubung lembaga ini ke dunia Barat.78

Tokoh- tokoh astronomi yang hidup pada masa keemasan antara lain

adalah al Farghani, Maslamah ibn al Marjit di Andalusia yang telah mengubah

tahun Masehi menjadi tahun Hijriyah, Mirza Ulugh bin Timur Lenk yang

terkenal dengan ephemerisnya, Ibn Yunus, Nasirudin, Ulugh Beik yang

terkenal dengan landasan ijtima’ dalam penentuan awal bulan Kamariyah.79

Setelah Islam menampakkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan

dengan terjadinya ekspansi intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol,

muncullah Nicolas Capernicus (1473-1543) yang membongkar teori

Geosentris yang dikembangkan oleh Ptolomeus dengan mengembangkan teori

Heliosentris.80

Masuknya ilmu falak diIndonesia diawali dengan kembalinya para

ulama muda ke Indonesia dari bermukim diMakkah pada awal abad ke-20

77 Sayyed Hossein Nasr, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin, Bandung:

Penerbit Pustaka, 1986, hlm. 62-63. 78 Ibid. Hlm. 62-63 79 Jamil Ahmad, Seratus Muslim terkemuka,Terj. Tim penerjemah Pustaka al Firdaus, Cet

I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987, hlm. 166-170. 80 Teori Heliosentris adalah teori yang merupakan kebalikan dari teori geosentris. Teori

ini mengemukakan bahwa Matahari sebagai pusat peredaran benda- benda langit. Akan tetapi

menurut lacakan sejarah yang pertama kali melakukan kritik terhadap teori geosentris adalah al

Biruni yang berasumsi tidak mungkin langit yang begitu besar beserta bintang-bintangnya yang

mengelilingi bumi. Lihat dalam Ahmad Baiquni, Al Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Cet

IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 9.

Page 41: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

29

ilmu falak mulai berkembang, mereka tidak hanya membawa catatan-catatan

ilmu tentang Tafsir, Hadis, Fiqh, Tauhid dan Tasawuf melainkan juga

membawa catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari makkah

sewaktu mereka belajar disana yang kemudian mereka ajarkan kepada para

santrinya di Indonesia. Adapun tokoh-tokoh yang belajar ilmu falak adalah

Syekh Abdurrahman bin Ahmad al- Misri (mertua Habib Usman) beliau

membawa zaij (tabel astronomis) Ulugh bek pada tahun 1324 H/1896M dan

kemudian diajarkan kepada ulama muda di Indonesia antara lain Ahmad

Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi, Habib Usman bin Abdilah bin ‘Aqil bin

yahya.81

Perkembangan hisab rukyah pada awal abad ke-17 M sampai abad ke-

19 M bahkan awal abad 20 M tidak bisa lepas dari pemikiran serupa di negara

Islam yang lain. Hal ini seperti tercermin dalam kitab Sullamun Nayyirain82

yang masih terpengaruh oleh sistem Ulugh Beik.

Hasanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan

relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan

(menyusun) kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang

sudah lama ada di masyarakat seperti kitab Sullam al-Nayyirain yang

ditulis oleh Muhammad Manshur al-Batawi, Zubair Umar al Jailany,

dengan al-Khulasoh al-Wafiyah, KH. Noor Ahmad.SS dengan Nurul Anwar.

81 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 30-31 82 Sullamun Nayyirain adalah kitab kecil unruk mengetahui konjungsi matahari, bulan

berdasarkan metode Ulugh Beik al Samarqondy yang di susun oleh KH. Muh Mansur bin KH

Abdul Hamid bin Muh Damiry al Batawy. Di mana kitab tersebut berisi rissalah untuk ijtima’,

gerhana bulan daan matahari. Lihat dalam Ahmad Izzuddin , Analisis Kritis tentang Hisab Awal

Bulan Kamariyah dalam kitab Sullamun Nayyirain, Skripsi Sarjana, Seamarang: Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo, 1997, hlm. 8.

Page 42: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

30

Hal ini juga ditopang oleh kecanggihan tehnologi yang dikembangkan

oleh para pakar Astronomi dalam mengolah data-data kontemporer

berkaitan dengan hisab rukyah. Namun dengan semakin canggihnya

teknologi dan ilmu pengetahuan maka wacana hisab rukyah pun mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Data bulan dan matahari menjadi semakin

akurat dengan adanya sistem Ephemeris, Almanak Nautika dan sebagainya

yang menyajikan data per jam. Sehingga akurasi perhitungan bisa semakin

tepat sampai sekarang.83

Melihat fenomena tersebut maka pemerintah mendirikan Badan

Hisab Rukyah yang berada di bawah naungan Departemen Agama.Pada

dasarnya kehadiran Badan Hisab rukyah untuk menjaga persatuan dan

ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Hanya saja dalam

dataran realistis dan etika praktis, masih belum terwujud. Hal ini

dapat dilihat dengan adanya perbedaan berpuasa Ramadhan maupun

berhari raya Idul Fitri.84

C. Metode Hisab Rukyah Indonesia

Metode yang digunakan dalam hisab rukyah pada dasarnya dapat

dibedakan menjadi dua yaitu

1. Metode Hisab

83 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam

penentuan Awal Bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), jakarta; Erlangga, 2007, hlm.57 84 Ibid, hlm. 59

Page 43: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

31

Metode ini adalah metode dengan menggunakan perhitungan

astronomis dalam penentuan awal bulan Kamariyah. Metode ini Menurut

Susiknan Azhari dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Hisab Urfi

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan yang didasarkan pada

perdaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara

konvensional. Sistem ini tidak berbeda dengan kalender Masehi.

Bilangan hari pada tiap bulan berjumlah tetap kecuali pada tahun-

tahun tertentu yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Sistem hisab ini

tidak dapat digunakan dalam menentukan awal bulan Kamariyah untuk

pelaksanaan ibadah. Karena menurut sistem ini umur bulan Sya’ban

dan Ramadhan adalah tetap yaitu 29 hari untuk bulan Sya’ban dan 30

hari untuk bulan Ramadhan.85

b. Hisab Hakiki

Hisab hakiki adalah hisab yang didasarkan pada perdaran bulan

dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur bulan tidaklah

konstan dan juga tidak beraturan melainkan bergantung posisi hilal

setiap bulan. Sehingga umur bulan bisa jadi berturut -turut 29 hari atau

30 hari.86

2. Metode Rukyah

85 Lihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah Yogyakarta: Pustaka pelajar,

2005, hlm. 66. 86 Ibid, hlm. 65. Hisab Urfi adalah perhitungan yang belandaskan kepada kaidah-kaidah

yang bersifat tradisional yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan perhitungan

masuknya awal bulan itu dengan anggaran yang didasarkan kepada peredaran bulan. Hisab Hakiki

adalah sistem penentuan awal bulan Kamariyah dengan metode penentuan kedudukan bulan pada

saat matahari terbenam. Badan Hisab Rukyah Depag RI, op.cit, hlm.37-38

Page 44: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

32

Istilah ini berarti melihat atau mengamati hilal dengan mata

ataupun dengan teleskop pada saat matahari terbenam menjelang bulan

baru Kamariyah.87

Apabila hilal berhasil dilihat maka malam itu dan

keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal satu untuk bulan baru.

Sedangkan apabila hilal tidak berhasil dilihat karena gangguan cuaca maka

tanggal satu bulan baru ditetapkan pada malam hari berikutnya atau bulan

di istikmalkan 30 hari.88

Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan dalam menentukan awal

bulan Kamariyah juga terjadi karena perbedaan memahami konsep

permulaan hari dalam bulan baru. Disinilah kemudian muncul berbagai

aliran mengenai penentuan awal bulan yang pada dasarnya berpangkal

pada pedoman ijtima, dan posisi hilal di atas ufuk.89

Golongan yang berpedoman pada ijtima’ dapat dibedakan menjadi

beberapa golongan yaitu:

a. Ijtima’ qabla al-ghurub yaitu apabila ijtima’ terjadi sebelum matahari

terbenam maka pada malam harinya sudah di anggap sebagai bulan

baru.

b. Ijtima’ qabla al-fajri yaitu apabila ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar

maka pada malam itu sudah di anggap sudah masuk awal bulan baru.

87 Ibid, hlm. 130. 88 Muhyiddin khazin, op.cit, hlm.146 89 Ijtima’ adalah berkumpulnya matahari dan bulan dalam satu bujur astronomi yang

sama. Ijtima’ di sebut juga dengan konjungsi ,pangkreman, iqtiraan. Sedangkan yang di maksud

ufuk adalah lingkaran besar yang membagi bola langit menjadi dua bagian yang besarnya sama.

Ufuk di sebut juga horizon, kaki langit, cakrawala, batas pandang, Susiknan Azhari, op.cit, hlm.72

Page 45: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

33

c. Ijtima’ qablal zawal yaitu apabila ijtima’ terjadi sebelum zawal maka

hari itu sudah memasuki awal bulan baru.90

Namun dari golongan - golongan tersebut yang masih banyak di

pegang oleh ulama adalah ijtima’ qoblal ghurub dan ijtima’ qoblal fajri.

Sedangkan golongan yang lain tidak banyak dikenal secara luas oleh

masyarakat.91

Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk

dibedakan menjadi:

a. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk hakiki

b. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk mar’i yaitu

ufuk hakiki dengan koreksi seperti kerendahan ufuk92

, refraksi93

, semi

diameter94

, dan parallax95

.

D. Konsep Matla’ dalam Hisab dan Rukyah

Kata “matla’” berasal dari lafadz “mathli’” yang artinya tempat

terbit,96

sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “matla’”

90 Ibid, hlm. 75 91 Nouruz Zaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 195. 92 Untuk mencari kerendahan ufuk dapat di gunakan rumus 0o 1,76’ di kalikan dengan

akar ketinggian tempat tersebut dari permukaan air laut. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, op.cit,

hlm. 140 93 Refraksi atau Daqa’iqul Iktilaf adalah pembiasan sinar yaitu perbedaan antara tinggi

suatu benda langit yag sebenarnya dengan tinggi benda langit itu yang dilihat sebagai akibat

adanya pembiasan sinar, Untuk mencari refraksi dapat digunakan rumus tinggi lihat – tinggi

nyata, Ibid, hlm. 142 94 Semi Diameter / jari-jari/ Nisful Qotr adalah titik pussat matahari / bulan dengan

piringan luarnya. Lihat dalam Tim Hisab Ditpenpera Depag RI, Ephemeris Hisab Rukyat2004,

Jakarta, Ditpenpera, 2004, hlm. 4. 95 Parallax/ ikhtilaful mandzor adalah sudut antara garis yang di tarik dari benda langit ke

titik pusat bumi dan garis yang di tarik dari benda langit ke mata si pengamat. Ibid, hlm 5

Page 46: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

34

berarti daerah tempat terbit matahari, terbit fajar maupun terbit bulan.97

Sementara itu, jika dikaitkan dengan kalender Hijriyah, matla’ mengarah

kepada konsep geografis keberlakuan rukyat, sehingga hal ini kemudian

menimbulkan perbedaan matla’ yang dikenal dengan terminologi íkhtilaf

matla’.98

Perbedaan pendapat mengenai matla’ terjadi di kalangan para ulama.

Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai pemberlakuan konsep matla’.

Kelompok pertama menyatakan bahwa konsep matla’ hanya berlaku bagi

wilayah yang berada di dekat dengan tempat rukyat. Maksudnya adalah

wilayah yang berada dekat dengan tempat rukyat harus (lazim) mengikuti hasil

rukyat, sedangkan wilayah yang berada jauh dari tempat rukyat tidak dapat

mengikuti hasil rukyat. Contoh dari kelompok pertama ini adalah tidak

berlakunya hasil rukyat wilayah Hijaz untuk diberlakukan di wilayah Irak,

sedangkan hasil rukyat wilayah Kuffah dapat dijadikan pedoman bagi wilayah

Baghdad.99

Kelompok kedua menyatakan kebalikannya, yakni konsep matla’

dapat diterapkan pada wilayah yang berjauhan. Batasan jauh yang dimaksud

dalam pendapat kelompok kedua terkandung dua pengertian. Pertama, batasan

jauh adalah perjalanan yang jaraknya memperbolehkan meng-qashar shalat.

96 Mengenai penjelasan tentang arti kata matla’ dapat dilihat dalam Muhammad Amin,

Raddu al-Muhtar, Beirut: Daar al-Kutb al-‘Ilmiyah, t.th., hlm. 363. Muhammad Amin lebih

dikenal dengan nama Ibnu Abidin. 97 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III,

Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm. 1082. 98 Lihat dalam Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I: Jakarta: Ichtiar Baru

Van Hoeve, 1996, hlm. 679. 99 Lihat selengkapnya dalam Muhammad bin Abi al-Abbas, Nihayatu al-Muhtaj, t,Kp

Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th., hlm. 155-156.

Page 47: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

35

Sedangkan batasan jauh yang kedua adalah adanya perbedaan matla’ antara

dua wilayah.100

Pendapat kelompok yang kedua memiliki maksud bahwa apabila dua

jarak wilayah dapat menyebabkan kebolehan qashar, selama tidak memiliki

perbedaan matla’ dapat mengikuti keputusan rukyat dari wilayah yang telah

tampak hilal-nya. Sebaliknya, apabila wilayah tersebut memiliki jarak yang

memiliki kebolehan meng-qashar shalat namun memiliki perbedaan matla’,

maka konsep kesamaan matla’ tidak dapat diberlakukan.

Selain kedua pendapat di atas, ada dasar hukum penetapan matla’ yang

lain yang bersumber dari atsar (perkataan sahabat) sebagai berikut:

�H�, ?\�<��9f A�e �@9e % �g�;�� �a�'%8 �r%���1�� �4�*�s���8 C�%7 �Z�<%�����( %@����%8 �$��# �a�(�"���N �@���� �a���g���N ��F�*����L %F�*�E��� �,�G�) 9A��g�(�� �� �e�� %@����%8 �a�<�e���N �$�M%F�� �Z�)���

�Z�����t�� �Q9l �a�(�"�# �Z�'<�"���� G�N %��3u %��F��� G%'���/�N �"�_�, vB� �H�8 ?b��_�, G���� wB� �4�'�, �Q9l ���f�6 �$�M%F�� �$����N C�*�( �Q�*�<�e�� �$�M%F�� �a�)9��N �e���!��'�< �Z�)��� �Z�����t�� �$����N �a� �e

�4�*�<�e�� �a�)9��N �Q��� �!u���� �b��'� ���(��D�� �@��D�� 9Z�<%�����( �$����N ��'�R� �!��'�<�e�� �Z�)��� �a�_�/� �M�N 9$��x� �@��:� C�*�L � ���R� �-�l�M�l ���e �!���� �a�)9��N ���e �I G�;�*�R�J �Z�<�[��%8 �Z�<%�����(

�4�(����D�� �$����N �I ����R�� �� ���(�e 9$��E�� vB� C)�D wB� �4���)�, �Q)�E�� �5�y�� C���1�< �H�8 C���1�< G�N G�;�*�R� ���e G�;�*�R�J) !��� Q)/((

Artinya: “Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Al-Harits

mengutusnya kepada Mu’wiyah di Syam, Kuraib berkata:

Ketika sampai di Syam saya segera menunaikan pesan-

pesan Ummul Fadhl. Kemudian muncullah hilal bulan

Ramadan sementara saya masih berada di Syam dan saya

melihatnya pada malam Jum’at, kemudian saya kembali ke

Madinah pada akhir bulan Ramadan. Lalu Ibnu ‘Abbas

100 Ibid., hlm. 156.

Page 48: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

36

bertanya kepada saya tentang hilal Ramadhan: kapan kalian

melihat hilal? Saya menjawab: kami melihatnya pada

malam Jum’at. Ibnu Abbas bertanya: apakah kamu

melihatnya? Saya katakan: Ya, dan kaum muslimin juga

melihatnya, kemudian mereka memulai puasa dan

Mu’awiyah juga berpuasa. Lalu Ibnu Abbas berkata: kami

melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan

melanjutkan puasa sampai tiga puluh hari atau kami melihat

hilal. Saya katakan kepada beliau: apakah tidak

mencukupkan dengan ru’yah dan puasa Mua’wiyah? Jawab

beliau: Tidak, demikianlah Rasulullah SAW mentitahkan

kepada kami.” (HR. Muslim)

Dari atsar tersebut, terdapat perbedaan konsep matla’ dengan kedua

konsep matla’ di atas. Sekilas memang memiliki kesamaan dengan pendapat

kelompok yang pertama, yakni dengan adanya kemungkinan untuk

menerapkan konsep matla’ untuk wilayah yang berdekatan dengan tempat

rukyah. Namun demikian, dalam atsar tersebut dijelaskan bahwa Ibnu Abbas

tetap melanjutkan puasa dan tidak mengikuti hasil rukyah di Madinah.

Padahal jarak antara Syam dan Madinah dekat dan tidak sampai meng-qashar

shalat. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tidak semua fuqaha

menerima dan menerapkan konsep matla’ sebagai ketetapan untuk wilayah

yang berdekatan. Dalam istilah lain, konsep matla’ yang terkandunng dalam

atsar di atas adalah penerapan hasil rukyah yang diterapkan untuk wilayah

yang melakukan rukyah. Sedangkan wilayah lain, meskipun berada di dekat

wilayah yang melihat rukyah tidak harus mengikuti ketetapan hasil rukyah.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

karakteristik matla’ sebagai berikut:

1. Konsep matla’ yang diterapkan pada wilayah yang letaknya saling

berdekatan dengan tempat rukyah

Page 49: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

37

2. Konsep matla’ yang diterapkan pada wilayah yang berbeda dengan

batasan perbedaan waktu qashar shalat. Selain batasan waktu qashar,

syarat pemberlakuan ini juga didasarkan pada tidak adanya perbedaan

konsep matla’ antara kedua daerah tersebut

3. Konsep matla’ yang diberlakukan hanya untuk daerah yang melihat hilal

(rukyah), sedangkan daerah lain, meskipun berjarak dekat tidak

menenerapkan hasil hilal tersebut.

Page 50: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

37

BAB III

METODE HISAB DAN RUKYAH MUHAMMADIYAH

A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majelis Tarjih Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis atau

KH Ahmad Dahlan101

pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan

dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta atas saran dari murid-

muridnya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang permanen.

Muhammadiyah didirikan dengan maksud dan tujuan yaitu menegakkan dan

menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya102

Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula

dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral.

Kegelisahan sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan,

kemiskinan, dan keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena

melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan

perilaku sosial dan positif disamping syarat dengan tahayul, bid’ah, dan

101 Ahmad Dahlan adalah anak dari KH Abu Bakar bin K. Sulaiman seorang katib di

kesultanan Yogyakarta. Ia dilahirkan pada tahun 1869 dengan nama M. Darwis. Setelah

menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqh dan tafsir di Yogyakarta dan sekitarnya,

pada tahun 1890 ia pergi ke Mekkah selama setahun untuk belajar di sana. Pada tahun 1903 ia

kembali lagi ke tanah suci untuk menetap selama 2 tahun. Salah satu gurunya adalah Syaikh

Ahmad Khatib. Lihat selengkapnya dalam Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia,

Jakarta: PT Pustaka LP3ES, Cet VIII, 1996, hlm. 85. 102 Syamsul Hidayat dkk, Studi Ke-Muhammadiyahan (Kajian Historis, Ideologi dan

Organisasi), Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar (LPID), hlm. 243

Page 51: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

38

38

khufarat, Sedangkan kegelisahan moral di sebabkan oleh kaburnya batas

antara baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas.103

Muhammadiyah berdiri untuk mengadakan tajdid atau perubahan yang

bermakna mengembalikan wajah beku dari sistem Islam yang ditampilkan

pemeluknya ketika itu utuk dikembalikan kepada dasar-dasar yang asli dari al-

Qur’an dan Al-Sunnah. Seluruh sistem ajaran dan struktur sosial serta

kerangka berpikir tradisional dirombak menjadi yang sesuai dengan ajaran

Islam.104

Pada tahun-tahun pertama organisasi Muhammadiyah ingin

menggembirakan orang dalam mengamalkan ajaran agama Islam,

Mengamalkan ajaran agama haruslah membuahkan kesejukan dan

kegembiraan bukannya kegelisahan, untuk merealisasikan tujuan itu maka

Muhammadiyah mendirikan sekolah untuk mencerdaskan umat, membentuk

mubalig dan mubalighat untuk kemudian diterjunkan ke tengah masyarakat

luas untuk menyiarkan ajaran Islam dan menyiarkan agama Islam melalui

media cetak yang pada waktu itu bentuknya sangat sederhana dan dibagikan

secara cuma-cuma, serta melancarkan usaha untuk menolong kesenjangan

umum yang menjadi cikal bakal Pelayanan Kesehatan Umat (PKU), rumah-

rumah yatim dan miskin.105

Daerah operasi organisasi Muhammadiyah ini mulai berkembang pada

tahun 1917 setelah Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta dan

103 M. Yunan Yusuf dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2005, hlm. 251 104 Umar Hasyim, Muhammadiyah Jalan Lurus dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi, Dan

Pendidikan (Kritik Dan Terapinya), Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet I, 1990, hlm. 472 105 M. Yunan Yusuf dkk, op.cit, hlm. 252

Page 52: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

39

39

KH.Ahmad Dahlan sebagai Sahibul Bait mampu mempesona peserta kongres

melalui Tablignya, dalam kongres itu banyak permintaan untuk mendirikan

cabang Muhammadiyah di Jawa sehingga pengurus Muhammadiyah

menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabang-

cabangnya. Untuk maksud ini anggaran dasar dari organisasi itu yang

membatasi diri pada kegiatan-kegiatan di Yogyakarta saja haruslah lebih

dahulu diubah. Ini dilakukan pada tahun 1920 ketika mana bidang

Muhammadiyah diluaskan meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun

berikutnya 1921 ke seluruh Indonesia.106

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sebagai organisasi

kemasyarakatan, Muhammadiyah tidak hanya menangani masalah-masalah

pendidikan saja, tetapi juga melayani berbagai usaha pelayanan masyarakat

seperti kesehatan, pemberian hukum (fatwa), panti asuhan, penyuluhan dan

lain-lain. Ini terbukti dengan banyaknya majelis, lembaga serta organisasi

otonom yang menangani masalah-masalah sosial kemasyarakatan.107

Saat ini Muhammadiyah memiliki 9 majelis yaitu: Majelis Tarjih,

Majelis Tabligh, Majelis Pustaka, Majelis Pendidikaan Tinggi, Majelis

Pendidikaan Dasar dan Menengah, Majelis Pembina Kesehatan, Majelis

Kesejahteraan Sosial, Majelis Ekonomi, serta Majelis Waqaf dan

Kehartabendaan.108

106 Deliar Noer, op.cit, hlm. 87 107Asmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2004, hlm. 4 108 Ibid

Page 53: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

40

40

Salah satu dari bagian Muhammadiyah adalah Majelis Tarjih.109

Majelis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam

persyarikatan karena selain berfungsi sebagai pembantu pimpinan

persyarikatan Majelis Tarjih juga memiliki tugas untuk memberikan

bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada

umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah pada khususnya.110

Majelis Tarjih selain berfungsi sebagai pembantu pimpinan

persyarikatan juga berfungsi mengeluarkan fatwa/ memastikan hukum tentang

masalah-masalah yang dipertikaikan masyarakat muslim. Oleh karena itu

obyek penelitian Majelis Tarjih meliputi masalah-masalah khilafiyah yang

pada waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah, kemudian majelis tarjih

itulah yang menetapkan pendapat mana yang dianggap paling kuat untuk

diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya

majelis ini tidak sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyah saja akan

tetapi mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan baru atau

kontemporer.111

Keputusan yang di ambil dalam masalah-masalah khilafiyah tidak

selamanya berada dalam lingkup madzhab empat. Salah satu contohnya adalah

dalam Muktamar Tarjih di Klaten pada tahun 1979-1980 yang membicarakan

109 Majelis Tarjih terdiri dari dua kata yaitu Majelis dan Tarjih. Majelis berarti dewan

sedangkan Tarjih dalam term Ushul Fiqh adalah mengukuhkan salah satu dalil yang bertentangan

yang seimbang kekuatannya dengan menyatakan kelebihan dalil yang satu dari dalil yang lain. Jadi

Majelis Tarjih adalah badan/ dewan yang berwenang melakukan kegiatan penetapan hukum

melalui prosedur pemilahan salah satu pendapat di antara beberapa pendapat yang dalilnya lebih

kuat. Lihat dalam Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu studi

perbandingan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993, hlm. 90-91 110 Ahmad Zain An Najah, Majelis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan Penyempurnaan

dan Pengembangan), makalah disampaikan dalam FORMAT (Forum Kader Ummat) hlm.2 111 Syamsul Hidayat dkk,op.cit, hlm.101

Page 54: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

41

41

masalah pencangkokan mata, jantung, dan organ tubuh lainnya yang hasilnya

belum dipublikasikan tapi sudah diumumkan, mana hal-hal yang

diperkenankan dan mana yang diharamkan. Bila pencangkokan itu lebih

bermafaat dan tidak merugikan orang lain dan ada unsur saling merelakan

kedua belah pihak, itu diperkenankan, akan tetapi apabila mudharatnya lebih

banyak dan ada unsur ketidakrelaan dari kedua belah pihak maka itu

diharamkan.112

Dalam menarjihkan masalah-masalah yang baru Majelis Tarjih

melibatkan mereka yang di luar alur ulama, seperti dokter, ahli ekonomi, dan

sebagainya. Sidang pun lebih menyerupai seminar dengan di dahului

pembacaan masalah-masalah oleh beberapa ahli dalam bidangnya dan

kemudiaan isi makalah itulah yang ditarjihkan oleh Majelis Tarjih113

.

Disamping itu Majelis Tarjih berkewajiban memberikan tuntunan

amalan Islam murni kepada warga Muhammadiyah setelah hasil tuntunan dan

keputusan Majelis Tarjih itu ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat

Muhammadiyah.

Adapun tugas Majelis ini secara rinci:

a. Menggiatkan dan memperdalam penyelidikan ilmu dan hukum Islam untuk

mendapatkan kemurnianya

b. Merumuskan tuntunan Islam terutama dalam bidang-bidang, tauhid dan

muamalah yang akan dijadikan sebagai pedoman hidup anggota dan

keluarga Muhammadiyah.

112 M. Yunan Yusuf dkk, op.cit, hlm. 382 113 Arbiyah Lubis, op. cit, hlm. 95.

Page 55: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

42

42

c. Menyalurkan perbedaan-perbedaan paham mengenai hukum-hukum ke arah

yang lebih maslahat

d. Memperbanyak dan meningkatkan kualitas ulama-ulama Muhammadiyah.

e. Memberi fatwa dan nasehat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baik

diminta ataupun tidak diminta, baik mengenai hukum Islam atau jiwa ke-

Islaman, bagi jalanya kepemimpinan, maupun pelaksanaan gerak amal

usaha Muhammadiyah.114

Qaidah tersebut kemudian dikuatkan oleh keputusan Muktamar ke-40

di Surabaya tanggal 24-30 Juni 1978 pada Bab 6 halaman 20 sebagai berikut:

a. Meningkatkan usaha penelitian ilmu-ilmu agama untuk landasan hukum

dan dorongan bagi kemaslahatan dan kemajuan masyarakat.

b. Meningkatkan penelitian tentang hukum Islam untuk pemurnian tentang

hukum Islam untuk pemurnian pemahaman syariat dan kemajuan hidup

beragama dan mengaktifkan jalannya pendidikan ulama dengan

mendirikan perguruan dan kursus-kursus.

c. Memperbanyak dan meningkatkan mutu ulama, antara lain dengan

menyelenggarakan latihan khusus bagi angkatan muda lulusan perguruan

tinggi.

d. Lebih meningkatkan terselenggaranya forum pembahasan tentang

masalah-masalah agama dan hukum islampada khususnya, serta masalah-

masalah lain yang mempunyai hubungan dengan agama/ hukum agama.

114 M. Yunan Yusuf dkk, loc.cit.

Page 56: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

43

43

e. Agar dapat diterbitkan kitab fiqh Islam berdasarkan keputusan Tarjih.115

Agar tidak terjadi kevakuman hukum, maka terhadap masalah-masalah

yang mendesak dan memerlukan keputusan yang cepat, Majelis Tarjih dapat

melakukan kajian, penelitian, tarjih dan ijtihad terhadap masalah-masalah

yang masuk, dan hasilnya berupa fatwa Majelis Tarjih yang nantinya juga

dilaporkan ke persidangan Lajnah. Dari uraian mengenai tugas Majelis Tarjih

tersebut dapat diketahui bahwa keputusan Majelis Tarjih meliputi berbagai

bidang dalam hukum Islam sehingga keberadaan Majelis Tarjih sekaligus juga

sebagai lembaga fatwa Muhammadiyah.

B. Metode Hisab dan Rukyah Muhammadiyah dalam Penentuan Awal

Bulan Kamariyah dalam Konsep Matla’ fi Wilayatil Hukmi.

Sebagaimana tugas pokok dan kegiatan Majelis tarjih yang meliputi

berbagai bidang, maka persoalan hisab rukyah pun juga merupakan produk

ijtihad Majelis Tarjih.

Kebijakan masalah hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam

keputusan Muktamar Khususi di Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun

1972 yang berbunyi:

1. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih untuk

berusaha mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kesempurnaan

penentuan hisab dan mematangkan persoalan tersebut untuk kemudian

membawa acara itu pada muktamar yang akan datang.

2. Sebelum ada ketentuan Hisab yang pasti, mempercayakan kepada PP

Muhammadiyah untuk menetapkan 1 Ramadhan,1 Syawal serta 1

Dzulhijjah.

3. Selambat-lambatnya 3 bulan sebelumnya, PP Muhammadiyah Majelis

Tarjih sudah mengirimkan segala perhitungannya kepada Pimpinan

115 Ibid

Page 57: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

44

44

Wilayah Muhammadiyah untuk mendapatkan koreksi yang hasilnya

segera dikirimkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih.

4. Tanpa mengurangi keyakinan/pendapat para ahli falak di lingkungan

keluarga Muhammadiyah, maka untuk menjaga ketertiban organisasi

setiap pendapat yang berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah

supaya tidak disiarkan116

.

Dari keputusan Muktamar Majelis Tarjih pada mulanya

Muhammadiyah menempatkan antara hisab dengan rukyah sebagai penentuan

awal bulan Kamariyah, namun seiring berkembangannya ilmu pengetahuan

terutama dalam hal ilmu astronomi modern yang sudah mencapai tingkat yang

meyakinkan maka Muhammadiyah menggunakan hisab dalam penentuan awal

bulan Kamariyah. Hisab Muhammadiyah mengalami perkembangan menuju

kesempurnaan sejalan dengan adanya temuan-temuan baru sains modern dan

penggunaanya pun semakin menguat dan dominan.

Dalam penentuan awal bulan Kamariyah metode hisab yang

dikembangkan oleh Muhammadiyah adalah hisab hakiki dengan kriteria

Wujudul hilal117

(bulan telah wujud di atas ufuk). Dalam hisab hakiki Wujudul

hilal bulan baru Kamariyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria yaitu:

1. Telah terjadi ijtima’ (konjungsi)

2. Ijtima’ (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam.

3. Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk

(bulan baru telah wujud).118

116 PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah,

Yogyakarta;cet III, tt, hlm.370 117 Wujudul hilal di sini cukup di hitung dari satu bagian wilayah Indonesia, jadi Hilal

sudah positif meski derajatnya baru 1 derajat atau bahkan kurang bisa diputuskan masuk bulan

baru 118 Tim Majelis Tajih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah,

Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Cet II, 2009, hlm. 78

Page 58: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

45

45

Mengenai metode hisab yang memenuhi persyaratan adalah hisab yang

paling mutakhir. Perhitungan hisab dengan data-data yang paling akurat dan

tepat. Dalam lintasan sejarah, pedoman hisab yang digunakan oleh

Muhammadiyah terus berkembang mulai dari Hisab Hakiki KH Wardan,

sampai sekarang menggunakan pedoman hisab yang up to date seperti

Almanak Nautika maupun Ephemeris Hisab Rukyah. Pedoman itu akan

senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan data-data Kontemporer.

Jika nanti ditemukan pedoman yang lebih mutakhir dan lebih modern, tidak

menutup kemungkinan pedoman itu yang akan digunakan oleh

Muhammadiyah.119

Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah tertuang juga dalam

keputusan Munas Tarjih ke-25 tahun 2000 di Jakarta yang isinya;

1. Hisab hakiki dan rukyat sebagai pedoman penetapan awal bulan

Kamariyah memiliki kedudukan yang sama.

2. Hisab hakiki yang digunakan dalam penentuan awal bulan Ramadhan,

Syawal dan Dzulhijjah adalah hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal.

3. MatIa' yang digunakan adalah Matla’ yang didasarkan pada wilayatul

hukmi.

4. Mengusulkan kepada MTPPI PPM untuk :

a. Meninjau kembali pernyataan "Apabila Ahli Hisab menetapkan bahwa

bulan belum nampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan,

padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga;

manakah yang mu'tabar? Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah

yang mu'tabar" sebagaimana termaktub dalam HPT.

b. Memasukkan Ilmu Falak dalam kurikulum sekolah sekolah, Pesantren,

dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

c. Menyusun buku-buku panduan dan rujukan hisab dan rukyat yang

digunakan oleh Muhammadiyah.

d. Membina kader-kader tenaga teknis hisab atau ahli ilmu falak di

masing-masing Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.120

119 Lihat dalam M. Taufiq, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah Dalam

Penetapan Awal Bulan Kamariyah, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo 2005, hlm. 40 120 “Himpunan Putusan Tarjih tentang Penanggalan Hijriyah” dalam

www.ilmufalak.org/index.php?option=com diakses tanggal 23 Juni 2009.

Page 59: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

46

46

Keputusan Munas Tarjih ke-25 tahun 2000 di Jakarta kemudian

disempurnakan lagi dalam keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 di

Padang yang isinya;

1. Hisab mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama dengan Rukyah

sebagai pedoman penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan

Dzulhijjah. Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah :

a. Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185

… �H���N �"%F�y �Q9R�'�( ���F��� �4���:���)�N …

Artinya: "... karena itu, barang siapa diantara kamu yang

menyaksikan bulan Ramadhan itu, maka hendaklah ia

berpuasa pada bulan itu, ... " (QS. al-Baqarah, 2: 185)

b. Al-Qur'an Surat Yunus ayat 5

���� ���� � ���� ������� ������� ���������� ����� �!���"�#�� �$%&��'�( �����)���*� �+�"�, �-%'./� �0��/�1���� ��( �2�)�3 �4)� �5��6 �%7 .2�1��%8 9 .:�;�< �=��<>�� ?@����� A����)���<

Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahaya dan ditetapkan Nya manzilah-manzilah

(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu

mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (QS.

Yunus: 5)

c. Hadits dari Abdullah bin Umar

�H�, �"�_�, vB� %H�8 �����, G���� wB� �F ,� A�e �$��E�� vB� C)�D wB� �4���)�, �Q)�E�� ���f�6 �A��g�(�� �$����N �I ���(��:�J C�*�L ������J �$�M%F�� �I�� �����T�;�J C�*�L �!�����J �A%d�N �Q9S �Q9R���)�, �����"�#��N �4� )!��� ���k_� � Q)/((

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a. bahwasanya

Rasulullah saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan

berkata: Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat

hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu

melihat hilal. Bila awan menutup penglihatanmu maka

perkirakanlah (kadarkanlah).”(HR. al-Bukhari dan

Muslim)

Page 60: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

47

47

2. Hisab sebagaimana tersebut pada poin satu yang digunakan oleh Majelis

Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat

Muhammadiyah ialah Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul hilal. Adapun

dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah :

a. AI-Qur'an Surat Ar-Rahman ayat 5:

������� ���������� A��_�/�1%8 Artinya: "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”

(QS. ar-Rahman,55: 5)

b. Al-Qur’an Surat Yasin ayat 40:

I������� G�z�_�'�< ��F� �A�e �{%��"�J �������� �I�� 9 ��)� �2%8��E %���F�'� | 9f�� G�N 5�)�N �A��1�_�/�<

Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan

malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-

masing beredar pada garis edarnya. (QS. Yasin, 36: 40)

3. Matla’ yang digunakan adalah matla’ yang didasarkan pada Wilayatil

Hukmi (Indonesia).

Adapun dalil dalil yang digunakan adalah :

a. Hadits dari Kuraib :

�H�, ?\�<��9f A�e �@9e % �g�;�� �a�'%8 �r%���1�� �4�*�s���8 C�%7 �Z�<%�����( %@����%8 �$��# �a�(�"���N ����@� �a���g���N ��F�*����L %F�*�E��� �G�)�, 9A��g�(�� �� �e�� %@����%8 �a�<�e���N �$�M%F�� �Z�)���

�Z�����t�� �Q9l �a�(�"�# �Z�'<�"���� G�N %��3u %��F��� G%'���/�N �"�_�, vB� �H�8 ?b��_�, G���� wB� �4�'�, �Q9l ���f�6 �$�M%F�� �$����N C�*�( �Q�*�<�e�� �$�M%F�� �a�)9��N �!��'�<�e�� �Z�)��� �Z�����t�� �$����N �a� �e

�4�*�<�e�� �a�)9��N �Q��� �!u���� �b��'� ���(��D�� �@��D�� 9Z�<%�����( �$����N ��'�R� �!��'�<�e�� �Z�)��� �a�_�/� �M�N 9$��x� �@��:� C�*�L � ���R� �-�l�M�l ���e �!���� �a�)9��N ���e �I G�;�*�R�J �Z�<�[��%8 �Z�<%�����(

�4�(����D�� �$����N �I ����R�� �� ���(�e 9$��E�� vB� C)�D wB� �4���)�, �Q)�E�� �5�y�� C���1�< �H�8 C���1�< G�N G�;�*�R� ���e G�;�*�R�J )!��� Q)/((

Artinya: "Dari Kuraib (diriwayatkan bahwa) sesungguhnya Ummu Fadhl

binti al-Harits mengutusnya menemui Muawiyah di negeri

Syam. Ia berkata: Saya tiba di negeri Syam dan melaksanakan

keinginannya. Dan masuklah bulan Ramadlan sementara saya

berada di negeri Syam. Saya melihat hilal pada malam hari

Jum’at, Selanjutnya saya kembali ke Madinah pada akhir bulan

Ramadlan. Lalu Abdullah bin Abbas r.a. bertanya kepada saya

dan menyebut tentang hilal. Ia bertanya: Kapan kalian melihat

Page 61: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

48

48

hilal? Saya menjawab: Kami melihat hilal pada malam hari

Jum’at. Ia bertanya lagi: Apakah kamu sendiri yang

melihatnya ? Maka jawab Kuraib, Benar, dan orang yang lain

juga melihatnya. Karenanya Muawiyah dan orang-orang di

sana berpuasa. Lalu Abdullah ibn Abbas berkata: Tetapi kami

melihat hilal pada malam hari Sabtu, karenanya kami akan

terus berpuasa hingga 30 hari (istikmal) atau kami melihat hilal

sendiri. Saya (Kuraib) bertanya: Apakah kamu (Abdullaah ibn

Abbas) tidak cukup mengikuti rukyatnya Mu’awiyah (di

Syam) dan puasanya. Abdullah ibn Abbas menjawab : Tidak,

demikianlah yang Rasulullah saw perintahkan kepada kami."

(HR. Muslim)

b. Keumuman Hadits lbn Umar

�H�, �"�_�, vB� %H�8 �����, G���� wB� �4�'�, A�e �$��E�� vB� C)�D wB� �4���)�, �Q)�E�� ���f�6 �A��g�(�� �$����N �I ���(��:�J C�*�L �����J� �$�M%F�� �I�� �����T�;�J C�*�L �!�����J �A%d�N �Q9S �Q9R���)�, �����"�#��N �4� ) !��� ���k_� � Q)/((

Artinya: "Dari Abdullah bin Umar r.a. (di Riwayatkan bahwa) Rasulullah

saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan berkata:

Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan

jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilal. Bila

awan menutup penglihatanmu maka perkirakanlah

(kadarkanlah). (HR. al-Bukhari dan Muslim).

4. Apabila Garis Batas Wujudul hilal pada awal bulan Kamariyah tersebut di

atas membelah wilayah Indonesia, maka kewenangan menetapkan awal

bulan tersebut diserahkan kepada Kebijakan Pimpinan Pusat

Muhammadiyah.121

Melihat dari keputusan Majelis Tarjih tentang penentuan awal bulan

Kamariyah dapat diketahui bahwa Muhammadiyah dalam penentuan awal

bulan Kamariyah menggunakan hisab hakiki dengan kriteria WujudL hilal

dalam penentuan awal bulan Kamariyah akan muncul istilah garis batas

Wujudul hilal yakni tempat-tempat yang mengalami terbenam matahari dan

bulan pada saat yang bersamaan, jika tempat-tempat tersebut dihubungkan

121 Ibid

Page 62: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

49

49

maka akan terbentuk sebuah garis, garis inilah yang kemudian disebut dengan

garis batas wujudul hilal.122

Garis batas wujudul hilal akan membelah menjadi dua wilayah yaitu

wilayah yang berada disebelah barat garis batas wujudul hilal dan wilayah

yang berada disebelah timur garis batas wujudul hilal. Wilayah yang berada

disebelah barat garis batas wujudul hilal, Matahari akan terbenam terlebih

dahulu dari pada Bulan dan pada saat terbenam Matahari itu Bulan berada di

atas ufuk sehingga Bulan telah wujud dan pada saat itu juga sudah masuk

bulan baru sedangkan wilayah yang berada di sebelah timur garis batas

wujudul hilal Bulan lebih dahulu terbenam dari pada Matahari sehingga Bulan

berada di bawah ufuk dengan kata lain bulan belum wujud pada saat Matahari

terbenam, sehingga bulan baru belum masuk melainkan masih termasuk bulan

yang sedang berlangsung.123

Berdasarkan penjelasan mengenai perbedaan posisi Bulan akibat garis

wujudul hilal di atas yang berdampak pada masuknya bulan baru, maka

perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariyah lebih dikarenakan adanya

perbedaan garis batas wujudul hilal. Supaya tidak terjadi perbedaan dalam

penentuan awal bulan Kamariyah maka Muhammadiyah memberlakukan

matla’ fi wilayatil hukmi124

dalam penentuan awal bulan Kamariyah meskipun

dalam putusan Munas Tarjih dijelaskan bahwa kewenangan dalam penentuan

122 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah Dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), Jakarta; Erlangga, 2007, hlm. 15 123

Ibid, hlm. 125-126 124 Matla’ fi wilayatil hukmi yaitu keberlakuan hilal untuk satu wilayah di manapun

diwilayah kawasan nusantara dianggap berlaku diseluruh wilayah Indonesia lihat dalam Susiknan

Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005, hlm.101

Page 63: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

50

50

awal bulan Kamariyah diserahkan oleh kebijakan Pimpinan Pusat

Muhammadiyah, Namun karena Muhammadiyah menganut matla’ fi wilayatil

hukmi sesuai dengan putusan Munas Tarjih Jakarta dan Padang maka

penanggalan Kamariyah harus sama di seluruh wilayah hukum Republik

Indonesia.

C. Latar Belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan Awal

Bulan Kamariyah dalam Konsep Matla’ fi Wilayatil Hukmi

Matla’ jika dikaitkan dengan studi kalender hijriah mengarah pada

batas geografis keberlakuan rukyah. Dalam pengertian ini kemudian muncul

terminologi ikhtilaf matla’.125

Kajian tentang ikhtilaf matla’ senantiasa muncul

ke permukaan ketika umat Islam akan menetapkan awal dan akhir bulan

Ramadhan setiap tahun. Oleh karena itu pembahasan ikhtilaf matla’ di

berbagai wilayah Islam difokuskan pada persoalan awal penampakan hilal

menjelang puasa Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan.

Persoalan yang menjadi objek kajian ulama adalah apakah

penampakan hilal Ramadhan atau hilal hari raya Idul Fitri di suatu wilayah

harus diikuti pula oleh wilayah yang belum melihat hilal. Dengan kata lain

bahwa hasil rukyah bersifat global artinya perbedaan tempat penampakan hilal

tidak berpengaruh pada perbedaan memulai puasa atau hari raya Idul Fitri

untuk seluruh wilayah di Bumi ini sehingga apabila suatu wilayah telah

melihat hilal maka wilayah lain berpedoman pada hasil rukyah wilayah

tersebut. Jika demikian halnya maka perbedaan hari memulai puasa tidak akan

125

Ikhtilaf matla’ adalah perbedaan tempat terbitnya hilal disuatu wilayah, Ibid, hlm.76

Page 64: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

51

51

terjadi di seluruh tempat dimuka Bumi ini tanpa membedakan jauh dekatnya

antara wilayah yang melihat hilal dan yang belum melihat hilal.126

Dalam kaitan ini contoh yang jelas adalah para ahli rukyah di Makkah,

pada akhir bulan Syakban telah berhasil melihat hilal, sedangkan di daerah

lain hilal belum kelihatan pada hari yang sama. Dengan dasar hasil rukyah

tersebut pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa puasa Ramadhan

dimulai keesokan harinya. Berdasarkan hasil rukyah di Makkah ini timbul

persoalan apakah kaum muslimin di daerah lain harus mengakui dan

mengikuti hasil rukyah di Makkah tersebut sehingga awal Ramadhan untuk

daerah-daerah lain sama dengan awal Ramadhan di Arab Saudi.127

Para ulama menyadari bahwa tidak dapat diingkari fenomena

munculnya hilal pada setiap daerah waktunya berlainan, apalagi bila daerah

itu saling berjauhan. Rasulullah Saw dalam sabdanya yang berkaitan dengan

hilal yaitu:

����(���D �4�*�<�[��� ������T�N�e�� 4�*�<�[���}W~ Artinya: “Berpuasalah kamu sesudah melihat hilal dan berbukalah

kamu sesudah melihat hilal”

Secara umum hadis di atas menunjukkan bahwa siapa saja yang telah

melihat hilal maka kaum muslimin wajib mengikuti rukyah tersebut, namun

apabila pada tanggal 29 hilal tidak terlihat oleh pandangan mata maka esok

harinya masih ditetapkan sebagai hari ke-30, pemahaman seperti ini bisa

126 Susiknan Azhari, Penggunaaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia (Studi tentang

Interaksi NU dan Muhammadiyah)”, Jogjakarta; Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2006, hlm. 74 127 Ibid., hlm. 75 128 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm.

482

Page 65: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

52

52

dikatakan pemahaman secara lahiriah karena kata rukyah diartikan melihat

dengan mata.

Namun Muhammadiyah dalam menentukan penggunaan metode hilal

sebagai penentu awal bulan tidak mendasarkan pada hadits di atas, melainkan

pada hadits Nabi Saw yang lain yakni:

H, ON� H, B�"_, H8 ��, G�� B� ��F', A� $�E� B� C)D B� 4�), Q)E� �f6 A�g(� $��N : I ��(�:J iL ���J $Mj� I� ���T;J iL !��J A�N QS

QR�), 4���"#�N (!��� Y��k_�)١٢٩

Artinya : “Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah

saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau

bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat

hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuak sebelum

melihatnya lagi.jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR

Bukhari)

Pemahaman hadis di atas tidak hanya memperhatikan makna lahiriah

saja akan tetapi lebih jauh mencari makna yang subtansial dari maksud hadis

diatas yakni mengetahui dan meyakini apakah hilal telah wujud atau belum

pada tanggal 29. Sesuai dengan makna substansial hadis di atas maka istilah

rukyah yang diartikan dengan melihat, oleh Muhammadiyah juga dipahami

dengan melihat menggunakan metode penelitian atau penalaran ilmiah,

Metode tersebut sekarang telah terumus dengan baik dalam ilmu hisab atau

astronomi.

Konsep matla’ adalah batas suatu kawasan geografis yang mengalami

terbit hilal di atas ufuk barat sesudah matahari terbenam sehingga semua

129 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Sahih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr ,tt, hlm.

34.

Page 66: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

53

53

wilayah dalam kawasan tersebut memulai awal bulan pada hari yang sama

akan tetapi muncul perdebatan dalam penerapannya, apakah terbitnya hilal

berlaku bagi seluruh kawasan di belahan bumi ini, ataukah hanya menyangkut

satu kawasan tertentu yang dapat melihat terbitnya hilal secara bersamaan.

Untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif dari adanya

perbedaan tentang awal masuknya bulan Kamariyah, maka kemudian

Muhammadiyah menentukan kebijakan mengenai persamaan pemberlakuan

hasil rukyah untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena

Muhammadiyah sendiri pernah mengalami perbedaan internal mengenai

pengukuran ufuk.130

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penerapan

konsep matla’ fi wilayatil hukmi di kalangan Muhammadiyah tidak lain adalah

untuk mengantisipasi timbulnya perbedaan internal terkait dengan masuknya

awal bulan Kamariyah.

130 Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Encep Supriyatna, seorang pakar hisab dan

anggota Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PW Muhammadiyah Jawa Barat

sebagaimana dikutip dalam Ahmad Izzudin, op. cit., hlm. 148.

Page 67: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

54

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH

DALAM KONSEP MATLA’ FI WILAYATIL HUKMI

A. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan

Qamariyah Dalam Konsep Matla’ fi Wilayatil Hukmi

1. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan

Sejarah pedoman hisab yang digunakan Muhammadiyah terus

berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini terlihat dari pedoman yang

digunakan Muhammadiyah yaitu mulai dari hisab hakiki KH. Wardan

sampai sekarang menggunakan pedoman hisab yang up to date seperti

almanak Nautika yang dikeluarkan TNI Angkatan Laut Dinas Oceanografi

yang terbit setiap tahun maupun Epimeris hisab rukyah.131

Meski

memiliki pedoman tersebut, Muhammadiyah tidak lantas secara serta

merta mengikuti penanggalan yang ada dalam pedoman itu melainkan

dipadukan dengan metode hisab yang dipilih dan dilaksanakan oleh

Muhammadiyah, yakni metode hisab wujudul hilal.132

Metode hisab wujudul hilal sebagai penentuan awal bulan

qamariah Muhammadiyah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

131 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah Dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), Jakarta; Erlangga, 2007, hlm. 124 132 Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Muktamar Tarjih di Pencongan

Wiradesa Pekalongan 1972, Keputusan Munas Tarjih ke-25 di Jakarta dan Keputusan Munas

Tarjih ke-26 di Padang. Dari keputusan tersebut dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah

menggunakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan

prinsip matla’ fi wilayatil hukmi (berlaku di seluruh wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan

hukum) dalam penentuan awal bulan qamariyah. Putusan Muktamar di Pekalongan, Jakarta dan

Padang terangkum dalam “Himpunan Putusan Tarjih tentang Penanggalan Hijriyah” dalam

www.ilmufalak.org/index.php?option=com diakses tanggal 23 Juni 2009.

Page 68: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

55

dipisahkan. Maksud dari kesatuan yang tidak dapat dipisahkan adalah

bahwa ketiga kriteria dalam wujudul hilal, yakni ijtima’, ghurub, dan

bulan di atas ufuk harus terpenuhi semuanya. Apabila salah satu tidak

terpenuhi, maka wujudul hilal tidak terlaksana dan itu berarti belum terjadi

pergantian bulan. Sebaliknya, apabila ketiga kriteria tersebut telah

terpenuhi, maka telah ada pergantian bulan dari bulan lama menuju bulan

baru.133

Operasionalisasi metode hisab wujudul hilal secara tidak langsung

menunjukkan totalitas perhitungan yang digunakan oleh Majelis Tarjih

dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menurut penulis, disebut

demikian karena dalam metode wujudul hilal terkandung penerapan ilmu

astronomi dengan tanpa meninggalkan syari’ah yang telah diajarkan oleh

Nabi Muhammad Saw yang men-sunnah-kan untuk memperhatikan hilal

dengan jalan rukyat. Hal ini terlihat dari hadits beliau berikut ini:

H, H8� ��, G�� B� ��F', $�# $�# $�E� B� C)D B� 4�), Q)E� �P� �F�� O/J A���,� MN ��(�:J KL !��J I� ���T;J KL !��J A�N

QS QR�), 4���"#�N ) !��� Q)/((١٣٤

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu

bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum

melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan

jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim)

133 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah,

Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Cet ke-2, 2009, hlm. 78-80. 134 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I, Beirut: Daar al-Fikr, t.t.,

hlm. 481.

Page 69: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

56

Penerapan ilmu astronomi sendiri tidaklah bertentangan dengan

perintah Allah sebagaimana termaktub dalam salah satu firman-Nya

berikut ini:

���� ���� � ���� ������� ������� ���������� ����� �!���"�#�� �$%&��'�( �����)���*� �+�"�, �-%'./� �0��/�1���� ��( �2�)�3 �4)� �5��6 �%7 .2�1��%8 9 .:�;�< �=��<>�� ?@����� A����)���<

Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-

tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui

bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak

menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak [669].

dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

orang yang Mengetahui. (Q.S. Yunus: 5)135

Kandungan firman di atas menunjukkan bahwa Allah telah

menetapkan adanya perhitungan waktu dalam perjalanan Matahari dan

Bulan sebagai hikmah bagi umat manusia. Dengan demikian jelas bahwa

perhitungan untuk menentukan awal bulan dengan menggunakan metode

perhitungan posisi Matahari dan Bulan dalam lingkup ijtima’, ghurub dan

posisi pada saat ufuk tidaklah salah apalagi bertentangan dengan syari’ah

Islam.

Dua dalil yang berasal dari al-hadis dan ayat al-Qur’an di atas

sekaligus menjadi penguat terhadap totalitas metode hisab yang dilakukan

oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam aspek astronomi

dan tradisi yang diajarkan oleh Nabi (rukyat). Aspek astronomi terlihat

135 [669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah

dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah. Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya,

Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm 306.

Page 70: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

57

dalam proses perhitungan untuk menentukan ijtima’, ghurub, maupun

posisi Bulan saat ufuk. Sedangkan aspek rukyat secara tidak langsung

terkandung dalam perhitungan penentuan posisi Bulan saat ufuk. Melalui

perhitungan tersebut dapat diperkirakan bagaimana posisi bulan pada saat

ufuk; apakah di atas matahari yang berarti akan tenggelam setelah

matahari tenggelam, ataukah di bawah posisi matahari yang berarti akan

tenggelam mendahului matahari.

Jadi sebenarnya dalam metode hisab wujudul hilal yang digunakan

oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah terkandung aspek

rukyat yang terwujud dalam bentuk perhitungan. Dengan demikian,

melalui hisab wujudul hilal untuk mengetahui posisi bulan saat ufuk tidak

perlu menunggu saat matahari akan tenggelam namun dapat ditentukan

beberapa jam sebelum peristiwa tersebut.

2. Analisis Konsep Matla’ fi Wilayatil Hukmi dalam Penentuan Awal Bulan

Pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dilaksanakan dalam konsep

matla’ fi wilayatil hukmi yakni diberlakukan untuk seluruh wilayah

hukum.136

Dalam konteks Muhammadiyah, pemberlakuan konsep matla’ fi

wilayatil hukmi hanya mencakup wilayah hukum Indonesia saja. Dengan

demikian, wilayah hukum selain Indonesia tidak perlu menjadikan hasil

hisab Muhammadiyah sebagai penentuan awal bulan.

Penerapan kesatuan wilayah untuk pelaksanaan hasil hisab Majelis

Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan

136 Penjelasan mengenai istilah matla’ fi wilayatil hukmi dapat dilihat dalam Susiknan

Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005, hlm.101.

Page 71: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

58

mungkin tidak akan menimbulkan permasalahan secara syari’at manakala

wilayah yang berada dalam kesatuan wilayah hukum tersebut memiliki

kesamaan hasil perhitungan. Namun apabila terjadi perbedaan hasil

perhitungan yang disebabkan keberadaan garis wujudul hilal yang

membelah bagian tengah wilayah tersebut, maka tentu akan menghasilkan

perhitungan yang berbeda pula mengenai penentuan awal bulan.

Contoh kasus adalah penetapan awal Syawal dari Muhamadiyah

tahun 2007. Waktu itu diperkirakan ijtima’ (konjungsi) terjadi pada

tanggal 11 Oktober tepatnya 12.02 WIB. Garis ijtima’ sendiri telah

membelah Indonesia menjadi bagian yang terlewati dan belum terlewati

garis 0 derajat. Berdasarkan hisab tersebut maka Muhammadiyah lalu

menetapkan tanggal 12 Oktober berdasarkan fakta perhitungan tersebut.

Berikut ilustrasinya

Dari gambar di atas terlihat seharusnya Kalimantan Timur,

Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku dan Irian

Jaya (termasuk pula Philipine dan Brunei) belum masuk Syawal sebab

Page 72: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

59

masih di bawah 0 derajat.137

Namun oleh karena berlaku matla’ fi wlayatil

hukmi, maka daerah yang belum masuk syawal tersebut “diperbolehkan”

untuk mengikuti awal bulan syawal sesuai dengan hasil hisab wujudul

hilal, yakni tanggal 12 Oktober.138

Peristiwa di atas jika dikembalikan kepada ketentuan wujudul hilal

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentu akan menjadi

bumerang tersendiri. Disebut demikian karena dalam wujudul hilal berlaku

ketentuan bahwa apabila keadaan matahari dan bulan dalam lingkup

ijtima’, ghurub dan posisi bulan pada saat ufuk secara keseluruhan belum

memenuhi syarat pergantian bulan, maka dianggap tidak terjadi pergantian

bulan. Dengan adanya asumsi kesamaan melalui konsep matla’ fi wilayatil

hukmi berarti secara tidak langsung putusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP

Muhammadiyah tersebut bertentangan atau tidak bersesuaian dengan

kesepakatan yang telah disepakati terkait dengan syarat pergantian bulan.

Dengan demikian, pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dalam

konsep matla’ fi wilayatil hukmi PP Muhammadiyah kurang sesuai dengan

kaidah penentuan awal bulan yang dijadikan dasar oleh PP

Muhammadiyah.

137 Menurut Susiknan Azhari, wilayah yang berada disebelah barat garis batas wujudul

hilal, Matahari akan terbenam terlebih dahulu dari pada Bulan dan Bulan berada di atas ufuk

sehingga Bulan telah wujud dan sudah masuk bulan baru; sedangkan wilayah yang berada di

sebelah timur garis batas wujudul hilal Bulan lebih dahulu terbenam dari pada Matahari sehingga

Bulan berada di bawah ufuk dan Bulan belum wujud pada saat Matahari terbenam. Hal ini berarti

bahwa bulan baru belum masuk melainkan masih termasuk Bulan yang sedang berlangsung.

Sebagaimana dijelaskan dalam Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Teori Dan Praktek), Yogyakarta;

Suara Muhammadiyah, cet I, hlm. 125-126. 138 Dijabarkan oleh penulis dari Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor

03/MLM/I.0/E/2007 tentang Penetapan 1 Syawal 1428 Hijriyah.

Page 73: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

60

B. Analisis Latar Belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan

Awal Bulan Qamariyah dalam Konsep Mathla’ fi Wilayatil Hukmi

Latar belakang pemikiran Muhammadiyah dalam penentuan awal

bulan qamariyah dalam konsep matla’ fi wilayatil hukmi – sebagaimana telah

dijelaskan dalam Bab III – dilatarbelakangi terjadinya perbedaan matla’ antar

berbagai wilayah di belahan bumi. Hal ini tidak berlebihan karena di kalangan

para ulama juga tidak jarang terjadi perselisihan pendapat tentang terlihatnya

hilal di kawasan negeri tertentu apakah ru’yah tersebut berlaku bagi seluruh

kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, ataukah hanya berlaku pada masing-

masing negeri berdasarkan ru’yat atau perhitungan mereka sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa konsep matla’ fil

wilayatil hukmi yang diterapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP

Muhammadiyah dapat diterima sebagai bentuk penghindaran mafsadat dengan

jalan untuk menyeragamkan pandangan mengenai penentuan awal bulan

qamariah. Dapat dimaklumi dan diterima bahwa yang memiliki hak otoritas

adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan bukan masing-masing Pimpinan

Cabang Muhammadiyah. Apabila diserahkan pada masing-masing Pimpinan

Cabang, maka akan terjadi khilafiyah dalam menentukan awal bulan yang

diakibatkan perbedaan wilayah antar cabang dalam posisi garis wujudul hilal.

Selain berlaku bagi kesatuan wilayah hukum, konsep matla’ fi

wilayatil hukmi Muhammadiyah secara tidak langsung juga terkandung

prinsip tidak bertentangan dengan keputusan pusat peradaban Islam, yakni

Page 74: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

61

Mekkah. Hal ini dapat dilihat dalam dengan penentuan puasa Arafah dengan

ilustrasi sebagai berikut:139

Garis A adalah garis terbenamnya Matahari dan Bulan bersamaan.

Sedangkan kurve B menunjukkan bahwa kawasan di dalam kurve B tersebut –

berdasarkan konsep wujudul hilal – hilal Syawal terjadi pada sore Kamis 11

Oktober 2007. Selain itu, dari gambar garis wujudul hilal di atas dapat

dijelaskan bahwa pada tahun tertentu, wujudul hilal akan menimbulkan

perbedaan di kalangan umat Islam di dunia dalam melaksanakan puasa Arafah

yang berbeda dengan hari terjadinya wukuf di Arafah (Mekah) secara riil.

Sebagai contoh adalah Zulhijah 1431 H. Pada sore Sabtu (hari konjungsi) 06

November 2010 M, di Mekah tinggi (titik pusat) Bulan geosentrik saat

Matahari terbenam baru mencapai setengah derajat (0,5º). Tinggi toposentrik

malah masih minus. Itu artinya Mekah akan menggenapkan Bulan Zulkaidah

30 hari dan akan memulai tanggal 1 Zulhijah 1431 H pada hari Senin 08

139 Dikembangkan penulis berdasarkan sumber dari “Rukyat Global” Tanya Jawab

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam

www.muhammadiyah.or.id/tarjih/files/.../Fatwa_24_2009_Rukyat_Global.rtf

Page 75: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

62

November 2010 M dan hari Arafah akan jatuh pada hari Senin 15 November

2010 M. Sementara itu di bagian selatan Benua Amerika Latin hilal Zulhijah

terlihat pada hari Sabtu 06 November 2010 H apabila langit cerah. Di ibukota

Cile, Santiago, tinggi Bulan geosentrik adalah 09º 49’ 35”. Itu artinya bahwa

sebagian besar masyarakat Muslim Amerika Latin akan memasuki 1 Zulhijah

pada hari Ahad 07 November 2010 M dan hari Arafah akan jatuh pada hari

Senin 15 November 2010 M. Jadi timbul perbedaan hari mengerjakan puasa

Arafah antara Mekah dan Amerika Latin.140

Penjelasan di atas, menurut penulis, secara tidak langsung

mengindikasikan bahwa penerapan matla’ fi wilayatil hukmi yang berdasarkan

pada kesatuan wilayah kenegaraan masih dapat menimbulkan kemadlaratan

atau minimal tidak dapat dilaksanakan secara konsisten. Dikatakan tidak

konsisten manakala terjadi peristiwa seperti contoh kasus di atas maka konsep

kesatuan wilayah hukum tidak akan berlaku. Di mana pun negara dan

bagaimana pun kondisi kedudukan matahari dan bulan terkait dengan

penentuan awal bulan, pada contoh kasus di atas tentu akan sepakat

menjadikan ukuran hasil perhitungan Makkah sebagai acuan dalam

menjalankan puasa Arafah. Oleh sebab itulah dapat diketahui bahwa

Muhammadiyah juga menerapkan prinsip fleksibel dalam menerapkan konsep

matla’ fi wilayatil hukmi tersebut. Fleksibilitas itu terlihat dengan tidak

berlakunya konsep matla’ fi wilayatil hukmi manakala berhubungan dengan

peribadatan yang memiliki tolok ukur yang berbeda seperti halnya penentuan

140 Ibid.

Page 76: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

63

ibadah puasa Arafah. Oleh karena yang menjadi penentu adalah wilayah

Mekkah, maka dalam menentukan hari untuk puasa Arafah mengacu pada

keputusan dari Mekkah. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa fleksibilitas

konsep matla’ fi wilayatil hukmi Muhammadiyah hanya berlaku manakala

tidak bertentangan dengan hasil keputusan Mekkah.

Keunggulan fleksibilitas matla’ fi wilayatil hukmi Muhammadiyah

tersebut kiranya akan lebih baik lagi manakala memperhatikan aspek

pemenuhan rukun dan syarat suatu ibadah sebagaimana telah dijelaskan di

atas. Tanpa adanya pemenuhan rukun dan syarat, maka suatu ibadah akan

menjadi tidak sah. Hal ini perlu ditegaskan karena dalam konsep matla’ fi

wilayatil hukmi Muhammadiyah, khususnya yang berkaitan dengan penentuan

awal bulan Syawal, ada peluang tidak terpenuhinya rukun dan syarat ibadah.

Maksudnya adalah tidak terpenuhinya rukun waktu dari shalat hari raya Idul

Fitri karena belum memasuki waktunya, yakni bulan Syawal. Apabila hal ini

terjadi tentu bukan menghilangkan mafsadat melainkan malah mendatangkan

mafsadat. Mafsadat yang dimaksud tidak lain adalah karena hilangnya salah

satu rukun dan syarat yang melekat pada ibadah tersebut. Padahal jika salah

satu dari rukun maupun syarat dari suatu ibadah tidak terpenuhi, maka hal

tersebut akan menjadikan cacat atau batalnya suatu ibadah tersebut.

Menurut penulis, konsep matla’ fi wilayatil hukmi perlu diperhatikan

kembali hakekatnya. Kesatuan wilayah hukum – dalam contoh kasus di atas –

tidak dapat diberlakukan dengan memberikan kesamaan awal bulan. Dengan

memberikan kesamaan awal bulan kepada wilayah yang belum memasuki

Page 77: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

64

awal bulan Syawal sama saja berarti memperbolehkan umat Islam untuk

melaksanakan shalat Idul Fitri di akhir bulan Ramadlan. Tentu saja hal ini

tidak sesuai dengan syari’at Islam. Lebih lanjut, idealnya konsep matla’ fi

wilayatil hukmi tidak hanya didasarkan pada wilayah kenegaraan namun lebih

didasarkan pada substansi hukum Islam. Maksudnya adalah perlu kiranya

mempertimbangkan legalitas syari’at peribadatan dalam menentukan konsep

matla’ fi wilayatil hukmi. Apabila disandarkan pada legalitas syari’at

peribadatan, maka yang menjadi dasar konsep matla’ fi wilayatil hukmi pada

contoh kasus di atas bukanlah kesatuan wilayah hukum Indonesia melainkan

kesatuan wilayah hukum shalat Idul Fitri (rukun dan syarat), yakni berlaku

hukum dilaksanakan pada awal bulan Syawal setelah berakhirnya bulan

Ramadlan. Dengan demikian, pemberlakuan matla’ fi wilayatil hukmi tidak

akan mengurangi atau bahkan menghilangkan legalitas syari’at suatu ibadah

yang secara otomatis akan menghasilkan kemadlaratan.

Apabila hal tersebut dilaksanakan, maka jika suatu waktu wilayah

Indonesia terbelah oleh garis wujudul hilal, Majelis Tarjih dan Tajdid PP

Muhammadiyah dapat mempertimbangkan untuk mengambil keputusan yang

mendasarkan pada aspek kesatuan hukum ibadah (rukun dan syarat) meskipun

umat manusia mengalami perbedaan waktu pelaksanaan ibadah tersebut. Hal

ini tidak bermasalah karena perbedaan tersebut dikarenakan sunnatullah dan

bukan karena faktor manusia. Penguatan kebolehan perbedaan akibat hilal

juga telah dicontohkan dalam salah satu hadits Nabi Saw berikut ini:

Page 78: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

65

�H�, ?\�<��9f A�e �@9e % �g�;�� �a�'%8 �r%���1�� �4�*�s���8 C�%7 �Z�<%�����( %@����%8 �$��# �a�(�"���N �@���� �a���g���N ��F�*����L %F�*�E��� �G�)�, 9A��g�(�� �� �e�� %@����%8 �a�<�e���N �$�M%F�� �Z�)���

�Z�����t�� �Q9l �a�(�"�# �Z�'<�"���� G�N %��3u %��F��� G%'���/�N �"�_�, vB� �H�8 ?b��_�, G���� wB� �4�'�, �Q9l ���f�6 �$�M%F�� �$����N C�*�( �Q�*�<�e�� �$�M%F�� �a�)9��N �!��'�<�e�� �Z�)��� �Z�����t�� �$����N �a� �e

�4�*�<�e�� �a�)9��N � �Q�� �!u���� �b��'� ���(��D�� �@��D�� 9Z�<%�����( �$����N ��'�R� �!��'�<�e�� �Z�)��� �a�_�/� �M�N 9$��x� �@��:� C�*�L � ���R� �-�l�M�l ���e �!���� �a�)9��N ���e �I G�;�*�R�J �Z�<�[��%8 �Z�<%�����(

�4�(����D�� �$����N �I ����R�� �� ���(�e 9$��E�� vB� C)�D wB� �4���)�, �Q)�E�� �5�y�� C���1�< �H�8 C���1�< G�N G�;�*�R� ���e G�;�*�R�J (!��� Q)/()

Artinya: “Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Al-Harits

mengutusnya kepada Mu’wiyah di Syam, Kuraib berkata:

Ketika sampai di Syam saya segera menunaikan pesan-pesan

Ummul Fadhl. Kemudian muncullah hilal bulan Ramadan

sementara saya masih berada di Syam dan saya melihatnya

pada malam Jum’at, kemudian saya kembali ke Madinah

pada akhir bulan Ramadan. Lalu Ibnu ‘Abbas bertanya

kepada saya tentang hilal Ramadhan: kapan kalian melihat

hilal? Saya menjawab: kami melihatnya pada malam Jum’at.

Ibnu Abbas bertanya: apakah kamu melihatnya? Saya

katakan: Ya, dan kaum muslimin juga melihatnya, kemudian

mereka memulai puasa dan Mu’awiyah juga berpuasa. Lalu

Ibnu Abbas berkata: kami melihatnya pada malam Sabtu,

maka kami akan melanjutkan puasa sampai tiga puluh hari

atau kami melihat hilal. Saya katakan kepada beliau: apakah

tidak mencukupkan dengan ru’yah dan puasa Mua’wiyah?

Jawab beliau: Tidak, demikianlah Rasulullah SAW

mentitahkan kepada kami.” (HR. Muslim)

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas sekali bahwa dalam konsep

matla’ fi wilayatil hukmi PP Muhammadiyah masih terkandung aspek

madlarat. Disebut demikian karena aspek madlarat yang terkandung tersebut

adalah aspek hilang atau tidak terpenuhinya rukun dan syarat suatu ibadah

yang tentu saja akan berdampak pada keabsahan ibadah yang dilaksanakan.

Page 79: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

66

Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan kembali untuk menyandarkan konsep

matla’ fi wilayatil hukmi pada aspek batas wilayah hukum suatu negara

dengan menggantinya pada aspek kesatuan hukum (rukun dan syarat) yang

terkandung dalam suatu peribadatan. Apabila legalitas ibadah hilang atau

cacat, maka madlarat akan muncul karena masalah ibadah merupakan masalah

umat manusia dengan Allah. Apabila disandarkan pada hadits di atas, idealnya

konsep matla’ fi wilayatil hukmi diberlakukan dengan tidak menyamaratakan

seluruh wilayah dalam memasuki awal bulan Syawal, melainkan membedakan

awal bulan Syawal sesuai dengan keadaan wilayah akibat adanya garis

wujudul hilal. Dengan demikian, konsep matla’ fi wilayatil hukmi hanya

menjadi sifat wilayah di mana keputusan diterapkan di seluruh wilayah

Indonesia, sedangkan hakekat substansi mengenai awal bulan disesuaikan

dengan kondisi masing-masing wilayah sesuai dengan keadaan wilayah akibat

adanya garis wujudul hilal. Jadi secara sederhana, hasil hilal dengan konsep

matla’ fi wilayatil hukmi menurut penulis idealnya dapat diputuskan sebagai

berikut: Putusan berlaku seluruh bagi wilayah Indonesia yang berhubungan

dengan awal masuknya bulan Syawal dengan ketentuan bahwa wilayah yang

telah terjadi hilal (wujudul hilal) telah memasuki bulan Syawal sedangkan

wilayah yang belum terjadi hilal (wujudul hilal) tetap berada pada bulan

Ramadlan dan berlaku ketetapan untuk menggenapkan bulan Ramadlan

menjadi 30 hari.

Oleh sebab itu, meskipun memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas

konsep matla’ fi wilayatil hukmi, dengan adanya madlarat terkait dengan

Page 80: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

67

pelaksanaan keputusan dengan konsep matla’ fi wilayatil hukmi dalam

penentuan awal bulan Syawal maka pelaksanaan konsep tersebut masih

terkandung madlarat. Hal ini tentu kurang sesuai dengan kaidah hukum Islam

yang mengharuskan menghilangkan madlarat dalam pelaksanaan hukum

Islam, yakni

$�x< ���g�١٤١

“Madlarat harus dihilangkan”

141 Teuku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975,

hlm. 436-437.

Page 81: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan pada beberapa Bab yang dulu dapat

disimpulkan bahwa:

1. Metode penentuan awal bulan Kamariyah yang dilaksanakan oleh

Muhammadiyah menggunakan metode hisab. Penggunaan metode ini

menitikberatkan pada penghitungan saat wujudul hilal Sehingga apabila

telah ditemukan penghitungan mengenai waktu wujudul hilal, maka dapat

dipastikan bahwa akan datang bulan Kamariah yang baru. Pemberlakuan

hasil hisab wujudul hilal dalam konsep matla’ fi wilayatil hukmi PP

Muhammadiyah kurang sesuai dengan kaidah penentuan awal bulan yang

dijadikan dasar oleh PP Muhammadiyah, khususnya manakala terjadi

perbedaan wilayah karena terbelah oleh garis wujudul hilal.

2. Konsep matla’ fi wilayatil hukmi Muhammadiyah dilatarbelakangi untuk

menghilangkan perbedaan pendapat mengenai masuknya bulan Kamariyah

yang baru. Konsep tersebut secara tidak langsung mengindikasikan upaya

Muhammadiyah untuk tetap menjaga persatuan umat Islam, khususnya

dalam menghadapi perbedaan penghitungan awal bulan Kamariyah.

Penerapan konsep matla’ fi wilayatil hukmi Muhammadiyah memiliki

keunggulan dalam hal fleksibilitas. Meskipun memiliki keunggulan dalam

hal fleksibilitas konsep matla’ fi wilayatil hukmi, dengan adanya madlarat

Page 82: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

69

terkait dengan pelaksanaan keputusan dengan konsep matla’ fi wilayatil

hukmi dalam penentuan awal bulan Syawal maka pelaksanaan konsep

tersebut masih terkandung madlarat. Hal ini tentu kurang sesuai dengan

kaidah hukum Islam yang mengharuskan menghilangkan madlarat dalam

pelaksanaan hukum Islam, yakni:

$�x< ���g�

“Madlarat harus dihilangkan”

B. Saran-Saran

1. Pemerintah melalui Departemen Agama sudah seharusnya memiliki

tanggung jawab terhadap permasalahan hisab rukyah ini dengan bekerja

sama dengan para ulama dan pakar falak dalam upaya penentuan awal

bulan qamariyah agar tidak terjadi perselihan di tengah masyarakat

menyangkut persoalan penentuan awal bulan qamariyah terutama

terhadap penentuaan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

2. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan terbesar

kedua perlu melakukan kajian ulang terhadap kriteria yang digunakan

dalam penentuan awal bulan qamariyah. Muhammadiyah perlu

membuka diri terhadap solusi yang ditawarkan pemerintah yang

berusaha menyatukan dua mazhab besar dalam wacana hisab rukyah

Indonesia Sehingga potensi perselisihan yang mungkin bisa ditimbulkan

dari perbedaan dalam penentuan awal bulan qamariyah terutama

menyangkut penentuan Puasa, Syawal dan Dzulhijjah akan dapat

dihindari.

Page 83: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

70

3. Ilmu Falak termasuk penentuan awal bulan qamariyah didalamnya

merupakan salah satu ilmu yang langka karena tidak banyak orang yang

mempelajari dan menguasainya. Oleh karena itu hendaknya ilmu ini

tetap dijaga eksistensinya dengan melakukan pengembangan dan

pembelajaran baik bersifat personal maupun institusi pendidikan formal

seperti IAIN maupun informal seperti pondok pesantren. Karena telah

kita ketahui bersama bahwa ilmu ini memiliki peranan sangat penting

terhadap syari’at agama Islam.

C. Penutup

Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. penulis ucapkan sebagai

ungkapan rasa syukur karena telah menyelesaikan skripsi ini. Meskipun

telah berupaya dengan optimal, penulis yakin masih ada kekurangan dan

kelemahan skripsi ini dari berbagai sisi. Namun demikian penulis berdo’a

dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

Atas saran dan kritik konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan

tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Page 84: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman,Asmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah,Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2004.

Ahmad ,Jamil,Seratus Muslim terkemuka,Terj. Tim penerjemah Pustaka al

Firdaus, Cet I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987

Al Baihaqi, Jalil abi Bakr Ahmad bin Husain bin ali Al hafidz, al Sunan al Kubro,

Juz IV, Beirut: Darl Fikr, tt

Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Juz. III,

Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.

Al Jauhary, Thantawy, Tafsir al Jawahir,Juz VI,Mesir: Mustafa al Babi al Halabi,

1346 H

Al Qulyubi ,Syihabudin, Hasiyah Minhaj al Thalibin Jilid II,Kairo: Mustofa al

Babi al Halabi, 1956

Amirin,Tatang,,Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo persada,

1995.

An Najah, Ahmad Zain, Majelis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan

Penyempurnaan dan Pengembangan ) disampaikan dalam FORMAT

(Forum Kader Ummat)

Azhari, Susiknan, M.Ag., Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, Cet. I, 2005.

_______, ilmu falak teori dan praktek, Yogyakarta;Suara Muhammadiyah, cet I

2004

_______, Penggunaaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia (Studi tentang

Interaksi NU dan Muhammadiyah)”, Yogyakarta; Disertasi UIN Sunan

Kalijaga, 2006

_______, Ilmu Falak (perjumpaan khazanah islam dan sains modern),

Yogyakarta; suara muhammadiyah, 2007

Baraas, Ahmad, dkk, “perjalanan dari waktu kewaktu”, Kompas, 17 November

1990.

Baiquni,Ahmad, Al Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, Cet IV,

Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996

Departemen Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta :

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Direktorat

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1998/1999.

______, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : Kumudasmoro Grafindo, 1994.

______, Ephemeris Hisab Rukyah 2004, Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam, 2004.

______, Almanak sepanjang Masa, Semarang : t.p.t.d

Djamaluddin, Thomas, “Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal”, Media

Indonesia, 10 oktober 2007

Djamaluddin, Thomas, ”Aspek Astronomis Dalam Kesatuan Umat”, Republika,

10 Desember 1999

Djamaludin, Thomas, Redefinisi Hilal, titik temu kalender hijriah I. Pikiran

rakyat tanggal 20-21 Februari 2004.

Hasil Munas Tarjih ke-20, Jakarta 5 - 7 juli 2000

Page 85: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

Hasil Munas Tarjih ke-23,, Padang 1-5 Oktober 2003

Hakim, Abdul Hamid, Mabadi’ al Awaliyah, Jakarta:Penerbit Sa’adiyah Putra,tt,

Hukum, Mimbar, Jakarta:Ditbinpapera, 1998

Izzuddin, Ahmad, M.Ag., Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia (Upaya Penyatuan

Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab), Yogyakarta : Logung Pustaka,

Cet. I, 2003.

_______, Fiqh Hisab Rukyah(menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam

penentuan awal bulan Ramadh, Idul Fitri dan Idul Adha), Jakarata;

Erlangga, 2007

______, Analisis Kritis Hisab Awal Bulan Qamariyah Dalam Kitab

Sullamunnayirain, Semarang : Skripsi sarjana.IAIN Walisongo,t.p.,

1997

Khazin, Muhyiddin, Drs., Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), , Yogyakarta :

Buana Pustaka, Cet. I, 2004.

Lubis, Arbiyah, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu studi

perbandingan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993

Ma’luf , Loewis, Al-Munjid,. cet. 25,Beirut: Darl Masyriq, 1975

Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta, PT Pembangunan, 1960.

Munawir, M. Warson, Kamus Al Munawir, Surabaya:Pustaka Progresif, 1996.

Muslim, Shahih Muslim, Juz. I, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.

Mehdi Nakosteen,Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi

Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah

Gusti, 1996

Murtadho,Muhammad, Ilmu Falak Praktis, Malang; UIN Malang, 2008

Nasr, Sayyed Hossein, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin,

Bandung: Penerbit Pustaka, 1986

Noer, Deliar,Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: PT Pustaka LP3ES,

Cet VIII, 1996

Pikiran rakyat tanggal 7 Oktober 2004.

PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah,

Yogyakarta:cet III, tt.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Qa`idah Majelis Tarjih Dan Pengembangan

Pemikiran Islam, Yogyakarta, 20 Januari 2000

Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyah, Jakarta, Gema Insani Press,

1996.

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah,Beirut: Darl Fikr,1982

Shiddiqi,Nouruz Zaman, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997

Taufiq, Muhammad, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah

Dalam Penetapan Awal Bulan Qamariyah, Skripsi Sarjana IAIN

Walisongo 2005

Tim Penulis Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang,: t.p, 2000.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Wajdi, Muh Farid, Dairotul Ma’arif, juz VIII, Cet II,Mesir: tp,1342 H

Page 86: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

Wawancara dengan Thomas Djamaluddin.

www.Ferry’s Astronom Pages.com

www.serbasejarah.wodpress.com

www.scribd.com/doc/16097901/Mendudukkan-Hadits-Kuraib-dalam-Prespektif-

Penentuan-Awal-Akhir-Romadhon-dan-Problem-Kesatuan-Umat-Islam

Page 87: MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl...Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

BIOGRAFI PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Syarif Hidayat

Tempat/Tanggal Lahir : Kendal, 23 Nopember 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Desa Karangayu RT. 04 RW. 01 No.4

Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat Pendidikan : SD Negeri 01 Karangayu Lulus 1999

MTs NU 01 Cepiring Lulus 2002

SMA NU 01 Al Hidayah Kendal Lulus 2005

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Demikian Biografi Penulis ini saya buat, yang ditulis dengan sebenar-benarnya.

Semarang, 1 Juni 2011

Penulis

Muhammad Syarif Hidayat