mtbs

40
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) ATAU INTEGRATED MANAGEMENT OF CHILDHOOD ILLNESS (IMCI) DEFINISI Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh WHO merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).Upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit- penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia.Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Strategi MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu: 1. Komponen I: Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam

Transcript of mtbs

Page 1: mtbs

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) ATAU

INTEGRATED MANAGEMENT OF CHILDHOOD ILLNESS

(IMCI)

DEFINISI

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood

Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita

sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS

bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara penatalaksanaan balita

sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh WHO merupakan suatu

bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian,

kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.

Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk

Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).Upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-

penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia.Dikatakan lengkap

karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa

konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering

terjadi pada balita.

Strategi MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:

1. Komponen I: Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus

balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan

menangani pasien asalkan sudah dilatih).

2. Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat kabupaten/kota).

3. Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan

keluarga dan masyarakat), yang dikenal sebagai 'MTBS berbasis Masyarakat.'

Page 2: mtbs

SEJARAH PENERAPAN MTBS DI INDONESIA

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.Pada tahun

1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan

November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia

berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai

perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum

seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan

di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana

dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data

laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan

Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS

hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila

memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal

60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.

LATAR BELAKANG PERLUNYA PENERAPAN MTBS DI INDONESIA

Menurut data hasil Survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat ini (SKRT

1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang banyak menyerang bayi

dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah yang kurang-lebih sama yaitu gangguan

perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi.

Penyebab kematian neonatal (bayi berusia 0-28 hari) menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 3: mtbs

Tabel proporsi penyebab kematian neonatal di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Sedangkan penyebab kematian bayi dan anak balita menurut Riskesdas 2007, pada

kelompok bayi (29 hari - 11 bulan) dan kelompok anak balita (12 bulan - 59 bulan) ada dua

penyebab kematian tersering yaitu diare dan pneumonia.Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel proporsi penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia tahun 2007

Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat

Rumah Sakit, namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara lain karena

masih minimnya sarana/peralatan diagnostik dan obat-obatan di tingkat Puskesmas terutama

Puskesmas di daerah terpencil yang tanpa fasilitas perawatan, selain itu seringkali Puskesmas

tidak memiliki tenaga dokter yang siap di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan

Page 4: mtbs

ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di

banyak provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat

kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan.

Berdasarkan kenyataan (permasalahan) di atas, pendekatan MTBS dapat menjadi solusi

yang jitu apabila diterapkandengan benar (ketiga komponen diterapkan dengan maksimal). Pada

sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal jarang terjadi.

Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki beberapa keluhan lain yang

menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus

MTBS. Hal ini dapat diakomodir oleh MTBS karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua

aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.

Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost

effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global.Bila

Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan

kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang terpadu.Oleh karena itu, bila anda membawa anak balita berobat ke Puskesmas,

tanyakanlah apakah tersedia pelayanan MTBS di Puskesmas itu?bila ada, mintalah dilayani

memakai pendekatan MTBS.

CARA PENATALAKSANAAN BALITA SAKIT DENGAN PENDEKATAN

MTBS

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan

Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan

MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah

menjadi milik masyarakat. Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM) oleh

Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan penerapannya di

lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan tenaga kesehatan yang

memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk meningkatkan kelancaran implementasi

penerapannya di Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit, dll.

Agar lebih mudah dipelajari, maka bagan MTBM ditampilkan terpisah dengan

bagan MTBS. Berikut ini bagan-bagan MTBS dan MTBM :

Page 5: mtbs

Bagan Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan bayi muda umur kurang dari 2 bulan:

Page 6: mtbs
Page 7: mtbs

Berikut Ini Tindakan Pengobatan Untuk Bayi Muda:

Page 8: mtbs
Page 9: mtbs
Page 10: mtbs

Berikut Ini Konseling Bagi Ibu / Keluarga

Page 11: mtbs
Page 12: mtbs
Page 13: mtbs
Page 14: mtbs

Formulir MTBM

Untuk setiap bayi muda yang diperiksa, selalu dicatat pada lembar 'Formulir Bayi Muda Kurang

Dari 2 Bulan' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping berfungsi sebagai status

pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan direkap kedalam buku

register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian, klasifikasi penyakit serta

tindakan /pengobatan yang diberikan

Page 15: mtbs
Page 16: mtbs

Lampiran:

Page 17: mtbs

Bagan MTBS Terbaru

Page 18: mtbs
Page 19: mtbs
Page 20: mtbs
Page 21: mtbs

Berikut Ini Bagan Tindakan Pengobatan MTBS:

Page 22: mtbs
Page 23: mtbs
Page 24: mtbs
Page 25: mtbs
Page 26: mtbs

Berikut Ini Pemberian Konseling Bagi Ibu:

Page 27: mtbs
Page 28: mtbs

Berikutnya Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut Pada Kunjungan Ulang:

Page 29: mtbs
Page 30: mtbs

Formulir MTBS

Untuk setiap balita usia 2 bulan - 59 bulan yang diperiksa, hendaknya dicatat pada lembar

'Formulir Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir

ini disamping berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang

nantinya akan direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien,

penilaian, klasifikasi penyakit serta tindakan/pengobatan yang diberikan.

Page 31: mtbs
Page 32: mtbs
Page 33: mtbs

Lampiran:

Page 34: mtbs
Page 35: mtbs

Kesimpulan

Sangat menarik (kalau boleh dikatakan 'menakjubkan') apabila kita melihat buku-buku

modulnya, betapa sistematis, terperinci dan terintegrasinya penatalaksanaan balita sakit dengan

pendekatan MTBS.Semuanya tentu tidak dapat diuraikan disini karena memerlukan puluhan

halaman. Sebagai gambaran, untuk melakukan penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap

balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok ruang

pemeriksaan dan dapat memenuhi semua sisi tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas

dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan - 5 tahun.

Sedangkan untuk pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1

buku Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set buku Pedoman Fasilitator dengan lama

pelatihan selama 7 hari ditambah pelajaran pada sesi malam.

MTBS bukan program yang kedaluarsa karena MTBS selalu di-update mengikuti

perkembangan program kesehatan dan jaman.Sejak tahun 2009 WHO sudah memperkenalkan

MTBS berbasis komputer yang disebut sebagai IMCI Computerized Adaptation and Training

Tool (ICATT).

Referensi

1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.

2. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan

pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen Terpadu Balita

Sakit.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2008, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional 2007.