Monggo

15
129 POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA Ashari POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA Potentials and Constraints of Warehouse Receipt System to Sustain Agriculture Finance in Indonesia Ashari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Naskah masuk : 22 Agustus 2011 Naskah diterima : 18 Oktober 2012 ABSTRACT Price fall of agricultural commodities usually taking place during harvest season adversely affect the farmers. The government addresses this issue through launching the Warehouse Receipt System (SRG). This paper critically reviews potencies and constraints of WRS in supporting agricultural finance and its improvement measures. Theoretically, SRG provides potential benefits, especially in financial support, stabilizing price fluctuation, increasing farmers’ income, credit mobilization, improving product quality, etc. However, SRG implementation in the agricultural sector encounters a number of constraints, such as high transaction costs, inconsistency of quantity and quality of agricultural products, lack of bank support, and weak farmers’ institutions. Since the farmers’ institutions are not well organized yet, SRG procedures seem very complicated and need simplification. In addition, SRG promotion and more conducive government policy are also necessary to optimize this credit scheme. Key words : warehouse receipt system, agricultural commodities, agricultural finance, government policy, Indonesia ABSTRAK Fenomena jatuh harga komoditas pertanian, terutama saat panen raya, seringkali merugikan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini sekaligus membantu pembiayaan usaha pertanian pemerintah telah menggulirkan skim pembiayaan dengan Sistem Resi Gudang (SRG). Tulisan ini bertujuan melakukan tinjauan secara kritis terkait potensi dan kendala penerapan SRG untuk pembiayaan sektor pertanian. Hasil studi menunjukkan adanya potensi yang dapat dimanfaatkan dari pelaksanaan SRG utamanya dalam mendukung pembiayaan, minimalisasi fluktuasi harga, peningkatan pendapatan petani, mobilisasi kredit, perbaikan mutu produk dan sebagainya. Namun, implementasi SRG di sektor pertanian masih dihadapkan sejumlah kendala diantaranya besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas dan kualitas produk pertanian, minimnya dukungan lembaga perbankan, serta masih lemahnya kelembagaan petani. Dengan kelembagaan petani belum tertata secara baik, aturan SRG masih dipandang terlalu rumit sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur agar SRG dapat dimanfaatkan oleh petani. Disamping itu, sosialisasi keberadaan SRG serta dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif akan menjadi faktor penting sehingga SRG dapat diimplementasikan lebih optimal. Kata kunci : sistem resi gudang, komoditas pertanian, pembiayaan pertanian, kebijakan pemerintah, Indonesia PENDAHULUAN Komoditas pertanian menurut Teken dan Hamid (1982) memiliki sejumlah karakteritik yang khas di antaranya: produksi musiman, dihasilkan dari skala usaha kecil, produksi terpencar, bersifat berat (bulky), memakan tempat (volumnious), dan mudah rusak (perishable). Terkait dengan sifat pro- duksi yang musiman tersebut, fenomena jatuh harga pada komoditas pertanian (terutama

description

Monggo

Transcript of Monggo

Page 1: Monggo

129

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNGPEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA

Potentials and Constraints of Warehouse Receipt System to Sustain AgricultureFinance in Indonesia

Ashari

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

Naskah masuk : 22 Agustus 2011 Naskah diterima : 18 Oktober 2012

ABSTRACT

Price fall of agricultural commodities usually taking place during harvest season adversely affect thefarmers. The government addresses this issue through launching the Warehouse Receipt System (SRG). Thispaper critically reviews potencies and constraints of WRS in supporting agricultural finance and its improvementmeasures. Theoretically, SRG provides potential benefits, especially in financial support, stabilizing pricefluctuation, increasing farmers’ income, credit mobilization, improving product quality, etc. However, SRGimplementation in the agricultural sector encounters a number of constraints, such as high transaction costs,inconsistency of quantity and quality of agricultural products, lack of bank support, and weak farmers’ institutions.Since the farmers’ institutions are not well organized yet, SRG procedures seem very complicated and needsimplification. In addition, SRG promotion and more conducive government policy are also necessary to optimizethis credit scheme.

Key words : warehouse receipt system, agricultural commodities, agricultural finance, government policy,Indonesia

ABSTRAK

Fenomena jatuh harga komoditas pertanian, terutama saat panen raya, seringkali merugikan petani.Untuk mengatasi permasalahan ini sekaligus membantu pembiayaan usaha pertanian pemerintah telahmenggulirkan skim pembiayaan dengan Sistem Resi Gudang (SRG). Tulisan ini bertujuan melakukan tinjauansecara kritis terkait potensi dan kendala penerapan SRG untuk pembiayaan sektor pertanian. Hasil studimenunjukkan adanya potensi yang dapat dimanfaatkan dari pelaksanaan SRG utamanya dalam mendukungpembiayaan, minimalisasi fluktuasi harga, peningkatan pendapatan petani, mobilisasi kredit, perbaikan mutuproduk dan sebagainya. Namun, implementasi SRG di sektor pertanian masih dihadapkan sejumlah kendaladiantaranya besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas dan kualitas produk pertanian, minimnya dukunganlembaga perbankan, serta masih lemahnya kelembagaan petani. Dengan kelembagaan petani belum tertatasecara baik, aturan SRG masih dipandang terlalu rumit sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur agar SRGdapat dimanfaatkan oleh petani. Disamping itu, sosialisasi keberadaan SRG serta dukungan kebijakanpemerintah yang kondusif akan menjadi faktor penting sehingga SRG dapat diimplementasikan lebih optimal.

Kata kunci : sistem resi gudang, komoditas pertanian, pembiayaan pertanian, kebijakan pemerintah, Indonesia

PENDAHULUAN

Komoditas pertanian menurut Tekendan Hamid (1982) memiliki sejumlahkarakteritik yang khas di antaranya: produksi

musiman, dihasilkan dari skala usaha kecil,produksi terpencar, bersifat berat (bulky),memakan tempat (volumnious), dan mudahrusak (perishable). Terkait dengan sifat pro-duksi yang musiman tersebut, fenomena jatuhharga pada komoditas pertanian (terutama

Page 2: Monggo

130

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

pada saat panen raya) telah menjadi masalahlaten yang sangat merugikan petani. Bahkanseringkali terjadi, karena harga produkpertanian yang terlalu rendah saat panen rayamenyebabkan sebagian petani enggan untukmemanen hasil pertaniannya, disebabkanbiaya panen lebih besar dibandingkan denganharga jual produknya (Muhi, 2011).

Permasalahan anjlok harga ini selaluterjadi berulang kali baik dalam durasimusiman, tahunan, maupun siklus beberapatahun sekali. Secara umum hampir semuakomoditas pertanian (tanaman pangan, horti-kultura, perkebunan dan komoditas lainnya)mengalami nasib yang sama. Bahkan untukbeberapa komoditas ekspor perkebunan,insiden anjlok harga bukan hanya terjadi ketikapanen raya, tetapi juga rentan terhadapdinamika kondisi perkonomian global sepertisaat krisis finansial.

Untuk menghindari kerugian akibatanjlok harga saat panen raya, secara teoripetani dapat melakukan tunda jual. Namun,sebagian besar petani tidak mempunyaibargaining position yang kuat untuk mem-pertahankan hasil panennya agar tidak dijualpada saat panen raya. Hal ini disebabkansebagian besar petani memberlakukan hasilpanennya sebagai “cash crop” dalam artipetani membutuhkan segera uang tunai gunamemenuhi kebutuhan hidupnya serta untukmelakukan usahatani di musim berikutnya(Pusat Pembiayaan, 2006).

Pemerintah telah berupaya untukmengurangi dampak tertekannya harga komo-ditas pertanian saat panen raya, terutamauntuk komoditas tertentu (misalnya gabah/beras), melalui kebijakan Harga PembelianPemerintah (HPP). Namun demikian, nampak-nya dari sisi kemampuan, jangkauan danefektivitas program pemerintah masih sangatterbatas sehingga insiden anjloknya hargagabah/beras masih saja terjadi. Oleh karenaitu, untuk mengantisipasi hal ini diperlukanterobosan skim pemasaran yang diharapkanmampu mengatasi rendahnya harga di saatpanen raya tanpa menyebabkan kerugian dipihak petani. Lebih jauh lagi, dari skim tersebutdiharapkan petani justru mendapatkan ke-untungan yang layak sehingga dapat melaku-kan kegiatan usahatani serta memenuhikebutuhan rumah tangganya.

Pada tahun 2006, DPR RI denganinisiasi pemerintah telah mensyahkan UU No 9tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang(SRG) yang kemudian diamandemen denganUU No 9 tahun 2011. Kementerian Perda-gangan yang menginisiasi SRG mengharap-kan agar skim ini dapat menjadi salah satualternatif solusi dalam rangka stabilisasi hargakomoditas pertanian sekaligus untuk menjagastok komoditas. Secara lebih khusus, denganpenerapan SRG ini petani dapat menundawaktu penjualan hasil panen saat panen rayakarena harga cenderung turun sertamenunggu saat yang tepat untuk mendapat-kan harga yang lebih baik. Ashari (2010) jugamengusulkan SRG dapat menjadi salah satuterobosan sumber pembiayaan pertaniansehingga perlu dikaji kelayakannya. SRGdapat dimanfaatkan oleh kelompok tani danUKM sebagai bukti kepemilikan komoditassebagai agunan untuk mendapatkan kredit daripihak perbankan maupun nonperbankan.

Pemerintah dan sejumlah kalanganmempunyai harapan besar terhadap SRGuntuk menjadi salah satu skim pemasaranyang dapat difungsikan sebagai instrumenuntuk melindungi petani dari kerugian akibatanjloknya harga. Krishnamurti (2009) meng-ungkapkan bahwa instrumen resi gudangdapat dipergunakan untuk mengatasi masalahkelebihan pasokan komoditas tertentu danpada bulan-bulan tertentu pada masa panen.Selanjutnya pembiayaan yang didapat dariskema tersebut kemudian akan disalurkankembali untuk kebutuhan para petani. Tidaksebatas sebagai instrumen pemasaran dalamkontek kepentingan nasional, SRG juga dapatmenjadi pendukung kebijakan stabilitas hargadan ketersediaan pangan. Harapan tersebutbisa jadi tidak terlalu berlebihan, karena SRGsudah diterapkan di beberapa negara lain dansecara umum berjalan relatif sukses.

Walaupun demikian, sebagai skimyang relatif baru manfaat dan prospek SRGmasih belum teruji benar sebagai alternatifuntuk mendukung pembiayaan pertanian.Masih muncul sejumlah pertanyaan: apakahSRG memang memberikan manfaat bagipetani dan stakeholder yang terlibat; apakahdalam pelaksanaannya sudah dapat berjalandengan optimal, bagaimana dari sisi format,aturan, dan operasionalisasinya, apakahsudah match dengan karakteristik petani danusaha pertanian. Tulisan ini berusaha melaku-

Page 3: Monggo

131

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

kan tinjauan (review) terhadap potensi/prospekdan kendala SRG sebagai alternatif pembiaya-an sektor pertanian serta upaya perbaikanyang perlu dilakukan agar SRG dapat diman-faatkan secara optimal.

DISKRIPSI UMUM SISTEM RESI GUDANG

Sistem Resi Gudang (SRG) telahmemiliki dasar hukum yang kuat sejakdisyahkan UU No. 9/2006 tentang SRG yangkemudian diamandemen dengan UU No9/2011. Undang-Undang tentang SRG meru-pakan terobosan baru yang melengkapi hukumpenjaminan yang berlaku di Indonesia sepertigadai dan jaminan fidusia (Anonim, 2007).Setelah ditetapkan UU tersebut, lahir pulasejumlah peraturan pendukung diantaranya :(a) PP No. 36 Tahun 2007 tentangPelaksanaan UU No. 9 Tahun 2006 TentangSRG; (b) Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang Barang Yang DapatDisimpan di Gudang dalam PenyelenggaraanSRG; (c) Peraturan Kepala Bappebti (13 buah)yang mengatur mengenai teknis penyeleng-garaan SRG; dan (d) Peraturan BankIndonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Peru-bahan Kedua Atas Peraturan Bank IndonesiaNomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kuali-tas Aktiva Bank Umum.

Kementerian Perdagangan sebagaipihak yang menginisiasi UU SRG, mengharap-kan dengan adanya UU tersebut dapat terciptaiklim usaha yang lebih kondusif dengantersedia dan tertatanya sistem pembiayaanperdagangan yang efektif. SRG diharapkandapat mendorong pengembangan sektorperdagangan dan pertanian, terutama dalammeningkatkan produktivitas dan kualitas yangselanjutnya dapat meningkatkan daya saingkomoditas baik di pasar lokal/domestikmaupun internasional. Dengan penerapanSRG, pemerintah akan semakin lebih baikdalam melakukan pemantauan harga sertamenjaga ketersediaan (stock) komoditassecara nasional.

Pengertian Resi Gudang dan Sistem ResiGudang

Resi gudang atau disebut jugawarehouse receipt system (WRS) adalahdokumen bukti kepemilikan barang yang

disimpan di suatu gudang yang diterbitkanoleh pengelola gudang (UU No 9, 2011). ResiGudang merupakan sekuriti yang menjadiinstrumen perdagangan serta merupakanbagian dari sistem pemasaran dan sistemkeuangan di banyak negara (Wikipedia, 2009).Dalam konteks ini, “gudang” memiliki pe-ngertian bermacam-macam, tergantung komo-ditas yang disimpan, mulai dari coklat, kopi,beras, hingga minyak sawit (crude palm oil-CPO). Resi gudang ini nantinya bisadigunakan sebagai jaminan atas kredit dariperbankan.

Sementara itu, Sistem Resi Gudang(SRG) adalah kegiatan yang berkaitan denganpenerbitan, pengalihan, penjaminan, danpenyelesaian transaksi Resi Gudang (UU No9, 2011). Secara lebih spesifik untuk sektorpertanian, SRG merupakan bukti kepemilikanatas barang yang disimpan oleh para petani digudang (Document of Title) yang dapatdialihkan, diperjualbelikan bahkan dijadikanagunan tanpa perlu persyaratan agunan yanglain. Oleh karena resi gudang merupakaninstrumen surat berharga maka resi gudang inidapat diperdagangkan, diperjualbelikan, diper-tukarkan, ataupun digunakan sebagai jaminanbagi pinjaman. Resi gudang dapat jugadigunakan untuk pengiriman barang dalamtransaksi derivatif seperti halnya kontrak serah(futures contract).

Untuk Resi Gudang dikenal dalam 2bentuk yaitu : Pertama, resi gudang yangdapat diperdagangkan (negotiable warehousereceipt), yaitu suatu resi gudang yang memuatperintah penyerahan barang kepada siapasaja yang memegang resi gudang tersebutatau atas suatu perintah pihak tertentu; Kedua,resi gudang yang tidak dapat diperdagangkan(non-negotiable warehouse receipt) yaitu resigudang yang memuat ketentuan bahwabarang yang dimaksud hanya dapatdiserahkan kepada pihak yang namanya telahditetapkan.

Sebagaimana surat berharga, resigudang juga dapat diperjual-belikan sehinggaada transaksi derivatifnya. Derivatif resigudang adalah turunan resi gudang yangdapat berupa kontrak berjangka resi gudang,opsi atas resi gudang, indeks atas resigudang, surat berharga diskonto resi gudang,unit resi gudang, atau derivatif lainnya dari resigudang sebagai instrumen keuangan. Derivatif

Page 4: Monggo

132

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

Resi Gudang ini hanya dapat diterbitkan olehbank, lembaga keuangan nonbank, danpedagang berjangka yang telah mendapatpersetujuan Badan Pengawas.

Perdagangan resi gudang di Indonesiadiatur oleh suatu badan yang disebut ”BadanPengawas Sistem Resi Gudang” yaitu suatuunit organisasi di bawah Menteri yang diberiwewenang untuk melakukan pembinaan,pengaturan, dan pengawasan pelaksanaansistem resi gudang. Resi gudang yangdiperdagangkan di Indonesia wajib untukmelalui suatu proses penilaian yang dilakukanoleh suatu lembaga terakreditasi yang disebut”Lembaga Penilaian Kesesuaian” yang berke-wajiban untuk melakukan serangkaian ke-giatan guna menilai atau membuktikan bahwapersyaratan tertentu yang berkaitan denganproduk, proses, sistem, dan/atau personelterpenuhi. Pihak yang mendapat kewenanganmelakukan penatausahaan resi gudang danderivatif resi gudang yang meliputi pencatatan,penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan,pembebanan hak jaminan, pelaporan, sertapenyediaan sistem dan jaringan informasiadalah ”Pusat Registrasi Resi Gudang” yangmerupakan suatu badan usaha yang berbadanhukum.

Resi gudang memuat sekurang-kurangnya: (1) judul resi gudang; (2) jenis resigudang yaitu ”resi gudang atas nama” atau”resi gudang atas perintah”; (3) nama danalamat pihak pemilik barang; (4) lokasi gudangtempat penyimpanan barang; (5) tanggalpenerbitan; (6) nomor penerbitan; (7) waktujatuh tempo; (8) deskripsi barang; (9) biayapenyimpanan; (10) tanda tangan pemilikbarang dan pengelola gudang; dan (11) nilaibarang berdasarkan harga pasar pada saatbarang dimasukkan ke dalam gudang.

Adapun komoditas atau barang yangdimaksud dalam undang-undang dan per-aturan tentang SRG adalah setiap bendabergerak yang dapat disimpan dalam jangkawaktu tertentu dan diperdagangkan secaraumum. Untuk komoditas RG, menurutBappebti (2011) dan Ashari (2007), palingsedikit harus memenuhi persyaratan sebagaiberikut: (a) memiliki daya simpan paling sedikit3 (tiga) bulan, (b) memenuhi standar mututertentu, (c) jumlah minimum barang yangdisimpan, (d) harga berfluktuasi; rendah (mu-sim panen) dan tinggi (musim tanam/paceklik)

dan memiliki peluang ada kenaikan harga dimasa mendatang (e) mempunyai pasar daninformasi harga yang jelas. Disamping itu,komoditas tersebut merupakan komoditasyang potensial dan sangat berperan dalamperekonomian daerah setempat dan nasional,misalnya untuk ketahanan pangan maupunekspor (sumber devisa).

Dalam Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 telah ditetapkan 8 komoditaspertanian sebagai barang yang dapat disimpandi gudang dalam penyelenggaraan SRG.Kedelapan komoditas itu adalah : (1) gabah,(2) beras (3) kopi, (4) kakao, (5) lada, (6) karet,(7) rumput laut dan (8) jagung. Penetapankomoditas lainnya tentang barang dalam SRGdilakukan dengan mempertimbangkan reko-mendasi dari Pemda, instansi terkait atauasosiasi komoditas. Namun demikian harustetap memperhatikan persyaratan Pasal 3 SKMendag N0. 26 Tahun 2007 tentang dayasimpan , standar mutu, serta jumlah minimumbarang yang disimpan.

Kelembagaan Sistem Resi GudangTerkait kelembagaan, di dalam UU No

9 tahun 2006 diatur tentang lembaga BadanPengawas Resi Gudang, Pengelola Gudang,Lembaga Penilaian Kesesuaian, PusatRegistrasi serta hubungan kelembagaan Pusatdan Daerah. Namun, dalam perkembangannyaterdapat beberapa kelemahan di lapanganyang sangat menghambat perkembangan ResiGudang, di antaranya adalah dengan tidaktersedianya mekanisme jaminan yang relatifterjangkau bagi pelaku usaha apabila Penge-lola Gudang mengalami pailit atau melakukankelalaian dalam pengelolaan (mishandling)sehingga tidak dapat melaksanakan kewa-jibannya mengembalikan barang yangdisimpan di gudang sesuai dengan kualitasdan kuantitas yang tertera dalam ResiGudang.

Dengan kondisi di atas, akhirnya DPRsebagaimana dilaporkan Antara (2011),melakukan amandemen UU N0 9 tahun 2006,yaitu UU No 9 tahun 2011 dengan menam-bahkan Lembaga Jaminan Resi Gudang.Dengan dibentuknya Lembaga Jaminan ResiGudang diharapkan kepercayaan pelakuusaha (pemegang Resi Gudang, Bank, danPengelola Gudang) terhadap integritas Sistem

Page 5: Monggo

133

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

Resi Gudang akan makin meningkat. Dengandemikian, seluruh pelaku usaha dari skalabesar (pedagang, prosesor, eksportir, danperusahaan perkebunan) sampai skala kecil(petani, kelompok tani, gabungan kelompoktani, dan koperasi) merasa terlindungi denganmempergunakan SRG.

Badan Pengawas Resi GudangBadan Pengawas Resi Gudang adalah

unit organisasi di bawah Menteri, yang diberiwewenang untuk melakukan pembinaan,pengaturan, dan pengawasan terhadap ke-giatan yang berkaitan dengan Sistem ResiGudang. Badan ini antara lain berwenangmemberikan persetujuan sebagai PengelolaGudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian danPusat Registrasi. Badan ini juga memberikanpersetujuan bagi bank, Lembaga keuangannon-bank dan Pedagang Berjangka sebagaipenerbit Derivatif Resi Gudang. Badan Penga-was juga berwenang melakukan pemeriksaanterhadap setiap pihak yang diberikanpersetujuan apabila mereka diduga melakukanpelanggaran.

Pengelola GudangPengelola Gudang adalah pihak yang

melakukan usaha perdagangan, baik gudangmilik sendiri maupun milik orang lain, yangmelakukan penyimpanan, pemeliharaan danpengawasan barang yang disimpan olehpemilik barang. Pengelola Gudang berhakmenerbitkan Resi Gudang. Lembaga inidipersyaratkan harus berbentuk badan usahaberbadan hukum dan telah mendapat perse-tujuan dari Badan Pengawas. Dalam pelak-sanaannya, Pengelola Gudang wajib membuatperjanjian pengelolaan secara tertulis denganpemilik barang atau kuasanya, yang sekurang-kurangnya memuat identitas serta hak dankewajiban para pihak, jangka waktupenyimpanan, deskripsi barang dan asuransi.

Lembaga Penilaian KesesuaianKegiatan penilaian kesesuaian dalam

Sistem Resi Gudang dilakukan oleh LembagaPenilaian Kesesuaian yang telah mendapatpersetujuan Badan Pengawas. Kegiatandimaksud mencakup kegiatan sertifikasi,inspeksi dan pengujian yang berkaitan dengan

barang, gudang dan Pengelola Gudang.Penyimpanan barang di gudang sangat eratkaitannya dengan konsistensi mutu barangyang disimpan sehingga perlu disiapkansistem penilaian kesesuaian yang dapatmenjamin konsistensi mutu barang yangdisimpan. Sertifikat yang diterbitkan LembagaPenilaian Kesesuaian sekurang-kurangnyamemuat nomor dan tanggal penerbitan,identitas pemilik barang, jenis dan jumlahbarang, sifat barang, metode pengujian mutubarang, tingkat mutu dan kelas barang, jangkawaktu mutu barang dan tanda tangan pihakyang berhak mewakili lembaga.

Pusat RegistrasiPusat Registrasi adalah institusi yang

melakukan penatausahaan Resi Gudang danDerivatif Resi Gudang, yang meliputi pen-catatan, penyimpanan, pemindahbukuankepemilikan, pembebanan hak jaminan,pelaporan, serta penyediaan sistem danjaringan informasi. Penatausahaan dilakukanuntuk menjamin keamanan dan keabsahansetiap pengalihan dan pembebanan hakjaminan atas Resi Gudang dan Derivatif ResiGudang, karena setiap pihak yang mener-bitkan, mengalihkan dan melakukan pembe-banan hak jaminan atas Resi Gudang wajibmelaporkan tindakannya kepada PusatRegistrasi.

Hubungan Kelembagaan Pusat dan DaerahHubungan kelembagaan antara Peme-

rintah Pusat dan Daerah diatur dalam rangkapembinaan dan pengembangan Sistem ResiGudang. Urusan Pemerintah Pusat antara lainmencakup penyusunan kebijakan nasionaluntuk mempercepat penerapannya, melaku-kan koordinasi antar sektor pertanian,keuangan, perbankan, dan sektor terkaitlainnya untuk pengembangannya, dan mem-berikan kemudahan bagi sektor usaha kecildan menengah serta kelompok tani untukberperan serta di dalam Sistem Resi Gudang.Urusan Pernerintah Daerah antara lainmencakup pengembangan komoditas unggul-an daerah, penguatan peran pelaku usahaekonomi kerakyatan untuk mengembangkanSistem Resi Gudang dan memfasilitasipengembangan pasar lelang komoditas.

Page 6: Monggo

134

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

Lembaga Jaminan Resi GudangLembaga Jaminan Resi Gudang

memiliki fungsi melindungi hak PemegangResi Gudang dan/atau Penerima Hak Jaminanapabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan,dan/atau kebangkrutan Pengelola Gudangdalam menjalankan kewajibannya. Disampingitu lembaga ini akan memelihara stabilitas danintegritas Sistem Resi Gudang sesuai dengankewenangannya.

POTENSI SRG UNTUK PEMBIAYAANUSAHA DI SEKTOR PERTANIAN

Ketersediaan modal sangat diperlukanbagi pelaku bisnis untuk menjamin kelancaranusahanya, terutama bagi petani serta usahakecil dan menengah (UKM) yang berbasispertanian. Pelaku usaha jenis ini umumnyamenghadapi masalah pembiayaan karenaketerbatasan akses dan jaminan kredit. Untukpemberdayaan dan pembinaan kepada petaniserta UKM yang berbasis pertanian, SistemResi Gudang (SRG) diharapkan akan menjadisalah satu solusi untuk memperoleh pem-biayaan dengan jaminan komoditas yangtersimpan di gudang. Disamping itu, dampakyang lebih luas SRG adalah akan meningkat-kan produktivitas dan kualitas produk yangdihasilkan para petani. Selanjutnya, jika SRGdapat diterapkan maka managemen usahataniakan lebih tertata karena petani dapatmenetapkan strategi jadwal tanam danpemasarannya.

Potensi manfaat yang dapat diperolehdengan implementasi SRG relatif cukup besar.Misalnya dalam peningkatan kapasitas sektorpertanian untuk mendukung perekonomiannasional, SRG dapat memainkan perananyang signifikan. Menurut BRI (2009), dengandilaksanakan SRG berpeluang untuk mening-katkan produksi, menambah perputaranekonomi, dan menyerap tenaga kerja/mengurangi pengangguran. Di samping itudengan SRG diharapkan kontribusi UMK padapertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.Kondisi ini hanya dapat dicapai jika adakemudahan untuk mengakses sumber pen-danaan, yang salah satu alternatif dapatdisediakan dengan SRG.

Selanjutnya, secara khusus untuksektor pertanian, menurut BRI (2011)

penerapan SRG sangat prospektif untukmeningkatkan pendapatan usaha tani. MelaluiSRG akan diperoleh beberapa manfaatmelalui: (1) tunda jual, yaitu saat panen rayapetani menyimpan hasil pertanian di gudang;(2) penjualan dilakukan pada saat hargakomoditas pertanian telah tinggi, serta (3)meminimalisir penimbunan barang olehpedagang pengumpul. Dengan RG yang dapatdiagunkan petani akan mendapatkan danatunai untuk kebutuhan modal usaha maupununtuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Sementara itu, menurut Sadaristuwati(2008), RG memiliki posisi yang penting dalamupaya meningkatkan kesejahteraan pelakuusaha di sektor pertanian dengan argumentasisebagai berikut: (a) RG merupakan salah satubentuk sistem tunda jual yang menjadialternatif dalam meningkatkan nilai tukarpetani, (b) Di era perdagangan bebas, RGsangat diperlukan untuk membentuk petanimenjadi petani pengusaha dan petani mandiri,dan (c) SRG bisa memangkas pola per-dagangan komoditas pertanian sehinggapetani bisa mendapatkan peningkatan hargajual komoditi.

Selanjutnya, masih menurutSadaristuwati (2008) keberadaan SRG tidakhanya bermanfaat bagi kalangan petani tetapijuga pelaku ekonomi lainnya seperti duniaperbankan, pelaku usaha dan serta bagipemerintah. Di antara manfaat SRG tersebutadalah: (1) Ikut menjaga kestabilan danketerkendalian harga komoditas, (2) Mem-berikan jaminan modal produksi karenaadanya pembiayaan dari lembaga keuangan,(3) Keleluasaan penyaluran kredit bagiperbankan yang minim risiko, (4) Ada jaminanketersediaan barang, (6) Ikut menjaga stoknasional dalam rangka menjaga ketahanandan ketersediaan pangan nasional, (7) Lalulintas perdagangan komoditas menjadi lebihterpantau, (8) Bisa menjamin ketersediaanbahan baku industri, khususnya agroindustri,(9) Mampu melakukan efisiensi baik logistikmaupun distribusi, (10) Dapat memberikankontribusi fiskal kepada pemerintah, dan (11)Mendorong tumbuhnya industri pergudangandan bidang usaha yang terkait dengan SRGlainnya

Terkait dengan SRG ini, secara lebihkomprehensif Bappebti (2011b) mengemuka-kan bahwa manfaat SRG akan diterima oleh

Page 7: Monggo

135

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

semua stakeholder, yaitu: petani, usahapergudangan, perusahaan pengguna komodi-tas/prosesor, dan perbankan. Bahkan, dalamtataran yang lebih makro manfaat SRG jugaakan berdampak positif pada perekonomiandaerah dan nasional. Lebih detail, manfaatSRG bagi berbagai stakeholder disajikan padaTabel 1.

Dalam aspek ketersediaan dana,menurut BRI (2008) secara teori peluangpengembangan SRG sebagai alternatif pem-biayaan pertanian dengan dukunganperbankan sangat terbuka. Hal ini didasarkanpada argumen sebagai berikut: (1) secarakumulatif potensi pertanian besar, (2) jangka

waktu kredit SRG relatif pendek, (3) analisiskelayakan nasabah (4C) dilaksanakan olehLembaga Penilai Kesesuaian (LPK), pengelolagudang dan asuransi, serta (4) bank hanyadeal dengan dokumen resi gudang.

Dengan beberapa argumenn sebagai-mana diuraikan di atas dapat dikatakanbahwa SRG memiliki prospek yang cukuppotensial sebagai alternatif skim pembiayaandi sektor pertanian. Jika skim ini dapatdijalankan secara optimal maka SRGberpotensi mengatasi kelangkaan uang tunaidi tingkat usahatani, petani memperoleh hargalebih baik dan dapat mengakses fasilitaskredit dari bank/non bank. Petani sebagai

Tabel 1. Potensi Manfaat SRG bagi Berbagai Stakeholder

No Stakeholder Manfaat1. Petani/Produsen Mendapatkan harga yang lebih baik (menunda waktu penjualan).

Kepastian kualitas dan kuantitas atas barang yang disimpan. Mendapatkan pembiayaan dengan cara yang tepat dan mudah. Mendorong berusaha secara berkelompok sehingga meningkatkan

posisi tawar.

2. Pergudangan Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang UsahaTerkait.

Mendapatkan income dari jasa pergudangan

3. Perusahaan penggunakomoditas/prosesor

Meningkatkan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku yangberkualitas.

Mengurangi biaya penyimpanan. Perencanaan supply yang lebih baik.

4. Pedagang/eksportir Ketersediaan atas volume dan kualitas. Supply tersedia sepanjang musim. Terdapatnya pembiayaan bagi perdagangan (ekspor) RG sebagai dokumen transaksi Letter of Credit akan menambah

keyakinan para pihak termasuk bank (issuing bank & nominatedbank)

Mencegah/mengurangi terjadinya fraud dalam transaksi ekspor

5. Perbankan Tumbuhnya peluang baru: jasa perbankan di daerah (provinsi &kabupaten).

Perlindungan yang tinggi atas jaminan Jaminan bersifat Liquid. Aktivitas penyaluran kredit yang aman dan menguntungkan. Pengenalan dan pemanfaatan produk perbankan bagi petani/UKM

berupa kredit RG serta produk perbankan lainnya (tabungan,deposito dll).

Pembiayaan transaksi dalam negeri dan ekspor

6. Perekonomiandaerah/nasional

Mendorong tumbuhnya pelaku usaha (petani produsen/eksportir),industri pergudangan, jasa perbankan, jasa asuransi, jasapengujian mutu, dll di daerah.

Sarana pengendalian sediaan (stok) nasional yang lebih efisien

Sumber: Bappebti (2011b), diolah

Page 8: Monggo

136

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

produsen merupakan salah satu simpul utamadari semua stakeholder SRG yang salingterkait satu dengan lainnya. Jika simpul kritisini (petani/produsen) dapat terbantu denganadanya SRG, maka simpul lainnya juga akanmenerima manfaat; dan hal ini merupakanfaktor kunci keberlanjutan usaha dengan skimRG bagi semua stakeholder.

Perlu digarisbawahi bahwa potensidan manfaat SRG akan dapat direalisasi jikadidukung dengan perangkat yang memadai.Disadari sepenuhnya bahwa kata kunci darikesuksesan SRG adalah kelayakan gudang/warehouse ability (Penjelasan UU No 9, 2011).Oleh karena itu, pemerintah c.q. KementerianPerdagangan telah membangun sejumlahgudang yang memenuhi spesifikasi dibeberapa daerah. Data dari Bappebti (2011)menunjukkan bahwa telah dibangun gudangdengan dana stimulus fiskal DepartemenPerdagangan (di 34 daerah), dana APBN-P (di11 daerah), dan dari DAK 2011 (15 unit).Disamping itu sejumlah gudang potensialdiantaranya milik PT Pertani (404 unit), PTBGR (99 unit), PT PPI (108 unit), gudang milikkoperasi/KUD dan gudang swasta yangtersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Dukungan lembaga keuangan jugamenjadi faktor keberhasilan pelaksanaan SRGbaik melalui skim komersial maupun program.Terkait dengan skim program, KementerianKeuangan telah mengeluarkan PeraturanMenteri Keuangan No 171/PMK.05/2009 ten-tang Skema subsidi SRG. Untuk pelaksanaanskema SRG tersebut, telah diterbitkan pulaPeraturan Menteri Perdagangan No 66/M-DAG/PER/12/2009 tentang PelaksanaanSkema SRG. Menurut BRI (2011) tujuan dariSkema SRG adalah memfasilitasi petani,kelompok tani, gabungan kelompok tani dankoperasi untuk memperoleh pembiayaan daribank pelaksana/lembaga keuangan non bankdengan memanfaatkan RG sebagai jaminan/agunan. Dalam skema ini beban bungakepada peserta S-SRG ditetapkan sebesar 6persen. Selisih tingkat bunga S-SRG denganbeban bunga peserta S-SRG merupakansubsidi pemerintah. Subsidi bunga diberikanselama masa jangka waktu paling lama 6bulan, tidak termasuk perpanjangan jangkawaktu pinjaman dan/atau jatuh tempo ResiGudang.

Hasil kajian empiris dan ilmiah tentangmanfaat SRG, terutama untuk petani, masihsangat terbatas. Namun dari studi Kurniawan(2009) di Kabupaten Majalengka tentang SRGmenyimpulkan bahwa dari hasil strukturpendapatan usahatani padi, petani yangberpartisipasi di SRG memiliki pendapatanlebih tinggi dibandingkan dengan petani NonSRG. Dengan demikian, SRG memilikikemampuan menghasilkan penerimaan tunaiyang lebih baik. Hasil studi Yudho (2008) jugamenunjukkan SRG cukup efektif dan mem-berikan manfaat lindung nilai bagi petani.Biaya untuk RG masih lebih rendahdibandingkan penerimaan yang diterimadengan mengikuti SRG.

PERKEMBANGAN DAN KENDALAPELAKSANAAN SRG

Resi gudang merupakan “barang”baru di Indonesia. Walaupun telah dirintisBappebti sejak tahun 2003, namun UU yangmengatur SRG baru ada pada tahun 2006 danPP pendamping UU tersebut dikeluarkantahun 2007. Sebetulnya skim yang mirip resigudang sebagai alternatif pembiayaaan bagipengusaha, produsen kecil (termasuk petani)yang tidak memiliki akses kredit langsungsudah lama digunakan di Indonesia yaituskema Collateral Management Agreement(CMA) (kompas.com, 2007). Skema CMAmelibatkan tiga pihak, yakni pemilik barang,pengelola agunan dan bank sebagai penyan-dang dana. Namun skema ini lebih banyakdimanfaatkan oleh eksportir dan bersifattertutup.

Berbeda dengan Indonesia, SRGsudah dikenal lama di manca negara sebagaisebuah skim pembiayaan pertanian. India,Uganda, Polandia, Nigeria, Tanzania danGhana adalah beberapa negara yang sudahmenjalankan program ini lebih dulu. Di negara-negara tersebut, program SRG bahkan sudahmemberikan pengaruh besar bagi sektorpertanian maupun perbankan (Anonim, 2008).Berdasarkan data dari konferensi warehousereceipt system (WRS) di Amsterdam tahun2001, negara-negara berkembang yangtercatat cukup berhasil menerapkan sistemresi gudang ini adalah Rumania, Hungaria,Afrika Selatan, Zambia, Ghana, Rusia,

Page 9: Monggo

137

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

Slovakia, Bulgaria, Cesnia, Polandia,Kazakstan, Turki, dan Mexico.

Perkembangan Pelaksanaan SRGPerkembangan pelaksanaan SRG

pada masa-masa awal terbilang sangatlambat. Sebagaimana dilaporkan olehSuhendro (2008), bahwa sejak UU SRGdiperkenalkan pada tahun 2007 sebagaisebuah alternatif pembiayaan keuangan bagipara petani, ternyata penetrasinya masihterbilang rendah. Setidaknya hal ini dapatdilihat berdasarkan proyek percontohan sistemresi gudang di empat daerah, yaitu diIndramayu, Banyumas, Jombang untukkomoditas gabah dan Gowa untuk komoditasjagung. Dari proyek tersebut, hanya 305 tonkomoditas dikeluarkan sebagai surat berharga(resi) gudang yang mencakup 15 resi gudangdengan nilai kurang lebih Rp 1 miliar.

Namun dengan seiring waktu, lambatlaun SRG mulai banyak diimplementasikanoleh berbagai pihak walaupun dalam skalapercontohan yang terbatas. Dari LaporanTahunan Bappebti (2011a), disebutkan bahwasejak diundangkannya Undang-Undang No 9Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang(SRG) dan diimplementasikan tahun 2008pemanfaatan SRG sampai dengan tahun 2010telah dilakukan di 10 kabupaten, meliputiBanyumas, Karanganyar, Jombang, Indra-mayu, Banyuwangi, Sidrap, Pinrang, Subang,Gowa,dan Barito Kuala. Hasil dari percontohantersebut adalah telah diterbitkannya sebanyak86 Resi Gudang dengan total volumekomoditas 3.022,88 ton (terdiri dari 2.896,63ton gabah dan 126,25 ton jagung) senilai Rp.10.663.331.940.

Sumber pembiayaan SRG berasal dariLembaga Keuangan Bank seperti BRI, BankJabar, Bank Jatim, Bank Kalsel, dan LembagaKeuangan Non-Bank seperti BPRS, ProgramKemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PTKliring Berjangka Indonesia (KBI danLembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)Kementerian KUKM. Total nilai pembiayaanyang telah diberikan sejak mulai diimplemen-tasikannya SRG pada tahun 2008 hingga akhirtahun 2010 tercatat sebesar Rp. 4,6 milyaratau rata-rata 70 persen dari nilai Resi Gudangyang diagunkan.

Laporan Bappebti (2011a) jugamenunjukkan bahwa selama tahun 2010implementasi SRG terus mengalami pening-katan. Hal tersebut ditunjukkan denganpenerbitan RG yang mencapai 57 RG untukkomoditas gabah di enam kabupaten (Indra-mayu, Banyuwangi, Sidrap, Pinrang, Subangdan Barito Kuala) dengan volume 2.299,94 tondengan total nilai Rp 8,7 milyar. PemanfaatanRG untuk agunan pebiayaan sebanyak 36 RGdengan nilai Rp 4,2 milyar.

Pada tahun 2011, perkembanganjumlah RG meningkat cukup signifikan. Daridata Bappebti (2011b) dikemukakan bahwasecara komulatif selama 2008-2011 (bulanOktober), sudah diterbitkan 344 RG dengantotal nilai Rp 48, 7 milyar. Dari total nilai RGtersebut dapat diagunkan sebesar Rp 18,8milyar. Komoditas gabah masih mendominasibarang RG, disusul beras, jagung dan kopi(Tabel 2).

Beberapa faktor yang mendukungpeningkatan transaksi RG (Bappebti, 2011a)antara lain adalah semakin meluasnya daerahyang memanfaatkan SRG, khususnya di

Tabel 2. Akumulasi Jumlah RG, Volume dan Nilai Barang SRG Tahun 2008-2011

KomoditasPenerbitan Diagunkan

Jumlah RG Vol (ton) Nilai Barang (Rp) Jumlah RG Nilai (Rp)

Gabah 302 10.685,6 43.396.343.000 207 22.411.932.450

Beras 27 660,75 5.009.475.000 23 3.019.687.500

Jagung 9 126,25 268.138.440 4 76.200.000

Kopi 3 0,46 26.871.400 3 18.809.980

TOTAL 344 11.473,06 48.700.827.840 237 25.526.629.930Sumber: Bappebti (2011b)Keterangan: sampai bulan Oktober 2011

Page 10: Monggo

138

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

beberapa gudang SRG yang dibangun melaluiDana Stimulus Fiskal 2009, mulai diterap-kannya Subsidi Resi Gudang, serta semakinmeningkatnya pemahaman petani, KelompokTani (Poktan), Gapoktan, Koperasi/UKM danpelaku usaha lainnya. Peran serta darikalangan perbankan dan lembaga keuanganjuga menjadi faktor yang membantu per-kembangan yang positif ini, di mana merekaturut terlibat dalam memberikan pembiayaankepada petani melalui Skema Subsidi ResiGudang (S-SRG) serta kemudahan prosedurdalam melakukan permohonan pembiayaanmelalui S-SRG. Dari sisi kelembagaan,implementasi SRG juga menunjukkan perkem-bangan yang cukup positif. Sebagai gambar-an, sepanjang tahun 2010 telah diterbitkan 13persetujuan gudang untuk SRG dan 2Lembaga Uji Mutu komoditas. Diharapkanimplementasi SRG dapat berkembang lebihpesat lagi di daerah di mana lokasi gudangtersebut berada.

Walaupun trend perkembangan SRGcukup positif yaitu tercermin dari peningkatanvolume dan nilai RG, namun dibandingkandengan jumlah total komoditas pertanian yangada serta keikutsertaan petani/stakeholder lainmaka SRG terbilang masih minim. Sebagaiilustrasi, pada tahun 2010 produksi gabahnasional mencapai 66,41 juta ton GKG.Sementara pada tahun tersebut SRG hanyamampu menyerap 2.299 ton atau 0,003 persendari total produksi. Nampaknya masih adabeberapa kendala yang dihadapi SRGsehingga dalam implementasinya belum dapatoptimal.

Kendala Penerapan SRGMasih minimnya implementasi SRG,

harus dipandang sebagai “pekerjaan rumah”bagi semua pihak yang concern dalammasalah ini. Salah satu poin penting darirancangan awal penerapan RG adalah seba-gai sarana membantu petani untuk terhindardari kerugian pada saat harga komoditas yangdiproduksinya turun dengan cara menjaminkanproduknya ke resi gudang. Dari penjaminan itupara petani akan mendapatkan surat berhargaatau resi jaminan yang bisa diagunkan keperbankan/non bank untuk mendapatkankredit.

Ariyani (2008) mengungkapkan bahwaimplementasi resi gudang masih menemukanbanyak hambatan di lapangan. Hambatantersebut antara lain terbatasnya jumlahgudang penyimpan hasil pertanian dan sikappetani yang tidak sabar dengan sistem tundajual produk yang diagunkan tersebut. Faktoryang dianggap crucial menjadi penyebablambatnya implementasi SRG adalah masihterbatasnya sosialisasi mengenai SRGterutama di daerah-daerah sentra penghasilkomoditas pertanian.

BRI (2008) telah mengidentifikasiberbagai kendala yang dapat menghambatimplementasi SRG, diantaranya: (1) biayayang harus dikeluarkan oleh pemilik komoditasrelatif lebih besar dibanding skema CMA,mengingat banyaknya lembaga yang terlibatpada SRG, (2) kuantitas komoditas petanirelatif kecil sehingga apabila di RG-kan tidaksebanding dengan biaya yang harus dikeluar-kan, (3) belum adanya pihak yang berfungsisebagai off taker, dan (4) kuantitas, inde-pendensi dan profesionalisme LembagaPenilai Kesesuaian perlu ditingkatkan. Peransektor perbankan juga masih belum dapatoptimal.

Hasil studi Riana (2010) mengungkap-kan bahwa sektor perbankan sebagai kom-ponen pendukung SRG belum banyak yangmenggunakan resi gudang sebagai hakjaminan. Hal tersebut dikarenakan timbulbeberapa masalah dalam pelaksanaannya.Masalah-masalah tersebut antara lain biayayang cukup besar, belum meratanya pem-bangunan fasilitas pendukung, pembiayaandikucurkan untuk jangka waktu yang pendek,keraguan sektor perbankan untuk mengguna-kan SRG dan kurangnya pemahaman menge-nai arti penting dan manfaat resi gudang.

Sementara menurut Sadaristuwati(2008), sebagai instrumen yang relatif baru,keberadaan SRG masih menghadapi sejumlahpermasalahan, diantaranya: (1) minimnyasarana dan prasarana, (2) kualitas barangmasih rendah (mutu/keseragaman), (3) bebanbiaya, (4) kurangnya tingkat kepercayaan darilembaga keuangan atau bank, (5) tingkat sukubunga yang masih terlalu tinggi serta (6)hubungan antar lembaga yang kurangsinergis.

Sebagai pihak yang mendapat perhati-an khusus dalam SRG, implementasinya di

Page 11: Monggo

139

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

tingkat petani/klomtan/gapoktan juga menga-lami banyak kendala baik yang menyangkutkapasitas sumberdaya, kelembagaan, saranaprasarana, sosial ekonomi dan budaya. Menu-rut Direktorat Pembiayaan (2011), berdasar-kan pemantauan pelaksanaan SRG di bebe-rapa daerah menunjukkan bahwa beberapapermasalahan tersebut disebabkan olehbeberapa hal, diantaranya: (a) Rata-ratakepemilikan lahan sempit sehingga kesulitandalam mengkonsolidasikan hasilnya; (b)Lemahnya kelembagaan petani (kelompoktani/Gapoktan); (c) Terbatasnya pemahamanS-SRG baik oleh petani maupun petugaspendamping di tingkat lapangan; (d) Bebanbiaya yang ditimbulkan dalam S-SRG sepertibiaya angkutan, sewa gudang/penyimpanan,asuransi dan lain-lain dirasakan cukup berat;(e) Petani setelah panen membutuhkan uangsegera untuk biaya usaha berikutnya; (f) Hasilproduksi yang dihasilkan belum tentumemenuhi kualitas yang dapat digudangkan;(g) Hasil panen belum bisa dikonsolidasi ditingkat kelompok tani/gapoktan karenalemahnya kelembagaan petani; (h) Terbatas-nya sosialisasi S-SRG baik dari Dinas Teknisterkait dan Bank kepada petani; (i) Lemahnyapendampingan petani untuk mengakses kelembaga pembiayaan.

Menurut iPasar (2011) agar SRGdapat diimplementasi, minimal ada 4komponen yang harus tersedia dan berjalansecara baik yaitu: (1) ketersediaan gudangSRG, (2) kesiapan pengelola, (3) keandalansistem, dan (4) ketersediaan komoditas SRG.Dari pengalaman iPasar yang selama ini telahmenggeluti RG dan Pasar Lelang, mengung-kapkan bahwa implementasi SRG di daerahmasih menghadapi sejumlah masalah opera-sional. Permasalahan tersebut diantaranya: (a)Gudang SRG belum tersedia di seluruh daerahpotensial karena biaya investasi gudang yangmahal, (b) Biaya operasional pengelolaanyang ditanggung oleh Pengelola Gudang (PG)tinggi, (c) Partisipasi dalam SRG masih rendahkarena manfaatnya belum dipahami olehseluruh pelaku usaha, (d) Pasca panenkomoditas yang dilakukan oleh pelaku usahaumumnya belum sesuai standar SNI, (e) Padatahap awal umumnya petani belum bersediamembayar biaya penyimpanan barang kepadaPengelola Gudang (PG), (f) LPK/Petugas ujimutu barang belum tersedia di seluruh daerah,(g) Sistem Informasi Resi Gudang (Is-Ware)

belum handal, (h) Sistem Informasi Harga danPasar belum tersedia untuk seluruh variankomoditas, (i) Pembiayaan di LembagaKeuangan masih relatif lama (lebih dari 3 hari)dan (j) Kelompok Tani, Gapoktan dan Koperasikurang sosialisasi dan permodalan untukmelaksanakan pengadaan komoditas (Stan-darisasi Produk).

Dari kendala pelaksanaan SRG se-tidaknya ada 7 hal yang perlu dibenahi yaitu:(1) sosialisasi SRG ke stakeholder yang masihlemah, (2) fasilitas gudang yang belum meratadan memadai, (3) kesiapan pengelola, (4)kontinuitas pasokan komoditas, (4) lemahnyakelembagaan di tingkat petani, (5) belumjelasnya off taker/penjamin pasar, (6)transaction cost yang relatif tinggi, dan (7)sinergi antar stakeholder yang masih lemah.Selain permasalahan tersebut, juga harus adaketegasan tujuan dari SRG apakah akandigunakan sebagai instrumen untuk member-dayakan petani atau semata-mata instrumenbisnis. Hal ini penting diklarifikasi karenapilihan terhadap tujuan akan mempengaruhikebijakan dan arah pengembangan SRG dimasa mendatang.

Hasan (2008) melakukan diagnosisyang cukup kritis terhadap kelembagaan SRGini yang harus direspon oleh pihak yangconcern untuk menjadikan SRG sebagaialternatif pembiayaan untuk sektor pertanian.Menurut pandangannya, kelembagaan dalampenerbitan, pengalihan, penggantian danpenerbitan derivatif resi gudang menandakanlebih fokus pada ke pembentukan pasarsekunder SRG dan derivatifnya, daripadapasar komoditas itu sendiri. Jika adakecenderungan ke arah derivatif, makamuatan SRG sebagai instrumen bisnis akanlebih dominan sehingga bisa trade-off dengantujuan pemberdayaan petani.

Ada yang menganggap SRG jugacukup rumit untuk dilaksanakan oleh petani.Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalamSRG dari hulu sampai hilir yang penuhprosedur, bisa saja kurang match dengankondisi petani/klomtan/gapoktan yang secarakelembagaan belum mantap. Kondisi inidikhawatirkan menjadikan SRG tidak dapatdinikmati oleh petani tetapi lebih banyakdiakses oleh pedagang. Oleh karena itu, agarSRG dapat dimanfaatkan oleh petani perlujuga dilakukan modifikasi/penyerderhanaan

Page 12: Monggo

140

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

prosedur tetapi tetap menggunakan spiritSRG. Sebagai contoh, hasil kajian Ashari(2007) mengungkapkan pelaksanaan SRGdapat dilakukan dengan prosedur yangsederhana dengan sistem bagi hasil. Padaskim ini yang terlibat hanya empat pihak:kelompok tani, UPJA (pemilik gudang),pengelola gudang, dan penyandang dana(CSR sebuah BUMN). Dengan menggunakandana CSR, pada saat panen raya gabah dibelidan disimpan dalam gudang milik UPJA.Setelah 3-4 bulan kemudian saat harga telahcukup tinggi, gabah tersebut dijual sehinggadiperoleh margin. Kemudian margin yangdidapat dibagi (profit sharing) dengan proporsiyang disepakati antara pihak yang terlibatdalam SRG tersebut.

Permasalahan SRG tidak hanya ditataran operasional tetapi juga memasukiranah kebijakan. Tanpa disadari terkadangkebijakan yang sedang dijalankan pemerintahdapat menjadi kendala bagi tumbuh danberkembangnya SRG. Kebijakan penetapanharga dasar oleh pemerintah, misalnya,menyebabkan harga antara panen dan masasesudah panen menjadi tetap dan seragam diseluruh wilayah negara. Padahal, komoditasSRG seharusnya tidak di-setting untuk stabilsetiap tahunnya. Jika harga cukup stabil tentutidak akan menarik untuk dilakukan SRGkarena tidak akan memperoleh margin, bah-kan akan merugi karena harus mengeluarkanbiaya yang cukup besar. Disamping itu,kebijakan di bidang moneter menyebabkantingkat suku bunga yang berlaku seringkalilebih tinggi sehingga meminjam uang denganjaminan stok gudang menjadi tidak layakkarena beban pinjaman tersebut tidak dapatditutupi dengan adanya kenaikan hargakomoditas yang disimpan dengan skim SRG.

Berbagai kendala yang masih terjadidalam implementasi SRG di Indonesiabarangkali dapat dikatakan wajar terjadi jikamengingat skim tersebut baru berjalan kuranglebih lima tahun. Selama kurun waktu tersebut,SRG masih mencari bentuk dan senantiasadinamis untuk menuju posisi equilibrium.Dibutuhkan saran pemikiran dari berbagaipihak (terutama pakar) untuk mengkritisisecara konstruktif arah perkembangan SRG kedepan.

Hasan (2008) menyatakan bahwaperaturan perundang-undangan SRG memiliki

implikasi makro dan mikro yang menuntutkoordinasi lintas instansi (kementrian Koperasidan UMKM, Bulog, Deptan, Bank Indonesia,Pemda). Pada aspek makro, arah kebijakanpengendalian stok dan harga komoditas dalamkerangka penataan sistem perdagangan yangefektif dan efisien harus terintegrasi denganprogram-program lain. Misalnya dalam kerang-ka program ketahanan pangan nasional,peningkatan kesejahteraan petani, penguatanperbankan mikro (unit mikro bank umum danBPR-pembiayaan resi gudang), dan peranPemda untuk mengembangkan produk-produkunggulan yang bisa diresigudangkan

Sementara dari aspek mikro, pem-biayaan resi gudang tidak akan efektif-efisienbila dilakukan secara individual kepada petanigurem, melainkan harus kepada kelompok taniberbadan hukum (misal koperasi tani).Penerapan SRG kepada sektor koorporat/perusahaan besar tidak akan ada kesulitan,tetapi jika difokuskan pada segmen ini akantimbul pertanyaan apakah misi SRG dapatdicapai?. Peraturan perundang-undangan ten-tang SRG dinilai lebih siap diimplementasikanbagi sektor koorporasi/komersial daripadauntuk membantu dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. Disamping itu, belumada keyakinan akan terciptanya stabilitasharga komoditas melalui mekanisme pengen-dalian stok.

Oleh karena itu, Hasan (2008) menya-rankan seyogyanya penerbitan dan pembiaya-an SRG harus langsung yang dapat dirasakanmanfaatnya oleh pelaku usaha, daripadamengembangkan derivatif resi gudang yangakan lebih banyak berhubungan dengankepentingan pelaku pasar dan spekulan dibursa. Agenda mendesak yang perlu segeradituntaskan adalah bagaimana melaksanakanfungsi-fungsi strategisnya sesuai denganketentuan Pasal 32 UU No 9/2006 (pemerintahpusat cq Departemen Perdagangan) danPasal 33 (pemda). Diantara urusan pemerinahpusat adalah koordinasi antar sektor pertanian,keuangan, perbankan dan sektor terkaitlainnya dan antara SRG dengan perdaganganberjangka komoditas, serta memberikan kemu-dahan bagi UKM dan kelompok tani untukmemanfaatkan skim SRG.

Sementara itu, menurut Aviliani danHidayat (2005) secara kelembagaan, sebenar-nya infrastruktur untuk mendukung SRG telah

Page 13: Monggo

141

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

cukup memadai. Masalahnya, bagaimanahubungan kelembagaan itu terbentuk secaraoptimal, efisien, dan berdaya guna tanpa harusmelakukan penyesuaian terhadap regulasiyang sudah ada. Langkah penting yang harusditempuh adalah menyamakan persepsiantarlembaga/stakeholder dan meletakkanstruktur program aksi sesuai kompetensinyamasing- masing. Paling tidak terdapat limapelaku utama yang berperan dalam pengem-bangan SRG, yakni underwriter, perbankan,collateral management service (CMS),penjamin, dan pasar keuangan.

Selanjutnya Aviliani dan Hidayat(2005) menyatakan bahwa dengan melihatmanfaat dari pembiayaan resi gudang, makaskim ini harus mendapat fasilitasi serius daripemerintah maupun Bank Indonesia (BI).Departemen Perdagangan hendaknya dapatmenetapkan prioritas program dan sasaranyang hendak dicapai secara nasional.Misalnya, SRG sebagai salah satu instrumenprogram pengendalian stok bahan pangan,stabilisasi harga produk pertanian, dan aksespermodalan bagi petani. Langkah ini memerlu-kan koordinasi lintas departemen, termasukdengan BI. Diperlukan kesamaan persepsibahwa pembiayaan resi gudang bukan dilihatsemata sebagai produk pembiayaan-perbankan, namun memiliki arti strategis.Seperti di negara lain, pemerintah bahkanberperan sebagai penjamin pelunasan WRFbila debitor cidera janji atau kejadian forcemajeur.

PENUTUP

Sebagai sebuah skim yang relatifbaru, SRG akan dapat berjalan efektif apabilamasing-masing stakeholder yang terlibat dapatbersinergi dan memegang komitmen sesuaidengan yang tertuang dalam Undang-Undangtentang SRG dan peraturan turunannya. JikaSRG di-setting sebagai alternatif pembiayaankomoditas pertanian, maka lembaga yangsangat crucial perannya adalah perbankanatau lembaga keuangan lainnya. Sektorkeuangan merupakan “engine” untuk meng-hidupkan dan menggerakkan SRG. Peranlembaga keuangan diharapkan dapat mening-kat signifikan setelah dibentuknya LembagaJaminan Resi Gudang sebagaimana dicantum-

kan dalam UU baru tentang SRG (UU No9/2011).

Titik lemah yang masih terlihat nyatadalam implementasi SRG adalah kurangnyasosialisasi kepada stakeholder, terutamakepada petani/klomtan. Sosialisasi yangdilakukan selama ini masih terbatas di tingkatelit (pejabat Dinas Pertanian di provinsi/kabupaten). Selain sosialisasi, hal lain yangperlu dilakukan adalah upaya menarik minatpetani untuk bergabung dalam SRG. Faktorkunci ketertarikan petani adalah adanyakejelasan pasar dan dukungan pendanaansehingga tidak ada keraguan petani dalammelaksanakan SRG. Terkait dengan pema-saran ini, SRG harus disinergikan dengankegiatan Bursa Berjangka Komoditas danPasar Lelang sebagai tiga pilar penopangperdagangan komoditas.

Beberapa poin penting yang perludipersiapkan untuk mendukung efektifnyaSRG di sektor pertanian, diantaranya: (a)sarana dan prasarana yang memadai harusdimiliki oleh petani atau kelompok tani agarkualitas produk yang akan disimpan bisasesuai dengan standar yang ditentukan; (b)jaringan pasar dan jaringan informasi hargaharus segera dibuat; (c) pelaksanaan secarakonsisten kebijakan dalam pembiayaanpertanian, diantaranya subsidi bunga bank(skema SRG); (d) sarana pergudangan yangmemadai; dan (e) resi gudang sebagai agunankredit bagi petani/UKM perlu dibarengi upayapenguatan kelembagaan usahatan/UKM.

Upaya-upaya tersebut juga harusdisinergikan dengan pengembangan produk-tivitas dan kualitas hasil pertanian yang haruslebih prima. Diperlukan perencanaan yangkomprehensif mulai dari pembibitan, peme-liharaan, panen, pasca panen, sehinggadiperoleh mutu terbaik, harga terbaik, danpenghasilan terbaik bagi petani. Agar kebe-radaan SRG dapat dimanfaatkan petanisecara lebih luas maka secara khusus Kemen-terian Pertanian perlu melakukan modifikasiatau penyerdahanaan prosedur SRG disesuai-kan dengan kondisi sosial, ekonomi danbudaya masyarakat setempat. Dengan tetapmemegang spirit SRG, implementasinya dimasyarakat dapat dilakukan dengan lebihsederhana. Jika SRG difungsikan sebagaiinstrumen kebijakan dalam rangka pember-dayaan petani, maka pola kerjasama dengan

Page 14: Monggo

142

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 29 No. 2, Desember 2011 : 129 - 143

perusahaan melalui PKBL/CSR bisa dikem-bangkan lebih baik lagi di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Sistem Resi Gudang DepartemenPerdagangan Beri Akses Pembiayaan bagiPetani dan sektorUKM.http://www.depdag.go.id/index.php?option= siaran_pers&task=detil&id=2905[30/3/09]

Anonim.2008. Kisah Sukses dari Negeri Seberanghttp://jurnalnasional.com/?med-=Koran%20Harian&sec=Utama&rbrk=&id=44239&detail=Utama

Antara. 2011. DPR: Resi Gudang Perkuat PosisiTawar Petani. http://id.berita. yahoo.com/dpr-resi-gudang-perkuat-posisi-tawar-petani-000815023.html (16/12/11)

Ariyani, RR. 2008. Sistem Resi Gudang akanDiberlakukan Nasional. http://www.tempo-interaktif.com/hg/ekbis/2008/04/16/brk,20080416-121425,id.html [30/03/09]

Ashari. 2007. Resi Gudang: Alternatif ModelPemasaran Komoditas Pertanian. WartaPenelitian dan Pengembangan Pertanian,29 (4): 7-8. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian.

Ashari. 2010. Pendirian Bank Pertanian diIndonesia: Apakah Agenda mendesak?AKP 8 (1): 13-27. Pusat Sosial Ekonomidan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian.

Aviliani dan Usman Hidayat. 2005. Menuju SkimPembiayaan Resi Gudang yang Atraktif .http://www.indef.or.id/xplod/upload/arts/Resi%20Gudang.HTM (5/5/2009)

Bappebti. 2009. Resi Gudang di Tengah KelebihanPasokan. Bappebti/mjl/096/IX/2009.Bappebti, Departemen Perdagangan.Jakarta.

Bappebti. 2011a. Laporan Tahunan 2010. Bappebti,Kementerian Perdagangan RI. Jakarta.

Bappepti. 2011b. Sistem Resi Gudang sebagaiInstrumen Pembiayaan. Makalah disam-paikan pada Workshop PenguatanKelembagaan Sistem Resi Gudang dalamMendukung Pembiayaan Sektor Pertanian,Best Western Mangga Dua Hotel&Residence. Menko Perekonomian, 7Desember 2011. Jakarta.

BRI. 2008. Sistem Resi Gudang: Peluang,Tantangan dan Hambatan. Makalahdisampaikan pada Seminar Nasional

Sistem Resi Gudang, PengembanganAlternatif Pembiayaan melalui Sistem ResiGudang. Hotel Borobudur, tanggal 4Nopember 2008

BRI. 2011. Penjaminan Resi Gudang ke BankSebagai Alternatif Pembiayaan. Makalahdisampaikan pada Workshop PenguatanKelembagaan Sistem Resi Gudang dalamMendukung Pembiayaan Sektor Pertanian,Best Western Mangga Dua Hotel&Residence. Menko Perekonomian, 7Desember 2011. Jakarta.

Hasan, F. 2008. Potensi Penerapan Sistem ResiGudang di Indonesia. Institute forDevelopment of Economic and Financing(INDEF). Makalah disampaikan padaSeminar Nasional Sistem Resi Gudang,Pengembangan Alternatif Pembiayaanmelalui Sistem Resi Gudang. HotelBorobudur, tanggal 4 Nopember 2008Jakarta.

iPasar. 2011. Implementasi Pelaksanaan PasarLelang dalam Mendukung PelaksanaanSistem Resi Gudang. Makalahdisampaikan pada Workshop PenguatanKelembagaan Sistem Resi Gudang dalamMendukung Pembiayaan Sektor Pertanian,Best Western Mangga Dua Hotel&Residence. Menko Perekonomian, 7Desember 2011. Jakarta.

Kompas. Com. 2007. Perbankan Diminta BiayaiResi Gudang. Kamis, 10 Mei. http://www2.kom-pas-cetak/0705/10/jatim/6635(6/05/09)

Krisnamurthi, B. 2009. Resi Gudang di TengahKelebihan Pasokan. Bappepti/Mjl/096/X/2009/edisi Maret. Bappebti. DepartemenPerdagangan.

Kurniawan,D. 2009. Faktor-Faktor yang Mempe-ngaruhi Penerapan Sistem Resi Gudangoleh Petani di Kecamatan Palasah,Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.Program Studi Manajemen Agribisnis,Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.Bogor.

Muhi, H. A. Fenomena Pembangunan Desa. InstitutPemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor,Jawa Barat, 2011. http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/ wp-content/uploads/2011/08/FENOMENA-PEMBANGUNAN-DESA2.pdf(19/12/11)

Pusat Pembiayaan. 2006. Pedoman Umum SistemTunda Jual Komoditas Pertanian. PusatPembiayaan Pertanian, Departemen Per-tanian. Jakarta.

Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi GudangSebagai Jaminan Perbankan Di Indonesia.

Page 15: Monggo

143

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIAAshari

Thesis. Magister Hukum. Fakultas HukumUniversitas Indonesia. Jakarta

Sadarestuwati. 2008. Pentingnya Sistem ResiGudang bagi Petani. Makalah disampaikanpada Seminar Nasional Sistem ResiGudang, Pengembangan Alternatif Pem-biayaan melalui Sistem Resi Gudang.Hotel Borobudur, tanggal 4 Nopember2008.

Suhendra. 2008. Panetrasi Sistem Resi GudangMasih Rendah. http://www.detik-finance.com/read/2008/11/04/115658/1030

906/4/panetrasi-sistem-resi-gudang-masih-rendah [ 30/3/09]

Teken, I.B dan A.K. Hamid, 1982. TataniagaPertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).Bogor.

Wikipedia. 2009. Resi Gudang. http://id.wikipedia.org/ wiki/Resi_gudang[30/3/09]

Yudho, U. 2008. Sistem Resi Gudang sebagaiLindung Nilai: Studi pada PT Petindo Dayamandiri. Thesis. Program Studi MagisterManajemen. Pasca Sarjana. UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta.