Modul Sedimentologi
-
Upload
giri-sora-wibawa -
Category
Documents
-
view
450 -
download
28
Transcript of Modul Sedimentologi
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Analisa Granulometri
Granulometri merupakan analisa besar butir sebuah sedimen klastik dengan maksud
untuk mengetahui penyebaran besar butir sedimen klastik berukuran pasir secara pasti.
Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan lingkungan pengendapan dan untuk
mengetahui proses-proses yang terjadi selama sedimentasi berlangsung.
Middleton (1976) berpendapat, bahwa analisa besar butir dapat digunakan untuk
membedakan sedimen-sedimen yang berbeda lingkungan dan raciesnya, serta dapat
memberikan informasi tentang proses pengendapan serta aliran arusnya.
Sedimen klastik berasal dari romabakan batuan asal, baik berupa batuan beku
metamorf atau sedimen yang kemudian mengalami transpormasi dan diendapkan pada
sutau cekungan. Selama perjalanannya material rombakan tersebut mengalami banyak
proses, hingga kemudian diendapkan dengan mekanisme dan media yang dapat berbeda
pada setiap lingkungan pengendapan dan akan menghasilkan sedimen dengan populasi
besar butir yang berbeda.
Maka dengan analisa besar butir ini akan dapat mengetahui lingkungan pengendapan
dan proses-prosesnya selama sedimentasi.
Interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan penyebaran ukuran butir adalah
sama penting dengan penelitian lainnya (Friedman, 1979). Penafsiran lingkungan
pengendapan berdasarkan interpretasi parameter statistik butiran telah banyak dilakukan
seperti Rich (1951), Inman (1952), Folks (1962), Gees (1965), Friedman (1961, 1965, 1967)
namun hasilnya belum meyakinkan. Mungkin lebih dapat diterima jika contoh batuan
diambil secara sistematika yaitu secara vertikal, sehingga perubahan parameter secara
vertikal lebih mempunyai arti untuk lingkungan pengendapan (Allen; 1970, Visher; 1965).
Fredman berpendapat bahwa pendekatan berdasarkan analisa frekuensi besar butir
bukan berarti mengganti teknik analisa geologi lainnya, tetapi banyak berguna sebagai
pelengkap dan banyak sekali manfaatnya. Dan seluruh penyebaran frekuensi besar butir itu
sensitive terhadap proses-proses lingkungan pengendapan (Friedman, 1979).
Salah satu metode besar butir adalah metode ayakan. Pada saat ini metode ayakan
belum begitu berkembang. Pettijohn, Fotter dan Siever berpendapat bahwa dapatkah
metode besar butir digunakan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan. Bertolak dari
beberapa konsepsi beberapa peneliti terdahulu mengenai lingkungan pengendapan
berdasarkan besar butir, penulis berkeinginan untuk membuktikan sampai sejauh mana
konsep tersebut dapat diterapkan dengan pendekatan beberapa metode, diantaranya :
Metode Krumbein dan Slose (1965)
Metode Moiola dan Woiser (1968)
Metode Fisher (1969)
Metode Friedman (1979)
1.2 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih akurat dapat dilakukan dua metode
penelitian :
1. Metode Penelitian Lapangan
2. Metode Penelitian Laboratorium
1.2.1 Metode Penelitian Lapangan
Penelitian di lapangan dilakukan dengan pengambilan contoh batuan, baik dari
singkapan di permukaan maupun dari suatu inti bar (core) yang dianggap cukup
representative. Pengambilan contoh batuan ini dilakukan dengan secara vertikal den
memernghatikan urutan sedimentasi. Hal ini dilakukan untuk mendapat hasil penelitian
yang lebih teliti, karena perubahan parameter secara vertikal lebih mempunyai untuk
suatu lingkungan pengendapan.
1.2.2 Metode Penelitian Laboratorium
Penelitian di laboratorium ditekankan kepada analisa besar butir berdasarkan
contoh batuan yang diambil selama di lapangan. Dalam melakukan analisa besar butir
ini dapat dipakai salah satu metode, yaitu metode ayakan yang berguna untuk
mengetahui penyebaran frekuensi besar butir.
1.3 Metode Ayakan
Analisa besar butir ini pada umumnya berdasarkan pada teori-teori kecepatan
pengendapan partikel (settling velocity of particle), analisa ayakan dan beberapa teori
lainnya. Teori kecepatan pengendapan partikel lebih cocok digunakan pada butir-butir
batuan yang relatif lebih halus, sedangkan butir-butir batuan yang lebih kasar lebih cocok
digunakan teori ayakan. Teori ayakan ini mulai dipergunakan pada tahun 1704 (Krumbein,
1932).
Dalam analisa ayakan diperlukan butiran-butiran batuan sedimen yang benar-benar
lepas, sehingga batuan sedimen klastik yang telah mengalami kompaksi perlu diuraikan
menjadi butiran-butiran lepas. Dan penguraian batuan sedimen ini dapat diuraikan secara
fisik dan kimia. Dalam melakukan analisa besar butir khusunya analisa ayakan sebenarnya
tidak sederhana seperti dalam prakteknya.
Beberapa seri ayakan yang dapat digunakan dalam analisa besar butir, diantaranya
adalah ASTM Sieve series, Tyler Sieve series dan IMM Sieve series. Masing-masing
mempunyai lubang ukuran yang berbeda (lihat tabel 1, 2, 3). Untuk itu perlu diperhatikan
sieve yang akan digunakan.
Tabel 1. ASTM Sieve series Tabel 2. Tyler Sieve series Tabel 3. IMM Sieve series
Mesh Opening Mesh Opening Mesh Opening
5 4,00 5 2,540 5 2,540
6 3,36 8 1,574 8 1,574
7 2,83 10 1,270 10 1,270
8 2.38 16 0,782 16 0,792
10 2,00 20 0,635 20 0,635
12 1,68 25 0,508 25 0,508
14 1,41 30 0,426 30 0,421
16 1,19 35 0,416 35 0,416
18 1,00 40 0,317 40 0,317
20 0,84 45 0,254 45 0,254
25 0,71 50 0,211 50 0,211
30 0,59 60 0,180 60 0,180
35 0,50 70 0,157 70 0,157
40 0,42 80 0,137 80 0,139
45 0,35 90 0,125 90 0,127
50 0,297 100 0,105 100 0,107
60 0,25 120 0,084 120 0,084
70 0,210 150 0,061
80 0,177 200 -
100 0,149
120 0,125
140 0,105
170 0,083
200 0,074
230 0,062
270 0,053
325 0,044
Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih teliti, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu faktor kesalahan dan waktu analisa.
1.3.1 Faktor Kesalahn Analisa
Faktor-faktor yang memungkinkan kesalahan dan sulit untuk dikoreksi dalam teori
ayakan ini, misalnya :
Dalam teori ayakan ini semmua butiran-butiran dianggap mempunyai bentuk bulat,
tetapi secar alamiah tidak sedikit butir-butir batuan ini berbentuk batuan bulat
panjang atau lonjong, sehingga hal semacam ini akan menyebabkan kesalahan
penentuan berat setiap fraksi batuan.
Butir-butir batuan yang akan dianalisa seharusnya lepas-lepas secara sempurna,
tetapi dalam prakteknya hal seperti ini sangat sukar sekali dilakukan. Faktor ini
dapat juga menimbulkan kesalahan dalam penentuan berat setiap fraksi batuan.
Secara teoritis, berat batuan sebelum dan sesudah analisa harus sama, tetapi pada
prakteknya hal ini sukar atau tidak mungkin diperoleh. Kesalahan seperti ini
mungkin disebabkan karena sebagian dari butir-butir batuan tersangkut dalam
ayakan, atau butiran-butiran yang berupa debu halus mudah terbang. Faktor ini juga
akan menyebabkan pengurangan berat setiap fraksi batuan.
Krumbein (1934) berpendapat bahwa kesalahan yang melibatkan analisa mekanisme
dapat dikelompokkan dalam kesalahan lapangan atau kesalahan pengambilan contoh dan
pengambilan laboratorium. Sedangkan Swinferd (1949) membagi kesalahan laboratorium ini
menjadi 4 kesalahan, yaitu :
1. Kesalahan pemisahan batuan
2. Kesalahan waktu
3. Kesalahan pengayakan
4. Kesalahan percobaan
Selain itu juga banyak faktor-faktor lainnya yang perlu dikoreksi, tetapi menurut
beberapa penulis lainnya faktor-faktor tersebut tidak begitu mengaburkan data.
1.3.2 Waktu Analisa
Waktu yang diperlukan dalam analisa ayakan ini sangat perlu diperhatikan, terutama
untuk butiran yang halus. Menurut penelitian, butiran-butiran yang berada di atas jala
saringan pada waktu diayak tidak akan masuk serentak pada lubang-lubang jala tersebut,
tetapi secara perlahan-lahan yang sangat tergantung pada waktu.
Wentworth (1929) telah melakukan penyelidikan analisa ayakan ini, mendapat suatu
persamaan empiris yang berbentuk v=a t-m + b , dimana pada percobaan ini dipakai ayakan
berukuran 0,5 mm. Dari persamaan Wentworth ini dibuat suatu diagram seperti yang
terlihat pada gambar 1, dimana sumbu Y menunjukkan jumlah persentase dari butiran yang
tertinggal dalam ayakan, dan sumbu X menunjukkan waktu (Krumbein dan Pettijohn, 1938).
Gambar 1. Grafik yang menunjukkan hubungan waktu dan jumlah persen berat yang
tertinggal di atas ayakan.
Berdasarkan penyelidikan ini Wentworth (1929, op.cit. Krumbein dan Pettijohn, 1938)
mengambil kesimpulan bahwa untuk mendapatkan data yang teliti, pengayakan harus
dilakukan dengan alat penggerak otomatis selama 5 hingga 10 menit. Makin lama waktu
yang digunakan dalam pengayakan makin kurang efektif (Swineford, 1948).
1.4 Skala Besar Butir
Dasar dari metode ayakan adalah bahwa butiran dibagi atas selang-selang kelas yang
dibatasi oleh besarnya lubang ayakan. Penyebaran kumulatif dari besar butir dalam hal ini
adalah yang lebih kasar yang tersangkut. Set dari ayakan ini banyak yang dipergunakan
dalam teknik dan ada beberapa macam skla besar butir yang sering dipergunakan dalam
analisa ukuran besar butir, antara lain :
Skala besar butir “Udden dan Wentworth”
Skala besar butir “Atterberg”
Skala besar butir “Enginering”
Dalam analisa besar ukuran butir, macam skala besar butir yang akan dipergunakan
dapat dipilih salah satunya dari skala besar butir yang tersebut di atas. Selain skala-skala
tadi, juga disajikan skala besar butir LBPN-LIPI. Skala besar butir yang sering digunakan
adalah skala besar butir berbentuk logaritmayang merupakan deretan angka-angka hasil
minus logaritma dan disebut dengan skala “phi”.
Φ (Phi) = -2 log d
Dimana d adalah diameter menurut skala Wentworth (Krumbein, 1934). Hal ini
disebabkan karena lebih mudah dalam perhitungan dan data yang diperoleh dapat di plot ke
dalam kertas semi log, kertas probabilitas atau kertas lainnya.
Tabel 4. Macam-macam skala besar butir
Udden-Wentworth Values Enginering
Cobbles Boulders
64 mm -6 10 in.
Cobbles
3 in.
Pebbles -2 Gravel
4 mm 4 mesh
Granules Coarse Sands
2 mm -1 10 mesh
Very Coarse Sand Medium Sand
1 mm 0
0,5 mm 1 40 mesh
Medium Sand
0,25 mm 2
Fine Sand Fine Sand
0,125 mm 3
Very Fine Sand 200 mesh
0,0625 mm 4
Silt
0,0039 mm 8 Fines
Clay
Tabel 5. Klasifikasi Atterberg
Batas Ukuran Nama
2000 – 200 mm Bongkah (Block)
200 – 20 mm Kerikil (Cobbles)
20 – 2 mm Kerikil (Pebbles)
2 – 0,2 mm Pasir kasar (Coarse sand)
0,2 – 0,02 mm Pasir halus (Fine sand)
0,02 – 0,002 mm Lanau (Silt)
<0,002 mm Lempung (Clay)
Tabel 6. Skala Besar Butir Phi (Wentworth) dan Zeta (Atterberg)
Wentworth Phi Atterberg Zeta
32 mm -5 2000 mm -3
16 mm -4 200 mm -2
8 mm -3 20 mm -1
4 mm -2 2 mm
2 mm -1
1 mm 0
½ 1
¼ 2
1/8 3
1/16 4
1/32 5
1/64 mm 6
1/128 mm 7
1/256 mm 8
1/512 mm 9
1/1024 mm 10
Tabel 7. Skala besar butir yang dipakai dalam analisa besar butir pada Lab.
Sedimentologi LGPN-LIPI
Mesh Bukaan (mm) Phi
4 4,670 -2,3
6 3,360 -1,7
8 2,380 -1,2
12 1,680 -0,7
16 1,190 -0,3
20 0,840 0,2
30 0,590 0,7
40 0,420 1,2
50 0,297 1,7
60 0,250 2,0
65 0,208 2,3
100 0,149 2,7
120 0,125 3,0
150 0,104 3,3
2000 0,074 3,7
230 0,062 4,0
270 0,053 4,2
325 0,044 4,5
Sisa
Tabel 8. Daftar batas ukuran butir (menurut Wentworth) serta terminology klastik
Ukuran Sedimen (epiklastik) Volkanik (piroklastik)
Bundar, Bundar tanggung,
Menyudut tanggung
Menyudut
Fragmen Agregat Fragmen Agregat
256 nm Bongkah Kerikil bongkah Blok Breksi
Konglomerat
Bongkah Volkanik
64 nm Kerakal Kerikil kerakal Bomb Anglomerat
Konglomerat
Kerakal
Kerikil Kerikil Breksi Tuff
Konglomerat Lapilli
Kerikil
4 nm Granul Granul Abu Kasar
2 nm Pasir Pasir Tuff kasar
Batu pasir
1/16 nm Lanau Lanau Abu halus
Batu lanau Tuff halus
1/256 nm Lempung Lempung sepih
BAB II
METODE STATISTIKA
Dalam mengolah data analisa besar butir digunakan beberapa teori statistik dan
bermacam-macam grafik presentase. Grafik presentasi sebenarnya merupakan salah satu
langkah utama dalam mempelajari proses-prose yang berhubungan dengan ilmu
sedimentasi karena dengan mengetahui bentuk grafik presentase ini penyebaran butir-butir
batuan dan ha-hal lain yang dianalisa dapat ditentukan.
Prinsip-prinsip dari grafik presentasi ini adalah berdasarkan analisa geometri, dimana
grafik tersebut merupakan suatu persamaan matematis yang mempunyai dua variabel, yaitu
variabel bebas dan variabel tak bebas. Kedua variabel ini masing-masing di plot pada sumbu
x dan sumbu y. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah harga dari diameter butiran,
sedangkan variabel tak bebas adalah frekuensi dari berat butiran tersebut.
Pada gambaran grafik frkuensi ini satuan skala yang digunakan boleh sembarangan,
tergantung dari metode statistika mana yang digunakan dalam pengolahan data. Bentuk
grafik presentase yang sering digunakan dalam analisa ukuran besar butir adalah :
1. Histogram
2. Kurva Frekuensi
3. Kurva Kumulatif
2.1 Histogram
Histogram merupakan suatu gambaran dari hasil-hasil analisa secara sederhana
dan praktis, dimana pada sumbu x menunjukkan besaran diameter, dan sumbu y
menunjukkan frekuensi dari persentase berat. Dari histogram ini dapat dibaca
penyebaran butiran batuan tersebut.
Penggambaran histogram harus dibuat pada kertas aritmatik, dimana jarak interval
sama sehingga bentuk histogram merupakan susunan dari bentuk empat persegi
panjang yang turun naik (gambar 2).
Gambar 2. Bentuk-bentuk histogram A dan B monomodal, sedangkan C bimodal
(Pettijohn, 1957)
Bentuk-bentuk histogram ini ada beberapa macam, yaitu :
Bentuk histogram yang mempunyai satu harga maksimum, seperti terlihat pada
gambar 2A dan 2B.
Bentuk histogram yang mempunyai dua harga maksimum (gambar 2C).
Bentuk histogram yang mempunyai tiga harga maksimum (trimodal).
Bentuk histogram yang mempunyai lebih dari tiga harga maksimum (polimodal).
Gambar 3. Histogram penyebaran besar butir
2.2 Kurva Frekuensi
Kurva frekuensi dari histogram sebenarnya erat hubungannya, karena bentuk
kurva frekuensi ini merupakan hasil limit dari histogram, dimana selang kelas dari
histogram ini diperkecil terus menerus sampai nol. Bentuk dari kurva frekuensi lebih
halus dan lebih menerus daripada bentuk histogram.
Gambar 4. Memperlihatkan perubahan dari bentuk dari histogram ke bentuk kurva
frekuensi (Krumbein dan Pettijohn, 1938).
Pada gambar dapat dilihat dengan jelas perubahan dari histogram ke kurva
frekuensi. Secara kasar kurva frekuensi dapat dibuat dengan menghubungkan titik-titik
tengah interval dari masing-masing interval.
2.3 Kurva Kumulatif
Kurva kumulatif juga dibuat berdasarkan pada histogram, dimana selang kelas dari
diameter ini di plot pada sumbu x, sedangkan pada sumbu y merupakan frekuensi dari
persentase berat yang mempunyai skala dari 0% hingga 100%. Pada kurva kumulatif ini,
selang kelas yang pertama mempunyai ordinat yang sama dengan harga persentase
berat dari kelas itu sendiri, sedangkan untuk selang pada diameter yang kedua
ordinatnya sama dengan jumlah persentase dari berat yang kedua, begitu juga untuk
selang kelas selanjutnya.
Kurva kumulatif ini dapat digambarkan pada kertas semilog dan kertas probabilitas
normal (gambar 5 dan 6). Kertas probabilitas normal didesain sedemikian rupa
sehingga kurva kumulatif suatu penyebaran frekuensi merupakan suatu garis lurus.
Pada dasarnya grafik-grafik tersebut digunakan untuk mengetahui penyebaran
besar butir pada batuan sedimen yang dianalisa dan dinyatakan dalam besaran-besaran
mean, mode, median, devisi standar, skewnes dan kurtosis, dimana :
Mean merupakan harga rata-rata secara statistic yang representatif.
Mode merupakan puncak maksimal dari penyebaran besar butir tertentu (gambar
7). Dengan penyebaran butirnya suatu sedimen tidak harus mempunyai satu puncak
(monomodal), tetapi dapat pula mempunyai dua puncak (bimodal), dahkan banyak
puncak (polimodal) yang menunjukkan sortasi yang buruk (lihat gambar 2).
Sortasi merupakan derajat pemilahan besar butir secara sederhana (gambar 8).
Standar deviasi merupakan suatu nilai statistik sampai sejauh mana besar butir
suatu populasi menyimpang dari harga rata-ratanya. Pada harga deviasi standar
yang kecil akan menunjukkan sortasi yang baik.
Skewness adalah ukuran dari tingkat simetrinya penyebaran besar butir atau arah
condongnya. Penyebaran besar butir disebut skewness positif bila mempunyai
kecenderungan ke arah kasar dan skewness negatif bila kea rah halus (gambar 9).
Kurtosis merupakan derajat kemencengan terhadap suatu penyebaran normal.
Semakin tinggi harga kurtosis maka akan semakin mancung dan akan mempunyai
sortasi yang semakin baik (gambar 10).
Histogram dan kurva frekuensi secara visual lebih baik, dimana mode, standar
deviasi, skewness dan kurtosis langsung dapat dilihat. Namun untuk hitung statistic,
kurva kumulatif lebih baik karena nilai-nilai didapatkan secara langsung dari grafik.
Rumus-rumus yang digunakan dalam menentukan harga-harga besaran seperti
mean size, standar deviasi, skewness dan kurtosis adalah rumus-rumus statistic
berdasarkan metode Inman, Folk dan Ward. Metode Folk dan Ward ini sebenarnya
diturunkan berdasarkan metode Inman yang telah mengalami beberapa koreksi, karena
menurut Folk dan Wards rumus-rumus ini yang digunakan oleh Inman ini hanya cocok
untuk batuan sedimen yang mempunyai penyebaran frekuensi berbentuk normal,
sedangkan untuk bentuk-bentuk bimodal atau polimodal harus mengalami beberapa
macam koreksi. Adapun rumus-rumus tersebut dapat dituliskan pada tabel 9.
Friedman (1979), dalam penentuan harga-harga besaran seperti mean, standar
deviasi, skewness dan kurtosis, berdasarkan kepada perhitungan parameter statistic
dengan menggunakan metode Momen terhadap mean (tabel 10). Dari harga deviasi
standar ini dapat diambil beberapa batasan yang menunjukkan hubungan antara harga
deviasi standar dengan nilai pemilihan (sorting), seperti pada tabel 11.
Tabel 9. Rumus-rumus statistik menurut Metoda Inman dan Folk dan Ward.
Tabel 10. Perhitungan parameter statistik dengan menggunakan Metoda Momen
terhadap Mean (Friedman, 1979)
Tabel 11. Hubungan standar deviasi dengan pemilahan
< 0,35 Very well sorted
0,35 – 0,50 Well sorted
0,50 – 0,70 Moderately well sorted
0,70 – 1,00 Moderately sorted
1,00 – 2,00 Poorly sorted
2,00 – 4,00 Very poorly sorted
> 4,00 Extremely poorly sorted
Tabel 12. Penilaian harga-harga skewness
-1,0 - -0,3 Very negactively skewed
-0,3 - -0,1 Negatively skewed
-0,1 – 0,1 Symetrical
0,1 – 0,3 Positively skewed
0,3 – 1,0 Very positively skewed
Tabel 13. Penilaian harga-harga kurtosis
< 0,67 Veru platykurtic
0,67 – 0,90 Platykurtic
0,90 – 1,11 Mesokurtic
1,11 – 1,50 Leptokurtic
1,50 – 3,00 Very leptokurtic
> 3,00 Extremely leptokurtic
Harga deviasi standar yang tinggi dan harga skewness yang positif menunjukkan
suatu lingkungan sungai, sedangkan harga deviasi standar yang rendah dan harga
skewness-nya 0 atau negative menunjukkan suatu lingkungan pantai.
Gambar 5. Kurva kumulatif besar butir dengan sekala semilog dalam micron
(millimeter) dengan konsep quartile
Gambar 6. Kurva kumulatif skala besar butir dengan skala probabilitas (kertas normal),
A. Penyebaran normal
B. Yang menyimpang dari normal dengan memerlihatkan konsep persentil
Gambar 7. Mode dari suatu penyebaran frekuensi.
Gambar 8. Kurva frekuensi yang memerlihatkan jenis sortasi.
Gambar 9. Hubungan antara mode, mean dan median serta skewness.
Gambar 10. Bentuk kurva dengan berbagai kurtosis.
Gambar 11. Konsep persentil dalam kurva kumulatif.
BAB III
CARA KERJA ANALISIS BESAR BUTIR
3.1 Cara Kerja di Lapangan
Contoh batuan (sampel) yang diambil di lapangan adalah berupa material yang
berukuran pasir, baik lepas maupun yang berupa batuan. Guna mendapatkan contoh
batuan yang representative maka yang perlu diperhatikan, antara lain :
- Lokasi pengambilan sampel
- Cara pengambilan sampel
- Jumlah sampel
Lokasi pengambilan sampel harus diperhatikan, hal ini bertujuan agar sampel yang
diambil benar-benar dapat mewakili insitu. Cara pengambilan sampel menggunakan system
grade, sehingga sampel yang diambil dapat mewakili seluruh penyebaran dari batu pasir
tersebut (lihat sketsa). Sampel diambil dengn kedalaman ± 30 – 60 cm di bawah permukaan.
Sedangkan jumlah sampel yang diambil sesuai dengan luas daerah maupun keadaan daerah
itu sendiri.
Jarak masing-masing titik antara 50 hingga 75 meter.
3.2 Cara Kerja di Laboratorium
Dalam analisa pasir di laboratorium dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap
pengerjaan sampel dan tahapan perhitungan data.
3.2.1 Tahap Pengerjaan Sampel
Pada tahap ini sampel akan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum analisa pasir
dilakukan, agar analisa dapat dilakukan dengan lancer dan dengan hasil yang baik. Tahapan-
tahapan yang harus dilakukan dalam pengerjaan sampel secara berurutan, yaitu :
- Pengeringan sampel
- Pelepasan butiran
- Kwartering
- Penimbangan pertama
- Pengayakan sampel
- Penimbangan kedua
3.2.1.1 Pengeringan Sampel
Maksud dari pengeringan sampel adalah supaya material-material pada
sampel mudah lepas satu dengan lainnya dan agar tidak memengaruhi proses-proses
selanjutnya. Pada hakekatnya pengeringan ini adalah untuk menghilangkan
kandungan air yang masih terdapat pada sampel. Pengeringan sampel ini dapat
dilakukan di bawah sinar matahari maupun dikringkan degan oven.
Untuk mendapatkan sampel yang betul-betul kering, apabila pengeringan di
bawah sinar matahari sampel harus ditebarkan secara nmerata di atas kertas atau
tempat lain yang masih bersih, dan agar pengeringan dapat dilakukan dengan cepat
sampel harus dibolak-balik. Setelah sampel benar-benar kering barulah dapat
dilakukan proses selanjutnya.
3.2.1 Pelepasan Butiran
Pelepasan butiran bertujuan untuk melepaskan butiran-butiran yang masih
belum terlepas pada proses pengeringan, karena dalam analisa besar butir diperlukan
butiran yang benar-benar lepas. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah mortar
dengan penggerusnya yang terbuat dari porselen (gambar 28).
Gambar 28. Mortar yang digunakan untuk menggerus pasir menjadi butiran yang
lepas.
Sampel yang telah kering dimasukkan kedalam mortar sedikit demi sedikit,
kemudian digerus perlahan-lahan agar butiran tidak hancur. Sesudah butiran-butiran
lepas, maka masukkan lagi hingga cukup untuk analisa selanjutnya. Untuk sampel
yang mempunyai campuran seperti karbonat, oksida besi atau garam yang mudah
larut, dapat dihilangkan atau dipisahkan dengan beberapa cara.
3.2.1.2.1 Memisahkan Campuran Karbonat
Proses tersebut tidak dapat dilakukan apabila kita ingin mempelajari
mineral-mineral yang ada. Urutan kerja yang harus dilakukan untuk
memisahkan campuran karbonat, yaitu :
1. Sampel diletakkan ke dalam beaker 250 – 600 ml. Masukkan kedalamnya
25 ml aquades dan diaduk.
2. Tambahkan ke dalam beaker 10 % HCL secara perlahan-lahan sampai reaksi
berhenti. Jika kandungan karbonatnya banyak, untuk penambahan 10%
HCL juga harus besar.
3. Panaskan 80o – 90o C, dan tambahkan HCL sampai reaksi terhenti. Cara ini
akan lebih tepat apabila penambahan HCL mencapai pH 3,5 – 4, dan kondisi
tersebut tetap dipetahankan. Untuk memeriksa pH dapat dilakukan
dengan:
a. pH meter
b. menggunakan larutan indikator pH pada test plate (misal : larutan
brom phenol blue).
c. pH paper, dapat menggunakan larutan indicator methyl orange
indicator paper. Indikator ini akan berwarna kuning pada larutan netral
dan akan berubah menjadi orange pada pH 3,1 – 4,4, dan menjadi
merah pada pH dari 3,1.
4. Pada sampel yang cukup banyak mengandung karbonatnya, ion kalsium
yang larut akan bercampur dengan sampel yang akan menghalangi
pemisahan bahan-bahan organik dengan H2O2, dan akan mengendap
sebagai kalsium oksalat didalam melakukan pemindahan besi. Cuci sampel
dengan HCL yang lemah (±0,1%).
Ulangi pencucian 2 atau 3 kali. Cairan dapat ditest dengan mengambil
sedikit cairan dimasukkan ke dalam tabung test alkaline dengan
menggunakan kertas lakmus yang mengandung ammonium oksalat.
Endapan putih dari kalsium oksalat akan terbentuk apabila ada kalsium.
Beberapa cara untuk melakukan pencucian :
a. Pindahkan sampel pada satu atau lebih tabung centripuge dengan
menggunakan larutan pencuci pada botol-botol pencuci dan rubber
policeman dan diaduk.
b. Jika seluruh kandungan materialnya adalah pasir (sand) atau silt kasar
(coarse silt), biarkan sedimen mengendap dalam beaker dan cairan
dipindahkan atau dituangkan.
c. Masukkan porcelain filter candle pada beaker dan cairan dipisahkan
dengan cara disedot atau dengan menggunakan pompa penghisap
(vacuum pump, gambar 29). Endapan sedimen pada filter dipisahkan
dengan menggunakan tekanan balik.
Gambar 29. Pemisahan yang menggunakan porcelain filter.
3.2.1.2.2 Menghilangkan Bahan Organik (Jackson, Whitting, and Pannington, 1949)
Cara yang dilakukan disini jarang yang berhasil untuk dapat menghilangkan
bahan-bahan organik secara keseluruhan, tetapi cara ini juga sangat menolong. Hal
tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, dan apabila bahan-bahan
organiknya telah hilang pada setiap tahapan dapat dihentikan. Caranya adalah :
1. Bila kandungan bahan organiknya sedikit, letakkan sampel pada breaker 400 ml
dan masukkan ke dalam beaker H2O2 6% sebanyak 100 ml secara perlahan-lahan
dan konstan, kemudian digerak-gerakan. Tutup dan panaskan hingga suhu 40o C
selama 1 jam. Didihkan ±1 jam hingga H2O2 yang berlebih hilang.
2. Bila kandungan bahan organiknya cukup banyak, maka dapat dilakukan langkah-
langkah sebgai berikut :
a. Pisahkan cairan dengan cara menuangkannya setelah terjadi pengendapan.
b. Tambahkan ke dalamnya H2O2 30% secara perlahan-lahan sambil digerak-
gerakkan hingga pembuihan berhenti.
c. Panaskan di atas hot plate hingga suhu mencapai 40o C selama 10 menit.
Apabila pada suatu pemanasan terjadi pembuihan yang berlebihan, bila
perlu sampel didinginkan dengan cara menyemprotkan air dingin. Gunakan
beaker yang besar apabila terjadi pembuihan yang berlebihan.
d. Keringkan hingga endapan menjadi tipis, tetapi jangan terlalu kering.
Tambahkan 10 – 30 ml H2O2 30%, tutup dengan “watch glass”. Panaskan
pada suhu 40o - 60o C selama 1 sampai 12 jam. Ulangi hingga bahan-bahan
organiknya hilang.
e. Panaskan sebentar hingga H2O2 yang berlebihan hilang.
3.2.1.2.3 Menghilangkan Oksidasi Besi
1. Letakkan sampel ke dalam beaker 400 ml dan tambahkan air ± 300 ml.
2. Masukkan alumunium ke dalam beaker (lebih baik menggunakan lempeng
alumunium yang berbentuk silindris, tetapi dapat juga dipergunakan bentuk
lainnya).
3. Tambahkan 15 gram asam oksalat (bubuk atau larutan) dan didihkan secara
perlahan-lahan selama 10 – 20 menit. Tambahkan lagi asam oksalat jika
menginginkan sampai semua oksida besi hilang.
3.2.1.3 Kwartering
Proses kwartering adalah suatu proses pembagian sampel ke dalam 4
kwadran, untuk mendapatkan sampel yang representatif. Untuk proses kwartering ini
diperlukan sebuah corong plastik atau seng dan karton tempat pembagian sampel
(gambar 30).
Pada kwartering ini posisi karton terletak di atas karton dan diusahakan tegak
lurus dengan perpotongan karton, sampel dimasukkan ke dalam corong secara
konstan, kemudian akan didapatkan pasir yang sudah menempati keempat kwadran
tersebut.
Diambil sampel yang berada di kwadran yang berlawanan Dan mempunyai
jumlah yang relatif sama dari kedua kwadran satunya lagi. Sisa pasir yang tidak
terpilih dapatlangsung dibuang, sedangkan pasir dikwartering lagi sebanyak 3 atau 4
kali. Untuk yang kedua dan seterusnya sisanya dapat digunakan lagi apabila harus
mengulang dari proses kwartering kembali.
Sesudah sampel yang representatif didapatkan dan diperkirakan lebih dari
100 gram, barulah proses kwartering dihentikan dan dapat dilakukan proses
penimbangan.
3.2.1.4 Penimbangan Pertama
Penimbangan ini menggunakan alat timbang elektrik ‘Metler’ yang
mempunyai kepekaan sampai dua dibelakang koma gram (gambar 31).
Gambar 30. Cara kwartering sampel, untuk mendapatkan butiran sampel yang
representatif.
Gambar 31. Alat timbang (neraca) elektrik mettler. Satuannya adalah gram, dengan
ketelitian hingga dua angka dibelakang koma.
Untuk penimbangan yang pertama ini akan ditimbang tabung-tabung
sebanyak lima buah untuk tempat hasil ayakan dan satu tabung yang lebih besar
untuk tempat sampel mula-mula. Sebelum ditimbang tabung-tabung tersebut diberi
tanda memakai spidol sesuai ukuran meshnya, kecuali tabung terbesar. Tabung
(becker) jika sudah diketahui beratnya, maka barulah dicari pasir yang mempunyai
berat 100 gram (ditimbang) dengan cara memasukkan pasir ke dalam becker terbesar
yang sudah diketahui beratnya.
Misal berat becker = g gram, maka berat becker + berat pasir haruslah = 100
gram + g gram = x gram. Setelah didapatkan pasir dengan berat 100 gram, lalu pasir
diayak.
3.2.1.5 Pengayakan Sampel
Tujuan dari pengayakan sampel adalah untuk mengetahui penyebaran
frekuensi besar butir dari pasir yang dianalisa.
Untuk pengayakan sampel dipakai ayakan US Standar, dengan mesh dari 30,
50, 100, sampai 200. Yang dimaksudkan saringan dengan mesh 10 adalah saringan
yang mempunyai lubang berjumlah 10 pada suatu luas tertentu. Saringan dengan
mesh 50 akan lebih halus dari saringan dengan mesh 10, atau dengan kata lain bahwa
saringan dengan nomor mesh lebih besar akan lebih halus daripada saringan yang
bermesh lebih kecil.
Gambar 32. Susunan ayakan (sieve) di atas vibrator. Waktu pengayakan terbaik
adalah 5 – 10 menit.
Sebelum pengayakan dilakukan, saringan disusun menurut besar meshnya,
dari nomor terkecil di bagian atas berturut-turut makin ke bawah makin besar nomor
meshnya.
Sampel dimasukkan ke dalam ayakan kemudian ditutup dengan penutup,
susunan ayakan ini kemudian diletakkan ke atas pengayak elektrik selama ± 5 menit
(untuk mendapatkan hasil yang baik, pengayakan ddilakukan antara 5 – 10 menit).
Setelah pengayakan berhenti (secara otomatis), diamkan beberapa saat. Hal ini
dimaksudkan agar material-material yang diayak sudah benar-benar terendapkan
terutama untuk material yang sangat halus yang berterbangan karena kemungkinan
akan memengaruhi hasil penimbangannya.
Jika diperkirakan material-material pasir itu sudah benar-benar mengendap,
maka material (butiran) pasir itu diambil dari saringannya, kemudian dimasukkan ke
dalam becker-becker yang sudah disediakan dan telah diketahui beratnya. Cara
pengambilan sampel dari saringan haruslah hati-hati dan teliti, karena bila tidak akan
bisa merusak saringannya sehingga cukup menggunakan kuas apabila ada material
yang masih tertinggal di dalam saringan. Sampel-sampel yang telah dimasukkan ke
dalam becker yang sesuai dengan nomor meshnya dapat ditimbang untuk kedua
kalinya.
3.2.1.6 Penimbangan Kedua
Berturut-turut ditimbang becker yang telah berisi pasir dan dicatat, misalnya
didapatkan hasil sebagai berikut :
Becker + berat pasir dengan nomor mesh 30 = a gram
Becker + berat pasir dengan nomor mesh 50 = b gram
Becker + berat pasir dengan nomor mesh 70 = c gram
Becker + berat pasir dengan nomor mesh 100 = d gram
Becker + berat pasir dengan nomor mesh 200 = e gram
Total = x gram
Harga penimbangan total ini haruslah memenuhi syarat, yaitu berselisih (bisa
kurang atau lebih) 0,06 gram dari berat pasir mula-mula ditambah berat masing-
masing becker. Atau selisih berat pasir antara penimbangan pertama dan kedua
tidak lebih besar dari 0,06 gram.
Apabila persyaratan itu tidak terpenuhi, maka harus diulang kembali dari
proses kwartering, sampai didapatkan berat yang memenuhi persyaratan tersebut
di atas.